Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN

SEMISOLIDA (NON STERIL)

MODUL IV
EMULSI DAN KRIM

Disusun oleh:

Rezza Marcella 10060317154


Aknes Hawadini 10060317155
Vera Fazryati Rahayu 10060317156
Ferina Rahmalia F. 10060317158
Salsabilla Wijaya 10060317159
Putri Aida Rahmadani 10060317161

Shift/ kelompok :E/5


Tanggal praktikum : 10 Oktober 2019
Tanggal pengumpulan : 17 Oktober 2019
Asisten : Lia Octaviani., S. Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
1440 H / 2019 M
MODUL IV
EMULSI & KRIM

I. TEORI DASAR

Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair
dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur,
biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi
butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tifak stabil, butir-butir ini
bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang
terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang merupakan
komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat
pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar diperoleh
emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-
lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam)
dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau
buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya
merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Terdapat dua tipe emulsi, yaitu (Anief, 2000):
1. Emulsi A/M, yaitu butiran-butiran air terdispersi di dalam minyak. Pada emulsi
ini butiran-butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang hidrofobik.
2. Emulsi M/A, yaitu butiran-butiran minyak terdispersi di dalam air. Pada emulsi
ini butiran-butiran minyak yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik.
Masing-masing emulsi dengan medium pendispersi yang berbeda juga
mempunyai nama yang berbeda, yaitu (Anief, 2000):
a. Emulsi Gas
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinya berupa fase cair
dan medium pendispersinya berupa gas. Salah satu contohnya yaitu
hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diinginkan
dikarenakan adanya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol.
b. Emulsi Cair
Emulsi cair merupak emulsi dengan fase terdispersi maupun pendispersinya
berupa cairan yang tidak saling larut karena perbedaan kepolaran.
Contohnya yaitu susu (minyak dalam air) dan margarin (air dalam minyak).
c. Emulsi Padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinya berupa fase cair
dan medium pendispersinya berupa fase padat. Contohnya yaitu gel elastik
dan gel non elastik, dimana gel elastik ikatan partikelnya tidak kuat
sedangkan gel non elastik antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang
kuat.
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar
(Dirjen POM, 1995).
Krim ada dua tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yan dapat dicuci
dengan air (M/A) ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Sifat umum
sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam
waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim dapat
memberikan efek mengkilap, berminyak, melembapkan, dan mudah tersebar
merata, mudah berpenetrasi pada kulit. Keuntungan sediaan krim ialah kemampuan
penyebarannya yang baik pada kulit, memberikan efek dingin karena lambatnya
penguapan air pada kulit, mudah dicuci dengan air, serta pelepasan obat yang baik.
Selain itu tidak terjadi penyumbatan dikulit dan krimnya tampak putih dan bersifat
lembut kecuali krim asam stearat (Voight, 1994).
II. DATA PREFORMULASI ZAT AKTIF
2.1 Emulsi
A. Zat Aktif
1. Parafin Cair (Paraffinum Liquidum)

Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak


berwarna;hampir tidak berbau; hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larutdalam
kloroform P dan dalam eter P.

Bobot per mL : 0,870 gram sampai 0,890 gram.

Khasiat : laksativum. (Depkes RI, 474).

Stabilitas : parafin stabil, meskipun dalam bentuk cair dan mungkin dapatterjadi
perubahan secara fisik. Parafin harus disimpan padatemperatur tidak melebihi
40°C dalam wadah tertutup baik.

Inkompatibilitas: Terurai dengan zat pengoksidasi kuat, proksida, karboksilat.

Polimorfisme : Mikrokristal.

(Dirjen POM, 1995 : 605; Rowe. Et al, 2009: 503)

B. Zat Tambahan
1. Emulgid
Pemerian : Berupa cairan lilin berwarna putih atau hampir putih, hamper
tidak berwarna, tidak berasa, dan bau khas.
Kelarutan : Bebas larut dalam propelan aerosol, kloroform dan hidrokarbon,
cukup larut dalam etanol (95%), larut dalam bagian eter dan tidak dapat larut
dalam air.
Polimorfisme : -
Ukuran Partikel : -
Titik lebur/titik didih: 50-54 0C
pKa/pKb : -
Bobot Jenis : -
pH larutan : -
Stabilitas : Stabil dan dapat disimpan dalam wadah yang tertutup baik,
dalam keadaan dingin dan tempat yang kering.
Inkompatibilitas : Ketidakcampuran dengan tannin, fenol, dan senyawa
fenol dan benzokain. Dapat mengurangi kemampuan antibakteri dan
senyawa ammonium.
(Handbook of Pharmaceutical Excipients hal : 685)
2. Aquadest
Pemerian : Cairan tidak berwarna/jernih, tidak berasa dan tidak berbau.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan beberapa pelarut polar.
Polimerfisme : -
Ukuran Partikel : -
Titik lebur/titikdidih: 100 0C
Pka/Pkb : -
Bobot jenis : 1 gr/cm3
pH larutan : antara 5 dan 7
Stabilitas : Stabil pada semua bentuk seperti panas, dingin dan uap.
Inkompatibilitas : Dalam formula pharmaceutical air dapat bereaksi dengan
obat dan zat tambahan lainnya yang dapat dengan mudah terhidrolisis
dengan adanya suhu yang tinggi.
(Dijen POM, 1979 : 96)
3. Asam Stearat
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih
atau kuning pucat mirip lemak lilin
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%),
dalam 2 bagian kloroform dan dalam 3 bagian eter
Titik leleh/ titik didih : kurang dari 54 0C
Stabilitas : Zat relative stabil harus disimpan ditempat tertutup.
Inkompatibilitas : Logam hidroksi, basa, agen redoks.
Konsentrasi : 1-20%
Kegunaan : Emulgator.
(Dirjen POM, 1979 : 58, 76; Rowe. Et al, 2009 : 494)
4. TEA (Trietanol Amin)
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna kuning pucat, bau lemah mirip
NH3, higroskopis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95%, dan larut dalam
kloroform.
Titik didih/ titik lebur : 20-25 0C dan 335 0C
BJ : 1,120 – 1,128
Stabilitas : Warna coklat jika terpapar cahaya dan udara
Inkompatibilitas : Asam mineral, eter, menjadi bentuk garam Kristal.
Kegunaan : Emulgator (2-4%)
(Dirjen POM, 1979 : 613; Rowe. et al, 2009: 155)

2.2 Krim
A. Zat Aktif
1. Parafin Cair (Paraffinum Liquidum)

Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak


berwarna;hampir tidak berbau; hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larutdalam
kloroform P dan dalam eter P.

Bobot per mL : 0,870 gram sampai 0,890 gram.

Khasiat : laksativum. (Depkes RI, 474).

Stabilitas : parafin stabil, meskipun dalam bentuk cair dan mungkin dapatterjadi
perubahan secara fisik. Parafin harus disimpan padatemperatur tidak melebihi
40°C dalam wadah tertutup baik.

Inkompatibilitas: Terurai dengan zat pengoksidasi kuat, proksida, karboksilat.

Polimorfisme : Mikrokristal.
(Dirjen POM, 1995 : 605; Rowe. Et al, 2009: 503)

B. Zat Tambahan
1. PGA (Pulvis Gummi Arabicum)
Pemerian : Butir, bentuk bulat (bulat telur), putih, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan : mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan
tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol (95%).
Ukuran partikel : Penampang 0,5 cm sampai 6 cm
Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar mudah terurai
oleh bakteri dan reaksi enzimatik, mudah teroksidas.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amidopyrin, apomorfin, aerosol,
etanol 95 %, garam ferri, morfin, tanin, timol, banyak kandungan garam
menurunnya viskositas.
(Dirjen POM, 1979 : 207; Rowe.et al, 2009 : 1-2)
2. Tween 80
Pemerian: cairan seperti minyak, putih bening atau kekuningan, sedikit
berasa seperti basa, bau khas
Kelarutan: Larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak mineral dan
minyak nabati.
pH larutan: 6-8 untuk 5% zat (w/v) dalam larutan berair
Stabilitas: Stabil bila dicampurkan dengan elektrolit, asam lemah dan basa
lemah Pereaksi saponifikasi terjadi jika dilakukan penambahan basa
kuat/asam kuat.
Inkompatibilitas: Perubahan warna atau pengendapan dapat terjadi dengan
berbagai bahan, terutama fenol, tanin
(Rowe.et al, 2009 : 375)
3. Span 80 (sorbitan Monoleat)
Pemerian : cairan kental, krem sampai kecoklatan, rasa khas, bau khas.
Kelarutan: Larut atau terdispersi dalam minyak, larut dalam banyak pelarut
organik, tidak larut dalam air, tetapi dapat terdispersi secara perlahan.
Bobot jenis: 1,01 gr/cm3
pH larutan: < 8
Stabilitas: Stabil jika dicampurkan dengan asam lemah dan basa lemah
Pembentukan sabun terjadi saat dilakukan penambahan asam kuat dan basa
kuat.
Inkompatibilitas : Asam/ Basa Kuat
HLB : 4,3
Titik leleh : 12 0C
(Rowe. et al, 2009 : 577; 675)
4. Cetyl ALkohol
Pemerian: granul, berbentuk kubus, putih, bau lemah, rasa lemah.
Kelarutan: Larut dengan adanya peningkatan temperatur, praktis tidak larut
air, praktis tidak larut dalam etanol 95%
Stabilitas: Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan air tidak dapat
tengik.
Inkompatibilitas: Ketidak campuran dengan bahan pengoksida yang kuat
Titik leleh : 45-52 0C
(Dirjen POM, 1979 : 121; Rowe.et al, 2009 : 121; 125)

III. DATA PREFORMULASI ZAT TAMBAHAN


3.1 Emulsi
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96)
a. Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak mempuyai rasa
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar
e. Titik lebur : 0° titik didih : 100°
f. Bobot jenis : 1 g/cm3
g. pH larutan :7
h. Stabilitas : Stabil terhadap semua bentuk fisik (es, cair, uap)
i. Inkompatibilitas : Bereaksi dengan obat-obat dan zat tambahan
lainnya yang rentan terhadap hidrolisis.
j. Kegunaan : Sebagai pelarut
3.2 Krim
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96)
a. Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak mempuyai rasa
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar
e. Titik lebur : 0° titik didih : 100°
f. Bobot jenis : 1 g/cm3
g. pH larutan :7
h. Stabilitas : Stabil terhadap semua bentuk fisik (es, cair, uap)
i. Inkompatibilitas : Bereaksi dengan obat-obat dan zat tambahan
lainnya yang rentan terhadap hidrolisis.
j. Kegunaan : Sebagai pelarut

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Emulsi

Alat Bahan
Batang pengaduk Aquadest
Cawan penguap Cetyl alcohol
Gelas kimia Paraffin cair
Gelas ukur PGA
Kaca arloji Span 80
Matkan Tween 80
Mortir dan stamper
Tabung sedimentasi
Termometer
Timbangan
Ultra turrax
4.2 Krim

Alat Bahan
Batang pengaduk Aquadest
Cawan penguap Asam stearat
Gelas kimia Emulgid
Gelas ukur Paraffin cair
Kaca arloji Trietilamin (TEA)
Matkan
Mortir dan stamper
Tabung sedimentasi
Termometer
Timbangan
Ultra turrax

V. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


5.1 Emulsi
A. Perhitungan
30
1. Paraffin Liquidum: 100 x 100 mL = 30 mL
10
2. PGA 10% = 100 x 100 gram = 10 gram

Air panas untuk CMC-Na = 1,5 gram x 10 = 15 mL


10
3. Tween 80 dan Span 80 10%: 100 x 100 mL = 10 gram

Tween 80 7,7
12
Span 80 3 +
10,7
7,7
Tween 80 : 10,7 x 10 = 7,2 gram
3
Span 80 : 10,7 x 10 = 2,8 gram
Jadi, Tween 80 = 7,2 g
Span 80 = 2,8 g
*Ket: T = Tween 80
S = Span 80
5
4. Setil Alkohol: 100 x 100 mL = 5 gram

5. Aquadest ad 100 mL

B. Penimbangan
Tabel 4.1 Penimbangan Bahan
Nama zat Konsentrasi Penimbangan
Paraffin Liquidum 30% 30 mL
CMC-Na 10% 10 g
Air untuk PGA 15 mL
Tween 80 10% 7,2 g
Span 80 10% 2,8 g
Setil Alkohol 5% 5g
Aquadest Ad 100 mL

5.2 Krim
A. Perhitungan Formula A:
30
1. Paraffin Liquidum :100 × 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 6 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 10 % = 6,6 𝑔𝑟𝑎𝑚
7,5
2. Emulgid : 100 × 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1,5 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 10% =

1,65 𝑔𝑟𝑎𝑚
10
3. Aquadest : 20 – (6+1,5) = 20 – 7,5 g = 12,5 + (12,5 x 100 =

13,75 gram

Perhitungan Formula C:
30
1. Paraffin Liquidum :100 × 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 6 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 10 % = 6,6 𝑔𝑟𝑎𝑚
7,5
2. Asam Stearat : 100 × 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1,5 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 10% =

1,65 𝑔𝑟𝑎𝑚
2
3. TEA : 100 × 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,4 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 10% = 0,44 𝑔
10
4. Aquadest : 20 – (6+1,5+0,44) = 12,06 + (12,06 x = 13,31
100

gram

B. Penimbangan
- Krim formula A :
Tabel 4.2 Penimbangan Bahan
No Nama Bahan Konsentrasi Jumlah

1. Parafin Cair 30% 6,6 gram

2. Emulgid 7,5% 1,65 gram

3. Aquadest 13,75 gram

- Krim formula C
Tabel 4.2 Penimbangan Bahan
No Nama Bahan Konsentrasi Jumlah

1. Parafin Cair 30% 6,6 gram

2. TEA 2% 0,44 gram


3. Asam Stearat 7,5% 1,65 gram
4. Aquadest 13,31 gram

VI. PROSEDUR
6.1 Emulsi
A. Prosedur Pembuatan
a. PGA cara basah
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu ditimbang bahan-bahan
terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan PGA sebanyak 10 gram ke dalam mortir
dan ditambahkan aquadest 15 mL lalu gerus hingga terbentuk corpus. Setelah itu
ditambahkan Paraffin cair sebanyak 30 gram ke dalam mortir, gerus hingga
homogen. Kemudian ditambahkan aquadest hingga 100 mL, lalu diaduk dengan
menggunakan ultra turrax. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi.
b. PGA cara kering
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu ditimbang bahan-bahan
terlebih dahulu. Kemudian didihkan air. Setelah itu dimasukkan PGA sebanyak 10
gram ke dalam mortir lalu ditambahkan Paraffin cair 30 gram. Kemudian
ditambahkan air yang telah dididihkan ke dalam mortir, gerus hingga homogen.
Kemudian ditambahkan aquadest hingga 100 mL, lalu diaduk dengan
menggunakan ultra turrax. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi.
c. Surfaktan
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu ditimbang bahan-bahan
terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan aquadest secukupnya dan Tween 80
sebanyak 7,2 gram ke dalam cawan pertama sebagai fase air, dan dimasukkan
Paraffin cair 30 gram dan Span 80 2,8 gram ke dalam cawan kedua sebagai fase
minyak. Lalu masing-masing cawan dipanaskan di atas penangas air. Setelah
suhunya mencapai 60-70ºC, dicampurkan kedua fase tersebut lalu ditambahkan
aquadest hingga 100 mL, lalu diaduk dengan menggunakan ultra turrax. Setelah itu
dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi.
d. Surfaktan + Cetyl Alcohol
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu ditimbang bahan-bahan
terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan aquadest secukupnya dan Tween 80
sebanyak 7,2 gram ke dalam cawan pertama sebagai fase air, dan dimasukkan
Paraffin cair 30 gram, Span 80 2,8 gram, dan Cetyl Alcohol 5 gram ke dalam cawan
kedua sebagai fase minyak. Lalu masing-masing cawan dipanaskan di atas
penangas air. Setelah suhunya mencapai 60-70ºC, dicampurkan kedua fase tersebut
lalu ditambahkan aquadest hingga 100 mL, lalu diaduk dengan menggunakan ultra
turrax. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi.
B. Prosedur Evaluasi
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan secara organoleptis mulai dari
warna, bau, dan rasa. Kemudian diukur berat jenis dengan menggunakan
piknometer. Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi sedimentasi pada rentang
waktu 10, 20, 30, 60, 120 menit, 1 hari, dan 3 hari digunakan rumus Hu/Ho dimana
Hu adalah tinggi lapisan seperti susu, dan Ho adalah tinggi seluruh sediaan. Emulsi
dikatakan stabil jika Hu/Ho = 1 atau mendekati 1. Kemudian dilakukan penentuan
tipe emulsi dengan dilakukan Uji Kertas Saring, yang mana jika tipe emulsi
merupakan minyak dalam air maka tetesan pada kertas akan cepat menyebar, dan
Uji Arah Creaming, yang mana jika tipe emulsi merupakan minyak dalam air maka
arah creaming ke atas, dan jika air dalam minyak maka arah creaming ke bawah.

6.2 Krim
A. Prosedur Pembuatan
a. Krim A
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu ditimbang bahan-bahan
terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan aquadest secukupnya ke dalam cawan
pertama sebagai fase air, dan dimasukkan Paraffin cair sebanyak 6,6 gram dan
Emulgid sebanyak 1,65 gram ke dalam cawan kedua sebagai fase minyak. Lalu
masing-masing cawan dipanaskan di atas penangas air. Setelah suhunya mencapai
60-70ºC, dicampurkan kedua fase tersebut lalu ditambahkan aquadest hingga 13,75
gram, lalu diaduk dengan menggunakan ultra turrax. Setelah itu sediaan ditimbang
20 gram lalu dimasukkan ke dalam pot krim.
b. Krim C
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu ditimbang bahan-bahan
terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan aquadest secukupnya dan TEA sebanyak
0,44 gram ke dalam cawan pertama sebagai fase air, dan dimasukkan Paraffin cair
sebanyak 6,6 gram dan Asam Stearat sebanyak 1,65 gram ke dalam cawan kedua
sebagai fase minyak. Lalu masing-masing cawan dipanaskan di atas penangas air.
Setelah suhunya mencapai 60-70ºC, dicampurkan kedua fase tersebut lalu
ditambahkan aquadest hingga 13,31 gram, lalu diaduk dengan menggunakan ultra
turrax. Setelah itu sediaan ditimbang 20 gram lalu dimasukkan ke dalam pot krim.
B. Prosedur Evaluasi
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan secara organoleptis yaitu bau dan
warna. Kemudian dilihat homogenitasnya, apakah sediaan homogen atau tidak.

VII. HASIL PENGAMATAN


VII. Hasil Pengamatan
7.1. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data Emulsi
7.1.1. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data Kelompok 1
A. Hasil Pengamatan

Organoleptis Tipe
Sediaan BJ
Warna Bau Rasa emulsi
PGA 10% (cara Tak Tidak
Putih 0,963 M/A
basah) berbau berasa
PGA 10% (cara Tak Tidak
Putih 0,957 M/A
kering) berbau berasa
Tak Tidak
Surfaktan 10% Putih 0,929 M/A
berbau berasa
Surfaktan 10
Tidak
% + setil alkohol Putih Khas 0,935 M/A
berasa
5%

Tinggi sedimentasi
Sediaan
10° 20° 30° 60° 120° 1 Hari 3 Hari

PGA 10%
(cara 1 1 1 1 0,424 0,393 0,418
basah)
PGA 10%
(cara 1 1 1 1 0,442 0,368 0,306
kering)
Surfaktan
1 0,875 0,813 0,75 0,594 0,468 0,425
10%
Surfaktan
10% + setil 1 1 1 1 1 1 0,893
alkohol 5%
B. Pengolahan data
i. Perhitungan Bobot Jenis

Diketahui :

W1 = 18,409 gram

W2 = 29,8120 gram

a. PGA 10% (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

W3 = 29,399 gram W3 = 29,335 gram

𝑊3−𝑊1 29,399 −18,409 𝑊3−𝑊1 29,335 −18,409


BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8120−18,409 =0,963 BJ= 𝑊2−𝑊1 = 29,8120−18,409 =0,957

c. Surfaktan 10% d. Surfaktan 10% + setil alkohol 5%

W3 = 29,012 gram W3 = 29,074 gram

𝑊3−𝑊1 29,012 −18,409 𝑊3−𝑊1 29,074 −18,409


BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8120−18,409 =0,929 BJ= 𝑊2−𝑊1 = 29,8120−18,409 =0,935

ii. Perhitungan Tinggi sedimentasi


a. PGA 10 % (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,3 𝑐𝑚
F10= = =1 F10 = = 16,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 16,5𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,3 𝑐𝑚
F20 = = =1 F20 = = 16,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 16,5𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,3 𝑐𝑚
F30 = = =1 F30 = = 16,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 16,5𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,3 𝑐𝑚
F60 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 1 F60 = 𝐻𝑜
= 16,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑢 7 𝑐𝑚 𝐻𝑢 7,3𝑐𝑚
F120 = 𝐻𝑜 = 16,5𝑐𝑚 = 0,424 F120= 𝐻𝑜 = 16,3 𝑐𝑚 = 0,442

𝐻𝑢 6,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 6 𝑐𝑚
F1h = = 16,5𝑐𝑚 = 0,393 F1h = = 16,3 𝑐𝑚 = 0,368
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 6,9 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5 𝑐𝑚
F3h = = 16,5 𝑐𝑚 = 0,418 F3h = = 16,3 𝑐𝑚 = 0,306
𝐻𝑜 𝐻𝑜

b. Surfaktan 10% d. Surfaktan 10% + Setil Alkohol 5%

𝐻𝑢 16 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16 𝑐𝑚 = 1 F10 = 𝐻𝑜 = 16 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 14 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16 𝑐𝑚
F20 = 𝐻𝑜 = 16 𝑐𝑚 = 0,875 F20 = = 16 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 13 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16 𝑐𝑚
F30 = = 16 𝑐𝑚 = 0,813 F30 = = 16 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 12 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16𝑐𝑚
F60 = = 16 𝑐𝑚 = 0,75 F60 = = 16 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 9,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16 𝑐𝑚
F120 = 𝐻𝑜 = = 0,594 F120 = 𝐻𝑜 = 16 𝑐𝑚 = 1
16 𝑐𝑚

𝐻𝑢 7,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16 𝑐𝑚
F1h = = = 0,468 F1h = 𝐻𝑜 = 16 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 16 𝑐𝑚

𝐻𝑢 6,8 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,3 𝑐𝑚
F3h = = = 0,425 F3h = = = 0,893
𝐻𝑜 16 𝑐𝑚 𝐻𝑜 16 𝑐𝑚

7.1.2. Hasil Pengamatan Kelompok 2

Organoleptis Tipe
Sediaan BJ
Warna Bau Rasa emulsi
CMC Na 1% Putih Tidak
Khas 0,942 M/A
(cara basah) keruh berasa
CMC Na 1% Putih Tak Tidak
0,905 M/A
(cara kering) keruh berbau berasa
Tak
Surfaktan 7,5% Putih Pahit 0,898 A/M
berbau
Surfaktan 7,5% + Tak
Putih Pahit 0,929 A/M
setil alkohol 5% berbau

Tinggi sedimentasi
Sediaan
10° 20° 30° 60° 120° 1 Hari 3 Hari

CMC Na
1% 0,31 0,31 0,30 0,31 - 0,285 0,46
(cara basah)
CMC Na
1%
0,27 0,27 0,27 0,26 - 0,26 0,41
(cara
kering)
Surfaktan
0,75 0,7 0,7 0,65 - 0,47 0,45
7,5%
Surfaktan
7,5% + setil 0,96 0,96 0,95 0,962 0,94 0,93
alkohol 5%

7.1.3. Data Pengamatan Dan Perhitungan Kelompok 3


A. Hasil Pengamatan

Organoleptis
Sediaan BJ Tipe emulsi
Warna Bau Rasa
PGA 10% (cara Putih Tidak
Bau lemak 0,9766 M/A
basah) keruh berasa
PGA 10% (cara
Putih Bau lemak Pahit 0,9921 M/A
kering)

Surfaktan 10% Putih Bau lemak Pahit 0,9394 M/A


Surfaktan 10
Putih Bau lemak Pahit 0,9369 M/A
% + setil alkohol 5%

Tinggi sedimentasi
Sediaan
10° 20° 30° 60° 120° 1 Hari 3 Hari

PGA 10%
0,567 0,567 0,594 0,621 0,632 0,649 0,611
(cara basah)
PGA 10%
(cara 1 1 1 1 1 0,484 0,6556
kering)
Surfaktan
1 1 1 1 1 1 1
10%
Surfaktan
10
1 1 1 1 1 0,431 1
% + setil
alkohol 5%

B. Pengolahan data
i. Perhitungan Bobot Jenis

Diketahui :

W1 = 18,5254 gram

W2 = 29,8858 gram

a. PGA 10% (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

W3 = 29,6197 gram W3 = 29,7960 gram

𝑊3−𝑊1 29,6197−18,5254 𝑊3−𝑊1 29,7960 −18,5254


BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8858 −18,5254 =0,9766 BJ= 𝑊2−𝑊1 = =0,9921
29,8858−18,5254

b. Surfaktan d. Surfaktan + setil alkohol

W3 = 29,1970 gram W3 = 29,1693 gram


𝑊3−𝑊1 29,1970 −18,5254 𝑊3−𝑊1 29,1693 −18,5254
BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8858 −18,5254 =0,9394 BJ= 𝑊2−𝑊1 = =0,9369
29,8858 −18,5254

ii. Perhitungan Tinggi sedimentasi


a. PGA 10 % (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

𝐻𝑢 10,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18,6 𝑐𝑚
F10= = 18,5 𝑐𝑚 = 0,567 F10 = = 18,6 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 10,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18,6 𝑐𝑚
F20 = = = 0,567 F20 = = 18,6 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 18,5𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 11 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18,6 𝑐𝑚
F30 = = 18,5𝑐𝑚 = 0,594 F30 = = 18,6 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 11,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18,6 𝑐𝑚
F60 = 𝐻𝑜 = = 0,621 F60 = = 18,6 𝑐𝑚 = 1
18,5𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 11,7 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18,6 𝑐𝑚
F120 = 𝐻𝑜 = = 0,632 F120= 𝐻𝑜 = 18,6 𝑐𝑚 = 1
18,5𝑐𝑚

𝐻𝑢 12 𝑐𝑚 𝐻𝑢 9 𝑐𝑚
F1h = = 18,5𝑐𝑚 = 0,649 F1h = = 18,6 𝑐𝑚 = 0,484
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 11,3 𝑐𝑚 𝐻𝑢 12,2 𝑐𝑚
F3h = = 18,5 𝑐𝑚 = 0,611 F3h = = 18,6 𝑐𝑚 = 0,6556
𝐻𝑜 𝐻𝑜

b. Surfaktan 10% d. Surfaktan 10%+ Setil Alkohol 5%

𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 19 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 17,6 𝑐𝑚 = 1 F10 = 𝐻𝑜 = 19 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 19 𝑐𝑚
F20 = 𝐻𝑜 = 17,6 𝑐𝑚 = 1 F20 = = 19 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 19 𝑐𝑚
F30 = = 17,6 𝑐𝑚 = 1 F30 = = 19 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 19𝑐𝑚
F60 = = 17,6 𝑐𝑚 = 1 F60 = = 19 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 19 𝑐𝑚
F120 = 𝐻𝑜 = 17,6 𝑐𝑚 =1 F120 = 𝐻𝑜 = 19 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 8,2 𝑐𝑚
F1h = = 17,6 𝑐𝑚 = 1 F1h = 𝐻𝑜 = = 0,431
𝐻𝑜 19 𝑐𝑚
𝐻𝑢 17,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 19 𝑐𝑚
F3h = = 17,6 𝑐𝑚 = 1 F3h = = 19 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

7.1.4 Data Pengamatan Dan Perhitungan Kelompok 4


A. Hasil Pengamatan

Organoleptis Tipe
Sediaan BJ
Warna Bau Rasa emulsi
CMC Na 1% Putih Tak Tidak
0,9038 M/A
(cara basah) keruh berbau berasa
CMC Na 1% Putih Tak Tidak
0,9094 M/A
(cara kering) keruh berbau berasa
Tak Tidak
Surfaktan 7,5% Putih 0,9342 M/A
berbau berasa

Surfaktan 7,5% + Tidak


Putih Khas 0,9429 M/A
setil alkohol 5% berasa

Tinggi sedimentasi
Sediaan
10° 20° 30° 60° 120° 1 Hari 3 Hari

CMC Na
1% 0,38 0,33 0,35 0,31 0,31 0,3 0,31
(cara basah)
CMC Na
1%
0,36 0,35 0,35 0,35 0,34 0,34 0,34
(cara
kering)
Surfaktan
1 1 1 1 1 1 1
7,5%
Surfaktan
7,5% + setil 1 1 1 1 1 1 1
alkohol 5%

B. Pengolahan data
i. Perhitungan Bobot Jenis

Diketahui :

W1 = 18,5254 gram

W2 = 29,8858 gram

a. PGA 10% (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

W3 = 28,7931 gram W3 = 28,857 gram

𝑊3−𝑊1 28,7931−18,5254 𝑊3−𝑊1 28,857 −18,5254


BJ = = =0,9638 BJ= = =0,9094
𝑊2−𝑊1 29,8858 −18,5254 𝑊2−𝑊1 29,8858−18,5254

c. Surfaktan d. Surfaktan + setil alkohol

W3 = 29,1348 gram W3 = 29,237 gram

𝑊3−𝑊1 29,1348 −18,5254 𝑊3−𝑊1 29,237 −18,5254


BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8858 −18,5254 =0,9342 BJ= 𝑊2−𝑊1 = 29,8858 −18,5254 =0,9429

ii. Perhitungan Tinggi sedimentasi


a. PGA 10 % (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

𝐻𝑢 5,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,8 𝑐𝑚
F10= = 14,4 𝑐𝑚 = 0,38 F10 = = 16,2 𝑐𝑚 = 0,36
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 4,8 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,7 𝑐𝑚
F20 = = 14,4 𝑐𝑚 = 0,33 F20 = = 16,2 𝑐𝑚 = 0,35
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,7 𝑐𝑚
F30 = = 14,4 𝑐𝑚 = 0,35 F30 = = 16,2 𝑐𝑚 = 0,35
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 4,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,6 𝑐𝑚
F60 = 𝐻𝑜 = 14,4 𝑐𝑚 = 0,31 F60 = = 16,2 𝑐𝑚 = 0,35
𝐻𝑜
𝐻𝑢 4,5 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,5 𝑐𝑚
F120 = 𝐻𝑜 = 14,4 𝑐𝑚 = 0,31 F120= 𝐻𝑜 = 16,2 𝑐𝑚 = 0,34

𝐻𝑢 4,3 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,5 𝑐𝑚
F1h = = 14,4 𝑐𝑚 = 0,3 F1h = = 16,2 𝑐𝑚 = 0,34
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 4,4 𝑐𝑚 𝐻𝑢 5,6 𝑐𝑚
F3h = = 14,4 𝑐𝑚 = 0,31 F3h = = 16,2 𝑐𝑚 = 0,34
𝐻𝑜 𝐻𝑜

b. Surfaktan d. Surfaktan + Setil Alkohol

𝐻𝑢 14 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,8 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 14 𝑐𝑚 = 1 F10 = 𝐻𝑜 = 14,8 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 13 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,4𝑐𝑚
F20 = 𝐻𝑜 = 13 𝑐𝑚 = 1 F20 = = 14,4 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 13,1 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,3 𝑐𝑚
F30 = = 13,1 𝑐𝑚 = 1 F30 = = 14,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 14 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,9 𝑐𝑚
F60 = = 14 𝑐𝑚 = 1 F60 = = 14,9 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

𝐻𝑢 13,4 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,7 𝑐𝑚
F120 = = =1 F120 = = =1
𝐻𝑜 13,4 𝑐𝑚 𝐻𝑜 14,7 𝑐𝑚

𝐻𝑢 13,4 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,3𝑐𝑚
F1h = = 16,5 𝑐𝑚 = 1 F1h = 𝐻𝑜 = 14,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 13,4 𝑐𝑚 𝐻𝑢 14,3 𝑐𝑚
F3h = = 16,5 𝑐𝑚 = 1 F3h = = 14,3 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 𝐻𝑜

7.1.5 Data Pengamatan Dan Perhitungan Kelompok 5


A. Hasil Pengamatan
Organoleptis Tipe
Sediaan BJ
Warna Bau Rasa emulsi
PGA 10% (cara Putih Khas Tidak 0,9074 M/A
basah) Susu Lemah berasa
PGA 10% (cara Putih Khas Tidak 0,9777 M/A
kering) susu Lemah berasa
Putih Khas Tidak 0,9022 M/A
Surfaktan 10%
Susu Lemah berasa
Surfaktan 10 Putih Khas Tidak 0,9322 M/A
% + setil alkohol susu Lemah berasa
5%

Tinggi sedimentasi
Sediaan
10° 20° 30° 60° 120° 1 Hari 3 Hari

PGA 10%
0,62 0,62 0,64 0,66 0,68 0,68 0,68
(cara basah)
PGA 10%
1 1 1 1 0,9696 0,7394 0,5697
(cara kering)
Surfaktan
0,9636 0,9272 0,8969 0,7636 0,6303 0,4909 0,4364
10%
Surfaktan 10
% + setil 1 1 1 1 1 1 1
alkohol 5%

B. Pengolahan Data
i. Perhitungan Bobot Jenis

Diketahui :

W1 = 18,5254 gram

W2 = 29,8854 gram

a. PGA 10% (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

W3 = 28,8337 gram W3 = 29,6329 gram

𝑊3−𝑊1 28,8337−18,5254 𝑊3−𝑊1 29,6329 −18,5254


BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8854 −18,5254 =0,9074 BJ= 𝑊2−𝑊1 = =0,9777
29,8854−18,5254

b. Surfaktan d. Surfaktan + setil alkohol

W3 = 28,7550 gram W3 = 29,1158 gram


𝑊3−𝑊1 28,7550 −18,5254 𝑊3−𝑊1 29,1158 −18,5254
BJ = 𝑊2−𝑊1 = 29,8854 −18,5254 =0,9022 BJ= 𝑊2−𝑊1 = =0,9322
29,8854 −18,5254

ii. Perhitungan Tinggi sedimentasi


a. PGA 10 % (cara basah) b. PGA 10% (cara kering)

𝐻𝑢 9,3 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚
F10 = = = 0,62 F10 = = =1
𝐻𝑜 15 𝑐𝑚 𝐻𝑜 16,5 𝑐𝑚

𝐻𝑢 9,3 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚
F20 = = = 0,62 F20 = = 16,5 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 15 𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 9,7 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚
F30 = = = 0,64 F30 = = 16,5 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜 15 𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 10 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16,5 𝑐𝑚
F60 = 𝐻𝑜 = 15 𝑐𝑚 = 0,66 F60 = = 16,5 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 10,2 𝑐𝑚 𝐻𝑢 16 𝑐𝑚
F120 = 𝐻𝑜 = = 0,68 F120= 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,9696
15 𝑐𝑚

𝐻𝑢 10,2 𝑐𝑚 𝐻𝑢 12,2 𝑐𝑚
F1h = = = 0,68 F1h = = 16,5 𝑐𝑚 = 0,7394
𝐻𝑜 15 𝑐𝑚 𝐻𝑜

𝐻𝑢 10,2 𝑐𝑚 𝐻𝑢 9,4 𝑐𝑚
F3h = = 16,5 𝑐𝑚 = 0,68 F3h = = 16,5 𝑐𝑚 = 0,5697
𝐻𝑜 𝐻𝑜

c. Surfaktan d. Surfaktan + Setil Alkohol

𝐻𝑢 15,9 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,9636 F10 = 𝐻𝑜 = 18 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 15,3 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,9272 F20 = = 18 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 14,8 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,8969 F30 = = 18 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 12,6 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,7636 F60 = = 18 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜

𝐻𝑢 10,4 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,6303 F120 = 𝐻𝑜 = 18 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 8,1 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,4909 F1h = 𝐻𝑜 = 18 𝑐𝑚 = 1

𝐻𝑢 7,2 𝑐𝑚 𝐻𝑢 18 𝑐𝑚
F10 = 𝐻𝑜 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,4364 F3h = = 18 𝑐𝑚 = 1
𝐻𝑜
7.2. Hasil Pengamatan Krim
7.2.1. Hasil Pengamatan Kelompok 1

Organoleptis
Sediaan Homogenitas
Warna Bau
Formula A Homogen Putih Tidak berbau
Formula C Homogen Putih Tidak berbau

7.2.2. Hasil Pengamatan Kelompok 2

Organoleptis
Sediaan Homogenitas
Warna Bau
Formula B Homogen Putih Tidak berbau
Formula D Homogen Putih Tidak berbau

7.2.3. Hasil Pengamatan Kelompok 3

Organoleptis
Sediaan Homogenitas
Warna Bau
Formula A Homogen Putih Tidak berbau
Formula C Homogen Putih Tidak berbau

7.2.4. Hasil Pengamatan Kelompok 4

Organoleptis
Sediaan Homogenitas
Warna Bau
Formula B Homogen Putih Tidak berbau
Formula D Homogen Putih Tidak berbau
7.2.5. Hasil Pengamatan Kelompok 5

Organoleptis
Sediaan Homogenitas
Warna Bau
Formula A Homogen Putih Tidak berbau
Formula C Homogen Putih Tidak berbau

VIII. PEMBAHASAN
8.1 Emulsi
Emulsi adalah system dua fase yang salah satu fase cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak merupakan fase
terdispersi dan air adalah fase pendispersi maka emulsi tersebut merupakan emulsi
tipe M/A. apabila sebaliknya maka tipe emulsi tersebut adalah A/M.
Alasan membuat paraffin cair dalam sediaan emulsi adalah untuk
menghantarkan obat yang tidak larut air agar dapat diabsorbsi oleh tubuh.
Dalam praktikum ini kami membuat emulsi paraffin cair dengan menggunakan
PGA sebagai emulgator dan dilakukan dengan metode kering serta basah, selain itu
praktikan membuat emulsi paraffin cair dengan penambahan surfaktan sintetis
tween 80, span 80 dan setil alkohol 10%.
Tujuan dari pembuatan emulsi dengan berbagai metode dan zat emulgator yang
berbeda adalah untuk melihat emulsi mana yang paling stabil dalam
penyimpanannya.
Selain itu praktikan juga membahas hasil sediaan emulsi kelompok 4 yang
menggunakan CMC-Na sebagai emulgator dan surfaktan tween 80, span 80 serta
cetil alkohol 7,5%.
Tujuan dari membandingkan hasil sediaan emulsi kelompok 4 adalah untuk
melihat jenis emulgator dan kadar emulgator yang paling baik dalam kestabilan
penyimpanannya karena masing-masing emulgator memiliki cara kerja yag berbeda
dalam mendispersikan zat pendispersi.
Paraffin cair memiliki khasiat sebagai laksativ yaitu memperlancar proses
buang air besar bagi penderita konstipasi dengan mekanisme merangsang gerakan
peristaltic usus. Dalam praktikum ini paraffin cair berperan sebagai zat aktif.
Pada sediaan emulsi menggunakan PGA sebagai emulgator, metode pembuatan
dilakukan dengan 2 cara yaitu metode kering dan metode basah. PGA merupakan
koloid hidrofil yang memiliki mekanisme membentuk lapisan multimolekuler di
sekitar globul. Kelebihan PGA yaitu rasa yang baik, penampilan yang bagus dan
stabil pada pH 2-11. Kekurangannya adalah dalam penyimpanan musilago gom
arab akan asam karena adanya aktifitas enzim oksidase.
Pada metode kering, langkah-langkah yang dilakukan adalah, pertama PGA
digerus halus dalam mortir untuk memperkecil ukuran partikel sehingga luas
permukaan kontak akan semakin besar hal ini akan menaikkan kelarutan dari PGA.
Selanjutnya paraffin liquid dicampurkan ke dalam mortir yang sudah berisi PGA,
digerus hingga terbentuk musilago seperti susu. Pengadukan harus dilakukan
dengan kuat agar terbentuk musilago yang homogen dan tidak ada serbuk-serbuk
kasar yang menggumpal. Selanjutnya ditambahkan air 1,5 kali berat PGA yang
dipakai yaitu sejumlah 15mL. Pada saat penambahan air dengan musilago rentan
terjadi pemisahan, oleh sebab itu teknik yang benar dan penggerusan yang cepat
harus dilakukan agar musilago yang terbentuk adalah musilago yang homogen
antara fase air dan fase minyaknya. Air yang dipakai cukup air biasa karena PGA
mudah larut dalam air sehingga tidak dibutuhkan air panas untuk melarutkannya.
Selanjutnya korpus emulsi dimasukan ke dalam air dan ditambahkan air 45mL
lalu diaduk dengan menggunakan stirrer. Pengadukan dilakukan menggunakan
stirrer karena stirrer memiliki kecepatan yang konstan, emulsi yang terbentuk akan
lebih baik. Hasil sediaan emulsi yang dihasilkan cukup baik karena tidak terjadinya
pemisahan fasa dan globul-globul paraffin cair terdispersi dalam ukuran yang
sangat kecil.
Pada metode basah PGA dibuat dalam bentuk korpusnya terlebih dahulu dengan
mencampurkan 15mL air ke dalam PGA dan diaduk hingga terbentuk korpus.
Setelah terbentuk korpus PGA, paraffin cair sedikit demi sedikit ditambahkan ke
dalam mortir. Saat penambahan minyak ke dalam mortir pengadukan harus
dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi pemisahan fase. Namun, pada praktikum
ini musilago yang terbentuk tidak homogeny, paraffin cair dan korpus PGA tetap
terpisah walaupun sudah digerus cepat. Langkah selanjutnya sama dengan langkah
pembuatan emulsi metode kering. Hasil sediaan yang terbentuk mudah sekali
terpisah dan globul-glubul minyak terdispersi dalam ukuran yang cukup besar,
emulsi yang terbentuk tidak bagus.
Pembuatan emulsi dengan cara basah secara teoritis lebih mudah dan akan lebih
menghasilkan emulsi yang lebih baik,namun dalam praktikknya pembuatan emulsi
metode basah lebih sulit karena membutuhkan teknik khusus agar emulsi tidak
pecah. Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam pembuatan emulsi dengan
metode basah adalah paraffin cair dimasukan sekaligus tidak sedikit demi sedikit
hal ini membuat pencampuran fasa yang berbeda menjadi lebih sulit.
Perbedaan dari metode kering dan basah terletak pada cara pencampuran PGA
dengan paraffin liquid serta air untuk PGA. Pada metode kering, PGA dilarutkan
terlebih dahulu dengan paraffin, setelah itu ditambahkan air untuk membentuk
korupus. Namun pada metode basah PGA dilarutkan terlebih dahulu dengan air
untuk membentuk korpus, setelah terbentuk korpus paraffin ditambahkan sedikit
demi sedikit.
Dari hasil sediaan dapat disimpukan bahwa metode kering menghasilkan emulsi
yang lebih baik.
Pembuatan emulsi oleh kelompok 4 menggunakan emulgator koloid hidrofil
CMC Na dengan kadar 1%. Cara pengerjaannya sama saja dengan pengerjaan
menggunakan PGA. Yang membedakan hanya suhu air yang dipakai untuk
menegmbangkan CMC Na. CMC Na menggunakan air panas dalam jumlah 10
kalinya untuk membentuk korpus. Mekanisme erja CMC Na sama dengan PGA
yaitu membentuk lapisan multimolekular yang rigid disekeliling globul, yang
membedakan CMC Na dan PGA adalah sumbernya. PGA bersumber dari bahan
alam golongan polisakarida, sedangkan CMC Na adalah emulgator semi sintetik
polisakarida.
CMC Na memiliki kekentalan yang sangat tinggi sehingga berfungsi juga
sebagai peningkat viskositas.
Dengan membandingkan volume sedimentasi CMC Na metode kering dan
metode basah, CMC Na dengan metode kering memiliki kestabilan yang lebih baik
dibandingkan CMC Na metode basah. Hal yang serupa pada kelompok 4 terjadi
yaitu teknik pencampuran yang kurang baik memicu rendahnya stabilitas sediaan
emulsi metode basah. Dilihat dari data pengamatan kelompk 4 yang menggunakan
CMC Na dan kelompok 5 yang menggunakan PGA dapat disimpulkan bahwa yang
memakai PGA lebih baik kestabilannya. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi PGA
yang digunakan jauh lebih tinggi dari konsentrasi CMC Na, ini menjadikan lapisan
multimolekular yang melapisi globul tidak sebanyak dan sekuat lapisan PGA.
Pembuatan emulsi selanjutnya menggunakan surfaktan yaitu surfaktan tween
80 dan span 80 pada kelompok 5 dengan konsentrasi 10% dan pada kelompok 4
dengan konsentrasi 7,5%.
Mekanisme kerja surfaktan adalah dengan menurunkan tegangan permukaan
serta membuat lapisan monomolekuler disekeliling globul zat terdispersi. Tween
dan span 80 termasuk ke dalam golongan surfaktan nonionic dan sefektif pada pH
3-10. Surfaktan nonionic lebih aman digunakan pada sediaan oral karena tidak akan
melukai mukosa.
Tween 80 memiliki HLB 15 dan span 80 memiliki HLB 4,3 semakin besar nilai
HLB suatu surfaktan maka surfkan tersebut cendrung memiliki sifat hidrofil dan
semakin kecil nilai HLB maka surfktan tersebut cendrung bersifat lipofil. Tujuan
kombinasi dari surfaktan hidrofil dan lipofil adalah agar fase air dapat berikatan
dengan surfkatan hidrofil dan fase minyak dapat berikatan dengan surfakatn lipofil,
hal ini akan menghasilkan emulsi yang stabil.
Dalam metode ini terdapat 2 fase yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak
terdiri dari span 8 dan paraffin cair, fase air terdiri dari tween 80 dan aquadest.
Masing-masing fase dilebur dalam cawan yang berbeda hingga masing-masing fase
mencapai suhu 60-70◦C. Kedua fase diapanaskan hingga suhu 70◦C karena kedua
fase tersebut memiliki titik lebur yang sama yaitu pada suhu 70◦C, sehingga kedua
fase akan mudah untuk dicampurkan dan akah dihasilkan emulsi yang bagus.
Setelah kedua fase telah mencapai suhu 70◦C, kedua fase dimasukan ke dalam
matkan dan dimasukan aquadest panas sisa dari volume total sediaan. Untuk
memperoleh pengadukan yang konstan maka digunakan stirrer, pengadukan
dilakukan hingga emulsi dinilai sudah homogen.
Selanjutnya dilakukan evaluasi-evaluasi sediaan yang telah ditentukan. Dilihat
dari data hasil pengamatan, kestabilan surfaktan dengan konsentrasi 7,5% lebih
baik dari konsentrasi surfaktan 10%. Secara logika, konsentrasi surfaktan yang
lebih besar akan menghasilkan sediaan yang lebih baik namun berdasarkana teori
bahwa penambahan surfaktan berlebihan hingga melebihi konsentrasi micelle kritik
menyebabkan penurunan kelarutan, ini berkaitan dengan zeta potensial . Hal lain
yang menyebabkan perbedaan kualitas sediaan emulsi adalah perbedaan durasi
pengadukan, suhu larutan fase pada saat pencampuran.
Sediaan emulsi dengan konsentrasi surfaktan 7,5% lebih baik karena pada
konsentrasi tersebut terbentuk micel dan tidak terjadinya penurunan kelarutan
karena surfaktan tidak berlebih.
Sebagai tambahan, untuk penggunaan oral sebaiknya surfaktan tidak
ditambahkan berlebih hal ini akan menyebabkan efek samping berupa diare,
terbentuknya busa dan iritasi mukosa. Kadar surfaktan yang boleh ditambahkan ke
dalam sediaan oral sebesar <0,5% w/v.
Dari data hasil pengamatan disimpulkan bahwa sediaan emulsi dengan
konsentrasi surfaktan 7,5% lebih baik dari sediaan surfaktan konsentrasi 10%.
Pada tahap ini praktikan akan membuat emulsi dengan surfaktan tween 80, span
80 10% dan setil alkohol 5%. Kelompok 4 membuat sediaan dengan emulgator
tween 80, span 80 7,5% dan setil alkohol 5%.
Pada metode ini selain memakai surfaktan praktikan juga memakai setil alkohol
sebagai agen peningkat viskositas. Dalam pembuatannya sama dengan pembuatan
emulsi dengan surfaktan, yang berbeda hanya pada setil alkohol yang dimasukan
ke dalam fasa minyak dan dilebur hingga setil akohol menjadi cair.
Langkah selanjutnya sama dengan langkan pembuatan emulsi dengan surfaktan.
Sediaan emulsi yang terbentuk memiliki kestabilan lebih baik dari emulsi-emulsi
sebelumnya. Karena dalam sediaan ini terdapat surfaktan sebagai agen penurun
tegangan permukaan da nada setil alkohol sebagai peninkat viskositas. Semakin
kental suatu sediaan maka sedimentasi akan menurun hal ini berdasarkan hukum
stokes. Berdasarkan data hasil pengamatan sediaan emulsi dari kelompok 5 dan
kelompok 4 menunjukan tidak adanya perubahan kestabilan emulsi sedikitpun.
Tidak terjadi pemisahan fase, creaming, koalesense atau kerusakan emulsi lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa emulsi dengan surfaktan dan setil alkohol merupakan
emulsi yang terbaik kestabilannya.
Evaluasi Sediaan
Organoleptis
Tujuan dari evaluasi organoleptis adalah untuk mengetahui kebenaran zat yang
terkandung berdasarkan sifat organoleptis sediaan dengan prinsip membandingkan
pemerian sediaan dengan pemerian komponen bahan.
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III dikatakan bahwa paraffin cair
memiliki pemerian tidak berwarna, bau lemah dan tidak berasa. Berdasarakan
Farmakope Indonesia edisi III PGA dan CMC Na memiliki warna putih dantidak
berbau. Setil alkohol berwarna putih dan memiliki warna serta bau yang khas dan
tween 80 serta Untuk sediaan kelompok 4 semua sediaan emulsi memenuhi syarat
karena warna sediaan putih,tidak berasa, ini sesuai dengan pemerian zat aktif.
Untuk sediaan dengan emulgator CMC-Na tidak berbau, ini sesuai dengan
pemeiran CMC Na dan untuk sediaan emulsi dengan surfaktan memiliki bau khas.
Bau khas itu sendiri karena tween 80, span 80 dan setil alkohol memiliki bau lemah
yang khas.
Sediaan kelompok 5 untuk sediaan dengan emulgator PGA metode kering
berwarna putih, tidak berasa , bau khas lemah, bau khas lemah disebabkan paraffin
cair. Maka disimpulkan bahwa emulsi PGA metode kering memenuhi evaluasi
organoleptis. Sediaan emulsi dengan PGA metode basah tidak memenuhi evaluasi
karena warna larutan krem, tidak sama dengan warna zat aktif maupun zat
tambahan. Hal ini disebabkan emulsi antara fase air dan minyak tidak terdispersi
dengan baik.
Untuk sediaan surfaktan 10% dan setil alkohol berwarna putih, bau khas, tidak
berasa memenuhi evaluasi organoleptis karena rasa, baud an waran sesaui dengan
pemerian zat aktif dan zat tambahan.
Disimpulkan bahwa semua sediaan emulsi memenuhi evaluasi organoleptis
kecuali emulsi dengan emulgator PGA metode basah.
Bobot Jenis
Tujuan dari evaluasi bobot jenis adalah menjamin sediaan mengandung zat
yang sesuai dari spesifikasi produk yang telah ditetapkan dengan prinsip
membandingkan bobot jenis zat uji dan bobot jenis air pada suhu dan volume yang
sama.
Bobot jenis paraffin adalah 0,870-0,890gr/cm3 dan air memiliki bobot jenis
1gr/cm3, PGA memiliki Bobot jenis 1,35-1,4 gr/cm3, tween 80 memiliki bobot jenis
1,065-1,095 gr/cm3, span 80 memiliki bobot jenis 2,109 gr/cm3 dan setil alkohol
memiliki bobot jenis 0,908 gr/cm3.
Beruturut-turut bobot jenis sediaan kelompok 4 dengan emulgator CMC Na
metode kering dan basah, surfaktan 7,5% dan surfaktan 7,5% + setil alkohol 5%
adalah 0,9038 gr/cm3, 0,9094 gr/cm3, 0,9342 gr/cm3, 0,9429 gr/cm3. Berturut-turut
bobot jenis sediaan kelompok 5 dengan emulgator PGA metode kering dan basah,
surfaktan 10% dan surfaktan 10% + setil alkohol 5% adalah 0,9074 gr/cm3, 0,9777
gr/cm3, 0,9022 gr/cm3, 0,9322 gr/cm3
Semua bobot jenis berkisar ±0,9 gr/cm3 dan tidak sampai lebih dari 1 gr/cm3.
Bobot jenis sediaan-sediaan tersebut memenuhi evaluasi karena paraffin memiliki
bobot jenis 0,89 gr/cm3 serta di dalam sediaan tersebut terdapat zat-zat tambahan
terlarut lainnya yang membuat bobot jenis >0,89 gr/cm3. Nilai bobot jenis pada
kelompk 4 dan 5 paling besar pada emulgator surfaktan hal ini dikarenakan span 80
memiliki bobot jenis yan cukup besar yaitu 2,109 gr/cm3 , bila ada zat yang
memiliki bobot jnis yang bear maka sediaan yang mengandung zat tersebut akan
memiliki bobot jenis yang lebih tinggi, menandakan bahwa benar span 80 terlalut
dalam sediaan tersebut.
Bila bobot jenis tidak >0,89 gr/cm3maka hal ini harus dipertanyakan karena
menandakan bahwa tidak ada za tyang terlarut selain paraffin cair.
Dapat disimpulkan bahwa semua sediaan memenuhi evaluasi bobot jenis.
Volume Sedimentasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah melihat kestabilan emulsi yang dihasilkan,
karena sedimentasi yang terbentuk haru smudah didespersikan kembali. Prinsip
evaluasi ini adalah dengan membandingkan volume sedimentasi akhir dengan
volume awal sebelum terjadinya sedimentasi. Nilai sedimentasi yang baik adalah
1. Volume sedimentasi diiukur pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120, 1 hari, dan 3 hari.
Beruturut-turut volume sediaan kelompok 4 dengan emulgator CMC Na metode
kering pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120, 1 hari, 3 hari adalah adalah 0,36, 0,35,
0,35, 0,35, 0,34, 0,34, 0,34.
Volume sedimentasi CMC Na metode basah pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120,
1 hari, 3 hari adalah 0,38, 0,33, 0,35, 0,31, 0,31, 0,3, 0,31.
Volume sedimentasi surfaktan 7,5% pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120, 1 hari,
3 hari adalah 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1.
Volume sedimentasi surfaktan 7,5% + setil alkohol 5% pada menit ke 10, 20,
30, 60, 120, 1 hari, 3 hari adalah 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1.
Berdasarkan hasil pengamatan volume sedimentasi pada waktu yang ditentukan
dapat disimpulkan bahwa metode kering lebih baik dari metode basah, dan emulsi
dengan surfaktan dan setil alkohol atau tanpa setil alkohol merupakan emulsi yang
paling baik kestabilannya.
Beruturut-turut volume sediaan kelompok 5 dengan emulgator PGA metode
kering pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120, 1 hari, 3 hari adalah 1, 1, 1, 1, 0,9696,
0,7394, 0,5697.
Volume sedimentasi PGA metode basah pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120, 1
hari, 3 hari adalah 0,62,0,62, 0,64, 0,66, 0,68, 0,68, 0,68.
Volume sedimentasi surfaktan 10% pada menit ke 10, 20, 30, 60, 120, 1 hari,
3 hari adalah 0,9636, 0,9272, 0,8969, 0,7636, 0,6303, 0,4909, 0,4364.
Volume sedimentasi surfaktan 10% + setil alkohol 5% pada menit ke 10, 20,
30, 60, 120, 1 hari, 3 hari adalah 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1.
Berdasarkan hasil pengamatan volume sedimentasi dapat disimpulkan bahwa
emulgator PGA dengan metode kering lebih baik dari metode basah karena nilai
volume sedimenatsi PGA kering lebih mendekati 1. Emulsi dengan surfaktan 10%
+ setil alkohol lebih baik dari emulsi yang hanya mengandung surfkatan 10%
karena selain ditambahkan surfaktan untuk menurunkan tegangan, ditambahkan
juga setil alkohol untuk meningkatkan viskositas. Emulsi dengan surfaktan 10% +
setil alkohol 5% merupakan emulsi yang paling stabil karena volume
sedimentasinya 1 yang berarti tidak terjadi perubahan apapun dalam emulsi tersebut
dalam penyimpanannya.
Dengan membandingkan data pengamatan kelompok 4 dan kelompok 5 dapat
disimpulkan bahwa emulgator PGA lebih baik dari CMC Na dalam menjaga
kestabilan emulsi dan metode yang paling baik adalah metode kering karena nilai
volume sedimentasinya lebih mendekati 1.
Emulsi kadar surfaktan 7,5% lebih baik dari kadar surfaktan 10% karena pada
emulsi kadar surfaktan 7,5% tidak terjadi perubahan apapun dalam hal
kestabilannya.
Emulsi kadar surfaktan 7,5% + setil alkohol 5% dan emulsi kadar surfaktan
10%+ setil alkohol 5% merupakan emulsi dengan kestabilan terbaik dalam setiap
kelompok.
Usulan Formulasi Sediaan
Emulsi 1
Paraffin cair 30%
PGA 10%
Vanillin 50mg
Saccharin Na 0,1%
BHT 0,02%
Asam Benzoat 0,1%
Aquadest ad 100mL
Vanillin digunakan sebagai perasa, saccaharin Na sebagai pemanis. Dipilih
saccharin Na karena bila menggunakan sukrosa harus menambahkan
anticaplocking dan saccharin Na jumlah yang dibutuhkan lebih sedikit dari jumlah
sukrosa sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Asam benzoate digunakan
sebagai pengawet. BHT digunakan sebagai antioksidan dan pengawet. BHT dipilih
karena BHT larut dalam paraffin cair, ini mempermudah proses pencampuran zat.
Emulsi 2
Paraffin cair 30%
Tween 80 10%
Span 80 10%
Asam sorbat 0,2%
Sir. Lemon 20%
Sunset yellow q.s
Aquadest ad 100mL

Emulsi 3
Paraffin cair 30%
Tween 80 10%
Span 80 10%
Asam sorbat 0,2%
Sir. Lemon 20%
Setil alkohol 5%
Sunset yellow q.s
Aquadest ad 100mL
Asam sorbat berfungsi sebagai anti pengawet, dipilih asam sorbat karena asam
sorbat umum digunakan dalam sediaan yang menagndung surfaktan nonionic. Sir.
Lemon bergun untuk memperbaiki rasa dari surfaktan dan setil alkohol sehingga
sediaan akan memiliki rasa sedikit asam jeruk lemon di dalamnya. Sunset yellow
sebagai pewarna untuk mendukung dari perasa yang diiberikan.

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Dirjen Pom,
1995:6). Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat
pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan
ini dicuci atau dihilangkan (Lachman, dkk., 2004). Persyaratan Krim Sebagai obat
luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan seperti stabil selama masih
dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas,
stabil pada suhu kamar, semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk
yang dihasilkan menjadi lunak serta homogen, mudah dipakai, umumnya krim tipe
emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit, terdistribusi
secara merata serta obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Lachman, dkk., 2008).
Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan krim mengguanakan zat aktif
yaitu paraffin cair dengan menggunakan berbagai bahan tambahan yaitu emulgid,
asam stearat, trietanolamin(TEA), dan aquadest. Penggunaan emulgator bertujuan
untuk menstabilkan sediaan krim sehingga dapat menghasilkan sediaan krim yang
baik.
Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam praktikum ini adalah
menimbang bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat sediaan krim
formula a dan c. Bahan yang digunakan untuk membuat krim formula a adalah
paraffin cair 30% sebanyak 6,6 gram, emulgid 7,5% sebanyak 1,65 gram, dan
aquadest sampai 20 gram sebanyak 13,75 mL. Sedangkan untuk formula c yaitu
paraffin cair 30% sebanyak 6,6 gram, TEA 2% sebanyak 0,44 gram, asam stearat
7,5% sebanyak 1,65 gram, dan aquadest 4% sebanyak 13,31 mL. Pada sediaan
formula a dibuat sediaan krim dengan emulgatornya adalah emulgid 7,5%
sedangkan pada sediaan formula c menggunakan TEA 2% dan asam stearat 7,5%.
Pada pembuatan sediaan formula a, pertama-tama yang semua bahan
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian disiapkan dua
cawan, cawan 1 dimasukkan paraffin cair dan emulgid. Emulgid berfungsi sebagai
pengemulsi untuk tipe krim minyak dalam air. Mekanisme emulgid sebagai
emulgator yaitu untuk menurunkan tegangan antarmuka dari paraffin cair dengan
membentuk molekul sehingga dapat bercampur dengan aquadest. Paraffin cair
sebagai fase minyak dan berfungsi untuk meningkatkan hidratasi kulit karena
paraffin cair dapat membentuk lapisan waterproof yang dapat menghambat
hilangnya air dari kulit. Lalu pada cawan 2 dimasukkan aquadest. Selanjutnya
kedua cawan dilebur diatas penangas air dilebur sampai mencapai suhu 70°C karena
emulgid yang berbentuk lilin meleleh pada suhu 50°C - 54°C selain itu untuk
menyamakan konsistensi dan semakin tinggi suhu maka tegangan antarmuka
semakin menurun sehingga lebih mudah untuk bercampur. Jika larutan berair tidak
sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi
padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson,
1991). Setelah dipanaskan, kedua isi cawan dicampurkan didalam matkan serta
ditambahkan lagi aquadest yang sebelumnya sudah dipanaskan kemudian di aduk
dengan menggunakan ultra thurax hingga suhunya mencapai suhu kamar dan
sediaan mengental. Fungsi dari pengadukan menggunakan stirrer ultra thurax
adalah untuk mendapatkan krim yang homogen dengan kecepatan yang konstan,
karena apabila pengadukan dilakukan secara manual menggunakan tangan
kecepatan pengadukannya tidak konstan dan dapat menyebabkan krim yang dibuat
tidak homogen. Setelah itu, krim yang telah diaduk dengan stirrer ultra thurax
dimasukkan ke dalam pot krim 20 gram.
Selanjutnya, dibuat sediaan formula c dengan menggunakan pengemulsi TEA
2% dan asam stearat 7,5%. Pertama-tama yang dilakukan yaitu semua bahan
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian disiapkan dua
cawan, cawan 1 dimasukkan paraffin cair dan asam stearat. Karena asam stearat
praktis tidak larut air sehingga dicampurkan dengan paraffin cair yang bersifat
minyak. Asam stearat berfungsi sebagai pengemulsi. Sedangkan pada cawan 2
dimasukkan aquadest dan TEA. Karena TEA larut air sehingga dicampurkan
dengan aquadest TEA juga berfungsi sebagai zat pengemulsi. Setelah itu, kedua
cawan dileburkan diatas penangas air sampai mencapai suhu 70°C untuk
menyamakan konsistensi dan semakin tinggi suhu maka tegangan antarmuka
semakin menurun sehingga lebih mudah untuk bercampur. Jika larutan berair tidak
sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi
padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson,
1991). Setelah dipanaskan, kedua isi cawan dicampurkan didalam matkan serta
ditambahkan lagi aquadest yang sebelumnya sudah dipanaskan. TEA dan Asam
stearat biasanya sering dikombinasikan agar dapat membentuk sabun
(Trietanloamin stearat) yang mudah larut air. Kemudian di aduk dengan
menggunakan stirrer ultra thurax hingga suhunya mencapai suhu kamar dan sediaan
mengental. Fungsi dari pengadukan menggunakan stirrer ultra thurax adalah untuk
mendapatkan krim yang homogen dengan kecepatan yang konstan, karena apabila
pengadukan dilakukan secara manual menggunakan tangan kecepatan
pengadukannya tidak konstan dan dapat menyebabkan krim yang dibuat tidak
homogen. Setelah itu, krim yang telah diaduk dengan stirrer ultra thurax
dimasukkan ke dalam pot krim 20 gram.
Dari hasil pengamatan kelompok 4, pada basis formula b menggunakan zat
aktif paraffin cair 30% sebanyak 6,6 gram dan zat pengemulsi yaitu emulgid 15%
sebanyak 3,3 gram setelah diuji organoleptis menghasilkan warna putih dan tidak
berbau, serta homogenitasnya yaitu homogen. Dengan bahan yang sama dengan
krim formula a hanya konsentrasi emulgid yang lebih tinggi yaitu 15%.
Peningkatan konsentrasi pengemulsi emulgid diharapkan dapat meningkatkan
absorpsi obat kedalam kulit sehingga efek farmakologi dari zat aktif menjadi lebih
baik dan lebih cepat. Selanjutnya pada basis formula d yaitu zat aktif paraffin cair
30% sebanyak 6,6 gram dan zat pengemulsi yaitu TEA 4% sebanyak 0,88 gram dan
asam stearat 15% sebanyak 3,3 gram, setelah diuji organoleptis menghasilkan
warna putih dan tidak berbau, serta homogenitasnya yaitu homogen. Dengan bahan
yang sama dengan krim formula c hanya konsentrasi asam stearat dan TEA yang
lebih tinggi yaitu 15% dan 4% Peningkatan konsentrasi pengemulsi TEA dan asam
stearat diharapkan dapat meningkatkan absorpsi obat kedalam kulit sehingga efek
farmakologi dari zat aktif menjadi lebih baik dan lebih cepat.
Setelah 2 basis dibuat dengan berbagai emulgator, tahap selanjutnya
dilakukan evaluasi sediaan dengan pengujian organoleptis dan homogenitas.
Tujuan dari tahap evaluasi adalah untuk mengetahui apakah sediaan krim yang
dibuat telah memenuhi standar atau tidak.
Evaluasi pertama adalah pengujian organoleptik. Pada basis formula a, krim
memiliki warna putih susu dan tidak berbau. Krim yang berwarna putih berasal dari
warna paraffin cair dan emulgid. Karena pemerian paraffin cair dalam Farmakope
Indonesia tidak berwarna atau transparan, emulgid bewarna putih, cairan lilin dan
tidak berbau sehingga didapat sediaan krim yang berwarna putih dan tidak berbau.
Pada basis formula c, krim ini juga memiliki warna putih susu dan tidak berbau
meskipun berbau juga sangat lemah. Krim yang berwarna putih berasal dari warna
paraffin cair, asam stearat dan TEA. Karena pemerian paraffin cair dalam
Farmakope Indonesia tidak berwarna atau transparan, asam stearat bewarna
putih/kuning pucat, dan TEA berupa cairan kental, tidak berwarna dan berbau
lemah. sehingga didapat sediaan krim yang berwarna putih dan tidak berbau atau
meskipun berbau juga berbau lemah.
Evaluasi yang kedua yaitu pengujian homogenitas. Dilakukan pengujian
homogenitas tujuannya untuk menjamin distribusi bahan aktif yang homogen.
Setiap krim menunjukkan kehomogenitasan yang baik. Dari hasil pengamatan,
sediaan formula a dan c pada pengujian homogenitas hasilnya adalah homogen.
Sehingga menunjukkan bahka krim yang dibuat distribusi bahan aktifnya homogen.
USULAN FORMULA
Formula a Formula c
Paraffin cair 30% Paraffin cair 30%
Emulgid 7,5% TEA 2%
Aquadest ad 20 Asam stearat 7,5%
Aquadest 4%
Usulan formula tersebut sudah sesuai karena menghasilkan sediaan yang
baik, jika untuk pemakaian topikal bisa ditambahkan penambah aroma seperti air
mawar atau minyak dari buah-buahan untuk memberi aroma agar sediaan tambah
menarik dan diterima oleh pengguna dengan baik. Serta penambahan antioksidan
karena asam strearat stabil dengan penambahan antioksidan.

8.2 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Dirjen Pom, 1995:6).
Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat pada
permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini
dicuci atau dihilangkan (Lachman, dkk., 2004). Persyaratan Krim Sebagai obat luar,
krim harus memenuhi beberapa persyaratan seperti stabil selama masih dipakai
untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil
pada suhu kamar, semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang
dihasilkan menjadi lunak serta homogen, mudah dipakai, umumnya krim tipe
emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit, terdistribusi
secara merata serta obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Lachman, dkk., 2008).
Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan krim mengguanakan zat aktif
yaitu paraffin cair dengan menggunakan berbagai bahan tambahan yaitu emulgid,
asam stearat, trietanolamin(TEA), dan aquadest. Penggunaan emulgator bertujuan
untuk menstabilkan sediaan krim sehingga dapat menghasilkan sediaan krim yang
baik.
Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam praktikum ini adalah
menimbang bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat sediaan krim
formula a dan c. Bahan yang digunakan untuk membuat krim formula a adalah
paraffin cair 30% sebanyak 6,6 gram, emulgid 7,5% sebanyak 1,65 gram, dan
aquadest sampai 20 gram sebanyak 13,75 mL. Sedangkan untuk formula c yaitu
paraffin cair 30% sebanyak 6,6 gram, TEA 2% sebanyak 0,44 gram, asam stearat
7,5% sebanyak 1,65 gram, dan aquadest 4% sebanyak 13,31 mL. Pada sediaan
formula a dibuat sediaan krim dengan emulgatornya adalah emulgid 7,5%
sedangkan pada sediaan formula c menggunakan TEA 2% dan asam stearat 7,5%.
Pada pembuatan sediaan formula a, pertama-tama yang semua bahan ditimbang
dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian disiapkan dua cawan, cawan
1 dimasukkan paraffin cair dan emulgid. Emulgid berfungsi sebagai pengemulsi
untuk tipe krim minyak dalam air. Mekanisme emulgid sebagai emulgator yaitu
untuk menurunkan tegangan antarmuka dari paraffin cair dengan membentuk
molekul sehingga dapat bercampur dengan aquadest. Paraffin cair sebagai fase
minyak dan berfungsi untuk meningkatkan hidratasi kulit karena paraffin cair dapat
membentuk lapisan waterproof yang dapat menghambat hilangnya air dari kulit.
Lalu pada cawan 2 dimasukkan aquadest. Selanjutnya kedua cawan dilebur diatas
penangas air dilebur sampai mencapai suhu 70°C karena emulgid yang berbentuk
lilin meleleh pada suhu 50°C - 54°C selain itu untuk menyamakan konsistensi dan
semakin tinggi suhu maka tegangan antarmuka semakin menurun sehingga lebih
mudah untuk bercampur. Jika larutan berair tidak sama temperaturnya dengan
leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan
antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991). Setelah dipanaskan, kedua isi
cawan dicampurkan didalam matkan serta ditambahkan lagi aquadest yang
sebelumnya sudah dipanaskan kemudian di aduk dengan menggunakan ultra thurax
hingga suhunya mencapai suhu kamar dan sediaan mengental. Fungsi dari
pengadukan menggunakan stirrer ultra thurax adalah untuk mendapatkan krim yang
homogen dengan kecepatan yang konstan, karena apabila pengadukan dilakukan
secara manual menggunakan tangan kecepatan pengadukannya tidak konstan dan
dapat menyebabkan krim yang dibuat tidak homogen. Setelah itu, krim yang telah
diaduk dengan stirrer ultra thurax dimasukkan ke dalam pot krim 20 gram.
Selanjutnya, dibuat sediaan formula c dengan menggunakan pengemulsi TEA
2% dan asam stearat 7,5%. Pertama-tama yang dilakukan yaitu semua bahan
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian disiapkan dua
cawan, cawan 1 dimasukkan paraffin cair dan asam stearat. Karena asam stearat
praktis tidak larut air sehingga dicampurkan dengan paraffin cair yang bersifat
minyak. Asam stearat berfungsi sebagai pengemulsi. Sedangkan pada cawan 2
dimasukkan aquadest dan TEA. Karena TEA larut air sehingga dicampurkan
dengan aquadest TEA juga berfungsi sebagai zat pengemulsi. Setelah itu, kedua
cawan dileburkan diatas penangas air sampai mencapai suhu 70°C untuk
menyamakan konsistensi dan semakin tinggi suhu maka tegangan antarmuka
semakin menurun sehingga lebih mudah untuk bercampur. Jika larutan berair tidak
sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi
padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson,
1991). Setelah dipanaskan, kedua isi cawan dicampurkan didalam matkan serta
ditambahkan lagi aquadest yang sebelumnya sudah dipanaskan. TEA dan Asam
stearat biasanya sering dikombinasikan agar dapat membentuk sabun
(Trietanloamin stearat) yang mudah larut air. Kemudian di aduk dengan
menggunakan stirrer ultra thurax hingga suhunya mencapai suhu kamar dan sediaan
mengental. Fungsi dari pengadukan menggunakan stirrer ultra thurax adalah untuk
mendapatkan krim yang homogen dengan kecepatan yang konstan, karena apabila
pengadukan dilakukan secara manual menggunakan tangan kecepatan
pengadukannya tidak konstan dan dapat menyebabkan krim yang dibuat tidak
homogen. Setelah itu, krim yang telah diaduk dengan stirrer ultra thurax
dimasukkan ke dalam pot krim 20 gram.
Dari hasil pengamatan kelompok 4, pada basis formula b menggunakan zat aktif
paraffin cair 30% sebanyak 6,6 gram dan zat pengemulsi yaitu emulgid 15%
sebanyak 3,3 gram setelah diuji organoleptis menghasilkan warna putih dan tidak
berbau, serta homogenitasnya yaitu homogen. Dengan bahan yang sama dengan
krim formula a hanya konsentrasi emulgid yang lebih tinggi yaitu 15%.
Peningkatan konsentrasi pengemulsi emulgid diharapkan dapat meningkatkan
absorpsi obat kedalam kulit sehingga efek farmakologi dari zat aktif menjadi lebih
baik dan lebih cepat. Selanjutnya pada basis formula d yaitu zat aktif paraffin cair
30% sebanyak 6,6 gram dan zat pengemulsi yaitu TEA 4% sebanyak 0,88 gram dan
asam stearat 15% sebanyak 3,3 gram, setelah diuji organoleptis menghasilkan
warna putih dan tidak berbau, serta homogenitasnya yaitu homogen. Dengan bahan
yang sama dengan krim formula c hanya konsentrasi asam stearat dan TEA yang
lebih tinggi yaitu 15% dan 4% Peningkatan konsentrasi pengemulsi TEA dan asam
stearat diharapkan dapat meningkatkan absorpsi obat kedalam kulit sehingga efek
farmakologi dari zat aktif menjadi lebih baik dan lebih cepat.
Setelah 2 basis dibuat dengan berbagai emulgator, tahap selanjutnya dilakukan
evaluasi sediaan dengan pengujian organoleptis dan homogenitas. Tujuan dari
tahap evaluasi adalah untuk mengetahui apakah sediaan krim yang dibuat telah
memenuhi standar atau tidak.
Evaluasi pertama adalah pengujian organoleptik. Pada basis formula a, krim
memiliki warna putih susu dan tidak berbau. Krim yang berwarna putih berasal dari
warna paraffin cair dan emulgid. Karena pemerian paraffin cair dalam Farmakope
Indonesia tidak berwarna atau transparan, emulgid bewarna putih, cairan lilin dan
tidak berbau sehingga didapat sediaan krim yang berwarna putih dan tidak berbau.
Pada basis formula c, krim ini juga memiliki warna putih susu dan tidak berbau
meskipun berbau juga sangat lemah. Krim yang berwarna putih berasal dari warna
paraffin cair, asam stearat dan TEA. Karena pemerian paraffin cair dalam
Farmakope Indonesia tidak berwarna atau transparan, asam stearat bewarna
putih/kuning pucat, dan TEA berupa cairan kental, tidak berwarna dan berbau
lemah. sehingga didapat sediaan krim yang berwarna putih dan tidak berbau atau
meskipun berbau juga berbau lemah.
Evaluasi yang kedua yaitu pengujian homogenitas. Dilakukan pengujian
homogenitas tujuannya untuk menjamin distribusi bahan aktif yang homogen.
Setiap krim menunjukkan kehomogenitasan yang baik. Dari hasil pengamatan,
sediaan formula a dan c pada pengujian homogenitas hasilnya adalah homogen.
Sehingga menunjukkan bahka krim yang dibuat distribusi bahan aktifnya homogen.
USULAN FORMULA
Formula a Formula c
Paraffin cair 30% Paraffin cair 30%
Emulgid 7,5% TEA 2%
Aquadest ad 20 Asam stearat 7,5%
Aquadest 4%
Usulan formula tersebut sudah sesuai karena menghasilkan sediaan yang baik,
jika untuk pemakaian topikal bisa ditambahkan penambah aroma seperti air mawar
atau minyak dari buah-buahan untuk memberi aroma agar sediaan tambah menarik
dan diterima oleh pengguna dengan baik. Serta penambahan antioksidan karena
asam strearat stabil dengan penambahan antioksidan.

IX. KESIMPULAN

Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa:


1. Pada sediaan basis formula a menggunakan zat pengemulsi emulgid dan
pada basis formula c menggunakan zat pengemulsi asam stearat dan TEA,
kedua sediaan tersebut memiliki hasil yang baik, berwarna putih dan
homogen. Pada formula b dan d pun sama, meskipun jumlah zat
pengemulsinya ditingkatkan tapi hasilnya tetap sama, namun diharapkan
efek farmakologinya lebih cepat dan lebih baik karena lebih meningkatkan
absorpsi pada kulit.
2. Dari data hasil evaluasi maka dapat disimpulkan bahwa semua sediaan dari
kelompok 4 dan 5 memenuhi evaluasi organoleptis kecuali sediaan dengan
emulgator PGA menggunakan metode basah, Semua sediaan memenuhi
evaluasi bobot jenis. Emulgator PGA lebih baik dari emulgator CMC Na
dan metode kering lebih baik dari metode basah untuk mendapatkan emulsi
yag stabil dalam penyimpanan. Emulsi dengan surfaktan 7% lebih baik dari
konsentrasi surfaktan 10%, dan emulsi yan terbaik adalah emulsi dengan
komposisi surfaktan 7%/10% dan setil alkohol 5%.
DAFTAR PUSTAKA

Anief. (2000). Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Depkes RI
Lachman. L, dkk.(1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III.UI Press,
Jakarta.
Lachman, dkk.(2008). Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Munson, J. W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern.Surabaya: UNAIR
Rowe, R. C., et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition.
London: The Pharmaceutical Press.
Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai