Anda di halaman 1dari 26

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Air Bersih

Air bersih atau air minum adalah air yang memenuhi baku mutu air

minum yang berlaku dan merupakan air yang telah diolah sehingga kualitasnya

memenuhi standar air bersih/minum yang berlaku. Sedangkan menurut badan

kesehatan dunia (WHO), air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan

sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum

setelah dimasak. Mutu atau kualitas yang disyaratkan untuk air bersih adalah

berdasarkan syarat fisik, kimia dan bakteriologik sesuai standar atau baku mutu

yang berlaku (Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010). Syarat fisik

menurut dapat dilakukan dengan pengamatan langsung yang meliputi: tidak

berwarna, tidak berasa, tidak berbau.

2.1.2 Pelayanan Air Bersih

Menurut Gronroos dalam Winarsih (2005), pelayanan adalah suatu

aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat

diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen/pelanggan

dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi

pelayanan air bersih (PDAM) yang dimaksudkan untuk memecahkan

permasalahan konsumen/pelangggan.

Dari definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan

adalah tidak kasat mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya manusia

7
8

(karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara

pelayanan.

1) Gap 1 (gap persepsesi manajemen). Ini terjadi apabila terdapat perbedaan

antara harapan-harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap

harapan-harapan konsumen. Misalnya harapan pelanggan air bersih adalah

mendapatkan pelayanan yang terbaik, tidak menjadi soal meskipun

harganya/tarifnya mahal. Sebaliknya manajemen mempunyai persepsi bahwa

konsumen mengharapkan harga yang murah meskipun kualitasnya hanya

memenuhi persyaratan air bersih.

2) Gap 2 (gap persepsi kualitas). Gap persepsi kualitas akan terjadi apabila

terdapat perbedaan antara persepsi manajemen/operator tentang harapan-

harapan pelanggan air bersih dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang

dirumuskan. Misalnya kualitas yang diharapkan oleh masyarakat/pelanggan

air bersih adalah yang memenuhi kualitas air minum, namun yang disediakan

operator air bersih/PDAM adalah yang memenuhi kualitas air baku

3) Gap 3 (gap penyelenggaraan pelayanan). Gap ini lahir jika pelayanan yang

diberikan berbeda dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang telah

dirumuskan. Misalnya spesifikasi pelayanan menyatakan bahwa air bersih

akan mengalir selama 24 jam sehari secara terus menerus, namun

kenyataanya hanya mengalir selama 12 jam atau kurang dari 6 jam setiap hari

dan tidak mengalir secara rutin.

4) Gap 4 (gap komunikasi pasar). Gap 4 lahir sebagai akibat dari adanya

perbedaan antara pelayanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal


9

terhadap konsumen. Misalnya perbaikan jaringan/pipa air bersih yang rusak

akan segera diperbaiki, kenyataannya tidak segera diperbaiki.

5) Gap 5 (gap kualitas pelayanan). Gap kualitas pelayanan ini terjadi karena

pelayanan yang diharapkan oleh konsumen tidak sama dengan pelayanan

yang dirasakan oleh konsumen. Misalnya konsumen atau calon pelanggan air

bersih berharap mendapat sambungan air bersih kurang dari enam hari kerja,

tetapi ketika ia mengurus sambungan tersebut waktu yang dibutuhkan lebih

dari enam hari kerja.

Adanya lima gap tersebut di atas dan tempatnya dalam manajemen

pelayanan air bersih secara skematis dapat dilihat dalam Konseptual Model

Kualitas Pelayanan sebagaimana Gambar 2.1.


10

Gambar 2.1 Konseptual Model Kualitas Pelayanan


Sumber : Raminto & Atik Winarsih, 2005

2.1.3 Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih

Sistem jaringan air bersih merupakan struktur yang sangat vital bagi

masyarakat. Terganggunya sistem ini menimbulkan keresahan masyarakat dalam

jangka waktu yang dekat, dimana masyarakat tidak percaya pada kinerja

perusahaan air minum, dan dalam jangka panjangnya adalah menurunnya

kesehatan masyarakat (Ardiansyah, 2012). Kinerja penyediaan air bersih untuk

setiap daerah yang dilayani oleh PDAM belum tentu memiliki kualitas dan

kuantitas yang sama dengan daerah lainnya. Beberapa acuan dari kriteria teknis

dalam pelayanan dan penyediaan air bersih dengan sistem perpipaan seperti
11

(Agustina, 2007): 1) Air tersedia secara terus menerus selama 24 jam; 2) Tekanan

di ujung pipa minimal 1 – 2 atm; 3) kualitas air harus memenuhi standar yang

ditetapkan. Persyaratan dalam penyediaan air bersih dapat dilihat dalam beberapa

hal yaitu:

