Anda di halaman 1dari 118

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

oleh:
Nabila Keyfa Putri
NIM. L1B022048

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Limnologi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Agung

Cahyo Setyawan, S.pi., M.Si selaku dosen mata kuliah Limnologi yang sudah

memberikan kepercayaan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan

ini. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada Tim Asisten Praktikum Limnologi atas

bimbinganya dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis juga berterima kasih kepada

teman teman yang membantu dan menyemangati untuk menyelesaikan Laporan

Praktikum Limnologi ini. Penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan

dalam laporan ini. Semoga laporan yang penulis buat dapat bermanfaat. Demikian yang

dapat penulis sampaikan, saya ucapkan terima kasih.

Purwokerto, 8 Mei 2023

Nabila Keyfa Putri

NIM. L1B022048
ACARA I

MEMBUAT PETA MORFOMETRIK DANAU FPIK UNSOED

Oleh :
Nabila Keyfa Putri
NIM. L1B022048

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan tawar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu. perairan

lentik dan perairan lotik. Perairan lentik adalah kumpulan perairan yang relatif

tenang atau tenang seperti danau, telaga, rawa, waduk atau telaga. Sistem

perairan lentik dicirikan bahwa air yang mengenang atau tidak ada aliran

air(Marwoto dan Isnaningsih, 2014). Perairan lentik berasal dari genangan air

hujan, kolam, dan danau besar. Habitat-habitat ini memiliki karakteristik yang

khas dalam hal keanekaragaman spesies biologis. Tanaman dan hewan yang

hidup di habitat ini adalah ganggang mikroskopis yang membentuk

fitoplankton, tanaman tingkat tinggi yang biasanya berakar di dasar atau

mengambang, zooplankton yang terdiri dari protozoa, krustasea kecil, dan

moluska, serta ikan, burung, dan beberapa mamalia. Ketika mereka mati,

mereka terakumulasi di dasar danau/telaga dan diubah oleh pengurai (bakteri

dan jamur) (Christofoletti et al., 2015).

Danau adalah kumpulan air yang tergenang sepanjang tahun yang dapat

terbentuk baik secara alami maupun buatan. Tentu saja, itu bisa disebabkan oleh

tektonik, vulkanik, glasial, pelapukan batuan (danau karst), jatuhnya meteorit,

dan lainnya. Danau memiliki morfologi dan struktur khusus yang ditentukan

oleh bentuk cekungan, interaksi fisik, kimia dan biologinya serta interaksinya

dengan lingkungan (Ridoan et al., 2016). Danau berperan penting dalam skala

regional air. Pertama, danau dapat menahan runoff dari air di hulu dan

kemudian mengalirkan ke sungai-sungai di hilir yang mempengaruhi waktu


dan volume runoff yang disalurkan ke hilir. Danau juga memainkan peran

penting dalam proses biogeokimia. Danau menahan nitrogen (N) dan fosfor (P),

sehingga mengatur pergerakannya ke perairan hilir (Han et al., 2020).

Morfometri danau merupakan fungsi dari garis kontur bawah air, bentuk

basin dan struktur geologi danau itu sendiri. Morfometri danau mengacu pada

bentuk cekungan bawah air. Struktur fisik danau ditentukan oleh distribusi

cahaya, panas, gelombang, arus dan variasi musiman. Struktur kimia

merupakan hasil dari penyebaran senyawa seperti nutrisi dan oksigen terlarut.

Sementara interaksi biologis berhubungan erat dengan interaksi organisme

didalam perairan, baik dengan faktor kimia atau diantara organisme (Indrayani

et al., 2015). Mengetahui morfometri danau penting untuk mengetahui

karakteristik bentukan fisik dan perannya dalam mempengaruhi karakteristik

perairan danau secara keseluruhan, termasuk kualitas air, biota, dll. Morfometri

memainkan peran kunci dalam menentukan variabel sedimentasi atau

sebaliknya dalam proses biologis dan kimiawi suatu danau. Morfometri danau

juga memantau muatan nutrien, kemudian muatan primer, zooplankton, bentik,

dan muatan sekunder ikan (Siregar dan Hadi,2015).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum acara membuat peta morfometri danau

FPIK Unsoed :

1. Membuat peta morfometrik dan karakteristik danau atau waduk

dengan teknik sederhana

2. Menentukan potensi suatu danau/waduk untuk kegiatan budidaya


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Danau dan Waduk

Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun yang

terbentuk secara alami karena gerakan kulit bumi sehingga bentuk dan

ukurannya bervariasi. Danau saat ini bisa digunakan sebagai tempat rekreasi,

sumber pembangkit tenaga listrik (PLTA), sumber utama pengairan bagi

usaha pertanian dan juga sebagai tempat pembudidaya ikan (Maniagasi et al.,

2013). Danau adalah badan air alami yang besar yang dikelilingi oleh daratan.

Sungai dan aliran gunung mengaliri sebagian besar danau. Mungkin ada satu

atau lebih sungai yang mengalir ke danau. Danau menempati sekitar 1,8%

permukaan bumi. Danau berbeda dengan kolam, rawa, dan bahkan tangki

karena beberapa alasan, dalam hal ukuran, keberadaan kehidupan biotik, dan

aliran masuk dan keluar air yang dinamis. Waduk mirip dengan danau,

sebagian besar merupakan buatan manusia yang terdiri dari lebih sedikit

habitat. Danau memainkan peran yang sangat penting dalam siklus hidrologi

(Balasubramanian, 2017).

Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung air

sungai. Waduk dibuat karena banyak sungai di Indonesia yang memiliki

kelebihan air di musim penghujan dan debit sungai sangat kecil di musim

kemarau. Waduk diharapkan dapat menampung air yang berlebihan di

musim penghujan sehingga tidak menimbulkan banjir dan dapat ditampung

untuk dimanfaatkan di musim kemarau (Julia, 2017). Waduk digunakan untuk

berbagai tujuan, seperti pasokan air, irigasi, perumahan, pengendalian banjir,


dan pembangkit listrik tenaga air. Namun, waduk-waduk tersebut tidak dapat

memenuhi fungsinya karena masalah sedimentasi. Proses waduk dipenuhi

dengan sedimen yang dikirim dari daerah aliran sungai ke dalam waduk

dikenal sebagai sedimentasi waduk. Fenomena global ini dianggap sebagai

salah satu masalah lingkungan paling serius bagi generasi kita (Endalew dan

Mulu, 2022).

2.2 Peta Morfometrik

Morfometri danau merupakan fungsi dari garis kontur bawah air, bentuk

basin dan struktur geologi danau itu sendiri. Morfometri danau diukur

berdasarkan strukturnya, seperti kedalaman dan elevasi. Dengan kata lain,

morfometri danau merupakan bentuk badan air danau yang meliputi luas

permukaan (A), volume (V), kedalaman rata-rata (Indrayani et al., 2015).

Morfometri danau memiliki banyak aspek, yaitu: panjang maksimum, panjang

maksimum efektif, lebar maksimum, lebar maksimum efektif, lebar rata-rata,

kedalaman maksimum, kedalaman rata - rata, kedalaman relatif, keliling,

volume, perkembangan pantai, perkembangan volume, lama tiggal air, luas

permukaan, insolusity, kemiringan ledok, dan rasio luas danau dan daerah

tangkapan air. Dari data morfometri ini, nantinya akan dapat menentukan ada

atau tidaknya erosi, sedimentasi, menghitung kandungan beban atau total

kandungan unsur hara, dan indeks tingkat kesuburan perairan (Siregar dan

Hadi, 2015).

Karakteristik morfometrik danau adalah indikator dimensi danau seperti

kedalaman, luas danau, dan perkembangan garis pantai (yaitu ukuran


ketidakteraturan garis pantai yang didefinisikan sebagai panjang garis pantai

terhadap luas danau). Sebagai contoh, kerentanan danau terhadap pertumbuhan

ganggang dipengaruhi oleh kedalaman, yang meningkatkan kapasitas

penyangga nutrisi di area danau, yang meningkatkan resuspensi yang

disebabkan oleh angin dan, pengembangan garis pantai, yang menciptakan

tempat berlindung bagi makrofita (Janssen et al., 2021). Morfometri danau

diperlukan untuk mendapatkan gambaran kondisi fisik perairan danau.

Morfometri danau mengatur muatan hara, produksi primer, dan produksi

sekunder dari zooplankton, zoobentos, dan ikan. Morfometri danau berperan

atas perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses biologis dan kimia danau.

Morfometri juga dapat menggambarkan potensi produksi hayati dan

menentukan tingkat kepekaan terhadap pengaruh beban material dari daerah

sekitarnya (Muhtadi et al., 2017).


III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi

3.1.1 Alat

Tabel 1. Alat Praktikum

No Nama alat Ukuran/jumlah Merek Fungsi

1 Tali rafia 10 meter - Mengukur


Panjang dan
lebar danau
2 Kompas 1 - Mengukur
sudut derajat
danau
3 Penggaris 1 - Menggambar
peta
morfometri
4. Alat dokumentasi 1 - Memotret
hasil
pengamatan
5. Alat tulis 1 - Mencatat hasil
pengamatan

3.1.2 Bahan

Tabel 2. Bahan Praktikum

No Nama bahan Ukuran/Jumlah Merek Fungsi

1. Milimeter blok 1 - Menggambar


peta
morfometri
3.2 Metode

Titik awal (T0) untuk membuat peta danau/waduk ditentukan (pilih

lokasi paling mudah, atau dapat juga lokasi (inlet atau outlet), kemudian titik-

titik tertentu (Tn) di pinggir danau/waduk yang dapat menggambarkan bentuk

danau ditentukan, pengukuran sudut menggunakan Kompas bidik dengan cara

menembak arah dari T0 terhadap Tn. Seorang praktikan bertugas menentukan

sudut dengan kompas dari T0, dan seorang praktikan lain membawa tongkat

sebagai sasaran tembak di Tn, pengukuran jarak dari T0 ke T1 dilakukan,

dilanjutkan T1 ke T2, dst. Pengukuran dapat dilakukan menggunakan tali rafia,

kemudian Hasil pengukuran ditabulasikan kemudian diterapkan dalam bentuk

gambar. Luas permukaan danau/waduk dihitung dengan metode kertas grafik.

Peta yang diperoleh pada kertas grafik dipresentasikan dengan menggunakan

skala (ukuran skala ditentukan berdasarkan luas kertas grafik yang tersedia).

Jumlah kotak/bujur sangkar dihitung didalam area peta. Jika terdapat bujur

sangkar yang terpotong maka dihitung 1⁄2, 1⁄3, atau 1⁄4 (disesuaikan dengan

ukuran yang terpotong. Bujur sangkar dalam peta dijumlahkan kemudian

mengkalikan dengan skala yang telah ditentukan. Perlu diingat bahwa ukuran

danau/waduk sebenarnya adalah hasil perkalian dari skala pada kertas grafik

dan skala pada peta. Karakteristik danau/waduk ditentukan berdasarkan peta

dan luas permukaan yang diperoleh.

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum limnologi membuat peta morfometri danau FPIK Unsoed

dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 9 April 2023. Lokasi pelaksanaan


praktikum ini adalah danau FPIK Unsoed, Karangwangkal, Grendeng,

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dan Laboratorium Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Unsoed.

3.4 Analisis Data

Data pengukuran peta morfometrik yang diperoleh dapat dianalisis secara

deskriptif dengan bantuan tabel.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar 1. Peta Morfometrik Danau


Tabel 3. Tabulasi data pengukuran sudut dan jarak

Titik Sudut (°) Jarak (m) Skala 1:250

Tn ke Tn+1

T0 0° 0m 0 cm

T1 235° 3,5 m 1,4 cm

T2 175° 6,5 m 2,6 cm

T3 153° 7,5 m 3 cm

T4 123° 7,5 m 3 cm

T5 118° 10 m 4 cm

T6 116° 3m 1,2 cm

T7 106° 4m 1,6 cm

T8 105° 6,5 m 2,6 cm

T9 94° 5m 2 cm

T10 93° 6m 2,4 cm

T11 95° 3m 1,2 cm

T12 83° 8m 3,2 cm

T13 72° 5,5 m 2,2 cm

T14 71° 7,5 m 3 cm


Tabel 4. Tabulasi morfometrik permukaan danau FPIK Unsoed

Parameter Satuan atau Metode Hasil

Rumus

Panjang garis tepi SL Keliling danau 83,5 m

Panjang maksimum Lmax Jarak terjauh antara 2 titik pada permukaan 25 m

Panjang maksimum Le Panjang maksimum tanpa melewati 25 m

efektif halangan

Lebar maksimum Wmax Jarak 2 titik terjauh yang tegak lurus Lmax 43,75 m

Lebar maksimum We Jarak 2 titik terjauh yang tegak lurus Le 43,75 m

efektif

Luas permukaan Ao Menggunakan kertas grafik (menghitung 495 m

jumlah

bujur sangkar)

Lebar rata-rata W̅ = Ao/Lmax 19,8

4.1 Pembahasan

Hasil pengukuran sudut Danau FPIK Unsoed diperoleh empat belas titik.

Titik pertama diperoleh sudut 0° dengan jarak dari T0 ke T1 yaitu 0 meter dan

jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 0 cm. Titik kedua diperoleh sudut

235° dengan jarak dari T1 ke T2 yaitu 3,5 meter dan jarak pada peta dengan skala

1:250 cm yaitu 1,4 cm. Titik ketiga diperoleh sudut 175° dengan jarak dari Tn ke

Tn+1 yaitu 6,5 meter dan jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 2,6 cm.

Titik empat diperoleh sudut 123° dengan jarak dari T3 ke T4 yaitu 7,5 meter dan
jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 3 cm. Titik lima diperoleh sudut 118°

dengan jarak dari T4 ke T5 yaitu 7,5 meter dan jarak pada peta dengan skala 1:250

cm yaitu 3 cm. Titik enam diperoleh sudut 116° dengan jarak dari T5 ke T6 yaitu

10 meter dan jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 4 cm. Titik tujuh

diperoleh sudut 116° dengan jarak dari T6 ke T7 yaitu 3 meter dan jarak pada

peta dengan skala 1:250 cm yaitu 1,2 cm. Titik delapan diperoleh sudut 106°

dengan jarak dari T7 ke T8 yaitu 4 meter dan jarak pada peta dengan skala 1:250

cm yaitu 1,6 cm. Titik sembilan diperoleh sudut 105° dengan jarak dari T9 ke T10

yaitu 6,5 meter dan jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 2,6 cm. Titik

sepuluh diperoleh sudut 93° dengan jarak dari T10 ke T11 yaitu 6 meter dan jarak

pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 2,4 cm. Titik sebelas diperoleh sudut 95°

dengan jarak dari T11 ke T12 yaitu 3 meter dan jarak pada peta dengan skala

1:250 cm yaitu 1,2 cm. Titik dua belas diperoleh sudut 83° dengan jarak dari T12

ke T13 yaitu 8 meter dan jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 3,2 cm. Titik

tiga belas diperoleh sudut 72° dengan jarak dari T13 ke T14 yaitu 5,5 meter dan

jarak pada peta dengan skala 1:250 cm yaitu 2,2 cm. Titik empat belas diperoleh

sudut 71° dengan jarak dari T13 ke T14 yaitu 7,5 meter dan jarak pada peta

dengan skala 1:250 cm yaitu 3 cm.

Pengukuran morfometri dilakukan dengan cara mengelilingi pinggiran

danau (track) dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS).

Pengukuran dimensi bawah permukaan dilakukan dengan cara mengukur

kedalaman dengan tali pemberat dan GPS menggunakan kapal kecil. Pemetaan

dilakukan dengan membuat lintasan sebanyak 100 lintasan. Lintasan ini

dianggap mewakili seluruh perairan Danau. Data hasil pengukuran kemudian


disusun dalam bentuk tabel. Baris data berupa stasiun pengukuran, sedangkan

kolom data berupa identitas data (ID), waktu pengambilan data, koordinat,

altitud, dan kedalaman perairan. Kemudian, data tabel diubah menjadi bentuk

spasial dan diolah dengan menggunakan program Sistem Informasi Geografi

(SIG) ArcView yang dilengkapi dengan extention 3D Analyst (Muhtadi et al.,

2017).

Potensi Danau FPIK Unsoed untuk budidaya ikan jika hanya melihat dari

luas tersebut sangatlah cukup. Tetapi dalam budidaya ikan masih banyak

parameter-parameter lain yang harus diperhatikan seperti parameter kualitas air.

Parameter kualitas air memainkan peran penting dalam ekosistem tambak

intensif (Heri, et al., 2021). Sehingga pada praktikum ini belum dapat dipastikan

bahwa Danau FPIK Unsoed dapat dijadikan tempat untuk melakukan budidaya.

Jika parameter kualitas air Danau FPIK Unsoed memenuhi standar baku

budidaya, maka dapat dipastikan Danau FPIK Unsoed layak untuk dijadikan

media budidaya ikan.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Peta morfometrik danau dapat dibuat dengan Teknik sederhana yaitu

dengan memanfaatkan tali rafia dan kompas untuk mengetahui karakteristik

danau tersebut. Dengan membuat peta morfometrik danau,dapat pula

mengetahui karakteristik waduk tersebut.

2. Danau Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal

Soedirman berpotensi untuk di jadikan lokasi budidaya jika dilihat dari luas

danau tersebut.

Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu diharapkan lebih serius

dan teliti dalam melakukan praktikum agar hail pengamatan maksimal

serta lebih baik lagi dalam mempersiapkan barang agar praktikum

berjalan dengan lancar. Praktikan harap membawa payung karena cuaca yang

panas dan cahaya matahri yang terik. Selalu mendengar arahan asisten

praktikum saat melaksanakan praktikum lapang.


DAFTAR PUSTAKA

Balasubramanian, A., 2015. The world's water. University of Mysore, Mysore.

