PENDAHULUAN
1.3.2 Kopi
Salah satu sub sektor yang cukup besar potensinya adalah sub
sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor perkebunan dalam PDB yaitu
sekitar 3,47 persen pada tahun 2017 atau merupakan urutan pertama di
sektor Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian. Sub sektor
ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap
tenaga kerja, dan penghasil devisa.
b. Provinsi Bengkulu
Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat
pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah Provinsi Bengkulu
mencapai lebih kurang 1.991.933 hektar atau 19.919,33
kilometer persegi. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang
dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai ke
perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567
kilometer. Secara astronomis, Provinsi Bengkulu terletak
antara 2°16’ sampai 3°31’ LS dan antara 101°01’ sampai
103°41’ BT.
Gambar 1.4 Peta Administrasi Provinsi Bengkulu
(Sumber:Badan Pusat Statistik,2011)
Sementara jika dilihat dari letak geografisnya,
Provinsi Bengkulu di sebelah utara berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Barat, di sebelah selatan berbatasan
dengan Samudera Indonesia dan Provinsi Lampung, di
sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan di
sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi
Sumatera Selatan.
Penduduk Provinsi Bengkulu berdasarkan proyeksi
penduduk tahun 2018 sebanyak 1.963.300 jiwa yang terdiri
atas 1.000.644 jiwa penduduk laki-laki dan 962.656 jiwa
penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi
jumlah penduduk tahun 2010, penduduk Bengkulu
mengalami pertumbuhan sebesar 1,65 persen. Sementara itu
besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk
laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 104.
Kepadatan penduduk terbesar di Provinsi Bengkulu adalah
Kota Bengkulu sebesar 2.482 penduduk per kilometer.
Wilayah kabupaten terpadat di Kabupaten Kepahiang,
sebesar 205 penduduk per kilometer, diikuti kabupaten
Rejang Lebong sebesar 159 penduduk per kilometer
(Bengkulu dalam angka, 2019).
2.5.1 Sasaran
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai judul proyek berupa
Perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi di Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan pendekatan Arsitektur
Kontekstual yang dimulai dari pengertian judul, latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Mengemukakan beberapa tinjauan mengenai pariwisata,
Pariwisata Berkelanjutan serta lingkup pariwisata khususnya
Agrowisata. Tinjauan mengenai Arsitektur Kontekstual dan
Preseden dari Agrowisata.
BAB III : METODE PERANCANGAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai metode yang akan
digunakan oleh penulis dalam merancang Agrowisata Kampung
Kopi melalui metode umum, tahapan perancangan, dan ringkasan
alur pola pikir melalui metode pengumpulan data yang terdiri dari
data primer dan data sekunder, serta metode pengolahan data.
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai analisa perancangan yang
mencakup data lokasi, analisis dan pemilihan site, analisis dimensi
ruang, kebutuhan ruang, dan konsep perancangan.
BAB V : KESIMPULAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari
keseluruhan bab pada Perancangan Sentra agrowisata kampung kopi
Kopi di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan
pendekatan Arsitektur Kontekstual.
1.8 Keaslian penulisan
Untuk menghindari adanya duplikasi pada judul Tugas Akhir
mengenai pemikiran maupun ide maka penulis mencantumkan beberapa
Tugas Akhir yang digunakan sebagai perbandingan dan studi literatur
dalam penulisan. Tugas Akhir yang dicantumkan adalah sebagai berikut
:
a. Perancangan Kawasan Agrowisata di Kecamatan Sekaran
,Lamongan
TINJAUAN PUSTAKA
22
2.5 Tinjauan Tentang kopi
2.5.1 Kopi
Kopi (Coffea sp.) merupakan salahsatu komoditas ekspor
penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia meng-ekspor
kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada
catatan impor juga senilai US$ 9,740,453.00 (Pusat Data dan
Statistik Pertanian, 2006). Di luar dan di dalam negeri kopi juga
sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat.
Kopi merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki
nilai tinggi. Kopi memiliki beberapa manfaat baik bagi tubuh. Buah
kopi dapat menghasilkan beberapa manfaat.
23
Espresso, merupakan kopi yang dibuat dengan mengekstraksi
biji kopi menggunakan uap panas pada tekanan tinggi.
Latte (coffee latte), merupakan sejenis kopi espresso yang
ditambahkan susu dengan rasio antara susu dan kopi
Café au lait, serupa dengan caffe latte tetapi menggunakan
campuran kopi hitam.
Caffè macchiato, merupakan kopi espresso yang ditambahkan
susu dengan rasio antara kopi dan susu
Cappuccino, merupakan kopi dengan penambahan susu, krim,
dan serpihan cokelat.
Dry cappuccino, merupakan cappuccino dengan sedikit krim
dan tanpa susu.
Frappé, merupakan espresso yang disajikan dingin.
Kopi instan, berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan
digranulasi.
Kopi Irlandia (irish coffee), merupakan kopi yang dicampur
dengan wiski.
Kopi tubruk, kopi asli Indonesia yang dibuat dengan memasak
biji kopi bersama dengan gula.
Melya, sejenis kopi dengan penambahan bubuk cokelat dan
madu.
Kopi moka, serupa dengan cappuccino dan latte, tetapi dengan
penambahan sirup cokelat.
Oleng, kopi khas Thailand yang dimasak dengan jagung,
kacang kedelai, dan wijen.
Selain itu, kopi juga telah diolah menjadi jajanan seperti permen,
dipadukan dengan coklat menjadi coklat rasa kopi, dan kopi juga
sudah diekstraksi untuk produk kecantikan, seperti body cream,
body butter, masker rambut, dan produk kecantikan salon lainnya
(sumber : Types Of Coffee – Coffee Varieties I & II.2010).
2.5.2 Pengololahan Kopi
Pemanenan dan Pemisahan Cangkang
24
Tanaman kopi selalu ber Pemanenan dan pemisahan cangkang
daun hijau sepanjang tahun dan berbunga putih.Bunga ini kemudian
akan menghasilkan buah yang mirip dengan ceri terbungkus
dengancangkang yang keras. Hasil dari pembuahan di bunga inilah
yang disebut dengan biji kopi.
Pemanenan biji kopi biasanya dilakukan secara manual
dengantangan. Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah dipanen
ini akan dipisahkan cangkangnya. Terdapat dua metode yang umum
dipakai, yaitu dengan pengeringan dan penggilingan dengan mesin.
Pada kondisi daerah yang kering biasanya digunakan metode
pengeringan langsung di bawah sinar matahari.Setelah kering maka
cangkang biji kopi akan lebih mudah untuk dilepaskan.
Di Indonesia, biji kopi dikeringkan hingga kadar air tersisa
hanya 30-35%. Metode lainnya adalah dengan menggunkan mesin.
Sebelum digiling, biji kopi biasanya dicuci terlebih dahulu. Saat
digiling dalam mesin, biji kopi juga mengalami fermentasi singkat.
Metode penggilingan ini cenderung memberikan hasil yang lebih
baik dari pada metode pengeringan langsung.
Pemanggangan
Setelah dipisahkan dari cangkangnya, biji kopi telah siap untuk
masuk ke dalam proses pemanggangan. Pemanggangan Proses ini
secara langsung dapat meningatkan cita rasa dan warna dari biji
kopi. Secara fisik, perubahan biji kopi terlihat dari pengeringan biji
dan penurunan bobot secara keseluruhan. Poripori di sekeliling
permukaan biji pun akan terlihat lebih jelas. Warna cokelat dari biji
kopi juga akan terlihat memekat.
Penggilingan
Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah kering digiling
untuk memperbesar luas permukaan biji kopi Penggilingan. Dengan
bertambah luasnya permukaan maka ekstraksi akan menjadi lebih
efisien dan cepat. Penggilingan yang baik akan menghasilkan rasa,
aroma, dan penampilan yang baik.Hasil penggilingan ini harus
25
segera dimasukkan dalam wadah kedap udara agar tidak terjadi
perubahan cita rasa kopi.
Seni perebusan
Perebusan merupakan langkah akhir dari pengolahan biji
kopi hingga siap dikonsumsi. Seni perebusan Untuk menciptakan
minuman kopi yang bercita rasa tinggi, perebusan biji kopi harus
dilakukan dengan baik dan sempurna.Terdapat banyak variabel
dalam perebusan biji kopi, antara lain komposisi biji kopi dan air,
ukuran partikel, suhu air yang dipakai, metode, dan waktu
perebusan.Kesalahan kecil dalam perebusan kopi dapat
menyebabkan penurunan cita rasa. Sebagai contoh, perebusan yang
terlalu lama biasanya akan menimbulkan rasa kopi yang terlalu
pahit.Oleh karena itu, bukanlah hal yang mudah untuk menyajikan
kopi yang baik.
Dekafeinasi
Dekafeinasi atau penghilangan kafein termasuk ke dalam
metode tambahan dari keseluruhan proses pengolahan
kopi.Dekafeinasi banyak digunakan untuk mengurangi kadar kafein
di dalam kopi agar rasanya tidak terlalu pahit. Selain itu, dekafeinasi
juga digunakan untuk menekan efek samping dari aktivitas kafein di
dalam tubuh.Kopi terdekafeinasi sering dikonsumsi oleh pecandu
kopi agar tidak terjadi akumulasi kafein yang berlebihan di dalam
tubuh. Proses dekafeinasi dapat dilakukan dengan melarutkan kafein
dalam senyawa metilen klorida dan etil asetat.
26
Gambar 2.2 Proses Pengelolahan Buah Kopi:secara basah (kiri),semibasah (tengah), dan
kering (kanan)
Sumber : Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementrian Pertanian
Republik Indonesia 2018
Kerangka berfikir
27
2.1.1 Fungsi Sports Center
Fungsi utama Sports Center adalah sebagai wadah / tempat berlangsungnya
aktivitas olahraga atau olah gerak tubuh pada tiap cabang olahraga yang berbeda
serta kegiatan penunjang lainnya seperti retail, pusat edukasi maupun rekreasi.
28
b. Akuatik / Renang j. Gulat
c. Atletik k. Tinju
d. Bulutangkis l. Sepak Bola
e. Basket m. Sepak Takraw
f. Catur n. Taekwondo
g. Futsal o. Tennis
h. Karate p. Tennis Meja
i. Kempo q. Volley
29
area permainan ± 15 m dan tinggi diatas zona bebas (diluar area permainan) ± 5,5
m. Dalam waktu yang berbeda dapat difungsikan sebagai tempat pertandingan
olahraga tingkat nasional/internasional dan memungkinkan untuk digunakan oleh
beberapa cabang olahraga, antara lain: Bulutangkis (4 lapangan) atau Bola Voli (1
lapangan) atau Bola Basket (1 lapangan) atau Futsal (1 lapangan) atau Tennis
lapangan (1 lapangan) atau Senam (1 lapangan) atau Sepaktakraw (4 lapangan).
Apabila difungsikan sebagai tempat latihan dapat dibuat tata letak (lay out) yang
lebih optimal dengan pembuatan garis-garis area permainan yang berbeda warna
untuk masing-masing cabang olahraga yang dimaksud.
b. Gedung Olahraga Tipe B adalah gedung olahraga dengan
ukuran efektif arena minimal mendekati panjang ± 40 m, lebar ± 25 m, tinggi di
atas area permainan ± 12,5 m dan tinggi zona bebas (di luar area permainan)
± 5,5 m. Dalam waktu yang berbeda dapat difungsikan sebagai tempat pertandingan
olahraga tingkat nasional/internasional dan memungkinkan untuk digunakan oleh
beberapa cabang olahraga, antara lain; Bulutangkis (4 lapangan) atau Bola Voli (1
lapangan) atau Bola Basket (1 lapangan), Futsal (1 lapangan ukuran 31m x
16m)atau Tenis Lapangan (1 lapangan) atau Sepaktakraw (4 lapangan). Apabila
difungsikan sebagai tempat latihan dapat dibuat tata letak (lay out) yang lebih
optimal dengan pembuatan garis-garis area permainan yang berbeda warna untuk
masing-masing cabang olahraga yang dimaksud.
c. Gedung Olahraga Tipe C adalah gedung olahraga dengan
ukuran efektif arena minimal mendekati panjang ± 30 m, lebar ± 20 m, tinggi di
atas area permainan ± 9 m, dan tinggi zona bebas (di luar area permainan) ± 5,5 m.
Dapat difungsikan sebagai tempat pertandingan olahraga tingkat lokal/daerah
maupun sebagai tempat latihan untuk cabang olahraga Bulutangkis (2 lapangan)
atau Sepaktakraw (1 lapangan). Dapat pula digunakan untuk latihan Bola Voli (1
lapanganrekreasi) atau latihan Bola Basket (1 lapangan rekreasi) atau latihan Futsal
(1 lapangan rekreasi). Tata letak (lay out) lapangan dengan garis-garis area
30
permainan dapat dibuat sesuai dengan ketentuan dari cabang olahraga yang
dimaksud.
d. Gedung Olahraga Tipe D adalah gedung olahraga dengan
ukuran efektif arena minimal mendekati panjang ± 20 m, lebar ± 15 m, tinggi di
atas area permainan ± 9 m, dan tinggi zona bebas (di luar area permainan) ± 5,5 m.
Tabel 1. Kebutuhan ruang GOR sesuai tipe luas masing – masing ruangan
31
32
Kapasitas jumlah penonton dan tempat duduk untuk masing-masing tipe GOR,
adalah sebagai berikut:
33
Tabel 3. Spesifikasi teknis perawatan GOR
34
Tabel 4. Tipologi stadion, kapasitas penonton, jumlah lintasan atletik
b. Geometri Stadion
Geometri stadion wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
1) Untuk Lapangan Sepakbola:
Gambar 2.0 Standar Lapangan Sepakbola FIFA ( Sumber : Buku FIFA law of the
game, Hal. 13 )
35
2) Standar Kebutuhan Ruang untuk Stadion:
Kebutuhan ruang untuk stadion yang memenuhi kriteria standar dapat di lihat pada
Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5. Kebutuhan ruang stadion sesuai tipe
4) Tribun Penonton
- Tribun Berdiri
36
( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 150 )
- Tribun Duduk
Gambar 2.2 Standarisasi tribun duduk ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 150 )
- Atap Tribun
Gambar 2.3 Standarisasi atap tribun stadion ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 150 )
37
5) Lintasan Atletik
Tabel 7. Kriteria standar kebutuhan ruang untuk lintasan sintetik atletik
Gambar 2.4 Standar gelanggang atletik ( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 153)
Olahraga atletik merupakan olahraga yang membutuhkan space yang cukup luas,
dikarenakan mewadahi aktivitas jenis olahraga yang bervariasi, seperti lompat
tinggi, lompat galah, lompat jauh, lompat tinggi, tolak peluru, lempar cakram, lontar
martil dan lempar lembing
38
Gambar 2.5 Standarisasi Lompat Jauh
Sumber : Ernst Neufert (Data Arsitek Jilid 2)
6) Fasilitas Fitness
Fasilitas fitness merupakan fasilitas penunjang yang perlu disediakan dalam
sebuah stadion sebagai standar regulasi federasi sepakbola internasional (FIFA)
guna mendukung aktivitas pemanasan atau latihan kebugaran sebelum memulai
kompetisi atau pertandingan. Berikut ini adalah standar peralatan – peralatan
fitnes :
39
40
Gambar 2.6 Daftar standar peralatan fitness
( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 158 )
41
Gambar 2.7 Contoh standar ruangan fitness
( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 158 )
3. Kolam Renang
Bangunan Kolam Renang adalah prasarana kolam renang beserta bangunan fasilitas
pendukungnya seperti ruang ganti, kolam pemanasan, pembilasan, dan sebagainya.
Stadion Renang adalah bangunan stadion yang berfungsi untuk kegiatan olahraga
akuatik. Kolam Utama adalah kolam dengan standar ukuran tertentu untuk
pelaksanaan pertandingan/perlombaan akuatik dari berbagai cabang renang. Kolam
Latihan adalah kolam untuk melakukan latihan, baik dalam rangka pertandingan
maupun latihan biasa (rutin), dan kolam latihan boleh tidak satu lokasi dengan kolam
utama. Kolam Pemanasan adalah kolam untuk melakukan pemanasan/warming-up
menjelang pertandingan.