2.1.3.1 Persyaratan Kebutuhan Air Bersih

Dalam persyaratan kebutuhan air bersih, Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum (2006) telah menetapkan kriteria

dari pemakaian air bersih untuk setiap Kota/Kabupaten. Kriteria dari pemakaian

air yang dimaksud meliputi kebutuhan air domestik dan kebutuhan air non

domestik seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Domestik


Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa)
I II III IV V
No Uraian >1.000.000 500.00- 100.000- 20.000- <20.000
Metropolita 1.000.00 500.000 100.000 IKK &
n Besar Sedang Kecil Desa
1 Konsumsi unit sambungan
190 170 150 130 30
rumah (SR) ltr/org/hr
2 Konsumsi unit hidran
30 30 30 30 30
umum (HU) ltr/org/hr
3 Konsumsi unit non
20 – 30 20 - 30 20 – 30 20 - 30 20 - 30
domestik (%)
4 Kehilangan air (%) 20 – 30 20 - 30 20 – 30 20 - 30 20 – 30
5 Faktor Maksimum Day 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
6 Faktor Peak Hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
7 Jumlah jiwa per sambungan
5 5 6 6 10
rumah
8 Jumlah jiwa per hidran 100 -
100 100 100 200
umum 200
9 Sisa tekan dijaringan
10 10 10 10 10
distribusi
10 Jam operasi 24 24 24 24 24
11 Volume reservoir (%) 20 20 20 20 20
12 50:50 s/d 50:50 s/d 80:20 s/d
SR : HU 70 30
70:30 80:20 80:20
13 Cakupan pelayanan (*) **) 90 **) 90 **) 90 **) 90 **) 70
Sumber : BPPDU, 2006
*) tergantung survei sosial ekonomi
**) 60% perpipaan, 30% non perpipaan
***) 20% perpipaan, 45% non perpipaan
12

Tabel 2.2 Kebutuhan Air Non Domestik


Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa)
No Uraian Ket.
I II III IV V
1 Sekolah 10 10 10 10 5 ltr/murid/hr
2 Rumah sakit 200 200 200 200 200 ltr/bed/hr
3 Puskesmas 2 2 2 2 1.2 m3/hr
4 Masjid >2 >2 >2 >2 >2 m3/hr
5 Kantor 10 10 10 10 ltr/peg/hr
6 Pasar 12 12 12 12 m3/ha/hr
7 Hotel 150 150 150 150 90 ltr/bed/hr
100 ltr/tmpt
8 Rumah makan 100 100 100
ddk/hr
9 Komplek Militer 60 60 60 60 ltr/org/hr
10 Kaw. Industri 0.2-0.8 0.2-0.8 0.2-0.8 0.2-0.8 ltr/det/ha
11 Kaw. Pariwisata 0.1-0.3 0.1-0.3 0.1-0.3 0.1-0.3 ltr/det/ha
Sumber : BPPDU, 2006

Kebutuhan air domestik yang dimaksud adalah kebutuhan air bersih yang

digunakan untuk keperluan rumah tangga yang dilakukan melalui Sambungan

Rumah (SR) dan kebutuhan umum yang disediakan melalui fasilitas Hidran

Umum (HU). Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan

laju pertumbuhan penduduk yang ada pada suatu daerah/wilayah yang menjadi

daerah layanan . Sedangkan kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan air

bersih yang dibutuhkan untuk berbagai fasilitas sosial dan komersial seperti

rumah sakit, sekolah dan lain-lain. Besarnya pemakaian air untuk kebutuhan non

domestik 20% dari kebutuhan domestik (Fitriadi, 2013). Untuk cakupan layanan

minimal akan kebutuhan air bersih bagi masyarakat untuk mendukung program

MDGs sampai dengan tahun 2019 yaitu 100% akses air minum. Dalam rancangan

RPJMN 2015-2019, bidang Cipta Karya menargetkan pelayanann yang dikenal

dengan Program 100-0-100 (100% akses air minum, 0% kumus dan 100% akses

sanitasi). Indikator 100% yang dimaksud ialah, bisa memenuhi Standart Pelayaan

Minumum (SPM) di sektor air minum setidaknya setiap warga bisa mendapatkan

akses sebanyak 60 liter/orang/detik.


13

2.1.3.2 Persyaratan Kuantitas (Debit)

Dalam hal penyediaan air bersih, persyaratan kuantitasnya dilihat dari

banyaknya sumber air baku yang tersedia, dimana air baku tersebut dapat

memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan dari jumlah penduduk yang akan

dilayani. Kebutuhan akan air bersih masyarakat sangat dipengaruhi oleh

pertumbuhan penduduk, karakteristik masyarakat, tingkat ekonomi dan status

sosial masyarakat yang beragam, serta perilaku atau pola penggunaan air oleh

masyarakat.

2.3.3 Persyaratan Kontinuitas

Kontinuitas ini diartikan bahwa air bersih dari sumber air baku harus

tersedia setiap saat atau harus tersedia 24 jam per hari. Kontinuitas aliran terhadap

standar minimal pengaliran air memang belum memiliki standar yang pasti, tetapi

jika ditinjau dari jam-jam aktivitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air,

maka dapat diketahui bahwa pelanggan sangat membutuhkan air paling tidak

dengan harapan air mengalir minimal selama 12 jam sehari yaitu pada pukul

06:00 sampai dengan pukul 18:00, sedangkan menurut PDAM pengaliran air

dikatakan baik apabila standar minimal 8 jam sehari terpenuhi (Suhardi, 2007)

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran

tertentu, dimana kecepatan pipa tidak boleh melebihi 0,6-1,2 m/det. Ukuran pipa

tidak boleh melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem

jaringan harus terpenuhi. Setiap aliran air di dalam pipa harus memenuhi azas

kontinuitas, dimana debit yang masuk dalam sisi 1 sama dengan debit yang keluar
14

pada sisi 2 yaitu Q1=Q2, dengan persamaan debit seperti di bawah ini

(Triatmodjo, 2003):

Q = V. A

Keterangan:

Q = Debit (m3/det);
V = Kecepatan Aliran (m/det);
A = Luas Penampang Pipa (m2).

2.1.3.4 Persyaratan Kecepatan Aliran dan Tekanan Air

Dalam pendistribusian air agar terjangkau untuk seluruh area layanan dan

untuk memaksimalkan tingkat pelayanan, maka yang harus diperhatikan adalah

sisa tekanan air. Sisa tekanan air paling rendah adalah 5 mka (meter kolom air)

atau setara dengan 0,5 atm (1 atm = 10 mka), dan sisa tekanan air paling tinggi

adalah 22 mka (Agustina, 2007).

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Depertemen Pekerjaan

Umum (2006), kecepatan izin dalam pipa distribusi berkisar antara 0,3-2,5 m/det.

Ukuran pipa tidak boleh melebihi dimensi yang diperlukan, dan tekanan dalam

sistem harus cukup. Air yang dialirkan ke pelanggan dari pipa transmisi dan pipa

distribusi, dirancang agar dapat melayani pelanggan hingga yang terjauh, dengan

tekanan air minimum sebesar 1 atm. Tekanan ini harus dijaga, tidak boleh terlalu

tinggi dan tidak boleh terlalu rendah. Jika tekanannya terlalu tinggi, maka akan

merusak pipa atau membuat pipa menjadi pecah dan dapat merusak fitting/

accessoriess pipa dan jika tekanannya terlalu rendah, maka akan menyebabkan

tidak berfungsinya alat plumbing secara baik pada sistem perpipaan distribusi.
15

2.1.3.5 Fluktuasi Kebutuhan Air Bersih

Fluktuasi merupakan persentase jumlah pemakaian air pada tiap jam

tergantung dari kebiasaan masyarakat serta pola pemakaian air oleh masyarakat,

sehingga kebutuhan air menjadi berubah setiap waktunya (Rosadi, 2011). Dalam

distribusi layanan air bersih kepada pelanggan, maka tolak ukur yang digunakan

dalam perencanaan maupun evaluasi terhadap layanan adalah kebutuhan air jam

puncak (Qpeak)dan kebutuhan air harian maksimum (Qmax) dengan mengacu

pada kebutuhan air rata-rata.

2.1.4 Sistem Distribusi Air Bersih dan Sistem Pengaliran Air Bersih

2.1.4.1 Sistem Distribusi Air Bersih

Sistem distribusi merupakan sistem yang secara langsung berhubungan

dengan pelanggan, dimana berfungsi untuk mendistribusikan air yang telah

memenuhi untuk semua daerah layanan. Sistem distribusi ini meliputi unsur

sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem

pemompaan dan reservoir distribusi (Damanhuri, 1989).

Ketersediaan jumlah air yang cukup serta tekanan air yang memenuhinya

merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam sistem pendistribusian air

bersih, dimana tugas pokok dari sistem distribusi air bersih adalah memenuhi

kebutuhan air bersih kepada pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap

memperhatikan faktor kualitas air, kuantitas air dimana tersedianya air setiap

waktu dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal.

Yang termasuk ke dalam sistem distribusi air bersih adalah distribusi dari

reservoirnya yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari supply instalasi,
16

meteran air yang digunakan untuk menentukan banyaknya air yang akan

digunakan, pipa-pipa, katup-katup, keran serta pompa yang digunakan untuk

membawa aliran air dari instalasi pengolahan air bersih ke daerah-daerah layanan

yang membutuhkan air. Sistem distribusi air minum kepada pelanggan dengan

kualitas, kuantitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang

baik, reservoir, pompa dan peralatan lainnya.