Christofoletti, C. A., Correia¹, J. E., MariNHo¹, J. F., de Souza¹, C. P.,

Marcato¹, A. C. D. C., & Fontanetti¹, C. S. (2015). Lentic habitats as study

models for assessing aquatic contamination. Advances in Environmental

Research, 87-108

Endalew, L. and Mulu, A., 2022. Estimation of reservoir sedimentation using

bathymetry survey at Shumburit earth dam, East Gojjam zone Amhara

region, Ethiopia. Heliyon, 8(12)

Han, M., Shen, H., Tolson, B.A., Craig, J.R., Mai, J., Lin, S.G., Basu, N.B. and

Awol, F.S., 2023. BasinMaker 3.0: A GIS toolbox for distributed

watershed delineation of complex lake-river routing

networks. Environmental Modelling & Software.164 : 105688

Indrayani, E., Nitimulyo, K.H. and Hadisusanto, S., 2015. Peta batimetri Danau

Sentani Papua. Depik, 4(3).

Janssen, A.B., Droppers, B., Kong, X., Teurlincx, S., Tong, Y. and Kroeze, C.,

2021. Characterizing 19 thousand Chinese lakes, ponds and reservoirs by

morpHometric, climate and sediment characteristics. Water Research, 202,:

117427.

Julia, H., 2017. SIGNIFIKANSI SKENARIO PEMBANGUNAN CHECK DAM

DALAM MENAHAN LAJU SEDIMENTASI DI WADUK

SEMPOR. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian, 21(1), pp.78-88.


Li, N., Yang, B., Huang, T., Si, F., Gao, Y., & Zhao, L. (2021). Hypolimnetic

anoxia and sediment oxygen demand during stratification in a drinking

water reservoir. Journal of Soils and Sediments, 21, 3380-3391.

Maniagasi, R., Tumembouw, S.S. and Mudeng, Y., 2013. Analisis kualitas fisika

kimia air di areal budidaya ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi

Utara. E-Journal Budidaya Perairan, 1(2).

Marwoto, R.M. and Isnaningsih, N.R., 2014. Tinjauan keanekaragaman moluska

air tawar di beberapa situ di DAS Ciliwung-Cisadane. Berita

Biologi, 13(2):.181-189

Muhtadi, A., Yunasfi, Y., Ma'rufi, M. and Rizki, A., 2017. Morfometri dan Daya

Tampung Beban Pencemaran Danau Pondok Lapan di Kabupaten

Langkat, Sumatra Utara. OLDI (Oseanologi dan Limnologi di

Indonesia), 2(2):49-63.

Ridoan, R., Muhtadi, A. and Patana, P., 2016. Morfometri Danau Kelapa Gading

Kota Kisaran, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Depik, 5(2).

Siregar, E. M. S., & Hadi, M. P. (2015). Morfometri dan potensi sumberdaya air

danau Laukawar. Jurnal Bumi Indonesia, 4(4): 228214.

Siregar, E.M.S. and Hadi, M.P., 2015. Morfometri dan potensi sumberdaya air

danau Laukawar. Jurnal Bumi Indonesia, 4(4 ):.228214.


LAMPIRAN

Tabel dokumentasi praktikum

No Gambar Keterangan
1. Pengukuran panjang dan lebar danau

2. Pengukuran derajat sudut danau


Tabel 3. Tabulasi data pengukuran sudut dan jarak

Titik Sudut (°) Jarak (m) Skala 1:250

Tn ke Tn+1

T0 0° 0m 0 cm

T1 235° 3,5 m 1,4 cm

T2 175° 6,5 m 2,6 cm

T3 153° 7,5 m 3 cm

T4 123° 7,5 m 3 cm

T5 118° 10 m 4 cm

T6 116° 3m 1,2 cm

T7 106° 4m 1,6 cm

T8 105° 6,5 m 2,6 cm

T9 94° 5m 2 cm

T10 93° 6m 2,4 cm

T11 95° 3m 1,2 cm

T12 83° 8m 3,2 cm

T13 72° 5,5 m 2,2 cm

T14 71° 7,5 m 3 cm

1.1 Data perhitungan i. T8 : 6,5 m

a. T0: 0 cm : 650 cm

b. T1: 3,5 m : 650/250 = 2,6 cm

: 350 cm j. T9 : 5 m

: 350/250= 1,4 cm : 500 cm


c. T2 : 6,5 m : 500/250 = 2 cm

: 650 cm k. T10 : 6 m

: 650/250 = 2,6 cm : 600 cm

d. T3 : 7,5 m : 600/250 = 2,4 cm

: 750 cm l. T11 : 3 m

: 750/250 = 3 cm : 300 cm

e. T4 : 7,5 m : 300/250 = 1,2 cm

: 750 cm m. T12 : 8 m

: 750/250 = 3 cm : 800 cm

f. T5 : 10 m : 800/250 = 3,2

: 1000 cm n. T13 : 5,5 m

1000/250 = 4 cm : 550 cm

g. T6 : 3m : 550/250 = 2,2 cm

: 300 cm o. T14 : 7,5 m

: 300/250 = 1,2 cm : 750 cm

h. T7: 4 m : 750/250 = 3 cm

: 400 cm : 400/250 = 1,6 cm


Tabel 4. Tabulasi Morfometri Permukaan Danau

Parameter Satuan atau Metode Hasil

Rumus

Panjang garis tepi SL Keliling danau 83,5 m

Panjang maksimum Lmax Jarak terjauh antara 2 titik pada permukaan 25 m

Panjang maksimum Le Panjang maksimum tanpa melewati25 m

efektif halangan

Lebar maksimum Wmax Jarak 2 titik terjauh yang tegak lurus Lmax 43,75 m

Lebar maksimum We Jarak 2 titik terjauh yang tegak lurus Le 43,75 m

efektif

Luas permukaan Ao Menggunakan kertas grafik (menghitung495 m

jumlah

bujur sangkar)

Lebar rata-rata W̅ = Ao/Lmax 19,8

1. Panjang garis tepi (SL)

Keliling

3,5+6,5+7,5+7,5+10+3+4+6,5+5+6+3+

8+5,5+7,5 = 83,5 m

2. Panjang maksimum (Lmax)

= 10 x 250

= 2500 cm
= 25 m

3. Panjang maksimum efektif (Le)

= 10 x 250

= 2500 cm

= 25 m

4. Lebar maksimum (Wmax)

= 17,5 x 250

= 4375 cm

= 43,75 m

5. Lebar maksimum efektif (We)

= 17,5 x 250

= 4.375 cm

= 43,75 m

6. Luas permukaan (Ao)

Terdapat 198 bujur sangkar, jadi

T= 198 x 250

= 49.500 cm

= 495 m

7. Lebar rata-rata (W)

W= 49.500 : 25

= 1.980 cm

= 19,8 m
ACARA II
MENENTUKAN STATUS TROFIK DANAU FPIK UNSOED

Oleh:
Nabila Keyfa Putri
NIM. L1B022048

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Status trofik merupakan indikator tingkat kesuburan badan air, yang

dapat diukur dengan kadar hara dan kejernihan air serta aktivitas biologis

lainnya di badan air tersebut. Klasifikasi keadaan trofik meliputi hipertrofi,

eutrofik, mesotrofik, oligotrofik, dan distrofik. Namun, secara umum ada tiga

kelas yaitu eutrofik, mesotrofik dan oligotrofik. Perairan dikatakan eutrofik jika

kaya akan unsur hara dan mendukung tumbuhan dan hewan air yang hidup di

dalamnya. Perairan tipe OligotropHic biasanya jernih, dalam dan tidak memiliki

banyak tanaman air dan alga (Indriani et al., 2016). Status trofik perairan dapat

ditentukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda baik secara biologis

maupun sebagai kombinasi antara biologi dan kualitas air. Hal ini didasarkan

pada pemahaman bahwa perubahan tingkat trofik ditandai dengan perubahan

kualitas air, termasuk perubahan kondisi biologis dalam hal ini adanya

fitoplankton (Pratiwi et al., 2020).

Danau adalah kumpulan air yang tergenang sepanjang tahun yang dapat

terbentuk baik secara alami maupun buatan. Tentu saja, itu bisa disebabkan oleh

tektonik, vulkanik, glasial, pelapukan batuan (danau karst), jatuhnya meteorit,

dan lainnya. Danau memiliki morfologi dan struktur khusus yang ditentukan

oleh bentuk cekungan, interaksi fisik, kimia dan biologinya serta interaksinya

dengan lingkungan ( Ridoan et al., 2016). Danau berperan penting dalam skala

regional air. Pertama, danau dapat menahan runoff dari air di hulu dan

kemudian mengalirkan ke sungai-sungai di hilir yang mempengaruhi waktu

dan volume runoff yang disalurkan ke hilir. Danau juga memainkan peran
penting dalam proses biogeokimia. Danau menahan nitrogen (N) dan fosfor (P),

sehingga mengatur pergerakannya ke perairan hilir (Han et al., 2020).

Eutrofikasi adalah pengayaan nutrien atau produktivitas air yang

dihasilkan dari aktivitas manusia maupun secara alami yang ditandai dengan

tingginya konsentrasi P total, nitrogen total, dan klorofil-a yang mendorong

pertumbuhan organisme akuatik yang tidak terkendali. Eutrofikasi pada air

menggenang menyebabkan kualitas air memburuk, blooming ganggang atau

fitoplankton dan eceng gondok (Samudra et al., 2013). Eutrofikasi dapat

meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan menyebabkan terjadinya

perubahan kualitas air yang tidak diinginkan seperti penurunan oksigen

terlarut, penurunan kecerahan perairan, peningkatan bahan organik, dan

sebagainya. Secara umum, proses eutrofikasi berlangsung secara bertahap,

yaitu mulai dari oligotrofik, mesotrofik, hingga eutrofik. Proses eutrofikasi

tersebut sangat ditentukan oleh proses fotosintesis, produksi biomassa

fitoplankon, dan mineralisasi bahan organik menjadi unsur hara. Salah satu

dampak eutrofikasi adalah dapat memengaruhi keberadaan fitoplankton di

perairan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum acara ini adalah :

1. Mengetahui status trofik danau berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan

biologi.

2. Menganalisa proses eutrofikasi danau berdasarkan status trofik danau.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Danau dan Waduk

Danau merupakan salah bentuk ekosistem air tawar yang bersifat menggenang

(lentik). Berdasarkan penetrasi cahaya danau dibagi menjadi tiga zona, yaitu

zona litoral, zona limnetik dan zona profundal. Zona litoral merupakan tempat

hidup bagi fitoplankton. Fitoplankton merupakan salah satu mikroorganisme

perairan yang hidup melayang dan hanyut dalam air serta mampu

berfotosintesis. Fitoplankton di perairan berfungsi sebagai produsen utama

dalam rantai makanan aquatik. Laju peningkatan dan penurunan pertumbuhan

fitoplankton dikontrol oleh faktor fisika dan kimia lingkungan perairan (Rasit

et al., 2016). Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah

yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan laut dan

daratan. Bagi manusia, kepentingan danau jauh lebih berarti dibandingkan

dengan luas daerahnya. Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang

menguntungkan bagi kehidupan manusia (Asnil et al., 2013).

Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat

dengan cara membendung sungai tertentu saat terjadi kelebihan air/ musim

penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Waduk

memiliki beberapa fungsi utama yaitu fungsi ekologi, fungsi sosial, ekonomi,

dan budaya. Fungsi ekologi waduk adalah sebagai pengatur tata air, pengendali

banjir, habitat kehidupan liar atau spesies yang dilindungi atau endemik serta

penambat sedimen, unsur hara, dan bahan pencemar (Widyastari, 2020). Fungsi

sosial, ekonomi, dan budaya waduk adalah untuk memenuhi keperluan hidup
manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan hidup sehari-hari, sarana

transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, pembangkit tenaga

listrik, estetika, olahraga, heritage, religi, tradisi, dan industri pariwisata Sumber

air waduk terutama berasal dari aliran permukaan ditambah dengan air hujan

langsung (kartini dan Permana, 2016).

2.2 Parameter Kualitas Air

2.3.1 Suhu

Suhu memiliki peranan penting dalam mempertahankan

kestabilan ekosistem perairan. Suhu mempengaruhi kualitas suatu perairan,

diantaranya sebaran nutrien, aktivitas metabolisme, tingkat pertumbuhan,

waktu migrasi, peristiwa pemijahan dan distribusi organisme. Suhu perairan

dapat bervariasi dari skala waktu kecil (perubahan cepat) hingga skala

waktu besar (perubahan lambat). Data suhu perairan secara kontinu sangat

dibutuhkan untuk melakukan pemantauan kualitas dari suatu perairan

(Idris dan Jaya,2014). Suhu air permukaan sebesar 30°C dan nilai tersebut

merupakan nilai suhu normal perairan danau. Variasi suhu dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat intensitas cahaya yang tiba di

permukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan proses pengadukan. Tinggi

rendahnya suhu suatu perairan sangat ditentukan oleh beberapa faktor

antara lain ketinggian suatu daerah, curah hujan yang tinggi, dan intensitas

cahaya matahari yang menembus suatu perairan ( Melida et al., 2021).

Suhu adalah faktor iklim yang sangat penting di seluruh dunia, karena

suhu udara dan tanah mengatur berbagai macam keadaan biologis, struktur,
dan proses di danau. Beberapa danau di seluruh dunia, sensitif terhadap

perubahan suhu dan mengalami sedikit fluktuasi permukaan air.. Dengan

demikian, potensi kejadian suhu ekstrem yang disebabkan oleh perubahan suhu

lokal akan memberikan tekanan yang kuat pada variasi di danau-danau (Chen

et al., 2023). Stratifikasi suhu di suatu perairan berperan penting dalam proses

ekologis badan air. Profil suhu secara vertikal di danau diperlukan untuk

menentukan kandungan panas di perairan, lapisan termoklin dan percampuran

massa air di perairan (Sinaga et al., 2016).

2.3.2 pH (Derajat Keasaman)

Proses-proses yang berpengaruh dalam mengendalikan pH ditinjau

secara singkat, termasuk proses autochthonous (di dalam danau) seperti spesiasi

karbon anorganik terlarut (dissolved inorganic carbon/DIC), di mana

penyerapan CO2 menghasilkan pergeseran ke proporsi yang lebih besar dari

HCO3. Penghindaran dan pengaturan fotosintesis CO2 yang dihembuskan ke

atmosfer, dekomposisi (oksidasi) bahan organik yang mengarah pada produksi

DIC, dan reduksi bahan organik atau metanogenesis (reduksi) yang mengarah

pada produksi DIC. Proses eksternal yang mengendalikan pH termasuk

pelapukan tangkapan air dan pencucian tanah yang kaya akan karbonat yang

diikuti oleh pengangkutan DIC melalui pembuangan air permukaan atau air

tanah ke danau (Munoz et al., 2022). Pengukuran kadar keasaman larutan (pH)

dan suhu dalam air merupakan sesuatu yang sangat penting dalam budidaya

ikan. Sehingga sangat penting untuk tetap menjaga kadar pH dan suhu dalam

air tetap stabil (Astria et al., 2014).


Tingkat keasaman yang ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah

antara 6,8 - 8,5. pH yang sangat rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam

dalam air makin besar, yang bersifat toksik bagi organisme air. sebaliknya pH

yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang juga

bersifat toksik bagi organisme air (Tatangindatu et al., 2013). Nilai kisaran pH

mempengaruhi proses biologi dan kimia danau. Nilai pH pada badan air dapat

menekan kemampuan reproduksi organisme tententu dan dapat menyebabkan

subtansi beracun menjadi lebih siap diambil tanaman dan hewan air. Nilai pH

yang rendah (4,5-5) dalam waktu yang lama akan menyebabkan beberapa hal

negatif pada perairan antara lain penurunan nilai keanekaragaman dan

komposisi plankton, perifiton dan bentos semakin besar, penurunan

kelimpahan total biomassa dan produktivitas zooplankton dan benthos semakin

besar dan terjadi penghambatan proses nitrifikasi (Santoso,2018).

2.3.3 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan salah satu

parameter mengenai kualitas air. Tersedianya oksigen terlarut didalam air

sangat menentukan kehidupan di perairan tersebut. Salah satu parameter

kualitas kebersihan air yaitu kandungan DO. Oleh karena itu kandungan DO

dijadikan ukuran pengestimasian (Prahutama,2013). Oksigen terlarut

memegang peranan penting dalam proses degradasi bahan organik dan

anorganik. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad untuk proses

pernapasan, metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan

energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Di permukaan perairan


konsentrasi DO lebih tinggi karena difusi udara dan proses fotosintesis,

sedangkan di kolom air, konsentrasi oksigen berkurang dengan bertambahnya

kedalaman (Siagian dan Simarmata, 2015).

Oksigen terlarut diperlukan semua makhluk hidup di bumi untuk

proses pernapasan, menghasilkan energi melalui pertukaran zat pada proses

pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, oksigen juga dibutuhkan

untuk pembakaran dengan oksigen pada tumbuhan organic dan proses aerobik

pada tumbuhan anorganik. Kadungan oksigen terlarut dalam kondisi normal

dan tidak tercemar adalah 2 ppm. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut

dalam air maka semakin baik kualitas air tersebut. Kandungan oksigen terlarut

yang ideal selama waktu 8 jam dengan tingkat kejenuhan 70% dan tidak boleh

kurang dari 1,7 ppm (Yuliantari et al., 2021). Berdasarkan PP. 82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, baku mutu

II untuk parameter DO yaitu 4 mg/L. Penurunan nilai DO disebabkan

masuknya limbah rumah tangga dan aktivitas keramba ikan ke perairan yang

memicu meningkatnya bahan organik di perairan sehingga mikroba

memanfaatkan oksigen untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik,

proses dekomposisi memerlukan oksigen secara terus menerus, apabila bahan

organik di perairan semakin meningkat maka oksigen yang dibutuhkan mikroba

untuk mengoksidasi bahan organik semakin meningkat sehingga oksigen yang

ada di perairan menjadi berkurang (Muthifah et al., 2018).