42
Dalam petunjuk teknis ini, yang dimaksud dengan Bangunan Kolam Renang adalah
prasarana kolam renang beserta bangunan fasilitas pendukungnya seperti ruang
ganti dan sebagainya, yang digunakan untuk kegiatan olahraga akuatik dan
dilakukan di dalam ruangan (indoor) atau outdoor, yang terbagi dalam 3 (tiga) tipe,
yaitu: Tipe A, B dan C, sebagaimana tersebut dalam Tabel 7 di bawah ini:
Tabel 8. Tipologi bangunan kolam renang
4. Velodrome Sepeda
Tabel 10. Kriteria Standar Kebutuhan Ruang untuk Velodrome Sepeda
43
5. Asrama Atlet
Tabel 11. Kriteria standar untuk kebutuhan ruang asrama atlet
6. Lapangan Futsal
Tabel 12. Kriteria standar untuk kebutuhan ruang lapangan futsal
Gambar 2.8 Standar internasional lapangan futsal ( Sumber : Standar FIFA law of
the game )
44
7. Lapangan Tennis
Tabel 13. Kriteria standar untuk kebutuhan ruang lapangan tennis
Gambar 2.9 Standar lapangan tennis ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 159 )
Gambar 2.10 Standarisasi nett tennis ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 159 )
45
Gambar 2.11 Lapangan tennis untuk anak-anak ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2,
159 )
Gambar 2.12 Bentuk – bentuk tembok tennis ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 159
)
46
8. Lapangan Basket
47
9. Lapangan Volley Ball
Gambar 2.14 Standar lapangan volley ball FIVB ( Sumber : FIVB Volleyball
Rules. Hal. 64-65 )
48
10. Lapangan Sepak Takraw
Gambar 2.15 Standar internasional lapangan sepak takraw ( Sumber : ISTAF Law
of the game . Hal. 7 )
49
Gambar 2.16 Standar internasional lapangan bulu tangkis BWF ( Sumber : BWF
Badminton regulations . Hal. 6 & 14 )
50
13. Lapangan Taekwondo
51
14. Lapangan Tinju
52
Rules . Hal 51 )
53
16. Anggar
17. Gulat
54
18. Panahan / Memanah
55
dihindari, namun jika terpaksa, tingginya tidak boleh lebih dari 1,25 cm. Apabila
menggunakan karpet, bagian tepinya harus menggunakan konstruksi yang
permanen.
2. Kemiringan Lantai
Perbandingan kemiringan maksimum 1:8 dan pada setiap jarak maksimal 900 cm
diharuskan terdapat bagian yang datar minimal 120 cm.
3. Pencahayaan
Pencahayaan di jalur pedestrian berkisar 200 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
4. Drainase
Drainase didesain tegak lurus arah jalur dengan kedalaman maksimal 2 cm, mudah
dibersihkan, dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.
Ukuran
5. Jalur pedestrian didesain dengan lebar minimum 120 cm untuk
jalur searah dan 160 cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari
halangan, misalnya pohon, tiang rambu, struktur bangunan, lubang drainase /
gorong- gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.
6. Tepi Pengaman / Kanstin / Low Curb
Tepi pengaman penting bagi penghentian kursi roda dan tongkat tunanetra ke arah
yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dengan lebar 15
cm di sepanjang jalur pedestrian.
7. Jalur Pemandu
Jalur pemandu adalah jalur digunakan untuk memandu penyandang cacat untuk
berjalan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan peringatan.
56
Gambar 2.24 Prinsip desain jalur pedestrian Sumber : Buku Pedoman
Standardisasi (2012)
a. Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal pada bangunan yang
dirancang dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dimensi pijakan dan tanjakan harus berukuran seragam.
2. Tangga didesain dengan kemiringan maksimum 30°.
3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga. angga harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
sekurangkurangnya pada salah satu sisi tangga.
57
4. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80
cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian
ujungnya harus bulat atau dibelokan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.
5. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan panjang minimal 30 cm.
6. Tangga yang ditempatkan di luar bangunan harus didesain
sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan air tergenang pada lantai tangga.
7. Disediakan bordes pada setiap tangga per lantai.
58
Gambar 2.26 Handrail tangga Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
59
Gambar 2.28 Detail pegangan rambat pada dinding Sumber : Buku Pedoman
Standardisasi (2011)
b. Ramp
Ramp adalah jalur akses pergerakan vertikal dengan bidang rata yang memiliki
kemiringan tertentu. Ramp digunakan sebagai jalur alternatif bagi orang yang tidak
memungkinkan untuk menggunakan tangga. Beberapa persyaratan desain ramp
adalah sebagai berikut:
1. Kemiringan ramp di dalam bangunan tidak melebihi 1:8, sedangkan
ramp di luar bangunan didesain dengan kemiringan tidak melebihi 1:10.
2. Panjang mendatar dari suatu ramp dengan perbandingan antara
tinggi dan kelandaian 1:8 tidak boleh lebih dari 900 cm. Ramp dengan kemiringan
yang lebih rendah dapat didesain lebih panjang.
3. Lebar minimum ramp tanpa tepi pengaman adalah 95 cm. Lebar
minimum ramp dengan tepi pengaman adalah 120 cm. Ramp yang digunakan
sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus
dipertimbangkan lebarnya secara seksama sedemikian sehingga bisa dipakai untuk
kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-
sendiri.
4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar
kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.
60
5. Material yang digunakan untuk lantai ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin.
6. Tepi pengaman ramp (low curb) dirancang dengan lebar 10 cm
untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.
Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan,
ramp harus didesain agar tidak mengganggu jalan umum.
7. Ramp harus dilengkapi dengan penerangan dengan pencahayaan
yang cukup sehingga membantu pengguna ramp pada malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka
tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.
8. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (hand rail)
yang kekuatannya terjamin dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus
mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm.
Ukuran dan detail penerapan standar dapat terlihat pada gambar-gambar sebagai
berikut.
61
Gambar 2.29 Tipikal Ramp
Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
62
Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
63
Gambar 2.31 Kemiringan ramp Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
64
Gambar 2.34 Pintu di ramp
Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
Gambar 2.35 Ramp untuk trotoar Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
65
Gambar 2.36 Rekomendasi bentuk ramp Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)
c. Pintu
Pintu adalah bagian dari tapak bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk
masuk dan keluar yang pada umumnya dilengkapi dengan penutup berupa daun
pintu. Sehubungan dengan asas aksesibilitas, pintu hendaknya didesain dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup
termasuk oleh penyandang cacat.
2. Pintu masuk utama pada bangunan stasiun harus dipisahkan
dengan pintu keluar utama sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perpotongan arus
sirkulasi orang.
3. Pintu masuk/keluar utama memiliki lebar bukaan minimal 90
cm. Sementara untuk pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan
minimal 80 cm.
66
4. Di daerah sekitar pintu sedapat mungkin dihindari adanya ramp
ataupun perbedaan ketinggian lantai.
5. Hindari penggunaan material lantai yang licin di sekitar pintu.
6. Jenis-jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan antara
lain sebagai berikut:
a. pintu geser (sliding door);
b. pintu yang berat dan sulit untuk dibuka/ditutup;
c. pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil;
d. pintu yang dapat terbuka ke dua arah (dorong dan tarik);
e. pintu dengan pegangan yang sulit dioperasikan terutama
bagi penyandang tuna netra.
7. Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap
bahaya kebakaran. Pintu ini tidak boleh membuka sepenuhnya kurang dari 5 detik
sebelum menutup kembali.
8. Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat
menutup dengan sempurna karena pintu yang tidak menutup dengan sempurna
dapat membahayakan bagi penyandang cacat.
9. Pada portal yang menggunakan pintu putar harus disediakan
akses berupa pintu khusus bagi pengguna kursi roda
10. Diperlukan plat tendang di bagian bawah pintu bagi pengguna
kursi roda dan orang yang menggunakan tongkat tuna netra.
Ukuran dan detail penerapan standar dapat terlihat pada gambar-gambar sebagai
berikut.
Gambar 2.37 Pintu gerbang pagar Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
67
Gambar 2.38 Ruang bebas pintu satu daun Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)
Gambar 2.39 Ruang bebas pintu dua daun Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)
68
Gambar 2.40 Daun pintu dengan pelat tendang Sumber : Buku Pedoman
Standardisasi (2011)
Gambar 2.42 Pintu pada portal Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)
69
d. Kamar kecil
Kamar kecil (toilet) di sports center merupakan fasilitas sanitasi yang diperuntukan
secara umum maupun khusus. Toilet yang diperuntukan secara umum merupakan
fasilitas sanitasi yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang
tua dan ibu hamil. Sedangkan untuk toilet yang diperuntukan secara khusus,
aksesibilitasnya disesuaikan dengan orang yang menggunakannya toilet tersebut.
Persyaratan umum untuk fasilitas toilet adalah sebagai berikut:
1. Ruangan toilet untuk pria didesain terpisah dengan ruangan
toilet untuk wanita. Pemisahan ini juga termasuk pemisahan akses menuju ruangan
masing-masing dengan pintu masuk terpisah.
2. Masing-masing toilet dilengkapi dengan tanda toilet pria/wanita
pada bagian luar ruangan.
3. Wastafel sebaiknya menggunakan kran ungkit.
4. Lantai menggunakan material yang tidak licin.
5. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah
pintu masuk dianjurkan untuk disediakan tombol pencahayaan darurat (emergency
light button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik padam.
6. Persyaratan khusus untuk fasilitas toilet sehubungan dengan
aksesibilitas bagi penyandang cacat adalah sebagai berikut:
a. Toilet harus dilengkapi dengan tanda aksesibilitas
penyandang cacat pada bagian luar ruangan.
b. Toilet harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk,
keluar dan manuver kursi roda.
c. Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna
kursi roda membuka dan menutup pintu.
d. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan
ketinggian kursi roda, yaitu 45 – 50 cm.
e. Letak kertas tissue, air, kran air, pancuran (shower), tempat
sabun, pengering dan perlengkapan lainnya harus dipasang sedemikian rupa
sehingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau oleh pengguna kursi roda.
70
f. Kunci atau grendel pintu dipilih sedemikian rupa sehingga
bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
Ukuran dan penerapan standar untuk toilet yang didesain aksesibel bagi
penyandang cacat dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut.
71
Gambar 2.45 Simulasi pergerakan di toilet Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)
Gambar 2.46 Kran wudhu kaum difabel Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)
72
g. Tempat Parkir
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain tempat parkir adalah sebagai
berikut :
1. Ukuran tempat parkir harus disesuaikan dengan ukuran jenis
kendaraannya. Ukuran mobil pribadi, bus dan ukuran tempat parkirnya dapat dilihat
pada Gambar 2.28 dan Gambar 2.29.
2. Desain layout parkir disesuaikan dengan ketersediaan lahan
dan kapasitas parkir yang dibutuhkan. Beberapa tipikal desain layout parkir untuk
kendaraan pribadi dapat dilihat pada Gambar 2.53.
3. Area parkir harus dilengkapi penunjuk arah, rambu lalu-lintas
dan marka jalan yang dibutuhkan, seperti penunjuk arah menuju hall stasiun, marka
jalan penunjuk arah jalur kendaraan, rambu dilarang parkir di tempat- tempat
tertentu dan rambu-rambu penunjuk atau larangan berbelok. Rambu dan marka
jalan mengikuti standar yang dipakai oleh Departemen Perhubungan.
4. Pintu gerbang masuk area parkir harus dipisahkan dengan
pintu gerbang keluar agar tidak terjadi perpotongan sirkulasi arus kendaraan.
5. Area parkir harus dilengkapi dengan lampu penerangan yang
memadai.
6. Garis pembatas parkir menggunakan warna putih atau kuning
dengan lebar 12 – 20 cm yang terletak di samping dan di depan kendaraan.
7. Posisi mobil satu sama lain dibatasi oleh palang yang
tingginya sekitar 10 cm seperti yang terlihat pada Gambar 2.52. Pembatas ini
berfungsi menghentikan roda mobil agar tidak berbenturan dengan mobil lain yang
berada di belakangnya. Penempatan tempat parkir di depan dinding dapat
menggunakan papan bantalan dengan bahan karet pada dinding di belakang mobil.
8. Tempat parkir dapat disesuaikan dengan lingkungan tanpa
mengurangi fungsinya seperti yang terlihat pada Gambar 2.54. Sesuai dengan kontur
alami, tempat parkir dapat dibuat lebih rendah dilengkapi dengan penghijauan pada
atapnya seperti. Penghijauan ini tidak hanya menambah keindahan, melainkan juga
untuk penyerapan debu dan memperbaiki kehidupan ekologi.
73
9. Area parkir di ruang terbuka hendaknya dilengkapi dengan
koridor beratap bagi pejalan kaki menuju pintu utama bangunan stasiun. Ramp
diperlukan untuk mengatasi perbedaan tinggi lantai parkir dengan lantai koridor
sehingga aksesibel bagi pengguna kursi roda dan pengguna alat bantu angkut
barang yang beroda.
74
( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 101 )
75
76
Gambar 2.49 Tipologi parkiran
( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 105 )
Culture merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan,
berasal dari kata “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan. Dari asal kata
tersebut maka “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan cara belajar. Kebudayaan berfungsi sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan karena kebudayaan mendasari dan mendorong terwujudnya suatu
kelakuan sebagai pemenuhan kebutuhan yang timbul. Kebutuhan tersebut
diantaranya adalah jasmani, rohani dan sosial.
Dalam sifatnya ideal adalah abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, yang hanya buah
dari pemikiran manusia, hasilnya berupa gagasan atau nilai filosofi yang bersifat
karangan. Gagasan tersebut tidak terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan
menjadi suatu sistem, yang disebut sebagai kultural. Seperti halnya dengan Candi
Borobudur memiliki konsep yang
77
sangat fillosofis yang mengilustrasikan kosmologi Buddha yaitu konsep alam
semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha (gambar 2.50)
yaitu, Kamadhatu dibagian kaki yang melambangkan nafsu, Rupadhatu dibagian
tengah adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu dan Tingkatan
paling atas Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud).
Kebudayaan yang berkaitan dengan aktivitas yang terjadi pada manusia meliputi
interaksi sesama manusia sebagai mahluk sosial baik didalam maupun diluar
bangunan. Aktivitasnya pun beragam, menyesuaikan tempat dimana aktivitas itu
berlangsung, seperti aktivitas senam / olahraga (gambar 2.51) dilakukan dilapangan
atau alun – alun kota. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa diobservasi
atau didokumentasikan.
78
c. Kebudayaan sebagai wujud artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan berupa fisik, yaitu karya murni yang diciptakan
oleh manusia itu sendiri. Karya yang dihasilkan paling konkrit diantara 2 (dua)
wujud kebudayaan sebelumnya (ideal dan aktivitas). Selain itu wujud karya ini
dapat diraba dan dilihat dalam bentuk nyata seperti bangunan bersejarah, jembatan
atau monumen. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur, dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (fisik) manusia.
79
2.3.3.1 Kebudayaan Material
80
sebagai penutup gedung utamanya. Meskipun material yang dipakai sudah modern,
namun tidak melupakan corak budaya asli Kulonprogo sebagai identitasnya.
Gambar 2.54 Taman Budaya Kulonprogo
Batik motif geblek renteng merupakan ikon Kulonprogo. Terdiri dari gambar
geblek yang berbentuk seperti angka 8 sebagai motif utama, dan dilengkapi dengan
berbagai simbol yang menunjukkan kondisi serta kekayaan alam di Kulon Progo.
Motif Geblek Renteng ini terdiri dari tiga gambar, yakni gambar geblek, lambang
binangun serta gambar motif buah manggis. Tidak banyak yang tahu apa arti dan
makna dari motif Geblek Renteng ini. Padahal, apabila ditelusuri, motif ini memiliki
filosofi yang sangat indah. Gambar Geblek yang disusun “renteng” atau berjejer
merupakan simbol dari makanan khas Kulon Progo.
