Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum dalam pengertiannya sebagai kaidah-kaidah yang berlaku tidaklah
lahir begitu saja akan tetapi memerlukan suatu proses pembentukkan hukum,
hukum itu adalah suatu produk politik yang berasal dari kristalisasi kehendak-
kehendak politik yang saling berinteraksi serta bersaing. Karena hukum
berasal dari suatu proses polotik didalamnya maka demi menjaga kerangka
cita hukum (rechtside) perlu adanya suatu acuan yakni Politik
Hukum.Pengertian politik hukum sebagai ilmu studi (ilmu politik hukum)
adalah studi tentang kebijakan hukum dan latar belakang poltik dan
lingkungan yang nantinya mempengaruhi lahirnya hukum itu sendiri.
Kebijaksanaan disini tentang menentukan bagian aspek-aspek mana yang
diperlukan dalam pembentukan hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana permulaan politik hukum di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan politik hukum di Indonesia?
3. Bagaiamana manfaat politik hukum?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Permulaaan Politik Hukum


Politik hukum di Indonesia dimulai pada saat diproklamirkannya
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh sang
proklamator Ir. Soekarano dan Muh. Hatta.
Sebagai suatu bangsa yang telah merdeka, pemerintah orde lama
menitik beratkan strategi pembangunan di bidang politik, Nuansa represi
begitu kental mewarnai dunia perpolitikan pada masa itu, gerakan-gerakan
yang bersifat masif segera bertindak untuk mencegah ketidakstabilan
negara. Supremasi hukum diabaikan sekalipun sesungguhnya aspek tersebut
telah tercantum dengan tegas di dalam tiga konstitusi yang dibuat, namun
hukum seolah olah tidak menjadi landasan yang berarti sebagaimana
layaknya suatu negara hukum.1
Di masa orde baru, strategi pemerintah berubah ke strategi
pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya strategi ini oleh pemerintah diyakini
dapat memperbaiki kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa
sebagaimana suatu negara yang berada dalam tahap tumbuh kembang.
Dengan pertimbangan bahwa strategi pembngunan yang bercorak pro-pasar
dan mensyaratkan peran kalangan swasta serta tidak mengabaikan peranan
modal asing sebagai bentuk pembangunan beroiri kapitalis, dikeluarkanlah
berbagai peraturan perundang-undangan yang sangat bernuansa state
centered guna mendukung strategi tersbut hal ini dapat dilihat misalnya
dalam UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pertambangan, UU No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman Modal Asing
(PMA), dan UU No. 5 Tahun 1967 tentang kehutanan.
Beberapa produk perundang-undangan tersebut mengindikasikan
bahwa peranan pemerintah begitu besar dalam kepemilikakn kekayaan
negara dan hanya memikirkan bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat

1
Abdul Manan, Dinamika Politik Hukum Di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2018, hlm. 35

1
meningkat tanpa memedulikan hak-hak warga negara sebagaimana yang
telah diamanatkan oleh konstitusi. Dengan alasan menjaga kestabilan
pembangunan, maka segala bentuk represivitas pun dilakukan. Akibat dari
orientasi pembangunan yang demikiian, diatambah peranan aparat yang
bertindak sebagai “pengawal pembangunan” menjadikan kebijakan negara
mengerucut pada satu orang. Tanpa disadari negara hukum sebagaimana
yang dicita-citakan semula beralih ke negara otoritarian. Supremasi hukum
yang seharusnya berada dalam dalam derajat yang tertinggi sebagaimana
suatu ciri negara hukum, kembali hanya sebagai hukum yang mati (words
on paper) yang hanya tertulis di dalam konstitusi dan peraturan substansif
lainnya.2
B. Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia
1. Masa Orde Lama
Pada masa Orde Lama kondisi politik hukum dapat dibagi kepada
dua periode, yaitu periode 1945-1959 dan periode 1960-1966
a. Periode 1945-1959
Tahun 1945, pada saat sejak negara Republik Indonesia
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 babak baru tatanan
hidup bangsa dan negara Republik Indonesia dimulai. Sebagai
sebuah negara yang baru di bentuk, maka landasan pertama dan
utama yang diletakkan adalah dasar negara, konstitusi negara, dan
pemimpin negara. Pada sidang PPKI pada tanggal 18 Aagustus
1945 ditetapkanlah konstitusi negara Republik Indonesia yaitu
UUD 1945 yang dalam pembukaannya menyebutkan dasar negara
Indonesia yaitu Pancasila. Dalam sidang ini pulalah soekarno
ditetapkan sebagai Presiden Republik indonesia.
Pada masa yang dipimpin oleh Presiden Soekarno ini
memang dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang dibangun
memiliki niat yang sangat tinggi yang dapat menggabungkan
kemajemukan bangsa ini seperti Pancasila yang di dalamnya

2
Ibid, hlm. 36

2
melambangkan berbagai kekuatan yang terikat menjadi satu
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Serta merumuskan suatu
Undang-Undang Dasar 1945 yang dipakai sebagai kaidah pokok
dalam perundang-undangan di Indonesia dan dalam pembukaannya
yang mencerminkan secara tegas sikap bangsa Indonesia baik di
dalam pembukaannya yang mencerminkan secara tegas sikap
bangsa Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada periode ini, konfigurasi politik Indoseia adalah
konfigurasi politik demokratis yang dicirikan dengan demokrasi
liberal. Pada awalnya, sistem pemerintahan di Indonesia adalah
sistem presidensial kemudian dengan terbitnya Maklumat
Pemerintah No. X tanggal 16 Oktober 1945, terjadi perubahan
signifikan yaitu dari sistem pemerintahan presidensial ke sistem
pemerintahan parlementer. Kondisi Indonesia pada masa ini
ditandai dengan dominsi partai-partai politik yang menyebabkan
lemahnya eksekutif sehingga pemerintah senantiasa jatuh bangun
dan keadaan politik berjalan tidak stabil. Kondisi ini berlangsung
sampai tahun 1949. Pergolakan politik dalam dalam negeri serta
kedatangan kembali penjajah Belanda yang menimbulkan
perjuangan, baik secara fisik maupun diplomasi berlangsung dalam
periode 1945-1949.3
Dalam kurun waktu 1945-1950 tidak banyak hal yang dapat
dilaksanakan karena Indonesia sedang disibukkan dengan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil
Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan
bahwa komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) diserahi
kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.
Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi Presidensial
(Semi Parlementer) yang pertama, sehingga peristiwa ini
merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih

3
Ibid., hlm. 37

3
demokratis. Dalam masa ini hierarki perundang-undangan yang
berlaku, sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) Undang-undang
3) Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu)
4) Peraturan Pemerintah
Selanjutnya, Pada saat pemberlakuan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat atau lebih dikenal dengan Konstitusi RIS sebagai
konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia sejak 27 Desember
1949 (yakni tanggal diakuinya kedaulatan Indonesia dalam bentuk
RIS) hingga diubahnya kembali bentuk negara federal RIS menjadi
Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini
sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer. Hierarki
perundang-undangannya, sebagai berikut:
1) Undang-Undang Federal
2) Undang-Undang darurat
3) Peraturan Pemerintah

Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem


Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal
pada periode ini pula kabinet selalu silih bergantii,akibatnya
pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih
memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.

b. Periode 1950-1966
UUDS 1950 sejak semula dimaksudkan untuk berlaku
sementara, yakni berlaku sampai ditetapkannya UUD baru oleh
konstituante bersama-sama dengan pemerintah sesuai dengan Pasal
134 UUDS 1950.4 Kemudian pada Tahun 1953 pemerintah
bersama DPR menyetujui UU tentang Pemilihan Umum (Pemilu)
untuk anggota konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu

4
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Depok,2018, hlm. 130

4
UU No. 7 Tahun 1953. Pemilu pertama diselenggarakan pada
Tahun 1955, dengan dua kali pemungutan suara, yaitu untuk
anggota DPR dilakukan pada bulan September 1955 dan untuk
anggota konstituante pada bulan Desember 1955.5
Kegagalan Dewan Konsstituante menyusun konstitusi
permanen untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
menyebabkan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
memerintahkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tiak
berlakunya UUDS 1950 serta pembubaran Dewan Konstituante
serta akan segera membentuk Majelis Pemusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS).
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah menjadi gong penutup
bagi kehidupan demokrasi liberal yang menganut sistem demokrasi
parlementer. Sejak dikeluarkannya dekrit itu, dimulailah langgam
otoritarian dalam kehidupan politik di Indonesia di bawah bandera
demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin akan mengolah proses
pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat dan
berdasrkan semangat gotong royong.6 Implikasi sistem ini
dijabarkan dalam amanat presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang
diberi nama Manifesto Politik (Manipol) yang perinciannya secara
sistematis dikenal dengan akronim USDEK.
Struktur fungsi dan mekanisme yang dilaksanakan dalam
era ini didasarkan pada sistem “trial and error” yang
perwujudannya senantiasa diwarnai oleh berbagai paham politik
yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat
berkembang. Sistem “trial and error” telah membuahkan sistem
multi-ideologi dan multipartai politik yang pada akhirnya
melahirkan multimayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga

5
Abdul Manan, Op. Cit., hlm. 38
6
Mahfud MD, Op. Cit., hlm. 136

5
pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan teokratisme Islam
fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan
empat partai besar, yaitu: PNI, NU, Masyumi, dan PKI yang secara
perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas serta
disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama
yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1965
sampai lahirnya Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak
pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total
terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama.
2. Masa Orde Baru
Landasan formal dari periode ini ialah Pancasila, Undang-Undang
dasar 1945, serta ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk
meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar
yang telah terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin, telah diadakan
sejumlahtindakan kolektif, ketetapan MPRS No. III/1963 yang
menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk Ir. Soekarno
telah dibatalkan dan jabtan presiden kembali menjadi jabatan jabatan
efektif setiap lima tahun. Ketetapan MPRS No.XIX/1966 telah
menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislatif dari masa
Demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu Undang-Undang No. 19/1964
telah diganti dengan dengan suatu undang-undang baru (No. 14/1970)
tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, yakni yang menetapakan
kembali ke asas kebebasan badan-badan pengadila.
Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan
pancasila dan UUD 1945 atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan
yang terjadi pada masa lalu. Tritura mengungkapkan keinginan rakyat
yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan

6
aspirasi masyarakat. Jawaban dari tuntutan terdapat tiga ketetapan,
sebagai berikut:7
a. Pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang
membubarkan PKI dan Ormasnya (Tap. MPRS No. IV dan No.
IX/MPRS/1966.
b. Pelarangan paham dan ajaran Komunisme/Marxisme-
Leninisme di Indonesia (Tap. MPRS No. XXV/MPRS/1966)
c. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila
dan tertib hukum (Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966).
Adapun dalam Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 dijelaskan tata
urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia menurut UUD
1945, sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
b. Ketetapan MPR.
c. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-
undang.
d. Peraturan pemerintah.
e. Keputusan presiden.
f. Peraturan pelaksana lainnya, seperti: peraturan menteri dan
instruksi menteri.

Masa Orde Baru menunjukkan keberhasilan dalam


penyelenggaraan pemilu. Pemilu diadakan secara teratur dan
berkesinambungan sehingga selama periode tersebut berhasil
diadakan enam kali pemilu, masing-masing pada Tahun 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dari awal , Orde Baru memang
menginginkan adanya pemilu. Ini terlihat dari dikeluarkannya
Undang-Undang (UU) Pemilu pada Tahun 1969, hanya setahun
seteah Presiden Soeharto dilantik sebagai Presiden oleh MPRS
pada Tahun 1968 atau dua tahun setelah ia dilantik sebagai pejabat

7
Abdul Manan, Op. Cit., hlm. 40

7
presiden pada Tahun 1967. Hal ini sesuai dengan slogan Orde Baru
pada masa awalnya, yakni melaksanakan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen.8

Di bidang Politik, dominasi Presiden Soeharto telah


membuat presiden menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu
institusi atau lembaga pun yang dapat menjadi pengawas presiden
dan mencegahnya melakuka penyelewengan kekuasaan (abuse of
power). Menjelang berakhirnya Orde Baru, elite politik semakin
tidak peduli dengan aspirasi masyarakat dan semakin banyak
membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para kroni
sehingga merugikan negara dan rakyat banyak.
Akibat dari semua ini adalah makin menguatnya
kelompok-kelompok yang menentang Presiden Soeharto dan Orde
Baru. Yang menjadi pelopor para penentang ini adalah para
mahasiswa dan pemude. Gerakan mahasiswa yang berhasil
menduduki Gedung MPR/DPR di Senayan pada bulan Mei 1998
merupakan langkah awal kejatuhan Presiden Soeharto dan
tumbangnya Orde Baru.9

3. Masa Reformasi
Era Reformasi ditandai dengan transfer kekuasaan dari
Presiden Soeharto Kepada Wakil Presiden B.J. Habibie yang
bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada Tahun
1997-1998 yang melumpuhkan segala sendi kehidupan. Oleh
karena itu, langkah yang dilakukan pemerntah Habibie adalah
mempersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting
dalam demokratisasi, antara lain membentuk beberapa undang-
undang dalam bidang politik yang meliputi UU Partai Politik, UU

8
Ibid., hlm. 41.
9
Ibid., hlm. 42.

8
Pemilu, dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
yang baru disahkan pada awal 1999. UU Politik ini jauh lebih
demokratis dibandingkan dengan UU Politik sebelumnya sehingga
Pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis dan diakui oleh
dunia internasional.10
Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses
demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh
MPR hasil Pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat Tahun
(1999-2002). Beberapa perubahan penting dilakukan terhada UUD
1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang
demokratis. Peranan DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat,
semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap
presiden lebih diperketat, dan hak asasi manusia memperoleh
jaminan yang semakin kuat. Amandemen UUD 1945 juga
memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan
wakil presiden secara langsung (Pilpres). Pilpres pertama
dilakukan pada Tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk
lembaga legislatif.
Sesuai dengan sistem konstitusi seperti yang dijelaskan
dalam penjelasan autentik UUD 1945, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945 adalah bentuk peraturan perundang-
undangan yang tertinggi, yang menjadi dasar dan sumber bagi
semua peraturan-peraturan bawahan dalam negara. Sesuai pula
dengan prinsip negara hukum, maka peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang lebih tinggi tingkatannya.
Tuntutan akan kejelasan tata urutan peraturan perundang-
undangan akhirnya ditindaklanjuti oleh MPR dengan mencabut
Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 dan menggantinya dengan
ketetapan baru yaitu Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber

10
Ibid., hlm. 43

9
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia, sebagai berikut:11
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Ketetapan MPR.
c. Undang-undang.
d. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).
e. Peraturan pemerintah.
f. Keputusan presiden.
g. Peraturan daerah.
Kedudukan peraturan daerah juga dapat dilihat dalam UU
No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan di mana jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan terdiri, sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-undang.
c. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).
d. Peraturan pemerintah.
e. Peraturan presiden.
f. Peraturan daerah, meliputi:
1) Peraturan daerah provinsi;
2) Peraturan daerah kabupaten/kota; dan
3) Peraturan desa/peraturan yang setingkat.
Ketidakjelasan kedudukan peraturan daerah dalam UUD No.
10 Tahun 2004 kemudian menimbulkan inisiatif untuk melakukan
penggatian sehingga pada Tahun 2011 disusun dan disahkanlah UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Dalam UU NO. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, hierarki perundang-undangan
diatur dalam pasal 7, sebagi berikut:12

11
Ibid., hlm. 44
12
Ibid., hlm. 45

10
a. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-
undang.
d. Peraturan pemerintah.
e. Peraturan presiden.
f. Peraturan daerah provinsi.
g. Peraturan daerah kabupaten/kota.
Dalam Undang Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdapat perbedaan
yang sangat signifikan dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Peraturan Perundang-undangan, Tap. MPR ditempatkan
lagi sebagai salah satu perundang-undangan dalam hierarki
perundang-undangan setelah sebelumnya ditiadakan dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.13
C. Manfaat Politik Hukum
William Zevenbergen mengutarakan bahwa politik hukum,
mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang
patut untuk dijadikan hukum. Perundang-undangan itu sendiri
merupakan bentuk dari politik hukum (legal policy). Pengertian legal
policy, mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang
dapat menunjukkan sifat dan kearah mana hukum akan dibangun.
Dengan kata lain, politik hukum memberikan landasan terhadap proses
pembentukan hukum yang lebih sesuai, situasi, dan kondisi, kultur,
serta nilai yang berkembang di masyarakat dengan memperhatikan
kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Dengan kata lain,
politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu: pertama,

13
Ibid.,

11
politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu
peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau alasan yang muncul
dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum
memiliki peranan yang sangat penting. Pertama, sebagai alasan alasan
mengapa diperlukan pembentukan suatu peraturan perundang-
undangan. Kedua, untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan
ke dalam kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal. Dua hal ini
penting karena keberadaan peraturan perundang-undangan dan
perumusan pasal merupakan jembatan antara politik hukum tersebut
dalam tahap implementasi peraturan perundang-undangan. Hal ini
mengingat antara pelaksanaan peraturan perundang-undangan harus ada
konsistensi dan korelasi yang erat dengan apa yang ditetapkan sebagai
politik.14

14
Abdul Lathif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, Sinar Grafika, 2014, hlm. 19

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Politik hukum di Indonesia dimulai pada saat diproklamirkannya
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh sang
proklamator Ir. Soekarano dan Muh. Hatta. Sebagai suatu bangsa yang telah
merdeka, pemerintah orde lama menitik beratkan strategi pembangunan di
bidang politik, Nuansa represi begitu kental mewarnai dunia perpolitikan
pada masa itu, gerakan-gerakan yang bersifat masif segera bertindak untuk
mencegah ketidakstabilan negara. Supremasi hukum diabaikan sekalipun
sesungguhnya aspek tersebut telah tercantum dengan tegas di dalam tiga
konstitusi yang dibuat, namun hukum seolah olah tidak menjadi landasan.
2. Perkembangan politik hukum di Indonesia meliputi:
a. Masa Orde Lama
b. Masa Orde Baru
c. Masa Reformasi
3. Manfaat politik hukum menurut William Zevenbergen mengutarakan bahwa
politik hukum, mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum
mana yang patut untuk dijadikan hukum. Politik hukum memberikan
landasan terhadap proses pembentukan hukum yang lebih sesuai, situasi, dan
kondisi, kultur, serta nilai yang berkembang di masyarakat dengan
memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, Dinamika Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2018


Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Depok: PT Rajagrafindo Persada,2018
Abdul Lathif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2014

14

Anda mungkin juga menyukai