Anda di halaman 1dari 6

Penatalaksanaan HELLP Syndrome

Evaluasi awal terhadap wanita yang didiagnosa dengan sindrom HELLP harus dilakukan
seperti pada preeklampsia berat. Pasien harus dirawat di pusat perawatan tersier.
Penatalaksanaan awal harus mencakup penilaian maternal dan fetal, pengendalian hipertensi
berat, jika ada, inisiasi infus MgSO4, koreksi koagulopati, jika ada, dan stabilisasi maternal. [1]
Terapi dari sindrom HELLP bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kondisi umum penderita minimal stabil.
2. Menghindari lebih jauh gangguan koagulasi darah.
3. Meningkatkan kesejahteraan janin dalam uterus.
4. Persalinan sebaiknya segera dilaksanakan:
a. Bergantung pada umur kehamilan.
b. Lakukan induksi persalinan.
c. Bila serviks tidak matang atau terdapat pertimbangan lainnya dapat
dilakukan seksio sesarea.

Persalinan dengan segera harus dilakukan jika usia kehamilan pasien > 34 minggu. Pada
pasien kurang dari 34 minggu dan tanpa adanya bukti maturitas paru-paru janin, maka sebaiknya
diberikan glukokortikoid untuk kepentingan janin dan persalinan direncanakan dalam waktu 48
jam, jika tidak ada perburukan dalam status maternal dan fetal. Berbagai penelitian telah
dilakukan terhadap penggunaan steroid, volume expander, plasmaferesis, dan agen antitrombotik
terhadap pasien dengan HELLP untuk mencoba memperpanjang usia gestasi. Penelitian-
penelitian tersebut hanya menunjukkan hasil yang marjinal. Terdapat beberapa bukti manfaat
terapi steroid untuk perbaikan kondisi maternal. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh
O’Brien dkk., penggunaan glukokortikoid antepartum menunjukkan adanya perpanjangan latensi
yang tergantung-dosis, reduksi abnormalitas enzim hati, dan perbaikan dalam hitung platelet
pada pasien dengan sindromn HELLP. Penatalaksanaan konservatif sindrom HELLP memiliki
resiko yang signifikan, termasuk abruptio plasenta, edema pulmoner, adult respiratory distress
syndrome (ARDS), ruptur hematoma hepar, gagal ginjal akut, disseminated intravascular
coagulation (DIC), eklampsia, hemoragia intraserebral, dan kematian ibu. Maka tidak diperlukan
penatalaksanaan lebih dari 48 jam setelah pemberian glukokortikoid untuk kemungkinan manfaat
bagi janin yang minimal ketika dibandingkan dengan resiko maternal yang berat. [1]
Dalam upaya meningkatkan kematangan paru janin, glukokortikoid diberikan kepada
wanita hamil yang jauh dari aterm dengan hipertensi berat. Terapi ini tampaknya tidak
memperparah hipertensi ibu, dan diklaim dapat menurunkan insiden gawat napas dan
memperbaiki kelangsungan hidup janin. Baru-baru ini dilaporkan bahwa glukokortikoid
menimbulkan perbaikan yang signifikan namun transien pada kelainan hematologis pada
sindrom HELLP yang didiagnosis pada 52 wanita dengan usia kehamilan antara 24 dan 34
minggu. Walaupun hitung trombosit meningkat dengan rata-rata 23.000/ul, efek ini berlangsung
singkat dan hitung trombosit menurun dengan rata-rata sebesar 46.000/ul dalam 48 jam setelah
selesainya pemberian regimen glukokortikoid. Yang utama, hanya sebagian kecil wanita yang
diteliti ini yang memperlihatkan hitung trombosit kurang dari 100.000/ul sebelum terapi
glukokortikoid sehingga efektivitas terapi ini belum diuji secara luas pada wanita dengan
kelainan hematologis yang lebih parah. [1,2]
Salah satu interpretasi laporan-laporan ini adalah bahwa pemberian glukokortikoid secara
spesifik untuk kelainan hematologis akibat preeklampsia berat tidak akan secara bermakna
menunda keharusan untuk melahirkan janin. Hampir dapat dipastikan bahwa dari laporan-
laporan ini tidak dapat disimpulkan bahwa pemberian glukokortikoid dapat secara bermakna
menunda persalinan pada wanita dengan kelainan laboratorium yang berat. [2]
Pasien dengan serviks yang baik dan memiliki diagnosis sindrom HELLP sebaiknya
menjalani persalinan percobaan (trial of labor), terutama jika mereka tiba dalam keadaan inpartu.
Sindrom HELLP tidak secara otomatis mengharuskan dilakukannya seksio sesarea. Sebuah
persalinan operatif dalam beberapa keadaan bahkan dapat berbahaya. Semua pasien dengan
serviks yang baik, tanpa memandang usia gestasi, sebaiknya menjalani induksi persalinan baik
dengan oksitosin atau prostaglandin. Seksio sesarea elektif harus dipertimbangkan pada pasien
dengan usia gestasi sangat rendah dan memiliki serviks yang tidak baik. Paradigma
penatalaksanaan akan disajikan pada tabel dibawah untuk pasien yang menjalani seksio sesarea.
[2]

