Anda di halaman 1dari 13

PERAN KADASTER LAUT

DALAM PEMECAHAN KONFLIK DI PERAIRAN


STUDI KASUS: KABUPATEN REMBANG,
JAWA TENGAH

Arief widiansyah, Ir. Yuwono, MS


Program Studi Teknik Geomatika FTSP-ITS Sukolilo Surabaya
Email: widiansyah_arief@yahoo.com

Abstrak

Kabupaten Rembang memiliki panjang garis pantai 63,5 Km dengan luas wilayah pesisir 355,95 km2.
Dengan wilayah perairan yang luas membuat perairan di Kabupaten Rembang rentan terjadi konflik. Di
Kabupaten Rembang terdapat konflik di wilayah perairan yang disebabkan oleh penggunaan trawl dan
pelanggaran jalur penangkapan ikan. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi adalah dengan menggunakan kadaster laut.
Dalam penelitian ini, dilakukan kompilasi dari data lokasi konflik perairan dari DKP, Polisi air,
maupun Kantor Pelabuhan Rembang, kemudian dilakukan plotting data lokasi dengan peta dasar berupa Peta
LPI Rembang skala 1:50000. Setelah itu dilakukan analisa, untuk menghasilkan rekomendasi penyelesaian
konflik di perairan dengan kadaster laut.
Rekomendasi kadaster laut untuk pemecahan permasalahan pelanggaran trawl adalah diperlukannya
hak yang diberika kepada nelayan yang mencantumkan pemilik hak, syarat penetapan hak, masa berlaku hak,
jenis pengawasan dan sanksi pelanggaran hak. Sedangkan rekomendasi untuk pemecahan masalah
pelanggaran jalur tangkap ikan adalah adanya penegasan batas-batas wilayah jalur tangkap ikan dengan
menggunakan titik-titik koordinat acuan pada sistem navigasi kapal. Dari penelitian ini juga menghasilkan
peta estimasi lokasi konflik skala 1:10000

Kata Kunci : Konflik, kadaster laut

I. PENDAHULUAN ikan. Solusi tersebut belum mampu untuk


menghentikan konflik yang terjadi, sehingga terus
1.1 Latar Belakang terulang sampai saat ini.
Indonesia merupakan sebuah negara Untuk itu diperlukan sebuah sistem yang
kepulauan (archipelagic state) dengan luas dapat mengatasi permasalahan dan dapat
wilayah lautnya mencapai 5,8 juta km2 atau hampir memberikan solusi dari konflik di perairan
dua pertiga luas wilayah Indonesia (Purwanto Rembang baik dalam hal pelanggaran jalur
2009). Rembang merupakan salah satu kabupaten penangkapan ikan maupun sebagai solusi
di pesisir pantai utara pulau jawa, Rembang permasalahan yang terjadi akibat penggunaan
memiliki panjang garis pantai 63,5 km dengan luas trawl. Sistem yang dimaksudkan adalah kadaster
wilayah pesisir 355,95 km. Rembang merupakan laut, dimana kadaster laut menjalaskan mengenai
kabupaten dengan garis pantai terpanjang di Jawa kemungkinan adanya pencatatan batas-batas dan
Tengah (Helmi 2008). Ini berarti dengan wilayah kepentingan di laut, yang diatur secara spasial dan
perairan yang luas terdapat potensi laut yang besar didefinisikan secara fisik.
untuk dapat diolah dan dimanfaatkan. Namun
dengan wilayah perairan yang luas juga rentan 1.2 Rumusan Masalah
terhadap konflik, baik konflik keruangan maupun Pemasalahan yang diangkat dalam
konflik pemanfaatan sumber daya laut. penulisan tugas akhir ini adalah apakah kadaster
Di Rembang konflik di perairan terjadi laut dapat digunakan untuk membantu pemecahan
akibat penggunaan jaring trawl oleh nelayan dan masalah yang terjadi di jalur penangkapan ikan di
adanya pelanggaran jalur penangkapan ikan. perairan Rembang.
Namun dalam penyelesaian permasalahan tersebut
instansi terkait hanya memberikan pengarahan dan
penyitaan Trawl yang digunakan untuk menangkap
1
1.3 Batasan Masalah Selatan : Kabupaten Blora
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini Barat : Kabupaten Pati
adalah: Lokasi Penelitian ini mengambil daerah
a. Analisa pelanggaran wilayah jalur penangkapan studi di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah,
ikan oleh nelayan di perairan Rembang. seperti pada gambar 2.1
b. Analisa konflik penggunaan jaring trawl oleh
nelayan di perairan Rembang dalam upaya
pelestarian sumberdaya kelautan .
c. Peran kadaster laut dalam membantu
penyelesaian permasalahan dalam hal
pelanggaran jalur penangkapan ikan maupun
penggunaan jaring trawl di perairan Rembang.

