Anda di halaman 1dari 161

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul proyek


Perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi di Kabupaten Kepahiang
Provinsi Bengkulu dengan pendekatan Arsitektur Kontekstual.

1.2 Pengertian judul


Merupakan uraian singkat yang dimaksudkan untuk memberikan penjelasan
setiap kata yang membentuk judul tersebut :

a. Perancangan : Menurut Syaifun Nafisah (2003 : 2) perancangan


merupakan penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau
pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu kesatuan
yang utuh dan berfungsi.

b. Sentra : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sentra merupakan


tempat yang terletak di tengah-tengah (bandar dan sebagainya), titik
pusat, pusat (kota, industri, pertanian, dan sebagainya)

c. Agrowisata : Menurut Sastrayuda (2010) agrowisata merupakan suatu


bentuk rangkaian kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi pertanian
sebagai objek wisata, baik berupa potensi pemandangan alam kawasan
pertaniannya maupun kekhasan dan keanekaragaman aktivitas produksi
dan teknologi pertanian serta budaya masyarakat petaninya.

d. Kampung : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kampung


merupakan kelompok rumah yang merupakan bagian kota, terbelakang
(belum modern), berkaitan dengan kebiasaan di kampung.

e. Kopi : Menurut Rahardjo (2012) Kopi merupakan salah satu hasil


komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di
antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber
devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa
melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari
satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia.

f. Kabupaten Kepahiang : Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten


Kepahiang (2018 : 5) Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu
wilayah kabupaten di Provinsi Bengkulu dengan Luas wilayah Kabupaten
Kepahiang mencapai lebih kurang 66.500 hektar atau 665 kilometer
persegi.

g. Provinsi Bengkulu : Menurut Pemerintah Provinsi Bengkulu, Bengkulu


merupakan Provinsi di Pulau Sumatera yang meliputi wilayah bekas
Keresidenan Bengkulu dengan luas wilayahnya 19.813 km2, terdiri dari
empat Daerah Tingkat II, yaitu Kotamadya Bengkulu yang terdiri dari 2
Kecamatan, Kabupaten Bengkulu Utara (ibukota Argamakmur) yang
terdiri dari 13 Kecamatan, Kabupaten Bengkulu Selatan (Ibukota Manna)
yang terdiri dari 11 Kecamatan, dan Kabupaten Rejang Lebong (Ibukota
Curup) yang terdiri dari 10 Kecamatan.

h. Pendekatan : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendekatan


merupakan Usaha dalam rangka aktivitas Penelitian untuk mengadakan
hubungan dengan orang yang diteliti metode untuk mencapai pengertian
tentang masalah penelitian.

i. Arsitektur Kontekstual : Menurut Brolin (1980), Arsitektur Kontekstual


merupakan suatu perencanaan dan perancangan arsitektur, yang
memperhatikan permasalahan kontinuitas visual antar bangunan baru
dengan nuansa lingkungan yang ada di sekitarnya, dan melakukan studi
terhadap kesulitan-kesulitan yang timbul dalam menciptakan keserasian
antar bangunan yang berbeda jaman dan gaya, dalam suatu lokasi yang
berdekatan.

Berdasarkan pengertian, Perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi di


Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan pendekatan Arsitektur
Kontekstual adalah suatu perencanaan elemen yang menjadi satu kesatuan berupa
bangunan dan berfungsi sebagai pusat kegiatan wisata, yang memanfaatkan
pertanian dan pemandangan alam sebagai potensi sesuai kebiasaan setempat,
melalui hasil komoditi perkebunan berupa kopi di wilayah Kabupaten Kepahiang,
Provinsi Bengkulu dengan pendekatan bangunan yang memperhatikan masalah
kontinuitas visual antar bangunan baru dengan nuansa lingkungan yang ada di
sekitarnya, sehingga menciptakan keserasian antar bangunan.

1.3 Latar belakang


1.3.1 Agrowisata
Pengembangan agrowisata pada dasarnya akan menciptakan
lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari
masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus
urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat
diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam,
melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan
petani/masyarakat sekitar lokasi wisata. Maka dari itu dibangunnya
suatu agrowisata dapat memberikan kotribusi yang sangat besar bagi
Indonesia dari segi wisata, kelestarian sumber daya alam, pendidikan,
perekonomian, pemerataan pembangunan, ketahanan pangan dan
sebagainya (Anugerah dan Hari, 2016).
Tabel 1.1 Pembagian Topografi Wilayah Provinsi Bengkulu

Keterangan : DPL = Dari Permukaan Laut


(Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan
Provinsi Bengkulu, 2016)
Letak topografi Bengkulu menghasilkan keanekaragaman
agroekosistem yang tinggi. Hampir semua jenis komoditi tanaman
dapat dibudidayakan di Bengkulu, mulai komoditi dataran rendah
sampai dataran tinggi. Berbagai jenis sayuran, buah-buahan, padi,
kacang dan umbi tumbuh baik dan menguntungkan secara ekonomis.
Ditambah keadaan keanekaragaman budaya, pemandangan dan suku
berkembang di Bengkulu dan merupakan potensi pengembangan
agrowisata yang besar.
Pembangunan Pertanian di Provinsi Bengkulu merupakan
bagian integral dari pembangunan pertanian nasional. Pembangunan
pertanian memiliki peran besar dan strategis dalam mendukung
pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Bengkulu memiliki
potensi agroekosistem pertanian yang cukup diantaranya adalah
ketersediaan lahan, hara, dataran rendah sampai tinggi, curah hujan
yang merata di seluruh wilayah dan sepanjang tahun, sinar matahari
yang terus menyinari sepanjang tahun, kelembaban udara yang optimal
untuk pertumbuhan tanaman.
Tabel 1.2 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Rakyat
perkomoditi di Provinsi Bengkulu Tahun 2011-2015

(Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan


Provinsi Bengkulu, 2016)
Di Provinsi bengkulu terdapat berbagai macam komoditi
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Dalam
rangkamendukung Perioritas 2, yaitu penguatan komoditas unggulan
dan hilirisasi, Dinas tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan
Provinsi Bengkulu memiliki tugas dan fungsi mendukung
pengembangan komoditi unggulan dan hilirisasi (Dinas Tanaman
Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, 2016).
Komoditas yang menjadi perioritas pengembangan di tahun
2016-2021 adalah sebagai berikut :
1. Tanaman Pangan : Padi, jagung dan kedelai
2. Hortikultura : Cabe merah, bawang merah, jeruk RGL,
jeruk kalamansi, melinjo, pisang, enggano, pisang
ambon curup, alpukat dan manggis
3. Perkebunan : Kelapa sawit, karet, kopi arabika, kopi
robusta, pala, kelapa, aren
Kabupaten Kepahiang memiliki potensi dalam sektor pertanian.
Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Kabupaten
Kepahiang karena merupakan sektor utama yang memberikan peranan
terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB).
Pada tahun 2017 peranan sektor pertanian terhadap PDRB
Kabupaten Kepahiang adalah 41,49 persen (angka sangat sementara).
Dengan nilai nominal 1.510 milyar rupiah (atas dasar harga berlaku).
Cakupan kegiatan pertanian terdiri dari beberapa jenis kegiatan yaitu
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, kehutanan dan
penebangan kayu serta perikanan (Badan Pusat Statistik, 2018 : 161).
Tabel 1.3 Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan dan
Jenis Tanaman di Kabupaten Kepahiang dalam Ton 2015

(Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepahiang, 2017).


Dalam rangka mendukung program unggulan Gubernur
Bengkulu Dr. Rohidin Mersyah, M.MA yaitu Visit 2020 Wonderfull
Bengkulu, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan
(TPHP) Provinsi Bengkulu akan mengembangkan konsep Agrowisata
Kampung Kopi. Hal ini merupakan salah satu upaya Pemerintah
Provinsi Bengkulu melalui Dinas TPHP Provinsi untuk
mempromosikan kopi Bengkulu sekaligus membangun image
Bengkulu sebagai sentra penghasil kopi berkualitas.
Dengan melakukan perbaikan kualitas mutu kopi dengan
perbaikan pengelolaan dari hilir sampai kehulunya dari budidaya
hingga pasca panen yang diintegrasikan dengan potensi wisata diarea
kampung kopi sehingga menjadi salah satu destinasi wisata unggulan
di Provinsi Bengkulu (Dinas TPHP Provinsi Bengkulu, 2018).
Tabel 1.4 Luas Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan dan
Jenis Tanaman di Kabupaten Kepahiang dalam Hektar 2015

(Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepahiang, 2017).


Dari tabel menunjukkan luas tanaman perkebunan di
kepahiang untuk kopi sebesar 1.382 ha pada tahun 2015, dan terus
berkembang. Oleh karena itu, saat ini pemerintah setempat sedang
mengembangkan agrowisata berupa Agrowisata Kampung Kopi di
dua kabupaten, yakni Rejang Lebong dan Kepahiang untuk
meningkatkan kunjungan wisata lokal dan mancanagera ke Bengkulu
di masa mendatang, meningkatkan kunjungan wisatawan lokal dan
mancanegara, serta menjadikan bagian dari promosi kopi Bengkulu
baik di tingkat nasional maupun internasional (Usmin, 2018).

1.3.2 Kopi

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan


yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini
dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,14 persen pada tahun 2017
atau merupakan urutan kedua setelah sektor Industri Pengolahan.

Salah satu sub sektor yang cukup besar potensinya adalah sub
sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor perkebunan dalam PDB yaitu
sekitar 3,47 persen pada tahun 2017 atau merupakan urutan pertama di
sektor Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian. Sub sektor
ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap
tenaga kerja, dan penghasil devisa.

kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang


mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di
Indonesia. Kopi juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup
penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Selain
peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar kopi di dalam negeri masih
cukup besar. (statistik kopi Indonesia 2017, 3)

Gambar 1.1 Peta potensi Pengembangan Kawasan Kopi


(Sumber : Atlas Peta Potensi Pengembangan Komoditas dan
Kawasan Perkebunan Kopi Provinsi Bengkulu)

Dari peta potensi pengembangan kawasan kopi di provinsi


Bengkulu,kepahiang memiliki potensi lahan yang baik dan kepahiang
juga memiliki kopi unggulan yang didominasi oleh kopi arabika. Kopi
Arabika (Coffea arabica) adalah kopi yang paling baik mutu cita
rasanya dibanding jenis kopi yang lain, tanda-tandanya adalah biji picak
dan daun hijau tua dan berombak-ombak (Botanical, 2010).

Gambar 1.2 Gambar kopi arabika


(Sumber : Budidaya dan Pasca Panen KOPI)

Kopi Arabika memang dikenal terlebih dahulu oleh konsumen


di banyak negara, sehingga kelezatan kopi Arabika lebih dikenal
superior dibandingkan dengan kopi Robusta. Jenis-jenis kopi yang
termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah, Marago
dan Congensis (Najiyati dan Danarti, 1997).

Menurut Hartatri dan Rosari (2011), kopi Arabika memiliki


citarasa seduhan yang unik dan memiliki peluang pasar yang sangat
menjanjikan dalam pengembangan bisnisnya.pengembangan kampung
kopi sebagai agrowisata juga bertujuan untuk mempromosikan kopi
Sumatra di kabupaten kepahiang sendiri.

1.3.3 Local Physical


a. Kabupaten Kepahiang

Kabupaten Kepahiang adalah bagian dari wilayah


Kabupaten yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Rejang Lebong dan dibentuk berdasarkan Undang-undang
Nomor 39 Tahun 2003 tanggal tentang Pembentukan
Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Lebong di Kabupaten
Mukomuko. Kabupaten Kepahiang mempunyai wilayah
seluas 66.500 hektar, dengan batas-batas sebagai beri kut :

 Utara :Kabupaten Rejang Lebong

 Timur :Kabupaten Lahat,Sumatra Selatan

 Barat :Kabupaten Bengkulu Utara dan


rejang lebong

 Selatan : Kabupaten Bengkulu Utara

Gambar 1.3 Peta Wilayah Kecamatan di Kabupaten


Kepahiang

(sumber :Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten


Kepahiang 2007)

Berdasarkan letak geografinya, Wilayah Kabupaten


Kepahiang terletak pada 101º 55’ 19’’ - 103º 01’ 29’’ BT dan
02º 43’ 07’’ - 03º 46’ 48’’ LS. Berdasarkan pemanfaatan
kawasannya, luas kawasan budidaya atau Areal Pemanfaatan
Lain (APL) adalah 48.177,69 hektar (72,45%) dan kawasan
hutannya 18.322,31 hektar (27,55 %).Berdasarkan
administrasi pemerintahan, Kabupaten Kepahiang saat ini
terdiri dari 8 (delapan) kecamatan, 91 Desa dan 3 Kelurahan.
Kecamatan itu adalah Kecamatan Kepahiang, Ujan Mas,
Bermani Ilir, Tebat Karai, Kaba Wetan, Muara Kemumu,
dan Seberang Musi (Status lingkungan hiduo daerah
kabupaten kepahiang tahun 2007).

Kabupaten Kepahiang beri klim tropis dengan curah


hujan rata-rata 233,5 mm/bulan dengan jumlah bulan kering
selama 3 bulan, bulan basah 9 bulan, kelembaban nisbi rata-
rata 85,21 persen dan suhu harian rata-rata 23,87ºC, dengan
suhu maksimal 29,87º C dan suhu minimum 19,65º C.
Melihat kondisi i klim dan cuaca dengan curah hujan rata-
rata 233,5 mm/bulan dengan bulan basah selama 9 bulan
dalam satu tahun, Kabupaten Kepahiang termasuk
kabupaten agraris dengan lahan basah yang banyak
menghasil kan berbagai produk pertanian dalam arti luas.

b. Provinsi Bengkulu
Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat
pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah Provinsi Bengkulu
mencapai lebih kurang 1.991.933 hektar atau 19.919,33
kilometer persegi. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang
dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai ke
perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567
kilometer. Secara astronomis, Provinsi Bengkulu terletak
antara 2°16’ sampai 3°31’ LS dan antara 101°01’ sampai
103°41’ BT.
Gambar 1.4 Peta Administrasi Provinsi Bengkulu
(Sumber:Badan Pusat Statistik,2011)
Sementara jika dilihat dari letak geografisnya,
Provinsi Bengkulu di sebelah utara berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Barat, di sebelah selatan berbatasan
dengan Samudera Indonesia dan Provinsi Lampung, di
sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan di
sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi
Sumatera Selatan.
Penduduk Provinsi Bengkulu berdasarkan proyeksi
penduduk tahun 2018 sebanyak 1.963.300 jiwa yang terdiri
atas 1.000.644 jiwa penduduk laki-laki dan 962.656 jiwa
penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi
jumlah penduduk tahun 2010, penduduk Bengkulu
mengalami pertumbuhan sebesar 1,65 persen. Sementara itu
besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk
laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 104.
Kepadatan penduduk terbesar di Provinsi Bengkulu adalah
Kota Bengkulu sebesar 2.482 penduduk per kilometer.
Wilayah kabupaten terpadat di Kabupaten Kepahiang,
sebesar 205 penduduk per kilometer, diikuti kabupaten
Rejang Lebong sebesar 159 penduduk per kilometer
(Bengkulu dalam angka, 2019).

1.3.4 Arsitektur Kontekstual (kenapa ini dipilih)

Arsitektur Kontekstual merupakan suatu


perencanaan dan perancangan arsitektur, yang
memperhatikan permasalahan kontinuitas visual antar
bangunan baru dengan nuansa lingkungan yang ada di
sekitarnya, dan melakukan studi terhadap kesulitan-kesulitan
yang timbul dalam menciptakan keserasian antar bangunan
yang berbeda jaman dan gaya, dalam suatu lokasi yang
berdekatan (Brolin, 1980).

Keterkaitan visual antara bangunan baru dengan


lingkungan terdekat dapat dibentuk melalui aspek-aspek
pembentuk bangunan. Lingkungan merupakan bangunan
terdekat, gaya tradisional, dan landmark sedangkan aspek
pembentuk bangunan dan lingkungan ada dua yaitu aspek
visual umum dan nilai sejarah. Kontinuitas visual mengarah
pada keserasian elemen visual, maka Arsitektur Kontekstual
diterapkan dengan memasukkan elemen-elemen visual yang
terdapat pada bangunan maupun lingkungan ke dalam
bangunan baru yang direncanakan.

Dari permasalahan latar belakang yang telah


diuraikan sehingga terdapat suatu pemikiran untuk
menciptakan suatu wadah atau tempat yang memiliki sarana
di sektor perkebunan guna mendukung pengembangan
potensi wisata di kepahiang sebagai Sentra Agrowisata
Kampung Kopi guna meningkatkan kunjungan wisatawan
lokal dan mancanegara, serta menjadikan bagian dari
promosi kopi Bengkulu baik di tingkat nasional maupun
nasional.

1.4 Rumusan masalah

Berdasarkan kutipan yang diambil dari latar belakang, maka rumusan


permasalahan yang dapat disimpulkan yaitu :

1.4.1 Permasalahan Umum


Bagaimana cara merancang Sentra Argowisata Kampung Kopi di Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu.

1.4.2 Permasalahan Khusus


Bagaimana cara merancang Sentra Argowisata Kampung Kopi di Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan pendekatan Arsitektur Kontekstual.

1.5 Tujuan dan sasaran

1.5.1 Tujuan Arsitektural

Tujuan dari Perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi di


Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu adalah mewujudkan perancangan
sentra Agrowisata Kampung Kopi di Kabupaten Kepahiang Provinsi
Bengkulu untuk mewadahi segala aktivitas yang berkaitan, baik pariwisata
pertanian konservasi, kultur maupun edukasi tentang kopi. Serta
mengembangkan sistem tanam, petik, hingga jual yang dilakukan dalam
Agrowisata tersebut, sehingga tidak hanya pemandangan, hasil produk,
maupun suasana yang disuguhkan akan tetapi juga edukasi, konservasi dan
rekreatif yang dapat diambil.

2.5.1 Sasaran

Manfaat dari Perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi di


Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu adalah mewujudkan perancangan
Sentra Argowisata Kampung Kopi di Kabupaten Kepahiang Provinsi
Bengkulu untuk meningkatkan kunjungan wisata lokal dan mancanagera
ke Bengkulu di masa mendatang, meningkatkan kunjungan wisatawan
lokal dan mancanegara, serta menjadikan bagian dari promosi kopi
Bengkulu baik di tingkat nasional maupun internasional dan Menentukan
konsep wisata agro yang bisa mendorong peningkatan dalam segi ekonomi
bagi daerah, pebisnis dan masyarakat lokal.

1.6 Lingkup dan Pembahasan

1.6.1 Lingkup Pembahasan Arsitektural


a. Standar perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi
b. Pembahasan akan mengarah pada kegiatan-kegiatan
Agrowisata sebagai dasar perencanaan serta fasilitas-fasilitas
pendukung di kawasan yang direncanakan
c. Pembahasan menitik-beratkan pada hal-hal dan masalah disekitar
disiplin ilmu Arsitektur serta hal-hal yang berpengaruh terhadap
perencanaan dan perancangan Agrowisata Kopi
 Fungsi utama bangunan : wadah pelayanan wisata
agro beserta fasilitas-fasilitas rekreasi didalamnya
yang menawarkan Kopi sebagai potensi utamanya
 Fungsi penunjang bangunan : pelestarian sumber
daya alam yang menitikberatkan pada aspek
Kontekstual

1.6.2 Lingkup Pembahasan Non Arsitektural


Pembahasan pada aspek–aspek non arsitektural akan fokus
pada hal yang berkaitan dengan perancangan Sentra Agrowisata
Kampung Kopi Kabupaten Kepahiang . Ruang lingkup pembahasan
pada aspek non arsitektural meliputi :
a. Pengertian sentra Argowisata
b. Pengertian Kampung kopi
c. Kajian pendekatan Arsitektur Kontekstual
1.7 Sistematika penulisan

BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai judul proyek berupa
Perancangan Sentra Agrowisata Kampung Kopi di Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan pendekatan Arsitektur
Kontekstual yang dimulai dari pengertian judul, latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Mengemukakan beberapa tinjauan mengenai pariwisata,
Pariwisata Berkelanjutan serta lingkup pariwisata khususnya
Agrowisata. Tinjauan mengenai Arsitektur Kontekstual dan
Preseden dari Agrowisata.
BAB III : METODE PERANCANGAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai metode yang akan
digunakan oleh penulis dalam merancang Agrowisata Kampung
Kopi melalui metode umum, tahapan perancangan, dan ringkasan
alur pola pikir melalui metode pengumpulan data yang terdiri dari
data primer dan data sekunder, serta metode pengolahan data.
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai analisa perancangan yang
mencakup data lokasi, analisis dan pemilihan site, analisis dimensi
ruang, kebutuhan ruang, dan konsep perancangan.
BAB V : KESIMPULAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari
keseluruhan bab pada Perancangan Sentra agrowisata kampung kopi
Kopi di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan
pendekatan Arsitektur Kontekstual.
1.8 Keaslian penulisan
Untuk menghindari adanya duplikasi pada judul Tugas Akhir
mengenai pemikiran maupun ide maka penulis mencantumkan beberapa
Tugas Akhir yang digunakan sebagai perbandingan dan studi literatur
dalam penulisan. Tugas Akhir yang dicantumkan adalah sebagai berikut
:
a. Perancangan Kawasan Agrowisata di Kecamatan Sekaran
,Lamongan

Penulis : Agustin Restiyo Utami


Perguruan Tinggi : Universitas UIN Sunan Ampel Surabaya
Tahun : 2018
Deskripsi :Rancangan kawasan agrowisata sesuai
konsep desain yang dapat mewadahi
kegiatan wisata edukasi di Kecamatan
Sekaran, Lamongan hingga mampu
dijadikan objek wisata edukasi yang
menarik serta untuk mengetahui
kelayakan/kesesuaian peneraan ekologi
pada Perancangan Kawasan Agrowisata di
Kecamatan Sekaran, Lamongan.
Persamaan : Memiliki persamaan fungsi yakni
sebagai kawasan agrowisata
Perbedaan : Memiliki perbedaan pendekatan
arsitektur yakni pendekatan Arsitektur
Ekologi
b. Aplikasi Konsep Eko-Arsitektur pada Objek Rancangan
Agrowisata di Kabupaten Demak

Penulis : Miftahul Khair

Perguruan Tinggi : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang


Tahun : 2015
Deskripsi : Pada Tugas Akhir Aplikasi Konsep Eko-
Arsitektur pada Objek Rancangan
Agrowisata di Kabupaten Demak memiliki
tujuan menampung kegiatan, dan aktivitas
segala sesuatu mengenai aktivitas yang
nantinya pengunjung tidak hanya membeli
buah saja namun dapat menikmati sarana
edukasi pengetahuan alam, memetik buah
langsung, hasil olahan buah dan fasilitas-
fasilitas lainnya, agar kegiatan lebih
bervariatif. Adanya Perencanaan kawasan
Agrowisata yang mewadahi fasilitas-
fasilitas ini nantinya diharapkan dapat
menjadi tempat tujuan wisata alternatif dan
sekaligus menjadi sarana promosi
pengenalan sentra agribisnis kepada daerah
lain
Persamaan : Memiliki persamaan tujuan menjadi
sarana promosi pengenalan sentra
agrowisata kepada daerah lain
Perbedaan : Memiliki perbedaan pendekatan
arsitektur yakni pendekatan Arsitektur
Ekologi
18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Definisi Objek Rancangan


Objek rancangan pada penulisan ini adalah Perancangan Sentra
Agrowisata Kampung Kopi di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.
Berikut merupakan definisi objek rancangan yang dijelaskan secara teoritis
kemudian ditarik sebuah kesimpulan mengenai definisi objek keseluruhan.

2.2 Definisi Parawisata


Apabila ditinjau secara etimologi (Yoeti, 1996), pariwisata berasal
dari bahasa Sansakerta yang mempunyai arti sama dengan pengertian tour
yaitu perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu
tempat ke tempat lain. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kata
“pariwisata” terdiri dari dua suku kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. ̶ Pari,
berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. ̶ Wisata, berarti
perjalanan, berpergian. Kepariwisataan itu sendiri merupakan pengertian
jamak yang diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata,
dimana dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah tourism. Dalam kegiatan
kepariwisataan ada yang disebut subjek wisata yaitu orang-orang yang
melakukan perjalanan wisata dan objek wisata yang merupakan tujuan
wisatawan.
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata (UU No. 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan). Pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan
untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat
lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah
di tempat yang dikunjungi tetapi hanya untuk sekedar menikmati perjalanan
tersebut guna rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam
(Yoeti, 1996).
2.3 Komponen Sediaan (Supply) Pariwisata
19
Komponen sediaan pariwisata menurut Gunn, terdiri atas atraksi,
servis atau pelayanan, transportasi, informasi dan promosi (Gunn, 2002).

a. Atraksi; merupakan daya tarik utama orang melakukan perjalanan,


atraksi memiliki dua fungsi yaitu sebagai daya pikat, perangsang orang
untuk melakukan perjalanan dan sebagai pemberi kepuasan kepada
pengunjung.
b.Servis; merupakan pelayanan atau fasilitas-fasilitas yang disediakan
termasuk didalamnya fasilitas restoran atau rumah makan, agen
perjalanan, serta toko-toko yang menyajikan barang khas daerah.
c.Promosi; merupakan kegiatan yang penting dalam pengembangan
pariwisata yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta. Kegiatan
promosi ini dapat dilakukan dengan memasang iklan melalui kegiatan
kehumasan maupun memberikan intentif, misalnya potongan tiket
masuk.
d.Transportasi; merupakan komponen penting dalam sistem
kepariwisataan yang berarti pula sebagai aksesibilitas atau kemudahan
untuk mencapai ke suatu lokasi daya tarik wisata. e. Informasi; adalah
adanya informasi perjalanan, informasi dapat disajikan dalam bentuk
peta, buku petunjuk, artikel dalam majalah, brosur maupun melalui
internet.
Pendapat lain tentang komponen sediaan pariwisata disampaikan oleh
Peter Mason yang menyatakan bahwa komponen produk wisata terdiri atas
tiga komponen yaitu daya tarik, fasilitas dan aksesibilitas (Poerwanto,
2004;dalam Wahyono 2006) sehingga dalam pengembangan pariwisata
mendasarkan pada tiga komponen tersebut.
a) Daya Tarik (attraction)
b) Fasilitas wisata (amenitis)
c) Aksesbilitas
d) Keamanan
Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Pariwisata Republik Indonesia
menyebutkan berkembangnya pariwisata sangat tergantung pada empat
faktor yaitu :
1. Attractions (daya tarik);
20
 Site attractions (tempat-tempat bersejarah, tempat dengan
iklim yang baik, pemandangan indah).
 Event attractions (kejadian atau peristiwa) misalnya
konggres, pameran atau peristiwa lainnya.
2. Amenities (fasilitas), adalah tersedianya fasilitas seperti tempat
penginapan, restoran, transport lokal yang memungkinkan
wisatawan bepergian di tempat itu serta alat-alat lain untuk
komunikasi;
3. Aksesibilitas adalah tempatnya tidak terlampau jauh, tersedianya
transportasi ke lokasi tersebut secara teratur, sering, murah, aman dan
nyaman. 15
4.Tourist organization untuk menyusun suatu kerangka
pengembangan pariwisata, mengatur industri pariwisata serta
mempromosikan daerah sehingga dikenal orang.

2.4 Tinjauan Khusus Tentang Kawasan Argowisata


2.4.1 Definisi Kawasan Agrowisata
Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris,
Agrotourism. Agro berarti pertanian dan tourism berarti pariwisata/
kepariwisataan. Agrowisata adalah berwisata ke daerah pertanian.
Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat, perkebunan,
peternakan, dan perikanan ( Sudiasa, 2005). Dikatakan oleh Yoeti (2000)
bahwa agrowisata merupakan salah satu alternatif potensial untuk
dikembangkan di desa. Kemudian batasan mengenai agrowisata
dinyatakan bahwa agrowisata adalah suatu jenis pariwisata yang khusus
menjadikan hasil pertanian, peternakan, perkebunan sebagai daya tarik
bagi wisatawan.
2.4.2 Kriteria Kawasan Agrowisata
Kawasan agrowisata yang sudah berkembang memiliki kriteria-
kriteria, karakter dan ciri-ciri yang dapat dikenali. Kawasan agrowisata
merupakan suatu kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut
(BAPPENAS, 2004):
1) Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik
pertanian,hortikultura, perikanan maupun peternakan,
misalnya: 21
a. Sub sistem usaha pertanian primer (on farm) yang
antara lainterdiri dari pertanian tanaman pangan dan
holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan
kehutanan.
b. Sub sistem industri pertanian yang antara lain terdiri
industry pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan
pemasaran baik local maupun ekspor.
c. Sub sistem pelayanan yang menunjang
kesinambungan dan daya dukung kawasan baik
terhadap industri & layanan wisata maupun sektor
agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian
dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas
telekomunikasi dan infrastruktur.
2) Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh
kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan
ketergantungan yang cukup tinggi. Kegiatan pertanian
yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan
sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu
berkembangnya sektor agro.
3) Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi
kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan
kawasan. Berbagai kegiatan dan produk wisata dapat
dikembangkan secara berkelanjutan.

2.4.3 Fasilitas Kawasan Agrowisata

22
2.5 Tinjauan Tentang kopi
2.5.1 Kopi
Kopi (Coffea sp.) merupakan salahsatu komoditas ekspor
penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia meng-ekspor
kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada
catatan impor juga senilai US$ 9,740,453.00 (Pusat Data dan
Statistik Pertanian, 2006). Di luar dan di dalam negeri kopi juga
sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat.
Kopi merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki
nilai tinggi. Kopi memiliki beberapa manfaat baik bagi tubuh. Buah
kopi dapat menghasilkan beberapa manfaat.

Gambar 2.1 Pohon Industri Kopi


Sumber : web.ipb.ac.id

 Kopi hitam, merupakan hasil ektraksi langsung dari perebusan


biji kopi yang disajikan tanpa penambahan perisa apapun.