Dalam sistem suplai air minum ke pelanggan/konsumen memiliki dua

sistem yaitu Continous System dan Intermitten System. Continous System

mensuplai air ke konsumen secara terus menerus selama 24 jam, dengan

keuntungan konsumen dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa di posisi

manapun. Namun kerugian dari sistem ini adalah pemakaian air yang cenderung

lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran, maka akan banyak jumlah air yang

hilang. Sedangkan Intermitten System, air yang disuplai tidak selama 24 jam,

hanya pada jam-jam tertentu, 2-4 jam di pagi hari dan 2-4 jam di sore hari. Sistem

ini memiliki kerugian dimana pelanggan tidak dapat menggunakana/mendapatkan

air setiap saat, dan pelanggan membutuhkan tempat penyimpanan air. Dimensi

pipa yang digunakan dengan sistem ini juga membutuhkan dimensi pipa yang

lebih besar, karena kebutuhan air yang disuplai tidak dialirkan selama 24 jam,

hanya dalam beberapa jam saja. Namun keuntungan dengan Intermitten System

adalah terjaganya pemborosan penggunaan air, dan kondisi ini sangat cocok untuk

daerah dengan sumber air terbatas (Agustina, 2007).

Metode dari sistem distribusi air tergantung pada kondisi topografi dari

sumber air dan posisi para konsumen berada. Sistem distribusi air memiliki
17

rangkaian yaitu sumber air baku – pipa utama – reservoir/layanan penyimpanan –

pipa induk – pipa distribusi. Pipa utama mengalirkan air pada tingkat yang

konstan, sedangkan pipa induk mengalirkan air dengan kebutuhan air yang

bervariasi/fluktuatif (Masimin dan Ariff, 2012).

2.1.4.2 Sistem Pengaliran Air Bersih

Sistem pengaliran yang digunakan adalah cara gravitasi, pompa dan

gabungan keduanya (Agustina,2007).

a. Sistem Gravitasi

Sistem pengaliran dengan gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air

memiliki perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan, sehingga

tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Sistem pengaliran ini dianggap

cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan perbedaan ketinggian lokasi.

b. Sistem Pemompaan

Sistem pengaliran air dengan sistem pemompaan digunakan untuk

meningkatkan tekanan yang diperlukan dalam mendistribusikan air dari

reservoir distribusi kepada konsumen/pelanggan. Sistem pengaliran dengan

cara ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan

dengan daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup.

c. Sistem Gabungan (Kombinasi)

Pada pengaliran dengan sistem gabungan (kombinasi) ini, reservoir digunakan

untuk mempertahankan tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian

tinggi dan pada kondisi darurat, seperti saat terjadi kebakaran. Selama periode

pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan dalam reservoir


18

distribusi yang berfungsi sebagai cadangan air selama periode pemakaian

tinggi/pemakaian puncak, maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit

rata-rata.

2.1.5 Kebutuhan Masyarakat dalam Layanan Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat khususnya di perkotaan

dapat dilakukan dengan cara pemanfataan sumber daya air, yang dapat

dikelompokkan kedalam 2 (dua) cara (Kammerer, 1976), yaitu:

1) Mengalirkan air dari sumber ke tempat pengguna atau pelayanan umum

Pemanfaatan ini digunakan bagi kebutuhan air perkotaan meliputi kebutuhan

untuk kegiatan domsetik dan kegiatan umum, yang dikenal dengan pelayanan

umum. Pelayanan ini dilakukan oleh pemerintah kota setempat yang

pelaksanaannya dilakukan oleh PDAM dengan pemanfaatan dan

pendistribusian ke daerah pelayanan atau pelanggan. Pelayanan ini dikenakan

tarif menurut sistem meteran.

2) Mengusahakan sendiri dengan menggali sumur

Penggalian sumur (sumur gali maupun sumur bor) banyak dilakukan

penduduk untuk mencukupi kebutuhan domestik, niaga maupun industri.

Pada daerah perumahan yang tidak terjangkau oleh pelayanan umum,

mengusahakan sendiri melalui sumur gali ataupun sumur bor, sedangkan

untuk sebagian masyarakat berpenghasilan rendah memanfaatkan air sungai

untuk kebutuhan mencuci dan mandi.


19

Bila dilihat dari bentuk dan tekniknya, sistem penyediaan air minum dapat

dibedakan atas dua sistem (Algamar,1994), yaitu:

1) Sistem penyediaan air minum individual (individual water system atau rural

water supplay system)

Sistem ini pada umumnya sangat sederhana, seperti halnya sumur-sumur

yang digunakan dalam satu rumah tangga. Sistem penyediaan air minum

individual ini bila dilihat komponennya lengkap, tetapi kapasitas maupun

bentuk pelayanannya terbatas.

2) Sistem penyediaan air minum komunitas atau perkotaan (community

municipality water supplay system atau public water supplay system)

Merupakan sistem untuk suatu komunitas atau kota, dan untuk pelayanan

yang menyeluruh, berikut untuk kebutuhan domestik, perkotaan maupun

industri.