1.4 Tujuan
Dalam penelitian mengenai peran kadaster laut
dalam pemecahan konflik di perairan memiliki
tujuan, antara lain:
a. Mengetahui permasalahan yang terjadi di
wilayah perairan di Rembang khususnya yang Gambar 2.1 Lokasi Penelitian
berkaitan dengan pembagian jalur penangkapan
ikan berdasarkan GT (Gross Ton) maupun
penggunaan trawl oleh nelayan Rembang untuk 2.2 Peralatan
penangkapan ikan. Peralatan yang digunakan selama penelitian ini
b. Menyediakan Peta estimasi lokasi konflik adalah
Perairan Kabupaten Rembang sebagai acuan 1. Perangkat keras ( Hardware ), yang terdiri dari:
dalam usaha penyelesaian permasalah perairan a. Laptop, dengan spesifikasi :
di Kabupaten Rembang.  Processor Intel® Dual Core 2.0 GHz
c. Melakukan analisa mengenai peran kadaster  Memori DDR2 1024 MB
laut sebagai pemecahan permasalahan yang  Harddisk 160 GB
terjadi di perairan Rembang terkait dengan  VGA 128 MB
pelanggaran jalur penangkapan ikan dan b. Printer Canon IP1928
penggunaan trawl. 2. Perangkat lunak (software) yang digunakan
untuk pengolahan data. Meliputi :
1.5 Manfaat  OS Microsoft Windows 7 Ultimate
Manfaat dari pembuatan analisa peran kadaster  Microsoft Office Word 2007 &2010
sebagai solusi pemecahan masalah peraiaran di  Microsoft Office Excel 2007 &2010
Indonesia, antara lain:
 Microsoft Office PowerPoint 2007 &2010
a. Memberikan wawasan mengenai permasalahan
 Autodesk Landesktop 2004
yang terjadi di wilayah perairan Rembang.
b. Memberikan pengetahuan mengenai Undang-
undang yang mengatur tentang perairan di 2.3 Bahan
Indonesia. Data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini
c. Mengetahui perlunya kadaster laut dalam upaya didapatkan pengumpulan data dan informasi dari
instansi – instasi terkait berupa
pemecahan permasalahan di jalur penangkapan
a. Peta LPI (Lingkungan Pantai Indonesia)
ikan di Rembang.
Rembang skala 1:50000 tahun 2005
b. Laporan Operasi Laut Dinas Kelautan Dan
II. METODOLOGI PENELITIAN
Perikanan Kabupaten Rembang ( Selama
Periode 2008-2010 )
2.1Lokasi Penelitian
c. Laporan Operasi Laut Satuan Kepolisian Air,
Kabupaten Rembang terletak padakoordinat
111°00' - 111° 30' BT dan 6°30' - 7°6' LS (Helmi Polisi Resor Rembang ( Selama Periode
2008-2009 )
2008). Dengan batas adminstrasi :
d. Berita acara Pelanggaran Laut oleh Kantor
Utara : Laut Jawa
Timur : Kabupaten Tuban Pelabuhan Rembang ( Selama Periode 2008-
2009 )
2
2.4 Tahapan Penelitian majalah, koran, internet, teman dan lain-
Tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian lain.
Tugas Akhir ini adalah pada gambar 2.2 berikut : 2. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah-
langkah untuk melengkapi segala
keperluan yang dibutuhkan dalam
penyelesaian konflik di perairan Rembang
dengan kadaster laut. Data yang diperlukan
meliputi:
 peta LPI Rembang Skala 1: 50000 tahun
2005
 Laporan Operasi Laut Dinas Kelautan
Dan Perikanan Kabupaten Rembang
(Selama Periode 2008-2009)
 Laporan Operasi Laut Satuan Kepolisian
Air, Polisi Resor Rembang ( Selama
Periode 2008-2009 )
 Berita acara Pelanggaran Laut oleh
Kantor Pelabuhan Rembang ( Selama
Periode 2008-2009 )
3. Tahap Pengolahan data
Pada tahapan ini dilakukan:
 Pengolahan data
pengolahan dari data-data yang telah
diambil kemudian dilakukan plotting
pada peta dasar, yaitu peta LPI.
 Tahap Analisa
Data yang telah diolah kemudian
dianalisa sedemikian rupa sehingga
Gambar 2.2 Diagram Alir Kegiatan Penelitian didapatkan suatu hasil dan kesimpulan
yang nantinya digunakan untuk
menyusun laporan Tugas Akhir.
Berikut adalah penjelasan diagram alir metode
penelitian: 4. Tahap akhir
1. Tahap Persiapan Awal, meliputi: Pada tahap akhir ini pekerjaan yang dilakukan
 Identifikasi Masalah adalah membuat dokumentasi berupa laporan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk setiap tahapan proses diatas sebagai
bagaimana peran kadaster kelautan kebutuhan laporan dalam penulisan Tugas Akhir
sebagai solusi pemecahan masalah di ini.
perairan Indonesia, khususnya pada
Kabupaten Rembang. Identifikasi yang
dilakukan adalah Mengumpulkan
informasi permasalahan yang menjadi
sumber konflik yang terjadi di perairan
sepanjang pantai utara Kabupaten
Rembang dan analisa pemecahan
permasalahan tersebut dengan
menggunakan Kadaster Laut.
 Studi Literatur
Bertujuan untuk mendapatkan referensi
yang berhubungan dengan kadater laut,
Peraturan Pemerintah mengenai tata
ruang kelautan, dan literatur lain yang
medukung baik dari buku, jurnal,
3
2.5 Tahap Pengolahan Data pelanggaran sebanyak 15 kali selama periode
Tahap pengolahan data, seperti pada gambar 2.3 2008-2009.
beikut Sedangkan untuk pelanggran jalur tangkap
ikan yang mengakibatan adanya konflik perairan
Rembang selama periode 2008 dan 2010 adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Pelanggaran Jalur Penangkapan Ikan
Rembang