23
 Espresso, merupakan kopi yang dibuat dengan mengekstraksi
biji kopi menggunakan uap panas pada tekanan tinggi.
 Latte (coffee latte), merupakan sejenis kopi espresso yang
ditambahkan susu dengan rasio antara susu dan kopi
 Café au lait, serupa dengan caffe latte tetapi menggunakan
campuran kopi hitam.
 Caffè macchiato, merupakan kopi espresso yang ditambahkan
susu dengan rasio antara kopi dan susu
 Cappuccino, merupakan kopi dengan penambahan susu, krim,
dan serpihan cokelat.
 Dry cappuccino, merupakan cappuccino dengan sedikit krim
dan tanpa susu.
 Frappé, merupakan espresso yang disajikan dingin.
 Kopi instan, berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan
digranulasi.
 Kopi Irlandia (irish coffee), merupakan kopi yang dicampur
dengan wiski.
 Kopi tubruk, kopi asli Indonesia yang dibuat dengan memasak
biji kopi bersama dengan gula.
 Melya, sejenis kopi dengan penambahan bubuk cokelat dan
madu.
 Kopi moka, serupa dengan cappuccino dan latte, tetapi dengan
penambahan sirup cokelat.
 Oleng, kopi khas Thailand yang dimasak dengan jagung,
kacang kedelai, dan wijen.
Selain itu, kopi juga telah diolah menjadi jajanan seperti permen,
dipadukan dengan coklat menjadi coklat rasa kopi, dan kopi juga
sudah diekstraksi untuk produk kecantikan, seperti body cream,
body butter, masker rambut, dan produk kecantikan salon lainnya
(sumber : Types Of Coffee – Coffee Varieties I & II.2010).
2.5.2 Pengololahan Kopi
 Pemanenan dan Pemisahan Cangkang

24
Tanaman kopi selalu ber Pemanenan dan pemisahan cangkang
daun hijau sepanjang tahun dan berbunga putih.Bunga ini kemudian
akan menghasilkan buah yang mirip dengan ceri terbungkus
dengancangkang yang keras. Hasil dari pembuahan di bunga inilah
yang disebut dengan biji kopi.
Pemanenan biji kopi biasanya dilakukan secara manual
dengantangan. Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah dipanen
ini akan dipisahkan cangkangnya. Terdapat dua metode yang umum
dipakai, yaitu dengan pengeringan dan penggilingan dengan mesin.
Pada kondisi daerah yang kering biasanya digunakan metode
pengeringan langsung di bawah sinar matahari.Setelah kering maka
cangkang biji kopi akan lebih mudah untuk dilepaskan.
Di Indonesia, biji kopi dikeringkan hingga kadar air tersisa
hanya 30-35%. Metode lainnya adalah dengan menggunkan mesin.
Sebelum digiling, biji kopi biasanya dicuci terlebih dahulu. Saat
digiling dalam mesin, biji kopi juga mengalami fermentasi singkat.
Metode penggilingan ini cenderung memberikan hasil yang lebih
baik dari pada metode pengeringan langsung.
 Pemanggangan
Setelah dipisahkan dari cangkangnya, biji kopi telah siap untuk
masuk ke dalam proses pemanggangan. Pemanggangan Proses ini
secara langsung dapat meningatkan cita rasa dan warna dari biji
kopi. Secara fisik, perubahan biji kopi terlihat dari pengeringan biji
dan penurunan bobot secara keseluruhan. Poripori di sekeliling
permukaan biji pun akan terlihat lebih jelas. Warna cokelat dari biji
kopi juga akan terlihat memekat.
 Penggilingan
Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah kering digiling
untuk memperbesar luas permukaan biji kopi Penggilingan. Dengan
bertambah luasnya permukaan maka ekstraksi akan menjadi lebih
efisien dan cepat. Penggilingan yang baik akan menghasilkan rasa,
aroma, dan penampilan yang baik.Hasil penggilingan ini harus

25
segera dimasukkan dalam wadah kedap udara agar tidak terjadi
perubahan cita rasa kopi.
 Seni perebusan
Perebusan merupakan langkah akhir dari pengolahan biji
kopi hingga siap dikonsumsi. Seni perebusan Untuk menciptakan
minuman kopi yang bercita rasa tinggi, perebusan biji kopi harus
dilakukan dengan baik dan sempurna.Terdapat banyak variabel
dalam perebusan biji kopi, antara lain komposisi biji kopi dan air,
ukuran partikel, suhu air yang dipakai, metode, dan waktu
perebusan.Kesalahan kecil dalam perebusan kopi dapat
menyebabkan penurunan cita rasa. Sebagai contoh, perebusan yang
terlalu lama biasanya akan menimbulkan rasa kopi yang terlalu
pahit.Oleh karena itu, bukanlah hal yang mudah untuk menyajikan
kopi yang baik.
 Dekafeinasi
Dekafeinasi atau penghilangan kafein termasuk ke dalam
metode tambahan dari keseluruhan proses pengolahan
kopi.Dekafeinasi banyak digunakan untuk mengurangi kadar kafein
di dalam kopi agar rasanya tidak terlalu pahit. Selain itu, dekafeinasi
juga digunakan untuk menekan efek samping dari aktivitas kafein di
dalam tubuh.Kopi terdekafeinasi sering dikonsumsi oleh pecandu
kopi agar tidak terjadi akumulasi kafein yang berlebihan di dalam
tubuh. Proses dekafeinasi dapat dilakukan dengan melarutkan kafein
dalam senyawa metilen klorida dan etil asetat.

26
Gambar 2.2 Proses Pengelolahan Buah Kopi:secara basah (kiri),semibasah (tengah), dan
kering (kanan)
Sumber : Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementrian Pertanian
Republik Indonesia 2018

Kerangka berfikir

27
2.1.1 Fungsi Sports Center
Fungsi utama Sports Center adalah sebagai wadah / tempat berlangsungnya
aktivitas olahraga atau olah gerak tubuh pada tiap cabang olahraga yang berbeda
serta kegiatan penunjang lainnya seperti retail, pusat edukasi maupun rekreasi.

2.1.2 Klasifikasi Cabang Olahraga


Berikut ini adalah klasifikasi cabang olahraga yang akan diwadahi berdasarkan
potensi, prestasi yang diperoleh dari data SDM KONI dan minat di masyarakat :
a. Anggar

28
b. Akuatik / Renang j. Gulat
c. Atletik k. Tinju
d. Bulutangkis l. Sepak Bola
e. Basket m. Sepak Takraw
f. Catur n. Taekwondo
g. Futsal o. Tennis
h. Karate p. Tennis Meja
i. Kempo q. Volley

2.1.3 Prasarana Olahraga


Dalam perancangan sports center ini prasarana yang akan diwujudkan adalah
prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan atau even olahraga bertaraf internasional
dan berdasarkan jenis olahraga yang paling diminati di Kulon Progo, diantaranya
adalah

1. GOR (Gedung Olahraga)


Gedung Olahraga (GOR) adalah suatu bangunan gedung yang digunakan untuk
kegiatan olahraga yang dilakukan di dalam ruangan (indoor). Berikut ini adalah
tipologi GOR yang akan diserahkan kepada para penerima fasilitas, yaitu:
a. Gedung Olahraga Tipe A adalah gedung olahragadengan
ukuran efektif arena minimalmendekati panjang ± 50 m, lebar ± 40 m, tinggi
diatas

29
area permainan ± 15 m dan tinggi diatas zona bebas (diluar area permainan) ± 5,5
m. Dalam waktu yang berbeda dapat difungsikan sebagai tempat pertandingan
olahraga tingkat nasional/internasional dan memungkinkan untuk digunakan oleh
beberapa cabang olahraga, antara lain: Bulutangkis (4 lapangan) atau Bola Voli (1
lapangan) atau Bola Basket (1 lapangan) atau Futsal (1 lapangan) atau Tennis
lapangan (1 lapangan) atau Senam (1 lapangan) atau Sepaktakraw (4 lapangan).
Apabila difungsikan sebagai tempat latihan dapat dibuat tata letak (lay out) yang
lebih optimal dengan pembuatan garis-garis area permainan yang berbeda warna
untuk masing-masing cabang olahraga yang dimaksud.
b. Gedung Olahraga Tipe B adalah gedung olahraga dengan
ukuran efektif arena minimal mendekati panjang ± 40 m, lebar ± 25 m, tinggi di
atas area permainan ± 12,5 m dan tinggi zona bebas (di luar area permainan)
± 5,5 m. Dalam waktu yang berbeda dapat difungsikan sebagai tempat pertandingan
olahraga tingkat nasional/internasional dan memungkinkan untuk digunakan oleh
beberapa cabang olahraga, antara lain; Bulutangkis (4 lapangan) atau Bola Voli (1
lapangan) atau Bola Basket (1 lapangan), Futsal (1 lapangan ukuran 31m x
16m)atau Tenis Lapangan (1 lapangan) atau Sepaktakraw (4 lapangan). Apabila
difungsikan sebagai tempat latihan dapat dibuat tata letak (lay out) yang lebih
optimal dengan pembuatan garis-garis area permainan yang berbeda warna untuk
masing-masing cabang olahraga yang dimaksud.
c. Gedung Olahraga Tipe C adalah gedung olahraga dengan
ukuran efektif arena minimal mendekati panjang ± 30 m, lebar ± 20 m, tinggi di
atas area permainan ± 9 m, dan tinggi zona bebas (di luar area permainan) ± 5,5 m.
Dapat difungsikan sebagai tempat pertandingan olahraga tingkat lokal/daerah
maupun sebagai tempat latihan untuk cabang olahraga Bulutangkis (2 lapangan)
atau Sepaktakraw (1 lapangan). Dapat pula digunakan untuk latihan Bola Voli (1
lapanganrekreasi) atau latihan Bola Basket (1 lapangan rekreasi) atau latihan Futsal
(1 lapangan rekreasi). Tata letak (lay out) lapangan dengan garis-garis area

30
permainan dapat dibuat sesuai dengan ketentuan dari cabang olahraga yang
dimaksud.
d. Gedung Olahraga Tipe D adalah gedung olahraga dengan
ukuran efektif arena minimal mendekati panjang ± 20 m, lebar ± 15 m, tinggi di
atas area permainan ± 9 m, dan tinggi zona bebas (di luar area permainan) ± 5,5 m.

2.2 Tinjauan Arsitektural


2.2.1 Standarisasi Prasarana
Adapun kebutuhan luasan masing - masing ruang sesuai tipe GOR termasuk pula
untuk arena utama dan arena pendukung GOR tertera dalam tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Kebutuhan ruang GOR sesuai tipe luas masing – masing ruangan

31
32
Kapasitas jumlah penonton dan tempat duduk untuk masing-masing tipe GOR,
adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kapasitas tempat duduk GOR

Pemeliharaan dan perawatan GOR dilaksanakan dengan memenuhi kaidah


sebagai berikut:

33
Tabel 3. Spesifikasi teknis perawatan GOR

2. Stadion Sepak Bola

Stadion adalah bangunan untuk kegiatan olahraga, termasuk fasilitas untuk


penonton, baik pertandingan/perlombaan maupun untuk latihan. Arena Stadion
bagian dalam dari bangunan stadion berfungsi untuk berlangsungnya kegiatan
olahraga sepakbola dan atletik. Area Permainan Stadion merupakan bagian utama
dari arena yang merupakan tempat berlangsungnya kegiatan olahraga. Dengan
ketentuan panjang, lebar, tinggi, dan kondisi serta persyaratan tertentu lainnya
sesuai standar dari cabang olahraga yang akan dimanfaatkan di dalam stadion.
Lapangan Sepakbola adalah bagian dari arena yang merupakan area permainan
untuk kegiatan olahraga sepakbola. Dalam tata letak (lay-out) arena sebuah stadion,
lapangan sepakbola yang dapat dikelilingi oleh lintasan atletik.

a. Klasifikasi dan Tipologi Stadion


Klasifikasi dan tipologi stadion direncanakan
berdasarkan ketentuan-ketentuan, sebagai
berikut:
- Sebuah stadion yang memenuhi standar nasional atau
internasional harus memiliki 1 (satu) buah lapangan sepakbola yang berstandar
minimal nasional dan lintasan atletik serta lapangan atletik yang berstandar
(berbentuk oval untuk sprint dan hurdle) minimal nasional pula;
- Tipologi bangunan stadion dilakukan berdasarkan
besarnya kapasitas penonton dan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut,
sebagaimana tersebut pada Tabel 4 di bawah ini:

34
Tabel 4. Tipologi stadion, kapasitas penonton, jumlah lintasan atletik

b. Geometri Stadion
Geometri stadion wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
1) Untuk Lapangan Sepakbola:

Gambar 2.0 Standar Lapangan Sepakbola FIFA ( Sumber : Buku FIFA law of the
game, Hal. 13 )

- Lapangan berbentuk empat persegi panjang;


- Panjang lapangan ditentukan minimal 100 m, maksimal 130
m;
- Lebar lapangan ditentukan minimal 50 m, maksimal 100 m;
- Perbandingan antar lebar dan panjang lapangan ditentukan
minimal 0,60, maksimal 0,70.

35
2) Standar Kebutuhan Ruang untuk Stadion:
Kebutuhan ruang untuk stadion yang memenuhi kriteria standar dapat di lihat pada
Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5. Kebutuhan ruang stadion sesuai tipe

3) Renovasi/Peningkatan Stadion dan Lapangan Sepakbola


Tabel 6. Spesifikasi teknis perawatan dan peningkatan stadion / lapangan
sepakbola

4) Tribun Penonton
- Tribun Berdiri

Gambar 2.1 Standarisasi tribun berdiri

36
( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 150 )
- Tribun Duduk

Gambar 2.2 Standarisasi tribun duduk ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 150 )

- Atap Tribun

Gambar 2.3 Standarisasi atap tribun stadion ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 150 )

37
5) Lintasan Atletik
Tabel 7. Kriteria standar kebutuhan ruang untuk lintasan sintetik atletik

Gambar 2.4 Standar gelanggang atletik ( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 153)

Olahraga atletik merupakan olahraga yang membutuhkan space yang cukup luas,
dikarenakan mewadahi aktivitas jenis olahraga yang bervariasi, seperti lompat
tinggi, lompat galah, lompat jauh, lompat tinggi, tolak peluru, lempar cakram, lontar
martil dan lempar lembing

38
Gambar 2.5 Standarisasi Lompat Jauh
Sumber : Ernst Neufert (Data Arsitek Jilid 2)

6) Fasilitas Fitness
Fasilitas fitness merupakan fasilitas penunjang yang perlu disediakan dalam
sebuah stadion sebagai standar regulasi federasi sepakbola internasional (FIFA)
guna mendukung aktivitas pemanasan atau latihan kebugaran sebelum memulai
kompetisi atau pertandingan. Berikut ini adalah standar peralatan – peralatan
fitnes :

39
40
Gambar 2.6 Daftar standar peralatan fitness
( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 158 )

41
Gambar 2.7 Contoh standar ruangan fitness
( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 158 )

3. Kolam Renang
Bangunan Kolam Renang adalah prasarana kolam renang beserta bangunan fasilitas
pendukungnya seperti ruang ganti, kolam pemanasan, pembilasan, dan sebagainya.
Stadion Renang adalah bangunan stadion yang berfungsi untuk kegiatan olahraga
akuatik. Kolam Utama adalah kolam dengan standar ukuran tertentu untuk
pelaksanaan pertandingan/perlombaan akuatik dari berbagai cabang renang. Kolam
Latihan adalah kolam untuk melakukan latihan, baik dalam rangka pertandingan
maupun latihan biasa (rutin), dan kolam latihan boleh tidak satu lokasi dengan kolam
utama. Kolam Pemanasan adalah kolam untuk melakukan pemanasan/warming-up
menjelang pertandingan.