Kebutuhan air untuk rumah tangga (domestik) perkapita tidak sama untuk

setiap kota atau daerah. Kebutuhan air sesuai dengan kriteria yang ditetapkan

oleh Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, kebutuhan domestik

dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kebutuhan Air Bersih untuk Domestik Berdasarkan Kategori Kota
Kebutuhan
No Kategori Kota Jumlah Penduduk (Jiwa)
(liter/orang/hari)
1 Metropolitan > 1.000.000 170 - 190
2 Kota Besar 500.000 - 1.000.000 150 - 170
3 Kota Sedang 100.000 - 500.00 130 - 150
4 Kota Kecil 20.000 - 100.000 100 - 130
5 Ibukota Kecamatan < 20.000 90 - 100
Sumber : Ditjen Cipta KaryaDepartemen Pekerjaan Umum, 1997
20

Tingkat kebutuhan air bersih sangat bervariasi dan tergantung pula pada

kondisi lingkungan, seperti jumlah penduduk, kondisi ekonomi (standar hidup),

pengembangan industri dan kategori kota. Hal utama yang mempengaruhi tingkat

kebutuhan air bersih adanya pelayanan air bersih, baik secara kualitas, kuantitas

maupun kontinuitas. Sedangkan kebutuhan terhadap air itu sendiri akan selalu

meningkat seiring dengan perkembangan penduduk dan perkembangan aktivitas

sosial ekonomi yang terjadi pada suatu daerah. Faktor lain yang memungkinkan

berpengaruh pada tingkat kebutuhan air bersih adalah kebijakan mengenai air

bersih, dimana salah satunya berkaitan dengan beban tarif yang dikenakan pada

konsumen. Untuk lebih jelasnya, tingkat kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebutuhan Air Bersih


No Tipe-tipe Faktor
1 Pelayanan a. Kualitas air bersih
b. Kuantitas air bersih
c. Kontinuitas/keberlanjutan aliran air
d. Tarif (harga) jasa layanan
e. Penanganan pengaduan (complaint)
f. Komunikasi oengelola air bersih
2 Demografi a. Jumlah, kepadatan penduduk dan persebaran
penduduk dan populasi rumah tangga
3 Sosial Ekonomi a. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan
penduduk
b. Tingkat pemakaian rata-rata
c. Kebiasaan pemakaian dan perlakuan terhadap
air
d. Jenis dan banyaknya aktivitas kegiatan
penduduk
4 Kebijakan air bersih a. Kebijakan penetapan tarif air bersih
b. Kebijakan pendidtribusian dan pengalokasian
air bersih
Sumber : Atlaf, dalam Algamar, 1994
21

2.1.6 Kinerja Pelayanan Air Bersih

Menurut kamus bahasa Indonesia bahwa yang dimaksud dengan kinerja

adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Kalau diterapkan

dalam suatu peralatan maka berarti suatu kemampuan kerja. Dengan demikian

suatu penilaian kinerja adalah menilai hasil atau prestasi yang telah dilakukan

yang merupakan tingkat kemampuan dari aspek yang dinilai.

Kinerja layanan air bersih bersih dapat dilihat dari beberapa aspek berikut

(IBRD, 1997): a) daerah layanan eksisting dan pengembangan; b) Karakteristik

layanan; c) daftar inventarisasi aset dan kondisi serta pembiayaannya; d) standar

kinerja saat ini dan catatan sejarah layanannya; e) sumberdaya manusia (jumlah

karyawan, ketrampilan, gaji, jaminan pensiun); f) tarif (tingkat dan struktur tarif,

pengaturan subsidi, pengaturan sangsi pemutusan layanan); g) Karakteristik

keuangan.

Menurut Schubeler (1996), kinerja pelayanan air bersih dapat ditelaah dari

beberapa aspek berikut: a) dampak: derajat sejauh mana kontribusi sistem

penyediaan prasarana terhadap tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; b) efektivitas:

sejauh mana penyediaan prasarana memenuhi kebutuhan nyata dan permintaan

masyarakat; c) efisiensi: sejauh mana layanan disediakan dengan biaya life-cycle

serendah mungkin; d) Keberlanjutan: stabilitas fisik, keuangan, dan kelembagaan.

2.1.6.1 Pengukuran Kinerja Pelayanan Air Bersih

Menurut (LAN, 2003) dalam kerangka pengukuran kinerja terdapat tiga

tahapan yaitu: a) penetapan indikator kinerja; b) pengumpulan data kinerja dan c)


22

cara pengkuran kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kauntitatif dan kualitatif

yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan.

Indikator kinerja yang akan dikategorikan dikelompokkan menjadi: 1)

Masukan (input) adalah segala sesuatu yag dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan

dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output,misalnya

sumberdaya manusia, dana, material waktu, teknologi dan sebagainya; 2)

Keluaran (output), adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan/atau non

fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan atau program

berasarkan masukan yang digunakan. 3) Hasil (outcome) adalah segala sesuatu

yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan (output) pada jangka

menengah. Outcome merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk jasa dapat

memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan air bersih. 4) Manfaat (benefit)

adalah kegunaan suatu keluaran (output) yang dirasakan langsung oleh

masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang diakses oleh pelanggan air

bersih. 5) Dampak (impac) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi,

lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja

setiap indikator dalam suatu pengelolaan air bersih.