81
d. Makanan Geblek khas Kulonprogo
Geblek merupakan makanan tradisional yang sangat terkenal dan telah menjadi
salah satu ikon kuliner di Kulon Progo. Bentuk Geblek yang unik, berbentuk angka
8, menambah ciri khas makanan ini. Bahkan Geblek lah yang menjadi inspirasi
pembuatan ikon batik terkenal asli Kulon Progo, Batik Geblek Renteng.
82
di Indonesia. Selain itu, jathilan berfungsi sebagai penghubung tali silaturrahmi
antar warga.
b. Senam Angguk
c. Bahasa Jawa
Bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Kulonprogo sehari – hari adalah
bahasa jawa. Bahasa jawa yang digunakan setiap daerah dipulau jawa pun berbeda
makna walaupun secara lafal hampir sama. Dikehidupan sehari – hari bahasa jawa
biasa digunakan untuk mempermudah komunikasi untuk berbagai kepentingan
dengan orang terdekat hingga orang jauh
83
sekalipun yang masih satu wilayah Kulonprogo. Dalam arsitektur sendiri tulisan
jawa dipakai untuk kepentingan komunikasi seperti presentasi desain dengan klien
maupun kerabat terdekat. Huruf yang disajikan berupa tulisan aksara jawa bertujuan
agar melestarikan bahasa jawa krama. Selain itu juga dipakai untuk penamaan
ruang, jalan, signage, petunjuk arah, tulisan dinding hingga fasad seperti yang
ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :
84
2.4 Studi Kasus
Studi kasus yang diambil terkait perancangan sports center ini ada 3 fungsi sport
center yang hampir mirip dengan sports center yang akan rancang dari segi tipologi
bangunan, infrastruktur dan pendekatan yang digunakan.
85
untuk menggelar pertandingan yang berkaitan dengan olahraga, stadion GBK saat
ini juga sering difungsikan untuk kegiatan lainnya.
Fungsi lain kawasan Gelora Bung Karno adalah memiliki 84% Kawasan Terbuka
Hijau yang merupakan daerah resapan air dengan lingkungan hijau seluas 67,5%
yang masih terdapat kelestarian aneka pepohonan langka yang besar dan rindang
yang merupakan hutan kota juga sebagai tempat bermukimnya 22 jenis burung liar.
Berikut adalah fasilitas – fasilitas olahraga yang ada di Gelora Bung Karno Sport
Kompleks :
a. Stadion Utama Gelora Bung Karno
Fasilitas yang ada di Stadion Utama Gelora Bung Karno diantaranya adalah :
- Ukuran Lapangan 105 x 70 m, jenis rumput Zoysia Matrelia
Linmer
- Lampu arena 400.000 watt (1.500 lux)
- Kapasitas tribun 80.000 orang
- Lintasan/track atletik uk. 400 meter, jumlah line 8 jalur
- Fasilitas pendukung: ruang ganti, musholla, toilet, parkir, sound
system & multimedia score board
86
b. Istora Senayan
Fasilitas yang ada di Stadion Utama Gelora Bung Karno diantaranya adalah :
- Ukuran arena 25 x 50 m, memakai lapisan kayu sunkai
- Lampu arena 60.400 watt, tinggi atap dari lantai 17 m
- Kapasitas tribun 9.500 orang, sound system, AC 600 PK
- Fasilitas pendukung: Ruang VIP, ruang ganti, kantor, ruang
kesehatan, musholla, toilet, parkiran
Gambar 2.64 Stadion Tennis Outdoor (kiri) Indoor (kanan) Sumber : gbk.id .
Diakses 26/12/2018
87
d. Stadion Akuatik Senayan
e. Stadion Madya
88
2.4.2 Singapore Sport Hub
Singapore Sports Hub adalah pusat/kawasan olahraga, hiburan, rekreasi dan gaya
hidup terpadu yang sepenuhnya terintegrasi. Terletak di lahan seluas 35 hektar di
dalam kota Singapura. Beberapa fasilitas yang dimiliki Singapore Sport Hub yakni
National Stadium Singapore, Stadion Indoor, pusat akuatik OCBC, panjat dinding,
pusat olahraga air. Singapore Sport Hub mulai selesai pembangunan pada 2014
dibangun oleh DP Architect dengan penekanan arsitektur high-tech pada penerapan
konstruksi bangunan, material, tampak dan sistem teknologi yang digunakan pada
bangunannya.
89
Gambar 2.68 Penerapan teknologi pada stadion ( Sumber: archdaily.com )
Singapore Sport Hub dirancang untuk pemakaian jangka panjang dari awal, Sports
Hub menerapkan standar baru untuk adaptabilitas dan integrasi sosial. Dengan
90
menyediakan tempat utama untuk acara olahraga besar serta menjadi ruang tujuan
publik yang inklusif.
Selain kebutuhan olahraga di Singapore Sport Hub ini juga tersedia ruang publik
(komunal) seperti taman bermain anak, joging track dan seating area untuk
mewadahi aktivitas warga sehari – hari disamping pekerjaan mereka sehari - hari
91
Gambar 2.71 Singapore Indoor Stadium ( Sumber: singaporesporthub.sg )
92
sebagai nelayan dan bahan yang digunakan dominan material import. Tidak lupa
corak motif batik yang tampil pada salah satu bagian bangunannya
Gambar 2.74 Salah satu konsep budaya yang muncul ( Sumber: sportku.com )
93
Salah satu konsep budaya yang muncul pada Jakabaring Sport City adalah fasad
yang bercorak batik khas Sumatera Selatan dan gapura selamat datang yang
mengadopsi dari bentuk kapal tradisional Palembang.
Gambar 2.75 Gedung olahraga indoor Jakabaring Sport City ( Sumber: pu.go.id)
2.5 Kesimpulan
Dari dua studi kasus tersebut, beberapa hal dapat diterapkan dalam Perancangan
Sports Center di Wates, Kulon Progo Yogyakarta, yaitu :
a. Gelora Bung Karno Sport Komplek
1. Penyesuaian desain terhadap lingkungan sehingga
rancangan yang dihasilkan sesuai dengan karakter lingkungan sekitarnya.
2. Plafon yang tinggi akan memberikan kesan megah dan
sirkulasi udara yang lancar di dalam gedung/ ruangan
3. Penerapan sistem modern sistem pada konstruksi bangunan
4. Tipologi gedung olahraga indoor (tertutup) dan outdoor
(terbuka)
5. Penerapan konsep culturalnya hanya terdapat pada sistem
user setting
94
yang dihasilkan sesuai dengan karakter lingkungan sekitarnya.
95
2. Plafon yang tinggi akan memberikan kesan megah dan
sirkulasi udara yang lancar di dalam gedung/ ruangan
3. Penerapan sistem modern sistem pada konstruksi bangunan
4. Tipologi gedung olahraga indoor tertutup
5. Penerapan konsep culturalnya hanya terdapat pada sistem
user setting
96
BAB III METODE PERANCANGAN
97
3.2.3 Tujuan Perancangan
Merancang Sports Center di Kulon Progo yang dapat memfasilitasi seluruh
aktivitas olahraga melalui pendekatan arsitektur Culture Connection.
3.2.4 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder :
a. Data primer
Data primer berupa survey dan kegiatan ini merupakan proses pengumpulan data
yang dilakukan langsung dilokasi dan dapat berasal dari berbagai sumber yang
akurat dengan pendokumentasian gambar berupa foto dan sketsa
b. Data sekunder
1. Studi Literatur
a) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten
Kulon Progo
98
2. Studi Kasus
a. Gelora Bung Karno Sport Complex
b. Singapore Sport Hub
c. Jakabaring Sport City
1. Analisis tapak
Analisis tapak dengan menggunakan metode runtut yang akan menghasilkan
program tapak yang terkait dengan fungsi dan fasilitas yang akan diwadahi pada
tapak perancangan. Analisis ini meliputi analisis persyaratan tapak, analisis
aksesibilitas, analisis kebisingan, analisis pandangan, sirkulasi, matahari, angin,
vegetasi, dan zoning.