42
Dalam petunjuk teknis ini, yang dimaksud dengan Bangunan Kolam Renang adalah
prasarana kolam renang beserta bangunan fasilitas pendukungnya seperti ruang
ganti dan sebagainya, yang digunakan untuk kegiatan olahraga akuatik dan
dilakukan di dalam ruangan (indoor) atau outdoor, yang terbagi dalam 3 (tiga) tipe,
yaitu: Tipe A, B dan C, sebagaimana tersebut dalam Tabel 7 di bawah ini:
Tabel 8. Tipologi bangunan kolam renang

Tabel 9. Ukuran kolam renang utama

4. Velodrome Sepeda
Tabel 10. Kriteria Standar Kebutuhan Ruang untuk Velodrome Sepeda

43
5. Asrama Atlet
Tabel 11. Kriteria standar untuk kebutuhan ruang asrama atlet

6. Lapangan Futsal
Tabel 12. Kriteria standar untuk kebutuhan ruang lapangan futsal

Gambar 2.8 Standar internasional lapangan futsal ( Sumber : Standar FIFA law of
the game )

44
7. Lapangan Tennis
Tabel 13. Kriteria standar untuk kebutuhan ruang lapangan tennis

Gambar 2.9 Standar lapangan tennis ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 159 )

Gambar 2.10 Standarisasi nett tennis ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 159 )

45
Gambar 2.11 Lapangan tennis untuk anak-anak ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2,
159 )

Gambar 2.12 Bentuk – bentuk tembok tennis ( Sumber : Ernst Neufert Jilid 2, 159
)

46
8. Lapangan Basket

Gambar 2.13 Standar lapangan basket FIBA


( Sumber : FIBA Guide to Basketball Facilities . Hal. 29-30 )

47
9. Lapangan Volley Ball

Gambar 2.14 Standar lapangan volley ball FIVB ( Sumber : FIVB Volleyball
Rules. Hal. 64-65 )

48
10. Lapangan Sepak Takraw

Gambar 2.15 Standar internasional lapangan sepak takraw ( Sumber : ISTAF Law
of the game . Hal. 7 )

11. Lapangan Bulu Tangkis

49
Gambar 2.16 Standar internasional lapangan bulu tangkis BWF ( Sumber : BWF
Badminton regulations . Hal. 6 & 14 )

12. Tenis Meja

Gambar 2.17 Standar meja tenis (ping-pong)


( Sumber : perpustakaan.id . Diakses 19/12/2018 )

50
13. Lapangan Taekwondo

Gambar 2.18 Standar internasional lapangan taekwondo ( Sumber : WTF


Competition Rules . Hal. 6 )

51
14. Lapangan Tinju

Gambar 2.19 Standar internasional lapangan tinju ( Sumber : AIBA


Technical Rules . Hal. 25 )
15. K
arate

Gambar 2.20 Standar internasional lapangan karate ( Sumber : WKF Competition

52
Rules . Hal 51 )

53
16. Anggar

Gambar 2.21 Standar internasional lapangan anggar ( Sumber : USA Fencing


Rules. Hal 8 )

17. Gulat

Gambar 2.22 Standar internasional lapangan gulat ( Sumber : International


Wrestling Rules. Hal 5 )

54
18. Panahan / Memanah

Gambar 2.23 Scoring zone regulations


( Sumber : World Archery Federation Rule Book )

2.2.2 Standar Aseksibilitas


1. Jalur Pedestrian
Jalur pedestrian atau pejalan kaki adalah jalur yang digunakan untuk berjalan kaki
atau berkursi roda bagi penyandang cacat. Jalur pedestrian di sports center
berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, nyaman dan tidak terhalang
sehubungan dengan aktifitas pelayanan dan penggunaan jasa angkutan di sports
center.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain jalur pedestrian adalah sebagai
berikut:
1. Permukaan Lantai
Permukaan lantai harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tapi tidak licin.
Penggunaan sambungan atau gundukan pada permukaan lantai harus

55
dihindari, namun jika terpaksa, tingginya tidak boleh lebih dari 1,25 cm. Apabila
menggunakan karpet, bagian tepinya harus menggunakan konstruksi yang
permanen.
2. Kemiringan Lantai
Perbandingan kemiringan maksimum 1:8 dan pada setiap jarak maksimal 900 cm
diharuskan terdapat bagian yang datar minimal 120 cm.
3. Pencahayaan
Pencahayaan di jalur pedestrian berkisar 200 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
4. Drainase
Drainase didesain tegak lurus arah jalur dengan kedalaman maksimal 2 cm, mudah
dibersihkan, dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.
Ukuran
5. Jalur pedestrian didesain dengan lebar minimum 120 cm untuk
jalur searah dan 160 cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari
halangan, misalnya pohon, tiang rambu, struktur bangunan, lubang drainase /
gorong- gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.
6. Tepi Pengaman / Kanstin / Low Curb
Tepi pengaman penting bagi penghentian kursi roda dan tongkat tunanetra ke arah
yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dengan lebar 15
cm di sepanjang jalur pedestrian.
7. Jalur Pemandu
Jalur pemandu adalah jalur digunakan untuk memandu penyandang cacat untuk
berjalan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan peringatan.

56
Gambar 2.24 Prinsip desain jalur pedestrian Sumber : Buku Pedoman
Standardisasi (2012)

a. Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal pada bangunan yang
dirancang dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dimensi pijakan dan tanjakan harus berukuran seragam.
2. Tangga didesain dengan kemiringan maksimum 30°.
3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga. angga harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
sekurangkurangnya pada salah satu sisi tangga.

57
4. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80
cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian
ujungnya harus bulat atau dibelokan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.
5. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan panjang minimal 30 cm.
6. Tangga yang ditempatkan di luar bangunan harus didesain
sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan air tergenang pada lantai tangga.
7. Disediakan bordes pada setiap tangga per lantai.

Gambar 2.25 Tipikal tangga


Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

58
Gambar 2.26 Handrail tangga Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

Gambar 2.27 Detail pegangan rambat tangga Sumber : Buku Pedoman


Standardisasi (2011)

59
Gambar 2.28 Detail pegangan rambat pada dinding Sumber : Buku Pedoman
Standardisasi (2011)

b. Ramp
Ramp adalah jalur akses pergerakan vertikal dengan bidang rata yang memiliki
kemiringan tertentu. Ramp digunakan sebagai jalur alternatif bagi orang yang tidak
memungkinkan untuk menggunakan tangga. Beberapa persyaratan desain ramp
adalah sebagai berikut:
1. Kemiringan ramp di dalam bangunan tidak melebihi 1:8, sedangkan
ramp di luar bangunan didesain dengan kemiringan tidak melebihi 1:10.
2. Panjang mendatar dari suatu ramp dengan perbandingan antara
tinggi dan kelandaian 1:8 tidak boleh lebih dari 900 cm. Ramp dengan kemiringan
yang lebih rendah dapat didesain lebih panjang.
3. Lebar minimum ramp tanpa tepi pengaman adalah 95 cm. Lebar
minimum ramp dengan tepi pengaman adalah 120 cm. Ramp yang digunakan
sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus
dipertimbangkan lebarnya secara seksama sedemikian sehingga bisa dipakai untuk
kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-
sendiri.
4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar
kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.

60
5. Material yang digunakan untuk lantai ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin.
6. Tepi pengaman ramp (low curb) dirancang dengan lebar 10 cm
untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.
Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan,
ramp harus didesain agar tidak mengganggu jalan umum.
7. Ramp harus dilengkapi dengan penerangan dengan pencahayaan
yang cukup sehingga membantu pengguna ramp pada malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka
tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.
8. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (hand rail)
yang kekuatannya terjamin dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus
mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm.
Ukuran dan detail penerapan standar dapat terlihat pada gambar-gambar sebagai
berikut.

61
Gambar 2.29 Tipikal Ramp
Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

Gambar 2.30 Bentuk-bentuk Ramp

62
Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

63
Gambar 2.31 Kemiringan ramp Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

Gambar 2.32 Pegangan Rambat pada Ramp


Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

Gambar 2.33 Kemiringan melintang ramp Sumber : Buku Pedoman Standardisasi


(2011)

64
Gambar 2.34 Pintu di ramp
Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

Gambar 2.35 Ramp untuk trotoar Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

65
Gambar 2.36 Rekomendasi bentuk ramp Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)

c. Pintu
Pintu adalah bagian dari tapak bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk
masuk dan keluar yang pada umumnya dilengkapi dengan penutup berupa daun
pintu. Sehubungan dengan asas aksesibilitas, pintu hendaknya didesain dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup
termasuk oleh penyandang cacat.
2. Pintu masuk utama pada bangunan stasiun harus dipisahkan
dengan pintu keluar utama sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perpotongan arus
sirkulasi orang.
3. Pintu masuk/keluar utama memiliki lebar bukaan minimal 90
cm. Sementara untuk pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan
minimal 80 cm.

66
4. Di daerah sekitar pintu sedapat mungkin dihindari adanya ramp
ataupun perbedaan ketinggian lantai.
5. Hindari penggunaan material lantai yang licin di sekitar pintu.
6. Jenis-jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan antara
lain sebagai berikut:
a. pintu geser (sliding door);
b. pintu yang berat dan sulit untuk dibuka/ditutup;
c. pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil;
d. pintu yang dapat terbuka ke dua arah (dorong dan tarik);
e. pintu dengan pegangan yang sulit dioperasikan terutama
bagi penyandang tuna netra.
7. Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap
bahaya kebakaran. Pintu ini tidak boleh membuka sepenuhnya kurang dari 5 detik
sebelum menutup kembali.
8. Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat
menutup dengan sempurna karena pintu yang tidak menutup dengan sempurna
dapat membahayakan bagi penyandang cacat.
9. Pada portal yang menggunakan pintu putar harus disediakan
akses berupa pintu khusus bagi pengguna kursi roda
10. Diperlukan plat tendang di bagian bawah pintu bagi pengguna
kursi roda dan orang yang menggunakan tongkat tuna netra.
Ukuran dan detail penerapan standar dapat terlihat pada gambar-gambar sebagai
berikut.

Gambar 2.37 Pintu gerbang pagar Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

67
Gambar 2.38 Ruang bebas pintu satu daun Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)

Gambar 2.39 Ruang bebas pintu dua daun Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)

68
Gambar 2.40 Daun pintu dengan pelat tendang Sumber : Buku Pedoman
Standardisasi (2011)

Gambar 2.41 Pegangan pintu yang disarankan Sumber : Buku Pedoman


Standardisasi (2011)

Gambar 2.42 Pintu pada portal Sumber : Buku Pedoman Standardisasi (2011)

69
d. Kamar kecil
Kamar kecil (toilet) di sports center merupakan fasilitas sanitasi yang diperuntukan
secara umum maupun khusus. Toilet yang diperuntukan secara umum merupakan
fasilitas sanitasi yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang
tua dan ibu hamil. Sedangkan untuk toilet yang diperuntukan secara khusus,
aksesibilitasnya disesuaikan dengan orang yang menggunakannya toilet tersebut.
Persyaratan umum untuk fasilitas toilet adalah sebagai berikut:
1. Ruangan toilet untuk pria didesain terpisah dengan ruangan
toilet untuk wanita. Pemisahan ini juga termasuk pemisahan akses menuju ruangan
masing-masing dengan pintu masuk terpisah.
2. Masing-masing toilet dilengkapi dengan tanda toilet pria/wanita
pada bagian luar ruangan.
3. Wastafel sebaiknya menggunakan kran ungkit.
4. Lantai menggunakan material yang tidak licin.
5. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah
pintu masuk dianjurkan untuk disediakan tombol pencahayaan darurat (emergency
light button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik padam.
6. Persyaratan khusus untuk fasilitas toilet sehubungan dengan
aksesibilitas bagi penyandang cacat adalah sebagai berikut:
a. Toilet harus dilengkapi dengan tanda aksesibilitas
penyandang cacat pada bagian luar ruangan.
b. Toilet harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk,
keluar dan manuver kursi roda.
c. Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna
kursi roda membuka dan menutup pintu.
d. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan
ketinggian kursi roda, yaitu 45 – 50 cm.
e. Letak kertas tissue, air, kran air, pancuran (shower), tempat
sabun, pengering dan perlengkapan lainnya harus dipasang sedemikian rupa
sehingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau oleh pengguna kursi roda.

70
f. Kunci atau grendel pintu dipilih sedemikian rupa sehingga
bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
Ukuran dan penerapan standar untuk toilet yang didesain aksesibel bagi
penyandang cacat dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut.

Gambar 2.43 Ukuran sirkulasi masuk Sumber : Buku Pedoman Standardisasi


(2011)

Gambar 2.44 Tinggi peletakan kloset Sumber : Buku Pedoman Standardisasi


(2011)

71
Gambar 2.45 Simulasi pergerakan di toilet Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)

Gambar 2.46 Kran wudhu kaum difabel Sumber : Buku Pedoman Standardisasi
(2011)

72
g. Tempat Parkir
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain tempat parkir adalah sebagai
berikut :
1. Ukuran tempat parkir harus disesuaikan dengan ukuran jenis
kendaraannya. Ukuran mobil pribadi, bus dan ukuran tempat parkirnya dapat dilihat
pada Gambar 2.28 dan Gambar 2.29.
2. Desain layout parkir disesuaikan dengan ketersediaan lahan
dan kapasitas parkir yang dibutuhkan. Beberapa tipikal desain layout parkir untuk
kendaraan pribadi dapat dilihat pada Gambar 2.53.
3. Area parkir harus dilengkapi penunjuk arah, rambu lalu-lintas
dan marka jalan yang dibutuhkan, seperti penunjuk arah menuju hall stasiun, marka
jalan penunjuk arah jalur kendaraan, rambu dilarang parkir di tempat- tempat
tertentu dan rambu-rambu penunjuk atau larangan berbelok. Rambu dan marka
jalan mengikuti standar yang dipakai oleh Departemen Perhubungan.
4. Pintu gerbang masuk area parkir harus dipisahkan dengan
pintu gerbang keluar agar tidak terjadi perpotongan sirkulasi arus kendaraan.
5. Area parkir harus dilengkapi dengan lampu penerangan yang
memadai.
6. Garis pembatas parkir menggunakan warna putih atau kuning
dengan lebar 12 – 20 cm yang terletak di samping dan di depan kendaraan.
7. Posisi mobil satu sama lain dibatasi oleh palang yang
tingginya sekitar 10 cm seperti yang terlihat pada Gambar 2.52. Pembatas ini
berfungsi menghentikan roda mobil agar tidak berbenturan dengan mobil lain yang
berada di belakangnya. Penempatan tempat parkir di depan dinding dapat
menggunakan papan bantalan dengan bahan karet pada dinding di belakang mobil.
8. Tempat parkir dapat disesuaikan dengan lingkungan tanpa
mengurangi fungsinya seperti yang terlihat pada Gambar 2.54. Sesuai dengan kontur
alami, tempat parkir dapat dibuat lebih rendah dilengkapi dengan penghijauan pada
atapnya seperti. Penghijauan ini tidak hanya menambah keindahan, melainkan juga
untuk penyerapan debu dan memperbaiki kehidupan ekologi.

73
9. Area parkir di ruang terbuka hendaknya dilengkapi dengan
koridor beratap bagi pejalan kaki menuju pintu utama bangunan stasiun. Ramp
diperlukan untuk mengatasi perbedaan tinggi lantai parkir dengan lantai koridor
sehingga aksesibel bagi pengguna kursi roda dan pengguna alat bantu angkut
barang yang beroda.

Gambar 2.47 Ukuran parkir mobil


( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 105 )

Gambar 2.48 Ukuran parkir bus

74
( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 101 )

75
76
Gambar 2.49 Tipologi parkiran
( Sumber: Ernst Neufert Jilid 2, 105 )

2.3 Tinjauan Teori Culture Connection


2.3.1 Culture Connection

Culture merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan,
berasal dari kata “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan. Dari asal kata
tersebut maka “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan cara belajar. Kebudayaan berfungsi sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan karena kebudayaan mendasari dan mendorong terwujudnya suatu
kelakuan sebagai pemenuhan kebutuhan yang timbul. Kebutuhan tersebut
diantaranya adalah jasmani, rohani dan sosial.