2.3.4 Kecerahan
Kecerahan perairan merupakan ukuran transparansi perairan yang

ditentukan secara visual menggunakan kepingan secchi (secchi disk). Nilai

kecerahan rendah menandakan bahwa tingkat kekeruhan tinggi. hal ini dap at

berpengaruh pada terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan

dan daya lihat organisme akuatik. Secara normal pada perairan yang lebih

dalam mempunyai nilai kecerahan yang relatif lebih tinggi. Nilai kecerahan

tergantung dengan keadaan cuaca, waktu p engukuran, warna air, kekeruhan

dan p adatan tersuspensi yang ada didalam perairan (Ali dan Aida, 2017).

Kecerahan merupakan penetrasi cahaya dalam suatu perairan. Kecerahan

optimum untuk kegiatan budidaya perikanan dalam suatu perairan berkisar

antara 20-40 cm. Kecerahan juga mempengaruhi proses fotosintesis dalam suatu

perairan. Kecerahan merupakan ekspresi sifat optik air yang disebabkan oleh

adanya bahan padatan tersuspensi berupa partikel liat, lumpur dan partikel

organik lainnya. Pada konsentrasi tertentu padatan tersuspensi berbahaya bagi

kehidupan biota perairan, seperti tersumbatnya filamer insang ikan (Hasim et

al., 2015).

Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses

fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan

daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam perairan begitu pula

sebaliknya. Kekeruhan yang tinggi (atau kecerahan yang rendah) dapat

menyebabkan terganggunya sistem osmoregulasi seperti pernafasan dan daya

lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air

(Siswanto et al., 2021). Nilai kecerahan sangat mempengaruhi interaksi


organisme di perairan dan cahaya yang diserap perairan akan diubah oleh

perairan menjadi enargi panas. Kekeruhan yang tinggi (atau kecerahan yang

rendah) dapat menyebabkan terganggunya sistem osmoregulasi seperti

pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat

penetrasi cahaya ke dalam air (Syamiazi et al., 2015).

2.3.5 BOD

BOD atau Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan

oksigen biologis yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya

bakteri) untuk memecah bahan organik secara aerobik. Proses

dekomposisi bahan organik ini diartikan bahwa mikroorganisme

memperoleh energi dari proses oksi dasi dan memakan bahan organik

yang terdapat di perairan. Mengetahui nilai BOD di perairan dapat

bermanfaat untuk mendapatkan informasi berkaitan tentang jumlah

beban pencemaran yang terdapat di perairan akibat air buangan

penduduk atau industri, dan untuk merancang sistem pengolahan

biologis di perairan yang tercemar tersebut (Daroini dan Arisandi,2020).

BOD merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh

bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik dalam air. Nilai BOD

lebih kecil atau sama dengan 2,9 mg/L adalah tergolong air tidak

tercemar. Nilai BOD sangat erat kaitannya dengan COD dan DO karena

semakin tinggi BOD dan COD akan menyebabkan berkurangnya DO di

perairan (Silaban dan Silalahi, 2021).


Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah suatu karakteristik yang

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme

(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam

kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan

organik yang siap terdekomposisi ( Oktaria et al., 2021). Biochemical Oxygen

Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh bakteri dan

mikroorganisme lainnya pada saat mendekomposisi bahan organik dalam

konsidi aerobik. BOD adalah sebuah ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan

untuk menghilangkan limbah bahan organik dari perairan dalam proses

dekomposisi oleh bakteri aerobik. Tingginya nilai BOD diperairan bisa

disebabkan karena adanya kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di danau

sehingga kandungan bahan organiknya tinggi, maka oksigen yang diperlukan

untuk merombak bahan organik tersebut juga tinggi (Elevince dan

Kembarawati, 2021).

2.3.6 CO2 Bebas

Karbondioksida sangat diperlukan untuk proses fotosintesis yaitu

sebagai sumber karbon. Pada malam hari karbondioksida lebih tinggi karena

pada malam hari tumbuhan mengeluarkan gas CO2 dan pada siang hari

mengeluarkan oksigen, sehingga kadar CO2 pada malam hari leih tinggi. Kadar

CO2 yang optimal untuk perairan tawar sebaiknya mengandung kadar < 5 mg/l

( Soliha et al., 2016). Proses respirasi oleh semua komponen ekosistem akan

meningkatkan jumlah karbondioksida. Fitoplankton memanfaatkan unsur hara

dan sinar matahari untuk pertumbuhannya. Kadar karbondioksida bebas di


perairan dapat mengalami pengurangan bahkan hilang akibat proses

fotosintesis oleh fitoplankton (Tambunan et al., 2021).

Karbondioksida (CO2) mempunyai peranan yang sangat besar bagi

kehidupan organisme air. Senyawa tersebut dapat membantu dalam proses

dekomposisi atau perombakan bahan organik oleh bakteri. Namun jika dalam

keadaan yang berlebihan dapat mengganggu bahkan menjadi racun bagi

beberapa jenis ikan. Karbondioksida dari udara selalu bertukar dengan

karbondioksida yang ada di air. Pada air yang tenang pertukaran ini sedikit,

proses yang terjadi adalah difusi (Al Indrus, 2018). Kadar CO2 dapat berasal dari

oksidasi bahan organik, baik secara biologis maupun kimiawi. Kadar CO2

umumnya saat pasang lebih tinggi dibandingkan surut. Hal tersebut dapat

terjadi karena fotosintesis saat surut lebih banyak terjadi apabila dilihat dari

pengambilan sampel saat surut pada siang hari (Dewi dan Widyastuti, 2016).

2.3.7 Alkalinitas

Alkalinitas merupakan suatu kemampuan air untuk menetralkan

keasaman perairan. Alkalinitas disebabkan oleh keberadaan garam asam lemah

dalam lingkungan yang ekstrim. Parameter alkalinitas merepresentasikan

jumlah ion karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) yang mengikat logam

golongan alkali tanah pada perairan tawar. Kedalaman danau berpotensi

menyebabkan nilai alkalinitas semakin tinggi. Nilai ini menggambarkan

kapasitas air untuk menetralkan asam, yang biasa diartikan sebagai kapasitas

penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH ( Lestari et al., 2019).

Alkalinitas memiliki kaitan dengan derajat keasaman ( pH ). Jika nilai pH rendah


maka nilai alkalinitas juga rendah dan begitu sebaliknya . Jadi jika nilai pH < 5

maka nilai alkalinitas dapat mencapai nol . Produktivitas perairan juga

berhubungan erat dengan alkalinitas . Alkalinitas dengan nilai lebih dari 500 mg

/ l merupakan perairan yang produktivitasnya rendah , nilai 200-500 mg / l

merupakan perairan yang termasuk produktif, nilai 50-200 mg / l merupakan

perairan yang produktivitasnya sedang, nilai 10-50 mg / l perairan yang kurang

produktif dan nilai 0-10 mg / l perairan tidak dapat digunakan (Harmilia et al.,

2021).

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam,

atau dikenal dengan acid neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion

dalam air yang dapat menetralkan kation hydrogen. Alkalinitas juga diartikan

sebagai kapasitas penyangga terhadap pH perairan (Bintoro dan Abidin, 2013)

. Sebagai pembentuk alkalinitas diperairan yang utama adalah bikarbonat,

karbonat, dan hidroksida, dan bikarbonat. Alkalinitas sebagai kandungan basa

yang dapat dititrasi dengan asam kuat, seperti basa dari kation Ca, Mg, K, Na,

NH4 dan Fe yang umumnya bersenyawa dengan anion karbonat, bikarbonat,

asam lemak dan hidroksil. Besaran nilai alkalinitas suatu perairan dapat

menunjukkan kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga dapat digunakan

untuk menduga kesuburan suatu perairan danau ( Ali dan Aida, 2017).

2.3.8 NH3

Amonia adalah faktor lingkungan utama dalam sistem budidaya air yang

mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan ikan. Umumnya, amonia berada di

bawah 1,0 mg / L untuk sebagian besar hewan budidaya. Amonia dapat


terakumulasi dengan cepat karena kelebihan pakan dan ekskresi ikan. Dalam

kultur intensif, amonia mencapai hingga 46 mg/L. Kelebihan amonia telah

menunjukkan efek buruk pada pertumbuhan, perkembangbiakan dan

kelangsungan hidup ikan budidaya (Sui et al., 2023). Amonia di perairan

terdapat dalam bentuk amonia (NH3) dan amonium (NH4+) yang bersama-sama

disebut sebagai total amonia nitrogen (TAN). Ikan memiliki beberapa

mekanisme untuk mentoleransi kelebihan amonia dan mengurangi toksisitas

amonia termasuk ekskresi dan konversi. Namun paparan amonia pada tingkat

berlebihan menyebabkan ekskresi amonia terganggu, sehingga terjadi

peningkatan penyerapan amonia dan bahkan kematian. Transformasi amonia

pada kolam budidaya terjadi melalui proses biologis yang disebut nitrifikasi.

Nitrifikasi terjadi dalam dua langkah, pertama amonia dikonversi menjadi nitrit

(NO2) oleh beberapa genus bakteri termasuk Nitrosomonas. Kedua nitrit

dikonversi menjadi nitrat (NO3-) oleh kelompok bakteri seperti Nitrobacter

(Utami dan Herdiana, 2021).

Pada sistem budidaya dari semua parameter kualitas air, amonia menjadi

faktor pembatas kedua setelah oksigen. Pada konsentrasi tinggi, amonia bersifat

toksik, menyebabkan penurunan pasokan oksigen dalam jumlah besar dan

perubahan yang tidak diinginkan dalam ekosistem perairan. Amonia adalah

produk ekskresi utama ikan yang dihasilkan dari katabolisme protein makanan,

dan diekskresikan melalui insang sebagai amonia tidak terionisasi. Banyaknya

amonia yang dikeluarkan secara langsung berkaitan dengan tingkat pemberian

dan protein dalam pakan. Sejumlah nitrogen digunakan untuk membentuk


protein (termasuk otot), beberapa digunakan untuk menghasilkan energi, dan

sebagian lainnya diekskresikan melalui insang sebagai amonia (Wahyuningsih

dan Gitarama, 2020). Nitrogen amonia merupakan indikator lingkungan

beracun dan pemicu stres yang umum dalam akuakultur. Konsentrasinya dalam

air akuakultur terutama dipengaruhi oleh bahan organik nitrogen seperti

kotoran hewan, sekresi, dan sisa umpan. Sebagian besar organisme air peka

terhadap nitrogen amonia, yang menurunkan ketahanan terhadap penyakit

pada ikan dan udang (Lu et al., 2022).

2.3.9 Identifikasi plankton

Plankton merupakan organisme mikroskopis yang melayang-layang

dalam air dan mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah serta

pergerakannya selalu dipengaruhi oleh arus air. Plankton terdiri atas

fitoplankton dan zooplankton. Plankton adalah sebagai kajian untuk

mengetahui kualitas kesuburan suatu perairan yang sangat diperlukan untuk

mendukung produktivitas perairan (Nurruhwati et al., 2017). Plankton

memegang peranan penting dalam suatu perairan. Plankton memiliki fungsi

ekologi sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan,

sehingga plankton sering dijadikan skala ukuran ksuburan perairan. Plankton

adalah organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti pergerakan air.

Plankton dalam perairan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pHytoplakton dan zooplankton (Soliha et al., 2016).

Plankton dapat dibagi menjadi dua yaitu fitoplankton dan zooplankton.

Plankton mempunyai peran yang sangat besar dalam ekosistem perairan, karena
sebagai produsen perairan. Distribusi fitoplankton dipengaruhi oleh

ketersediaan cahaya dalam perairan. Kemampuan membentuk zat organik dari

zat anorganik dalam perairan menjadikan fitoplankton dikenal sebagai produsen

primer( Arum et al., 2018). Berbagai jenis larva dan dewasa zooplankton dapat

ditemukan di berbagai perairan, termasuk hampir semua pHylum hewan.

Zooplankton memiliki peran penting dalam rantai makanan di lingkungan air,

meskipun mereka memiliki keterbatasan dalam gerakan dan distribusi

tergantung pada ketersediaan makanan. Meskipun demikian, zooplankton

berfungsi sebagai penghubung energi antara produsen utama, yaitu fitoplankton,

dan konsumen di tingkat makanan yang lebih tinggi ( Kusmeri dan Rosanti,

2015).
III. MATERI DAN METODE
3.1 Materi

3.1.1 Alat
Tabel 1. Alat praktikum
N Nama alat Ukuran Mer Fungsi
o / jumlah k

1 Botol 3 - Mengambil
winkler sampel air

2 Botol vial 1 - Menyimpa


n sampel
plankton

3 Secchi disk 1 - Mengetahui


kecerahan
danau

4 Termometer 1 - Mengukur
suhu

5 Kertas 1 - Mengukur
lakmus pH

6 Ember 1 - Mengambil
air dari
danau

7 Alat tulis 1 - Mencatat


data

8 Alat 1 - Memfoto
dokumentas hasil
i praktikum

9 Label 1 - Menamai
botol
sampel

10 Mikroskop 1 - Mengamati
plankton

11 Plankton net 1 - Mengambil


sampel
3.1.2 Bahan

Tabel 2. Bahan
praktikum

No Nama Ukuran/ Merek Fungsi


Bahan jumlah

1 Laruran 3 ml - Mengawetka
formalin n plankton
4%

2 Larutan Secukupnya - Merubah


Na2CO3 warna air

3 Air 250 ml/3 - Bahan


sampel penelitian

4 MnSO4 1 ml - Mentitrasi
larutan

5 KOH-KI 1 ml - Mentitrasi
larutan

6 H2SO4 1 ml - Mentitrasi
pekat larutan

7 Indiator Indikator 2 - Mengukur


PP,Indika tetes, HCl alkalinitas
tor MO 0,02N
dan HCl

3.2 Metode

3.2.1 Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer

celcius dengan bantuan tali rafia yang diikat di salah satu ujung termometer lalu

dicelupkan ke dalam badan permukaan air yang akan diteliti selama kurang
lebih 3 menit. Kemudian melakukan pencatatan setelah skala menunjukkan

angka yang konstan. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan dihitung rata

ratanya.

3.2.2 pH

Pengukuran PH dilakukan dengan menggunakan kertas

lakmus. Kertas lakmus dicelupkan ke dalam sampel air danau yang

sebelumnya sudah disiapkan tunggu sekitar 10 detik lalu angkat dan

cocokkan perubahan warna dengan tabel warna yang terdapat

dikotak kemasan pH paper.

oksigen terlarut

3.2.3 Oksigen terlarut

Air sampel diambil dengan botol winkler 250 ml (tanpa ada

gelembung). Ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-KI. Ditutup

dan homogenkan dan tunggu sampai terjadi endapan. Ditambahkan

1 ml larutan H2SO4 pekat. Tutup botol dan homogenkan sampai

terjadi endapan warna coklat kekuningan. Ambil 100ml dan

masukkan ke labu erlenmeyer. Titrasi dengan Na 2S2O3 sampai

berubah warna dari sebelumnya. Tambahkan indikator amilum 10

tetes. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan berwana bening.

Perhitungan untuk DO menggunakan rumus :

1000
𝑂𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = × 𝑝 × 𝑞 × 8 𝑚𝑔/𝑙
10

Dengan keterangan :

p = jumlah ml Na2S2O3 yang terpakai


q = normalitas larutan Na2S2O3 (0,025 N)

8 = bobot setara O2

3.2.4 Kecerahan

Secchi disc ke dimasukkan ke dlam air secara perlahan hingga batas tdiak

tampak pertama kali dan dicatat kedalamannya sebagai (d1), memasukkan

secchi disc dilanjutkan sampai tidak terlihat sama sekali, secara perlahan ditarik

secchi discnya kembali ke permukaan sampi nampak pertama kali dan dicatat

kedalamannya sebagai (d2), cara perhitungan tingkat kecerahan :

𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 1 (𝑑1) + 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝑑2)


𝐾𝑒𝑐𝑒𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 =
2

3.2.5 BOD

Cara menghitung BOD adalah kadar DO nya diukur pada saat hari

sampelnya diambil dan DO pada hari ke 5 setelah sampel diambil dan dihitung

menggunakan rumus :

𝑇
𝐵𝑂𝐷 = (𝐴0 − 𝐴5) − (𝑆0 − 𝑆5) × 𝑚𝑔/𝐿
𝑃

Keterangan :

A0 : oksigen terlarut pada hari ke-0

A5 : oksigen terlarut pada hari ke-5

S0 : oksigen terlarut blanko pada hari ke-0

S5 : oksigen terlarut blanko pada hari ek-5

T : persen perbandongan antara A0:S0

P : derajat pengenceran

3.2.6 CO2 bebas

Air sampel 250 mL dengan botol winkler diambil, kemudian 100 mL


diambil dan dimasukkan ke labu erlenmeyer, 10 tetes indikator pHenolpthalein

(pp) ditambahkan, kemudian dititrasi dengan Na2CO3 sampai berwarna merah

jambu, titrasi duplo. Perhitungan CO2 bebas menggunakan rumus :

1000
𝐶𝑂2 = × 𝑝 × 𝑞22 𝑚𝑔/𝐿
100

Keterangan :

p : jumlah ml Na2CO3 yang terpakai

q : normalitas larutan Na2CO3 (0,01 N)

22 : bobot setara CO2

3.2.7 Alkalinitas

Sebanyak 25ml air sampel dimasukkan ke dalam erlemenyer 100 ml, 2

indikator pp ditambahkan apabila terjadi perubahan warna pink, dilanjurkan

untuk titrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai warna merah muda hilang.

Kemudian tetesi dengan 2 tetes indikator MO (Methyl Orange) dan titrasi dengan

HCl sampai berwarna merah bata. Kemudian jika tidak terjadi perubahan

warna, lanjutkan untuk ditambahkan 1 tetes indikator MO (Methyl Orange) dan

titrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan yang semula berwarna kuning

menjadi oranye. Volume HCl 0,02 N dihitung yang digunakan. Perhitungan

CaCO3 (mg/L) :

𝑉 𝐻𝐶𝑙 × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 100


× × 1000
𝑉 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2

Keterangan :

N HCl = noemalitas HCl 0,02 N

V HCl = volume HCl yang terpakai

100 adalah MR CaCO3


2 adalah Valensi dari CaCO3

1000 adalah konversi dari ml ke liter

3.2.8 NH3

Sampel air diambil dan ditempatkan pada wadah yang telah disiapkan,

kertas strip NH3 dicelupkan selama beberapa saat. Kertas NH3 diangkat dan

diamati perubahan warna yang terjadi, perubahan warna tersebut dicocokan

dengan indikator nilai NH3 pada tabwl yang disertakan bersama alat ukur.

3.2.9 Identifikasi plankton

Sampel air diambil sebanyak 1000 liter dengan ember plastik

bervolume 10 liter, disaring dengan menggunakan plankton net

nomor 25. Sampel air yang tertampung dalam botol penampung

plankton net tersebut dipindahkan ke dalam botol sampel. Kemudian

diberi larutan formalin 4% secukupnya (3 ml) untuk mengawetkam

plankton, perhitungan jenis jumlah plankton dilakukan dibawah

mikroskop (100x) menggunakan haemocytometer. Perhitungan

kelimpahan plankton menggunakan rumus :

Kelimpahan∶N ×F

F = Q1/Q2×V1/V2×1/P×1/W

Keterangan :

N : jumlah plankton rataan pada setiap preparat

Q1 : luas gelas penutup 18 x 18 (324 mm2)

Q2 : luas lapang pandand (1,11279 mm2)

V1 : volume air dalam botol penampung (25 ml)


3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum limnologi menentukan status trofik danau FPIK Unsoed

dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 9 April 2023. Lokasi pelaksanaa

praktikum ini adalah danau FPIK Unsoed, Karangwangkal, Grendeng,

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dan Laboratorium Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Unsoed.

3.4 Analisis Data

Data pengamatan status trofik danau FPIK Unsoed dilakukan dengan titik

pengamatan pada danau (minimal pada bagian inlet, tengah dan outlet) serta

mengukur parameter fisika, kimia dan biologi pada danau.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 3. Hasil pengukuran parameter air fisika dan kimia Danau FPIK
Unsoed

Parameter Hasil Pengukuran Standar Baku Pustaka


Mutu
Suhu 24,3°C 28°C - 32°C PP No.82 Tahun
2001
Kecerahan 38,3 cm 2m PP No.82 Tahun
2001
CO2 bebas 0,44 mg/L 2-9 mg/L PP RI no. 82
Tahun 2001 Kelas
I
Alkalinitas 88 mg/L 30-500 mg/L PP RI No. 82
Tahun 2001 Kelas
1
NH3 0,25 0,2 PP RI No.22
Tahun 2021 Kelas
2
pH 6 6-9 PP RI No. 22
Tahun 2021
DO 30,56 mg/L 3 mg/L PP RI No. 22
Tahun 2021
BOD 9,76 mg/L 6 mg/L PP RI No. 22
Tahun 2021 Kelas
3

4.2 Pembahasan

4.2.1 Suhu

Musim, lintang, ketinggian permukaan air laut, waktu, silkurasi udara,

penutupan awan, aliran, dan kedalaman badan air merupakan faktor-faktor

yang sangat mempengaruhi suhu di suatu badan air. Perubahan suhu tersebut

dapat memengaruhi proses kimia, fisika, dan biologi yang terjadi di dalam air

dan berperan penting dalam pengendalian ekosistem perairan. Organisme

akuatik membutuhkan kisaran suhu tertentu yang ideal bagi pertumbuhannya,


dengan batasan atas dan bawah yang telah ditentukan. Suhu merupakan faktor

pengendali untuk kehidupan akuatik. Suhu mengendalikan laju aktivitas

metabolik, aktivitas reproduksi dan siklus hidup (Oktaria et al.,).

Grafik 1. Suhu Danau FPIK

Pada danau FPIK diperoleh suhu sebesar 24,3°C, suhu ini termasuk yang

tidak tinggi dan tidak rendah. Kondisi suhu air disuatu perairan dipengaruhi

terutama oleh kondisi atmosfer, cuaca, dan intensitas matahari yang masuk ke

dalam perairan. Berdasarkan jurnal pembanding, Suhu rata-rata air di danau Lut

Tawar adalah 22,6 °C. Perbandingan suhu permukaan yang lebih tinggi

dibandingkan suhu air bawah permukaan atau semakin bertambah kedalaman

perairan suhu semakin menurun dikarenakan semakin dalam perairan akan

semakin sedikit jumlah cahaya matahari yang masuk, karena cahaya matahari

merupakan faktor utama penyebab suhu di perairan. Temuan pengukuran ini

masih dalam kisaran yang bisa ditoleransi oleh makhluk air serta dapat diterima

(Tamara et al.,2022)

Danau yang berada di Kawasan daerah tropis umumnya memiliki lapisan

permukaan yang bersuhu tinggi yaitu pada kisaran 20-30°c, kemudian akan
memiliki gradien suhu yang kecil dengan perubahan-perubahan suhu di setiap

kedalamannya yang tidak begitu besar. Suhu pada danau FPIK

sudah memenuhi standar baku mutu, dengan data yang didapat sebesar

24,3°C. Nilai yang diperoleh tidak tinggi dan tidak rendah. Suhu yang optimum

untuk budidaya perairan yaitu suhu dengan deviasi 3 yang mengacu pada

Peraturan Pemeritnah Republik Indonesia (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Batasan deviasi 3

dapat diartikan sebagai 3 dari suhu normal air alamiah. Artinya, jika T normal

air 25, maka kriteria kelas 1 sampai kelas 3 membatasi T air di kisaran 22 -28.

Suhu yang baik dan sesuai baku mutu dalam budidaya perairan adalah

28 sampai 32 (Damayanti et al.,2022).

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reproduksi ikan,

pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan budidaya. Oleh karena itu, suhu

dinilai suhu dinilai memainkan peranan penting dalam budidaya

perikanan. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan ikan berhubungan dengan

sifat ikan yang poikilotermal. Poikilotermal sendiri adalah hewan yang

suhu tubuhnya berfluktuasi mengikuti lingkungannya. Jika

lingkungannya bersuhu tinggi, maka suhu tubuh hewan tersebut akan menurun.

Begitu pula sebaliknya, jika suhu lingkungannya rendah, maka suhu

hewan tersebut akan tinggi.nilai suhu yang optimum bagi budidaya perikanan

berkisar antara 27 °C -32.C (Silaban et al., 2021).

4.2.2 Kecerahan

Kecerahan air merupakan persentase sebagian cahaya yang mampu

menembus lapisan air sekitar satu meter, pada beberapa panjang gelombang
tertentu di dalam spektrum cahaya. Cahaya tersebut masuk dengan sudut yang

hampir tegak lurus pada permukaan air. Kekurangan kecerahan dapat

disebabkan oleh kekeruhan air, yang dapat mempengaruhi kemampuan cahaya

matahari untuk menembus ke dasar perairan. Kecerahan air bergantung pada

zat-zat tersuspensi didalamnya baik organik maupun

anorganik. Kecerahan pula merupakan tingkat transparasi perairan yang dapat

diamati secara visual menggunakan alat yang bernama secchi disk. Nilai

kecerahan yang dinyatakan dengan satuan meter ini sangat dipengaruhi oleh

keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi serta

ketelitian orang yang melakukan pengukuran ( Elvince dan kembarawati, 2021).

Grafik 2. Kecerahan Danau FPIK

Pada danau FPIK diperoleh kecerahan sebesar 38,3 cm. Kecerahan air

bergantung pada zat-zat tersuspensi didalamnya baik organik maupun

anorganik. Kecerahan pula merupakan tingkat transparasi perairan yang dapat

diamati secara visual menggunakan alat yang bernama secchi disk. Nilai

kecerahan yang dinyatakan dengan satuan meter ini sangat dipengaruhi oleh

keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi serta


ketelitian orang yang melakukan pengukuran . Berdasarkan jurnal pembanding

nilai kecerahan perairan waduk Nadra Krenceng yang diperoleh selama

pengamatan antara 0,16-0,25 m

Menurut standar baku mutu PP RI No.82 Tahun 2001 kecerahan yang

optimal untuk usaha budidaya adalah 45 cm, karena pada kondisi itu populasi

plankton cukup ideal untuk pakan alami dan material terlarut cukup rendah.

Kecerahan perairan sangat penting diketahui karena erat kaitannya dengan

proses fermentasi yang terjadi di perairan. Tingkat kecerahan dan kekeruhan air

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan budidaya. Berdasarkan standar

baku mutu, kecerahan danau FPIK Unsoed termasuk kurang yakni 38,3 cm.

Tingkat kecerahan dan kekeruhan air sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan patin ikan budidaya. Zat atau material terlarut (tersuspensi)

seperti lumpur, senyawa, dan anorganik, plankton dan mikroorganisme diduga

kuat sebagai penyebab kekeruhan air (Sihombing et al., 2022).

Kecerahan merupakan penetrasi cahaya dalam suatu perairan. Kecerahan

sangat berpengaruh untuk budidayan. Kecerahan optimum untuk kegiatan

budidaya perikanan dalam suatu perairan berkisar antara 20-40 cm. Kecerahan

juga mempengaruhi proses fotosintesis dalam suatu perairan. Kecerahan juga

dipengaruhi oleh kedalam perairan danau. Kecerahan danau dipengaruhi oleh

padatan tersuspensi. Keberadaan padatan tersuspensi dalam jumlah yang

signifikan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup biota perairan,

terutama dengan risiko tersumbatnya filamen insang ikan.


4.2.3 pH

Derajat keasama (pH) merupakan cerminan derajat keasaman yang diukur

berdasarkan jumlah ion hidrogen. Nilai pH biasanya digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman atau basa yang ada dalam suatu zat, larutan, atau

benda. Nilai pH air berpengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan karena

berkaitan dengan kehidupan jasad renik. Derajat keasaman (pH) merupakan

logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu

cairan dan merupakan indikator baik buruknya sutau perairan. Derajat

keasaman (pH) suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang

cukup penting dalam memantau kestabilan perairan (Sawitri dan Takandjandji,

2019).

7 6 6 6

-1 pH 1 pH 2 pH 3

Grafik 3. pH

Nilai pH yang diperoleh saat penelitian yaitu 6. Derajat keasaman Danau

FPIK UNSOED masih dalam batas perairan normal. Berdasarkan jurnal

pembanding, pH air Danau Bekas tambangbatu bara Sanggata North berkisar

antara 6,5-7,8. Pada tengah danau pH air yaitu 5,95. Hal ini menunjukkan kondisi

perairan yang normal. Nilai kisaran pH mempengaruhi proses biologi dan kimia
danau. Nilai pH pada badan air dapat menekan kemampuan reproduksi

organisme (Santoso, 2018).

Berdasarkan standart baku mutu air PP No.82 Tahun 2001 (kelas II), pH

yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara 6-9. pH yang

ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 - 8,5. Berdasarkan standar

baku mutu air, Danau FPIK sudah memenuhi standar air untuk budidaya ikan.

pH air di Danau FPIK yaitu 6. Oleh karena itu Danau FPIK Unsoed bisa

digunakan dan dimanfaatkan untuk budidaya.

Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan kelangsungan hidup ikan. Nilai pH yang optimal untuk budidaya ikan

adalah 6,5 –9,0. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

menyukai nilai pH antara 7 - 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses

biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.

Kondisi danau perlu diperhatikan untuk budidaya,sebab menjaga nilai pH

danau agar tidak meningkat ke arah kondisi sangat basa, karena akan dapat

mendorong kehidupan mikroba patogen dibanding dalam kondisi pH asam

(kulla et al., 2020).

4.2.4 Do

Oksigen terlarut atau DO ( Dissolved oxygen ) adalah jumlah oksigen

terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara.

Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan

makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Jika oksigen terlarut tidak seimbang

akan menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak mendapat oksigen yang

cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan


jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah.

Pada siang hari, oksigen dihasilkan melalui proses fotosintesa sedangkan pada

malam hari, oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh alga untuk

proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kadar oksigen maksimum

terjadi pada sore hari dan minimum (Tatangindatu,2013).

35
30.56
30

25

20

15

10

0
DO

Grafik 4. DO Danau FPIK

Pada pengamatan danau FPIK Unsoed diperoleh DO sebesar 30,56 mg/l.

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad untuk proses pernapasan,

metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan. Di permukaan perairan konsentrasi DO

lebih tinggi karena difusi udara dan proses fotosintesis, sedangkan di kolom air,

konsentrasi oksigen berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Berdasarkan

jurnal pembanding, konsentrasi oksigen terlarut di Danau Pinang dalam

penelitian berkisar 3,84-5,29mg/l.

Konsentrasi oksigen terlarut diperairan dipengaruhi oreh fitoplankton

sebagai penghasil oksigen melalui fotosintesis. Sumber utama oksigen di dalam

danau berasal dari difusi atmosfir dan fotosintesis. Berdasarkan PP. 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, baku

mutu II untuk parameter DO yaitu 4 mg/L. Berdasarkan data pengamatan

didapatkan hasil sebesar 26 mg/l. Oksigen terlarut di Danau FPIK Unsoed cukup

tinggi dibandingkan standar baku mutu. Semakin banyak jumlah DO ( Dissolved

oxygen ) maka kualitas air semakin baik. Laju difusi oksigen dari udara bebas ke

dalam perairan dipengaruhi oleh suhu air, tekanan udara, salinitas, pergerakan

massa air dan udara seperti arus/gelombang serta kedalaman air. Tingginya DO

di Danau FPIK Unsoed disebabkan danau ini tidak tercemar limbah (muthifah et

al., 2023).

Oksigen terlarut berperan penting bagi kehidupan dan perkembangan

biota perairan danau. kandungan DO yang baik untuk budi daya ikan adalah

antara 5- 7 mg/L. Hal ini menunjukkan kandungan DO secara umum di areal

budidaya ini belum tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai dari

limbah budi daya itu sendiri sehingga dampak nilai kandungan DO masih sesuai

untuk kes ehatan ikan budi daya. Tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut

dalam suatu perairan menunjukkan tingkat kesegaran suatu perairan. Nilai DO

semakin tinggi menggambarkan suatu perairan semakin baik karena air tersebut

masih murni yang jumlah oksigen terlarut masih tinggi.

4.2.5 CO2 Bebas

Karbondioksida bebas adalah karbondioksida yang berada dalam bentuk

gas yang terkandung dalam air.Karbondioksida merupakan unsur utama dalam

proses fotosintesis yang dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan

air.Karbondioksida sangat diperlukan untuk proses fotosintesis yaitu sebagai

sumber karbon. Pada malam hari tumbuhan mengeluarkan karbondioksida.


Pada malam hari CO2 bebas lebih tinggi karena pada malam hari tumbuhan

mengeluarkan gas CO2 dan pada siang hari mengeluarkan oksigen, sehingga

kadar CO2 pada malam hari lebih tinggi (Soliha et al., 2016).

Grafik 5. CO2 Bebas Danau FPIK

Karbon dioksida bebas yang diperoleh saat praktikum di Danau FPIK

Unsoed yakni 0,44mg/l. Pada jurnal pembanding, didapatkan 50 mg/l. Hal ini

menandakan bahwa pada titik ini sangat tercemar. Sehingga dapat dikatakan

bahwa sampel pembanding yang digunakan telah tercemar karbondioksida.

Dikatakan tercemar karena kadar karbondioksida yang didapatkan lebih dari 12

mg/l. Meskipun peranan CO2 sangat besar bagi kehidupan organisme air,

namun kandungan CO2 bebas yang berlebihan sangat mengganggu, bahkan

merupakan racun langsung bagi ikan. Daya toleransi ikan terhadap kandungan

CO2 bebas dalam air bermacam-macam tergantung jenisnya, tetapi pada

umumnya bila lebih dari 15 mg/l dapat memberikan pengaruh yang merugikan

bagi ikan (Idrus, 2018).

Menurut PP No. 22 Tahun 2021, kadar karbondioksida bebas dalam perairan

tidak layak jika melebihi 25 mg/l. Sebagian besar organisme akutatik masih
dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60

mg/L. Karbon dioksida danau FPIK Unsoed tergolong rendah karena pada

penelitian dilakukan pada siang hari. Pada siang hari tumbuhan menghasilkan

oksigen, dan pada malam hari menghasilkan karbondioksida. Semakin tinggi pH

maka kadar karbondioksida akan semakin rendah. Jika penelitian dilakukan

penelitian di malam hari, kemungkinan besar angka karbon dioksida akan tinggi

(Putra et al., 2022).

Karbondioksida pada umumnya tidak ditemukan dalam keadaan bebas,

melainkan terikat dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3).

Karbondioksida terdapat dalam air dalam bentuk bebas maupun berikatan

sangat bergantung pada pH. Tigginya kandungan CO2 pada perairan dapat

mengakibatkan terganggunya kehidupan biota perairan. Konsentrasi CO2 bebas

12 mg/l dapat menyebabkan tekanan pada ikan, karena akan

menghambatpernafasan dan pertukaran gas (Rinandha et al., 2018). Kandungan

karbon dioksida danau FPIK Unsoed tidak berbahaya untuk ikan dan cocok

untuk dimanfaatkan untuk budidaya ikan.

4.2.6 BOD

BOD atau kebutuhan oksigen biologis merujuk pada jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme, terutama bakteri, untuk memecah bahan

organik secara aerobik. Proses dekomposisi ini berarti mikroorganisme

memperoleh energi melalui oksidasi dan mengonsumsi bahan organik di

perairan. Mengetahui nilai BOD di perairan dapat memberikan informasi

tentang tingkat pencemaran di perairan yang disebabkan oleh air limbah dari

penduduk atau industri, serta membantu merancang sistem pengolahan biologis


untuk mengatasi pencemaran tersebut. BOD yang tinggi menandakan minimnya

oksigen terlarut yang terdapat di dalam perairan. BOD perairan dapat

meminimalisir jumlah toksik jika nilainya telah diketahui dan dilakukan

pengolahan secara biologis.

BOD
12
10
8
6
4
2
0
BOD

BOD

Grafik 6. BOD Danau FPIK

Berdasarkan pengamatan BOD di Danau FPIK Unsoed didapatkan hasil

9,76 mg/l. Berdasarkan jurnal pembanding,Kadar BOD waduk Jatigede selama

penelitian adalah berkisar antara 3,0-3,3 mg/L. BOD menunjukkan banyaknya

oksigen yang dibutuhkan oleh decomposer (bakteri) untuk menguraikan bahan-

bahan organik menjadi bahan-bahan anorganik (dekomposisi aerobik) selama

periode waktu-waktu tertentu. BOD menunjukkan tingkat kebutuhan oksigen

untuk proses dekomposisi secara biologis. Tinggi rendahnya BOD ditentukan

oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan keberadaan

bahan organik yang terdapat dalam perairan (Djunaidah et al.,2017)

Berdasarkan standar baku mutu yang ditetapkan oleh PP no 82 tahun 2001

kandungan BOD yang diperbolehkan maksimal 6 mg/L. peningkatan

konsentrasi BOD dipengaruhi oleh adanya masukan dari daerah hulu serta
ditentukan apakah daerah tersebut merupakan daerah pencampuran atau tidak.

BOD yang tinggi menandakan minimnya oksigen terlarut yang terdapat di

dalam perairan. Kandungan BOD yang tinggi dapat menyebabkan kematian

pada ikan akibat kekurangan oksigen (anoxia). Makin rendah BOD menandakan

kualitas air makin baik atau bersih (Yunita dan Agam., 2021).

Indikator biologi dalam air mencerminkan seberapa banyak oksigen yang

digunakan di perairan tersebut. Tingkat pencemaran air dapat meningkatkan

kandungan BOD karena adanya sisa makanan yang tidak terkonsumsi yang

menghasilkan metabolisme. Semakin tinggi kandungan BOD, semakin banyak

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme, terutama bakteri, untuk

mendekomposisi bahan organik di air. Oleh karena itu, BOD dapat digunakan

sebagai pengukur relatif banyaknya bahan organik di perairan dan berhubungan

erat dengan tingkat kesuburan perairan. Kandungan BOD yang ideal untuk

budidaya perairan berkisar antara 3-5 mg/L. Kandungan BOD danau FPIK

Unsoed cukup tinggi dibandingkan idealnya kandungan BOD untuk budidaya (

Hasim et al., 2015).

4.2.7. Identifikasi Plankton

Plankton adalah organisme mikroskopis yang terapung di air dan memiliki

kemampuan renang yang sangat terbatas, sehingga pergerakannya selalu

dipengaruhi oleh arus air. Terdapat dua jenis plankton, yaitu fitoplankton dan

zooplankton. Plankton sangat penting dalam mengevaluasi kesuburan perairan

dan mendukung produktivitasnya. Asal kata "plankton" berasal dari bahasa

Yunani "Planktos" yang berarti mengembara atau terapung. Gerakan plankton

sangat dipengaruhi oleh arus atau gelombang air (Nurruhwati et al., 2017).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat 5 genus

plankton. Terdapat 1 jenis fitoplankton dan 4 jenis zooplankton. Dalam dunia

perairan, plankton terdiri dari dua kelompok utama yaitu fitoplankton atau

plankton nabati dan zooplankton atau plankton hewani (yang ukurannya lebih

besar dari fitoplankton). Kedua jenis plankton tersebut memiliki peran penting

dalam ekosistem laut karena menjadi sumber makanan bagi berbagai hewan

perairan lainnya. Zooplankton memiliki keanekaragaman bentuk, terdiri dari

larva dan dewasa dari hampir semua pHylum hewan. Organisme perairan ini

memainkan peran penting dalam rantai makanan (Kusmeri dan Rosanti,2015).

Plankton memainkan peran penting sebagai sumber nutrisi dalam bidang

perikanan. Kondisi fisika dan kimia perairan dipengaruhi oleh pasang surut

yang berbeda-beda pada setiap saat, yang memengaruhi komposisi plankton

yang berfungsi sebagai sumber pakan alami bagi hewan budidaya. Fitoplankton

berfungsi sebagai produsen dan penyedia oksigen dalam perairan, serta sebagai

indikator pencemaran dan memiliki fungsi lainnya. Fitoplankton mampu

melakukan aktivitas hidupnya dengan memanfaatkan cahaya matahari karena

kandungan klorofil dalam selnya. Sementara itu, zooplankton berperan sebagai

konsumen primer dalam rantai makanan (Sianipar et al., 2022).

4.2.8. NH3

Amonia di perairan terdapat dalam bentuk amonia (NH3 ) dan amonium

(NH4 +) yang bersama-sama disebut sebagai total amonia nitrogen (TAN).

Keduanya bersifat toksik namun lebih toksik amonia dikarenakan ion ini tidak

bermuatan dan larut dalam lemak, sehingga membran biologis lebih mudah

dilintasi dibandingkan ion amonium yang memiliki muatan dan terhidrasi. Ikan
memiliki beberapa mekanisme untuk mentoleransi kelebihan amonia dan

mengurangi toksisitas amonia termasuk ekskresi dan konversi.

Di bawah tekanan amonia, jumlah energi ekstra dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi fisiologis pada ikan. Konversi amonia di kolam

budidaya terjadi melalui proses biologis yang disebut nitrifikasi. Proses ini

berlangsung dalam dua tahap, pertama amonia diubah menjadi nitrit (NO2) oleh

beberapa genera bakteri, antara lain Nitrosomonas. Kedua nitrit diubah menjadi

nitrat oleh kelompok bakteri Nitrobacter (Utami dan Herdina,2021).

Paramteter NH3 Danau FPIK


0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
NH3

Hasil pengukuran

Grafik 7. Parameter NH3 Danau FPIK

Berdasarkan data pengamatan, diperoleh data amoniak di Danau FPIK

Unsoed sebesar 0,25. Air sebagai media hidup ikan harus memiliki sifat yang

cocok bagi kehidupan ikan. Kualitas air dapat memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan mahluk hidup air. Salah satu parameter kualitas air yang dapat

memengaruhi hidup ikan adalah adalah kadar amonia (NH3). Kadar amonia

yang terdapat dalam perairan umumnya merupakan hasil metabolisme ikan


berupa kotoran padat (faces) dan terlarut (amonia), yang dikeluarkan lewat anus,

ginjal dan jaringan insang (Idris, 2014).

Kondisi kadar ammonia yang terukur adalah 0,25. Sesuai dengan baku

mutu berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021 untuk kelas 2 bahwa nilai maksimal

ammonia dalam perairan adalah 0,2 mg/l. Sehingga dapat dikatakan nilai

ammonia yang diperoleh di Danau FPIK Unsoed ini sedikit lebih tinggi dari

standar baku mutu ammonia dalam perairan. Kadar ammonia Menurut

(Handoco, 2021) pada perairan alami umumnya di bawah 0,1 mg/l. Kadar

ammonia yang tinggi dapat mengindikasikan adanya limbah yang dibuang ke

perairan baik dari limbah domestik maupun limpasan limbah pertanian. Hal ini

juga dibuktikan dengan masih banyak aktivitas masyarakat yang berasal dari

lahan pertanian dan juga pemukiman.

Amonia yang tidak teroksidasi oleh bakteri dalam waktu terus-menerus

dengan jangka waktu yang lama akan bersifat racun. Tingginya konsentrasi

amonia dapat menyebabkan kerusakan pada insang, ikan mudah terserang

penyakit, dan menghambat laju pertumbuhan. Untuk mengurangi amonia

dalam air maka dilakukan penambahan biofiltrasi ke dalam sistem resirkulasi

guna mengikat amonia yang beracun. Sistem resirkulasi adalah salah satu

alternatif yang dapat digunakan untuk menjaga kualitas air, dimana

memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air

secara terus-menerus sehingga sistem ini bersifat hemat air (Norjanna et al.,

2015). Kadar amonia di Danau FPIK Unsoed sedikit lebih tinggi dari standar

baku mutu, kadar amonia di Danau FPIK Unsoed bisa dikurangi dengan
menambahkan biofiltrasi. Dampaknya kalau konsentrasi amonia tinggi

diperairan menyebabkan pencemaran pada lingkungan perairan, menyebabkan

penyakit pada ikan dan juga menyebabkan kematian pada budidaya perikanan.

4.8.9 Alkalinitas

Alkalinitas merupakan suatu kemampuan air untuk menetralkan

keasaman perairan. Alkalinitas disebabkan oleh keberadaan garam asam lemah

dalam lingkungan yang ekstrim. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam

kalsium karbonat dengan satuan mg/L (Lestari et al., 2019). Alkalinitas air

adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di

dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan

sebagai kapasitas penyangga terhadap penurunan pH perairan

Parameter Alkalinitas Danau


FPIK
100

80

60

40

20

0
Alkalinitas

Hasil pengukuran

Grafik 8. Parameter Alkalinitas Danau FPIK

Berdasarkan data pengamatan, diperoleh data alkalinitas di Danau FPIK

Unsoed sebesar 88 ml/L. Produktivitas perairan berhubungan erat dengan

alkalinitas. Alkalinitas diperairan memiliki nilai tertentu yang menggambarkan

produktivitas perairan tersebut. Alkalinitas dengan nilai lebih dari 500 mg/l
merupakan perairan yang produktivitasnya rendah, nilai 200-500 mg/l

merupakan perairan yang termasuk produktif, nilai 50-200 mg/l merupakan

perairan yang produktivitasnya sedang, nilai 10-50 mg/l perairan yang kurang

produktif dan nilai 0-10 mg/l perairan tidak dapat digunakan (Utami dan

Herdina, 2021). Alkalinitas yang terdapat di Danau FPIK Unsoed masi tergolong

normal dan produktivitasnya sedang.

Kondisi kadar alkalinitas yang terukur di Danau FPIK sebesar 88mg/L.

Sesuai dengan standar baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 Kelas 1

bahwa nilai standar baku untuk kadar alkalinitas diperairan berkisar antara 30-

500 mg/L (Bintoro dan Abidin, 2014). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar

alkalinitas di Danau FPIK Unsoed masih berada di ambang batas normal dan

sesuai standar baku mutu perairan. Kadar alkalinitas ini tidak membahayakan

organisme akuatik.

Menurut (Harmilia et al., 2021) Perairan yang baik akan memiliki nilai

alkalinitas 30-500mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas yang memenuhi syarat untuk

budidaya ikan antara 20-300 mg/l. Nilai alkalinitas Danau FPIK Unsoed sesuai

dan bisa untuk budidaya perikanan dengan kandungan alkalinitas sebesar

88mg/L. Besaran nilai alkalinitas suatu perairan dapat menunjukkan kapasitas

penyangga digunakan untuk menduga kesuburan suatu perairan (Ali dan

Aida,2017). Berdasarkan nilai alkalinitas dengan kisaran tersebut menunjukkan

nilai baik bagi kehidupan ikan sepanjang waktu. .


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat didapat dari praktikum kali ini adalah :

1. Status trofik perairan dapat dilihat dari karakteristik fisika,kimia, dan biologi.

Pada Danau FPIK Unsoed didapatkan nilai suhu sebesar 24,3 °C, nilai kecerahan

sebesar 38,3 cm, nilai CO2 bebas sebesar 0,44mg/l, Alkalinitas sebesar 88mg/L,

NH3 sebesar 0,25,pH sebesar 6, Do sebesar 26mg/l, BOD sebesar 12,2 mg/l dan 5

genus plankton (DapHnia, Oscilatoria, Tetmemorus, Cyclops dan Macrostella).

2. Berdasarkan praktikum yang sudah di lakukan, perairan di Danau/ Waduk FPIK

termasuk ke dalam perairan yang kesuburannya cukup. Bisa dikatakan subur

namun tidak terlalu subur.

5.2 Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu diharapkan lebih serius dan teliti

dalam melakukan praktikum agar hasil pengamatan maksimal serta lebih baik lagi

dalam mempersiapkan barang agar praktikum berjalan dengan lancar. Praktikan

harap membawa payung karena cuaca yang panas dan cahaya matahri yang terik.

Selalu mendengar arahan asisten praktikum saat melaksanakan praktikum lapang.

Dalam penulisan laporan harap dikerjakan dengan serius dan sesuai panduan.

Tanyakan hal hal yang kurang jelas dalam praktikum maupun penulisan laporan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., El-Shafie, A., Razali, S. F. M., & Mohamad, Z. S. 2014. Reservoir

optimization in water resources: a review. Water resources management, 28, 3391-3405.

Al Idrus, S. W. 2018. Analisis kadar karbon dioksida di Sungai Ampenan

Lombok. Jurnal Pijar MIPA, 13(2), 167-170.

Ali, M., dan Aida, S. N. 2017. Kualitas Fisika Dan Kimia Air Waduk Batutegi

Lampung. KINETIKA, 8(2), 25-32.

Arum, E. S., Hariani, N., & Hendra, M. 2018. STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON

PERMUKAAN PADA DANAU LABUAN CERMIN KEC. BIDUK-BIDUK,

KAB. BERAU. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 9(1), 47-56.

Asnil, A., Mudikdjo, K., Hardjoamidjojo, S., & Ismail, A. 2013. Analisis kebijakan

pemanfaatan sumberdaya danau yang berkelanjutan (Studi kasus Danau

Maninjau Sumatera Barat). Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(Journal of Natural Resources and Environmental Management), 3(1), 1-1.

Astria, F., Subito, M., & Nugraha, D. W. 2014. Rancang bangun alat ukur pH dan suhu

berbasis short message service (SMS) gateway. Palu: Universitas Tadulako.

Atima, W. 2015. BOD dan COD sebagai parameter pencemaran air dan baku mutu air

limbah. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan

Pendidikan, 4(1), 83-93.

Bintoro, A., & Abidin, M. 2014. Pengukuran total alkalinitas di perairan estuari sungai

indragiri Provinsi Riau. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan

Penangkapan, 12(1), 11-14.


Chen, M., Zeng, S., Jiang, B., Wen, Z., Wu, J., & Xia, J. 2023. The comprehensive

evaluation of how water level fluctuation and temperature change affect

vegetation cover variations at a lake of ecological importance (Poyang Lake),

China. Ecological Indicators, 148, 110041.

Damayanti, A. A., Wahjono, H. D., & Santoso, A. D. 2022. Pemantauan Kualitas Air

Secara Online dan Analisis Status Mutu Air di Danau Toba, Sumatera

Utara. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 9(3), 113-120.

Daroini, T. A., & Arisandi, A. 2020. Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) Di

Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah

Kelautan dan Perikanan, 1(4), 558-566.

Daroini, T. A., & Arisandi, A. 2020. Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) Di

Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah

Kelautan dan Perikanan, 1(4), 558-566.

Dewi, K. K., & M Widyastuti, M. W. 2016. Kajian Perubahan Kualitas Air Sungai

Donan Kabupaten Cilacap Tahun 1998 dan 2015. Jurnal Bumi Indonesia, 5(3).

Djunaidah, I. S., Supenti, L., Sudinno, D., & Suhrawardhan, H. 2017. Kondisi perairan

dan struktur komunitas plankton di Waduk Jatigede. Jurnal Penyuluhan

Perikanan dan Kelautan, 11(2), 79-93.

Elvince, R., dan Kembarawati. 2021. Analisis Kualitas Air Danau Hanjalutung,

Kelurahan Petuk Katimpun, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Jurnal

Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 9(1), 030-041.


Ernawati, Y., & Kamal, M. M. 2018. Aspek Ekologi Dan Pertumbuhan Ikan Bungo

(Glossogobius Giuris, Hamilton–Buchanan 1822) Di Danau Tempe, Sulawesi

Selatan. Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan, 5.

Handoco, E. 2021. Studi Analisis Kualitas Air Sungai Bah Biak Kota

Pematangsiantar. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 17(2), 117-

124.

Harmilia, E. D., Puspitasari, M., & Hasanah, A. U. 2021. Analysis of water chemistry

pHysics for fish cultivation activities in The Tributary Komering River,

Banyuasin District. Journal of Global Sustainable Agriculture, 2(1), 16-24.

Hasim., Koniyo, Y., & Kasim, F. 2015. Parameter Fisik-kimia Perairan Danau Limboto

sebagai Dasar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar. The NIKe

Journal, 3(4). 130-136

Heidari, H., Francois, B., & Brown, C. 2022. Possibility Assessment of Reservoir

Expansion in the Conterminous United States. Hydrology, 9(10), 175.

Idris, M., & Jaya, I. 2014. Pengembangan data logger suhu air berbiaya rendah. Jurnal

Teknologi Perikanan Dan Kelautan, 5(1), 95-108.

Indriani, W., Hutabarat, S., & Ain, C. 2016. Status trofik perairan berdasarkan nitrat,

fosfat, dan klorofil-a di Waduk Jatibarang, Kota Semarang. Management of

Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 5(4), 258-264.

Kulla, O. L. S., Yuliana, E., & Supriyono, E. 2020. Analisis kualitas air dan kualitas

lingkungan untuk budidaya ikan di Danau Laimadat, Nusa Tenggara

Timur. Pelagicus, 1(3), 135-144.


Kusmeri, L., & Rosanti, D. 2015. Struktur komunitas zooplankton di danau Opi

Jakabaring Palembang. Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, 12(1).

Lestari, R. P., Sofia, Y., Nelson, R., Gifrianto, R., & Rachmawati, E. 2019.

PEMANTAUAN DAMPAK DEPOSISI ASAM TERHADAP KUALITAS

PARAMETER KIMIA DI SITU PATENGGANG BANDUNG. Jurnal ECOLAB

Vol, 13(2), 97-106.

Lu, J., Yao, T., Shi, S., & Ye, L. 2022. Effects of acute ammonia nitrogen exposure on

metabolic and immunological responses in the Hong Kong oyster Crassostrea

hongkongensis. Ecotoxicology and Environmental Safety, 237, 113518.

Melinda, T., Sholehah, H., & Abdullah, T. 2021. PENENTUAN STATUS MUTU AIR

DANAU AIR ASIN GILI MENO MENGGUNAKAN METODE

PENCEMARAN. JURNAL SANITASI DAN LINGKUNGAN, 2(2), 199-208.

Mihu-Pintilie, A., Romanescu, G., & Stoleriu, C. 2014. The seasonal changes of the

temperature, pH and dissolved oxygen in the Cuejdel Lake,

Romania. Carpathian Journal of Earth and Environmental Sciences, 9(2), 113-123.

Muthifah, L., Nurhayati., dan Utomo, K. P. 2018. Analisis Kualitas Air Danau

Kandung Suli Kecamatan Jongkong Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Teknologi

Lingkungan Lahan Basah, 6(1), 021-030.

Nurruhwati, I., Zahidah, Z., & Sahidin, A. 2017. Kelimpahan Plankton di Waduk

Cirata Provinsi Jawa Barat. Akuatika Indonesia, 2(2), 102-108.


Oktaria, E., Suharto, E., & Deselina, D. 2021. Studi Kualitas Air Danau Tes Di Taman

Wisata Alam (Twa) Danau Tes Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Journal

of Global Forest and Environmental Science, 1(1), 60-68.

Pratiwi, N. T., Hariyadi, S., Soegesty, N. B., & Wulandari, D. Y. 2020. Penentuan status

trofik melalui beberapa pendekatan (studi kasus: waduk Cirata). Jurnal Biologi

Indonesia, 16(1).

Putra, N. N., Fauzi, M., & El Fajri, N. 2022. Bioekologi Ikan Sepat Siam (Trichopodus

pectoralis) di Danau Tuok Tengah, Desa Buluh Cina, Kecamatan Siak Hulu,

Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan

Akuatik, 3(2).

Putri, N. N. S., Putra, I. D. G. A. D., & Rajendra, I. G. N. A. 2023. Analisis Kesesuaian

Penggunaan Lahan pada Sempadan Danau Batur, Provinsi Bali. Journal of

Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan), 7(1), 29-41.

Rahman, A., Pratiwi, N. T. M., & Hariyadi, S. 2016. Struktur Komunitas Fitoplankton

di Danau Toba, Sumatera Utara. Jurnal ilmu pertanian Indonesia, 21(2), 120-127.

Ramlah, R., Soekendarsi, E., Hasyim, Z., & Hassan, M. S. 2016. Perbandingan

kandungan gizi ikan nila Oreochromis niloticus asal danau mawang

Kabupaten Gowa dan danau Universitas Hasanuddin Kota Makassar. BIOMA:

Jurnal Biologi Makassar, 1(1).

Rasit, A., Rosyidi, M. I., & Winarsa, R. 2016. Struktur Komunitas Fitoplankton pada

Zona Litoral Ranu Pakis. Berkala Sainstek, 4(1), 5-9.


Samudra, S. R., Soeprobowati, T. R., & Izzati, M. 2013. Komposisi, Kemelimpahan dan

Keanekaragaman Fitoplankton Danau Rawa Pening Kabupaten

Semarang. Bioma: Berkala Ilmiah Biologi, 15(1), 6-13.

Santoso, A. D. 2018. Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang

Batu bara. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol, 19(1).

Sarif, A. J., Kusen, D. J., & Pangemanan, N. P. 2019. Analisis parameter fisika kimia air

pada lokasi karamba jaring tancap di Danau Tondano Kabupaten Minahasa

Provinsi Sulawesi Utara. e-Journal BUDIDAYA PERAIRAN, 7(1).

Sawitri, R., & Takandjandji, M. 2019. Konservasi Danau Ranu Pane dan Ranu Regulo

di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jurnal Penelitian Hutan dan

Konservasi Alam, 16(1), 35-50.

Siagian, M., & Simarmata, A. H. 2015. Profil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau

Oxbow Pinang Dalam, Desa Buluh Cina-Siak Hulu, Kabupaten Kampar,

Provinsi Riau. Jurnal Akuatika, 6(1).

Sianipar, H. F., Sianturi, T., & Purba, J. S. 2022. Sosialisasi pentingnya plankton pada

budidaya ikan di danau toba. Jurnal Abdimas Bina Bangsa, 3(1), 42-46.

Sihombing, A. C., Heriansyah, H., Rais, A. H., Kaban, S., Darmarini, A. S., & Zurba,

N. 2022. MANAJEMEN KUALITAS KIMIA PERAIRAN DI BALAI RISET

PERIKANAN PERAIRAN UMUM DAN PENYULUHAN PERIKANAN

(BRPPUPP) PALEMBANG, SUMATERA SELATAN. Jurnal of Aceh Aquatic

Sciences, 6(2), 1-17.


Silaban, W., & Silalahi, M. V. 2021. ANALISIS KUALITAS AIR DI PERAIRAN

DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN, KABUPATEN

SAMOSIR. JST (Jurnal Sains dan Teknologi), 10(2), 299-307.

Sinaga, E. L. R., Muhtadi, A., & Bakti, D. 2016. Profil suhu, oksigen terlarut, dan pH

secara vertikal selama 24 jam di Danau Kelapa Gading Kabupaten Asahan

Sumatera Utara. Omni-Akuatika, 12(2).

Siswanto, S., Sofarini, D., & Hanifa, M. S. 2021. Kajian Fisika Kimia Perairan Danau

Bangkau Sebagai Dasar Pengembangan Budidaya Ikan. Rekayasa, 14(2), 245-

251.

Soliha, E., Aquinia, A., Hayuningtias, K. A., & Ramadhan, K. R. 2021. The influence of

experiential marketing and location on customer loyalty. The Journal of Asian

Finance, Economics and Business, 8(3), 1327-1338.

Sui, Z., Wei, C., Wang, X., Zhou, H., Liu, C., Mai, K., & He, G. 2023. Nutrient sensing

signaling and metabolic responses in shrimp Litopenaeus vannamei under

acute ammonia stress. Ecotoxicology and Environmental Safety, 253, 114672.

Syamiazi, F. D. N., & Indaryanto, F. R. 2015. Kualitas Air Di Waduk Nadra Kerenceng

Kota Cilegon Provinsi Banten. Jurnal Akuatika, 6(2). 161-169

Tamara, R., Barus, T. A., & Wahyuni, H. 2022. Analisis Kualitas Air Danau Lut Tawar

Kabupaten Aceh Tengah Aceh. Jurnal Serambi Engineering, 7(4).

Tatangindatu, F., Kalesaran, O., & Rompas, R. 2013. Studi parameter fisika kimia air

pada areal budidaya ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten

Minahasa. E-Journal Budidaya Perairan, 1(2).


Tokah, C., Undap, S. L., & Longdong, S. N. 2017. Kajian kualitas air pada area

budidaya kurungan jaring tancap (KJT) di Danau Tutud Desa Tombatu Tiga

Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. e-Journal BUDIDAYA

PERAIRAN, 5(1).

Urbasa, P. A., Undap, S. L., & Rompas, R. J. 2015. Dampak kualitas air pada budi daya

ikan dengan jaring tancap di Desa Toulimembet Danau Tondano. E-Journal

Budidaya Perairan, 3(1).

Urbasa, P. A., Undap, S. L., & Rompas, R. J. 2015. Dampak kualitas air pada budi daya

ikan dengan jaring tancap di Desa Toulimembet Danau Tondano. E-Journal

Budidaya Perairan, 3(1).

Utami, D. P., & Herdiana, I. N. 2021. PENGUKURAN KUALITAS SUMBER AIR

MEDIA PEMELIHARAAN IKAN DI BALAI RISET PEMULIAAN

IKAN. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, 19(1), 19-24.

Wahyuningsih, S., Gitarama, A. M., & Gitarama, A. M. 2020. Amonia pada sistem

budidaya ikan. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(2), 112-125.

Zhang, Y., Wu, Z., Liu, M., He, J., Shi, K., Zhou, Y., ... & Liu, X. 2015. Dissolved oxygen

stratification and response to thermal structure and long-term climate change

in a large and deep subtropical reservoir (Lake Qiandaohu, China). Water

Research, 75, 249-258.


LAMPIRAN

Tabel 6. Dokumentasi

Gambar Keterangan

Pengukuran pH

Pengukuran kecerahan
Amonia

Pengukuran suhu dengan


termometer.
Pengambilan air danau yang
digunakan untuk BOD, DO, dan
CO2 bebas.

Kepadatan plankton dilihat


menggunakan mikroskop.
Alkalinitas

BOD
Tabel 4 Hasil pengukuran parameter air fisika dan kimia Danau FPIK Unsoed.

Parameter Hasil Pengukuran Standar Baku Pustaka

Mutu

Suhu 24,3°C 28°C - 32°C PP No.82 Tahun

2001

Kecerahan 38,3 cm 2m PP No.82 Tahun

2001

CO2 bebas 0,44 mg/L 2-9 mg/L PP RI no. 82 Tahun

2001 Kelas I

Alkalinitas 88 mg/L 30-500 mg/L PP RI No. 82 Tahun

2001 Kelas 1

NH3 0,25 0,2 PP RI No.22 Tahun

2021 Kelas 2

PH 6 6-9 PP RI No. 22 Tahun

2021

DO 30,56 mg/L 3 mg/L PP RI No. 22 Tahun

2021

BOD 9,76 mg/L 6 mg/L PP RI No. 22 Tahun

2021 Kelas 3
Suhu CO2

T1= 26℃ =
𝟏𝟎𝟎𝟎
× p × q × 22 mg/L
𝟏𝟎𝟎

T2= 27℃ = 10 × 0,2 × 0,01 × 22 mg/L

T3= 20℃ = 0,44 mg/L


26+27+20
𝑇= = 24,3℃ DO
3

Kecerahan DO hari 1

𝐷1+𝐷2 55+20
Percb 1: = = 37,5 cm DO = 1000/125 × p × q × 8 mg/L
2 2

𝐷1+𝐷2 60+20 =1000/125 × 19,1 × 0,025 × 8


Percb 2: = = 40 cm
2 2

𝐷1+𝐷2 65+10
= 30,56 mg/L
Percb 3: = = 37,5 cm
2 2
DO hari 5
37,5+40+37,5
Rata-rata: = 38,3 cm
3
DO = 1000/125 × p × q × 8 mg/L
pH = 6
=1000/125 × 19,1 × 0,025 × 8
NH3 = 0,25
= 20,8 mg/L
Alkalinitas
BOD
𝑉 𝐻𝐶𝐿×𝑁 𝐻𝐶𝐿 100
= × × 1000 = DO hari ke-0 – DO hari ke-5)
𝑉 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2

2,2×0,02
= ×50 × 1000 = 30,56 mg/L – 20,8 mg/L
25

= 88 mg/L = 9,76 mg/L


Tabel 5. Hasil pengukuran parameter biologi air Danau FPIK Unsoed.

Tempat Genus Gambar


Danau FPIK Unsoed DapHnia

Oscilatoria

Tetmemorus

Cyclops

Macrostella
ACARA III
MENENTUKAN KECEPATAN ARUS DAN KOMUNITAS
MAKROBENTOS SUNGAI PANGKON

Oleh:
Nabila Keyfa Putri
NIM. L1B022048

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai adalah aliran terbuka dengan dimensi geometris, yaitu

penampang lembah, profil memanjang dan kemiringan, yang berubah dari

waktu ke waktu sesuai dengan laju aliran, material dasar dan tepian. Setiap

sungai memiliki karakteristik dan bentuk yang berbeda karena banyak faktor

seperti topografi, iklim dan semua fenomena alam dalam proses

pembentukannya (Putra, 2014). Indonesia merupakan negara dengan banyak

badan air (DAS) di seluruh pulau. Kotamadya adalah suatu wilayah daratan

yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sungai dan anak-anak

sungainya dan bertugas mengumpulkan, menyimpan, dan mengalirkan air

hujan secara alami ke dalam danau atau laut, batas darat merupakan pemisah

topografi dan batas daratan. dari laut ke wilayah perairan masih dipengaruhi

oleh aktivitas berbasis darat. Oleh karena itu saluran air harus dikelola dengan

sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat di segala bidang kehidupan,

misalnya dalam memperoleh irigasi dan air baku. Salah satu komponen

pengelolaan kota adalah pengelolaan sungai atau anak sungai di dalam daerah

tangkapan air (Putra, 2015).

Hewan bentik merupakan organisme yang hidup secara permanen di

dasar badan air yang bersentuhan langsung dengan sedimen, sehingga dapat

langsung terpapar polutan seperti bahan organik dan logam berat. Organisme

bentik tersebar luas, memiliki tempat penting dalam rantai makanan dan

memiliki respon yang cepat dibandingkan dengan organisme lain. Kadar tinggi
lainnya untuk dijadikan indikator pencemaran lingkungan (Desmawati et al .,

2019). Makrozoobentos merupakan organisme yang dapat dijadikan sebagai

indikator biologi karena cenderung hidup pada suatu wilayah tertentu dan peka

terhadap perubahan lingkungan (Putri et al., 2021). Zoobentos berperan sangat

penting sebagai kunci jaring makanan, sebagai predator, pemakan gantung,

hama dan parasit. Makrozoa bentik juga digunakan sebagai bioindikator

perairan karena memiliki sifat yang sangat sensitif terhadap perubahan

lingkungan perairan (Jhonatan et al ., 2016).

Penurunan kualitas air sungai diikuti dengan perubahan kondisi fisik,

kimia dan biologi sungai. Perubahan yang dilakukan berdampak pada rusaknya

habitat dan menyebabkan penurunan keanekaragaman organisme yang hidup

di perairan sungai, termasuk hewan makro bentik. Makrobentos merupakan

salah satu komponen biotik yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan

perairan sungai (Nangin et al ., 2015). Kelimpahan dan keragaman komunitas

berdasarkan hewan makrobentos juga ditentukan oleh karakteristik fisik, kimia,

dan biologi badan air. Sifat fisik air seperti kedalaman, laju aliran, warna,

kekeruhan atau kejernihan, dan suhu air. Sifat kimia air meliputi konsentrasi gas

terlarut, bahan organik, pH, kandungan nutrisi, dan faktor biologis yang

mempengaruhi komposisi spesies hewan air, termasuk sumber makanan

organisme makrobentos dan predator yang mempengaruhi makrobentos

(Pelealu et al ., 2018).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum acara menentukan kecepatan arus sungai dan


komunitas makrobentos sungai Pangkon adalah :

1. Menghitung kecepatan arus sungai

2. Mengidentifikasi keragaman organisme pada dasar sungai dan

keterkaitannya dengan arus


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai

Sungai adalah saluran air alami permukaan bumi, yang menampung dan

menyalurkan air hujan dari lingkungan, mulai dari jangkauan tinggi hingga

jangkauan rendah sampai akhirnya mengalir ke danau dan lautan. Di dalam

aliran air terangkut juga meterial material sedimen yang berasal dari prose serosi

yang terbawa oleh aliran air dan dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan.

Akibat sedimentasi yakni lumpur menyebabkan pengendapan dimana air akan

bermuara ke danau atau laut (Mananoma et al ,2013). Sungai merupakan salah

satu bentuk ekosistem perairan yang berperan penting dalam siklus hidrologi

dan berperan sebagai daerah aliran sungai bagi wilayah sekitarnya, oleh karena

itu keadaan sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan sekitarnya

(Isti'anah et al ., 2015). Sungai merupakan salah satu sumber air yang

diperuntukkan bagi aktivitas manusia, aktivitas ini mencemari aliran air sungai

dan berdampak pada penurunan kualitas air. Berbagai aktivitas manusia antara

lain kebutuhan pertanian, kebutuhan perikanan, kebutuhan ternak, kebutuhan

industri, kebutuhan aktivitas domestik, dan lain-lain yang berujung pada

pencemaran sungai (Rahman et al ., 2020).

Sungai sangat erat kaitannya dengan perkembangan peradaban manusia.

Faktanya, kota-kota di sekitar sungai telah tumbuh dengan populasi yang

meningkat, yang mengarah pada peningkatan sumber emisi, menyebabkan

banyak polutan masuk ke sungai. Sungai dipengaruhi oleh perubahan

lingkungan akibat aktivitas manusia, iklim dan kualitas air. Untuk memfasilitasi

penggunaan air, untuk mencegah bencana sungai dan untuk penggunaan


rekreasi, beberapa bangunan telah dibangun di sungai yang mengganggu aliran

sungai dan mengurangi kemampuan mensucikan diri. Degradasi kualitas air

mengurangi keanekaragaman hayati sungai dan mengancam kesehatan

ekosistem perairan (Jo dan kwon, 2023). Sungai bisa menjadi sumber bencana

jika tidak dijaga, baik dari segi manfaat maupun keamanannya. Misalnya

dengan mencemari air dengan bahan kimia, tidak hanya merusak kehidupan

sekitar, tetapi juga lingkungan. Untuk itu sungai perlu:

1. Dilindungi dan dijaga kelestariannya

2. Ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya

3. Dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan (Myson, 2013).

2.2Arus dan Kecepatan Arus

Arus adalah gerakan massa air yang arah gerakannya horizontal maupun

vertikal. Arus sungai adalah gerakan massa air sungai yang arahnya searus

dengan aliran sungai menuju hilir atau muara. Faktor yang mempengaruhi arus,

yaitu tahanan dasar, gaya Coriolis, perbedaan densitas (Agustini et al ., 2013).

Kecepatan arus air yang tinggi dapat merusak merusak struktur yang dipasang

di sungai dan lembah, seperti pelindung tepi sungai, jembatan karena aliran

debris diangkut dalam saluran sungai yang curam dengan kecepatan arus yang

tinggi .Faktor lain yang meningkatkan kerusakan struktur sungai adalah

kedalaman aliran yang dalam, yang disebabkan oleh peningkatan debit dengan

erosi dasar sungai(Takebayashi et al l., 2022). Kecepatan arus dipengaruhi oleh

banyak hal diantaranya adalah gesekan dengan daratan, angin, kontur sungai,
lokasi sungai dan juga gangguan seperti halnya gulma, sampah atau tanaman

ganggang yang tumbuh di sungai (Putra,2015)

Arus sungai adalah suatu aliran air yang mengalir dari daerah yang lebih

tinggi ke daerah yang lebih rendah dan memanjang menuju laut. Berdasarkan

letaknya yaitu hulu, tengah dan hilir (muara). Bagi para peneliti yang menarik

dari aliran sungai adalah volume aliran yang mengalir pada suatu penampang

persatuan waktu (m³/detik) yang disebut dengan debit. Pengukuran kecepatan

arus air memerlukan alat ukur yang memadai untuk mendapatkan hasil

pengukuran yang tepat. Hal ini karena kecepatan arus air bagian permukaan

lebih cepat dari pada bagian bawah permukaan air. Perubahan debit aliran

sungai dapat ditentukan secara langsung di lapangan. Kecepatan aliran sungai

merupakan unsur penting yang harus ditentukan dengan melakukan

pengukuran di lapangan (Edhy et al., 2013). Kecepatan air mengalir secara

proporsional terhadap kemiringan kanal sungai. Tingkat kelerengan yang besar

menghasilkan aliran yang lebih cepat dimana biasa terjadi pada sungai di daerah

pegunungan. Lereng yang sangat curam mendorong berkembangnya air terjun

dimana air bergerak jatuh bebas. Pada kelerengan landai, menghasilkan

kecepatan lambat bahkan mendekati nol. Aliran juga tergantung dari volume

air. Volume semakin besar, maka aliran menjadi lebih cepat. Ada dua metode

yang bisa dilakukan untuk mengukur kecepatan arus sungai, yang pertama

adalah dengan menggunakan propeller dan yang kedua dengan pelampung.

Alat yang dipakai untuk mengukur kecepatan aliran sungai tersebut adalah

curent meter (Myson,2013).


2.3 Parameter Biologi Sungai

2.3.1 Benthos

Bentos adalah organisme yang menghuni dasar perairan dan hidup di

lapisan sedimen (infauna) serta di permukaan lapisan sedimen (epifauna).

Istilah Bentos berasal dari dua kata Yunani "Ben" yang berarti 'kumpulan

organisme yang hidup di atau di laut atau danau' dan "Thos" 'dasar laut atau

danau'. Bentos dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu

berdasarkan ukurannya yaitu Makrobentos, Meiobentos, dan Mikrobentos

(Fatima et al ., 2017). Bentos adalah hewan yang menghabiskan sebagian atau

seluruh siklus hidupnya di dasar badan air dengan bergerak dengan cara

merayap dan menggali lubang. Beberapa hewan tersebut memiliki peran

penting dalam ekosistem seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi

bahan organik serta menempati beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan

(Irham et al ,2020).

Bentos merupakan organisme yang melekat, beristirahat dan hidup pada

dasar endapan. Semua organisme yang hidupnya terdapat pada substrat dasar

perairan baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas)

termasuk dalam kategori bentos. Hewan bentos mempunyai peranan penting

dalam ekosistem perairan yaitu sebagai komponen dalam rantai makanan yakni

sebagai konsumen pertama dan kedua, atau sebagai sumber makanan dari level

trofik yang lebih tinggi seperti ikan. Tinggi rendahnya intensitas cahaya pada

setiap zona tidak berpengaruh besar terhadap keberadaan hewan bentos karena

hewan bentos biasa hidup dibawah substrat dasar perairan seperti dibawah
batu, lumpur dan pasir yang terhindar dari cahaya (Mar’i et al ., 2017). Bentos

dapat memberi kita informasi yang dapat dipercaya tentang kualitas air sungai,

danau, dan tambak. Karena kelimpahan dan posisinya sebagai “perantara”

dalam rantai makanan akuatik, bentos memainkan peran penting dalam aliran

energi dan nutrisi alami. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga

pengayaan nutrisi di kolam ikan yang pada gilirannya akan meningkatkan

produksi ikan (Chakma et al ., 2015)

2.3.2 Makrobentos

Makrobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

ekosistem perairan sehubungan dengan perannya sebagai salah satu rantai

penghubung dalam aliran energi dari alga planktonik sampai ke konsumen

tingkat tinggi, dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki

perairan, serta menduduki tingkat trofik dalam rantai makanan. Makrobentos

merupakan kelompok hewan yang relatif menetap di dasar perairan dan kerap

digunakan sebagai petunjuk biologis (indikator) kualitas perairan. Makrobentos

dapat dijadikan petunjuk biologis kualitas perairan, karena makrobentos

memiliki sifat kepekaan terhadap bahan pencemar, mobilitas atau pergerakan

yang rendah atau lamban, mudah ditangkap serta memiliki kelangsungan hidup

yang cukup panjang. Oleh karena itu peran dan keberadaan makrobentos dalam

keseimbangan suatu ekosistem perairan termasuk sungai dapat dijadikan

indikator terkini pada suatu kawasan (Satiyarti et al ., 2017). Makrobentos adalah

organisme yang hidup di lumpur, pasir, kerikil, batu atau sampah organik baik

di dasar lingkungan perairan yang mampu mengendap dan menempel di dasar


lingkungan perairan. Oleh karena itu makrobentos merupakan organisme yang

sulit lepas dari gangguan lingkungan (Pawhestri et al ., 2014).

Makrozoobentos dapat membantu proses awal dekomposisi material

organik di dasar perairan yang dapat mengubah material organik berukuran

besar menjadi potongan yang lebih kecil sehingga mikroba lebih mudah untuk

menguraikannya (Mar’i et al ., 2017). Makrozoobentos merupakan salah satu

kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan

peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Keberadaan

makrozoobentos dapat dilihat dari substrat dasar perairan yang sangat

menentukan perkembangan organisme tersebut. Sungai berarus deras substrat

dasar berupa batu- batuan lebih sering ditemukan Filum Arthropoda dan

Molluska sedangkan substrat berpasir dan lumpur lebih sering dijumpai Filum

Annelida dan Molluska( Pelealu et al ., 2018). Dominansi bergantung pola

penyebaran makrozoobentos. Adanya indeks dominansi yang berbeda

menunjukan bahwa makrozoobentos bergantung sifat fisik kimia lingkungan

seperti suhu, kecepatan arus, oksigen, pH dan faktor pendukung lainya.

Bergantung faktor dispersal artinya suatu tempat mudah didatangi atau tidak

ada rintangan maupun hambatan untuk mencampainya, adanya seleksi habitat,

kompetisi, predator (Desmawati et al., 2019).

2.3.3 Kepadatan Makrobentos

Kepadatan makrobentos adalah jumlah individu makrobentos persatuan

luas persatuan volume. Tingginya kepadatan makrobentos karena kandungan

organik substratnya yang tinggi sehingga sangat mendukung bagi pertumbuhan


makrozoobentos karena organik substrat yang menjadi bahan makanannya

cukup tersedia. Substrat yang kaya akan bahan organik biasanya didukung oleh

melimpahnya fauna deposit feeder seperti siput atau Gastropoda (sidik et al .,

2016). Keterkaitan antara Makrozoobentos dengan kualitas perairan memiliki

kaitan yang kuat dimana kepadatan makrozoobentos adalah suhu dan oksigen

terlarut pada perairan tawar, dan suhu, DO dan kecepatan arus pada perairan

payau. Suhu akan mempengaruhi aktivitas metabolisme dan

perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oksigen terlarut merupakan salah

satu faktor penting dalam suatu perairan untuk kelangsungan hidup

makrozoobentos (Safitri et al ., 2021).

Kepadatan jenis makrozoobentos didefinisikan sebagai jumlah individu

makrozoobentos per satuan luas. Perairan dangkal cenderung memiliki variasi

habitat yang lebih besar dibandingkan dengan daerah yang lebih dalam

sehingga cenderung mempunyai makrozoobentos yang beranekaragam dan

interaksi kompetisi lebih kompleks.Meningkatnya debit air mengakibatkan

bertambahnya kedalaman suatu perairan. Pada musim hujan perairan

cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau. Hal

tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu

perairan (Fatima et al ., 2017). Kemampuan Gastropoda bertahan pada suatu

lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung seperti tipe

substrat dan kandungan bahan organik yang relatif tinggi serta kemampuan

adaptasi yang sangat baik untuk hidup diberbagai tempat. Gastropoda memiliki

kemampuan yang tinggi untuk mengakumulasi bahan-bahan tercemar tanpa


mati terbunuh, terdapat dalam jumlah banyak, terikat dalam suatu tempat yang

keras dan hidup dalam jangka waktu yang lama (Irhan et al ., 2020).

2.3.4 Keragaman Makrobentos

Analisis struktur komunitas hewan bentos dapat memberikan gambaran

tentang keadaan terganggu atau tidaknya suatu perairan. Kualitas perairan

dikatakan baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan

sebaliknya perairan yang buruk atau tercemar keanekaragaman jenis sedikit

termasuk makrozoobentos. Distribusi dan keanekaragaman makrozoobentos

dapat menunjukkan kualitas perairan sungai. Dalam suatu perairan yang belum

tercemar, jumlah individu relatif merata dari semua spesies yang ada.

Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata

dan cenderung ada spesies yang mendominasi (Aulia et al ., 2020). Kelompok

keragaman Zoobentos terdiri dari sebelas kelompok besar yaitu Protozoa,

Rotifera, Cladocera, Ostracoda, Coleoptera, Diptera, EpHemeroptera,

Hemiptera, Trichoptera, Gastropoda dan Odonata (Fatima et., al 2017).

Sebagai organisme yang hidup di perairan, makrozoobentos sangat peka

terhadap perubahan kondisi lingkungan tempat hidupnya, sehingga akan

berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Indeks keanekaragaman

makrozoobentos menunjukkan kondisi perairan sungai tersebut (Pelealu et al .,

2018). Indeks keragaman rata-rata nilai makrozoobentos perairan tawar sebesar

0,85. Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0, maka penyebaran individu tiap

jenis tidak merata. Namun sebaliknya jika nilai indeks keseragaman mendekati

1, maka penyebaran individu tiap jenis semakin mendekati merata dan tidak ada
spesies yang mendominasi. Sedangkan, nilai rata-rata dominansi (D) yang

didapat untuk perairan tawar 0,32. Nilai indeks dominasi berkisar antara 0-1,

dimana semakin kecil nilai indeks dominasi maka menunjukkan bahwa tidak

ada spesies yang mendominasi sebaliknya semakin besar nilai dominasi, maka

menunjukkan bahwa ada dominasi dari spesies tertentu (Safitri et al ., 2021).


III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi

3.1.1 Alat

Tabel 1. Alat Praktikum

No. Nama Alat Ukuran/jumlah Merek Fungsi

Mengikat botol saat

1 Tali Rafia 5m - di hanyutkan ke

sungai

Membatasi daerah
2 Transek 50 x 50
sampling

Membantu dalam
Botol Air
3 1 Aqua proses pengukuran
Mineral
kecepatan arus

Membantu untuk

Saringan memisahkan
4 1 -
Tepung makrobentos

dengan pasir

Wadah untuk

membawa
5 Ember 1 -
makrobentos yang

ditemukan
Menghitung

kecepatan waktu
6 Stopwatch 1 HandpHone
pada proses

pengukuran arus

Membersihkan alat
7 Tissu 1 Pack -
dan bahan

Tempat

menyimpan
8 Plastik Bening 1 Pack -
makrobentos yang

di dapat

Milimeterblok Mengukur
9 2 -
laminating makrobentos

3.1.2 Bahan

No. Nama bahan Ukuran/jumlah Merek Fungsi

Bahan
1 Sampel - - untuk
makrobentos
Diteliti
3.2 Metode

3.2.1 Kecepatan Arus

Botol plastik bekas air mineral (600 ml diisi air 400 ml air setempat) dan

botol kosong sebagai pelampung (penanda) disiapkan. Botol tersebut diikat

dengan tali rafia sepanjang 5 atau 10 meter kemudian dilepas ke perairan yang

berarus searah. Saat pertama kali benda tersebut bergerak merupakan awal

mencatat waktu benda tersebut bergerak (t0) kemudian ditunggu sampai

panjang tali 5 atau 10 meter tersebut habis dan dicatat waktu tempuhnya (t1).

Percobaan diulangi beberapa kali untuk mendapatkan data yang lebih valid.

Percobaan dilakukan pada beberapa lokasi berbeda untuk melihat

karakteristik aliran sungai.

Rumus perhitungan kecepatan arus

V=s/t

Keterangan:

v = kecepatan (m/s)

s = jarak tempuh (m)

t = waktu tempuh (s)

3.2.2 Perhitungan Makrobentos

Transek dengan ukuran 50x50 cm dibuat untuk bagian tepi dan tengah

sungai. Sampel yang telah diambil sedalam 20 cm itu kemudian diayak

dengan saringan yang berukuran 0,1 mm. Makrobentos yang telah disaring

disimpan dalam wadah sampel kemudian makrobentos diidentifikasi dan


jumlahnya dihitung. Perhitungannya, indeks keragaman jenis = jumlah

invidu setiap jenis / jumlah seluruh invidu.

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari minggu tanggal 26 Maret 2023

pukul 07.00– 12.30 WIB di Sungai Pangkon, Dusun II, Tambaksari

kidul,Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dan

dilanjutkan pengamatan Makrobentos yang sudah ditemui di Laboratorium

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.

3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data kecepatan arus, kepadatan

makrobentos, dan keragaman makrobentos. Data yang diperoleh disajikan

dalam bentuk diagram batang untuk membandingkan data yang sudah

ditemukan di bagian tepi kanan, tengah, dan tepi kiri sungai kemudian

dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan literasi.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1.1 Kecepatan Arus Sungai

Titik Ulangan Kecepatan Rata-rata


Pengambilan Arus
Sampel

Kiri 1 0,228 0,233

2 0,274

3 0,197

Tengah 1 0,233 0,284

2 0,312

3 0,307

Kanan 1 0,304 0,321

2 0,281

3 0,378

Tabel 4.1.2 Sifat Biologi Sungai

Ju
mla
h
Na Genus Spe T Ten Te Kepa Kerag
ma sies e gah pi datan aman
Sun pi Ka
gai K na
ir n
i
Sun Parathel P. 3 - - 6 0,363
gai pHusa con
Pan vex
gko a
n
Brotia B. - - 4 8 0,320
cost
ula
Tota 0,683
l

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kecepatan Arus Sungai

Kecepatan arus mempunyai pengaruh yang besar terhadap

distribusi atau penyebaran organisme termasuk bentos. Selain itu kecepatan

arus merupakan sarana transport yang baik untuk makanan maupun oksigen

bagi organisme. Arus sangat berperan dalam sirkulasi air, selain pembawa

bahan terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan

oksigen dalam air (Haris dan Yusanti,2018).

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan data berupa gratik

yang tercantum diatas. Berdasarkan data yang didapatan di 3 titik berbeda

dengan 3 kali pengulangan. Didapatakan hasil pada sisi kiri yaitu 0,228m/s,

0,274 m/s, 0,197 m/s dengan rata rata kecepatan yaitu 0,233 m/s. Pada sisi
tengah didapatkan hasil yaitu 0,233 m/s, 0,312 m/ s, 0,307 m/s dengan rata-rata

kecepatan arus 0,284 m/s. Sedangkan pada sisi kanan didapatkan hasil yaitu

0,304 m/s, 0,281 m/s, 0,378 m/s, dengan rata-rata kecepatan arus 0,321 m/s.

Perairan yang memiliki arus > 1 m/det menurut Syahrul, et al . (2021),

dapat dikategorikan kedalam perairan yang berarus sangat deras, kecepatan

perairan dengan arus > 0,5 – 1 m/det dikategorikan ke dalam arus deras,

kecepatan arus 0,25 – 0,5 m/det dikategorikan sebagai arus lambat dan

kecepatan kecepatan arus < 0,1 m/det dikategorikan sebagai arus yang sangat

lambat .

Pada grafik didapatkan hasil rata rata pada sisi kiri yaitu 0,233m/s.

Pada sisi tengah diperoleh hasil rata rata yaitu 0,284m/s. Sedangkan pada sisi

kanan diperoleh hasil rata rata yaitu 0,321m/s. Kecepatan arus sungai dapat

bervariasi tergantung pada berbagai faktor seperti endapan dasar sungai,

bentuk sungai, kedalaman sungai,sumber air sungai itu sendiri. Berdasarkan

Diponegoro Journal of Maquares, (Kinanti et al ., 2014) mengatakan

bahwasannya kecepatan arus sungai Bremi termasuk kedalam katagori sangat

lambat rata rata kecepatan arusnya yaitu 0,019-0,074 m/s. Kecepatan arus yang

sangat lambat di Sungai Bremi diduga disebabkan oleh angin dan jenis substrat

pada Sungai Bremi. kecepatan arus dapat dipengaruhi oleh keberadaan angin

dan substrat-substrat yang terdapat di dasar perairan. Substrat ini dapat berupa

lumpur, pasir, atau batu.

Kriteria Kelas Air Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, bahwa

kecepatan arus di perairan kelas II untuk budidaya ikan air tawar yaitu 0,1- 0,5
m/detik (Wea kami et al ., 2022). Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan,

kecepatan arus air di sungai Pangkon rata rata berkisar antara 0,233-0,321 m/s.

Kecepatan arus air Sungai pangkon memenuhi standar baku mutu air untuk

budidaya ikan air tawar.

Arus sangat berperan dalam sirkulasi air, selain pembawa bahan terlarut

dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen dalam air.

Arus yang tepat dapat mempengaruhi kualitas lingkungan perairan menjadi

lebih baik, dengan demikian pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan juga

akan ikut dipengaruhi akibat dari pergerakan air sebagai tempat hidup ikan.

Pergerakan air membuat penyebaran pakan dan zat yang terdapat di perairan

lebih merata (Manurung dan Susantie, 2019).