2. Analisis aspek aspek bangunan dan lingkungan
Aspek bangunan merupakan obyek utama sebagai wadah aktifitas pelaku dan
menjadi unsur fisik utama. Untuk memunculkan identitas bangunan yang
mendukung perwujudan bangunan diperlukan analisis terhadap faktor-faktor
isiknya dengan mengacu pada kegiatan dan fungsi bangunan.
Menganalisis kondisi eksisting dan potensi yang ada pada tapak dan hubungannya
dengan lingkungan sehingga menghasilkan rancanagn yang responsif dan
memberikan kontribusi terhadap lingkungan urban sekitarnya.
3. Analisis program ruang
Analisis program ruang ini di gunakan untuk mendapatkan jenis pengguna,aktifitas,
serta sirkulasi yang menghasilkan kebutuhan ruang kemudian pada analisis ruang di
gunakan untuk mendapatkan jenis-jenis ruang,hubungan atar ruang serta peranan
ruang itu sendiri. Sehingga akan muncul ruang yang fleksibel dan fungsional.
Dalam pencapaian
99
program ruang harus melalui tahapn identifikasi aktivitas pada site, yaitu :
a) Pelaku
Analisis mengacu pada fungsi yang direncanakan yaitu pada gedung pagelaran
budaya, seperti pengelola,pengunjung,karyawan dan servis. Dari sekian jenis
pelaku tersebut akan menentukan kegiatan aktifitas yang terjadi.
b) Kegiatan / Aktivitas
Setelah melakukan tinjauan tentang pelaku maka akan muncul jenis kegitan atau
aktivitas setiap pelaku yang ada, setelah itu mengidentifikasi kebutuhan ruang dan
besaran ruang yang terbentuk sesuai stabdar arsitektural.
c) Kebutuhan Ruang
Aktivitas yang terjadi pada site memunculukan kebutuhan ruang guna untuk
memenuhi aktivitas yang terjadi, pada dasarnya kebutuhan ruang juga untuk
memenuhi aktivitas di dalamnya.
100
3.4. Alur pola pikir
ISSUE
Olahraga
Sosial budaya
Local Physical
Literatur
Tinjauan teori Sport Center
Observasi lapangan
Kebijakan Pemerintah
Data eksisting site Studi Regulasi Sport Center
Studi Standarisasi Aseksibilitas
Tinjauan teori Culture Connection
Studi kasus
DATA
ANALISIS
Analisis Struktur
Analisis Site
KONSEP
1. Konsep struktur
2. Konsep utilitas
3. Konsep bentuk
4. Konsep fasad
101
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1 Peta wilayah Kabupaten Kulonprogo & Kota Wates Sumber :
Analisis Penulis, 2018
102
4.1.2 RDTR & RPJMD Kabupaten Kulon Progo
Sesuai RDTR Kabupaten Kulonprogo Pasal 7 Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana
tata ruang wilayah Kulonprogo tahun 2012-2032, Kota Wates / Kecamatan Wates
dipilih sebagai pusat pengembangan untuk kawasan olahraga. Maka, lokasi
perancangan Sports Center masih terletak didalam wilayah Kecamatan Wates,
Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan dalam Rencana Strategis Perangkat Daerah
(RENSTRA) BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo No. 74 Tahun 2017 yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJMD)
Kabupaten Kulonprogo tahun 2017-2022. memiliki visi pembangunan daerah,
salah satunya yang berkaitan dengan Sport Center adalah :
“Mewujudkan pembangunan berbasis kawasan dengan mengoptimalkan sumber
daya alam dan didukung infrastruktur yang berkualitas”.
103
Gambar 4.2 Survei CSIS aktivitas paling diminati Sumber : Analisis penulis, 2018
104
Gambar 4.3 Pendataan olahraga di Kulon Progo Sumber : Analisis Penulis, 2018
105
4.2 Analisis Messo
4.2.1 Profil Lokasi Perancangan
Gambar 4.4 Peta persebaran fasilitas olahraga di Kota Wates Sumber : Analisis
Penulis, 2018
Kota / Kecamatan Wates (dalam bahasa jawa berarti “batas”) adalah ibukota dari
Kabupaten Kulon Progo. Jumlah penduduk kota Wates tahun 2001 adalah 45.436
jiwa. Luas wilayahnya 3.200,2 Ha, dengan kepadatan penduduknya 15 Jiwa / Ha.
Berdasarkan kriteria BPS kota Wates dapat digolongkan kepada Kelas Kota Kecil,
(kota dengan jumlah penduduk antara 20.000 sampai 100.0000 jiwa).
Perkembangan kota ini relatif kurang karena hampir tidak ada penggerak aktivitas
ekonomi yang muncul. Sehingga hanya berperan sebagai pusat administrasi dari
kabupaten Kulon Progo. Kota Wates memiliki peran penting bagi Kabupaten Kulon
Progo dikarenakan menjadi simpul pergerakan transportasi jalur selatan dari atau
menuju Provinsi D.I Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Dalam RDTR
Kabupaten Kulonprogo Pasal 7 Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang
wilayah Kulonprogo tahun 2012-2032, Kota Wates / Kecamatan Wates dipilih
sebagai pusat pengembangan untuk kawasan olahraga. Dikota Wates sendiri sudah
ada beberapa fasilitas olahraga seperti lapangan bola,
106
lapangan basket, GOR dan stadion cangkring, namun tidak bisa menampung event
olahraga dengan skala besar dikarenakan keterbatasan fasilitas dan kapasitas serta
antar fasilitas yang wilayah dan tempatnya berbeda – beda dalam artian tidak
terkoneksi. Jadi, sangat diperlukan antar fasilitas olahraga yang terkoneksi satu sama
lain dengan fasilitas dan standar gedung olahraga yang sesuai untuk kebutuhan event
olahraga berskala nasional dan internasional. Dari tinjauan lokasi tapak dibeberapa
fasilitas olahraga yang sudah ada, wilayah Stadion Cangkring, Desa Giripeni dan
di Desa Karangwuni yang sangat mungkin untuk dikembangkan untuk dibangun
sport center, dikarenakan lokasi tersebut masih tersedia lahan yang memadai, masih
dapat dikembangkan, aseksibilitasnya mudah, utilitas tersedia, topografi nya bagus
dan sesuai dengan peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Kondisi geografis lokasi
perancangan tergolong baik, berdasarkan kondisi fisiknya, kecamatan ini
merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 100 meter di atas permukaan laut.
Untuk batas-batas wilayah dari Kecamatan Temon ini adalah sebagai berikut :
107
Gambar 4.5 Persebaran objek wisata disekitar Wates Sumber : travelingyuk.com
108
Gambar 4.7 Alternatif site perancangan sport center
Sumber : Analisis Penulis, 2018
109
b. Kecamatan Wates : Jl. Tentara Pelajar, Area Sawah, Wates
110
sebagai area pengembangan
olahraga, permukiman atau
pendidikan
5 Infrastruktur Kondisi jalan menuju lokasi 4 4
yang mudah diakses
kendaraan
6 Jaringan Jaringan listrik dan air 4 4
Utilitas bersih yang memadai
7 Topografi lahan Kondisi tanah yang aman 4 3
terhadap bahaya longsor
maupun banjir
Total 35 34
Sumber: Analisis Penulis, 2018
111
Gambar 4.10 Lokasi tapak Sumber : Analisis Penulis, 2018
112
b. Figure Ground
Kondisi lahan disekitar tapak tidak padat, sehingga masih sangat memungkinkan
untuk pengembangan sport center. Ground disekitar site digunakan untuk
Perkebunan / persawahan, permukiman dan sebgaian kecil terdapat zona komersil
c. Eksisting Site
113
Lokasi tapak sangat strategis dikarenakan dekat dengan aseksibilitas utama. Selain
itu kondisi tapak merupakan area persawahan dan lahan yang telah dimanfaatkan
untuk ruang olahraga.
Problem : Pada kondisi saat ini pintu masuk antara atlet, pengelola dan penonton
menuju site diarahkan pada satu titik yang sama sering terjadi penumpukan antrian
masuk. Kepadatan kendaraan umumnya terjadi pada pagi dan sore hari pada jam
masuk dan pulang kerja.
Gambar 4.15 Jalan Utama (kiri) & Jalan Kampung (kanan) Sumber :
www.google.com/maps/
114
Respon desain 1:
Perlunya Traffic Light untuk menghindari kemacetan di persimpangan jalan
pahlawan dan jalan sanggrahan lor. Untuk sirkulasi dilakukan pembagian 2 (dua)
sirkulasi. Sirkulasi masuk pengunjung / penonton (publik) melalui sisi selatan jalan
pahlawan. Sirkulasi masuk khusus pengelola (privat) melalui jalan sanggrahan lor
sisi barat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan antrian masuk disatu titik
dan tidak mengganggu arus lalu lintas dari arah berlawanan. Selain itu bertujuan
untuk membedakan jenis pengguna untuk menjaga privasi dan kenyamanan.
Sedangkan akses menuju keluar diarahkan ke sisi utara jalan pahlawan, agar tidak
bersinggungan langsung dengan akses masuk. Kelebihan akses ini adalah lalu lintas
didalam dan luar site menjadi lebih efektif dikarenakan adanya traffic lamp yang
mengatur pergerakan kendaraan
Respon desain 2:
Perlu dilakukan pembagian 2 (dua) sirkulasi. Sirkulasi masuk dan keluar
pengunjung / penonton (publik) melalui sisi utara jalan pahlawan. Sirkulasi masuk
dan keluar khusus pengelola (privat) melalui jalan sanggrahan lor sisi barat. Hal ini
115
bertujuan agar tidak terjadi penumpukan antrian masuk disatu titik dan tidak
mengganggu arus lalu lintas dari arah berlawanan. Selain itu bertujuan untuk
membedakan jenis pengguna untuk menjaga privasi dan kenyamanan.
116
Problem : Untuk bangunan indoor tidak mendapatkan positif view dikarenakan
tertutup. Hanya dapat di aplikasikan ke bangunan outdoor maupun area landscape
sebagai ruang komunal yang cocok untuk mendapatkan view positif tersebut.
Timur Selatan
Respon desain 1 :
View dari entrance bangunan ke area luar diorientasikan ke arah utara dan timur
dalam bangunan dengan penataan linier untuk mendapatkan panorama yang bagus
dan untuk menghindari pancaran sinar matahari langsung dari pintu masuk.
Dibagian tengah site adalah jalur sirkulasi dan area plaza yang mengarahkan
pengunjung menuju bangunan. Kelebihannya adalah sirkulasi visual dari pintu
masuk hingga pintu keluar mendapatkan view yang menerus, dikarenakan semua
bangunan berada disisi kanan dan kiri jalan.
Gambar 4.20 Respon desain orientasi view 1 Sumber : Analisis Penulis, 2019
117
Respon desain 2 :
Pada alternatif view 2, entrance bangunan masih diorientasikan ke arah utara dan
timur. Yang membedakan hanyalah penataan bangunan yang terpusat. Dibagian
tengah site adalah jalur sirkulasi dan area plaza yang mengarahkan pengunjung
menuju bangunan. Kelebihannya adalah area plaza yang berada ditengah membuat
sirkulasi visual terhadap bangunan dan luar bangunan menjadi lebih luwes.
Gambar 4.21 Respon desain orientasi view 2 Sumber : Analisis Penulis, 2019
118
Problem : Hampir seluruh bangunan yang ada di sport center akan terkena pancaran
sinar matahari, akan membuat suhu disekitar bangunan menjadi panas dan kering.
Respon desain 1 :
Perlunya zona vegetasi untuk meredam efek panas dan pemasangan panel surya
(solar panel) disetiap atap bangunan untuk menangkap pancaran sinar matahari
guna dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik cadangan sebagai penghematan energi.
Serta penambahan shadding sekaligus berfungsi sebagai kanopi diluar fasad
bangunan dengan kemiringan mengikuti atap bangunan agar pancaran sinar
matahari teratasi dengan baik. Sangat efektif apabila diterapkan ke bangunan
Respon desain 2 :
Perlunya zona vegetasi untuk meredam efek panas dan pemasangan panel surya
(solar panel) disetiap atap bangunan untuk menangkap pancaran sinar matahari
guna dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik cadangan sebagai penghematan energi.
Serta penambahan kanopi sekaligus shadding horizontal disekeliling luar bangunan
Untuk menghindari pancaran sinar matahari berlebih. Kekurangannya menjadi
kurang efektif peredaman pancarannya karena tidak tertutup secara merata.
119
Gambar 4.24 Respon sun path 2 Sumber : Analisis Penulis, 2019
Gambar 4.25 Analisis utilitas dan infrastruktur Sumber : Analisis Penulis, 2018
120
Problem : Tidak adanya jalur pedestrian untuk pejalan kaki, kurang tertatanya
jaringan utilitas dan tidak adanya tempat transit untuk pemberhentian transportasi
umum.
Respon desain :
Jaringan utilitas yang telah tersedia seperti jaringan listrik dan air dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan teknis didalam sport center . Menambahkan jalur
pedestrian sebagai pelengkap landscape dan membuat transit point untuk
transportasi umum
Gambar 4.27 Respon desain utilitas dan infrastruktur Sumber : Analisis Penulis,
2019
121
e. Climate
Problem : Kota Wates beriklim tropis, berdasarkan data dari bmkg.go.id curah
hujan di Kota Wates ringan dengan rata-rata 164 mm/hari, kelembapan mencapai
90%. Hembusan angin normal 4-11 km/jam. Suhu dikota Wates normal 24-29
derajat celcius dikarenakan berada didataran rendah.
Respon desain 1 :
Curah hujan yang tinggi, air dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sanitasi dan
penyiraman vegetasi. Membuat sirkulasi dan bukaan yang loop agar memperlancar
sirkulasi udara.Memakai bahan material bangunan yang mampu merespon iklim
tropis
122
Gambar 4.29 Respon desain 1 terhadap klimatologi Sumber : Analisis Penulis,
2019
Respon desain 2 :
123
2019
124
f. Natural Physical
Problem : Jenis tanah aluvial lebih dominan dilokasi site dikarenakan banyak
tanaman palawija dan perkebunan. Karakter tanah ini cukup lembab, sangat cocok
untuk tanaman namun pada perancangan bangunan harus memperhatikan jenis
pondasi seperti penggunaan pondasi pancang yang akan digunakan untuk
mengantisipasi terjadinya amblas.
Respon desain 1 :
Pohon kiara payung dan cemara dapat dimanfaatkan untuk vegetasi disekitar site
dikarenakan karakternya cocok untuk peneduh landscape, peredam hawa panas dan
kebisingan disekitar site.
125
Gambar 4.33 Respon desain 1 penerapan vegetasi Sumber : Analisis Penulis, 2019
126
Respon desain 2 :
Gambar 4.34 Respon desain 1 penerapan vegetasi Sumber : Analisis Penulis, 2019
127
g. Human & Cultural
Respon desain :
Didalam pembangunan sport center perlu adanya penunjang untuk memberikan
fasilitas kepada warga sekitar dalam mengadakan kegiatan budaya dan ruang
komun
al sebagai daya tarik disektor wisata untuk mendukung fungsi utama yaitu olahraga.
128
Gambar 4.36 Respon desain human cultural
Sumber : Analisis Penulis, 2019
Merupakan respon dari potensi budaya sekitar dalam bentuk ruang publik untuk
mewadahi aktivitas kesenian, permainan dan wisata lainnya sebagai bentuk
kepedulian dan guna keberlanjutan budaya daerah Kulon Progo.
129
4.4 Kesimpulan Analisis Site
130
Gambar 4.37 Kesimpulan analisis site Sumber : Analisis Penulis, 2019
131
4.5 Program Ruang
4.5.1 User / Activity
Berikut adalah tabel pengguna sport center berdasarkan fungsi masing – masing
ruang dan aktivitasnya :2
132
Tabel 16 Kebutuhan ruang GOR Sumber : Analisis Penulis, 2018
133
4.5.2.2 Stadion Sepakbola
134
Tabel 17 Kebutuhan ruang Stadion Sumber : Analisis Penulis, 2018
135
4.5.2.3 Akuatik / Kolam Renang
136
Tabel 18 Kebutuhan ruang akuatik / kolam renang Sumber : Analisis Penulis,
2018
137
Tabel 19 Kebutuhan ruang tennis indoor Sumber : Analisis Penulis, 2018
138
Tabel 20 Kebutuhan ruang fasilitas lain Sumber : Analisis Penulis, 2018
139
4.5.2.7 Area Yang Terbangun
140
4.5.3 Hubungan Ruang dan Zonasi
Gambar 4.38 Hubungan ruang dan zonasi Sumber : Analisis Penulis, 2019
141
4.6 Analisis Sistem Struktur
Ruang utama pada gedung olahraga tidak boleh terdapat kolom ditengah lapangan,
karena dapat mengganggu kegiatan olaraga didalamnya. Oleh karena itu, haru
menggunakan struktur bentang lebar. Struktur bentang lebar terdiri dari beberapa
jenis, yaitu sistem Struktur Rangka Batang dan Rangka Ruang (Plane Truss dan
Space Truss, Struktur Furnicular (yaitu kabel dan pelengkung), Struktur Plan dan
Grid, Struktur Membran meliputi Pneumatik dan struktur tent(tenda) dan net
(jaring),dan Struktur Cangkang. Berikut adalah gambar skematik struktur – struktur
tersebut :
Gambar 4.39 Plane truss (kiri) dan space truss (kanan) Sumber : id.pinterest
142
4.6.2 Struktur Kabel dan Cangkang
Kabel adalah sistem struktur yang bekerja berdasarkan prinsip gaya tarik, terdiri
atas kabel baja, sendi, batang, dan sebagainya yang menyanggah sebuah penutup
yang menjamin tertutupnya sebuah bangunan. Pelengkung adalah struktur yang
dibentuk dari elemen garis yang melengkung dan membentang antara dua titik,
membentuk busur. Struktur ini membentang suatu ruang sekaligus menopang
beban.
Gambar 4.40 Penerapan struktur kabel (kiri) dan struktur cangkang (kanan)
Sumber : id.pinterest
143
4.7 Implementasi Sistem Struktur
144
b. Stadion Sepakbola
Menggunakan struktur rangka space frame untuk merespon bentang bangunan yang
lebar melingkar sepanjang tribun dengan luas bangunan mencapai 27,238 m2,
rangka ini sangat kuat karena memiliki elemen - elemen dan joint - joint yang saling
terhubung membentuk 3 (tiga) dimensi. Maka sangat cocok di aplikasikan sebagai
struktur atap.
145
c. Akuatik (Kolam Renang)
Menggunakan struktur sistem rangka baja tubular yang meminimalkan kedalaman
baja dan menggabungkan bracing lateral ke span dengan pola yang berselang –
seling dengan luas bangunan kurang lebih 2,660 m2. Penggunaan struktur ini
membuat kesan elegan dalam interior bangunan.
146
4.7.1 Pondasi Borepile
Dalam perancangan sport center ini pondasi yang digunakan adalah borepile. Hal
ini bertujuan untuk mempermudah dalam pemasangan, efisiensi waktu dan tidak
mengganggu kebisingan selama proses konstruksi. Selain itu, jenis tanah yang
didominasi oleh aluvial dan grumusol juga menjadi faktor borepile dipilih sebagai
pondasi utama. Pondasi ini sangat cocok untuk jenis tanah yang tingakt
kelembabapannya tinggi.
147
Gambar 4.46 Kolom baja komposit Sumber :
ristekhimatesil.wordpress.com
148
4.8 Analisis Sistem Utilitas
4.8.1 Penghawaan Buatan
Penghawaan buatan yang sangat sering digunakan dalam gedung atau bangunan
bentang lebar adalah AC Central karena dapat dapat menyebarkn udara keseluruh
ruangan. AC Central dapat di implementasikan pada bangunan yang tertutup seperti
GOR, Tennis Indoor dan VIP Stadion Sepakbola. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa olahraga yang tidak bisa terkena angin secara langsung seperti badminton.
149
4.8.2 Sistem Pencahayaan
Pencahayaan pada gedung olahraga terbagi menjadi pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan. Pencahayaan alami mengandalkan cahaya matahari yang
masuk kedalam gedung. Sedangkan pencahyaan buatan menggunakan lampu
Pencahayaan dalam bangunan gedung olahraga memiliki standar dominan 1000 -
1500 lux untuk tipe GOR, Tennis indoor dan akuatik.
Gambar 4.49 Lampu sorot dan sistem pencahayaan gedung olahraga Sumber :
ejournal3.undip.ac.id
Untuk stadion sendiri memiliki standar pencahayaan buatan untuk digunakan pada
malam hari sekitar 1500 – 3000 Lux. Faktor yang mempengaruhi besarnya daya
Lux tersebut adalah luasan stadion dan jangkauan dari tribun terhadap lapangan.
Lampu yang digunakan adalah jenis lampu sorot / tembak dengan daya mencapai
1000-2000 watt.
150
Gambar 4.50 Lampu sorot stadion 1000 watt Sumber : anekalampu.com
151
4.8.3 Sistem Elektrikal
Jaringan elektrikal pada bangunan berasal dari sumber listrik PLN, yang
didistribusikan melalui panel induk, panel pembagi disetiap ruangan hingga
disalurkan keseluruh ruangan untuk penerangan, penghawaan dan telekomunikasi.
152
4.9 Analisis Culture Connection
153
BAB V KESIMPULAN
154
5.2 Konsep Perancangan
5.2.1 Konsep Aseksibilitas
Konsep aseksibilitas yang digunakan adalah alternatif 1 dengan akses masuk berada
di selatan site. Akses masuk pengunjung berada di sisi selatan sayap timur
sedangkan akses masuk pengelola berada di sisi selatan sayap barat. Akses keluar
pengunjung dan pengelola berada di jalan pahlawan sisi utara
155
5.2.2 Konsep Gubahan Massa
Konsep gubahan massa merupakan pengaplikasian desain culture connection.
Mengadopsi dari bentuk atap joglo yang di modern kan dan digabungkan
berdasarkan filosofi senam angguk yang menerapkan bentuk yang sederhana
menjadi kompleks.
156
5.2.3 Konsep Ruang Luar
5.2.3.1 Landscape
Konsep landscape lebih memaksimalkan vegetasi pada area site yang tidak terdapat
bangunan. Pada vegetasi menggunakan pohon kiara payung sebagai peneduh
sekaligus penyerap polusi. Rumput sebagai alas dasar diatas tanah agar terlihat rapi
dan menjaga kelembapan. Pada perkerasan, pemakaian paving bata terdapat di
pedestrian, area sirkulasi dan parkir memakai material aspal. Sedangkan pada plaza
memakai paving terazzo.
157
5.2.3.2 Ruang Parkir
Zona parkir terdiri atas parkir pengunjung dan pengelola. Dikelompokkan menjadi
3 (tiga) transportasi diantaranya mobil, motor dan bus. Sedangkan untuk sepeda
digabung dengan parkir sepeda motor. Sirkulasi area parkir satu arah dengan 1 (satu)
pintu masuk dan 1 keluar. Parkir mobil yang digunakan ialah dengan kemiringan
45o.
158
5.2.4 Konsep Culture Connection
Penerapan konsep culture connection terdapat pada masing – masing bangunan
yaitu GOR, stadion, tennis indoor dan akuatik center. Pada stadion dan GOR
menerapkan fasad pola kolom dinding rumah limasan tradisional yang sekaligus
berfungsi sebagai shadding untuk menghasilkan pencahayaan yang bagus.
Sedangkan penerapan motif geblek renteng terdapat pada bangunan tennis indoor
dan akuatik center yang mana juga berfungsi sebagai shadding.
159
5.2.5 Konsep Struktur
Sistem struktur yang digunakan dalam bangunan sport center ini menggunakan
struktur rangka baja untuk bagian atap bangunan dikarenakan bentang bangunan
yang cukup lebar dan bebas kolom. Bagian kolom dan plat lantai menggunakan
sistem konvensional (baja). Sangat kuat untuk memikul beban pada bangunan.
160
Gambar 5.9 Konsep utilitas Sumber : Analisis Penulis, 2019
161