2.3.2 Wujud dan Nilai Culture


Dalam perwujudannya, kebudayaan mempunyai 3 (tiga) wujud dan nilai
kebudayaan (menurut J.J. Hoenigman dalam (Kroeber & Kluckhohn, 1952)), yaitu:

a. Kebudayaan sebagai wujud ideal (gagasan)

Dalam sifatnya ideal adalah abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, yang hanya buah
dari pemikiran manusia, hasilnya berupa gagasan atau nilai filosofi yang bersifat
karangan. Gagasan tersebut tidak terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan
menjadi suatu sistem, yang disebut sebagai kultural. Seperti halnya dengan Candi
Borobudur memiliki konsep yang

77
sangat fillosofis yang mengilustrasikan kosmologi Buddha yaitu konsep alam
semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha (gambar 2.50)
yaitu, Kamadhatu dibagian kaki yang melambangkan nafsu, Rupadhatu dibagian
tengah adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu dan Tingkatan

paling atas Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud).

Gambar 2.50 Filosofi Candi Borobudur Sumber : id.wikipedia.org . Diakses


24/12/2018

b. Kebudayaan sebagai wujud aktivitas (tindakan)

Kebudayaan yang berkaitan dengan aktivitas yang terjadi pada manusia meliputi
interaksi sesama manusia sebagai mahluk sosial baik didalam maupun diluar
bangunan. Aktivitasnya pun beragam, menyesuaikan tempat dimana aktivitas itu
berlangsung, seperti aktivitas senam / olahraga (gambar 2.51) dilakukan dilapangan
atau alun – alun kota. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa diobservasi
atau didokumentasikan.

Gambar 2.51 Aktivitas senam angguk di alun-alun wates kota Sumber :


regional.kompas.com . Diakses 24/12/2018

78
c. Kebudayaan sebagai wujud artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan berupa fisik, yaitu karya murni yang diciptakan
oleh manusia itu sendiri. Karya yang dihasilkan paling konkrit diantara 2 (dua)
wujud kebudayaan sebelumnya (ideal dan aktivitas). Selain itu wujud karya ini
dapat diraba dan dilihat dalam bentuk nyata seperti bangunan bersejarah, jembatan
atau monumen. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur, dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (fisik) manusia.

2.3.3 Komponen Kebudayaan


Jika berbicara tentang wujud fisik, kebudayaan tidak hanya terbatas pada sebuah
karya yang berbentuk bangunan atau peninggalan bersejarah yang bersifat material
saja. Tetapi juga wujud kebudayaan yang sifatnya non-material seperti bahasa,
agama, kesenian atau estetika. Berikut adalah ilustrasi komponen kebudayaan
tersebut.

Gambar 2.52 Komponen kebudayaan berdasarkan sifatnya Sumber : Analisis


penulis, 2018

79
2.3.3.1 Kebudayaan Material

a. Pabrik Gula Sewugalur

Gambar 2.53 Bekas pabrik gula sewugalur


Sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id . Diakses 25/12/2018

Pabrik gula sewugalur merupakan bekas bangunan peninggalan kolonial Belanda.


Letaknya di Kecamatan Galur, Kulonprogo. Bangunan ini memiliki citra indis pada
zamannya. Corak arsitektur bangunan indis di Sewu Galur yang belum mengalami
perubahan. Bangunan utama menggunakan corak atap atau model kampung dengan
dua nok yang sejajar dan emper tersambung atau dalam arsitektur jawa disebut
cere gancet dengan menggunakan atap genteng flam tanah liat. Di bagian depan
bangunan utama terdapat teras atau beranda terbuka tanpa dinding tembok yang
beratap. Teras rumah terbuka atau tanpa dinding masif, berfungsi sebagai ruang
transisi yang menghubungkan antara halaman luar dengan bangunan utama atau
induk. Dinding teras dilengkapi dengan pilaster- pilaster dan hiasan berbentuk
geometris. Sedangkan lantai dengan menggunakan flor pc polos. Dilihat dari model
arsitektur bangunan di sekitarnya dinding bagian atas teras belum mengalami
perubahan.

b. Taman Budaya Kulonprogo


Taman budaya Kulonprogo dibangun guna mendukung pengembangan kesenian
dan kreativitas di Kulonprogo. Bangunan ini memiliki corak arsitektur jawa dan
melayu. Pada bagian fasad yang menggambarkan batik geblek khas Kulonprogo,
atap joglo pada bagian selasar dan atap limasan

80
sebagai penutup gedung utamanya. Meskipun material yang dipakai sudah modern,
namun tidak melupakan corak budaya asli Kulonprogo sebagai identitasnya.
Gambar 2.54 Taman Budaya Kulonprogo

Sumber : diwangkoroarchitecture.blogspot.com . Diakses 25/12/2018

c. Batik Geblek Renteng

Gambar 2.55 Batik geblek renteng


Sumber : ngangsukawruh.com . Diakses 25/12/2018

Batik motif geblek renteng merupakan ikon Kulonprogo. Terdiri dari gambar
geblek yang berbentuk seperti angka 8 sebagai motif utama, dan dilengkapi dengan
berbagai simbol yang menunjukkan kondisi serta kekayaan alam di Kulon Progo.
Motif Geblek Renteng ini terdiri dari tiga gambar, yakni gambar geblek, lambang
binangun serta gambar motif buah manggis. Tidak banyak yang tahu apa arti dan
makna dari motif Geblek Renteng ini. Padahal, apabila ditelusuri, motif ini memiliki
filosofi yang sangat indah. Gambar Geblek yang disusun “renteng” atau berjejer
merupakan simbol dari makanan khas Kulon Progo.

81
d. Makanan Geblek khas Kulonprogo

Gambar 2.56 Geblek khas Kulonprogo Sumber : idntimes.com . Diakses


25/12/2018

Geblek merupakan makanan tradisional yang sangat terkenal dan telah menjadi
salah satu ikon kuliner di Kulon Progo. Bentuk Geblek yang unik, berbentuk angka
8, menambah ciri khas makanan ini. Bahkan Geblek lah yang menjadi inspirasi
pembuatan ikon batik terkenal asli Kulon Progo, Batik Geblek Renteng.

2.3.3.2 Kebudayaan Non-Material


a. Kesenian Jathilan

Gambar 2.57 Kesenian Jathilan


Sumber : jogja.antaranews.com . Diakses 25/12/2018

Kesenian jathilan di Kulonprogo merupakan sebuah tradisi secara turun temurun


yang hingga kini masih dilestarikan oleh masyarakat antar pedukuhan di
Kulonprogo. Jathilan juga sebagai ekspresi dan kreasi mereka untuk meningkatkan
kepedulian dan kecintaan mereka terhadap seni budaya

82
di Indonesia. Selain itu, jathilan berfungsi sebagai penghubung tali silaturrahmi
antar warga.

b. Senam Angguk

Gambar 2.58 Senam Angguk Kulonprogo Sumber : indonesiakarya.com . Diakses


25/12/2018

Senam Angguk merupakan senam ceria yang berkembang didaerah Kulonprogo.


Senam ini dikategorikan sebagai senam aerobik ringan dengan tujuan untuk
rekreatif yang dapat digunakan untuk menjaga kebugaran jasmani pada usia muda
hingga lansia 50 tahun. Senam angguk diangkat dari sebuah tari tradisional khas
rakyat Kulonprogo yang sering dilakukan dalam berbagai acara. Awalnya tarian itu
merupakan tarian pergaulan para remaja dan biasa digelar setelah musim panen.
Tari Angguk mempunyai keistimewaan, yaitu unsur islam barat (Belanda) dan
timur (Yogyakarta). Berdasarkan aspek sistematika gerakan, senam angguk
merupakan senam dengan kaidah gerakan olahraga, dari yang ringan ke yang berat,
dari yang sederhana ke yang kompleks dan dari yang mudah hingga ke yang sulit
susunan gerakannya dari bawah ke atas maupun sebaliknya.

c. Bahasa Jawa
Bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Kulonprogo sehari – hari adalah
bahasa jawa. Bahasa jawa yang digunakan setiap daerah dipulau jawa pun berbeda
makna walaupun secara lafal hampir sama. Dikehidupan sehari – hari bahasa jawa
biasa digunakan untuk mempermudah komunikasi untuk berbagai kepentingan
dengan orang terdekat hingga orang jauh

83
sekalipun yang masih satu wilayah Kulonprogo. Dalam arsitektur sendiri tulisan
jawa dipakai untuk kepentingan komunikasi seperti presentasi desain dengan klien
maupun kerabat terdekat. Huruf yang disajikan berupa tulisan aksara jawa bertujuan
agar melestarikan bahasa jawa krama. Selain itu juga dipakai untuk penamaan
ruang, jalan, signage, petunjuk arah, tulisan dinding hingga fasad seperti yang
ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :

Gambar 2.59 Signage jl. Malioboro Sumber : krjogja.com . Diakses 26/12/2018

Gambar 2.60 Tulisan jawa pada gerbang keraton Sumber : nendensan.web.id .


Diakses 26/12/2018

84
2.4 Studi Kasus
Studi kasus yang diambil terkait perancangan sports center ini ada 3 fungsi sport
center yang hampir mirip dengan sports center yang akan rancang dari segi tipologi
bangunan, infrastruktur dan pendekatan yang digunakan.

2.4.1 Gelora Bung Karno Sport Komplek

Gambar 2.61 Gelora Bung Karno Senayan Sumber : idea.grid.id . Diakses


26/12/2018

Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno adalah sebuah kompleks olahraga


serbaguna di Senayan, Jakarta, Indonesia. Gelora Bung Karno memiliki luas area
sekitar 279,1 hektar termasuk kawasan ruang terbuka hijau sebagai paru-
paru kota yang berfungsi juga sebagai resapan air. Upacara pembukaan Asian
Games ke IV tahun 1962 dilaksanakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang
dihadiri oleh lebih dari 110.000 orang. Pada Pidatonya Presiden R.I. Pertama Ir.
Soekarno (Bung Karno) mengatakan bahwa peristiwa ini merupakan tonggak
sejarah bagi Bangsa Indonesia khususnya dibidang olahraga yang merupakan
bagian dari Nation and Character Building, maupun dalam rangka pergaulan
dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kegiatan olahraga pernah di gelar di sini
diantaranya adalah Sea Games, Asian Games, Sepakbola Piala Asia, Thomas Cup
dan Uber Cup serta kegiatan olahraga internasional lainnya. Selain digunakan

85
untuk menggelar pertandingan yang berkaitan dengan olahraga, stadion GBK saat
ini juga sering difungsikan untuk kegiatan lainnya.
Fungsi lain kawasan Gelora Bung Karno adalah memiliki 84% Kawasan Terbuka
Hijau yang merupakan daerah resapan air dengan lingkungan hijau seluas 67,5%
yang masih terdapat kelestarian aneka pepohonan langka yang besar dan rindang
yang merupakan hutan kota juga sebagai tempat bermukimnya 22 jenis burung liar.
Berikut adalah fasilitas – fasilitas olahraga yang ada di Gelora Bung Karno Sport
Kompleks :
a. Stadion Utama Gelora Bung Karno

Gambar 2.62 SUGBK


Sumber : https://id.pinterest.com/pin/596797388098525352/

Fasilitas yang ada di Stadion Utama Gelora Bung Karno diantaranya adalah :
- Ukuran Lapangan 105 x 70 m, jenis rumput Zoysia Matrelia
Linmer
- Lampu arena 400.000 watt (1.500 lux)
- Kapasitas tribun 80.000 orang
- Lintasan/track atletik uk. 400 meter, jumlah line 8 jalur
- Fasilitas pendukung: ruang ganti, musholla, toilet, parkir, sound
system & multimedia score board

86
b. Istora Senayan

Gambar 2.63 Istora Senayan Sumber : akurat.co . Diakses 26/12/2018

Fasilitas yang ada di Stadion Utama Gelora Bung Karno diantaranya adalah :
- Ukuran arena 25 x 50 m, memakai lapisan kayu sunkai
- Lampu arena 60.400 watt, tinggi atap dari lantai 17 m
- Kapasitas tribun 9.500 orang, sound system, AC 600 PK
- Fasilitas pendukung: Ruang VIP, ruang ganti, kantor, ruang
kesehatan, musholla, toilet, parkiran

c. Tennis Outdoor & Indoor Senayan

Gambar 2.64 Stadion Tennis Outdoor (kiri) Indoor (kanan) Sumber : gbk.id .
Diakses 26/12/2018

87
d. Stadion Akuatik Senayan

Gambar 2.65 Stadion Akuatik Senayan Sumber : ciptakarya.go.id . Diakses


26/12/2018

e. Stadion Madya

Gambar 2.66 Stadion Madya


Sumber : reservation.gbk.id . Diakses 26/12/2018

88
2.4.2 Singapore Sport Hub
Singapore Sports Hub adalah pusat/kawasan olahraga, hiburan, rekreasi dan gaya
hidup terpadu yang sepenuhnya terintegrasi. Terletak di lahan seluas 35 hektar di
dalam kota Singapura. Beberapa fasilitas yang dimiliki Singapore Sport Hub yakni
National Stadium Singapore, Stadion Indoor, pusat akuatik OCBC, panjat dinding,
pusat olahraga air. Singapore Sport Hub mulai selesai pembangunan pada 2014
dibangun oleh DP Architect dengan penekanan arsitektur high-tech pada penerapan
konstruksi bangunan, material, tampak dan sistem teknologi yang digunakan pada
bangunannya.

Gambar 2.67 Singapore Sport Hub ( Sumber: www.archdaily.com )

89
Gambar 2.68 Penerapan teknologi pada stadion ( Sumber: archdaily.com )

Gambar 2.69 Salah satu contoh penerapan high-tech ( Sumber: archdaily.com )

Singapore Sport Hub dirancang untuk pemakaian jangka panjang dari awal, Sports
Hub menerapkan standar baru untuk adaptabilitas dan integrasi sosial. Dengan

90
menyediakan tempat utama untuk acara olahraga besar serta menjadi ruang tujuan
publik yang inklusif.

Gambar 2.70 Landscape sebagai ruang interaksi sosial ( Sumber: archdaily.com )

Selain kebutuhan olahraga di Singapore Sport Hub ini juga tersedia ruang publik
(komunal) seperti taman bermain anak, joging track dan seating area untuk
mewadahi aktivitas warga sehari – hari disamping pekerjaan mereka sehari - hari

91
Gambar 2.71 Singapore Indoor Stadium ( Sumber: singaporesporthub.sg )

Gambar 2.72 OCBC Akuatik centre ( Sumber: singaporesporthub.sg )

2.4.3 Jakabaring Sport City Palembang


Jakabaring Sport City adalah kompleks dari berbagai fasilitas olahraga di
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Kompleks di atas lahan seluas 325 hektar
ini terletak di wilayah Seberang Ulu sejauh 5 km dari pusat kota Palembang.
Kompleks olahraga ini merupakan tempat penyelenggaraan PON XVI 2004
dan SEA Games XXVI 2011. Di dalam kompleks ini terdapat Stadion Gelora
Sriwijaya, stadion berkapasitas 40 ribu orang yang merupakan stadion terbesar
ketiga se-Indonesia setelah Stadion Utama Gelora Bung Karno dan Stadion Utama
Palaran. Kompleks olahraga ini juga akan menjadi tempat sekunder untuk
penyelenggaraan Asian Games 2018.menampung 44.000 penonton. Jakabaring
Sport City menerapkan konsep sosial budaya pada desainnya. Tidak memakai
filosofi rumah adat riau namun bentuknya yang mengadopsi filososfi rangka perahu
nelayan yang menggambarkan masyarakat Palembang pada zaman dahulu hidup

92
sebagai nelayan dan bahan yang digunakan dominan material import. Tidak lupa
corak motif batik yang tampil pada salah satu bagian bangunannya

Gambar 2.73 Bird eye view Jakabaring Sport City ( Sumber:


southsumateratourism.com )

Gambar 2.74 Salah satu konsep budaya yang muncul ( Sumber: sportku.com )

93
Salah satu konsep budaya yang muncul pada Jakabaring Sport City adalah fasad
yang bercorak batik khas Sumatera Selatan dan gapura selamat datang yang
mengadopsi dari bentuk kapal tradisional Palembang.

Gambar 2.75 Gedung olahraga indoor Jakabaring Sport City ( Sumber: pu.go.id)

2.5 Kesimpulan

Dari dua studi kasus tersebut, beberapa hal dapat diterapkan dalam Perancangan
Sports Center di Wates, Kulon Progo Yogyakarta, yaitu :
a. Gelora Bung Karno Sport Komplek
1. Penyesuaian desain terhadap lingkungan sehingga
rancangan yang dihasilkan sesuai dengan karakter lingkungan sekitarnya.
2. Plafon yang tinggi akan memberikan kesan megah dan
sirkulasi udara yang lancar di dalam gedung/ ruangan
3. Penerapan sistem modern sistem pada konstruksi bangunan
4. Tipologi gedung olahraga indoor (tertutup) dan outdoor
(terbuka)
5. Penerapan konsep culturalnya hanya terdapat pada sistem
user setting

b. Singapore Sport Hub


1. Penyesuaian desain terhadap lingkungan sehingga rancangan

94
yang dihasilkan sesuai dengan karakter lingkungan sekitarnya.

95
2. Plafon yang tinggi akan memberikan kesan megah dan
sirkulasi udara yang lancar di dalam gedung/ ruangan
3. Penerapan sistem modern sistem pada konstruksi bangunan
4. Tipologi gedung olahraga indoor tertutup
5. Penerapan konsep culturalnya hanya terdapat pada sistem
user setting

c. Jakabaring Sport City Palembang


1. Detail arsitektur dan fasad bangunan yang diekspos identik
dengan konsep culture atau budaya di Palembang dan struktur memberikan kesan
kokoh
2. Penyesuaian desain terhadap lingkungan sehingga rancangan
yang dihasilkan sesuai dengan karakter lingkungan sekitarnya.
3. Tipologi gedung olahraga indoor (tertutup) dan terbuka
(outdoor)

96
BAB III METODE PERANCANGAN

3.1 Metodologi yang digunakan


Metodologi yang digunakan dalam perancangan Sports Center ini adalah teknik
pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode primer adalah data yang
diperoleh dengan cara survey langsung ke lokasi, foto site dan mencari sumber yang
menunjang untuk proses perancangan seperti dikantor pemerintahan. Sedangkan
metode sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dengan objek
perancanga, namun data tersebut sangat mendukung solusi dalam perancangan.
Data-data tersebut merupakan studi pustaka atau literatur, baik teori, pendapat para
ahli, atau peraturan dan kebijakan pemerintah tentang perancangan bangunan
sehingga mampu menganalisis secara lebih dalam.

3.2 Teknik pengumpulan data


3.2.1 Ide Perancangan
Ide perancangan Sports Center di Kulon Progo pendekatan desain Culture
Connection bertujuan menciptakan suasana sports center yang nyaman dan mudah
diakses bagi semua pengguna

3.2.2 Identifikasi Masalah


1. Kurangnya kualitas dan kuantitas fasilitas olahraga di Kabupaten
Kulonprogo
2. Olahraga sudah menjadi budaya / gaya hidup masyarakat
3. Semakin meningkatnya bibit – bibit Atlit daerah dari desa sehingga
tidak dapat menampung dalam jumlah banyak
4. Kurangnya perawatan fasilitas olahraga yang ada di Kulonprogo
5. Pendapatan daerah yang relatif rendah menjadi penghambat
berlangsungnya pembangunan Sports Center.

97
3.2.3 Tujuan Perancangan
Merancang Sports Center di Kulon Progo yang dapat memfasilitasi seluruh
aktivitas olahraga melalui pendekatan arsitektur Culture Connection.
3.2.4 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder :
a. Data primer
Data primer berupa survey dan kegiatan ini merupakan proses pengumpulan data
yang dilakukan langsung dilokasi dan dapat berasal dari berbagai sumber yang
akurat dengan pendokumentasian gambar berupa foto dan sketsa
b. Data sekunder
1. Studi Literatur
a) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten
Kulon Progo

b) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah


(RPJMD)
Kabupaten Kulon Progo
c) Teori tentang arsitektur Culture Connection
d) Literatur dan Jurnal terkait rancangan

98
2. Studi Kasus
a. Gelora Bung Karno Sport Complex
b. Singapore Sport Hub
c. Jakabaring Sport City

3.3 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis melalui pendekatanpendekatan yang


sesuai dengan lingkup analisis. Analisis analisis yang dilakukan terdiri dari:

1. Analisis tapak
Analisis tapak dengan menggunakan metode runtut yang akan menghasilkan
program tapak yang terkait dengan fungsi dan fasilitas yang akan diwadahi pada
tapak perancangan. Analisis ini meliputi analisis persyaratan tapak, analisis
aksesibilitas, analisis kebisingan, analisis pandangan, sirkulasi, matahari, angin,
vegetasi, dan zoning.
2. Analisis aspek aspek bangunan dan lingkungan
Aspek bangunan merupakan obyek utama sebagai wadah aktifitas pelaku dan
menjadi unsur fisik utama. Untuk memunculkan identitas bangunan yang
mendukung perwujudan bangunan diperlukan analisis terhadap faktor-faktor
isiknya dengan mengacu pada kegiatan dan fungsi bangunan.
Menganalisis kondisi eksisting dan potensi yang ada pada tapak dan hubungannya
dengan lingkungan sehingga menghasilkan rancanagn yang responsif dan
memberikan kontribusi terhadap lingkungan urban sekitarnya.
3. Analisis program ruang
Analisis program ruang ini di gunakan untuk mendapatkan jenis pengguna,aktifitas,
serta sirkulasi yang menghasilkan kebutuhan ruang kemudian pada analisis ruang di
gunakan untuk mendapatkan jenis-jenis ruang,hubungan atar ruang serta peranan
ruang itu sendiri. Sehingga akan muncul ruang yang fleksibel dan fungsional.
Dalam pencapaian

99
program ruang harus melalui tahapn identifikasi aktivitas pada site, yaitu :
a) Pelaku
Analisis mengacu pada fungsi yang direncanakan yaitu pada gedung pagelaran
budaya, seperti pengelola,pengunjung,karyawan dan servis. Dari sekian jenis
pelaku tersebut akan menentukan kegiatan aktifitas yang terjadi.
b) Kegiatan / Aktivitas
Setelah melakukan tinjauan tentang pelaku maka akan muncul jenis kegitan atau
aktivitas setiap pelaku yang ada, setelah itu mengidentifikasi kebutuhan ruang dan
besaran ruang yang terbentuk sesuai stabdar arsitektural.
c) Kebutuhan Ruang
Aktivitas yang terjadi pada site memunculukan kebutuhan ruang guna untuk
memenuhi aktivitas yang terjadi, pada dasarnya kebutuhan ruang juga untuk
memenuhi aktivitas di dalamnya.

4. Analisis Sistem Struktur


Analisis sistem struktur di lakukan untuk menentukan sistem struktur apa yang akan
di gunakan dengan beberapa pertimbangan dianatra lain : jenis tanah, kondisi
kekuatan angin pada site dan site berada pada zona rawan bencana alam atau tidak,
agar mampu menopang bangunan sesuai dengan pendekatan lokalitas.

5. Analisis Sistem Utilitas


Utilitas bangunan adalah suatu kelengkapan fasilitas bangunan yang berfungsi
untuk mencapai unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan, dan komunikasi
dan mobilitas di dalam bangunan. Analisis ini meliputi drainase, listrik, telepon, air
kotor & air bersih, dan juga sistem elektrikal dan juga penanganan bahaya
kebakaran pada bangunan.

100
3.4. Alur pola pikir

ISSUE
 Olahraga
 Sosial budaya
 Local Physical

 Perancangan Sport Center di Wates Kulonprogo

Literatur
Tinjauan teori Sport Center
Observasi lapangan
Kebijakan Pemerintah
 Data eksisting site Studi Regulasi Sport Center
Studi Standarisasi Aseksibilitas
Tinjauan teori Culture Connection
Studi kasus

DATA

ANALISIS

Analisis Struktur
Analisis Site

Pendekatan Analisis Bentuk


Culture
Analisis Program Ruang Connection
Analisis Utilitas

KONSEP
1. Konsep struktur
2. Konsep utilitas
3. Konsep bentuk
4. Konsep fasad

Gambar 3.1. Diagram Alur Pola Pikir


Sumber : Analisis penulis, 2016
PROGO DENGAN PENDEKATAN CULTURE CONNECTION

101
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Makro


4.1.1 Profil Kabupaten Kulon Progo
Wates merupakan ibukota Kabupaten Kulon Progo. Wates tergolong sebagai
ibukota kabupaten terkecil dikarenakan hanya memiliki populasi penduduk
50.000 – 100.000 jiwa dengan luas wilayah 32.000,2 Ha. Kota Wates terletak di
dataran rendah dengan ketinggian 0–100 meter dari permukaan air laut. Kota Wates
memiliki peran penting bagi Kabupaten Kulon Progo dikarenakan menjadi simpul
pergerakan transportasi jalur selatan dari atau menuju Provinsi D.I Yogyakarta dan
Provinsi Jawa Tengah. Kulon Progo saat ini berkembang pesat seiring berjalannya
pembangunan infrastruktur untuk mendukung pengembangan disektor pariwisata
yang menjadi destinasi bagi masyarakat Kulon Progo maupun masyarakat luar
Kulon Progo

Gambar 4.1 Peta wilayah Kabupaten Kulonprogo & Kota Wates Sumber :
Analisis Penulis, 2018

102
4.1.2 RDTR & RPJMD Kabupaten Kulon Progo
Sesuai RDTR Kabupaten Kulonprogo Pasal 7 Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana
tata ruang wilayah Kulonprogo tahun 2012-2032, Kota Wates / Kecamatan Wates
dipilih sebagai pusat pengembangan untuk kawasan olahraga. Maka, lokasi
perancangan Sports Center masih terletak didalam wilayah Kecamatan Wates,
Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan dalam Rencana Strategis Perangkat Daerah
(RENSTRA) BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo No. 74 Tahun 2017 yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJMD)
Kabupaten Kulonprogo tahun 2017-2022. memiliki visi pembangunan daerah,
salah satunya yang berkaitan dengan Sport Center adalah :
“Mewujudkan pembangunan berbasis kawasan dengan mengoptimalkan sumber
daya alam dan didukung infrastruktur yang berkualitas”.

Dikutip dari (beritasatu.com), Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kabupaten


Kulon Progo menegaskan bahwa pembangunan Sport Centre dibangun
diatas lahan seluas 9 hektar. Terdiri dari Stadion Cangkring, Gedung Serbaguna,
lapangan Tennis Indoor, Kolam Renang, dan Asrama.

4.1.3 Tinjauan Makro Olahraga


Berdasarkan hasil lembaga survei nasional Centre For Strategic and International
Studies tentang kegiatan yang paling menarik minat menyebutkan bahwa olahraga
adalah kegiatan yang paling diminati oleh generasi milenial (17-29 tahun). Hal ini
dilatar belakangi oleh trend dikalangan masyarakat dan banyaknya event olahraga
yang diperkenalkan ke publik melalui sosial media, membuat generasi milenial
memiliki ketertarikan dan minat yang tinggi terhadap masing – masing cabang
olahraga yang diperkenalkan. Disamping tingginya minat olahraga, kebutuhan akan
infrastruktur olahraga juga terus meningkat. Hampir disetiap daerah di seluruh
Indonesia kini memiliki fasilitas olahraga layaknya Sport Center yang dibangun
oleh Pemerintah daerah masing – masing untuk menampung event olahraga tingkat
nasional dan mewadahi minat bakat warganya yang antusias dibidang olahraga.

103
Gambar 4.2 Survei CSIS aktivitas paling diminati Sumber : Analisis penulis, 2018

4.1.4 Analisis Olahraga di Kulon Progo


Di Kulon Progo sendiri, olahraga sangat diminati oleh kalangan milenial dibawah
usia 30 tahun (usia produktif 19-28 tahun). Hal ini berdasarkan hasil pendataan
yang diperoleh dari berbagai sumber seperti SDM KONI DIY dan Kepala
BIDPORA Kulon Progo. Berikut adalah hasil data yang diperoleh :

104
Gambar 4.3 Pendataan olahraga di Kulon Progo Sumber : Analisis Penulis, 2018

Kesimpulan yang diperoleh dari analisis makro diatas adalah :


a. Melihat dari perkembangan yang pesat disektor pariwisata
Kabupaten Kulon Progo diperlukan pengembangan kawasan olahraga yang
berbasis wisata
b. Rekomendasi kawasan untuk pengembangan olahraga terletak
di Kota Wates
c. Olahraga menjadi trend dikalangan milenial (17-29 tahun)
terutama di Kulon Progo, maka diperlukan wadah untuk memfasilitasi minat dan
bakat olahraga mereka
d. Penambahan infrastruktur olahraga guna men-support masing
– masing cabang olahraga, mendongkrak prestasi atlet dan memperbaiki peringkat
kontingen atlet Kulon Progo di event olahraga pelajar maupun daerah
e. Perlunya wadah pembinaan atlet sejak usia dini untuk
mendukung keberlanjutan atlet daerah yang aktif setiap tahunnya.

105
4.2 Analisis Messo
4.2.1 Profil Lokasi Perancangan

Gambar 4.4 Peta persebaran fasilitas olahraga di Kota Wates Sumber : Analisis
Penulis, 2018

Kota / Kecamatan Wates (dalam bahasa jawa berarti “batas”) adalah ibukota dari
Kabupaten Kulon Progo. Jumlah penduduk kota Wates tahun 2001 adalah 45.436
jiwa. Luas wilayahnya 3.200,2 Ha, dengan kepadatan penduduknya 15 Jiwa / Ha.
Berdasarkan kriteria BPS kota Wates dapat digolongkan kepada Kelas Kota Kecil,
(kota dengan jumlah penduduk antara 20.000 sampai 100.0000 jiwa).
Perkembangan kota ini relatif kurang karena hampir tidak ada penggerak aktivitas
ekonomi yang muncul. Sehingga hanya berperan sebagai pusat administrasi dari
kabupaten Kulon Progo. Kota Wates memiliki peran penting bagi Kabupaten Kulon
Progo dikarenakan menjadi simpul pergerakan transportasi jalur selatan dari atau
menuju Provinsi D.I Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Dalam RDTR
Kabupaten Kulonprogo Pasal 7 Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang
wilayah Kulonprogo tahun 2012-2032, Kota Wates / Kecamatan Wates dipilih
sebagai pusat pengembangan untuk kawasan olahraga. Dikota Wates sendiri sudah
ada beberapa fasilitas olahraga seperti lapangan bola,

106
lapangan basket, GOR dan stadion cangkring, namun tidak bisa menampung event
olahraga dengan skala besar dikarenakan keterbatasan fasilitas dan kapasitas serta
antar fasilitas yang wilayah dan tempatnya berbeda – beda dalam artian tidak
terkoneksi. Jadi, sangat diperlukan antar fasilitas olahraga yang terkoneksi satu sama
lain dengan fasilitas dan standar gedung olahraga yang sesuai untuk kebutuhan event
olahraga berskala nasional dan internasional. Dari tinjauan lokasi tapak dibeberapa
fasilitas olahraga yang sudah ada, wilayah Stadion Cangkring, Desa Giripeni dan
di Desa Karangwuni yang sangat mungkin untuk dikembangkan untuk dibangun
sport center, dikarenakan lokasi tersebut masih tersedia lahan yang memadai, masih
dapat dikembangkan, aseksibilitasnya mudah, utilitas tersedia, topografi nya bagus
dan sesuai dengan peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Kondisi geografis lokasi
perancangan tergolong baik, berdasarkan kondisi fisiknya, kecamatan ini
merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 100 meter di atas permukaan laut.
Untuk batas-batas wilayah dari Kecamatan Temon ini adalah sebagai berikut :

Utara : berbatasan dengan Kecamatan Pengasih Timur : berbatasan dengan


Kecamatan Panjatan Selatan: berbatasan dengan Samudra Hindia Barat :
berbatasan dengan Kecamatan Temon

4.2.2 Potensi Wisata


Berkembangnya Kulon Progo membuat semakin banyaknya objek wisata yang
muncul dan tersebar diseluruh wilayah Kulon Progo. Berjalannya pembangunan
infrastruktur lain juga berdampak terhadap kemajuan disektor pariwisata,
dikarenakan disetiap pembangunan fasilitas publik kini berbasis wisata, baik wisata
alam, edukasi maupun budaya. Selain itu aseksibilitas juga mempunyai peran
penting sebagai penghubung antar fasilitas satu dengan fasilitas lain begitu juga
dengan sektor pariwisata. Diharapkan mempunyai kesinambungan antar satu sama
lain. Berikut adalah beberapa persebaran objek wisata dan jarak tempuhnya dari
sekitar lokasi tapak sport center :

107
Gambar 4.5 Persebaran objek wisata disekitar Wates Sumber : travelingyuk.com

4.3 Analisis Mikro


4.3.1 Alternatif Site
Terkait dengan fungsi bangunan yang bergerak dibidang olahraga maka hal yang
harus diperhatikan adalah pemanfaatan lahan tersebut. Guna mencapai target, acuan
yang digunakan dalam menentukan lokasi tapak adalah RDTR / RTRW Kabupaten
Kulon Progo . Berdasarkan RDTR Kabupaten Kulonprogo, Kota Wates merupakan
lokasi peruntukan kawasan olahraga dan layak untuk pengembangan sport center.
Dalam program nya, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah menetapkan lokasi
untuk pengembangan sport center di Kota Wates, yaitu di Desa Giripeni dan Jalan
Tentara Pelajar, Kota Wates. Pemilihan site ini dipengaruhi oleh beberapa indikator,
diantaranya aseksibilitas, visibilitas, konteks lingkungan, infrastruktur, peruntukan
lahan dan jaringan utilitas sekitar yang mendukung. Berikut adalah 2 (dua)
alternatif site tersebut :

108
Gambar 4.7 Alternatif site perancangan sport center
Sumber : Analisis Penulis, 2018

a. Kecamatan Wates : Jl. Pahlawan, Giripeni, Wates

Gambar 4.8 Alternatif site 1 Sumber : www.google.com/maps/

109
b. Kecamatan Wates : Jl. Tentara Pelajar, Area Sawah, Wates

Gambar 4.9 Alternatif site 2 Sumber : www.google.com/maps/

4.3.2 Penilaian Site


Pemberian skor pada masing - masing alternatif site untuk memberikan
perbandingan secara kuantitatif dalam menentukan kualitas serta objektifitasnya
berdasarkan beberapa indikator parameter dari RTRW Kabupaten Kulon progo,
diantaranya sebagai berikut :

Tabel 14 Penilaian Lokasi Site


No Indikator Standar Alt 1 Alt 2
1 Lokasi Site Potensi integrasinya dengan 4 3
fasilitas publik lain
Potensi masyarakat daerah/ 4 4
luar dapat menjangkau
Potensi integrasinya dengan 4 4
pusat keramaian
2 Aksesibilitas Akses mudah dicapai dan 4 4
terdapat fasilitas kendaraan /
angkutan umum
3 Visibilitas Tingkat visibilitas yang 3 4
mudah dijangkau terutama
dari jalan raya
4 Peruntukan Kesesuaian dengan 4 4
Lahan peraturan pemerintah

110
sebagai area pengembangan
olahraga, permukiman atau
pendidikan
5 Infrastruktur Kondisi jalan menuju lokasi 4 4
yang mudah diakses
kendaraan
6 Jaringan Jaringan listrik dan air 4 4
Utilitas bersih yang memadai
7 Topografi lahan Kondisi tanah yang aman 4 3
terhadap bahaya longsor
maupun banjir
Total 35 34
Sumber: Analisis Penulis, 2018

Keterangan parameter penilaian site :


1 : Kurang Baik
2 : Cukup Baik
3 : Baik
4 : Sangat Baik
Dari hasil perbandingan dan penilaian pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa
alternatif site 1 yang berada di Jalan Pahlawan, Giripeni, Wates sebagai lokasi yang
paling kuat dan dapat diintegrasikan untuk perancangan sports center.

4.3.3 Site Terpilih


Lokasi tapak berada di Jalan Pahlawan, Desa Giripeni, Kecamatan Wates. Memiliki
luas kurang lebih 11,5 Hektar (Ha) yang terbagi atas zona persawahan / perkebunan
(50%), zona permukiman (30%) dan fasilitas umum (20%).

111
Gambar 4.10 Lokasi tapak Sumber : Analisis Penulis, 2018

4.3.4 Eksisting Site Terpilih


a. Aseksibilitas
Berikut adalah aseksibilitas menuju site (gambar 4.11). Warna merah merupakan
jalur utama menuju dan dari pusat Kota Wates yang dapat dilalui oleh transportasi
roda 2 hingga 6, memiliki lebar jalan 4 meter. Sedangkan yang berwarna hitam
adalah jalan kampung yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda 2 dan 4. Lebar
jalan hanya 3 meter.

Gambar 4.11 Analisis sirkulasi site Sumber : Analisis Penulis, 2018

112
b. Figure Ground

Gambar 4.12 Analisis figure ground


Sumber : Analisis Penulis, 2018

Kondisi lahan disekitar tapak tidak padat, sehingga masih sangat memungkinkan
untuk pengembangan sport center. Ground disekitar site digunakan untuk
Perkebunan / persawahan, permukiman dan sebgaian kecil terdapat zona komersil

c. Eksisting Site

Gambar 4.13 Analisis site eksisting Sumber : Analisis Penulis, 2018

113
Lokasi tapak sangat strategis dikarenakan dekat dengan aseksibilitas utama. Selain
itu kondisi tapak merupakan area persawahan dan lahan yang telah dimanfaatkan
untuk ruang olahraga.

4.3.5 Analisis Site & Respon


a. Circulation

Gambar 4.14 Analisis sirkulasi site Sumber : Analisis Penulis, 2018

Problem : Pada kondisi saat ini pintu masuk antara atlet, pengelola dan penonton
menuju site diarahkan pada satu titik yang sama sering terjadi penumpukan antrian
masuk. Kepadatan kendaraan umumnya terjadi pada pagi dan sore hari pada jam
masuk dan pulang kerja.

Gambar 4.15 Jalan Utama (kiri) & Jalan Kampung (kanan) Sumber :
www.google.com/maps/

114
Respon desain 1:
Perlunya Traffic Light untuk menghindari kemacetan di persimpangan jalan
pahlawan dan jalan sanggrahan lor. Untuk sirkulasi dilakukan pembagian 2 (dua)
sirkulasi. Sirkulasi masuk pengunjung / penonton (publik) melalui sisi selatan jalan
pahlawan. Sirkulasi masuk khusus pengelola (privat) melalui jalan sanggrahan lor
sisi barat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan antrian masuk disatu titik
dan tidak mengganggu arus lalu lintas dari arah berlawanan. Selain itu bertujuan
untuk membedakan jenis pengguna untuk menjaga privasi dan kenyamanan.
Sedangkan akses menuju keluar diarahkan ke sisi utara jalan pahlawan, agar tidak
bersinggungan langsung dengan akses masuk. Kelebihan akses ini adalah lalu lintas
didalam dan luar site menjadi lebih efektif dikarenakan adanya traffic lamp yang
mengatur pergerakan kendaraan

Gambar 4.16 Respon desain sirkulasi 1 Sumber : Analisis Penulis, 2018

Respon desain 2:
Perlu dilakukan pembagian 2 (dua) sirkulasi. Sirkulasi masuk dan keluar
pengunjung / penonton (publik) melalui sisi utara jalan pahlawan. Sirkulasi masuk
dan keluar khusus pengelola (privat) melalui jalan sanggrahan lor sisi barat. Hal ini

115
bertujuan agar tidak terjadi penumpukan antrian masuk disatu titik dan tidak
mengganggu arus lalu lintas dari arah berlawanan. Selain itu bertujuan untuk
membedakan jenis pengguna untuk menjaga privasi dan kenyamanan.

Gambar 4.17 Respon desain sirkulasi 2 Sumber : Analisis Penulis, 2018

b. View kedalam bangunan

Gambar 4.18 View analysis


Sumber : Analisis Penulis, 2018

116
Problem : Untuk bangunan indoor tidak mendapatkan positif view dikarenakan
tertutup. Hanya dapat di aplikasikan ke bangunan outdoor maupun area landscape
sebagai ruang komunal yang cocok untuk mendapatkan view positif tersebut.

Timur Selatan

Barat Utara Gambar 4.19

View sekitar site


Sumber : www.google.com/maps/

Respon desain 1 :
View dari entrance bangunan ke area luar diorientasikan ke arah utara dan timur
dalam bangunan dengan penataan linier untuk mendapatkan panorama yang bagus
dan untuk menghindari pancaran sinar matahari langsung dari pintu masuk.
Dibagian tengah site adalah jalur sirkulasi dan area plaza yang mengarahkan
pengunjung menuju bangunan. Kelebihannya adalah sirkulasi visual dari pintu
masuk hingga pintu keluar mendapatkan view yang menerus, dikarenakan semua
bangunan berada disisi kanan dan kiri jalan.

Gambar 4.20 Respon desain orientasi view 1 Sumber : Analisis Penulis, 2019

117
Respon desain 2 :
Pada alternatif view 2, entrance bangunan masih diorientasikan ke arah utara dan
timur. Yang membedakan hanyalah penataan bangunan yang terpusat. Dibagian
tengah site adalah jalur sirkulasi dan area plaza yang mengarahkan pengunjung
menuju bangunan. Kelebihannya adalah area plaza yang berada ditengah membuat
sirkulasi visual terhadap bangunan dan luar bangunan menjadi lebih luwes.

Gambar 4.21 Respon desain orientasi view 2 Sumber : Analisis Penulis, 2019

c. Sun Path Analysis

Gambar 4.22 Sun path analysis Sumber : Analisis Penulis, 2018

118
Problem : Hampir seluruh bangunan yang ada di sport center akan terkena pancaran
sinar matahari, akan membuat suhu disekitar bangunan menjadi panas dan kering.

Respon desain 1 :
Perlunya zona vegetasi untuk meredam efek panas dan pemasangan panel surya
(solar panel) disetiap atap bangunan untuk menangkap pancaran sinar matahari
guna dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik cadangan sebagai penghematan energi.
Serta penambahan shadding sekaligus berfungsi sebagai kanopi diluar fasad
bangunan dengan kemiringan mengikuti atap bangunan agar pancaran sinar
matahari teratasi dengan baik. Sangat efektif apabila diterapkan ke bangunan

Gambar 4.23 Respon sun path 1 Sumber : Analisis Penulis, 2019

Respon desain 2 :
Perlunya zona vegetasi untuk meredam efek panas dan pemasangan panel surya
(solar panel) disetiap atap bangunan untuk menangkap pancaran sinar matahari
guna dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik cadangan sebagai penghematan energi.
Serta penambahan kanopi sekaligus shadding horizontal disekeliling luar bangunan
Untuk menghindari pancaran sinar matahari berlebih. Kekurangannya menjadi
kurang efektif peredaman pancarannya karena tidak tertutup secara merata.

119
Gambar 4.24 Respon sun path 2 Sumber : Analisis Penulis, 2019

d. Utilitas dan Infrastruktur

Gambar 4.25 Analisis utilitas dan infrastruktur Sumber : Analisis Penulis, 2018

120
Problem : Tidak adanya jalur pedestrian untuk pejalan kaki, kurang tertatanya
jaringan utilitas dan tidak adanya tempat transit untuk pemberhentian transportasi
umum.

Gambar 4.26 Jaringan listrik, telekomunikasi, drainase dan penerangan Sumber :


www.google.com/maps/

Respon desain :
Jaringan utilitas yang telah tersedia seperti jaringan listrik dan air dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan teknis didalam sport center . Menambahkan jalur
pedestrian sebagai pelengkap landscape dan membuat transit point untuk
transportasi umum

Gambar 4.27 Respon desain utilitas dan infrastruktur Sumber : Analisis Penulis,
2019

121
e. Climate

Gambar 4.28 Analisis klimatologi Sumber : Analisis Penulis, 2018

Problem : Kota Wates beriklim tropis, berdasarkan data dari bmkg.go.id curah
hujan di Kota Wates ringan dengan rata-rata 164 mm/hari, kelembapan mencapai
90%. Hembusan angin normal 4-11 km/jam. Suhu dikota Wates normal 24-29
derajat celcius dikarenakan berada didataran rendah.

Respon desain 1 :
Curah hujan yang tinggi, air dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sanitasi dan
penyiraman vegetasi. Membuat sirkulasi dan bukaan yang loop agar memperlancar
sirkulasi udara.Memakai bahan material bangunan yang mampu merespon iklim
tropis

122
Gambar 4.29 Respon desain 1 terhadap klimatologi Sumber : Analisis Penulis,
2019

Respon desain 2 :

Gambar 4.30 Respon desan 2 terhadap klimatologi Sumber : Analisis Penulis,

123
2019

124
f. Natural Physical

Gambar 4.31 Analysis physical


Sumber : Analisis Penulis diolah dari data Dinas Pertanian Kulon Progo, 2010

Problem : Jenis tanah aluvial lebih dominan dilokasi site dikarenakan banyak
tanaman palawija dan perkebunan. Karakter tanah ini cukup lembab, sangat cocok
untuk tanaman namun pada perancangan bangunan harus memperhatikan jenis
pondasi seperti penggunaan pondasi pancang yang akan digunakan untuk
mengantisipasi terjadinya amblas.

Gambar 4.32 Kondisi fisik site Sumber : www.google.com/maps/

Respon desain 1 :
Pohon kiara payung dan cemara dapat dimanfaatkan untuk vegetasi disekitar site
dikarenakan karakternya cocok untuk peneduh landscape, peredam hawa panas dan
kebisingan disekitar site.

125
Gambar 4.33 Respon desain 1 penerapan vegetasi Sumber : Analisis Penulis, 2019

126
Respon desain 2 :

Gambar 4.34 Respon desain 1 penerapan vegetasi Sumber : Analisis Penulis, 2019

127
g. Human & Cultural

Gambar 4.35 Analisis Cultural


Sumber : Analisis Penulis, 2018

Problem : Kondisi human social disekitar site zona permukiman masih


melestarikan nilai-nilai budaya jawa mereka, seperti gotong royong, musyawarah
dan mengadakan kegiatan kesenian. Sedangkan di zona pertanian aktivitas antar
warga bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dizona fasilitas
umum didominasi anak-anak dan remaja yang beraktivitas olahraga ataupun
berkumpul

Respon desain :
Didalam pembangunan sport center perlu adanya penunjang untuk memberikan
fasilitas kepada warga sekitar dalam mengadakan kegiatan budaya dan ruang
komun
al sebagai daya tarik disektor wisata untuk mendukung fungsi utama yaitu olahraga.

128
Gambar 4.36 Respon desain human cultural
Sumber : Analisis Penulis, 2019

Merupakan respon dari potensi budaya sekitar dalam bentuk ruang publik untuk
mewadahi aktivitas kesenian, permainan dan wisata lainnya sebagai bentuk
kepedulian dan guna keberlanjutan budaya daerah Kulon Progo.

h. Regulasi dan Tata Guna Lahan


Berdasarkan Peraturan Bupati Kulon Progo No 76 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Memperoleh IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dijelaskan bahwa setiap bangunan
harus memiliki KDB atau Koefisien Dasar Bangunan kurang dari 50% dan
dilengkapi dengan peresapan dan Garis Sempadan Bangunan atau GSB sebesar 4
meter. Sesuai dengan peraturan tersebut, dengan luasan site sekitar 110,000 m2.
Area yang diperbolehkan terbangun adalah 110,000 m2 x 50% = 55,000 m2.

129
4.4 Kesimpulan Analisis Site

130
Gambar 4.37 Kesimpulan analisis site Sumber : Analisis Penulis, 2019

131
4.5 Program Ruang
4.5.1 User / Activity

Berikut adalah tabel pengguna sport center berdasarkan fungsi masing – masing
ruang dan aktivitasnya :2

Tabel 14 Pengguna dan aktivitas Sumber : Analisis Penulis, 2018

4.5.2 Kebutuhan dan Besaran Ruang

4.5.2.1 Gelanggang Olahraga (Type A)

132
Tabel 16 Kebutuhan ruang GOR Sumber : Analisis Penulis, 2018

133
4.5.2.2 Stadion Sepakbola

134
Tabel 17 Kebutuhan ruang Stadion Sumber : Analisis Penulis, 2018

135
4.5.2.3 Akuatik / Kolam Renang

136
Tabel 18 Kebutuhan ruang akuatik / kolam renang Sumber : Analisis Penulis,
2018

4.5.2.4 Tennis Indoor

137
Tabel 19 Kebutuhan ruang tennis indoor Sumber : Analisis Penulis, 2018

4.5.2.5 Fasilitas Penunjang

138
Tabel 20 Kebutuhan ruang fasilitas lain Sumber : Analisis Penulis, 2018

4.5.2.6 Total Besaran Ruang

Tabel 21 Total besaran ruang Sumber : Analisis Penulis, 2019

139
4.5.2.7 Area Yang Terbangun

Tabel 22 Area yang boleh terbangun Sumber : Analisis Penulis, 2019

140
4.5.3 Hubungan Ruang dan Zonasi

Gambar 4.38 Hubungan ruang dan zonasi Sumber : Analisis Penulis, 2019

141
4.6 Analisis Sistem Struktur

Ruang utama pada gedung olahraga tidak boleh terdapat kolom ditengah lapangan,
karena dapat mengganggu kegiatan olaraga didalamnya. Oleh karena itu, haru
menggunakan struktur bentang lebar. Struktur bentang lebar terdiri dari beberapa
jenis, yaitu sistem Struktur Rangka Batang dan Rangka Ruang (Plane Truss dan
Space Truss, Struktur Furnicular (yaitu kabel dan pelengkung), Struktur Plan dan
Grid, Struktur Membran meliputi Pneumatik dan struktur tent(tenda) dan net
(jaring),dan Struktur Cangkang. Berikut adalah gambar skematik struktur – struktur
tersebut :

4.6.1 Struktur Rangka (Truss)


Rangka batang truss atau rangka yang elemen dan joint berada dalam suatu bidang
2 dimensi. Sedangkan Rangka ruang truss yang memiliki elemen - elemen dan joint
- joint yang membentuk 3 dimensi. bentuk dasar penyusun space truss adalah limas
(tetrahedron). Berikut adalah gambar skematik rangka tersebut :

Gambar 4.39 Plane truss (kiri) dan space truss (kanan) Sumber : id.pinterest

142
4.6.2 Struktur Kabel dan Cangkang
Kabel adalah sistem struktur yang bekerja berdasarkan prinsip gaya tarik, terdiri
atas kabel baja, sendi, batang, dan sebagainya yang menyanggah sebuah penutup
yang menjamin tertutupnya sebuah bangunan. Pelengkung adalah struktur yang
dibentuk dari elemen garis yang melengkung dan membentang antara dua titik,
membentuk busur. Struktur ini membentang suatu ruang sekaligus menopang
beban.

Gambar 4.40 Penerapan struktur kabel (kiri) dan struktur cangkang (kanan)
Sumber : id.pinterest

4.6.3 Struktur Membran


Struktur yang menggunakan material membran, yang memikul beban dengan
mengalami tegangan tarik. Struktur membran yang bekerja dengan memberikan
gaya eksternal yang menarik membran. Pada dasarnya prinsip kerja dari struktur
membran prategang ini adalah mempertahankan semua permukaan membrane
mengalami tarik dalam semua kondisi pembebanan.
Gambar 4.41 Penerapan struktur membran Sumber : id.pinterest

143
4.7 Implementasi Sistem Struktur

4.6.1 Sistem Rangka (truss)


Pada perancangan sport center ini, menggunakan struktur rangka pada setiap atap
bangunannya. Dikarenakan fungsi bangunan adalah gedung olahraga maka
diperlukan struktur bentang lebar yang tidak boleh terdapat kolom tepat diarea
lapangan ataupun tribun yang dapat mengganggu visualisasi dan kenyamanan
pengguna. Sistem rangka yang digunakan terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu plane
truss (rangka batang) dan space truss (rangka rongga). Berikut adalah gambar
pengaplikasiannya:

a. Gelanggang Olahraga (GOR) & Tennis Indoor


Menggunakan struktur rangka space frame untuk merespon bentang bangunan yang
lebar dengan luas bangunan 5,993 m2, rangka ini sangat kuat karena memiliki
elemen - elemen dan joint - joint yang saling terhubung membentuk kurva 3 (tiga)
dimensi. Maka sangat cocok di aplikasikan sebagai struktur atap.
Gambar 4.42 Space frame GOR Sumber : id.kisspng.com

144
b. Stadion Sepakbola
Menggunakan struktur rangka space frame untuk merespon bentang bangunan yang
lebar melingkar sepanjang tribun dengan luas bangunan mencapai 27,238 m2,
rangka ini sangat kuat karena memiliki elemen - elemen dan joint - joint yang saling
terhubung membentuk 3 (tiga) dimensi. Maka sangat cocok di aplikasikan sebagai
struktur atap.

Gambar 4.43 Space frame atap stadion Sumber : id.pinterest.com

145
c. Akuatik (Kolam Renang)
Menggunakan struktur sistem rangka baja tubular yang meminimalkan kedalaman
baja dan menggabungkan bracing lateral ke span dengan pola yang berselang –
seling dengan luas bangunan kurang lebih 2,660 m2. Penggunaan struktur ini
membuat kesan elegan dalam interior bangunan.

Gambar 4.44 Tubular frame struktur akuatik Sumber : archdaily.com

146
4.7.1 Pondasi Borepile
Dalam perancangan sport center ini pondasi yang digunakan adalah borepile. Hal
ini bertujuan untuk mempermudah dalam pemasangan, efisiensi waktu dan tidak
mengganggu kebisingan selama proses konstruksi. Selain itu, jenis tanah yang
didominasi oleh aluvial dan grumusol juga menjadi faktor borepile dipilih sebagai
pondasi utama. Pondasi ini sangat cocok untuk jenis tanah yang tingakt
kelembabapannya tinggi.

Gambar 4.45 Pondasi borepile


Sumber : kontraktorborepile.com

4.7.2 Kolom Balok


Kolom yang digunakan adalah jenis komposit, yaitu profil baja sebagai pemikul
lentur pada kolom. Selain itu tulangan longitudial dan tulangan pengikat juga
ditambahkan bila perlu. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya
menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat besar karena
bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan ukuran kolom tidak terlalu
besar.

147
Gambar 4.46 Kolom baja komposit Sumber :
ristekhimatesil.wordpress.com

4.7.3 Plat Lantai


Pelat lantai komposit dapat diaplikasikan pada bangunan umum dan bentang lebar.
Keunggulan plat komposit ini adalah untuk menghemat penggunaan material untuk
pembesian, mengurangi jumlah atau volume beton yang dicor dan pemasangannya
lebih efisien.

Gambar 4.47 Plat lantai komposit


Sumber : Dr.-Ing. Ir. Djoko Sulistyo, Fakultas Teknik UGM

148
4.8 Analisis Sistem Utilitas
4.8.1 Penghawaan Buatan
Penghawaan buatan yang sangat sering digunakan dalam gedung atau bangunan
bentang lebar adalah AC Central karena dapat dapat menyebarkn udara keseluruh
ruangan. AC Central dapat di implementasikan pada bangunan yang tertutup seperti
GOR, Tennis Indoor dan VIP Stadion Sepakbola. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa olahraga yang tidak bisa terkena angin secara langsung seperti badminton.

Gambar 4.48 Sistem Instalasi AC Central Sumber : e-journal.uajy.ac.id

149
4.8.2 Sistem Pencahayaan
Pencahayaan pada gedung olahraga terbagi menjadi pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan. Pencahayaan alami mengandalkan cahaya matahari yang
masuk kedalam gedung. Sedangkan pencahyaan buatan menggunakan lampu
Pencahayaan dalam bangunan gedung olahraga memiliki standar dominan 1000 -
1500 lux untuk tipe GOR, Tennis indoor dan akuatik.

Gambar 4.49 Lampu sorot dan sistem pencahayaan gedung olahraga Sumber :
ejournal3.undip.ac.id

Untuk stadion sendiri memiliki standar pencahayaan buatan untuk digunakan pada
malam hari sekitar 1500 – 3000 Lux. Faktor yang mempengaruhi besarnya daya
Lux tersebut adalah luasan stadion dan jangkauan dari tribun terhadap lapangan.
Lampu yang digunakan adalah jenis lampu sorot / tembak dengan daya mencapai
1000-2000 watt.

150
Gambar 4.50 Lampu sorot stadion 1000 watt Sumber : anekalampu.com

Gambar 4.51 Sistem pencahayaan SUGBK Sumber : jakarta-tourism.go.id

151
4.8.3 Sistem Elektrikal
Jaringan elektrikal pada bangunan berasal dari sumber listrik PLN, yang
didistribusikan melalui panel induk, panel pembagi disetiap ruangan hingga
disalurkan keseluruh ruangan untuk penerangan, penghawaan dan telekomunikasi.

Gambar 4.52 Bagan instalasi elektrikal Sumber : Analisis Penulis, 2019

152
4.9 Analisis Culture Connection

Gambar 4.53 Analisis pendekatan Culture Connection


Sumber : Analisis Penulis, 2018

153
BAB V KESIMPULAN

5.1 Site Terpilih


Lokasi site terpilih berada di Jl. Pahlawan, Giripeni, Kecamatan Wates. Site
memiliki luas total 11 Ha (Hektar) atau 110,000 m2.

Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : www.google.com/maps/

Gambar 5.2 Lokasi tapak Sumber : Analisis Penulis, 2018

154
5.2 Konsep Perancangan
5.2.1 Konsep Aseksibilitas
Konsep aseksibilitas yang digunakan adalah alternatif 1 dengan akses masuk berada
di selatan site. Akses masuk pengunjung berada di sisi selatan sayap timur
sedangkan akses masuk pengelola berada di sisi selatan sayap barat. Akses keluar
pengunjung dan pengelola berada di jalan pahlawan sisi utara

Gambar 5.3 Konsep aseksibilitas Sumber : Analisis Penulis, 2019

155
5.2.2 Konsep Gubahan Massa
Konsep gubahan massa merupakan pengaplikasian desain culture connection.
Mengadopsi dari bentuk atap joglo yang di modern kan dan digabungkan
berdasarkan filosofi senam angguk yang menerapkan bentuk yang sederhana
menjadi kompleks.

Gambar 5.4 Konsep gubahan massa Sumber : Analisis Penulis, 2019

156
5.2.3 Konsep Ruang Luar
5.2.3.1 Landscape
Konsep landscape lebih memaksimalkan vegetasi pada area site yang tidak terdapat
bangunan. Pada vegetasi menggunakan pohon kiara payung sebagai peneduh
sekaligus penyerap polusi. Rumput sebagai alas dasar diatas tanah agar terlihat rapi
dan menjaga kelembapan. Pada perkerasan, pemakaian paving bata terdapat di
pedestrian, area sirkulasi dan parkir memakai material aspal. Sedangkan pada plaza
memakai paving terazzo.

Gambar 5.5 Konsep ladscape Sumber : Analisis Penulis, 2019

157
5.2.3.2 Ruang Parkir
Zona parkir terdiri atas parkir pengunjung dan pengelola. Dikelompokkan menjadi
3 (tiga) transportasi diantaranya mobil, motor dan bus. Sedangkan untuk sepeda
digabung dengan parkir sepeda motor. Sirkulasi area parkir satu arah dengan 1 (satu)
pintu masuk dan 1 keluar. Parkir mobil yang digunakan ialah dengan kemiringan
45o.

Gambar 5.6 Konsep ruang parkir Sumber : Analisis Penulis, 2019

158
5.2.4 Konsep Culture Connection
Penerapan konsep culture connection terdapat pada masing – masing bangunan
yaitu GOR, stadion, tennis indoor dan akuatik center. Pada stadion dan GOR
menerapkan fasad pola kolom dinding rumah limasan tradisional yang sekaligus
berfungsi sebagai shadding untuk menghasilkan pencahayaan yang bagus.
Sedangkan penerapan motif geblek renteng terdapat pada bangunan tennis indoor
dan akuatik center yang mana juga berfungsi sebagai shadding.

Gambar 5.7 Konsep Culture Connection


Sumber : Analisis Penulis, 2019

159
5.2.5 Konsep Struktur
Sistem struktur yang digunakan dalam bangunan sport center ini menggunakan
struktur rangka baja untuk bagian atap bangunan dikarenakan bentang bangunan
yang cukup lebar dan bebas kolom. Bagian kolom dan plat lantai menggunakan
sistem konvensional (baja). Sangat kuat untuk memikul beban pada bangunan.

Gambar 5.8 Konsep sistem struktur Sumber : Analisis Penulis, 2019

5.2.6 Konsep Utilitas


Konsep utilitas bangunan meliputi sistem pencahayaan buatan menggunakan lampu
sorot standar 1000-1500 Lux untuk gedung olahraga, sistem fire protection untuk
mengantisipasi pada saat emergency. Pemasangan jaringan elektrikal pada setiap
ruang dan perlunya penghawaan buatan menggunakan jenis AC Central untuk
menjaga suhu tetap sejuk.

160
Gambar 5.9 Konsep utilitas Sumber : Analisis Penulis, 2019

5.2.7 Konsep Zonasi

Gambar 5.8 Zonasi ruang Sumber : Analisis Penulis, 2019

161

Anda mungkin juga menyukai