Jika pasien dengan sindrom HELLP memerlukan persalinan per abdominam, harus
dilakukan dengan hati-hati untuk meminimalisir efek samping yang mungkin terjadi. Transfusi
platelet setidaknya 5 hingga 10 unit harus dilakukan dalam perjalanan menuju ruang operasi
pada pasien dnegan trombositopenia. Konsumsi platelet adalah cepat pada transfusi platelet, dan
efeknya sementara atau temporer. Pertimbangan intraoperatif harus mencakup penempatan
drain, baik subfasial, subkutaneus, atau keduanya, karena kemungkinan terjadinya oozing.
Pemilihan insisi kulit harus dilakukan sepenuhnya berdasarkan penilaian klinis terbaik dokter
yang melakukan pembedahan. [2,3]
Dalam melakukan persiapan tindakan operasi persalinan pada sindrom HELLP harus
memperhatikan bahwa tendensi perdarahan selalu mengancam sehingga pemeriksaan tentang
profil darah khususnya trombosit: [4]
1. Persiapan sebelum operasi.
a. Lakukan transfusi trombosit sebelum dan sesudah operasi bila trombosit kurang
dari 10.000/mm.
b. Transfusi 6-10 unit trombosit bila jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm.
2. Untuk menghindari hematoma-rembesan perdarahan.
a. Pemasangan drainase sehingga darah dapat keluar melalui drain.
b. Perawatan luka terbuka, untuk menghindari hematoma.
3. Pengawasan pasca operasi.
a. Intensif unit care, untuk melakukan evaluasi organ dan gejala vital.
b. Sekitar 30 % sindrom HELLP terjadi post partum operasi.
c. Umumnya gejala akan berkurang setelah 72 jam sehingga pengobatan masih perlu
dalam waktu 24 jam pascapartum.
4. Komplikasi yang sering terjadi:
a. Edema pulmonum.
b. Dekompensasio kordis.
c. Kegagalan ginjal.

Dengan demikian observasi yang ketat perlu dilakukan sehingga gejala utama yang
makin memburuk segera dapat diketahui, untuk persiapan tindakan lebih lanjut.

Tabel 3. Penatalaksanaan perioperatif pasien dengan sindrom HELLP yang memerlukan seksio
sesarea[5]
1. Pengendalian hipertensi berat
2. Inisiasi infus magnesium sulfat intravena
3. Glukokortikoid untuk 24 – 48 jam untuk manfaat
janin jika usia kehamilan <34 minggu
4. Anestesia umum untuk hitung platelet < 75.000/mm3
5. Platelet 5 – 10 unit sebelum pembedahan jika hitung
platelet < 50.000/mm3
6. Membiarkan peritoneum vesikouterina terbuka
7. Drainase subfasia
8. Penutupan sekunder terhadap insisi kulit atau
drainase subkutaneus
9. Transfusi postoperatif sesuai keperluan
10. Pengawasan intensif selama setidaknya 48 jam
postpartum

Penatalaksanaan postpartum terhadap pasien dengan HELLP sebaiknya mencakup


pengawasan hemodinamik yang ketat selama setidaknya 48 jam. Evaluasi laboratoris serial harus
dilakukan untuk memonitor perburukan abnormalitas. Kebanyakan pasien akan menunjukkan
pembalikan yang lebih cepat dalam abnormalitas laboratoris dengan melakukan pertukaran
plasma dan steroid postpartum.[4,5]

Tabel 4. Penunjukkan tatalaksana sindrom HELLP antepartum. [5]


TENTUKAN DAN STABILKAN KONDISI ANTEPARTUM
• Bila terjadi DIC koreksi kelainan koagulasinya
• Berikan serangan mendadak dengan memberikan MgSO4
• obati hipertensinya yang berat
• Lakukan referral ketempat yang dapat mengatasinya
• Lakukan USG atau CT scan bila dicurigai hematoma liver
EVALUASI KESEJAHTERAAN JANINNYA
• Lakukan NST (Nonstress Test)
• Lakukan profil biofisiknya
• USG biometri
EVALUASI KEMATANGAN PARU BILA UMUR HAMIL< 35 MINGGU
• Bila mature terminasi hamilnya
• Bila belum berikan steroid diikuti persalinan
MgSO4 = magnesium sulfat
DAFTAR PUSTAKA

1.Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Williams
Obstetrics. 22nd ed. New York: McGraw-Hill, 2007
2.Goodnight SH, Hathaway WE. Disorders of Hemostasis and Thrombosis: A Clinical Guide. 2nd
ed. New York: McGraw-Hill, 2001: 234
3.Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC, 2007:
417-419
4.Scott JR, Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF. Danforth’s Obstetrics and Gynecology. 9th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007: 22
5.Wibowo B, Rachimhadhi T. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2002: 295-298

Anda mungkin juga menyukai