Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Tjong A Fie

Tjong Afie lahir di Guangdong, Tiongkok pada tahun 1860. Meninggal di


Medanpada 4 Februari 1921. Ia memiliki nama lain yaitu Tjong Yiauw Hian.
Orang tua Tjong Afie adalah Tjong Lian Xiang (ayah) dan Nyonya Li (Ibu).
Tjong Afie memiliki 3 istri yaitu Nyonya Lee, Nyonya Chew, dan Lim Koie Yap.

Ia memiliki anak dari

Nyonya Lee:

Po Liong (anak angkat)

Nyonya Chew:

Kong-Liong, Song-Jin, Kwei-Jin

Lim Koei-Yap:

Tjong Foek Yin alias Ratu Chang (1896 - 1986; 1 putra)

Tjong Fa Liong (1900 - 1954; 1 putra & 2 putri)

Tjong Kian Liong (1907 - 1984; 2 putri)

Tjong Kwet Liong (1910 - 1992; 7 putra & 5 putri)

Tjong Sze Yin (1912 - 2012; 1 putra & 3 putri)

Tjong lie Liong (1916 - 1961; 2 putra & 1 putri)

Tjong Tsoeng Liong (1919 - 2001; 2 putra & putri)

Tjong afie adalah seorang pengusaha, bankir dan kapitan yang berasal dari
Tiongkok dan sukses membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan di
Sumatera, Indonesia. .

Tjong A Fie membangun bisnis besar yang memiliki lebih dari 10.000
orang karyawan. Karena kesuksesannya tersebut, Tjong A Fie dekat dengan para
kaum terpandang di Medan, di antaranya Sultan Deli, Ma'moen Al Rasyid serta
pejabat-pejabat kolonial Belanda. Pada tahun 1911, Tjong A Fie diangkat sebagai
"Kapitan Tionghoa" (Majoor der Chineezen) untuk memimpin
komunitas Tionghoa di Medan, menggantikan kakaknya,

Tjong Yong Hian. Sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa, Tjong A Fie


sangat dihormati dan disegani, karena ia menguasai bidang ekonomi dan politik.
Kerajaan bisnisnya meliputi perkebunan, pabrik minyak kelapa sawit, pabrik gula,
bank dan perusahaan kereta api.

Tjong A Fie dilahirkan dengan nama Tjong Fung Nam (dari


keturunan orang Hakka di Sungkow, Meixian, Guangdong, (Tiongkok) pada
tahun 1860. Kemudian juga mendapat nama Tjong Yiauw Hian, dan akhirnya
lebih dikenal dengan nama Tjong A Fie. Ia berasal dari keluarga yang
sederhana. Bersama kakaknya Tjong Yong Hian (1850-1911), Tjong A Fie
meninggalkan bangku sekolah dan membantu menjaga toko ayahnya.Walaupun
hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie sangat cerdas dan
menguasai cara-cara berdagang sehingga usaha keluarganya cukup sukses.

Tjong A Fie memutuskan untuk merantau ke Hindia Belanda (Indonesia)


untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Pada tahun 1875 Tjong A Fie pergi
ke Medan (Sumatra Utara) untuk mengadu nasib.Saat itu ia baru berusia 18
tahun. Dengan berbekal sedikit uang, ia menyusul kakaknya, Tjong Yong Hian,
yang sudah terlebih dahulu datang ke Medan dan tinggal selama 5 tahun.Pada saat
itu kakaknya sudah menjadi kapitan (pemimpin) Tionghoa di Medan. Tjong A Fie
bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama Tjong Sui Fo. Di toko
tersebut, Tjong bekerja dari memegang buku, melayani pelanggan, menagih utang
serta tugas-tugas lainnya. Ia dikenal pandai bergaul, tidak hanya dengan
orang Tionghoa, namun juga dengan warga Melayu, Arab, India,
dan orang Belanda. Ia mulai belajar berbicara dengan bahasa Melayu yang
menjadi bahasa perantara masyarakat di tanah Deli.

Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh, menjauhi candu, judi,
mabuk-mabukan dan pelacuran. Ia menjadi teladan dan menampilkan
watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah jika
terjadi cekcok antara orang Tionghoa dengan etnis lain. Di daerah perkebunan
milik Belanda sering terjadi keributan di kalangan buruh yang menimbulkan
kekacauan dan karena kemampuannya, Tjong A Fie sering diminta Belanda untuk
membantu mengatasi masalah-masalah tersebut.Ia lalu diangkat menjadi Letnan
Tionghoa dan pindah ke kota Medan. Karena prestasinya yang luar biasa, dalam
waktu singkat Tjong A Fie naik pangkat menjadi Kapitan pada tahun 1911, untuk
menggantikan kakaknya yang telah wafat. Dengan rekomendasi Sultan Deli, tjong
A Fie menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan
kebudayaan) selain menjabat sebagai penasihat pemerintah Hindia Belanda untuk
urusan Tiongkok.

Ketika masih berada di Tiongkok, Tjong A Fie telah menikahi


seorang gadis yang bermarga Lie. Saat tiba di Deli ia menikah dengan Nona Chew
dari Penang dan memilki tiga orang anak, yakni Tjong Kong Liong, Tjong Song-
Jin dan Tjong Kwei-Jin. Namun istri keduanya meninggal dunia. Untuk ketiga
kalinya ia menikah dengan Lim Koei Yap dari Timbang Langkat, Binjai, putri
seorang mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim Lim Sam-
Hap. Bersama Lim Koei Yap, Tjong A Fie memiliki tujuh orang anak, yakni
Tjong Foek-Yin (Queeny), Tjong Fa-Liong, Tjong Khian-Liong, Tjong Kaet
Liong (Munchung), Tjong Lie Liong (Kocik), Tjong See Yin (Noni) dan Tjong
Tsoeng-Liong (Adek).

