Oleh Kelompok 3 :
Yoga Santoso Putra 111811133011
Nur Khofifah M.S. 111811133019
Agnes Viola 111811133025
Liana Sein Ritonga 111811133039
Nadia Ramadhan 111811133042
Laili Fitrotul Mahfudhoh 111811133065
Ahmad Burhan Habibi 111811133082
Arief Rahman Nur Fadhilah 111811133095
I Gusti Bagus Dion P. N. 111811133163
Hana Tirtawijaya 111811133175
Riries Sitoresmi 111811133219
Grace S. Malau 111811133220
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019/2020
1. THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR AND HEALTH BEHAVIOUR
Misal; seseorang yang peduli tentang kebersihan mulut, konteksnya berada pada :
A. Menyikat
B. Giginya.
C. Dikamar mandi
D. Setiap pagi setelah sarapan.
nilai bobot regresi itu ditentukan secara empiris dan akan bervariasi sebagai fungsi akan
perilaku dan jumlah individu yang diperiksa.
Bagaimanapun kuatnya, niat yang diimplementasiakan menjadi tindakan
setidaknya sebagian ditentukan oleh hambatan pribadi dan lingkungan, dengan demikian
penambahan yang dirasakan kontrol perilaku harus menjadi semakin bermanfaat sebagai
kontrol kehendak pada saat kontrol perilaku itu menurun. Karena itu, dalam situasi
apapun prediksi perilaku dari niat kemungkinan akan terhambat oleh tingkat kontrol
aktual atas kehendak. Sehingga, PBC harus memfasilitasi pelaksanaan niat perilaku
menjadi tindakan, dan memprediksi perilaku secara langsung.
Jadi, kontrol aktual itu penting secara eksplisit dimana orang akan cenderung
melakukan perilaku yang diinginkan dan mereka kontrol, daripada sebaliknya dan tidak
ada kontrol lebih. PBC akan memprediksi perilaku secara langsung sejauh tindakan
tersebut sesuai dengan kontrol yang sebenarnya.
Diketahui :
- BI adalah niat perilaku
- A adalah sikap terhadap perilaku
- SN adalah norma subyektif
- PBC dianggap kontrol perilaku
- 𝑤3 ke 𝑤5 adalah bobot empiris yang menunjukkan kepentingan relatif dari
faktor penentu niat.
𝐴 = ∑ 𝑏𝑖 . 𝑒𝑖
𝑖=1
Diketahui :
- 𝑏𝑖 adalah probabilitas subjektif bahwa perilaku memiliki konsekuensi i
- 𝑒𝑖 adalah evaluasi konsekuensi i
- 𝑝 adalah jumlah konsekuensi yang menonjol
Seseorang dapat memiliki jumlah yang besar dalam kepercayaan tentang perilaku
tertentu, namun pada suatu saat hanya terdapat beberapa dari hal tersebut yang cenderung
menonjol. Kepercayaan yang menonjol ini yang dianggap dapat menentukan sikap
seseorang, sehingga hubungan antara sikap dan keyakinan dalam perilaku ini umumnya
akan kuat.
𝑆𝑁 = ∑ 𝑛𝑏𝑗 . 𝑚𝑐𝑗
𝑗=1
Diketahui :
- SN adalah norma subyektif
- 𝑛𝑏𝑗 adalah keyakinan normatif
- 𝑚𝑐𝑗 adalah motivasi untuk mematuhi harapan
- q adalah jumlah harapan yang menonjol
2.5 Commentary
Tingkah laku ditentukan oleh niat untuk terlibat dalam perilaku dan persepsi
kontrol atas kinerja perilaku. Sedangkan niat ditentukan oleh sikap terhadap perilaku,
norma subyektif dan perilaku yang dirasakan oleh kontrol. Sikap ditentukan oleh
persepsi dari dominannya hasil dan evaluasi mereka. Dan norma subyektif ditentukan
oleh normatif keyakinan serta motivasi untuk mematuhi referensi yang lebih banyak.
PBC ditentukan dengan ada atau tidak adanya sumber daya dan peluang kekuatan
yang dirasakan dari faktor-faktor ini untuk memfasilitasi atau menghambat kinerja
perilaku. Kontrol aktual sendiri dapat mempengaruhi dampak PBC pada niat dan
perilaku. Model ini dianggap sebagai teori yang lengkap dari perilaku di mana
pengaruh lain pada perilaku dianggap memiliki dampak terhadap perilaku melalui
komponen yang mempengaruhi TPB, lebih tepatnya dianggap sebagai teori penentu
dari proksimal perilaku.
