Anda di halaman 1dari 30

THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR

Mata Kuliah Perilaku Sehat Kelas D-1

Oleh Kelompok 3 :
Yoga Santoso Putra 111811133011
Nur Khofifah M.S. 111811133019
Agnes Viola 111811133025
Liana Sein Ritonga 111811133039
Nadia Ramadhan 111811133042
Laili Fitrotul Mahfudhoh 111811133065
Ahmad Burhan Habibi 111811133082
Arief Rahman Nur Fadhilah 111811133095
I Gusti Bagus Dion P. N. 111811133163
Hana Tirtawijaya 111811133175
Riries Sitoresmi 111811133219
Grace S. Malau 111811133220

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019/2020
1. THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR AND HEALTH BEHAVIOUR

TPB atau Theory of Planned Behaviour merupakan pengembangan dari Theory of


Reasoned Action atau biasa disingkat TRA. Dimana TPB menekankan pada niat perilaku
sebagai akibat atau hasil kombinasi beberapa kepercayaan. Namun, kedua model tersebut
menyiratkan bahwa sikap seseorang dibentuk setelah pertimbangan dari informasi yang ada.
Asal-usul TRA yang disebutkan oleh Fishben dimana perilaku itu disebabkan oleh sikap dan
untuk menganalisis kegagalan dalam memprediksi perilaku dari sikap individu.
Fishben dan Ajzen mengembangkan prinsip kompabilitas berdasarkan pada analisis studi
sebelumnya yakni tentang hubungan antara sikap dan perilaku. Prinsip tersebut berpendapat
bahwa setiap sikap dan perilaku memiliki unsur-unsur didalamnya yaitu tindakan, target,
konteks dan waktu serta menyatakan bahwa hubungan antara sikap dan perilaku akan
menjadi besar ketika keduanya diukur pada tingkat spesifik yang berhubungan pada setiap
elemen. Setiap perilaku terdiri dari :

A. Suatu tindakan atau perilaku


B. Dilakukan pada atau menuju target
C. Dalam konteks atau situasi
D. Dilakukan berdasarkan pada waktu.

Misal; seseorang yang peduli tentang kebersihan mulut, konteksnya berada pada :
A. Menyikat
B. Giginya.
C. Dikamar mandi
D. Setiap pagi setelah sarapan.

2. Description of the model


TRA menunjukkan bahwa penentu proksimal (atau penyebab) adalah dari
kehendak perilaku dimana niat perilaku seseorang tersebut untuk terlibat dalam perilaku
itu. Niat perilaku mewakili motivasi seseorang dalam arti dirinya merencana secara sadar
dalam keputusan untuk mengerahkan upaya perilaku target. Sikap terhadap perilaku
tertentu berdampak pada kinerja perilaku melalui niat. TRA merupakan masalah tentang
bagaimana sikap yang tidak dapat diamati lalu dirubah menjadi tindakan yang dapat
diamati serta dapat diklarifikasi dengan menempatkan peristiwa psikologis lain
contohnya pembentukan niat antara sikap dan perilaku.
Namun, dalam teori TRA sendiri masih kurang jelas tentang faktor-faktor yang
menyebabkan munculnya sikap terhadap perilaku diartikan menjadi niat. Jadi, bisa
diartikan bahwa itu adalah peluang yang diharapkan untuk melakukan perilaku yang
mempromosikan pembentukan niat. TRA termasuk yang kedua penentu niat yang dapat
disebut dengan norma subyektif. Niat itu mewakili tekanan sosial yang dirasakan dari
orang lain untuk melakukan perilaku. Sehingga dapat membuat TRA dapat membatasi
dirinya pada sebuah prediksi perilaku yang akan dikehendaki. Perilaku itu yang
membutuhkan keterampilan, sumber daya atau peluang yang tidak tersedia secara bebas
tidak dianggap berada dalam wewenang dalam penerapan TRA. Sehingga, cenderung
diprediksi dengan buruk oleh TRA.
Perceived Behavioural Control, atau PBC penting dikarenakan dapat memperluas
penerapan teori, dimana perilaku atas kehendak individu memiliki tujuan-tujuan
kompleks dan bergantung pada kinerja serangkaian perilaku kompleks lainnya. Jika
kontol aktual berkurang akan melemahkan kekuatan niat dalam memprediksi perilaku.
Jadi, mengingat berbagai masalah mendefinisikan dan mengukur control yang sebenarnya
sehingga PBC cenderung sering digunakan.
TPB menggambarkan perilaku sebagai fungsi regresi linier dari niat perilaku
dan kontrol perilaku yang dirasakan:
B = 𝑤1BI + 𝑤2 PBC
Diketahui :
- B adalah perilaku
- BI adalah niat perilaku
- PBC dianggap kontrol perilaku
- 𝑤1dan 𝑤2 adalah bobot regresi.

nilai bobot regresi itu ditentukan secara empiris dan akan bervariasi sebagai fungsi akan
perilaku dan jumlah individu yang diperiksa.
Bagaimanapun kuatnya, niat yang diimplementasiakan menjadi tindakan
setidaknya sebagian ditentukan oleh hambatan pribadi dan lingkungan, dengan demikian
penambahan yang dirasakan kontrol perilaku harus menjadi semakin bermanfaat sebagai
kontrol kehendak pada saat kontrol perilaku itu menurun. Karena itu, dalam situasi
apapun prediksi perilaku dari niat kemungkinan akan terhambat oleh tingkat kontrol
aktual atas kehendak. Sehingga, PBC harus memfasilitasi pelaksanaan niat perilaku
menjadi tindakan, dan memprediksi perilaku secara langsung.
Jadi, kontrol aktual itu penting secara eksplisit dimana orang akan cenderung
melakukan perilaku yang diinginkan dan mereka kontrol, daripada sebaliknya dan tidak
ada kontrol lebih. PBC akan memprediksi perilaku secara langsung sejauh tindakan
tersebut sesuai dengan kontrol yang sebenarnya.

2.1 Determinants of intention/ Faktor penentu niat


Dalam TRA, sikap adalah salah satu prenentu niat perilaku. Dimana sikap
merupakan evaluasi hasil keseluruhan perilaku oleh individu. Menerapkan prinsip
kompatibilitas, sikap yang relevan adalah mereka terhadap kinerja perilaku, dinilai
pada tingkat yang spesifik serupa dengan yang digunakan dalam penilaian perilaku.
TRA menetapkan norma subyektif sebagai penentu lain dari niat. TPB
menggabungkan dari sepertiga niat dan kontrol perilaku yang dirasakan dimana
merupakan persepsi individu tentang sejauh mana kinerja perilaku tersebut. Kontrol
dipandang sebagai rangkaian keseluruhan yang mudah dijalankan dan tujuan perilaku
yan menuntut sumberdaya, peluang dan keterampilan khusus. Oleh karena itu, niat
perilaku merupakan fungsi regresi linear dari sikap, subyektif norma dan kontrol
perilaku yang dirasakan:
BI = 𝑤3 A + 𝑤4 SN + 𝑤5 PBC (2)

Diketahui :
- BI adalah niat perilaku
- A adalah sikap terhadap perilaku
- SN adalah norma subyektif
- PBC dianggap kontrol perilaku
- 𝑤3 ke 𝑤5 adalah bobot empiris yang menunjukkan kepentingan relatif dari
faktor penentu niat.

Dalam persamaan menunjukkan bahwa niat merupakan fungsi dari evaluasi


seseorang dalam keterlibatan secara pribadi dalam berperilaku, persepsi orang lain
ditunjukkan dengan seseorang berpikir untuk harus atau tidak melakukan suatu perilaku,
sedangkan persepsi kontrol seseorang ditunjukkan pada kinerja perilaku. PBC memiliki
hubungan dengan niat dan komponen perilaku di TPB, dimana tautan PBC-intention
mewakili fakta bahwa individu secara umum lebih cenderung untuk terlibat dalam
berperilaku yang positif dimana diyakini perilaku tersebut dapat dicapai.
Ajzen mengatakan bahwa pentingnya sikap, norma subyektif, dan kontrol
perilaku yang dirasakan dalam prediksi niat diharapkan bervariasi di berbagai perilaku
dan situasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa mungkin terdapat perbedaan individu
pada komponen yang berbeda dengan beberapa individu yang cenderung mendasarkan
niatnya pada sikap dan tentang norma perilaku. Selain itu, dalam situasi di mana
pengaruh normatif kuat, PBC akan mungkin berkurang dalam memprediksi niat. Hal ini
telah ditemukan dalam penelitian yang menunjukkan bahwa kekuatan sikap dan
perbedaan individu dalam bersosialisasi dapat meningkatkan daya prediktif dari sikap dan
norma subjektif.

2.2 Determinants of attitudes / Penentu Sikap


Sama halnya dengan niat yang memiliki faktor penentu, demikian dengan sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan juga memiliki faktor penentu.
Sikap merupakan fungsi dari keyakinan perilaku yang menonjol, yang mewakili
konsekuensi yang dirasakan. Konsekuensi meliputi kombinasi multiplikatif yang
kemungkinan dirasakan pada kinerja perilaku yang mengarah pada hasil dan evaluasi.
Hal tersebut bernilai dari ekspetasi yang kemudian dirangkum dalam berbagai
konsekuensi yang menonjol
𝑖=𝑝

𝐴 = ∑ 𝑏𝑖 . 𝑒𝑖
𝑖=1

Diketahui :
- 𝑏𝑖 adalah probabilitas subjektif bahwa perilaku memiliki konsekuensi i
- 𝑒𝑖 adalah evaluasi konsekuensi i
- 𝑝 adalah jumlah konsekuensi yang menonjol

Seseorang dapat memiliki jumlah yang besar dalam kepercayaan tentang perilaku
tertentu, namun pada suatu saat hanya terdapat beberapa dari hal tersebut yang cenderung
menonjol. Kepercayaan yang menonjol ini yang dianggap dapat menentukan sikap
seseorang, sehingga hubungan antara sikap dan keyakinan dalam perilaku ini umumnya
akan kuat.

2.3 Determinants of subjective norm / penentu Norma Subjektif


Norma subyektif merupakan fungsi dari kepercayaan normatif, yang mewakili
persepsi orang lain tentang apakah seseorang harus terlibat atau tidak dalam suatu
perilaku. Selain itu, hal tersebut dikalikan dengan motivasi orang tersebut untuk
mematuhi harapan tersebut. Sehingga, motivasi dalam aspek tersebut ialah sejauh
mana orang tersebut ingin mematuhi keinginan dari masalah tersebut.
𝑗=𝑞

𝑆𝑁 = ∑ 𝑛𝑏𝑗 . 𝑚𝑐𝑗
𝑗=1

Diketahui :
- SN adalah norma subyektif
- 𝑛𝑏𝑗 adalah keyakinan normatif
- 𝑚𝑐𝑗 adalah motivasi untuk mematuhi harapan
- q adalah jumlah harapan yang menonjol

2.4 Determinants of perceived behavioural control


Penilaian kontrol perilaku yang dirasakan dipengaruhi oleh keyakinan tentang
apakah seseorang memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan dan peluang untuk
melakukan perilaku dengan sukses, dengan mempertimbangkan apa yang dirasakan
pada kekuatan masing-masing faktor. Persepsi faktor yang memfasilitasi atau
menghambat kinerja perilaku tersebut disebut sebagai keyakinan kontrol.
Faktor-faktor ini dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Faktor internal
seperti informasi, personal deficiens, keterampilan, kemampuan dan emosi.
Sedangkan faktor kontrol eksternal yaitu peluang, ketergantungan pada orang lain,
hambatan. Orang yang merasa dirinya memiliki akses lebih ke sumber daya lain dan
menganggap ada peluang untuk melakukan perilaku cenderung mempersepsikan
tinggi derajat kontrol perilaku karena setiap faktor kontrol diberi bobot oleh kekuatan
yang dirasakan untuk memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku. Model
mengukur pada keyakinan ini adalah dengan mengalikan frekuensi terjadinya faktor
dengan persepsi subjektif dari kekuatan faktor untuk memfasilitasi atau menghambat
kinerja perilaku :
k=r
PBC = ∑ 𝑐𝑘 . 𝑝𝑘
k=1
diketahui :
- PBC dianggap kontrol perilaku
- 𝑐𝑘 adalah frekuensi yang dirasakan atau kemungkinan terjadinya faktor k
- 𝑝𝑘 adalah fasilitasi yang dirasakan atau daya hambat faktor k
- r adalah jumlah faktor kontrol. Itu
Kesamaan dari persamaan 5 dengan perhitungan nilai-harapan sekali lagi perlu dicatat
dan korelasi antara keyakinan kontrol dengan PBC mendukung gabungan yang
multiplikatif.

2.5 Commentary
Tingkah laku ditentukan oleh niat untuk terlibat dalam perilaku dan persepsi
kontrol atas kinerja perilaku. Sedangkan niat ditentukan oleh sikap terhadap perilaku,
norma subyektif dan perilaku yang dirasakan oleh kontrol. Sikap ditentukan oleh
persepsi dari dominannya hasil dan evaluasi mereka. Dan norma subyektif ditentukan
oleh normatif keyakinan serta motivasi untuk mematuhi referensi yang lebih banyak.
PBC ditentukan dengan ada atau tidak adanya sumber daya dan peluang kekuatan
yang dirasakan dari faktor-faktor ini untuk memfasilitasi atau menghambat kinerja
perilaku. Kontrol aktual sendiri dapat mempengaruhi dampak PBC pada niat dan
perilaku. Model ini dianggap sebagai teori yang lengkap dari perilaku di mana
pengaruh lain pada perilaku dianggap memiliki dampak terhadap perilaku melalui
komponen yang mempengaruhi TPB, lebih tepatnya dianggap sebagai teori penentu
dari proksimal perilaku.

3. Summary of research
Baik TRA maupun TPB telah diterapkan untuk memprediksi berbagai macam
perilaku yang berbeda, termasuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan dan dengan
tingkat keberhasilan yang bervariasi pula. Terdapat sejumlah ulasan naratif dan kuantitif
dari TRA dan TPB yang akan kami ringkas kembali ulasan meta analisisnya, serta
membahas masalah-masalah utama yang menonjol, dan meringkas aplikasinya bagi
perilaku sehat.

3.1 Meta-analytic reviews of the TPB


Meta analisis merupakan suatu bentuk penelitian kuantitatif yang menggunakan
angka-angka dan metode statistik dari beberapa hasil penelitian untuk menggali dan
mengorganisasikan informasi sebanyak mungkin dari data yang telah diperoleh sehingga
dapat melengkapi maksud-maksud lainnya. Dapat dikatakan bahwa meta analisis
merupakan sebuah penelitian yang menggunakan data primer dari berbagai penelitian
yang ada secara kuantitatif untuk menemukan informasi sebanyak mungkin yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Kini serangkaian meta analisis telah dilaporkan untuk TPB, termasuk ulasan
umum yang berfokus pada perilaku kesehatan dan perilaku tertentu. Dalam ulasan studi
awal menggunakan TPB, Ajzen melaporkan korelasi ganda antara Intentions (BI) dan
Attitude (A), Subjective Norm (SN) dan Perceived Behavioural Control (PBC) menjadi
0.71 (pada 16 studi).
Demikian pula Van den Putte yang menghitung nilai R = 0.64 pada 37 studi,
tetapi melihat adanya tanda variasi antara perilaku. Trafimow (2002) melaporkan R =
0.66 dalam sebuah ulasan studi yang membedakan dua aspek dari PBC (kontrol dan
kesulitan). Dalam ulasan yang paling komprehensif hingga kini, Armitage dan Conner
(2001) melaporkan nilai R = 0.63 pada 154 studi. Pada sebuah ulasan dari 76 aplikasi
TPB pada perilaku sehat, Godin dan Kok (1996) melaporkan R = 0.64 sementara melihat
variasi yang cukup besar antar studi. Secara keseluruhan, Attitude, Subjective Norm, dan
PBC menyumbang sekitar 40 hingga 50 persen dari variasi intensi berbagai studi. Ketika
mempertimbangkan korelasi sampel rata-rata tertimbang (r+) A dan PBC umumnya
muncul sebagai prediktor yang lebih kuat daripada SN (misalnya saja pada Armitage dan
Conner 2001, A-BI r+ = 0.49, SN-BI r+ = 0.34, PBC-BI r+ = 0.43).
Sehubungan dengan prediksi perilaku (B), Ajzen (1991) melaporkan rata-rata R =
0.51 antara BI, PBC, dan perilaku, sementara Van den Putte menghitung nilai sebesar
0.46. Nilai serupa dilaporkan oleh ulasan dari Trafimow dkk. (2002) yaitu R = 0.60,
Armitage dan Conner (2001) R = 0.52, dan Godin dan Kok (1996) R= 0.58. Sehingga,
secara keseluruhan BI dan PBC menyumbang sekitar 21 hingga 36 persen dari variasi
dalam perilaku. Godin dan Kok (1996) melihat variasi yang cukup besar dalam figur ini,
dari 16% untuk clinical screening behaviours menjadi 41% untuk addictive behaviour.
Pada kebanyakan ulasan yang ada, intensi menyumbang lebih banyak variasi perilaku
daripada PBC. Terlepas dari kekuatan intensi tersebut, ulasan dari Armitage dan Conner
(2001) juga menunjukkan bahwa pada rata-rata, PBC dapat memprediksi perbedaan
tambahan 2% yang signifikan dalam perilaku setelah mengendalikan intensi.
Untuk merangkum ukuran keseluruhan dari hubungan antar variabel pada TRA /
TPB, dapat dilihat dari hasil meta analisis oleh Conner dan Norman (2005) dari meta
analisis hubungan TRA / TPB oleh Sutton. Hanya meta analisis yang berfokus pada TRA
atau TPB dan melingkup korelasi sampel rata-rata tertimbang (r+) antara komponen TRA
/ TPB dengan jumlah partisipan yang termasuk dalam analisis (n) dan jumlah hipotesis
yang uji (k) lah yang digunakan. Dalam hal ini, meta analisis dari Godin dan Kok (1996)
tidak dapat diikutsertakan karena tidak melaporkan nilai n. Meta analisis yang
diikutsertakan terfokus pada TRA, TPB, atau bahkan keduanya. Mengingat adanya
beberapa tumpang tindih dalam studi yang disertakan antara beberapa meta analisis,
tafsiran atau interpretasi yang akan dilakukan harus lebih hati-hati. Selain itu, penting
untuk diperhatikan bahwa rentang perilaku yang dipertimbangkan melampaui perilaku
sehat. Temuan yang telah dirangkum pada tabel 5.1 memberikan indikasi dari ukuran
keseluruhan hubungan antar variabel pada TRA / TPB. Berdasarkan power prime milik
Cohen (1992), hubungan antara intensi dengan perilaku dan antara sikap dengan intensi
setara dengan ukuran efek besar (r+~0,5) dengan mayoritas hubungan berada pada
rentang sedang (r+~0,3) ke besar (r+~0,5). Hanya hubungan norma subjektif dengan
perilaku yang setara dengan ukuran efek sedang (r+~0,3) ke kecil (r+~0,1). Analisis
regresi dari data pada tabel 5.1 menunjukkan intensi dan PBC menjelaskan 25.6% dari
perbedaan dalam perilaku (beta intensi = 0,40, p < 0,001; beta PBC = 0,18, p < 0,001),
sementara sikap, norma subjektif dan PBC menjelaskan 33,7% dari varian dalam intensi
(beta sikap = 0,36, p < 0,001; beta norma subjektif = 0,15, p < 0,001; beta PBC = 0,25, p
< 0,001). Pada akhirnya, perlu diperhatikan bahwa korelasi antara tindakan langsung dan
tidak langsung (misalnya sikap dan keyakinan perilaku) bervariasi antara 0.49 dan 0.54
yang setara dengan ukuran efek yang besar.
3.2 Key issues raised in reviews of the TPB
Aplikasi dari TRA dan TPB cenderung bergantung pada self-reports, meskipun
terdapat bukti yang menunjukkan data tersebut rentan bias pada self-representational.
Armitage dan Conner (2001) membandingkan korelasi ganda dari intensi dan PBC
dengan perilaku objektif dan perilaku yang self-reported. TPB menyumbang porsi yang
sangat besar dan signifikan pada perbedaan dalam tindakan prospektif dari perilaku
objektif (R2 = 0.20, k = 19) dan perilaku self-reported (R2 = 0.31, k = 44). Para peniliti
seharusnya menyadari masalah dari data self-report, dan sebisa mungkin menggunakan
langkah yang lebih akurat dan objektif.
Gambar 5.1 menyadari pentingnya faktor latar belakang seperti variabel
sosiodemografi dalam TPB tetapi berasumsi mereka dimediasi oleh variabel-variabel
TPB. Namun beberapa studi telah menemukan efek langsung tanpa ditengahi dari
variabel latar belakang niat atau perilaku. Sebaliknya kebanyakan studi telah
mendemonstrasikan bahwa faktor latar belakang memengaruhi intensi dan perilaku
secara tidak langsung oleh efeknya pada perilaku, normatif atau control beliefs.
Kritik yang umum mengenai TRA / TPB ialah bahwa seluruh perilaku adalah
rasional dan tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor non-kognitif atau irasional.
Dalam hal ini, Ajzen dan Fishbein (2005) melihat bahwa aplikasi khas dari TRA / TPB
hanya sedikit memperhatikan peran emosi yang bisa saja berkaitan dengan berbagai
perilaku sehat. Emosi akan dianggap sebagai variabel latar belakang dalam TRA / TPB
dan mungkin diharapkan untuk memengaruhi intensi dan perilaku melalui dampaknya
terhadap beliefs dan sikap. Namun, kritik ini menyoroti potensi masalah dengan
bagaimana studi TRA/TPB dilakukan. Secara khusus, perbedaan mungkin terdapat di
antara kontemplasi perilaku, misalnya saja ketika saat mengisi kuisioner TPB dan kinerja
aktualnya dalam konteks kehidupan nyata.
Mungkin beliefs yang diaktifkan ketika menyelesaikan kuisioner berbeda dengan
pada saat berperilaku. Hal ini akan mengarah kepada sikap, norma, PBC, dan intensi
yang menjadi representasi buruk yang hadir saat berperilaku dan akan menjadi prediktor
yang buruk. Mungkin individu akan kesulitan mengantisipasi dengan tepat emosi kuat
yang mendorong perilaku mereka di kehidupan nyata. Hal ini akan menjadi merujuk pada
masalah dalam menggabungkan faktor emosional dalam aplikasi tipikal TRA / TPB.
Namun, harus diperhatikan bahwa biasanya terdapat konsistensi yang cukup besar antara
intensi dan perilaku dimana seorang mungkin mengharapkan perbedaan yang cukup besar
dalam keadaan emosional antara konteks dimana saat kuisioner selesai dan saat perilaku
sedang dilakukan.
4. PERKEMBANGAN
Komponen-komponen yang terdaat pada TPB :

4.1.1 Komponen Niat

Niat merupakan pusat TPB yang menangkap seberapa keras seseorang mau
mencoba, niat dikatakan mampu mempengaruhi motivasi seseorang dalam bersikap
(Ajzen 1991: 181) dalam (Conner & Norman, 2005). Niat memiliki beberapa variasi oleh
kontruksi yang telah dioperasionalkan dalam studi TPB. Adapun niat juga dapat muncul
karena sebuah sikap yang diyakini untuk menjadi keinginan dengan sifat yang lebih kuat
(Conner & Norman, 2005).
Kekuatan akan niat lebih mudah terlihat dengan adanya sebuah prediksi. Niat dan
prediksi diri dikatakan sebagai prediktor yang lebih kuat dibandingkan dengan PBC.
Namun ada juga studi mengenai sebab akibat yang masih mempertanyakan kepastian dari
hal tersebut karena dianggap saling berkorelasi (Conner & Norman, 2005). Maka tidak
jarang dalam studi yang dilakukan oleh Armitage dan Conner (2001) menggunakan
penggabungan niat, mulai dari niat, prediksi diri, atau keinginan.

4.1.2 Komponen Sikap

Dalam TPB sikap terhadap perilaku diukur dengan skala diferensial semantik
(Osgood et al. 1957) dalam (Conner & Norman, 2005) . Namun penelitian terhadap hal
tersebut membedakan antara ukuran sikap afektif dan kognitif. Suatu sikap mungkin
mengandung nilai instrumental akan pengalaman, akan tetapi TPB lebih mengacu pada
instrumental sikap dengan mengesampingkan aspek afektif atau pengalaman (Conner &
Norman, 2005), dimana tindakan tersebut memicu munculnya kritik.
Munculnya kritik justru melahirkan pikiran baru dimana aspek sikap yang
digunakan haruslah memiliki item pendukung komponen afektif (Fishbein, 1993 dalam
(Conner & Norman, 2005). Pemikiran baru ini berpendapat jika antara sikap dan afeksi
merupakan suatu hal yang saling memiliki korelasi. Untuk meminimalisir krisis yang
akan muncul dapat dibuat sebuah tatanan komponen yang dibedakan antara tinggi dan
rendahnya (Ajzen 2002a dalam (Conner & Norman, 2005). Karena perbedaan anatara
dua hal terkait diatas adalah normal dalam psikologi sosial.
4.1.3 Komponen Norma
Sejumlah penelitian menyatakan pengaruh normatif perlu diberikan untuk
mendapatkan perhatian yang lebi lanjut. Perilaku normatif menunjukkan pentingnya sikap
yang akan dipelajari (Conner & Norman, 2005). Meta-analisis Armitage dan Conner
(2001) mengatakan norma merupakan komponen paling rendah, namun hal ini juga dapat
dilihat dari bagaimana pengaplikasian dalam setiap pengguanaan yang berbeda. Norma
yang memiliki sebuah kepercayaan normatif dalam TPB umumnya dijadikan sebagai
sebuah perintah yang menyangkut persetujuan sosial (Conner & Norman, 2005).
Komponen normatif juga memicu sangkalan terhadap langkah norma injunktif maupun
deskriptif. Walaupun demikian sama dengan berbagai komponen lainnya, aspek injunktif
maupun deskriptif memiliki hubungan (Conner & Norman, 2005)..
4.1.4 Komponen PBC
Perbedaan antara TRA dan TPB terletak pada komponen kontrol dari TPB.
Seperti yang sudah dibahas sebleumnya, bukti meta analitik sudah mendukung kekuatan
PBC untuk menjelaskan variasi tambahan dalam intensi dan perilaku setelah mengontrol
komponen dari TRA. Definisi PBC yang tumpang tindih dengan definisi dari self-efficacy
milik bandura (1977:192), ‘…keyakinan bahwa seseorang bisa berhasil melakukan
perilaku yang diperlukan untuk mendapatkan hasil’ begitu mencolok. Ajzen (1991)
berargumen bahwa PBC dan pembangunan self-efficacy bersinonim dan yang terbaru
‘sangat mirip’ (Ajzen 2002a).
Definisi awal pembentukan PBC dimaksudkan untuk mencakup persepsi dari
faktor baik faktor dalam (pengetahuan, kemampuan, tekad) dan faktor eksternal
(ketersediaan waktu, kooperasi orang lain) untuk individu.
Komponen self-efficacy PBC ‘…berurursan dengan kemudahan atau kesulitan
dalam melakukan suatu perilaku, dengan kepercayaan diri orang bahwa mereka dapat
melakukannya jika mereka ingin’ (Ajzen 2002c). Ajzen (2002a) menyarankan komponen
PBC ini bisa dibagi menjadi dua hal: pertama, kesulitan yang dirasakan dari perilaku,
seperti contoh ‘Bagi saya berhenti merokok itu…’ (sangat sulit-sangat mudah); kedua,
kepercayaan diri yang dirasakan individu bahwa mereka bisa melakukan perilaku, seperti
contoh ‘Saya percaya bahwa saya bisa berhenti merokok’ (sangat benar-sangat salah)
4.2 Prediktor Tambahan
Kecukupan dari TRA/TPB telah mendapatkan perhatian yang cukup besar (Eagly
and Chaiken 1993: 168-93, lihat Conner and Armitage 1998) dengan jumblah
pembentukan tambahan yang disarankan. Ajzen (1991) menyarankan keterbukaan TPB
untuk perkembangan semacam itu, Teori perilaku terencana, pada prinsipnya, terbuka
untuk dimasukannya prediktor tambahan jika dapat ditunjukkan bahwa mereka
menangkap proporsi yang signifikan dari variasi dalam intensi atau perilaku setelah
variabel dari teori ini telah diperhitungkan (p.199). Pada bagian ini kami
mempertimbangkan empat konstruk: reaksi afektid yang diantisipasi, norma moral,
identitas diri, dan perilaku masa lalu.
4.2.1 Penyesalan yang Diantisipasi
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, metode tradisional untuk
memunculkan kepercayaan perilaku mungkin gagal untuk memperoleh hasil afektif yang
terkair dengan kinerja perilaku (lihat Manstead and Parker 1995; Van der Pligt and de
Vries 1998). Penyesalan yang diantisipasi adalah emosi negatif berbasis kognitif yang
dialami ketika kita menyadari atau membayangkan bahwa situasi saat ini bisa lebih baik
seandainya kita bertindak berbeda. Konsep penyesalan yang diantisipasi ini telah
dipertimbangkan dalam sejumlah studi TBP.
4.2.2 Norma moral
Cialdini dkk (1991) mebedakan antara norma injunctive, deskriptif, dan moral.
Kita telah berkomentar tentang bagaimana dua norma yang pertama dapat dianggap
sebagai komponen dari konstruk norma sosial. Norma terakhir adalah persepsi individu
tentang kebenaran moral atau kesalahan dalam melakukan perilaku (Ajzen 1991) dan
memperhitungkan ‘…perasaan pribadi … tanggung jawab untuk melakukan atau
menolak untuk melakukan perilaku tertentu’ (Ajzen 1991: 199). Norma moral diharapkan
mampu memberi pengaruh penting pada kinerja perilaku tersebut dengan dimensi moral
atau etika (mis. Beck dan Ajzen 1991) Ajzen (1991) menyarankan bahwa norma-norma
moral bekerja secara paralel dengan sikap, norma subjektif, dan PBC, dan secara
langsung memengaruhi intensi.
4.2.3 Identitas Diri
Identitas diri dapat didefinisikan sebagai bagian penting dari diri seorang aktor
yang berhubungan dengan perilaku tertentu. Ini mencerminkan sejauh mana seorang
aktor melihat dirinya memenuhi kriteria untuk peran sosial apa pun, misalnya ‘seseorang
yang peduli terhadap masalah lingkungan’ (Sparks dan Sherpherd 1992: 392). Beberapa
penulis telah membahas sejauh mana identitas diri bisa menjadi tambahan berguna untuk
TRA/TPB (mis. Sparks dan shepherd 1992). Conner dan Armitage (1998) melaporkan
bahwa di enam penelitian TPB, identitas diri memiliki korelasi r + = 0,27 dengan intensi
dan hanya menjelaskan tambahan 1% dari variasi intensi setelah memperhitungkan
variabel TPB lainnya.
4.2.4 Perilaku Masa Lalu
Pengaruh perilaku masa lalu pada perilaku di masa yang akan datang merupakan
masalah yang telah menarik banyak perhatian (lihat Eagly dan Chaiken 1993: 178-82
untuk ulasan). Dikatakan bahwa banyak perilaku seseorang ditentukan oleh perilaku
sebelumnya daripada kognisi seperti yang sudah dijelaskan dalam TRA/TPB (Sutton
1994)
Ajzen (2002b) mmeberikan ulasan stimulasi efek masa lalu pada perilaku
selanjutnya. Dia mencatat bahwa dampak residual dari perilaku masa lalu pada perilaku
selanjutnya setelah memperhitungkan intensi yang dicatat dalam sejumlah studi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
5. Operationalization of the model
Definisi operasional ini dapat digunakan untuk memudahkan dalam menyusun
kalima-kalimat Aitem kuesioner yang digunakan dapat pengumpulan data dari masing-
masing variabel penelitian. Apabila ingin membuat kuesioner TPB maka bagian ini
dibaca bersama dengan Ajzen (2002c), sehingga persamaan dan perbedaan dalam
formula pertanyaan dapat diidentifikasi dan dipertimbangkan. Ajzen (2002c)
menyediakan contoh yang bersifat luas dan lengkap mengenai langkah-langkah suatu
perilaku tertentu. Dalam pengukuran berbasis TPB, variabel perilaku yang akan
diprediksi didefinisikan berdasarkan kriteria ATCT (Ajzen, 2006), yaitu Action, Target,
Context, and Time (ATCT) dari perilaku spesifik yang akan diukur, misalnya:
 Jalan kaki di atas treadmill di fitness center selama minimal 30 menit setiap
hari pada bulan yang akan datang. Jalan kaki selama 30 menit adalah action atau aktivitas
atau perilaku yang akan diukur. Batasan jalan kaki selama 30 menit adalah aktivitas yang
akan diukur, bukan jalan kaki di luar waktu tersebut. Jalan kaki di atas treadmill adalah
target, di fitness center adalah konteks, dan pada bulan yang akan datang adalah waktu
(Ajzen, 2006).
Dengan demikian, Ajzen (2002c) memberikan contoh yang luas dan lengkap
mengenai langkah-langkah untuk satu perilaku tertentu, sehingga pembaca dapat melihat
bagaimana membuat kuesioner (mengenai perilaku tertentu) yang sesuai dengan prinsip
persyaratan kompatibilitas. Dari contoh yang diberikan tersebut, pembaca dapat melihat
bahwa contoh tindakan yang diberikan agak berbeda dengan tema umum serta adanya
variasi antara studi penelitian di tingkat akurasi tes, artinya seberapa sering tes bernilai
negatif pada pasien yang tidak mempunyai penyakit.
5.1 Behaviour
Memilih dan menilai kriteria perilaku seringkali merupakan bagian yang paling
sulit dari setiap studi perilaku (Fishbein 1997 : 81).
Dalam mempertimbangkan pengembangan langkah-langkah yang tepat dari
masing-masing komponen TPB, sudah biasa diawali dengan pengembangan yang jelas
mengenai konseptualisasi atau kategori perilaku yang ingin kita prediksi. Prinsip
kompatibilitas menunjukkan bahwa ukuran perilaku dan komponen TPB perlu
dirumuskan pada tingkat kekhususan yang sama berkenaan dengan aksi, target, konteks,
dan waktu. Spesifikasi melalui aksi, target, konteks, dan waktu untuk perilaku sangat
membantu spesifikasi tindakan TPB. Sebagai contoh, lari(aksi) marathon(target) di
Berlin(konteks) pada bulan September tahun depan(waktu). Penilaian perilaku mungkin
melibatkan laporan diri sederhana, apakah perilaku itu dilakukan dalam konteks yang
ditentukan selama periode waktu yang sesuai.
5.2 Behavioural intention (niat)
Intensi adalah niat untuk melakukan dan terus melakukan perilaku tertentu. Niat
akan tetap menjadi kecenderungan berperilaku sampai pada saat yang tepat ada usaha
sikap terhadap perilaku, norma subjektif, perceived behavioral control, niat perilaku yang
dilakukan untuk mengubah niat tersebut menjadi sebuah perilaku (Ajzen, 2005). Menurut
Ajzen (2005) niat merupakan anteseden dari sebuah perilaku yang nampak. Berdasarkan
theory of planned behavior, niat adalah fungsi dari tiga penentu utama, pertama adalah
faktor personal dari individu tersebut, kedua bagaimana pengaruh sosial, dan ketiga
berkaitan dengan kontrol yang dimiliki individu. Niat menggabungkan tingkat spesifisitas
yang sama sehubungan dengan aksi, target, konteks dan kerangka waktu seperti yang
digunakan dalam ukuran perilaku.
5.3 Attitudes
Sikap merupakan suatu disposisi untuk merespon secara positif atau negatif suatu
perilaku. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh belief tentang konsekuensi dari sebuah
perilaku, yang disebut sebagai behavioral belief. Setiap behavioral belief
menghubungkan perilaku dengan hasil yang bisa didapat dari perilaku tersebut. Sikap
terhadap perilaku ditentukan oleh evaluasi individu mengenai hasil yang berhubungan
dengan perilaku dan dengan kekuatan hubungan dari kedua hal tersebut. Secara umum,
semakin individu memiliki evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan
konsekuensi positif maka individu akan cenderung bersikap favorable terhadap perilaku
tersebut; sebaliknya, semakin individu memiliki evaluasi negatif maka individu akan
cenderung bersikap unfavorable terhadap perilaku tersebut (Ajzen, 2005).
5.4 Subjective Norm
Ajzen (2005) mengatakan norma subjektif merupakan fungsi yang didasarkan
oleh belief yang disebut normative belief, yaitu belief mengenai kesetujuan dan atau
ketidaksetujuan yang berasal dari referen atau orang dan kelompok yang berpengaruh
bagi individu (significant others) seperti orang tua, 18 pasangan, teman dekat, rekan kerja
atau lainnya terhadap suatu perilaku. Norma subjektif didefinisikan sebagai persepsi
individu tentang tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku
(Ajzen, 2005). Norma subjektif ditentukan oleh kombinasi antara normative belief
individu dan motivation to comply. Biasanya semakin individu mempersepsikan bahwa
social referent yang mereka miliki mendukung mereka untuk melakukan suatu perilaku
maka individu tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk memunculkan
perilaku tersebut, dan sebaliknya semakin individu mempersepsikan bahwa social
referent yang mereka miliki tidak menyetujui suatu perilaku maka individu cenderung
merasakan tekanan sosial untuk tidak melakukan perilaku tersebut.
5.5 Perceived Behavioural Control (PBC)
PBC menunjukkan seberapa besar kontrol atau kendali yang individu rasa atas
performa perilakunya. Berikut beberapa tipe item yang digunakan untuk mengukur PBC:
Seberapa besar kontrol yang kamu miliki untuk membaca buku literatur acuan selama 1
jam, 4 kali dalam seminggu?
Tidak memiliki kontrol 1 2 3 4 5 6 7 Kontrol penuh
Aku merasa memiliki kontrol penuh untuk membaca buku selama 1 jam, 4 kali dalam
seminggu.
Sangat benar 1234567 Sangat salah
Bagiku membaca buku selama 1 jam, 4 kali seminggu adalah hal yang ….
Sangat mudah 1 2 3 4 5 6 7 Sangat sulit
Saya percaya bahwa diri saya mampu membaca buku selama 1 jam, 4 kali dalam
seminggu
Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Tidak setuju
Untuk mencapai kata reliabel dalam aspek PBC, Ajzen merekomendasikan untuk
melakukan assesmen mengenai kemampuan kontrol dan self-efficacy. Pengukuran
terhadap kedua hal tersebut akan membantu menganalisis seberapa tinggi atau rendah
komponen PBC. Permasalahan dalam mengukur PBC, khususnya pada reabilitas antar
item, terletak pada perbedaan konseptualisasi mengenai ‘kontrol’ dan ‘kesulitan’. Pada
umumnya seseorang dalam melakukan suatu hal, dia merasa memiliki kontrol atas
perilaku tersebut, tapi disaat yang sama pula dia merasa kesulitan dalam melakukannya.
Mencampurkan skala unipolar dan bipolar akan menuntun pada permasalahan tersebut.
5.6 Behavioural Beliefs
Keyakinan perilaku yang relevan adalah hal-hal yang menarik perhatian terhadap
individu. Kebanyakan pengaplikasian model ini menggunakan keyakinan-keyakinan yang
benar-benar menarik perhatian yang merupakan sampel representatif dari sekumpulan
ketertarikan (sample of interest). Partisipan akan memperoleh interview atau kuesioner
yang semi terstruktur mengenai karakteristik, kualitas, dan atribut tentang sebuah objek
atau perilaku. Contoh, partisipan diberi pertanyaan, “Apa saja yang kamu rasa sebagai
manfaat dari membaca buku 1 jam?”
Kekuatan keyakinan (Belief Strength) menaksir kemungkinan subjektif akan hasil
khusus yang akan mengarahkan pada konsekuensi pewujudan sebuah perilaku. Item yang
digunakan dapat berupa gaya skala bipolar (-3 hingga +3, skala tujuh poin) atau gaya
skala unipolar (1 hingga 7, skala tujuh poin). Pada umumnya item dapat berupa
‘Mungkin-Tidak Mungkin’, ‘Mustahil-Tidak Mustahil’, atau ‘Benar-Salah’. Evaluasi
hasil (Evaluation Outcome) menaksir secara keseluruhan evaluasi terhadap hasil atau
akibat dan umumnya menggunakan gaya skala bipolar, dan merespon terhadap aspek
‘Baik-Buruk’. Belief Strength dan Evaluation Outcome kemudian di secara berulang-
ulang dikombinasikan dan dijumlahkan yang selanjutnya secara tidak langsung mengukur
mengenai Attitude.
Belief Strength
Membaca buku 1 jam akan menyehatkan otakku.
Mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Tidak Mungkin
Semakin sering aku membaca buku akan semakin kecil kemungkinan terkena Alzheimer
Mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Tidak Mungkin
Outcome Evaluation
Tidak pikun adalah hal yang …..
Buruk 1234567 Buruk
Banyak membaca adalah hal yang
Buruk 1234567 Buruk
5.7 Normative Beliefs
Hampir mirip dengan Behavioural Beliefs, namun basis yang digunakan untuk
menarik sampel representatif ketertrikan diambil dari aspek kelompok. Ajzen dan
Fishbein (1980) menyarankan untuk menanyai mengenai keberatan kelompok atau
individu lain atas perlakuan sebuah perilaku. Contoh, “Apakah ada sebuah kelompok atau
individu yang akan keberatan jika perilaku X dilakukan?”. Biasanya akan dimasukkan 2-
6 kelompok ke dalam kuesioner. Terdapat dua dimensi yaitu Normative belief strength
dan Motivation to comply. Berikut adalah contohnya:
Normative belief strength
Teman-temanku berpikir aku seharusnya membaca banyak buku
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Mungkin
Menurut ahli neurologi aku seharusnya sering membaca
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Mungkin
Motivation to comply
Menimbang aktivitas membacaku, aku ingin melakukan saran temanku mengenai
keharusanku untuk membaca.
Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Setuju
Menimbang aktivitas membacaku, aku ingin melakukan hal yang disarankan oleh ahli
neurologi kenalanku.
Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Setuju
5.8 Control Beliefs
Azjen dan Driver (1992) menyarankan individu diminta untuk mencatat faktor
dan kondisi yang membuat suatu perilaku menjadi sulit atau mudah untuk dilakukan.
Contoh, “Faktor apa yang dapat mencegahmu atau membantumu dalam hal membaca
buku literatur?”. Terdapat dua item yaitu Control Beliefs dan Power Item. Control
beliefs menaksir ada atau tidak adanya faktor/kondisi yang memfasilitasi atau
menghalangi sebuah perilaku. Biasanya dihitung dengan ‘Sering-Tidak pernah’, ‘Salah-
Benar’, ‘Tidak tersedia-Tersedia’ atau ‘Mungkin-Tak mungkin’. Power Item menaksir
kekuatan item untuk memfasilitasi atau menghalangi performa sebuah perilaku. Format
respon yang biasanya digunakan adalah ‘Kurang mungkin – Lebih mungkin’ atau ‘Lebih
mudah – Lebih sulit’. Berikut adalah contohnya
Control Beliefs
Saya memiliki waktu luang
Tidak pernah 1 2 3 4 5 6 7 Seringkali
Saya memiliki tempat tinggal dekat dengan perpustakaan
Tidak pernah 1 2 3 4 5 6 7 Seringkali
Power
Memiliki waktu luang membuat saya membaca buku
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Lebih mungkin
Dekat dengan perpustakaan membuat saya lebih sering membaca buku
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Lebih mungkin
6. Application of the Model: Food Choice
Ada beberapa aplikasi model Theory of Planned Behaviour pada pemilihan
makanan, seperti penelitian Sparks (1994) dan Conner, et al (2002). Salah satu yang
popuer adalah study of attitudes toward healthy eating over a six-year period oleh
Conner, et al (2002). Di dalam penelitian ini healthy eating didefinisikan sebagai diet
dengan makan sedikit lemak dan banyak buah, sayur dan serat. Studi tentang prediktor
kinerja makan sehat selama periode yang berkepanjangan ini penting karena hanya pada
periode yang berkepanjangan inilah manfaat kesehatan yang terkait cenderung
bertambah.

- Partisipan dan Prosedur

Penelitian ini dilakukan di United Kingdom (UK). Terdapat 248 partisipan yaitu
59 laki-laki dan 189 perempuan dengan rerata umur 47,4 tahun. Sebanyak 144 partisipan
ikut mengisi kuisioner kedua 6 tahun setelah kuisioner pertama. Tidak ada perbedaan
signifikan jawaban partisipan yang mengikuti kuisioner kedua dengan yang tidak,
menunjukkan bahwa mereka yang tetap dalam sambel tidak bias dibandingkan dengan
mereka yang tidak di dalam sampel.

- Pengukuran

Pada kuisioner yang diberikan terdapat pengukuran berikut untuk menilai


komponen inti dari Theory of Planned Behavior.
Intention,Niat untuk makan makanan sehat dinilai sebagai rata-rata dari lima
item, masing-masing diukur pada skala bipolar tujuh poin, mis. ‘Saya berniat untuk
makan makanan sehat di masa depan’ (pasti tidak – pasti dilakukan; semuanya mendapat
skor 3 hingga +3). Alfa Cronbach adalah 0,95. Reliabilitas test-retest selama periode
waktu enam bulan dapat diterima (r = 0,48, p <0,01).
Attitude, Sikap dinilai sebagai rata-rata enam skala diferensial semantik, mis.
‘pola makan saya yang sehat adalah. . . '(Buruk-baik, berbahaya-bermanfaat, tidak
menyenangkan-menyenangkan, tidak menyenangkan-menyenangkan, bodoh-bijaksana,
tidak perlu-perlu), semua skor 3 hingga +3; alpha = 0,83; test-retest r = 0,51, p <0,01).
Subjective norm, Norma subyektif dinilai oleh satu item, mis. ‘Orang-orang yang
penting bagi saya berpikir saya harus makan makanan yang sehat '(unlikely-likely),
mendapat skor 3 hingga +3. Reliabilitas dapat diterima (test-retest r = 0,38, p <0,01).
Perceived Behaviour Control (PBC), PBC dinilai sebagai rata-rata dari enam,
tujuh poin unipolar (+1 hingga +7) item, mis. ‘Bagi saya untuk makan makanan yang
sehat di masa depan adalah. . . '(Sulit – mudah) ‘Saya yakin bahwa jika saya makan
makanan yang sehat, saya bisa menjalankannya' (sangat tidak setuju – sangat setuju);
alpha = 0,74; test-retest r = 0,53, p <0,01.
Behavioural Beliefs, Keyakinan perilaku dinilai oleh tujuh item: ‘Makan
makanan yang lebih sehat akan membuat saya lebih bugar secara fisik; Makan makanan
yang lebih sehat akan membuat saya lebih sehat; Dengan makan makanan yang lebih
sehat saya akan menurunkan berat badan; Makan makanan yang lebih sehat akan
membantu saya hidup lebih lama; Makan makanan yang lebih sehat akan membuat saya
merasa nyaman dengan diri saya sendiri; Makan makanan yang lebih sehat akan
membutuhkan waktu (mis. Memilih makanan yang lebih sehat, menyiapkan makanan
yang lebih sehat, dll.); Diet yang lebih sehat akan mahal’. Skala tanggapan ditandai 'tidak
mungkin' dan 'mungkin' pada titik akhir mereka dan diberi skor dari 3 hingga +3. 'Hasil'
yang diidentifikasi dalam pertanyaan keyakinan perilaku dievaluasi pada skala respons
berlabel dari buruk ke baik (skor 3 hingga +3) sebagai respons terhadap pertanyaan
dalam formulir: ‘Menjadi lebih bugar secara fisik. . . '(Buruk – bagus). Setiap keyakinan
perilaku dikalikan dengan evaluasi hasil yang sesuai dan produk-produk ini dijumlahkan
Normative Beliefs, Keyakinan normatif dinilai dalam kaitannya dengan empat
rujukan: teman, ahli kesehatan, keluarga dan teman kerja. Pertanyaan kepercayaan
normatif memiliki format yang sama: 'Teman-teman saya berpikir saya harus makan
makanan yang lebih sehat' (kemungkinan kecil), skor 3 hingga +3. Sesuai dengan
masing-masing kepercayaan normatif adalah motivasi untuk mematuhi pertanyaan,
dinilai dengan pernyataan yang tertulis dalam bentuk: 'Sehubungan dengan makan, saya
ingin melakukan apa yang menurut teman saya harus dilakukan' (sangat tidak setuju -
sangat setuju), skor 1 sampai 7. Setiap normatif keyakinan itu dikalikan dengan motivasi
yang sesuai untuk mematuhi dan produk-produk ini dijumlahkan.
Control Beliefs, Kepercayaan kontrol dinilai dengan 11 item: ‘Kurangnya
dukungan dari orang-orang dengan siapa saya berbagi makanan; Pilihan makanan sehat
yang terbatas saat makan di luar; Saran yang tidak jelas dan sulit dipahami tentang makan
sehat; Situasi yang penuh tekanan; Memiliki waktu luang di tangan saya; Menjadi cemas
/ kesal; Melihat orang lain makan makanan yang tidak sehat; Merasa depresi; Rasa yang
buruk dari diet yang lebih sehat; Sedang terburu-buru saat makan; Kurangnya akses
mudah ke tempat-tempat yang menjual makanan sehat (mis. Supermarket besar) '. Butir-
butir kekuatan itu memiliki format yang sama: ‘Kurangnya dukungan dari siapa saya
berbagi makanan membuat saya makan makanan yang lebih sehat. . . '(unlikely-likely),
mencetak 3 hingga +3. Item keyakinan kontrol terkait dengan masing-masing item
kekuatan di atas (misalnya 'Orang dengan siapa saya makan makanan mendukung saya
dalam makan makanan yang lebih sehat' (tidak pernah - sering), mendapat skor 1 hingga
7. Setiap item kekuatan dikalikan dengan keyakinan kontrol yang sesuai dan produk-
produk ini dijumlahkan.
Behaviour, Perilaku dinilai pada titik waktu kedua dengan menggunakan food
frequency questionnaire (FFQ) 33-item. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi adalah
kategori makanan yang diatur berdasarkan kelompok makanan. Ini adalah: produk susu;
daging dan ikan; roti dan sereal; buah dan sayur-sayuran; makanan penutup dan makanan
ringan. Setiap makanan dinilai berdasarkan frekuensi dimakan, dalam skala dengan enam
kategori: dua kali atau lebih sehari; setiap hari; tiga hingga lima kali seminggu; satu
hingga dua kali seminggu; satu hingga tiga kali sebulan; dan jarang / tidak pernah.
Ukuran ini adalah versi yang sedikit diadaptasi dari FFQ yang dikembangkan dan
divalidasi oleh Cade dan Margetts (1988). Dengan menggunakan ukuran ini, data ukuran
porsi standar dan data nutrisi mengukur persentase asupan lemak (yaitu persentase kalori
yang berasal dari semua lemak dalam makanan; M = 34,9, SD = 6,45), asupan serat
(yaitu gram serat yang dikonsumsi per hari; M = 9,65, SD = 3,40), dan asupan buah /
sayur (yaitu bagian dari buah dan sayuran yang dikonsumsi per hari; M = 4,23, SD =
0,96) dihitung. Untuk menghitung ukuran keseluruhan perilaku makan sehat, masing-
masing dari tiga ukuran itu distandarisasi dan jumlah dihitung (setelah mengalikan
persentase kalori dari ukuran lemak dengan 1), sehingga skor yang lebih tinggi
menunjukkan makan yang lebih sehat.

- Hasil
 Kesimpulan

Studi di atas menunjukkan penerapan TPB untuk memahami makan sehat.


Intention diprediksi dengan baik oleh masing-masing komponen lain dari model, dengan
PBC menjadi prediktor terkuat. Selain itu, baik intention dan PBC adalah prediktor
signifikan dari perilaku, dengan keduanya memiliki kekuatan prediksi yang sama. Studi
ini mengidentifikasi attitude, subjective norm dan PBC sebagai prediktor kuat intention,
sedangkan intention dan PBC merupakan prediktor langsung kuat perilaku. Ada implikasi
praktis yang dapat ditarik dari temuan ini. Intervensi untuk mempromosikan hasil
kesehatan melalui perubahan berbagai aspek makan sehat harus menargetkan attitude,
subjective norm dan PBC untuk meningkatkan intention dan behaviour makan sehat.TPB
akan menyarankan cara lebih lanjut untuk mengubah PBC, melalui mengubah keyakinan
kontrol yang mendasari PBC. Misalnya, analisis keyakinan kontrol yang dinilai dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa tiga keyakinan yang paling kuat (p <0,001)
membedakan mereka yang memiliki PBC tinggi dan rendah terhadap makan sehat
adalah: Melihat orang lain makan makanan tidak sehat; Rasa yang buruk dari diet yang
lebih sehat; Sedang terburu-buru pada waktu makan. Ini mungkin membentuk target
berguna untuk intervensi yang dirancang untuk mengubah sikap terhadap makan sehat.
7. Behavioural Interventions
Eagly (1992) telah cukup eksplisit dalam menyatakan bahwa minat terhadap
teori sikap (attitude theory)tersebar luas dan cukup intens dibahas karena hasrat banyak
kelompok ingin mengubah sikap dan perilaku. Di satu sisi, klaim yang mengubah
keyakinan seseorang mengarah pada perubahan komponen model lainnya (termasuk
perilaku) telah menyebabkan meningkatnya minat untuk mengembangkan model model
intervensi. Di samping itu, Ajzen dan Fishbein (2005) yang memberikan masukan bahwa
validitas teori itu bisa dicek dengan menggunakan intervensi yang berfokus pada
keuntungan yang diperoleh dari intervensi terhadap pengumpulan data mengenai teori
tersebut.
Ajzen dan Fishben (1980) menyarankan beberapa cara dalam melakukan
intervensi terhadap intensi perilaku dan perilaku itu sendiri menggunakan dasar
TRA/TPB. Pendekatan mereka befokus untuk mengarahkan keyakinan (belief) seseorang.
Perubahan pada keyakinan (belief) akan memberikan perubahan dalam jangka waktu
yang lama pada beberapa contoh seperti sikap, intensi dan behavior. Terdapat dua tahap
menggunakan TPB untuk mengembangkan intervensi. Pertama, tentukan variable apa
yang ditargetkan. Kedua Konten pesan harus diidentifikasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi keyakinan (belief) yang menarik dan tidak disadari oleh target
sebelumnya atau dengan menargetkan dan merubah belief (keyakinan) yang sudah ada.

8. FUTURE DIRECTIONS
8.1 Kesesuaian
Meskipun Theory of Planned Behavior mungkin diharapkan untuk
memberikan beberapa kekuatan untuk memprediksi ketika permintaan kesesuaian
adalah suatu kepatuhan, kita harus mempertimbangkan pendapat Ajzen (1988)
bahwa tindakan individu pada kesempatan yang spesifik pada dasarnya tidak
selalu menarik perhatian para ilmuan psikologi. Mereka lebih tertarik pada
perilaku yang teratur, pola yang konsisten dalam bertindak, dan kecenderungan
merespon. Perilaku agresivitas telah dibahas sebelumnya. Sehubungan dengan
itu, tidak secara keseluruhan bahwa kita menginginkan untuk mengeluarkan sikap
terhadap target ketika mempertimbangkan sikap tersebut melalui tindakan-
tindakan khusus. Seperti contoh, sikap terhadap pembelian produk makanan yang
menggunakan kecanggihan teknologi mungkin dibuat-buat sebagai sikap yang
umum dalam penggunaan kecanggihan teknologi sama halnya dengan sikap
terhadap perilaku spesifik dalam membeli, terutama jika sikap terhadap pembelian
berfokus pada barang yang dibelinya.
Pekerjaan baru baru ini dalam konstruki sementara juga berpendapat
bahwa representasi orang-orang dalam perilaku bawaan mungkin lebih
diharapkan untuk mengubah sebagian sebagai fungsi sementara dari perilaku
yang dibuat-buat: seperti contoh, the greater temporal distance, sebuah perilaku
yang kemungkinan besar di representasikan dalam berbagai situasi abstrak
daripada less temporal distance. Variasi dalam kontruksinya diharapkan
berhubungan dengan sangat baik dengan keyakinan yang menonjol.
Berhubungan dengan pembahasan diatas, Lord et al. (1984) berpendapat
bahwa sikap terhadap target hanya akan sesuai dengan perilaku yang sebenarnya
jika sikap target ditandingkan dengan representasi orang lain terhadap perilaku
target. Sehingga, contohnya, jika representasi orang lain mengenai low-fat diet
atau produksi teknologi tidak cocok dengan tindakan selanjutnya para target,
maka hubungan sikap dan perilaku akan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

8.2 Moderator Variables


Pokok-pokok pekerjaan yang berarti beberapa tahun ini telah menguji
peran moderator variables dengan TPB (variabel mempengaruhi besarnya
hubungan antar pembentuk TPB). Nilai dari pekerjaan ini untuk menggunakan
kebohongan para ilmuan dalam mengidentifikasi hubungan dalam situasi
maximize antara variabel TPB. Dari perspektif teori bahwa moderator membantu
menguraikan range kondisi dibawah sebuah teori bekerja. Jarak penengah
variabel telah diuji dalam hubungannya dengan TPB. Hal tersebut dapat
memperluas penambahan variabel dan komponen di dalam TPB. Variabel
sebelumnya mencakup mengantisipasi penyesalan, norma moral, dan perilaku
lampau. Sedangkan variabel terbaru bertambah menjadi aksesbilitas, pengalaman
langsung, keterlibatan, kepastian, ambivalen, konsistensi kognitif-afektif dan
keseimbangan sementara.
Sebagai contoh, antisipasi terhadap rasa menyesal telah diposisikan
sebagai moderator dalam hubungan perilaku yang memiliki maksud secara
mendasar daripada pada tingkatan yang lebih tinggi mengenai rasa menyesal yang
mungkin mengikat orang lain pada tujuan mereka dan kekuatan pada tujuan
tersebut karena gagal untuk mengasosiasikan hal yang tidak disukainya.
Beberapa penelitian menunjukkan efek ini pada pelatihan dan perokok pemula.
Abraham dan Sheeran juga menyampaikan bahwa kemiripan efek dari moderator
mengantisipasi rasa menyesal ada pada melakukan hubungan intention-behavior.
Dengan sangat mengesankan, penelitian kedua dari beberapa ilmuan
memanipulasi perasaan menyesal dan menunjukkan kemiripan efek moderator.
Basis utama dalam intensi (tujuan) adalah terbentuknya juga harus diuji
sebagai moderator dalam hubungan intention-behaviour di beberapa penelitian.
Seperti contoh, Sheeran menunjukkan bahwa intensi lebih baik dengan sikap
dibandingkan norma subjektif yang dengan signifikan lebih kuat memprediksi
perilaku. Yang lebih terbaru lagi, Godin menunjukkan dalam beberapa penelitian
yang bersebrangan bahwa intensi sangat dekat hubungannya dengan morma moral
yang signifikan dengan kekuatan untuk memprediksi perilaku. Pernyataan
tersebut membantah bahwa intensi (tujuan) lebih konsisten dibandingkan dengan
konsep self-identity individu. Penambahan terakhir dalam moderator variabel
yang sudah diuji adalah perilaku lampau. Norman menemukan PBC untuk
menujukkan bahwa secara signifikan kekuatan memprediksi perilaku didasari
oleh masa lalunya. Hal ini ditafsirkan sebagai atribut PBC menjadi lebih akurat
karena didasari oleh pengalaman.
Dalam relasi komponen PBC berfokus pada sikap dan intensi (tujuan).
Dalam Cooke dan Sheeran tinjauan meta analisis mengenai aksesbilitas,
pengalaman langsung, kepastian, ambivalen, dan konsistensi kognitif-afektif
cukup bersignifikan dengan intention-behaviour relationship, ketika abivalen,
kepastian, dan keterlibatan juga cukup bersignifikan dengan intention-intention
relationship.
Kestabilitas sementara muncul sebagai partikular yang penting menjadi
penengah dalam suatu hubungan dengan perilaku. Cooke dan sheeran meninjau
hal tersebut muncul sebagai penengah yang paling kuat. Intensi (tujuan) diukur
lebih dahulu dalam perilaku yang mungkin akan berubah sebagai hasil dari
informasi baru untuk mengurangi kekuatan dalam memprediksi. Conner
menemukan secara signifikan efek dari moderasi kestabilan intensi dalam
hubungannya dengan makanan sehat selama enam tahun, bahwa intensi
merupakan prediktor terkuat dalam berperilaku ketika intensi tersebut stabil. Hasil
yang sama juga dilaporkan pada perokok pemula.

9. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TPB


A. Kelebihan
a. Banyaknya penelitian yang menggunakan TPB sebagai dasar teori
menunjukkan betapa fleksibelnya teori ini untuk digunakan diberbagai bidang
kajian. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Kolveid 1996, Chiou 1998, Okun
Sloan 2002, martin Kulinna 2004, dan lain-lain.
b. TPB berguna untuk memahami pengaruh motivasional terhadap perilaku
yang bukan kemauan individu sendiri
c. Mampu mengidentifikasikam arah strategi perubahan perilaku dan aspek
penting beberapa perilaku manusia.

B. Kekurangan
a. TPB belum bisa menjelaskan mengenai faktor penyela antara niat dan
perilaku aktual.
b. TPB banyak berbicara mengenai beliefs dan norma sehingga sangat
bersinggungan dengan konteks budaya yang bersifat subjektif. Melalui penelitian
Chiou tahun 1998 disampaikan bahwa pentingnya memperhatikan aspek budaya
karena melalui dengan berbedanya kebudayaan individu akan mempengaruhi
perbedaan norma subjektif dan persepsinya.
REFERENSI

Conner, M., & Norman, P. (2005). Predicting Health Behavior. New York: Open University Press.

Anda mungkin juga menyukai