Untuk pelanggaran jalur penangkapan ikan,


ditemukan 2 kali pelanggaran selama periode
2008-2010 dengan jumlah pelanggaran sebanyak 3
pelanggaran.

3.2 Pengeplotan Titik Lokasi Pelanggaran pada


Peta LPI Digital
Plotting merupakan penempatan titik
yang telah ada kedalam peta. Dalam hal ini
ada 8 pelanggaran penggunaan jaring trawl
dan 2 pelanggaran jalur penangkapan ikan di
perairan Rembang, selama periode 2008
sampai dengan 2010. Adapun koordinaat
estimasi untuk lokasi pelanggaran baik berupa
trawl maupun pelanggaran jalur ini, dijelaskan
pada tabel 4.3 berikut:
Gambar 2.3 Diagram alir pengolahan data Tabel 3.3 Koordinat Estimasi Lokasi Konflik
Koodinat
NO Keterangan lokasi
III. HASIL DAN ANALISA x y
1 537887 9262357 Perairan Rembang
2 539537 9263129 Utara Kabongan Lor
3.1 Kompilasi Data Konflik 3 Sebelah Timur Pulau
Untuk pembuatan peta estimasi lokasi konflik, 543039 9261538
Gede ±200 M
data yang diperoleh dari DKP, maupun polisi Air 4
539897 9260627
1 Mil dari Kabongan
dan Jarakan
Rembang selama periode 2008-2010 perlu
dilakukan kompilasi. Dalam hal ini data akan Hasil dari pengeplotan data adalah
dibagi berdasarkan sumber konflik, yaitu konflik pada gambar 3.1 berikut:
yang bersumber dari pelanggaran alat tangkap
dang pelanggaran jalur penangkapan ikan.
Hasil dari kompilasi untuk pelanggaran alat
tangkap berupa Trawl adalah sebagai berikut

Tabel 3.1pelanggaran Penggunaan Trawl Rembang

Dari kompilasi data pelanggaran penggunaan


alat tangkap ikan berupa trawl, maka dapat Gambar 3.1 Hasil plotting
diketahui telah terjadi pelanggaran penggunaan
jaring trawl sebanyak 8 kali dengan jumah

4
3.3 Analisa untuk konflik di Perairan Rembang dapat digunakan sabagai acuan dalam batasan
Analisa untuk pelanggaran yang kewajiban yang dibebankan dan hak yang bisa
mengakibatkan adanya konflik di peraran dimanfaatkan diatas tanah bagi subyek yang
Rembang, meliputi pelanggaran penggunaan dikenakan hak. Dalam kasus pelanggaran
trawl dan pelanggaran jalur tangkap ikan akan penggunaan alat tangkap (trawl) yang dapat
dijelaskan sebagai berikut. merusak ekosistem laut, perlu di perjelas
kewajiban maupun hak yang jelas kepada
3.3.1 Analisa Pelanggaran Trawl di Perairan nelayan sebagai subyek yang dikenakan.
Rembang
Penyebab penggunaan trawl di Rembang 3.3.2 Solusi Pemecahan Masalah Pelanggaran
antara lain: Trawl
a. Adanya keingingan dari nelayan Dari Undang-undang no 27 tahun 2007,
memperoleh hasil yang melimpah dengan Peraturan daerah Kabupaten Rembang no 14
cara instan tanpa memperhatikan ekosistem tahun 2001, dan penjelasan Hak pakai pada
laut. Undang-undang no 5 tahun 1960 tentang
b. Tidak adanya kepedulian dari penangkap Peraturan dasar pokok agraria Dari ketiga
ikan terhadap kondisi lingkungan atau peraturan yang sedang berlaku di Indonesia
ekosistem dilaut. Dan tersebut dapat disusun sebuah peraturan yang
c. Adanya pihak-pihak yang memberikan menjelaskan mengenai pembuktian hak yang
sponsor, atau bantuan kepada nelayan untuk dapat digunakan untuk memecahkan
menggunakan trawl tanpa memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan oleh
akibat yang ditimbulkan. pelanggaran penggunaan trawl dalam konsep
Menurut Peraturan daerah Kabupaten kadaster laut. Disamping itu perlu daitur
Rembang no 14 tahun 2001, bahwa maksud sebuah pola pengawasan terhadap pelanggaran
dan tujuan dari pelanggaran penggunaan trawl jaring trawl.
( cotok ) di perairan Rembang adalah menjaga
kelestarian sumber daya perikanan di laut, 3.3.3 Rekomendasi Pemecahan Masalah
menghindari terjadinya ketegangan- Penggunaan Trawl di Perairan Rembang
ketegangan sosial, dan meningkatkan Aspek dari kadaster laut yang digunakan
kesejahteraan rakyat. Larangan penggunaan adalah pada tahap penentuan hak dalam
jaring cotok dijelaskan pada pasal 2 bahwa kadaster laut. Uraian dari rekomendasi
melarang penggunaan jaring cotok dan penetapan hak yang berkaitan dengan
sejenisnya untuk penangkapan ikan di perairan penggunaan trawl untuk perlindungan
kabupaten Rembang yang berjarak 4 mil laut ekosistem laut adalah sebagai berikut:
yang garis luarnya diukur tegak lurus atau a. Pengertian Hak yang dimaksud adalah hak
garis dasar yang terdiri dari garis air rendah untuk memungut hasil dari laut atau sumber
dalam wilayah perairan Rembang. daya laut untuk usaha kelautan dan
Perlindungan terhadap konservasi alam perikanan, serta usaha lain yang
juga diatur dalam Undang-undang No 27 tahun mencangkup atas permukaan laut dan
2007, dijelaskan bahwa Sumber daya pesisir kolom air sampai dengan permukaan dasar
dan pula-pulau kecil adalah sumber daya laut pada batas wilayah yang ditentukan
hayati dan non hayati, sumber daya buatan, dalam jangka waktu tertentu dan yang
dan jasa-jasa lingkungan. Sumber daya hayati memberikan wewenang dan kewajiban
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, yang ditentukan dalm keputusan
mangrove dan biota laut lainnya. pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
Jika didalam kadaster tanah terdapat hak memberikannya.
pakai yang dapat diterbitkan oleh pejabat yang b. Hak yang diberikan dapat digunakan dalam
berwewenang dan digunakan untuk memungut kurun waktu dua puluh tahun setelah
hasi dari tanah yang dikuasai langsung oleh penetapan hak, dan dapat diperbarui utnuk
Negara atau tanah milik orang lain. Hak pakai tahap I paling lama dua puluh tahun, dapat
5
untuk tahap selanjutnya dapat diperpanjang g. Pengawasan dilakukan oleh pemerintah
sesuai dengan perundang-undangan dan melalui badan yang ditunjuk dan
dengan persetujuan pejabat yang diberikan wewanang.
berwewenang
c. Hak ini dapat diberikan kepada: 3.3.4 Analisa Pelanggaran Jalur Penangkapan
 Orang perseorangan warga Negara Ikan di Perairan Rembang
Indonesia Penyebab dari pelanggaran jalur
 Badan hukum yang didirikan penangkapan ini antara lain:
berdasarkan hukum Indonesia a. Kesengajaan dari kapal itu sendiri karena
 Masyarakat adat menginginkan hasil tangkap lebih, dan