3. Summary of research
Baik TRA maupun TPB telah diterapkan untuk memprediksi berbagai macam
perilaku yang berbeda, termasuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan dan dengan
tingkat keberhasilan yang bervariasi pula. Terdapat sejumlah ulasan naratif dan kuantitif
dari TRA dan TPB yang akan kami ringkas kembali ulasan meta analisisnya, serta
membahas masalah-masalah utama yang menonjol, dan meringkas aplikasinya bagi
perilaku sehat.
Niat merupakan pusat TPB yang menangkap seberapa keras seseorang mau
mencoba, niat dikatakan mampu mempengaruhi motivasi seseorang dalam bersikap
(Ajzen 1991: 181) dalam (Conner & Norman, 2005). Niat memiliki beberapa variasi oleh
kontruksi yang telah dioperasionalkan dalam studi TPB. Adapun niat juga dapat muncul
karena sebuah sikap yang diyakini untuk menjadi keinginan dengan sifat yang lebih kuat
(Conner & Norman, 2005).
Kekuatan akan niat lebih mudah terlihat dengan adanya sebuah prediksi. Niat dan
prediksi diri dikatakan sebagai prediktor yang lebih kuat dibandingkan dengan PBC.
Namun ada juga studi mengenai sebab akibat yang masih mempertanyakan kepastian dari
hal tersebut karena dianggap saling berkorelasi (Conner & Norman, 2005). Maka tidak
jarang dalam studi yang dilakukan oleh Armitage dan Conner (2001) menggunakan
penggabungan niat, mulai dari niat, prediksi diri, atau keinginan.
Dalam TPB sikap terhadap perilaku diukur dengan skala diferensial semantik
(Osgood et al. 1957) dalam (Conner & Norman, 2005) . Namun penelitian terhadap hal
tersebut membedakan antara ukuran sikap afektif dan kognitif. Suatu sikap mungkin
mengandung nilai instrumental akan pengalaman, akan tetapi TPB lebih mengacu pada
instrumental sikap dengan mengesampingkan aspek afektif atau pengalaman (Conner &
Norman, 2005), dimana tindakan tersebut memicu munculnya kritik.
Munculnya kritik justru melahirkan pikiran baru dimana aspek sikap yang
digunakan haruslah memiliki item pendukung komponen afektif (Fishbein, 1993 dalam
(Conner & Norman, 2005). Pemikiran baru ini berpendapat jika antara sikap dan afeksi
merupakan suatu hal yang saling memiliki korelasi. Untuk meminimalisir krisis yang
akan muncul dapat dibuat sebuah tatanan komponen yang dibedakan antara tinggi dan
rendahnya (Ajzen 2002a dalam (Conner & Norman, 2005). Karena perbedaan anatara
dua hal terkait diatas adalah normal dalam psikologi sosial.
4.1.3 Komponen Norma
Sejumlah penelitian menyatakan pengaruh normatif perlu diberikan untuk
mendapatkan perhatian yang lebi lanjut. Perilaku normatif menunjukkan pentingnya sikap
yang akan dipelajari (Conner & Norman, 2005). Meta-analisis Armitage dan Conner
(2001) mengatakan norma merupakan komponen paling rendah, namun hal ini juga dapat
dilihat dari bagaimana pengaplikasian dalam setiap pengguanaan yang berbeda. Norma
yang memiliki sebuah kepercayaan normatif dalam TPB umumnya dijadikan sebagai
sebuah perintah yang menyangkut persetujuan sosial (Conner & Norman, 2005).
Komponen normatif juga memicu sangkalan terhadap langkah norma injunktif maupun
deskriptif. Walaupun demikian sama dengan berbagai komponen lainnya, aspek injunktif
maupun deskriptif memiliki hubungan (Conner & Norman, 2005)..
4.1.4 Komponen PBC
Perbedaan antara TRA dan TPB terletak pada komponen kontrol dari TPB.
Seperti yang sudah dibahas sebleumnya, bukti meta analitik sudah mendukung kekuatan
PBC untuk menjelaskan variasi tambahan dalam intensi dan perilaku setelah mengontrol
komponen dari TRA. Definisi PBC yang tumpang tindih dengan definisi dari self-efficacy
milik bandura (1977:192), ‘…keyakinan bahwa seseorang bisa berhasil melakukan
perilaku yang diperlukan untuk mendapatkan hasil’ begitu mencolok. Ajzen (1991)
berargumen bahwa PBC dan pembangunan self-efficacy bersinonim dan yang terbaru
‘sangat mirip’ (Ajzen 2002a).