4.2.2 Kepadatan Makrobentos Sungai

Makrozoobentos adalah hewan yang hidup di dasar air secara

berkelompok. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting

dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme

kunci dalam jaringan makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang

terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator

pencemaran. Jadi kelompok bentos yang hidup menetap (sesile) dan daya

adaptasi bervariasi lingkungan, membuat hewan bentos seringkali digunakan

sebagai petunjuk bagi penelitian kualitas air. Makrozoobentos memiliki manfaat

yaitu membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik (Ratih et al .,

2015).
Berdasarkan grafik diatas didapatkan kepadatan makrobentos disungai

pangkon yaitu pada bagian tepi kiri didapatkan ParathelpHusa P. convexa yang

berjumlah 3, di bagian tengah tidak didapatkan spesies apa apa, dan pada tepi

kanan didapatkan 4 spesies Brotia B.costula. Kepadatan yang terdapat di sungai

pangkon berdasarkan praktikum ternyata tidak merata. Faktor yang

memengaruhi hal tersebut dipengaruhi oleh kedalaman sungai,arus

sungai,faktor curah hujan,keadaan lingkungan sungai sekitar. Berdasarkan

jurnal pembanding, (Wishnu et al., 2020) mengatakan bahwasannya

Kelimpahan makrozoobentos di substrat dasar lunak muara Sungai Wulan

bervariasi antar stasiun, yaitu berkisar 170-564 ind/m. faktor yang

mempengaruhi dari nilai dominansi dalah faktor curah hujan yang

mempengaruhi sebaran dari makrozoobentos yang cenderung bukan sesil.

Parameter kualitas air, kadar bahan organik total dan jenis sedimen

merupakan faktor yang mempengaruhi struktur komunitas substrat dasarlunak.

Hasil pengukuran parameter kualitas air pada semua stasiun bervariasi namun

masih berada pada kisaran yang baik untuk hidup makrozoobentos. Dampak

kepadatan makrobentos yang hidup diekosistem perairan sungai dapat

menggambarkan tekanan lingkungan yang terjadi. Hal ini dikarenakan habitat


makrobentos yang berada didasar sungai dan pergerakanya lambat.

Makrobentos hidupnya berada disekitar sedimen, terpapar langsung dengan

cemaran, dan bersifat immobile atau menetap.

4.2.3 Keragaman Makrobentos Sungai

Keanekaragaman adalah jumlah jenis dari berbagai macam

organisme yang berbeda dalam suatu komunitas. Indeks Keanekaragaman (H’),

Keseragaman (E) dan Dominansi (D) merupakan kajian indeks yang sering

digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan perairan berdasarkan

komponen biologi. Substrat dasar suatu perairan merupakan faktor yang

penting bagi kehidupan dan keragaman organisme makrozoobentos. Masing-

masing spesies mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap

substrat dan kandungan bahan organik substrat (Sidik et al ., )

Berdasarkan grafik diatas, dilakukan pengamatan keragaman

makrobentos disungai pangkon adalah sebesar 0,683. Hal ini bisa terjadi

dikarenakan hanya ditemukan 2 spesies dalam perairan sungai pangkon

tersebut.
Kriteria a indeks keanekaragaman H’ < 2,3 termasuk keanekaragaman

rendah. Indeks keanekaragaman sungai pangkon termasuk kategori rendah.

Rendahnya nilai indeks keseragaman disebabkan karena kelimpahan

fitoplankton yang tidak merata, sehingga adanya spesies yang lebih dalam

perairan . (Mushthofa et al ., 2014) Tingkat keanekaragaman organisme yang

terdapat di lingkungan perairan tertentu merupakan cerminan variasi

daripada toleransinya terhadap kisaran kisaran parameter lingkungan. Misal,

tingkat kekeruhan suatu perairan, tipe substrat maupun faktor fisik kimia lain

seperti DO, BOD, pH maupun adanya komponen polutan yang masuk ke

badan perairan (Desmawati et al ., 2019).

Berdasarkan jurnal pembanding yang ditulis oleh (Pelealu et al ., 2018).

Mengatakan bahwaindeks keragaman tertinggi rata rata nilainya yaitu 2,69-

1,94. Hal ini terjadi karena indeks keanekaragaman makrozoo bentos di perairan

sungai dipengaruhi oleh kondisi dari lingkungan sekitarnya sehingga

makrozoobentos yang mampu beradaptasi indeks keanekaragaman tinggi

sedangkan makrozoobentos yang tidak mampu beradaptasi indeks

keanekaragaman rendah. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi penyebaran

dan kelimpahan populasi suatu organisme, jika kelimpahan satu marga di suatu

ekosistem sangat melimpah, maka menunjukkan faktor lingkungan di ekosistem

itu menunjang kehidupan marga tersebut.


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum sebagai berikut :

1. Kecepatan arus sungai dihitung dan diukur sebanyak tiga kali percobaan kecapatan
arus sungai di tepi kiri 0,233 m/s, di tengah 0,284 m/s, dan di tepi kanan 0,378 m/s.

2. Kepadatan makrobentos yang didapatkan di sungai Pangkon sebesar 6 dan 8 , dan


pada keragamannya didapatkan sebesar 0,683 . Keragaman yang didapatkan sangat
rendah, hal ini memungkinkan adanya pengaruh dari beberapa faktor penyebab, salah
satunya adanya reaksi bahan kimia. Spesies yang didapatkan di sungai Pangkon yaitu
P.convexa dan B. costula dengan total sebanyak 7 (tepi kiri 3, tengah 0, dan di tepi kanan
4).

5.2 Saran

Saran yang diberikan adalah praktikan sebaiknya lebih berhati-hati dalam


melakukan penelitian, agar tidak adanya terjadi suatu kejadian yang tidak ingin
diharapkan dan supaya data yang didapat akurat. Praktikan diharapkan menaati
peraturan selama praktikum berlangsung. Serta kepada masyarakat untuk tetap
menjaga kualitas air sungai, agar selalu dapat dimanfaatkan di jangka waktu yang lama.
Menyusun laporan praktikum juga harus dilakukan dengan teliti, baik dan sesuai buku
panduan supaya cepat diacc oleh asisten praktikum. Selalu bersemangat dan rajin konsul
kepada asisten praktikum supaya kesalahan maupun kekurangan dalam laporan
praktikum bisa direvisi segera.

DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Tri., Jumarang muh Ihsak, Ihrawan Andi. 2013. Simulasi Pola Sirkulasi

Arus Di Muara Kapuas Kalimantan Barat. PRISMA FISIKA, Vol. I(1) 33 –

39.

Aulia, Putri Rahma, Okto Supratman, and Andi Gustomi. 2020. "Struktur Komunitas

Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di Sungai Upang

Desa Tanah Bawah Kecamatan Puding Besar Kabupaten Bangka." Aquatic

Science vol 2(1) : 17-29.

Budi, R., 2017. Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Way Belau

Bandar Lampung. Majalah TEGI, 9(2). Biologi Universitas Andalas (J. Bio.

UA.)

Chakma, S., Rahman, M.M. and Akter, M., 2015. Composition and Abundance of

Benthic Macro-invertebrates in Freshwater Earthen Ponds of Noakhali District,

Bangladesh. American Journal of Bioscience and Bioengineering, 3(5), pp.50-56.

Chang Dae Jo, Heon Gak Kwon. 2023. Temporal and spatial evaluation of the effect

of river environment changes caused by climate change on water quality,

Dalam Menentukan Kualitas Air Sungai Suhuyon Sulawesi

Utara.2015.Jurnal MIPA Unsrat Online, vol. 4(2), pp. 165-168

Desmawati, Iska., Adany Alifia., Java Cillysa Astine. 2019. Studi Awal

Makrozoobentos di Kawasan Wisata Sungai Kalimas, Monumen Kapal

Edhy, Wahyu kresno., Abdul Muid,. Jumarang Ishak Jumarang Muh. Rancang

Bangun Intrumentasi Pengukur Kecepatan Arus Air Berdasarkan Sistem


Kerja Baling-Baling. PRISMA FISIKA, Vol. I(3) 132 -136 Environmental

Technology & Innovation, Innovation. Volume 30 1-11

Fatima M, Ahmad U, Bhat BN, Hassan T and Parveen S. 2017. Research Article Bentos

Composition and Abundance in Lentic Ecosystems. Journal of fisheries &

livestock production. Vol 5(3).

Haris, R.B.K. and Yusanti, I.A., 2018. Studi Parameter Fisika Kimia Air Untuk

Keramba Jaring Apung Di Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten

Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan

dan Budidaya Perairan, 14(2), pp.57-62

Irham, M., Ihsan, M., Octavina, C., Sugianto, S., Firman, M. and Batubara, A.S.,

2020. The abundance and diversity of benthic community in Krueng Cut

estuary, Banda Aceh, Indonesia. Biharean Biologist, 14(2), pp.85-89.

Isti’anah, Dina., Huda moch. Fauzan, Laily Ainun Nikmati. 2015. Synedra sp. sebagai

Mikroalga yang Ditemukan di Sungai Besuki Porong Sidoarjo, Jawa Timur.

BIOEDUKASI 8(1): 57-59.

Kami, T.W., Liufeto, F.C. and Lukas, A.Y., 2022. Studi Parameter Kualitas Air Sungai

Oehala Kabupaten Timor Tengah Selatan Pada Musim Kemarau. Jurnal

Aquatik, 5(2), pp.174-181.

Kinanti, T.E., Rudiyanti, S. and Purwanti, F., 2014. Kualitas perairan sungai bremi

kabupaten pekalongan ditinjau dari faktor fisika-kimia sedimen dan


kelimpahan hewan makrobentos. Management of Aquatic Resources Journal

(MAQUARES), 3(1), pp.160-167.

Makrozoobentos Di Beberapa Muara Sungai Kecamatan Susoh Kabupaten

Aceh Barat Daya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah.

1 (2):287-296.

Manurung, U. and Susantie, D., 2019. POTENSI BUDIDAYA IKAN DIBEBERAPA

PERAIRAN PULAU LIPANG YANG DIKAJI DARI PARAMETER

KUALITAS AIR. Jurnal Ilmiah Tindalung, 5(2), pp.77-83.

Mar’i Husnul., Izmiarti dan Nofrita.2017. Komunitas Makrozoobentos di

Sungai Gua Pintu Ngalau pada Kawasan Karst di Sumatera Barat. Jurnal 5(1) :
41-49

Mushthofa, A., Rudiyanti, S. and Muskanonfola, M.R., 2014. Analisis struktur

komunitas makrozoobentos sebagai bioindikator kualitas perairan Sungai

Wedung Kabupaten Demak. Management of Aquatic Resources Journal

(MAQUARES), 3(1), pp.81-88

Myson, M., 2017. Kajian Potensi Arus Sungai Lagan di Desa Lagan Tengah Kab.

Tanjab Timur sebagai Pembangkit Listrik. Jurnal Ilmiah Universitas

Batanghari Jambi, 13(4), pp.174-180.

Nangin, Sernando R., et al. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis

Nur, M. and Fitriah, R., 2021. Analisis Kesesuaian Kualitas Air Sungai Dalam

Mendukung Kegiatan Budidaya Perikanan di Desa Batetangnga,


Kecamatan Binuang, Provinsi Sulawesi Barat. SIGANUS: Journal of Fisheries

and Marine Science, 3(1), pp.171-181.

Pawhestria, Suci wulan, Jafron.W. Hidayatb, Sapto P. Putro. Assessment of Water

Quality Using Macrobentos as Bioindicator and Its Application on

Abundance-Biomass Comparison (ABC) Curves. Internat. J. Sci. Eng., Vol.

8(2)2015:84-87

Pelealu, Grasideo V. E., et al. "Kelimpahan dan Keanekaragaman Makrozoobentos di

Sungai Air Terjun Tunan, Talawaan, Minahasa Utara, Sulawesi

Utara.2018. Jurnal Ilmiah Sains, vol. 18, no. 2, 26 Oct. . 97-102

Putra, Ady Shaf. 2014. Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi (Ruas

Sungai: Pulau Komaro sampai dengan Muara sungai Komering). Jurnal

Teknik Sipil dan Lingkungan. Volume 2(3) 603-608.

Putra, Indra Setya. 2015. "STUDI PENGUKURAN KECEPATAN ALIRAN PADA

SUNGAI PASANG SURUT." Jurnal Info Teknik Volume 16 No. 1 33-46.

Putra, Indra setya. 2015. STUDI PENGUKURAN KECEPATAN ALIRAN PADA

SUNGAI PASANG SURUT. JURNAL INFO TEKNIK, Volume 16(1).

Putri VT, Yudha IG, Kartini N, dan Damai AA. 2021. Keragaan Makrozoobentos

sebagai Bioindikator Kualitas Air di Bagian Hilir Sungai Hurun Lampung.

Journal of Aquatropica Asia 6(2): 72-82

Rahman., Triarjunet Robert, Dewata Indang. 2020.ANALISIS INDEKS

PENCEMARAN AIR SUNGAI OMBILIN DILIHAT DARI KANDUNGAN


KIMIA ANORGANIK. Jurnal Kependudukan dan Pembangunan lingkungan.

Vol 1 (3)

Ratih, I., Prihanta, W. and Susetyarini, R.E., 2015. Inventarisasi keanekaragaman

makrozoobentos di daerah aliran sungai Brantas Kecamatan Ngoro

Mojokerto sebagai sumber belajar biologi SMA kelas X. JPBI (Jurnal

Pendidikan Biologi Indonesia), 1(2).

Safitri, Aknes., Winny Retna Melania, Wahyu Muzammil. 2021. Komunitas

makrozoobentos dan kaitannya dengan kualitas air aliran sungai

Senggarang, Kota Tanjungpinang. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal,

8(2):103-108

Sidik, Razky Yatul., Irma Dewiyanti., Chitra Octavina. 2016. Struktur Komunitas

Selam Surabaya. JURNAL SAINS DAN SENI ITS. Vol. 8(2), 2337-3520.

Takebayashi, H., Fujita, M. and Ohgushi, K., 2022. Numerical modeling of debris

flows using basic equations in generalized curvilinear coordinate system

and its application to debris flows in Kinryu River Basin in Saga City,

Japan. Journal of Hydrology, 615

Wishnu, N.P., Hartati, R., Suprijanto, J., Soenardjo, N. and Santosa, G.W., 2020.

Komunitas Makrozoobentos pada Substrat Dasar Lunak di Muara Sungai

Wulan, Demak. Buletin Oseanografi Marina, 9(1), pp.19-26

LAMPIRAN

Tabel dokumentasi praktikum


Gambar Keterangan
Pengukuran kecepatan arus pada
bagian tepi kiri sungai

Pengukuran kecepatan arus pada


bagian tengah sungai

Pengukuran kecepatan arus pada


bagian tepi kanan sungai
Kepadatan makrobentos pada
bagian tepi kanan sungai
Kepadatan makrobentos pada
bagian tepi kiri sungai

Tabel Hasil pengukuran kecepatan arus Sungai Pangkon

Titik Pengambilan Ulangan Kecepatan Arus Rata-rata


Sampel

Kiri 1 0,228 0,233

2 0,274

3 0,197

Tengah 1 0,233 0,284

2 0,312

3 0,307

Kanan 1 0,304 0,321

2 0,281

3 0,378

Kiri t2 = 18,26 s
Jarak (s) = 5 m t3 = 25,37 s
𝑠
Waktu (t)→ t1 = 21,94 s Kecepatan (V) = 𝑡
5 5
 V1 = 21,94 = 0,228 m/s  V2 = 16,04 = 0,312 m/s
5
 V3 = 16,29 = 0,307 m/s
𝑉1+𝑉2+𝑉3
Rata-rata = 3

0,233+0,312+0,307

5
V2 = 18,26 = 0,274 m/s = 3

5 = 0,284 m/s
 V3 = 25,37 = 0,197 m/s
𝑉1+𝑉2+𝑉3
Rata-rata = 3
Kanan
0,228+0,274+0,197
= Jarak (s) = 5 m
3

= 0,233 m/s Waktu (t)→ t1 = 16,45 s

t2 = 17,77 s

t3 = 13,23 s
𝑠
Kecepatan (V) =
𝑡
Tengah 5
 V1 = 16,45 = 0,304 m/s
Jarak (s) = 5 m 5
 V2 = 17,77 = 0,281 m/s
Waktu (t)→ t1 = 21,43 s
5
 V3 = 13,23 = 0,378 m/s
t2 = 16,04 s
𝑉1+𝑉2+𝑉3
t3 = 16,29 s Rata-rata = 3
𝑠 0,304+0,281+0,378
Kecepatan (V) =𝑡 = 3
5
 V1 = 21,43 = 0,233 m/s = 0,321 m/s

Tabel x. Sifat biologi Sungai Pangkon

Jumlah

Nama Genus Spesies Tepi Tengah Tepi Kepadatan Keragaman


Sungai Kiri Kanan

Sungai ParathelpHusa P. 3 - - 6 0,363


Pangkon convexa
Brotia B. - - 4 8 0,320
costula

Total 0,683

Kepadatan (X) 2. Brotia costula


∑i=1 ni
Kepadatan (X) =
∑i=1 ni X=
A×S A×S
4
Luas transek (A) = 50 × 50 = 0,25×2 = 8 ind/m²

= 250 cm

= 0,25 m Indeks Keragaman (H’)


𝑛1 𝑛1 𝑛2 𝑛2
Jumlah spesies (S) = 2 H’= − ∑𝑛𝑖=1 [ 𝑁 × ln ( 𝑁 )] − ∑𝑛𝑖=1 [ 𝑁 × ln ( 𝑁 )]
1. ParathelpHusa convexa 3 3 4 4
= − ∑3𝑖=1 [7 × ln (7)] − ∑4𝑖=1 [7 × ln (7)]
∑i=1 ni
X= A×S
= 0,363 + 0,320
3
= 0,25×2 = 6 ind/m²
= 0,683

Anda mungkin juga menyukai