 Orang asing yang berkedudukan di b. Kurang mengerti atau lalai tentang posisi
Indonesia saat penangkapan ikan. Untuk penyebab
kedua banyak disebabkan oleh tidak
 Badan hukum asing yang mempunyai
dioperasikannya GPS yang terdapat di
perwakilan di Indonesia
kapal nelayan.
d. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam
Dalam penentuan batas-batas
pemberian hak ini, antara lain:
penangkapan ikan menggunakan garis pangkal
 Menjaga kelestarian sumber daya laut
kepulauan Indonesia yang ditarik dengan
dan Tidak menjadikan ancaman serius
menggunakan garis pangkal lurus kepulauan.
terhadap kelestarian sumber daya laut
Garis pangkal lurus kepulauan yang
 Untuk kapal perikanan dilarang untuk dimaksudkan adalah garis-garis lurus yang
menggunakan jaring dengan ukuran menghubungkan titik-titik terluar pada garis
mata jaring kurang dari 25 mm (1 inch) air rendah pulau-pulau dan karang-karang
dan purse seine cakalang (tuna) dengan kering terluar dari kepulauan Indonesia.
ukuran mata jaring kurang dari 75 mm (3 Namun Jika garis pangkal lurus ini tidak bisa
inch) di semua jalur penangkapan ikan digunakan, penentuan batas ini dapat
 Mengakui, menghormati, dan digunakan garis pangkal biasa, yaitu garis
melindungi hak-hak masyarakat adat dan rendah sepanjang pantai. Atau dengan garis
atau masyarakat lokal pangkal lurus, yaitu garis lurus yang
 Kegiatan pengambilan sumber daya laut menghubungkan titik terluar pada garis pantai
dilakukan pada wilayah yang telah yang menjorok jauh dan menikung kedaratan
ditentukan dan diperjelas batasanya. atau deretan pulau yang terdapat di dekat
 Untuk kapal perikanan pada jalur II dan sepanjang pantai.
seterusnya wajib melengkapi dengan Karena jalur penangkapan ikan yang
peralatan navigasi (GPS,dll) dimaksud disini adalah wilayah yang termasuk
e. Hak ini berakhir karena: perairan kepulauan, maka penentuan batas-
Jangka waktu dua puluh tahun telah batasnya jalur penangkapan ikan sama dengan
habis dan tidak diperpanjang lagi. penentuan batas laut territorial Indonesia,
Untuk kapal perikanan, terbukti dengan pembagian jalur sesuai dengan
menggunakan jaring yang melanggar ketentuan yang berlaku.
ketentuan yang berlaku Namun kenyatannya pelanggaran yang
Terbukti memberikan ancaman bagi terjadi karena kekurang tahuan dari nelayan
ekosistem laut dan terbukti melakukan mengenai batas. Untuk penanda batas pada
kerusakan lingkuan laut. wilayah perairan dangkal dan dengan
f. Jika terjadi pelanggaran di laut dapat cangkupan wilayah yang kecil mudah, yaitu
dikenakan pencabutan hak maupun dengan menggunakan pelampung yang
ketentuan pidana sesuai dengan peraturan diletakkan di atas batas wilayah. Namun untuk
yang berlaku penanda batas wilayah pada jalur penangkapan
ikan sulit untuk menggunakan pelampung
dengan jarak dan luasan wilayah yang besar.
6
batas wilayah jalur tangkap ikan yang
3.3.5 Solusi Permasalahan Pelanggaran Jalur terdiri dari titik-titik acuan dapat di upload
Tangkap Ikan pada sistem navigasi. Pemasukan koordinat
Selama ini penanda yang digunakan titik acuan atau upload batas ini dapat
sebagai acuan untuk penentuan jalur dilakukan oleh instansi yang diberikan
penangkapan ikan yang digunakan adalah wewenang.
dengan warna pada lambung kapal, Dimana
pada jalur tangkap ikan I warna pada ¼ IV. PENUTUP
lambung kapal adalah warna putih dan merah.
Untuk penanda pada jalur penangkapan ikan II 4.1 Kesimpulan
adalah ¼ lambung berwarna oranye. Adapun kesimpulan dari penelitian ini
Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya adalah
batas wilayah yang tegas dengan laut sebagai 1) Terdapat 8 kali pelanggaran penggunaan
objeknya. Kadaster kelautan memiliki peran jaring trawl yang mengakibatkan konflik
untuk menentukan batas penangkapan ikan yang terjadi karena pelanggaran di perairan
antar jalur, dan pemberian titik acuan di laut Rembang selama periode 2008-2010.
yang dapat dimasukkan dalam sistem navigasi Sedangkan konflik antar nelayan akibat
kapal sebagai penunjuk lokasi dengan pelanggaran jalur penangkapan ikan di
berdasarkan titik referensi yang ada di darat. Rembang pernah terjadi sebanyak 2 kali
pada periode 2008 sampai dengan 2010
3.3.6 Rekomendasi Pemecahan Masalah 2) Dalam pelanggaran penggunaan trawl
Pelanggaran Jalur Penangkapan Ikan. terjadi akibat kurangnya pegawasan dan