2.1.6.2 Pengukuran Kinerja Air Bersih Menurut Aspek Normatif

Secara normatif kinerja pelayanan air bersih diatur dalam Keputusan

Menteri Dalam Negeri. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri

(Kepmendagri) No. 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja

Perusahaan Daerah Air Minum, kinerja diartikan sebagai tingkat keberhasilan

pengelolaan sistem pelayanan air bersih dalam satu tahun buku tertentu. Tingkat
23

keberhasilan itu sendiri dapat dinilai dari beberapa aspek, yaitu aspek operasioanl

keuangan, dan aspek administrasi. Tiap-tiap aspek tersebut memiliki indikator

dengan penilaian masing-masing.

Aspek operasional ini akan menjadi pembahasan utama dalam penelitian

ini. Aspek kinerja operasional ini meliputi: a) cakupan pelayanan, b) kualitas air

distribusi, c) kontinuitas air d) produktifitas pemanfaatan instalasi produksi, e)

tingkat kehilangan air, f) peneraan meter air, g) kecepatan penyambungan baru, h)

kemampuan penanganan pengaduan, i) kemudahan pelayanan, j) rasio karyawan

per seribu pelanggan.

Jumlah akumulasi nilai indikator maksimum atau tertinggi kinerja dari

aspek normatif (aspek operasional) adalah 47. Nilai tersebut termasuk bonus yang

diberikan apabila ada peningkatan nilai dari tahun lalu. Nilai minimal atau

terendah adalah 10.

1) Cakupan Pelayanan

Perhitungan cakupan pelayanan air bersih sangat didasari pada kondisi

penduduk yang ada pada wilayah tersebut, khususnya jumlah penduduk yang

terlayani dan jumlah penduduk secara keseluruhan. Jumlah penduduk

terlayani ialah jumlah orang yang sudah mendapat pelayanan jaringan

prasarana air bersih. sedangkan jumlah penduduk secara keseluruhan ialah

jumlah penduduk dalam wilayah studi.

2) Kualitas Air

Kualitas air merupakan mutu air yang diproduksi dan didistribusikan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat pelanggan, atau pemenuhan syarat yang


24

ditetapkan oleh instansi berwenang .Indikator yang digunakan adalah

penggolongan baku mutu air bersih yang didasarkan pada Peraturan Menteri

Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010.

3) Kontinuitas air

Sebagai dasar pengukuran kriteria secara kualitatif menurut Kepmendagri No.

47/1999, yaitu pelanggan mendapatkan distribusi air selama 24 jam,

mendapatkan distribusi kurang dari 24 jam, atau bahkan tidak mendapatkan

air sama sekali. Indikator pelayanan lainnya adalah tekanan air normal

sebesar + 0,75 meter atm (dapat memancar 7,5 meter ). Jika tekanan yang

dihasilkan relatif tidak normal, maka hal ini sama pula dengan

ketidakmampuan dalam menyediakan pelayanan secara penuh sesuai dengan

kebutuhan.

4) Produktivitas

Produktivitas pemanfaatan instalasi air bersih dapat diketahui berdasarkan

jumlah kapasitas produksi dan kapasitas terpasang. Kapasitas produksi adalah

kapasitas yang dihasilkan dalam menghasilkan produksi air. Sedangkan

kapasitas terpasang adalah kapasitas desain (design capacity).

5) Tingkat kehilangan air

Tingkat kehilangan air bersih dapat diketahui berdasarkan jumlah satuan air

yang didistribusikan dan jumlah satuan air yang terjual. Jumlah satuan air

yang didistribusikan adalah jumlah m3 air yang tercatat di meter induk yang

dipasang pada pipa keluaran (outlet) bak penampung air hasil produksi yang

akan didistribusikan. Sedangkan jumlah satuan air yang didistribusikan ialah


25

jumlah m3 air yang tercatat di meter air pelanggan melalui rekening yang

ditagihkan.

6) Peneraan Meter Air

Penilaian peneraan meter air adalah seberapa banyak dalam setahun PDAM

melakukan tera air pelanggannya, tidak termasuk meter air yang baru.

7) Kecepatan Penyambungan baru

Penilaian kecepatan penyambungan baru, jangka waktu proses

penyambungan baru dihitung sejak ditandataganinya kontrak sambungan baru

antara PDAM dengan pemohon.

8) Kemampuan penanganan pengaduan

Rasio kemampuan penanganan pengaduan dapat ditentukan dari berapa

jumlah pengaduan yang telah tertangani dari jumlah seluruh pengaduan dalam

kurun satu bulan.

9) Kemudahan pelayanan

Penilaian kemudahan pelayanan didasarkan pada ketersediaan sarana

penunjang dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan, baik untuk

melakukan pembayaran maupun pengaduan.

10) Rasio karyawan per 1000 pelanggan

Jumlah karyawan adalah jumlah karyawan yang aktif pada akhir tahun buku

yang terdiri dari: karyawan PDAM, karyawan honorer, perbantuan dan lainya

yang aktif dalam PDAM.


26

2.1.6.3 Pengukuran Kinerja Menurut Aspek Persepsi Masyarakat

Pengukururan kinerja air bersih pada dasarnya telah diatur secara normatif

dalam peraturan perundangan, namun untuk mengetahui harapan masyarakat yang

sesungguhnya maka harus diperhatikan pula apa yang menjadi kebutuhan

pelanggan air bersih.

