Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

FISIKA EKSPERIMEN
BIDANG: MATERIAL

JUDUL EKSPERIMEN

SINTESIS SENYAWA PEROVSKIT Ba1-xSrxTiO3 (x = 0; 0,03) MELALUI


SINTERING DAN KARAKTERISASI STRUKTUR DAN
DIELEKTRISITAS

OLEH
NAMA/NIM : SELVIANA ARIFIKA/100322405246
OFF : N-H
KELOMPOK :7
HARI/TANGGAL : 22 FEBRUARI 2013
PEMBIMBING : Dr. MARKUS DIANTORO, M.Si

PROGRAM STUDI FISIKA


JURUSAN FISIKA FMIPA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2013
SINTESIS SENYAWA PEROVSKIT Ba1-xSrxTiO3 (x = 0; 0,03) MELALUI
SINTERING DAN KARAKTERISASI STRUKTUR DAN
DIELEKTRISITAS

I. TUJUAN PENELITIAN
A. Mempelajari sintesis senyawa perovskit Ba1-xSrxTiO3 (x = 0; 0,03)
B. Mengetahui parameter kisi BaTiO3 dan Ba0,97Sr0,03TiO3 dengan software
PCW
C. Mempelajari karakteristik dari bahan eksperimen pada XRD dan XRF
D. Mengetahui perbedaan senyawa BaTiO3 dengan senyawa hasil doping yakni
Ba1-xSrxTiO3 (x = 0; 0,03)
E. Membandingkan karakterisasi bahan pada eksperimen dengan karakterisasi
bahan pada dasar teori
F. Membandingkan besarnya konstanta dielektrik BaTiO3 sebelum dan
sesudah didopping dengan Sr.

II. DASAR TEORI


A. Barium Titanat (BaTiO3)
Barium titanat adalah oksida dari barium dan titanium dengan rumus
kimia BaTiO3. Barium titanat merupakan bahan ferroelektrik yang
mempunyai struktur kristal perovskit yang mengacu pada struktur kristal
kalsium titanat (CaTiO3). Dalam struktur kalsium titanat, terdapat beberapa
kation besar yang dapat membentuk struktur close pack bersamaan dengan
oksigen. Ion-ion kalsium dan oksigen secara bersama membentuk bangunan
cubic close packing dengan ion Ti4+ yang kecil menempati posisi interstitial
oktahedron. Termasuk dalam struktur ini, BaTiO3, SrTiO3, CaZrO3, SrSnO3.
Dalam struktur ini dimungkinkan untuk mensubtitusi sebagian dari kation-
kationnya, seperti dalam (BaSr)TiO3, Pb(MnNb)O3. Dalam satu kristal
perovskit barium titanat, terdapat satu atom barium, satu atom titanium, dan
tiga atom oksigen.
Gambar 1. Struktur kristal perovskit dari Barium Titanat (BaTiO3)
Keramik BaTiO3 mempunyai nilai konstanta dielektrik yang sangat
besar pada temperatur ruang, tetapi juga mempunyai nilai dielectric loss
yang besar pula. Untuk menambah nilai dilektrik BaTiO3 melalui dua cara
yaitu dengan pemberian doping tertentu dan mengontrol ukuran butiran
melalui proses sintering karena ukuran butiran berpengaruh terhadap
permitivitas barium titanat. Semakin kecil ukuran butiran barium titanat
(ukuran sampai 1µm) semakin tinggi permitivitas barium titanat.
Pemberian bahan doping tertentu pada struktur kristal perovskit
tetragonal barium titanat akan mempengaruhi sifat fisik yang ditimbulkan
oleh perovskit, hal ini dikarenakan ion titan pada struktur barium titanat
mengalami sedikit pergeseran searah sumbu c, membentuk struktur
tetragonal. Pemberian bahan doping ini dapat mengubah suhu Curie (Tc),
permitivitas relatif Er, resistansi R, dan lainnya, dikarenakan ukuran ion
maupun elektron donor yang ditimbulkannya.
B. Perubahan Struktur Kristal dari Barium Titanat (BaTiO3)
Barium titanat mempunyai 5 struktur kristal yang berbeda yaitu
hexagonal, kubik, tetragonal, orthorhombik, dan rhombohedral. Struktur
kristal hexagonal dan struktur kristal kubik dari barium titanat mempunyai
sifat paraelektrik, sedangkan pada struktur kristal tetragonal, orthorhombik,
dan rhombohedral dari barium titanat mempunyai sifat sebagai material
ferroelektrik.
Gambar 2. Perubahan struktur kristal dari Barium Titanat
Pada temperatur di atas 1460oC, barium titanat mempunyai struktur
kristal hexagonal. Pada saat terjadi pendinginan pada suhu 1460oC, terjadi
perubahan struktur kristal dari hexagonal menjadi kubik. Keadaan yang
sangat penting terjadi pada temperatur 120oC, karena pada temperatur ini
barium titanat bertransformasi secara spontan dari paraelektrik menjadi
ferroelektrik. Struktur kubik akan terpolarisasi sehingga kisi kristal akan
berubah sekitar 1% dan akibatnya struktur kristal berubah menjadi
tetragonal. Pada keadaan ini, atom titanium akan bergeser ke atas sebesar
0,006 nm, sehingga bagian atas akan bermuatan positif dan bagian bawah
akan bermuatan negatif. Akibatnya, struktur kristal barium titanat akan
berubah dari kubik menjadi tetragonal. Hal ini sangat penting untuk dapat
menjelaskan proses dielektrik material.
Sifat dielektrik dari single crystal barium titanat pertama kali diteliti oleh
Merz. Pada struktur kristal kubik hanya ada satu konstanta dielekrik,
sedangkan pada struktur kristal tetragonal terdapat dua yaitu κa dan κc.
Kedua konstanta ini dapat diukur pada satu kristal tunggal. Pada struktur
kristal orthorhombik dan rhombohedral sangat sulit menjelaskan konstanta
dielektriknya. Pada gambar menunjukkan konstanta dielektrik terhadap
fungsi dari temperatur. Pada gambar ini, hanya harga konstanta dielektrik
pada struktur kristal tetragonal yang mempunyai arti yang jelas. Harga
konstanta dielektrik mencapai harga yang terbesar pada saat temperatur pada
barium titanat terletak pada titik temperatur curie. Pada saat temperatur
120oC konstanta dielektrik dari barium titanat mempunyai harga sebesar
10000. Seperti dijelaskan sebelumnya, pada temperatur ini, barium titanat
terjadi polarisasi spontan dari paraelektrik menjadi ferroelektrik. Kristal
barium titanat menjadi metastabil sehingga terjadi perubahan fasa antara
kubik menjadi tetragonal. Akibatnya harga dari konstanta dielektrik dari
barium titanat mempunyai harga yang tinggi.

Gambar 3. Konstanta dielektrik dari Barium Titanat (BaTiO3) terhadap


fungsi temperatur
Barium titanat mempunyai keuntungan yaitu temperatur curie (Tc) yang
mendekati temperatur kamar dibandingkan material ferroelektrik lainnya.
C. Bahan Ferroelektrik
Beberapa material yang mempunyai simetri kristal rendah, diketahui
bermuatan listrik apabila dipanaskan, disebut pieroelektrik. Karena
simetrinya rendah letak pusat gravitasi muatan positif dan negatif di sel
satuan terpisah hingga terbentuk momen dipol permanen. Selain itu,
pengarahan dipol individu menghasilkan momen dipol menyeluruh yang
tidak sama dengan nol untuk kristal tersebut.
Material ferroelektrik adalah material yang tetap mempertahankan
polarisasi bersih meskipun medan ditiadakan dan hal ini dapat dijelaskan
dengan mengacu pengarahan residual dari dipol permanen. Ferroelektrik
termasuk golongan yang sama dengan pieroelektrik, pada material
ferroelektrik arah polarisasi spontan dapat diputar balik oleh medan listrik
sedangkan hal ini tidak mungkin untuk pieroelektrik.
Sama seperti ferromagnetik, ferroelektrik begantung pada temperatur
dan lenyap di atas temperatur yang ekivalen dengan temperatur curie.
Ferroelektrisitas BaTiO3 lenyap pada 120º ketika terjadi perubahan struktur
material.
D. Bahan Dielektrik
Pengelompokan bahan dapat dilihat dari struktur, sifat mekanik, sifat
kimia, dan sifat kelistrikan. Bahan dielektrik merupakan salah satu
pengelompokan bahan menurut sifat kelistrikannya. Pada dasarnya
klasifikasi bahan menurut pengelompokan ada dua kelompok yaitu
penghantar listrik (konduktor) dan isolator (dielektrik). Penghantar adalah
zat yang memiliki muatan bebas dalam jumlah yang besar, pembawa muatan
ini sebagian adalah elektron yang bergerak bebas di seluruh bahan
penghantar. Pembawa muatan ini memberikan tanggapan terhadap medan
listrik luar (E), dan pembawa muatan tersebut akan terus bergerak selama
dalam pengaruh medan listrik. Pembawa muatan bebas ini akan membawa
arus listrik jika bahan pengantar tersebut diberi medan listrik (E).
Di lain pihak, dielektrik adalah kebalikan dari konduktor listrik dimana
dalam bahan dielektrik semua partikel bermuatannya terikat kuat pada
molekul penyusunnya atau dengan kata lain tidak mempunyai muatan bebas.
Kedudukan partikel bermuatan tersebut dapat bergeser sedikit akibat adanya
suatu medan listrik, namun tetap di sekitar molekulnya, hal ini terjadi pada
dielektrik ideal yaitu bahan dielektrik yang dalam pengaruh medan listrik
luar daya hantarnya adalah nol.
1. Polarisasi Medium Dielektrik

Polarisasi ( P ) didefinisikan sebagai momen dipol per unit volume.
Pengaruh medan listrik pada medium ini menyebabkan pergeseran
muatan, dimana distribusi muatan negatif yang terikat pada inti begeser
ke dalam satu arah yang berlawanan dengan medan listrik.
Pada padatan ionik yang berada pada medan listrik, ikatan antar ion
mengalami deformasi elastis dan bergantung pada arah medan, jarak
antara anion-kation mengecil atau membesar. Polarisasi molekuler
terjadi dalam material molekuler, beberapa diantaranya mengandung
dipol alami. Material seperti ini dissebut polar dan pengaruh medan pada
material ini akan mengubah polarisasi dengan perpindahan atom dan
dengan demikian terjadi perubahan momen dipol atau molekul secara
keseluruhan mengalami rotasi sehingga searah dengan medan yang
diterapkan. Apabila medan dihilangkan maka dipol tersebut tetap terarah
dan terjadi polarisasi permanen. Dipol permanen dijumpai pada molekul
seperti H2O.
Dalam kasus lain, dipol (p) yang disebabkan oleh masing –masing
atom atau molekul dinyatakan oleh perkalian muatan yang tergeser dan
pemisahan efektif muatan positif dan negatif di dalam dipol atomik.
Sedangkan total dari momen dipol didefinisikan oleh persamaan berikut
P  qn rn ...................................................................
 
(1.1)
dimana r n adalah vektor posisi dari muatan qn.
Sedangkan medan listrik pada titik r dari momen dipol p diberikan
ke dalam persamaan
  3( p..r)r  r 2 p
E(r ) 
4 0 r 5
.................................................. (1.2)


Jika definisikan E0 adalah medan listrik luar yang dikenakan pada

bahan dan E1 adalah depolarisasi medan, maka total medan listrik dapat
diberikan ke dalam persamaan
E  E0  E1 .....................................................................
  
(1.3)
Hubungan antara suseptibilitas dielektrik (χ) dengan polarisasi
seperti persamaan di bawah ini
P   0 E .....................................................................
 
(1.4)

dimana P adalah polarisasi, ε0 adalah permitivitas dielektrik, χ adalah

suseptibilitas dielektrik, dan E adalah total medan.
2. Konstanta Dielektrik
Konstanta dielektrik dapat dipakai untuk menyatakan kekuatan
bahan dielektrik dalam menyimpan muatan listrik. Komponen ini sangat
penting dalam elektronika atau listrik karena mempunyai sifat-sifat:
a. Dapat menyimpan muatan listrik
b. Dapat menahan arus searah
c. Dapat melewatkan arus bolak balik
Pada dua buah bahan yang terpisahkan oleh ruang hampa, kemudian
diberi beda potensial (V), maka pada rangkaian tersebut tidak akan ada
arus listrik yang mengalir, namun sejumlah muatan akan tersimpan pada
rangkaian tersebut. Besarnya muatan yang tersimpan dalam rangkaian
ini disebut dengan kapasitas kapasitor (C), dan hubungannya dengan
beda potensial dinyatakan dalam persamaan berikut ini
Q = CV........................................................................ (2.1)
dimana V menyatakan beda potensial antara dua penghantar dan Q
adalah besarnya muatan yang tersimpan pada kapasitor.
Satuan kapasitas kapasitor adalah Coloumb/Volt atau Farad, jadi
kapasitansi dari suatu kapasitor adalah kemampuan dari kapasitor
tersebut untuk menyimpan muatan pada plat-platnya. Kapasitansi suatu
kapasitor bergantung pada:
a. Bahan dielektrik yang digunakan
b. Luas dari plat-plat
c. Jarak antara plat-plat
Pada kapasitor yang berisi ruang hampa nilai kapasitas kapasitor
dinyatakan dalam persamaan

C  0
A
……………………………………………… (2.2)
l
dimana A adalah luas masing-masing plat penghantar dan l menyatakan
jarak antar kedua plat. Tetapan ε0 menyatakan permitivitas ruang hampa
yang nilainya 8,85x10-12 F/m.
Ketika suatu bahan dielektrik disisipkan menggantikan ruang hampa
di antara dua plat penghantar, menyebabkan terjadinya mekanisme
polarisasi dalam bahan dielektrik yang berdampak pada bertambah
besarnya muatan listrik yang tersimpan dalam kapasitor. Sumbangan
dipol-dipol listrik akibat mekanisme polarisasi dan jumlah muatan yang
tersimpan dalam kapasitor diwakili oleh besaran yang merupakan watak
atau perilaku bahan dielektrik.
Setelah bahan dielektrik disisipkan diantara plat pada kapasitor,
kapasitas kapasitor dinyatakan dengan

C 
A
………………………….………….…………. (2.3)
l
kapasitansi C dielektrik adalah
C   r  0  ….…………………………..……………
A
(2.4)
l
atau
   r  0 .……………………….……………….……… (2.5)

C   r C0 ………………………..……………..………... (2.6)
C   e C0 ………………….….....……….……….…… (2.7)
konstanta dielektrik dipakai untuk menyatakan kekuatan bahan dielektrik
untuk menyimpan muatan listrik.
E. Pengaruh Doping Sr terhadap Senyawa Ba1-xSrxTiO
Doping adalah substitusi atau menggantikan yang artinya ada yang
diganti dan yang menggantikan. Pada doping Sr senyawa Ba1-xSrxTiO3, ion
Sr2+ menggantikan Ba2+. Pendopingan Sr pada Ba1-xSrxTiO kemungkinan
dapat menaikkan konstanta dielektrik. Hal ini disebabkan karena jari-jari Sr
yang lebih kecil dari pada jari-jari Ba sehingga mengakibatkan volume
kristal akan menjadi lebih kecil sehingga jarak inti terhadap elektron
semakin dekat mengakibatkan elektron akan terikat semakin kuat dan tidak
mudah terlepas sehingga nilai konstanta dielekriknya akan semakin naik.

F. Metode Solid State


Proses pembuatan senyawa Ba1-xSrxTiO3 dapat dilakukan dengan metode
solid state, yaitu langkah pertama yang harus dilakukan adalah menimbang
bahan-bahan yang akan digunakan, lalu digerus dalam mortar yang
permukaannya licin, agar serbuk bahan penyusun tidak menempel pada
mortar. Penggerusan ini dilakukan agar memperoleh campuran yang halus
dan homogen. Setelah itu bahan dikalsinasi, bahan hasil kalsinasi kemudian
digerus ulang. Penggerusan kedua ini bertujuan untuk mendapatkan
campuran yang lebih halus dan homogen lagi. Kemudian bahan-bahan
tersebut dipres menjadi pelet. Setelah itu, pelet tersebut disintering pada
waktu dan suhu yang tepat. Jika waktu dan suhu sintering yang digunakan
tepat, maka akan dapat meningkatkan jumlah fasa yang telah terbentuk pada
proses kalsinasi.
G. Karakterisasi Kristalografi dengan X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi XRD bertujuan untuk menentukan sistem kristal (kubus,
tetragonal, ortorombik, rombohedral, heksagonal, monoklin, triklin)
menentukan simetri kristal, menentukan kualitas Kristal (single crystal,
polycristal, amorphous), menentukan cacat kristal (twinning, dislokasi),
identifikasi campuran (misal pada alloy), mencari parameter kristal
(parameter kisi, jarak antar atom, jumlah atom per unit sel), dan analisis
kimia. Suatu kristal dapat didifraksikan dengan sinar-X karena orde panjang
gelombang sinar-X hampir sama dengan jarak antar atom pada kristal.
Hubungan antara sudut difraksi dan konstanta kisi bergantung dengan sistem
kristal suatu material. Untuk struktur kristal kubus (a=b=c, α = = = 90º)
memenuhi persamaan di bawah ini yaitu (Cullity dan Stock, 2001)
  2d sin ………………….….....……….……….…….… (G.1)
1 h2  k2  l 2
 ………………….….....……….……….… (G.2)
d2 a2
Metode analitik merupakan salah satu metode untuk menganalisis sistem
kristal, indeks pola difraksi (hkl) dan menentukan parameter kisi suatu
material. Pengindeksian dengan metode analitik meliputi pengerjaan
aritmatik nilai sin2 yang dicobakan dalam beberapa hubungan persamaan.
Kunci dari pengindeksian pola difraksi suatu sistem, terutama untuk sistem
kubik adalah perbandingan dari sin2 dari setiap puncak. Pola difraksi dari
sistem kubik memenuhi persamaan berikut ini
sin 2  sin 2  2
 
h2  k2  l 2

s
 2 ………………….….....……
4a
(G.3)

dimana nilai perbandingan s merujuk pada penjumlahan dari indeks Miller


dari bidang pantulan (hkl), dengan penjumlahan s = (h2 + k2 + l2) selalu
2
bilangan bulat dan A sebuah konstanta untuk setiap pola.
4a 2
Perbandingan dari nilai sin2 pada sistem kristal kubik mengikuti bilangan
1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, ... dan seterusnya (tergantung tipe kisi Bravaisnya).
Prosedur pengindeksian sistem kristal kubik digambarkan dengan tabulasi
langsung yang memberikan nilai (sin2 ), (sin2 /faktor pembaginya) dan
sudut (2 ) dari setiap puncak. Sedangkan untuk struktur kristal tetragonal
(a=b≠c, α= = =90º) memenuhi persamaan berikut
1 h2  k2 l 2
  2 ……………………………………… (G.4)
d2 a2 c
Untuk mencari parameter kisi a ditunjukkan pada persamaan di bawah

 
ini
sin2   A h 2  k 2 ……………………………………… (G.5)

2
Dimana A  2
dan nilai yang mungkin untuk nilai dari (h2+k2) adalah 1,
4a
2, 4, 5, 8, ... dan seterusnya.

III. PROSEDUR EKSPERIMEN


A. Alat Dan Bahan
Alat Bahan
1. Neraca digital 1. BaCO3
2. Mortar dan pestel 2. SrCO3
3. Alat cetak/dies 3. TiO2
4. Alat penekan hidrolik
5. Tungku listrik
6. DC capacitance
7. XRF Pan Analytical
8. XRD Pan Analytical
B. Prosedur Eksperimen
1. Desain Bahan
Membuat persamaan reaksi untuk membuat Ba1-xSrxTiO3 dengan
a. x = 0 atau BaTiO3
b. x = 0,03 atau Ba0,97Sr0,03TiO3
dari bahan awal yang disediakan, menghitung masing – masing bahan
dasar untuk membuat senyawa hasil reaksi sebesar 1,2 gram kemudian
menimbang bahan dasar tersebut.
a. BaTiO3 dengan x = 0
Bahan dasar yang digunakan adalah BaCO3, SrCO3 dan TiO2.
1) Berat Atom relatif (Ar)
Ba = 137,33; C = 12; Ti = 47,88; O = 16
2) Berat Massa Relatif (Mr)
BaCO3 = 137,33 + 12 + (3 x 16) = 197,33
TiO2 = 47,88 + (2 x 16) = 79,88
CO2 = 12 + (2 x 16) = 44
BaTiO3 = 137,33 + 47,88 + (3 x 16) = 233,21
3) Persamaan kesetaraan reaksi
BaCO3 + TiO2  BaTiO3 + CO2
Mol: 1 1 1 1
4) Melalui perbandingan mol yang dari hasil kesetaraan reaksi
didapatkan perbandingan mol untuk massa 1,2 gram BaTiO3
yakni perbandingan mol x Mr bahan x mol BaTiO3

BaCO3  1  197,33  1,0154gram


1,2
233,21
TiO2  1  79,88   0,4110gram
1,2
233,21
CO2  1  44   0,2264gram
1,2
233,21
Jadi, komposisi sampel adalah
Massa BaCO3 = 1,0154 gram
Massa TiO2 = 0,4110 gram +
= 1,4264 gram
Massa CO2 = 0,2264 gram -
Massa total = 1,2 gram
b. Ba1-xSrxTiO3 dengan x = 0,03
Bahan dasar yang digunakan adalah BaCO3, SrCO3 dan TiO2.
1) Berat Atom relatif (Ar)
Ba = 137,33; C = 12; Sr = 87,6; Ti = 47,88; O = 16
2) Berat Massa Relatif (Mr)
BaCO3 = 137,33 + 12 + (3 x 16) = 197,33
SrCO3 = 87,6 + 12 + (3 x 16) = 147,6
TiO2 = 47,88 + (2 x 16) = 79,88
CO2 = 12 + (2 x 16) = 44
Ba0.97Sr0.03TiO3 = (0,97 x 137,33) + (0,03 x 87,6) + 48 + (3 x 16)
= 231,72
3) Persamaan kesetaraan reaksi
0,97BaCO3 + 0,03SrCO3+TiO2  Ba0,97Sr0,03TiO3 + CO2
Mol : 0,97 0,03 1 1 1
4) Melalui perbandingan mol yang dari hasil kesetaraan reaksi
didapatkan perbandingan mol untuk massa 1,2 gram
Ba0,97Sr0,03TiO3 yakni perbandingan mol x Mr bahan x mol
Ba0,97Sr0,03TiO3

BaCO3  0,97 197,33  0,9953gram


1,2
231,72
SrCO3  0,03147,6   0,0230gram
1,2
231,72
TiO2  1 79,88  0,4152gram
1,2
231,72
CO2  1 44  0,2288gram
1,2
231,72
Jadi, komposisi sampel adalah
Massa BaCO3 = 0,9953 gram
Massa SrCO3 = 0,0230 gram
Massa TiO2 = 0,4152 gram +
= 1,4335 gram
Massa CO2 = 0,2288 gram -
Massa total = 1,2048 gram
2. Pencampuran dan penghalusan
Menuangkan masing – masing bahan dalam mortar dan menggerus
sampai homogen dan halus. Bahan dasar yang telah ditimbang kemudian
dicampur dan dihaluskan. Penghalusan bahan dasar ini dilakukan
dengan menggerus. Pada proses ini, bahan harus tercampur rata dan
halus agar di dapatkan hasil yang baik. Penghalusan dilakukan minimal
10 jam.
3. Pembentukan pelet
Bahan yang sudah tercampur dan halus dicetak dalam bentuk pelet.
Pencetakan bahan dilakukan dengan memasukkan bahan tersebut dalam
tabung yang kemudian ditekan (dipress) dengan tekanan tinggi
kemudian menimbang sampel ini.
4. Sintering
Pil atau sampel pelet tersebut dimasukkan dalam cawan alumina atau
cawan keramik. Kemudian dimasukkan dalam tungku listrik. Program
sintering sebagai berikut yaitu memanaskan dari temperatur ruang
sampai 1000oC dengan laju kira-kira 6 sampai 10oC per menit.
Tercapailah temperatur 1000oC tersebut pada 6 jam. Menahan pada
1000oC selama sekitar 9 jam. Kemudian menurunkan sampai temperatur
ruang. Pada saat sampel sudah dingin kemudian dikeluarkan dari tungku.
C. Prosedur Pengambilan Data
Pengujian XRD digunakan untuk mengetahui informasi struktur yang
ada dalam bahan. Data yang dapat diambil dari XRD ini adalah intensitas
dan sudut (2θ) dari bahan yang telah dikenai perlakuan XRD. Pengukuran
intensitas dari sampel bahan yang telah dikenai perlakuan XRD dapat
diketahui berbagai macam komponen pada bahan yakni diantaranya faktor
polarisasi, faktor keserberagaman (multiplicity), faktor Lorentz, faktor
absorbs, dan faktor suhu.
Pengujian XRF dilakukan untuk mengetahui informasi kandungan
bahan.
Pengujian konstanta dielektrik dimaksudkan untuk mengetahui besarnya
konstanta diektrik bahan tersebut.
Prosedur pengukurannya adalah sebagai berikut:
1. Menyusun peralatan
2. Menyisipkan secara penuh sampel kemudian mengukur kapasitansi
kapasitor dengan cara membaca langsung pada kapasitansi meter sebagai
C

D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang pengaruh doping SrCO3 terhadap BaTiO3 mengenai
parameter dan dielektrisitasnya. Adapun langkah-langkah analisis data
adalah sebagai berikut:
1. Mencari database BaTiO3
a. Membuka icsd.ill.eu

b. Kemudian klik Login or use the Demo, akan muncul window seperti
di bawah ini

c. Mengisi kolom Elements (diisi Ba Ti O) dan Element Count (diisi 3)


d. Kemudian klik Search, lalu memilih salah satu database

e. Setelah memilih salah satu database, akan muncul window untuk


login. Klik Demo  OK

f. Kemudian akan muncul detail database yang telah dipilih tadi


g. Setelah itu, mengganti pilihan CIF dengan PowderCell. Kemudian
Klik Export

h. Secara otomatis file database akan terdownload

2. Mengubah BaTiO3.rd menjadi BaTiO3.raw


a. Membuka PowDLL Converter
b. Memilih File(s) to Convert  Philips PC RD

c. Memilih Output file details  DiffracPlus RAW

d. Memilih file dengan cara klik Select File(s)  memilih BaTiO3.rd


 Open
e. Klik Do That Convert Thang!!  OK

f. Klik Exit dan file sudah diconvert menjadi BaTiO3.raw


g. Mengulangi langkah 1 s.d. 6 untuk Ba0,97Sr0,03TiO3
3. Membandingkan bahan eksperimen (Ba0,97Sr0,03TiO3) dengan bahan
yang belum didoping dengan x = 0 yakni dengan BaTiO3 mengenai
parameter kisi dan sistem kristalnya
a. Membuka software PCW23
b. Klik File  Load

c. Memilih database BaTiO3 yang sudah didownload tadi

d. Muncul kotak dialog


e. Klik Diffraction  Load powder pattern

f. Memilih file yang sudah diconvert tadi  Open

g. Kotak dialog menjadi seperti di bawah ini


h. Melakukan refinement: klik Refinement  Start

i. Setelah direfinement
j. Hasil refinement

4. Menjelaskan dan membandingkan kandungan bahan yang disintesis


5. Mencari konstanta dielektrik dari data pengukuran kapasitansi
6. Membandingkan konstanta dielektrik bahan sebelum didoping yakni
BaTiO3 dengan yang sudah didoping yakni Ba0,97Sr0,03TiO3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil XRD
a. Data Eksperimen

Gambar 4. Grafik XRD Ba0,97Sr0,03TiO3


b. Data Model Perbandingan

Gambar 5. Grafik XRD BaTiO3


2. Hasil XRF
a. Data Eksperimen

Tabel 1. Kandungan Ba0,97Sr0,03TiO3


b. Data Model Perbandingan

Tabel 2. Kandungan BaTiO3


3. Hasil XRD menggunakan PCW
a. Data BaTiO3
Sebelum refienement

Setelah refinement

Hasil refinement
hkl List
b. Data Ba0,97Sr0,03TiO3

Sebelum refinement

Setelah refinement
Hasil refinement
hkl List

4. Hasil Dielektrisitas
a. Massa sebelum disintering = 1,2202 gram
b. Massa sesudah disintering = 0,9979 gram
c. Kapasitansi (C) = 3,5 nF
d. Diameter (D) = 15 mm
e. Jari – jari (r) = 7,5 mm
f. Tebal (d) = 3,5 mm
g. Konstanta dielektrik (κ)
o A
Co 

  
C

8,85  1012 r 2
d
Co 
Co

3,5  103 3,5 10 9




8,8510  7,5 10 
12 3 2 446,6 1015
  7836,99
3,5  103
Co

Co  446,6  1015 C 2 /Nm2


B. Pembahasan
Massa bahan sebelum dilakukan proses sintering adalah 1,2202 gram
dan setelah dilakukan proses sintering massanya menjadi 0,9979 gram.
Pengurangan massa yang terjadi dari sebelum ke sesudah di sintering ini
disebabkan karena saat disinterring terjadi reaksi pelepasan gas CO2
sehingga mengakibatkan massanya menurun.
1. Analisis XRD
a. Hasil XRD yang didapat kemudian dianalisis di dalam Cell Ref guna
mengetahui besar sudut tiap puncak yang dihasilkan.

GGambar 6. Grafik 2θ Sinteis Bahan Ba0,97Sr0,03TiO3


Posisi puncak yang ditunjukkan oleh grafik menggambarkan
tempat atom – atom berada yang direpresentasikan dengan sudut 2θ.
Untuk mendapatkan parameter kisi dari hasil XRD maka digunakan
Hukum Bragg untuk menganalisisnya. Berdasar dari sumber pustaka
seperti pada jurnal dan International Centre for Diffraction Data
(ICDD) telah diketahui system kristal BaTiO3 yakni berbentuk
tetragonal dan Ba0,97Sr0,03TiO3 berbentuk kubik.. Informasi ini
mempermudah untuk dapat menganalisi parameter kisi baik pada
kristal BaTiO3 maupun yang telah didoping dengan SrCO3 yakni
Ba0,97Sr0,3TiO3.
Berdasar sudut 2θ untuk Ba0,97Sr0,03TiO3 didapatkan data
sin2θ / n.sin2θ /
n (hkl) 2θ θ sin2θ h2+k2+l2
sin2θmin sin2θmin
1 [100] 22.193 11.0965 0.990 1.000 1.000 1
2 [011] 22.2 11.1 0.989 0.999 1.999 2
3 [020] 31.488 15.744 0.001 0.001 0.004 4
4 [111] 31.593 15.7965 0.008 0.008 0.032 3
5 [002] 31.71 15.855 0.021 0.022 0.108 3
6 [120] 38.861 19.4305 0.301 0.304 1.826 5
7 [102] 39.046 19.523 0.389 0.393 2.751 5
8 [200] 45.277 22.6385 0.364 0.367 2.939 4
9 [022] 45.294 22.647 0.372 0.376 3.381 8
10 [031] 50.849 25.4245 0.083 0.084 0.836 10
11 [211] 50.983 25.4915 0.123 0.125 1.370 6
12 [122] 50.995 25.4975 0.127 0.129 1.543 9
13 [013] 51.148 25.574 0.182 0.184 2.395 10
14 [131] 56.132 28.066 0.043 0.043 0.605 11
15 [220] 56.191 28.0955 0.032 0.032 0.479 8
16 [202] 56.33 28.165 0.012 0.012 0.192 8
17 [113] 56.411 28.2055 0.005 0.005 0.081 11
18 [040] 65.733 32.8665 0.986 0.996 17.923 16
19 [222] 65.974 32.987 1.000 1.010 19.195 12
B
20 [004] 66.241 33.1205 0.982 0.992 19.846 16
21i [140] 70.311 35.1555 0.317 0.320 6.724 17
22d [231] 70.425 35.2125 0.371 0.375 8.247 14
23a [300] 70.532 35.266 0.423 0.428 9.838 9
24 [033] 70.56 35.28 0.437 0.442 10.602 18
n
25 [213] 70.671 35.3355 0.493 0.498 12.441 14
26g [104] 70.803 35.4015 0.558 0.564 14.669 17
27 [042] 74.828 37.414 0.079 0.080 2.158 20
28H [311] 74.981 37.4905 0.043 0.043 1.213 11
29 [133] 75.005 37.5025 0.038 0.039 1.118 19
K
30 [024] 75.188 37.594 0.011 0.011 0.334 20
31L [142] 79.185 39.5925 0.899 0.909 28.170 21
32 [320] 79.279 39.6395 0.870 0.878 28.110 13
33y [302] 79.397 39.6985 0.827 0.836 27.580 13
34 [124] 79.539 39.7695 0.770 0.778 26.465 21
a
35 [240] 83.415 41.7075 0.581 0.587 20.545 20
36n [204] 83.882 41.941 0.794 0.803 28.895 20
37g [051] 87.572 43.786 0.038 0.038 1.422 26
38 [322] 87.894 43.947 0.001 0.001 0.048 17
39 [233] 87.909 43.9545 0.001 0.001 0.030 22
m
40 [015] 88.269 44.1345 0.023 0.023 0.929 26
u
Bidang HKL yang mungkin terbentuk adalah
h2 + k2+ l2 hkl
1 (100)
2 (011)
3 (111)
4 (020), (002), (200)
5 (120), (102)
6 (211)
8 (022), (220), (202)
9 (300), (122)
10 (031), (013)
11 (131), (113), (311)
12 (222)
13 (320), (302)
14 (231), (213)
16 (040), (004)
17 (140), (104), (322)
18 (033)
19 (133)
20 (042), (024), (240), (204)
21 (142), (124)
22 (233)
26 (051), (015)
Berdasarkan data di atas Ba0,97Sr0,03TiO3 tidak memiliki kondisi
refleksi artinya bahwa Ba0,97Sr0,03TiO3 berkisi Primitif karena tidak
memiliki syarat batas atau kondisi refleksi.
Berikut merupakan data BaTiO3 sebagai dimana sistem
kristalnya adalah tetragonal beserta bidang hkl
sin2θ / n.sin2θ /
n (hkl) 2θ θ sin2θ h2+k2+l2
sin2θmin sin2θmin
1 [011] 22.1 11.05 0.997 1.000 1.000 2
2 [100] 22.262 11.131 0.982 0.985 1.969 1
3 [002] 31.395 15.6975 0.000 0.000 0.000 4
4 [020] 31.514 15.757 0.002 0.002 0.010 4
5 [111] 31.571 15.7855 0.006 0.006 0.030 3
6 [102] 38.825 19.4125 0.285 0.286 1.714 5
7 [120] 38.925 19.4625 0.331 0.332 2.323 5
8 [022] 45.081 22.5405 0.273 0.273 2.187 8
9 [200] 45.425 22.7125 0.436 0.437 3.937 4
10 [013] 50.674 25.337 0.041 0.041 0.413 10
11 [122] 50.834 25.417 0.079 0.079 0.868 9
12 [031] 50.836 25.418 0.079 0.079 0.953 10
13 [211] 51.07 25.535 0.153 0.154 1.998 6
14 [113] 56 28 0.073 0.074 1.031 11
15 [131] 56.151 28.0755 0.039 0.039 0.587 11
16 [202] 56.258 28.129 0.021 0.021 0.337 8
17 [220] 56.333 28.1665 0.012 0.012 0.197 8
18 [004] 65.519 32.7595 0.949 0.952 17.137 16
19 [040] 65.793 32.8965 0.992 0.995 18.902 16
20 [222] 65.923 32.9615 0.999 1.002 20.047 12
21 [104] 70.132 35.066 0.237 0.238 4.992 17
22 [033] 70.199 35.0995 0.266 0.267 5.871 18
23 [213] 70.392 35.196 0.355 0.356 8.194 14
24 [140] 70.397 35.1985 0.358 0.359 8.607 17
25 [231] 70.525 35.2625 0.420 0.421 10.529 14
26 [300] 70.782 35.391 0.548 0.550 14.291 9
27 [024] 74.52 37.26 0.181 0.181 4.894 20
28 [133] 74.68 37.34 0.124 0.124 3.469 19
29 [042] 74.714 37.357 0.113 0.113 3.273 20
30 [311] 75.186 37.593 0.011 0.011 0.338 11
31 [124] 78.909 39.4545 0.966 0.969 30.045 21
32 [142] 79.1 39.55 0.924 0.926 29.642 21
33 [302] 79.47 39.735 0.799 0.801 26.440 13
34 [320] 79.533 39.7665 0.773 0.775 26.360 13
Setelah membandingkan data di atas didapatkan satu kesimpulan
analisis bahwa sistem kristal Ba0,97Sr0,03TiO3 sama dengan BaTiO3
berkisi primitif.
Analisis kedua adalah merefinement parameter setelah bahan di
doping dengan catatan memakai BaTiO3 sebagai model
perbandingan.
Parameter Kisi BaTiO3
1) Sebelum refinement  a = 3,9901; c = 5,6942
2) Setelah refinement  a = 3,9901; c = 5,6942
Parameter Kisi Ba0,97Sr0,03TiO3
1) Sebelum refinement  a = 3,9855; c = 5,6903
2) Setelah refinement  a = 4,0024; c = 5,6391
Terjadi perubahan parameter kisi antara sebelum dan setelah
didoping. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena terdapat
unsur-unsur lain yang ikut terbentuk pada proses pemanasan. Unsur
lain yang ikut terbentuk ini mengindikasikan bahwa kristal yang
terbentuk bersifat non-monofase (Atmono dkk, 2006).
Saat membandingkan BaTiO3 data standart yang diperoleh dari
database dengan data eksperimen, tampak bahwa pola difraksi dari
keduanya mirip atau hampir sama. Ada salah satu puncak yang telah
ditandai pada hasil eksperimen yang menunjukan sedikit perbedaan.
Hal ini dapat dianggap spike karena setelah dizoom tidak tampak ada
kenaikan bertahap seperti pada puncak-puncak yang lain sehingga
data yang seperti ini dapat dibuang. Kemiripan dari fitting ini
menunjukan nilai hkl dari puncak-puncak BaTiO3 hasil eksperimen
sama dengan nilai hkl dari BaTiO3 database. Karena dari keduanya
tidak nampak pergeseran puncak atau perbedaan posisi βθ
puncaknya, struktur BaTiO3 berbentuk tetragonal karena a=b tapi
tidak sama dengan c dengan sudut α= = =90o.
Perbedaan ketinggian puncak menandakan intensitas atau
perbedaan kerapatan atom-atom dalam kristal. Hal ini tidak
mempengaruhi struktur kristal.
2. Analisis XRF
Hasil eksperimen bahan Ba0,97Sr0,03TiO3 dibandingkan dengan model
bahan sebelum didoping menunjukkan bahwa terdapat kandungan jenis
bahan yang sama kecuali terhadap pendopingnya (Sr) tidak terdapat
dalam BaTiO3. Kandungan bahan Ba0,97Sr0,03TiO3 menunjukkan bahwa
selain kandungan Ba =77,8%, Sr = 2,2%, dan Ti = 19% itu sendiri
terdapat kandungan bahan lain seperti P = 0,2%, Ca = 0,13%, Fe =
0,095%, Ni = 0,01%, Cu = 0,049%, Ga = 0,074%, Yb = 0,21%, dan Os
= 0,31% menunjukkan bahwa bahan yang disintesis mengandung
impuritas yang berasal lingkungan sekitar.
Dari data XRF yang diperoleh tampak bahwa ada bahan-bahan lain
yang tidak seharusnya ada disana. Adanya unsur lain itu dapat terjadi
dari beberapa sebab diantaraya alat yang digunakan kurang steril karena
tidak diampelas sehingga pada saat eksperimen terjadi interaksi antar
unsur-unsur pada bahan dengan unsur-unsur utama yang membentuk
bahan baik BaTiO3 maupun Ba0,97Sr0,03TiO3, pada saat menggerus terjadi
interaksi antara bahan dengan udara disekitanya, termasuk
ketidakmurnian dari bahan sendiri pembuat.
Massa sebelum disintering dengan massa setelah disintering juga
berkurang. Hal ini disebabkan pada saat sebelum press menjadi pil bahan
banyak yang menempel pada mortar. Massa bahan setelah dibentuk
menjadi sebuah pil atau massa bahan sebelum proses sintering adalah
1,2202 gram. Setelah bahan disintering massanya berubah menjadi
0,9979 gram. Terjadi pengurangan massa sebesar 0,2223 gram.
Berkurangnya massa disebabkan adanya unsur-unsur yang pada saat
bahan disintering pada suhu tinggi tertentu maka unsur-unsur yang ada
di dalam bahan tersebut sebagian akan menguap. Karena titik lebur dari
setiap unsur itu berbeda, pada suhu sintering unsur akan menguap.
3. Analisis Dielektrisitas
Setelah dilakukan pengukuran konstanta dielektrik memakai
kapasitansi meter, diperoleh bahwa kapasitansinya sebesar 3,5 nF (C =
3,5 nF), jari – jari bahan sebesar 7,5 mm, dan tebal 3,5 mm. Sedangkan
untuk data model diperoleh bahwa kapasitansinya 22 pF. Berikut
perhitungan kapasitansi
C = 3,5 nF = 3,5 x 10-9 F
r = 7,5 mm = 7,5 x 10-3 m
d = 15 mm = 15 x 10-3 m
A = Luas lingkaran = πr2
= π (7,5 x 10-3)2
= 1,76 x 10-4 m2
A
C   
 ; dengan  o  8,85  1012 C/Nm2
  
Cd

o
3,5  10 15  103
d A
9
 2,98  107
1,76  104 
8,85  1012
5,25  1011
   33672,3
1,76  104
  2,98  107 F/m
Setelah melalui analisis dielektrisitas bahan Ba0,97Sr0,03TiO3, maka
didapatkan konstanta dielektrik bahan yakni sebesar   33672,3 .
Pemberian doping berarti proses penambahan atom baru pada kristal
yang sudah tersusun oleh atom – atom penyusun kristal sebelumnya.
Berdasar referensi dari jurnal – jurnal material Sr2+ termasuk ion soft
doping yang berarti ion ini dapat menghasilkan material ferroelektrik
lebih soften yaitu koefisien elastik lebih tinggi, sifat medan koersif yang
lebih rendah, faktor kualitas mekanik yang lebih rendah dan kualitas
listrik yang lebih rendah. Terbukti untuk faktor kualitas listrik yang lebih
rendah, berikut merupakan perbandingan kapasitansi bahan yang
dieksperimenkan dengan data bahan eksperimen tanpa doping karena
konstanta dielektrik bahan sebanding dengan kapasitansi bahan

( 
C
) yakni
Co
Ba0,97Sr0,03TiO3 = 3,5 nF
BaTiO3 = 22 pF
Semakin besar kapasitansi bahan maka muatan listrik yang dihasilkan

akan semakin besar pula ( C 


Q
)
V

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil eksperimen di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut
A. Pengaruh pendopingan pada BaTiO3 mempengaruhi perubahan parameter
kisi dan besar dielektrisitas bahan
B. Struktur bahan sebelum didoping BaTiO3 dan setelah didoping yakni
Ba0,97Sr0,03TiO3 memiliki perbedaan struktur kristalnya. BaTiO3 memiliki
struktur kristal tetragonal dan Ba0,97Sr0,03TiO3 struktur kristalnya kubik
C. Struktur kristal BaTiO3 dan Ba0,97Sr0,03TiO3 terbukti berkisi sama yakni
primitif
D. Kandungan bahan setelah disintering baik pada model pembanding atau
bahan sebelum didoping yakni BaTiO3 dan setelah didoping Ba0,97Sr0,03TiO3
masih mengandung impuritas dengan kandungan yang cukup tinggi
E. Terbukti bahwa Barium Stronsium Titanat (BST) bersifat ferroelektrik
karena memiliki konstanta dielektrik yang tinggi yakni 3,5 nF dan termasuk
soft doping
F. Saran
1. Perlunya dalam mensterilkan alat dengan alkohol berkadar lebih tinggi
2. Ruangan tertutup dengan suhu kamar normal (tidak lembab)
3. Referensi data pembanding baik database (ICSD) atau data model
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arit, G & Sasko, P. Domain Configuration and Equilibrium of Domains in
BaTiO3 Ceramics. Jurnal Appl. Phys 51(9). Germany : Institut Für
Wekstoffe der Electrotechnick
C. Sinclair, Derek. dkk. 1999. Structure and Electrical Properties of Oxygen-
Deficient Hexagonal BaTiO 3. Journal of Materials Chemistry 9,
1327-1331. Australia : University of Wollongong
Diantoro, Markus. 2013. Petunjuk Eksperimen Fisika, Sintesis Senyawa
Perovskit Ba 1-xSr xTiO3 (x = 0,0; 0,03) Melalui Sintering dan
Karakterisasi Struktur dan Dielektrisitas. Malang : Universitas
Negeri Malang
Hahn, Th. 2005. International Tables For Chrystallography Volume A : Space
Group Symmetry. Springer
Irzaman, A. Arif, H. Safutra, dan M. Romzie. 2009. Studi Konduktivitas Listrik,
Kurva I-V, dan Celah Energi Fotodioda Berbasis Film Tipis
Semikonduktor (BST) yang Didadah Galium (BSGT) Menggunakan
Metode Chemical Solution Deposition (CSD). Jurnal Aplikasi Fisika
Volume 5 Nomor 1. Bogor : Departemen Fisika FMIPA IPB
Mitchell, Dr. Sharon & Remirez, Prof. Javier Perez. Presentation of Surface
Science and Methods in Catalysis. Switzerland : Institute for
Chemical and Bioengineering
Noor jawad ridha,dkk.Effect of Substitution on Structure and Thermal
Diffusivity of Ba1-xSrxTiO3 Ceramic. American J. of Engineering
and Applied Sciences 2 (4): 661-664, 2009
Parno. 2006. Modul Pendamping I Mata Kuliah Fisika Zat Padat Bab I
Struktur Kristal. Malang : Universitas Negeri Malang
Parno. 2000. Diktat Kristalografi. Malang : Universitas Negeri Malang Tim.
2012. International Centre for Diffraction Data . Malang :
Universitas Negeri Malang
Wikipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/Barium_titanate
Wikipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/Ferroelectric

Anda mungkin juga menyukai