Dalam penentuan batas dilaut, terutama realisasi dari perturan yang berlaku
untuk menyelesaikan permasalahan jalur terhadap perlindungan laut. Sedangkan
penangkapan ikan pada wilayah laut territorial dalam pelanggaran jalur tangkap ikan
dengan menggunakan kadaster laut adalah aikbat tidak adanya referensi yang jelas
sebagai berikut: sebagai acuan dalam penangkapan ikan.
a. Menentukan acuan batas penangkapan ikan 3) Peta yang dihasilkan merupakan peta
antar jalur, artinya harus ada titik kontrol estimasi lokasi konflik skala 1:100.000.
yang digunakan sebagai acuan batas jalur Sebagai penanda telah terjadi pelanggaran
tangkap ikan. Cara yang digunakan adalah yang menimbulkan konflik di perairan
menempatkan titik-titik acuan pada batas di Rembang.
tiap jalur. Untuk penentuan titik-titik pada
batas ini menggunakan metode yang 4.2 Saran
dijelaskan pada undang-undang no 6 tahun 1) Untuk pengarsipan data pelanggaran, oleh DKP
1996, yaitu dengan menggunakan garis lebih baik disertai dengan marking koordinat
pangkal lurus biasa.Untuk lebih lokasi yang jelas sehingga dapat menjadikan
memastikan letak atau posisi titik acuan bahan evaluasi apabila terjadi pelanggaran yang
yang dilaut perlu dilakukan survey dan berulang-ulang.
pemetaan di laut. 2) Karena di laut merupakan daerah yang luas
b. Pemberian titik acuan di laut yang dapat tanpa adanya referensi, maka perlu adanya
dimasukkan dalam sistem navigasi kapal sosialisai mengenai penggunaan system
navigasi GPS, terutama untuk kapal pada jalur
sebagai penunjuk lokasi. Hal ini
penangkapan ikan 2 dan 3
dimaksudkan karena untuk penanda batas di 3) Karena dalam pengawasan dilaut melibatkan
lapangan masih ‘imajiner’ sehingga banyak instansi, sehingga diperlukan sebuah
diperlukan suatu media untuk menunjukkan koodinasi antar lembaga pemerintah atau
posisi titik acuan kepada nelayan. Alat membuat lembaga baru sebagai pusat kadaster
navigasi yang dimaksud disini adalah GPS. Laut berskala nasional.
Jadi untuk kapal jalur 2 dan 3 sebaiknya
melengkapi kapal dengan GPS, setelah itu
7
DAFTAR PUSTAKA Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan
Arfie.2010.Generalisasi Peta. < Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
http://sekerasbatu.blogspot.com/2009/04/gener Nopember Surabaya.
alisasi-peta.html >. diunduh pada 22 Desember Zaenudin, deny.2008.Kajian Aspek Legal Dalam
2010 jam 12.06 Penerapan Kadaster Kelautan di Indonesia
Geomatics and Surveying.2010.Generalisasi Peta. (Wilayah Studi Provinsi Maluku).Bandung:
< Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika,
http://geomaticsandsurveying.blogspot.com/201 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
0/06/generalisasi-peta.html >. diunduh pada 22 Institut Teknologi Bandung.
Desember jam 12.06
Hasyim, F.2008.Penetapan Batas Laut Daerah
Sebagai Pendukung Penerapan Kadaster
Kelautan (Studi kasus: Provinsi
Maluku).Bandung: Program Studi Teknik
Geodesi dan Geomatika, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.
Helmi.2008. Redesain Kawasan Pendaratan ikan
di Rembang.Surakarta : Jurusan Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor
392/kpts/IK.120/4/99.1999.Jalur-jalur
Penangkapan Ikan.Jakarta: Maenteri Pertanian
Republik Indonesia.
Pratomo, D.G.2004.Aspek Pembatasan Wilayah
Laut Dalam Undang-Undang No.22 tahun
1999.Surabaya: Program Studi Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Purwanto, C.2009.Kajian KadasterDasar Laut Di
Indonesia (Studi Kasus Daerah Perairan Teluk
Jakarta).Bandung: Program Magister Teknik
Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian - ITB.
Supadiningsih, C.N. 2005.Buku Ajar Pertanahan-
1.Surabaya: Program Studi Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Sutherland, M., Ng’ang’a, S.M., Nichols, S.2002.
In Search of New Brunswick’s Marine
Administrative Boundaries.Canada:
Departemen of Geodesy and Geomatic
Engineering, University of New Brunswick.
Widyana, W.2009.Kajian Penerapan Konsolidasi
Lahan Pada Wialayah Laut Untuk Menunjang
kadaster Kelautan (Studi Kasus: Wilayah
Pantai Pangandaran Ciamis). Bandung:
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika,
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
Institut Teknologi Bandung.
Yuwono.2004.Pemanfaatan Survai dan Pemetaan
Laut Untuk Menyongsong Kadaster Laut
(Marine Cadastre).Surabaya: Program Studi

8
- Halaman ini sengaja dikosongkan -
REVIEW PAPER
TENTANG PERAN KADASTER LAUT UNTUK MENYELESAIKAN
KONFLIK

Judul : Peran Kadaster Laut dalam Pemecahan Konflik di Perairan


Studi Kasus: Kabupaten Rembang, Jawa Tengah
Jurnal : Journal of Geodesy and Geomatics (GEOID)
Volume / Nomor :6/2
Tahun : 2011
Penulis : Arief Widiansyah, Ir. Yuwono MS
Reviewer : Savira Salsabila Firdaus
NRP : 03311640000048
Tanggal : 17 September 2019
Latar Belakang :
Kabupaten Rembang memiliki panjang garis pantai 63,5 km dengan luas wilayah pesisir
355,95 km2. Dengan wilayah perairan yang luas membuat perairan di Kabupaten Rembang
rentan terjadi konflik. Di Kabupaten Rembang terdapat konflik di wilayah perairan yang
disebabkan oleh penggunaan trawl dan pelanggaran jalur penangkapan ikan. Namun dalam
penyelesaian permasalahan tersebut instansi terkait hanya memberikan pengarahan dan
penyitaan trawl yang digunakan untuk menangkap ikan. Solusi tersebut belum mampu untuk
menghentikan konflik yang terjadi sehingga konflik tersebut terus terulang.

Tujuan Penelitian :
Dalam penelitian mengenai peran kadaster laut dalam pemecahan konflik di perairan memiliki
tujuan, antara lain:
a. Mengetahui permasalahan yang terjadi di wilayah perairan di Rembang khususnya yang
berkaitan dengan pembagian jalur penangkapan ikan berdasarkan GT (Gross Ton) maupun
penggunaan trawl oleh nelayan Rembang untuk penangkapan ikan.
b. Menyediakan peta estimasi lokasi konflik perairan Kabupaten Rembang sebagai acuan
dalam usaha penyelesaian permasalah perairan di Kabupaten Rembang.
c. Melakukan analisa mengenai peran kadaster laut sebagai pemecahan permasalahan yang
terjadi di Perairan Rembang terkait dengan pelanggaran jalur penangkapan ikan dan
penggunaan trawl.

1
Metode Penelitian :

Dalam flowchart tersebut, meliputi tahap pengumpulan data dan pengolahan data.
Pengumpulan data merupakan langkah-langkah untuk melengkapi segala keperluan
yang dibutuhkan dalam penyelesaian konflik di perairan Rembang dengan kadaster
laut. Data yang diperlukan meliputi:
o Peta LPI Rembang skala 1: 50000 Tahun 2005
o Laporan Operasi Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang
(selama Periode 2008-2009)
o Laporan Operasi Laut Satuan Kepolisian Air, Polisi Resor Rembang (selama
Periode 2008-2009)
o Berita acara Pelanggaran Laut oleh Kantor Pelabuhan Rembang (selama Periode
2008-2009)
Pengolahan data merupakan tahapan pengolahan dari data-data yang telah diambil dan
dilakukan plotting pada peta dasar berupa peta LPI yang kemudian di analisa mengenai
penyebab terjadinya 2 konflik di Perairan Rembang dan memaparkan rekomendasi
untuk solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi bahkan menyelesaikan
permasalahan yang terjadi.

Hasil Penelitian :
 Penyebab penggunaan trawl di Rembang antara lain :
a. Adanya keingingan dari nelayan memperoleh hasil yang melimpah dengan cara instan
tanpa memperhatikan ekosistem laut.
b. Tidak adanya kepedulian dari penangkap ikan terhadap kondisi lingkungan atau
ekosistem dilaut.
c. Adanya pihak-pihak yang memberikan sponsor atau bantuan kepada nelayan untuk
menggunakan trawl tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan.

2
Larangan penggunaan jaring cotok (trawl) dijelaskan pada pasal 2 bahwa melarang
penggunaan jaring cotok dan sejenisnya untuk penangkapan ikan di perairan Kabupaten
Rembang yang berjarak 4 mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus atau garis dasar yang
terdiri dari garis air rendah dalam wilayah Perairan Rembang. Perlindungan terhadap
konservasi alam juga diatur dalam Undang-undang No 27 tahun 2007, dijelaskan bahwa
sumber daya pesisir dan pula-pulau kecil adalah sumber daya hayati dan non hayati, sumber
daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang,
padang lamun, mangrove dan biota laut lainnya. Dalam kasus pelanggaran penggunaan alat
tangkap (trawl) yang dapat merusak ekosistem laut, perlu diperjelas kewajiban maupun hak
yang jelas kepada nelayan sebagai subyek yang dikenakan .

 Rekomendasi pemecahan masalah pelanggaran trawl


Dari Undang-undang no 27 tahun 2007, Peraturan Daerah Kabupaten Rembang No. 14
Tahun 2001 dan penjelasan hak pakai pada Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang
peraturan dasar pokok agrarian. Dari ketiga peraturan yang sedang berlaku di Indonesia
tersebut dapat disusun sebuah peraturan yang menjelaskan mengenai pembuktian hak yang
dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ditimbulkan oleh pelanggaran
penggunaan trawl dalam konsep kadaster laut. Di samping itu, perlu diAtur sebuah pola
pengawasan terhadap pelanggaran jaring trawl.

 Penyebab dari pelanggaran jalur penangkapan ini antara lain:


a. Kesengajaan dari kapal itu sendiri karena menginginkan hasil tangkap secara
berlebihan.
b. Kurang mengerti atau lalai tentang posisi saat penangkapan ikan. Untuk penyebab kedua
banyak disebabkan oleh tidak dioperasikannya GPS yang terdapat di kapal nelayan.
Jalur penangkapan ikan yang dimaksud disini adalah wilayah yang termasuk perairan
kepulauan, maka penentuan batas-batasnya jalur penangkapan ikan sama dengan penentuan
batas laut territorial Indonesia, dengan pembagian jalur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun kenyatannya pelanggaran yang terjadi karena kekurang pahaman dari nelayan
mengenai batas. Untuk penanda batas pada wilayah perairan dangkal dan dengan cangkupan
wilayah yang kecil mudah yaitu dengan menggunakan pelampung yang diletakkan di atas
batas wilayah. Namun untuk penanda batas wilayah pada jalur penangkapan ikan sulit untuk
menggunakan pelampung dengan jarak dan luasan wilayah yang besar.

 Rekomendasi Pemecahan Masalah Pelanggaran Jalur Penangkapan Ikan.


a. Menentukan acuan batas penangkapan ikan antar jalur, artinya harus ada titik kontrol
yang digunakan sebagai acuan batas jalur tangkap ikan.
Cara yang digunakan adalah menempatkan titik-titik acuan pada batas di tiap jalur.
Untuk penentuan titik-titik pada batas ini menggunakan metode yang dijelaskan pada
undang-undang No. 6 Tahun 1996, yaitu dengan menggunakan garis pangkal lurus
biasa. Untuk lebih memastikan letak atau posisi titik acuan yang di laut perlu dilakukan
survei dan pemetaan di laut.
b. Pemberian titik acuan di laut yang dapat dimasukkan dalam sistem navigasi kapal
sebagai penunjuk lokasi. Hal ini dimaksudkan karena untuk penanda batas di lapangan

3
masih ‘imajiner’ sehingga diperlukan suatu media untuk menunjukkan posisi titik acuan
kepada nelayan.
Alat navigasi yang dimaksud disini adalah GPS. Jadi untuk kapal jalur 2 dan 3 sebaiknya
melengkapi kapal dengan GPS, setelah itu batas wilayah jalur tangkap ikan yang terdiri
dari titik-titik acuan dapat di upload pada sistem navigasi. Pemasukan koordinat titik
acuan atau upload batas ini dapat dilakukan oleh instansi yang diberikan wewenang.

Kesimpulan :
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Terdapat 8 kali pelanggaran penggunaan jaring trawl yang mengakibatkan konflik yang
terjadi karena pelanggaran di perairan Rembang selama periode 2008-2010. Sedangkan
konflik antar nelayan akibat pelanggaran jalur penangkapan ikan di Rembang pernah
terjadi sebanyak 2 kali pada periode 2008 sampai dengan 2010.
2. Dalam pelanggaran penggunaan trawl terjadi akibat kurangnya pengawasan dan realisasi
dari peraturan yang berlaku terhadap perlindungan laut. Sedangkan dalam pelanggaran
jalur tangkap ikan akibat tidak adanya referensi yang jelas sebagai acuan dalam
penangkapan ikan.
3. Peta yang dihasilkan merupakan peta estimasi lokasi konflik skala 1:100.000. Sebagai
penanda telah terjadi pelanggaran yang menimbulkan konflik di perairan Rembang.

Anda mungkin juga menyukai