Definisi awal pembentukan PBC dimaksudkan untuk mencakup persepsi dari
faktor baik faktor dalam (pengetahuan, kemampuan, tekad) dan faktor eksternal
(ketersediaan waktu, kooperasi orang lain) untuk individu.
Komponen self-efficacy PBC ‘…berurursan dengan kemudahan atau kesulitan
dalam melakukan suatu perilaku, dengan kepercayaan diri orang bahwa mereka dapat
melakukannya jika mereka ingin’ (Ajzen 2002c). Ajzen (2002a) menyarankan komponen
PBC ini bisa dibagi menjadi dua hal: pertama, kesulitan yang dirasakan dari perilaku,
seperti contoh ‘Bagi saya berhenti merokok itu…’ (sangat sulit-sangat mudah); kedua,
kepercayaan diri yang dirasakan individu bahwa mereka bisa melakukan perilaku, seperti
contoh ‘Saya percaya bahwa saya bisa berhenti merokok’ (sangat benar-sangat salah)
4.2 Prediktor Tambahan
Kecukupan dari TRA/TPB telah mendapatkan perhatian yang cukup besar (Eagly
and Chaiken 1993: 168-93, lihat Conner and Armitage 1998) dengan jumblah
pembentukan tambahan yang disarankan. Ajzen (1991) menyarankan keterbukaan TPB
untuk perkembangan semacam itu, Teori perilaku terencana, pada prinsipnya, terbuka
untuk dimasukannya prediktor tambahan jika dapat ditunjukkan bahwa mereka
menangkap proporsi yang signifikan dari variasi dalam intensi atau perilaku setelah
variabel dari teori ini telah diperhitungkan (p.199). Pada bagian ini kami
mempertimbangkan empat konstruk: reaksi afektid yang diantisipasi, norma moral,
identitas diri, dan perilaku masa lalu.
4.2.1 Penyesalan yang Diantisipasi
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, metode tradisional untuk
memunculkan kepercayaan perilaku mungkin gagal untuk memperoleh hasil afektif yang
terkair dengan kinerja perilaku (lihat Manstead and Parker 1995; Van der Pligt and de
Vries 1998). Penyesalan yang diantisipasi adalah emosi negatif berbasis kognitif yang
dialami ketika kita menyadari atau membayangkan bahwa situasi saat ini bisa lebih baik
seandainya kita bertindak berbeda. Konsep penyesalan yang diantisipasi ini telah
dipertimbangkan dalam sejumlah studi TBP.
4.2.2 Norma moral
Cialdini dkk (1991) mebedakan antara norma injunctive, deskriptif, dan moral.
Kita telah berkomentar tentang bagaimana dua norma yang pertama dapat dianggap
sebagai komponen dari konstruk norma sosial. Norma terakhir adalah persepsi individu
tentang kebenaran moral atau kesalahan dalam melakukan perilaku (Ajzen 1991) dan
memperhitungkan ‘…perasaan pribadi … tanggung jawab untuk melakukan atau
menolak untuk melakukan perilaku tertentu’ (Ajzen 1991: 199). Norma moral diharapkan
mampu memberi pengaruh penting pada kinerja perilaku tersebut dengan dimensi moral
atau etika (mis. Beck dan Ajzen 1991) Ajzen (1991) menyarankan bahwa norma-norma
moral bekerja secara paralel dengan sikap, norma subjektif, dan PBC, dan secara
langsung memengaruhi intensi.
4.2.3 Identitas Diri
Identitas diri dapat didefinisikan sebagai bagian penting dari diri seorang aktor
yang berhubungan dengan perilaku tertentu. Ini mencerminkan sejauh mana seorang
aktor melihat dirinya memenuhi kriteria untuk peran sosial apa pun, misalnya ‘seseorang
yang peduli terhadap masalah lingkungan’ (Sparks dan Sherpherd 1992: 392). Beberapa
penulis telah membahas sejauh mana identitas diri bisa menjadi tambahan berguna untuk
TRA/TPB (mis. Sparks dan shepherd 1992). Conner dan Armitage (1998) melaporkan
bahwa di enam penelitian TPB, identitas diri memiliki korelasi r + = 0,27 dengan intensi
dan hanya menjelaskan tambahan 1% dari variasi intensi setelah memperhitungkan
variabel TPB lainnya.
4.2.4 Perilaku Masa Lalu
Pengaruh perilaku masa lalu pada perilaku di masa yang akan datang merupakan
masalah yang telah menarik banyak perhatian (lihat Eagly dan Chaiken 1993: 178-82
untuk ulasan). Dikatakan bahwa banyak perilaku seseorang ditentukan oleh perilaku
sebelumnya daripada kognisi seperti yang sudah dijelaskan dalam TRA/TPB (Sutton
1994)
Ajzen (2002b) mmeberikan ulasan stimulasi efek masa lalu pada perilaku
selanjutnya. Dia mencatat bahwa dampak residual dari perilaku masa lalu pada perilaku
selanjutnya setelah memperhitungkan intensi yang dicatat dalam sejumlah studi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
5. Operationalization of the model
Definisi operasional ini dapat digunakan untuk memudahkan dalam menyusun
kalima-kalimat Aitem kuesioner yang digunakan dapat pengumpulan data dari masing-
masing variabel penelitian. Apabila ingin membuat kuesioner TPB maka bagian ini
dibaca bersama dengan Ajzen (2002c), sehingga persamaan dan perbedaan dalam
formula pertanyaan dapat diidentifikasi dan dipertimbangkan. Ajzen (2002c)
menyediakan contoh yang bersifat luas dan lengkap mengenai langkah-langkah suatu
perilaku tertentu. Dalam pengukuran berbasis TPB, variabel perilaku yang akan
diprediksi didefinisikan berdasarkan kriteria ATCT (Ajzen, 2006), yaitu Action, Target,
Context, and Time (ATCT) dari perilaku spesifik yang akan diukur, misalnya:
Jalan kaki di atas treadmill di fitness center selama minimal 30 menit setiap
hari pada bulan yang akan datang. Jalan kaki selama 30 menit adalah action atau aktivitas
atau perilaku yang akan diukur. Batasan jalan kaki selama 30 menit adalah aktivitas yang
akan diukur, bukan jalan kaki di luar waktu tersebut. Jalan kaki di atas treadmill adalah
target, di fitness center adalah konteks, dan pada bulan yang akan datang adalah waktu
(Ajzen, 2006).
Dengan demikian, Ajzen (2002c) memberikan contoh yang luas dan lengkap
mengenai langkah-langkah untuk satu perilaku tertentu, sehingga pembaca dapat melihat
bagaimana membuat kuesioner (mengenai perilaku tertentu) yang sesuai dengan prinsip
persyaratan kompatibilitas. Dari contoh yang diberikan tersebut, pembaca dapat melihat
bahwa contoh tindakan yang diberikan agak berbeda dengan tema umum serta adanya
variasi antara studi penelitian di tingkat akurasi tes, artinya seberapa sering tes bernilai
negatif pada pasien yang tidak mempunyai penyakit.
5.1 Behaviour
Memilih dan menilai kriteria perilaku seringkali merupakan bagian yang paling
sulit dari setiap studi perilaku (Fishbein 1997 : 81).
Dalam mempertimbangkan pengembangan langkah-langkah yang tepat dari
masing-masing komponen TPB, sudah biasa diawali dengan pengembangan yang jelas
mengenai konseptualisasi atau kategori perilaku yang ingin kita prediksi. Prinsip
kompatibilitas menunjukkan bahwa ukuran perilaku dan komponen TPB perlu
dirumuskan pada tingkat kekhususan yang sama berkenaan dengan aksi, target, konteks,
dan waktu. Spesifikasi melalui aksi, target, konteks, dan waktu untuk perilaku sangat
membantu spesifikasi tindakan TPB. Sebagai contoh, lari(aksi) marathon(target) di
Berlin(konteks) pada bulan September tahun depan(waktu). Penilaian perilaku mungkin
melibatkan laporan diri sederhana, apakah perilaku itu dilakukan dalam konteks yang
ditentukan selama periode waktu yang sesuai.
5.2 Behavioural intention (niat)
Intensi adalah niat untuk melakukan dan terus melakukan perilaku tertentu. Niat
akan tetap menjadi kecenderungan berperilaku sampai pada saat yang tepat ada usaha
sikap terhadap perilaku, norma subjektif, perceived behavioral control, niat perilaku yang
dilakukan untuk mengubah niat tersebut menjadi sebuah perilaku (Ajzen, 2005). Menurut
Ajzen (2005) niat merupakan anteseden dari sebuah perilaku yang nampak. Berdasarkan
theory of planned behavior, niat adalah fungsi dari tiga penentu utama, pertama adalah
faktor personal dari individu tersebut, kedua bagaimana pengaruh sosial, dan ketiga
berkaitan dengan kontrol yang dimiliki individu. Niat menggabungkan tingkat spesifisitas
yang sama sehubungan dengan aksi, target, konteks dan kerangka waktu seperti yang
digunakan dalam ukuran perilaku.
5.3 Attitudes
Sikap merupakan suatu disposisi untuk merespon secara positif atau negatif suatu
perilaku. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh belief tentang konsekuensi dari sebuah
perilaku, yang disebut sebagai behavioral belief. Setiap behavioral belief
menghubungkan perilaku dengan hasil yang bisa didapat dari perilaku tersebut. Sikap
terhadap perilaku ditentukan oleh evaluasi individu mengenai hasil yang berhubungan
dengan perilaku dan dengan kekuatan hubungan dari kedua hal tersebut. Secara umum,
semakin individu memiliki evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan
konsekuensi positif maka individu akan cenderung bersikap favorable terhadap perilaku
tersebut; sebaliknya, semakin individu memiliki evaluasi negatif maka individu akan
cenderung bersikap unfavorable terhadap perilaku tersebut (Ajzen, 2005).
5.4 Subjective Norm
Ajzen (2005) mengatakan norma subjektif merupakan fungsi yang didasarkan
oleh belief yang disebut normative belief, yaitu belief mengenai kesetujuan dan atau
ketidaksetujuan yang berasal dari referen atau orang dan kelompok yang berpengaruh
bagi individu (significant others) seperti orang tua, 18 pasangan, teman dekat, rekan kerja
atau lainnya terhadap suatu perilaku. Norma subjektif didefinisikan sebagai persepsi
individu tentang tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku
(Ajzen, 2005). Norma subjektif ditentukan oleh kombinasi antara normative belief
individu dan motivation to comply. Biasanya semakin individu mempersepsikan bahwa
social referent yang mereka miliki mendukung mereka untuk melakukan suatu perilaku
maka individu tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk memunculkan
perilaku tersebut, dan sebaliknya semakin individu mempersepsikan bahwa social
referent yang mereka miliki tidak menyetujui suatu perilaku maka individu cenderung
merasakan tekanan sosial untuk tidak melakukan perilaku tersebut.
5.5 Perceived Behavioural Control (PBC)
PBC menunjukkan seberapa besar kontrol atau kendali yang individu rasa atas
performa perilakunya. Berikut beberapa tipe item yang digunakan untuk mengukur PBC:
Seberapa besar kontrol yang kamu miliki untuk membaca buku literatur acuan selama 1
jam, 4 kali dalam seminggu?
Tidak memiliki kontrol 1 2 3 4 5 6 7 Kontrol penuh
Aku merasa memiliki kontrol penuh untuk membaca buku selama 1 jam, 4 kali dalam
seminggu.
Sangat benar 1234567 Sangat salah
Bagiku membaca buku selama 1 jam, 4 kali seminggu adalah hal yang ….
Sangat mudah 1 2 3 4 5 6 7 Sangat sulit
Saya percaya bahwa diri saya mampu membaca buku selama 1 jam, 4 kali dalam
seminggu
Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Tidak setuju
Untuk mencapai kata reliabel dalam aspek PBC, Ajzen merekomendasikan untuk
melakukan assesmen mengenai kemampuan kontrol dan self-efficacy. Pengukuran
terhadap kedua hal tersebut akan membantu menganalisis seberapa tinggi atau rendah
komponen PBC. Permasalahan dalam mengukur PBC, khususnya pada reabilitas antar
item, terletak pada perbedaan konseptualisasi mengenai ‘kontrol’ dan ‘kesulitan’. Pada
umumnya seseorang dalam melakukan suatu hal, dia merasa memiliki kontrol atas
perilaku tersebut, tapi disaat yang sama pula dia merasa kesulitan dalam melakukannya.
Mencampurkan skala unipolar dan bipolar akan menuntun pada permasalahan tersebut.
5.6 Behavioural Beliefs
Keyakinan perilaku yang relevan adalah hal-hal yang menarik perhatian terhadap
individu. Kebanyakan pengaplikasian model ini menggunakan keyakinan-keyakinan yang
benar-benar menarik perhatian yang merupakan sampel representatif dari sekumpulan
ketertarikan (sample of interest). Partisipan akan memperoleh interview atau kuesioner
yang semi terstruktur mengenai karakteristik, kualitas, dan atribut tentang sebuah objek
atau perilaku. Contoh, partisipan diberi pertanyaan, “Apa saja yang kamu rasa sebagai
manfaat dari membaca buku 1 jam?”
Kekuatan keyakinan (Belief Strength) menaksir kemungkinan subjektif akan hasil
khusus yang akan mengarahkan pada konsekuensi pewujudan sebuah perilaku. Item yang
digunakan dapat berupa gaya skala bipolar (-3 hingga +3, skala tujuh poin) atau gaya
skala unipolar (1 hingga 7, skala tujuh poin). Pada umumnya item dapat berupa
‘Mungkin-Tidak Mungkin’, ‘Mustahil-Tidak Mustahil’, atau ‘Benar-Salah’. Evaluasi
hasil (Evaluation Outcome) menaksir secara keseluruhan evaluasi terhadap hasil atau
akibat dan umumnya menggunakan gaya skala bipolar, dan merespon terhadap aspek
‘Baik-Buruk’. Belief Strength dan Evaluation Outcome kemudian di secara berulang-
ulang dikombinasikan dan dijumlahkan yang selanjutnya secara tidak langsung mengukur
mengenai Attitude.
Belief Strength
Membaca buku 1 jam akan menyehatkan otakku.
Mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Tidak Mungkin
Semakin sering aku membaca buku akan semakin kecil kemungkinan terkena Alzheimer
Mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Tidak Mungkin
Outcome Evaluation
Tidak pikun adalah hal yang …..
Buruk 1234567 Buruk
Banyak membaca adalah hal yang
Buruk 1234567 Buruk
5.7 Normative Beliefs
Hampir mirip dengan Behavioural Beliefs, namun basis yang digunakan untuk
menarik sampel representatif ketertrikan diambil dari aspek kelompok. Ajzen dan
Fishbein (1980) menyarankan untuk menanyai mengenai keberatan kelompok atau
individu lain atas perlakuan sebuah perilaku. Contoh, “Apakah ada sebuah kelompok atau
individu yang akan keberatan jika perilaku X dilakukan?”. Biasanya akan dimasukkan 2-
6 kelompok ke dalam kuesioner. Terdapat dua dimensi yaitu Normative belief strength
dan Motivation to comply. Berikut adalah contohnya:
Normative belief strength
Teman-temanku berpikir aku seharusnya membaca banyak buku
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Mungkin
Menurut ahli neurologi aku seharusnya sering membaca
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Mungkin
Motivation to comply
Menimbang aktivitas membacaku, aku ingin melakukan saran temanku mengenai
keharusanku untuk membaca.
Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Setuju
Menimbang aktivitas membacaku, aku ingin melakukan hal yang disarankan oleh ahli
neurologi kenalanku.
Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Setuju
5.8 Control Beliefs
Azjen dan Driver (1992) menyarankan individu diminta untuk mencatat faktor
dan kondisi yang membuat suatu perilaku menjadi sulit atau mudah untuk dilakukan.
Contoh, “Faktor apa yang dapat mencegahmu atau membantumu dalam hal membaca
buku literatur?”. Terdapat dua item yaitu Control Beliefs dan Power Item. Control
beliefs menaksir ada atau tidak adanya faktor/kondisi yang memfasilitasi atau
menghalangi sebuah perilaku. Biasanya dihitung dengan ‘Sering-Tidak pernah’, ‘Salah-
Benar’, ‘Tidak tersedia-Tersedia’ atau ‘Mungkin-Tak mungkin’. Power Item menaksir
kekuatan item untuk memfasilitasi atau menghalangi performa sebuah perilaku. Format
respon yang biasanya digunakan adalah ‘Kurang mungkin – Lebih mungkin’ atau ‘Lebih
mudah – Lebih sulit’. Berikut adalah contohnya
Control Beliefs
Saya memiliki waktu luang
Tidak pernah 1 2 3 4 5 6 7 Seringkali
Saya memiliki tempat tinggal dekat dengan perpustakaan
Tidak pernah 1 2 3 4 5 6 7 Seringkali
Power
Memiliki waktu luang membuat saya membaca buku
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Lebih mungkin
Dekat dengan perpustakaan membuat saya lebih sering membaca buku
Tidak mungkin 1 2 3 4 5 6 7 Lebih mungkin
6. Application of the Model: Food Choice
Ada beberapa aplikasi model Theory of Planned Behaviour pada pemilihan
makanan, seperti penelitian Sparks (1994) dan Conner, et al (2002). Salah satu yang
popuer adalah study of attitudes toward healthy eating over a six-year period oleh
Conner, et al (2002). Di dalam penelitian ini healthy eating didefinisikan sebagai diet
dengan makan sedikit lemak dan banyak buah, sayur dan serat. Studi tentang prediktor
kinerja makan sehat selama periode yang berkepanjangan ini penting karena hanya pada
periode yang berkepanjangan inilah manfaat kesehatan yang terkait cenderung
bertambah.
Penelitian ini dilakukan di United Kingdom (UK). Terdapat 248 partisipan yaitu
59 laki-laki dan 189 perempuan dengan rerata umur 47,4 tahun. Sebanyak 144 partisipan
ikut mengisi kuisioner kedua 6 tahun setelah kuisioner pertama. Tidak ada perbedaan
signifikan jawaban partisipan yang mengikuti kuisioner kedua dengan yang tidak,
menunjukkan bahwa mereka yang tetap dalam sambel tidak bias dibandingkan dengan
mereka yang tidak di dalam sampel.
- Pengukuran
- Hasil
Kesimpulan
8. FUTURE DIRECTIONS
8.1 Kesesuaian
Meskipun Theory of Planned Behavior mungkin diharapkan untuk
memberikan beberapa kekuatan untuk memprediksi ketika permintaan kesesuaian
adalah suatu kepatuhan, kita harus mempertimbangkan pendapat Ajzen (1988)
bahwa tindakan individu pada kesempatan yang spesifik pada dasarnya tidak
selalu menarik perhatian para ilmuan psikologi. Mereka lebih tertarik pada
perilaku yang teratur, pola yang konsisten dalam bertindak, dan kecenderungan
merespon. Perilaku agresivitas telah dibahas sebelumnya. Sehubungan dengan
itu, tidak secara keseluruhan bahwa kita menginginkan untuk mengeluarkan sikap
terhadap target ketika mempertimbangkan sikap tersebut melalui tindakan-
tindakan khusus. Seperti contoh, sikap terhadap pembelian produk makanan yang
menggunakan kecanggihan teknologi mungkin dibuat-buat sebagai sikap yang
umum dalam penggunaan kecanggihan teknologi sama halnya dengan sikap
terhadap perilaku spesifik dalam membeli, terutama jika sikap terhadap pembelian
berfokus pada barang yang dibelinya.
Pekerjaan baru baru ini dalam konstruki sementara juga berpendapat
bahwa representasi orang-orang dalam perilaku bawaan mungkin lebih
diharapkan untuk mengubah sebagian sebagai fungsi sementara dari perilaku
yang dibuat-buat: seperti contoh, the greater temporal distance, sebuah perilaku
yang kemungkinan besar di representasikan dalam berbagai situasi abstrak
daripada less temporal distance. Variasi dalam kontruksinya diharapkan
berhubungan dengan sangat baik dengan keyakinan yang menonjol.
Berhubungan dengan pembahasan diatas, Lord et al. (1984) berpendapat
bahwa sikap terhadap target hanya akan sesuai dengan perilaku yang sebenarnya
jika sikap target ditandingkan dengan representasi orang lain terhadap perilaku
target. Sehingga, contohnya, jika representasi orang lain mengenai low-fat diet
atau produksi teknologi tidak cocok dengan tindakan selanjutnya para target,
maka hubungan sikap dan perilaku akan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
B. Kekurangan
a. TPB belum bisa menjelaskan mengenai faktor penyela antara niat dan
perilaku aktual.
b. TPB banyak berbicara mengenai beliefs dan norma sehingga sangat
bersinggungan dengan konteks budaya yang bersifat subjektif. Melalui penelitian
Chiou tahun 1998 disampaikan bahwa pentingnya memperhatikan aspek budaya
karena melalui dengan berbedanya kebudayaan individu akan mempengaruhi
perbedaan norma subjektif dan persepsinya.
REFERENSI
Conner, M., & Norman, P. (2005). Predicting Health Behavior. New York: Open University Press.