Di tanah Deli, Tjong A Fie menjalin hubungan baik dengan Sultan


Deli, Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Muda sehingga
membuka jalan baginya untuk menjalankan usaha. Sultan memberinya konsesi
penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau untuk
pembuatan bangsal.

Tjong A Fie dikenal menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki


perkebunan yang sangat luas.Ia mengembangkan usaha perkebunan tembakau
di Deli, teh di daerah Bandar Baru, dan Si Bulan, serta perkebunan
kelapa. Di Sumatra Barat, ia menanamkan modalnya di bidang pertambangan
di Sawah Lunto, Bukit Tinggi. Perkebunan yang dimilikinya mempekerjakan
lebih dari 10.000 orang tenaga kerja dan luas kebunnya mengalahkan luas
perkebunan milik deli maatschappij yang dirintis oleh Jacobus Nienhuys. Bahkan,
ketika itu pemerintah Belanda memberikan 17 kebun kepadanya untuk dikelola.
Bersama kakaknya Tjong Yong Hian, Tjong A Fie bekerja sama dengan
Chang Pi Shih, paman sekaligus konsul Tiongkok di Singapura mendirikan
perusahaan kereta api The Chow-Chow & Swatow Railyway Co.Ltd. di Tiongkok
Selatan.Karena jasanya tersebut mereka berkesempatan bertemu muka dengan Ibu
Suri Cixi di Beijing. Dalam menjalankan bisnisnya, Tjong A Fie selalu
mengamalkan 3 hal yakni, jujur, setia dan bersatu.Ia selau berprinsip "di mana
langit dijunjung di situ bumi dipijak". Ia pun membagikan lima persen
keuntungannya kepada para pekerjanya.

Prosesi pemakaman Tjong A Fie di Medan, 1921.Tjong A Fie tutup usia


pada tanggal 4 Februari 1921 karena menderita apopleksia atau pendarahan otak.
Seluruh masyarakat kota Medan turut berduka, ribuan orang pelayat datang dari
Medan dan Sumatera Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaya, Singapura dan Pulau
Jawa. Prosesi Pemakaman Tjong A Fie berlangsung dengan megah sesuai dengan
tradisi dan jabatannya.

Empat bulan sebelum menghembuskan napas terakhir, Tjong A Fie


mewasiatkan seluruh kekayaannya di Sumatra maupun di
luar Sumatra kepada Yayasan Toen Moek Tong yang harus didirikan
di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia. Ia menuliskan
permintaanya agar yayasan tersebut memberikan bantuan keuangan kepada
pemuda berbakat dan berkelakuan baik dan ingin menyelesaikan pendidikannya,
tanpa membedakan kebangsaan. Tjong juga berpesan agar yayasan membantu
mereka yang tidak mampu bekerja dengan baik karena cacat serta membantu para
korban bencana alam tanpa memandang kebangsaan atau etnis.

Tjong A Fie dikenal sangat berjasa dalam membangun kota Medan yang
pada saat itu dinamakan Deli Tua, terutama kawasan permukiman
etnis Tionghoa (Kampung Tionghoa). Beberapa jasanya dalam usaha
mengembangkan kota Medan adalah menyumbangkan menara lonceng untuk
gedung Balai Kota Medan yang lama, pembangunan istana maimoon, gereja
uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Budha di Brayan, kuil Hindu untuk warga India,
Batavia Bank, Deli Bank, Jembatan Kebajikan di jalan Zainul Arifin, serta
mendirikan rumah sakit Tionghoa pertama di Medan bernama Tjie On Jie Jan. Ia
dikenal pula sebagai pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api
pertama di Sumatra Utara, yakni Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), yang
menghubungkan kota Medan dengan pelabuhan Belawan.

Tjong A Fie dikenal dermawan dan sangat dekat dengan


masyarakat pribumi dan Tionghoa kota Medan sehingga ia disenangi orang-orang.
Sebagai dermawan, ia banyak menyumbang untuk warga yang kurang mampu. Ia
sangat menghormati warga muslim, bahkan berperan serta dalam mendirikan
tempat ibadah yakni Masjid Raya Al-Mashum dan Masjid Gang Bengkok serta
ikut merayakan hari-hari besar keagamaan bersama mereka. Nama Tjong A Fie
pernah akan dijadikan sebagai nama sebuah jalan di kota Medan, tapi dibatalkan
dan jalan itu menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan. Karena sifatnya yang dermawan
dan toleran tanpa membeda-bedakan bangsa, ras, agama dan asal usul, Tjong A
Fie senantiasa dikenang oleh warga Medan dan sekitarnya.

Bangunan kediaman Tjong A Fie berada di Jalan Ahmad Yani, Kesawan,


Medan, yang didirikan pada tahun 1900, saat ini dijadikan sebagai Tjong A Fie
Memorial Institute dan dikenal juga dengan nama Rumah Tjong A Fie. Rumah ini
dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009 untuk memperingati ulang tahun Tjong A
Fie yang ke-150. Rumah ini merupakan bangunan yang didesain dengan
gaya arsitektur Tionghoa, Eropa, Melayu dan art-deco dan menjadi objek wisata
bersejarah di Medan. Di rumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah
kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto, lukisan serta perabotan rumah yang
digunakan oleh keluarganya serta mempelajari budaya Melayu-Tionghoa.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Tjong_A_Fie

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai