Anda di halaman 1dari 4

Dapus :

Nasution, Azizah. 2015. Farmakokinetika Klinis. Medan : USU Press.

Martha benista, Jerzy z.Nowak., 2014, Paracetamol: mechanism of action, applications And safety
concern, Department of pharmacology, chair of pharmacology and clinical pharmacology At the medical
university Poland, Vol. 71 No. 1 p.11-23.

Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik: Reseptor- reseptor Obat dan
Farmakodinamik.Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp. 23-4
Shargel, L. Wu-Pong, S. dan Yu, A. B. C. 2012. Biofarmasetika dan FarmakokinetikaTerapan.
Edisi Kelima. Penerjemah: Fasich dan Suprapti, B. Judul buku asli:Applied
Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Pusat Penerbitan danPercetakan Universitas
Airlangga. Surabaya.

Penjelasan infus

Dosis muatan (DL) atau dosis bolus awal dari suatu obat digunakan untuk mempercepat
tercapainya konsentrasi tunak. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar tunak dalam darah
bergantung pada waktu paruh obat dan tidak tergantung kepada dosis atau kecepatan pemberian
infus. Semakin panjang waktu paruh obat, maka semakin lama waktu yang diperlukan agar
dicapai steady state. Dengan demikian, obat yang mempunyai waktu paruh panjang tidak praktis
apabila hanya diberikan secara infus kecepatan konstan saja, karena membutuhkan waktu yang
lama sampai diperoleh efek pengobatan. (Azizah nasution, 2015)
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak
dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 %
diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama;
sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi
metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.(Lusiana
Darsono 2002)
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan parasetamol infus menurut
UK Medicines information pharmacist, 2010 yaitu risiko terjadi infeksi (nosokomial) atau nyeri dan
peradangan lokal di tempat injeksi, potensi overdosis jika diberikan bersamaan dengan obat oral dan
adanya efek samping gangguan fungsi hati (hepatotoksik). Efek samping hepatotoksik, umumnya
disebabkan karena penggunaan melebihi dosis maksimal harian (4 gram pada dewasa >50 kg berat
badan). Dosis toksik paracetamol terjadi jika kadar di dalam plasma mencapai 150 mg/L atau kurang
lebih sekitar 7,5-10 gram paracetamol dalam sekali pemberian, sedangkan dosis minimum untuk efek
analgesia dan antipiretik adalah 10-20 mg/L. Infus paracetamol dengan dosis 15 mg/kg berat badan akan
menghasilkan konsentrasi 7 mg/L dalam 5 menit di dalam plasma dan untuk infus paracetamol 1 gram
akan menghasilkan konsentrasi 14,4 mg/L dalam 20 menit di dalam plasma(Martha et al, 2014, Saxena,

Pembahasan prosedur

Setelah dilakukan pengukuran kadar pada menit ke 5,10,15,30,45, dan 60 menit dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis, didapatkan nilai absorbansi sebesar 0.653, 0.516;
0.463, 0.435, 0.837, dan 0.298. Kemudian untuk mengetahui kadar dari sampel yang diuji,
dihitung menggunakan persamaan kurva kalibrasi parasetamol. Kadar sampel yang didapatkan
pada menit ke-5 sebesar 184.74 ppm; pada menit ke-10 sebesar 146.7092ppm; pada menit ke-15
sebesar 132.7278 ppm; pada menit ke-30 sebesar 125,8701ppm; pada menit ke-45 sebesar
113,0709;dan pada menit ke 60 sebesar 88,2736.

Selanjutnya, dilakukan perhitungan kadar secara teoritis dengan menggunakan rumus Cp


𝐷𝐿 𝑅
= x e-kt + (1 – e-kt) yang merupakan rumus perhitungan kadar infus tiap waktu yang
𝑉𝑑 𝑉𝑑.𝐾
diberikan dosis bolus iv sebesar DL. Didapatkan kadar pada menit ke-5 sebesar 228,5 ug/ml;
pada menit ke-10 sebesar 254,2 ug/ml; pada menit ke-15 sebesar 277,5 ug/ml; pada menit ke-30
sebesar 335,2 ug/ml; dan pada menit ke-45 sebesar 377,8 ug/ml. Kemudian, pada menit ke 45
infus dihentikan sehingga pada menit ke-60 rumus perhitungan kadar yang digunakan adalah
rumus Cp = Co e-kt dan nilai yang dihasilkan sebesar 88,2736 ppm. Profil konsentrasi obat di
dalam plasma setelah infus dihentikan adalah sama dengan profil konsentrasi obat setelah
diberikan secara intravena (Azizah nasution,2015)
Berdasarkan hasil perhitungan kadar dengan kurva kalibrasi didapatkan kadar tiap waktu
terjadi penurunan, sedangkan bila dibandingkan dengan perhitungan kadar Cp teoritis dengan
rumus kadar tiap waktu terjadi peningkatan. PEMBAHASAN KURVA INFUS

Selain perhitungan kadar, dilakukan perhitungan parameter-paremeter farmakokinetik.


Parameter pertama adalah konsentrasi awal cuplikan obat (Co) dengan rumus Cp= -Kt + Co,
pada perhitungan teorits didapatkan Co sebesar 228,6ppm dan Co praktikum sebesar 184,84
ppm. Parameter ke dua adalah konstanta eliminasi dengan rumus K= Cl/Vd dan didapatkan nilai
sebesar 0,02 menit. Konstanta kecepatan eliminasi merupakan salah satu parameter metabolisme
dan eliminasi obat. (Azizah nasution,2015)

Parameter ke tiga adalah waktu paruh (T1/2) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
mengubah jumlah obat di dalam tubuh menjadi seperdua selama eliminasi (Katzung,2001),
dengan rumus T1/2= 0,693/k dan diapatkan nilai sebesar 34,65 menit.
Parameter ke empat adalah klirens yang berarti volume darah yang dibersihkan dari
kanungan obat persatuan waktu (Neal,2006). Pada praktikum keran diatur dengan kecepatan
10ml/menit, nilai ini sesuai dengan perhitungan teoritis dengan rumus Cl= K x Vd yang
menghasilkan nilai 10ml/menit. Parameter selanjutnya diketahui dosis awal sebesar 200ppm,
volume distribusi sebesar 500ml, dan kecepatan pemberian infus (R) sebesar 5 mg/menit.

Parameter berikutnya adalah kadar steady state (Css) yaitu kosentrasi tunak pada plasma
dengan rumus Css= R/Cl dan diapatkan niai sebesar 500ppm, Steady state (SS) atau kondisi
tunak adalah suatu keadaan yang mana tidak terjadi perubahan jumlah atau konsentrasi obat di
dalam tubuh dengan bertambahnya waktu.
Parameter terakhir adalah dosis muatan (loading dose), pada praktikum dosis muatan
yang digunakan sebesar 200 ppm. Sedangkan, loading dose yang dibutukan agar kadar steady
state segera didapatkan yaitu DL= Css x Vd sebesar 250ppm. Sehingga, butuh waktu agar 99%
kadar steady state diraih yaitu sebesar 6.65 waktu paruh (Shargel,2012)
Kesimpulan

1. Definisi infus
2. Perbandingan kurva
3. Kadar per satuan waktu yang didapatkan berdasarkan pengukuran spektro uv-vis pada
menit ke-5 sebesar 184.74 ppm; pada menit ke-10 sebesar 146.7092ppm; pada menit ke-
15 sebesar 132.7278 ppm; pada menit ke-30 sebesar 125,8701ppm; pada menit ke-45
sebesar 113,0709;dan pada menit ke 60 sebesar 88,2736.
4. Kadar per satuan waktu secara teotitis dengan mencari Cp, kadar pada menit ke-5
sebesar 228,5 ug/ml; pada menit ke-10 sebesar 254,2 ug/ml; pada menit ke-15 sebesar
277,5 ug/ml; pada menit ke-30 sebesar 335,2 ug/ml; dan pada menit ke-45 sebesar 377,8
ug/ml, lalu pada menit ke-60 nilai yang dihasilkan sebesar 88,2736 ppm.

5. Parameter farmakokinetik Co yang didapat pada praktikum ini sebesar 228.6 sedangkan
teoritis sebesar 184.84, waktu paruh 34,65 menit, Css sebesar 500ppm, Loading dose
yang diberikan sebesar 200ppm sedangkan pada teori loading dose yang diperlukan agar
Css segera didapat sebesar 250ppm.

6. Pada praktikum parameter yang digunakan yaitu laju eliminasi sebesar 0.02menit, waktu
paruh 34,65 menit, klirens 10ml/menit, volume ditribusi sebesar 500ml, dan kecepatan
infus (R) sebesar 5mg/menit.

Anda mungkin juga menyukai