Menurut kamus tata ruang (1997) persepsi adalah tanggapan atau

pengertian yang berbentuk langsung dari suatu peristiwa atau pembicaraan tapi

dapat juga pengertian yang terbentuk lewat proses yang diperoleh lewat

pancaindra. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses

penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui panca indra

atau disebut juga sensoris. Proses tidak berhenti begitu saja, melainkan simulus

tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi.

Perkembangan dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di

sekitarnya dan keadaan diri sendiri (Davidoff dalam Walgito, 2004).

Masyarakat atau komunitas (community) dapat didefinisikan sebagai

”masyarakat setempat” apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok

besar maupun kelompok kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasa

bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang

utama. Kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya

social relationships antara anggota suatu kelompok.

Menurut arti geografis masyarakat setempat adalah masyarakat yang

bertempat tinggal di suatu wilayah dengan batas-batas tertentu dimana faktor


27

utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para

anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya.

Sukanto (1990) mendefinisikan komunitas adalah kelompok setempat

atau lokal dimana orang melaksanakan segenap kegiatan (aktivitas) kehidupannya.

Difinisi yang lebih rinci mengenai komunitas adalah: (1) sekelompok orang yang

hidup dalam, (2) suatu wilayah tertentu, yang memiliki, (3) pembagian kerja yang

berfungsi khusus dan saling tergantung (interdependent), dan (4) memiliki sistem

sosial budaya yang mengatur kegiatan para anggota, (5) yang mempunyai

kesadaran akan kesatuan dan perasaan memiliki, serta (6) mampu bertindak secara

kolektif dengan cara teratur. Penilaian masyarakat terhadap layanan air bersih

dipersepsikan terhadap: a) kualitas air; b) kontinuitas air; c) tarif/retribusi air; d)

ketelitian pencatatan meter; e) kecepatan penanganan pengaduan; dan f)

komunikasi pengelola air bersih. Persepsi masyarakat/pelanggan terhadap layanan

air bersih umumnya dipengaruhi oleh keterjangkauan layanan air bersih, harapan-

harapan, tingkat penghasilan dan beban keluarga.

2.2 Penelitian Terdahulu

Ulung Primadi Gantara, Arya Rezagama, Dwi Siwi Handayani (Jurnal

Lingkungan, Vol 5, No. 2, 2016), dengan judul Rencana Pentahapan Unit

Distribusi Menggunakan Analisis Spasial dalam Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum Kota Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Hasil penelitian

ini adalah PDAM Lombok Utara memiliki jumlah pelanggan di kota Tanjung

sebanyak 15.908 jiwa pada tahun 2014. Cakupan Pelayanan PDAM Kabupaten

Lombok Utara untuk kota Tanjung pada tahun 2014 sebesar 15,30%, dimana
28

angka cakupan pelayanan tersebut masih belum memenuhi target dari MDGs

(Millenium Development Goals) yaitu pencapaian angka cakupan pelayanan 80%

untuk penduduk perkotaan dan 60% untuk penduduk perdesaan. Kondisi ini

mengakibatkan kompleksnya sistem yang harus dikelola oleh PDAM Kabupaten

Lombok Utara. Oleh karena itu dibutuhkan rencana pentahapan pengembangan

sistem penyediaan air minum di kota Tanjung yang ada saat ini menggunakan

analisis spasial, sesuai dengan arah perkembangan kota. Analisis spasial terhadap

beberapa parameter prioritas pengembangan yaitu kepadatan penduduk, tingkat

kesulitan memperoleh air, ancaman kekeringan, tata ruang kota, dan tingkat

ekonomi daerah yang dituangkan dalam peta overlay kemudian dapat dijadikan

dasar pemikiran untuk menyusun strategi pentahapan unit distribusi dalam

pengembangan sistem penyediaan air minum kota Tanjung agar sesuai dengan

perkembangan kota yang ada.

A.A Ngurah Hary Susila, I Nyoman Piarsa, Putu Wira Buana (Merpati

Vol. 2, NO. 2, Agustus 2014, ISSN: 2252-3006) dengan judul Sistem Informasi

Geografis Pemetaan Jaringan Pipa PDAM Tirta Mangutama. Hasil penelitian

dari penelitian ini adalah teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan

suatu teknologi geografis yang memiliki kemampuan dalam mengumpulkan,

mengelola, memanipulasi dan memvisualisasikan data spasial (keruangan) yang

berhubungan dengan posisi dipermukaan bumi pada sebuah peta sesuai dengan

posisi permukaan bumi yang sebenarnya dengan titik koordinatnya. Informasi

mengenai pemetaan jaringan pipa PDAM di Kabupaten Badung sangat diperlukan

oleh masyarakat maupun pihak PDAM khususnya pada PDAM Tirta Mangutama
29

untuk membantu dalam pendistribusian air bersih kepada masyarakat dan

membantu mendapatkan informasi jaringan pipa dengan mudah dan cepat. Hasil

yang ditampilkan sistem berupa data pemetaan jaringan pipa primer, pipa

sekunder, reservoar, sumber air dan aksesoris dapat ditampilkan dalam peta dan

data tabulasi.

Dalilul Islamy dan Widjonarko (Jurnal Teknik PWK Volume 3 Nomor 4

2014), dengan judul Studi Kinerja Pelayanan PDAM Tirta Siak Berdasarkan

Pendapat Pelanggan (Studi Kasus: PDAM Tirta Siak Pekanbaru). Pengembangan

Jaringan distribusi air bersih menjadi suatu tahap yang harus dilakukan untuk

memenuhi permintaan air bersih yang setiap hari semakin meningkat. Dalam

pelaksanaan pembangunan jaringan, prinsip dasar yang harus selalu diperhatikan

adalah harus adanya kesesuaian antara rencana pengembangan jaringan dengan

rencana tata ruang. Akibat terbatasnya sumber-sumber air baku yang ada.

Penelitian ini di ambil karena pada awal tahun 2012 di bulan Januari banyak

masyarakat yang mengeluhkan tentang tidak lancarnya pasokan air dari

perusahaan yang mengolah air bersih di kota Pekanbaru. Hal tersebut di muat di

media cetak lokal Riaupos. Permasalahan tersebut terjadi karena banyak pipa dan

mesin pengolahan air yang digunakan oleh PDAM Tirta Siak sudah harus di ganti

dengan yang baru dan lebih canggih mengingat usianya yang sudah lebih dari 35

tahun. Sehingga hal tersebut mengakibatkan tidak lancar dan keruhnya air yang di

berikan PDAM Tirta Siak Pekanbaru kepada pelanggan. Karena itu hal ini

menjadi menarik untuk di dikaji lebih mendalam melalui suatu proses studi,

sehingga diharapkan dapat di ambil suatu kesimpulan maupun rekomendasi yang


30

lebih bersifat ilmiah dan dapat disumbangkan pada pihak-pihak yang

berkompeten, dalam hal ini PDAM Tirta Siak Pekanbaru di dalam meningkatkan

kapasitas pelayanannya kepada pelanggan secara lebih baik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain adalah penelitian ini

mempunyai tujuan mengidentifikasi tingkat kepuasan pelanggan terhadap

pelayanan air bersih PDAM Tirta Anoa Kota Kendari zona pelayanan Anduonohu

serta mengetahui sebaran pelanggan PDAM Tirta Anoa Kota Kendari zona

pelayanan Anduonohu berdasarkan distribusi spasial.

2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Baik buruknya suatu sistem penyediaan air bersih suatu kota/kawasan,

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah air baku, yang

meliputi kualitas dan kuantitas, faktor kinerja sistem distribusi yang meliputi

kuantitas, tekanan, dan kontinuitas aliran, serta faktor kinerja sistem transmisi.

Dalam sistem penyediaan air bersih yang baik, diperlukan suatu pasokan air yang

baik dan dalam jumlah yang cukup. Sehingga masyarakat sebagai pengguna jasa

akan mendapatkan pasokan air secara kontinyu, serta dengan kualitas yang baik

sesuai dengan tingkat pemakaian air standar. Tingkat kepuasan pelanggan

terhadap layanan suatu jaringan distribusi air bersih juga menjadi faktor penentu

keberhasilan suatu sistem dapat berjalan. Karena sebagai pengguna jasa,

pelanggan / konsumen dapat memberikan penilaian melalui persepsi dan harapan,

yang nantinya akan dapat memberikan suatu penilaian terhadap keberhasilan suatu

sistem jaringan distribusi air bersih. Pada penelitian ini, faktor-faktor

pertimbangan yang telah disebutkan pada paragraf-paragraf sebelumnya, yang


31

mempengaruhi kinerja sistem jaringan distribusi air bersih, akan dijadikan

parameter penelitian, yang akan dikaji lebih lanjut, sehingga akan dapat

memberikan masukan kepada pihak penyedia layanan air bersih, yang dalam hal

ini adalah PDAM Tirta Anoa Kota Kendari. Adapun diagram alir dari kerangka

pemikiran dan tahapan kegiatan dapat dilihat pada Gambar 2.2


32

Penyedian Air Bersih


Perumahan

Sistem Distribusi

Analisis Pelayanan Analisis Kebutuhan


Pelanggan Pelayanan

Standar Pelayanan Air Bersih

Analisis Pelayanan PDAM

Distribusi Pelanggan PDAM

Sistem Pelayanan
Sistem Pelayanan Air Bersih Non Standar
Air Bersih Standar

Perataan Beban Pelayanan


Sistem Distribusi

Perbaikan pelayanan
jaringan sistem distribusi

Pelayanan Air Bersih yang


sesuai Standar kualiatas

 Permenkes No. 492/


Menkes/PER/IV/2010
 SIM PAM/SPM

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai