Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL KELOMPOK TUTORIAL 7

BLOK 20

Disusun oleh :

Dewi Paramita G1A108068

Reissa Maulidia G1A109105

Debbi Triyuni Desi G1A107052

Sulin Ziyanti G1A109007

Yoshanda Krisna P G1A109048

Arindia Wulandari G1A109019

Wely Wahyura G1A109032

M. Septian Saad G1A109053

Anita Rahayu W G1A109009

Citra Utami Violety G1A109010

Fasilitator :

Dr. Valentin
FAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

UNIVERSITAS JAMBI

2012
2

SKENARIO 1

Anda tiba di ruang IGD suatu rumah sakit yang sudah berisi empat pasien.
Pasien

pertama, Tuan W, 22 tahun, sadar, terlihat lemas, GCS 13, dengan tekanan
darah

85/60 mmHg, frekuensi nadi 114x/menit dan frekuensi nafas 17x/m, tampak

berlumuran darah setelah kecelakaan lalu lintas. Pasien kedua, ibu X 31


tahun,

hamil aterm, sedang berteriak kesakitan bahwa dia merasa dia akan segera

melahirkan, saat ini tidak ada tanda-tanda perdarahan, dengan TD 110/70


mmHg,

N94 x/m, RR 32x/m. Pasien ketiga ibu Y, 42 tahun, datang dengan keluhan
sesak

dan nyeri dada setelah tabrakan, dengan TD 110N/70 mmHg, N 100x/m, RR


32

x/m. Pasien keempat, anak Z laki-laki 5 tahun, datang dengan luka bakar di
daerah

wajah dan dada (lebih kurang 15 % permukaan tubuh), GCS 13, dengan TD
90/60, N 120x/m, dan RR 24 x/m. Sebagai dokter jaga, anda melakukan

menentukan skala prioritas penanganan terhadap pasien tersebut dengan

menggunakan prinsip triage untuk menentukan yang mana yang akan

mendapatkan penanganan pertama terlebih


dahulu.

Klarifikasi Istilah

1. GCS : metode yang digunakan untuk menilai kondisi


neurologis.

2. Hamil Aterm : hamil cukup bulan 37 – 42 minggu

3. Triage : suatu proses di mana pasien digolongkan berdasarkan tipe


dan

kondisi pasien untuk menentukan prioritas


terapi.

Konsep Masalah

1. Triage

2. Penilaian awal dan pengelolaan

3. Luka bakar

4. Trauma torak

5. Syok
3

Identifikasi masalah

Triage ​1. Pada skenario ini pasien mana yang mendapatkan


pertolongan lebih
dahulu?

Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3 Pasien 4

Tuan W, 22 th,

terlihat lemas,
TD 110N/70
GCS 13
TD 110N/70
TD 85/60 mmHg
mmHg, N
N 114x/m mmHg, N

RR 17x/m 100x/m, RR 32
100x/m, RR 32
berlumuran
x/m
darah setelah x/m
kecelakaan lalu sesak dan
lintas sesak dan
u X 31 tahun, nyeri dada
amil aterm, nyeri dada

setelah
setelah
D 110/70 mmHg
tab
94 x/m,
Z (L) 5 th
R 32x/m Z (L) 5 th
Z (L) 5 th
edang berteriak

esakitan
GCS 13,
dak ada tanda-
TD 90/60mmHg
anda perdarahan TD 90/60mmHg
ibu Y, 42 tahun TD 90/60mmHg
ibu Y, 42 tahun
N 120x/m,
N 120x/m,
N 120x/m,
dan dada (lebih
RR 24 x/m dan dada (lebih
RR 24 x/m dan dada (lebih
RR 24 x/m
kurang 15 %
luka bakar di kurang 15 %
luka bakar di kurang 15 %
luka bakar di
permukaan
daerah wajah
daerah wajah
daerah wajah

Dari keempat pasien di atas, pasien yang terlebih dahulu ditangani


adalah

pasien no 4, no 3, no 1, dan kemudian pasien no 2. Luka bakar pada


pasien

no 4 yang mengenai bagian wajah dan dada berisiko tinggi untuk

terjadinya gangguan pada jalan nafas (edema jalan nafas) terutama


apabila

pasien diduga mengalami cidera inhalasi panas yang dapat menciderai

jalan nafas.

Urutan di atas di dasarkan prioritas dalam triage (pertanyaan


no 3).
4

2. Apa tujuan dan prinsip triage ?

Jawab:

tujuan triage adalah menentukan prioritas terhadap pemberian


penanganan
atau terapi.

Prinsip triage adalah nyawa lebih penting, perbaiki kondisi


hemodinamik,

status mental.

3. Bagaimana metode triage di IGD ?

Jawab :

METTAG

STAT ; simple triage and rapi treament (dalam 60


detik)

Dalam sistem STAT yang dinilai adalah Ventilasi, perfusi dan


status

mental.

Pada saat pasien masuk ke IGD maka akan dilakukan penilaian


oleh

petugas tirage untuk menentukan prioritas tindakan yang


diberikan.

Urutan Prioritas dalam triage

a. Prioritas I (​label merah​): ​Emergency​.

Pasien gawat darurat; mengancam nyawa/ fungsi vital;


penanganan

dan pemindahan bersifat segera, antara lain: syok oleh berbagai

kausa; gangguan pernapasan; perdarahan eksternal massif;


gangguan

jantung yang mengancam; problem kejiwaan yang


serius;

b. Prioritas II (​label kuning)​ : ​Urgent


Pasien dalam kondisi darurat yang perlu evaluasi secara
menyeluruh

dan ditangani oleh dokter untuk stabilisasi, diagnosa dan terapi

definitif, potensial mengancam jiwa/fungsi vital bila tidak segera

ditangani dalam waktu singkat penanganan dan pemindahan


bersifat

jangan terlambat, antara lain: pasien dengan resiko syok; fraktur

multiple; fraktur femur/ pelvis; luka bakar luas; gangguan

kesadaran/trauma kepala; pasien dengan status yang tidak


jelas;

c. ​Priotas III (​label hijau)​ : ​Non Emergency


5

Pasien gawat darurat semu (​False emergency) y​ ang tidak


memerlukan

pemeriksaan dan perawatan


segera.

​ asien datang dalam keadaan


d. Prioritas IV (​label hitam​): ​Death, P
sudah

meninggal

4. Apa tindakan awal yang dilakukan di IGD ?

Jawab :

Tindakan awal yang dilakukan di IGD adalah melakukan penilaian


awal

dengan prinsip triage untuk menentukan prioritas penanganan pasien


yang
masuk ke IGD.

Untuk pasien 1 ​: pasien pertama yang mengalami luka bakar pada


wajah

dan dada memiliki risiko untuk terjadinya cidera inhalasi yang dapat

menyebabkan terjadinya edema atau obstruksi jalan nafas. Untuk

menangani kemungkinan terhirupnya CO2 dapat diberikan O2. Untuk

menghilangkan rasa nyeri dapat diberikan analgetik. Untuk


kemungkinan

adanya cidera inhalasi dapat diberikan


bronkodilator.

Untuk pasien 2 ​: pasien kedua adalah pasien 42 tahun yang


mengalami

kecelakaan dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Langkah


awal

adalah melakukan tindakan penilaian awal (​initial assessment​). Perlu

dilakukan observasi pada pasien ini untuk kemungkinan penyebab

timbulnya nyeri dan sesak pada dada. Tindakan pengelolaan ABC


tetap

harus dilakukan, mempertahankan jalan nafas, menilai pernapasan,


dan

mempertahankan perfusi. Apabila terdapat kemungkinan terjadinya

tension pneumotorak, hematotorak, dapat dipertimbangkan untuk

dilakukannya dekompresi dan pemasangan WSD. Tindakan medika

mentosa untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan analgetik atau


dapat

dilakukan infiltrasi pada dada bila terjadi flail ches atau blok interkostal

untuk mengurangi rasa nyeri.

Untuk pasien 3 ​: pasien ketiga yang mengalami perdarahan, tindakan


yang dilakukan adalah menghentikan perdarahan dan memberikan

resusitasi cairan. PSAG (​pneumatic anti shock garment)​ dapat


digunakan
6

untuk mengendalikan perdaragan dari patah tulang pelvis atau


ekstremitas

bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan


cepat.

Pasien keempat ​: tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah

menunggu tanda in partu, dan mempersiapkan untuk melakukan


asuhan

persalinan.

5. Bagaimana pengelolaan ABCD pada tiap-tiap pasien


?

Jawab :

A, Airway

Pastikan jalan nafas baik dan pastikan tidak terdapat cidera cervikal.
Ada

beberapa manuver yang dapat digunakan dalam memperbaiki jalan


nafas,

seperti ​head tilt, chin lift, jaw Thrust. ​Namun harus berhati-hati apa bila

pasien dicurigai mengalami cidera cervikal, maka manipulasi yang


dapat

mempengaruhi cervikal tidak dilakukan seperti head


tilt.
Gambar 1. Chin lift manuver Gambar 2. Jaw Thrust manuver

Pada pasien tidak sadar yang, maka dapat dipasangkan pipa


orofaringeal

untuk mempertahankan jalan nafas. Tindakan definitif (intubasi) harus

dipertimbangkan apabila terdapat keraguan kemungkinan pasien

mengalami gangguan integritas jalan


nafas.

B, Breathing

Untuk memastikan apakah pasien bernafas dengan adekuat maka


dapat

dilakukan ​look, listen and feel​. Untuk ​look ​nilai apakah ada obstruksi
atau
7

bendaasing, perdarahan, pembengkakan, luka bakar, atau cidera


jaringan

​ engarkan apakah terdapat suara nafas dari mulut,


lunak. Untuk ​listen d

snoring, grunting, gurgling, atau stridor. Untuk feel rasakan apakah

terdapat hembusan nafas atau


tidak.

Apabila pernapasan tidak adekuat maka lakukan tindakan bantuan


nafas

seperti mouth to mouth, atau VTP atau tindakan oksigenase, dan


dapat

dilakukan bantuan nafas menggunakan


ventilator.

C, Circulation

Pada C (circulation) pastikan adanya pulsasi dengan meraba nadi


karotis,

apa bila tidak terdapat pulsasi maka lanjutkan dengan tindakan

compression . apabila terdapat perdarahan atau syok maka berikan

resusitasi cairan segera.

Syok ​6. Bagaimana penanganan syok

hipovolemik ?
Jawab :

Untuk penanganan pasien dengan syok hipovolemik, berikan


resusitasi

cairan yang adekuat untuk menggantikan cairan yang hilang dari

intravaskular. Apabila terjadi perdarahan yang banyak atau massive


maka

dapat dipertimbangkan untuk melakukan transfusi darah. Apabila


terjadi

penurunan kesadaran atau tekanan PO2 menurun dapat dilakukan

Oksigenasi.
7. Apa saja tanda-tanda syok hipovolemik?

Jawab :

Penurunan tekanan
darah

Kapilari refil memanjang

Kesadaran menurun
8

Takikardi/bradikardia

8. Bagaimana patofisiologi syok hipovolemik ?

Jawab : ​Hilangnya cairan dari intravaskular dalam jumlah yang banyak

menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang menyebabkan perfusi

jaringan menjadi menurun. Aliran darah akan difokuskan untuk

memperdarahi organ-organ vital. Menurunnya volume darah

menyebabkan menurunnya tekanan darah. Terjadinya penurunan


perfusi ke

jaringan menyebabkan akral dingin. Kompensasi dari terjadinya syok


hipovolemik dapat berupa penurunan tekanan darah, akral dingin,

takikardia.

9. Apa saja komplikasi syok hipovolemik ?

Jawab :

Kerusakan organ target,


kematian

Trauma torak

10. Mengapa Ny Y mengalami nyeri dada dan sesak nafas setelah


tabrakan ?

Jawab :

Kemungkinan ny Y mengalami trauma torak akibat tabrakan yang

diaalaminya. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada


ny

Y, seperti pneumotorak, hematotorak, flail chest, dll, sehingga

menimbulkan nyeri dada dan sesak


nafas.
9

11. Tata laksana pada trauma torak


?

Jawab :

ABCD merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam


primary

survey untuk memastikan keadaan pasien. Pada trauma torak,


beberpa hal
mungkin terjadi adalah pneumotorak, hematotorak,
pneumohematotorak,

tension pneumotorak, contusio paru, perdarahan mediastinum,


cidera

esofagus, cidera pada organ


jantung.

Prinsip penatalaksanaan adalah mengurangi/ menghilangkan


gejala dan

mencegah terjadinya
perburukan.

Luka Bakar

12. Derajat luka bakar ?

Jawab:

Luka bakar derajat I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit

hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena


ujung-

ujung saraf sensorik teriritasi.

Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa


reaksi

inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena


ujung-

ujung saraf sensorik teriritasi.

Dibedakan atas 2 (dua) bagian


:
Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari

corium/dermis.Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel.

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari


tanpa

terbentuk sikatrik.
10

Derajat II dalam / deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa


sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel

rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit.

Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut


hipertrofi.

Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih

dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ


kulit

mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak


dijumpai

bullae, k​ ulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai

berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan

dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang
sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama

karena tidak terjadi epitelisasi


spontan.

Luas luka bakar


11

13. Komplikasi luka bakar ?

Jawab : Infeksi sekunder, edema, syok, gangguan metabolik,


keracunan

CO2, hipoksia,

Gambar 3. Gangguan metabolik


postburn
14. Penatalaksanaan pada pasien luka
bakar ?

Jawab :

Derajat 1 : bersihkan luka dengan cairan


fisiologis.

Derajat 2 : bersihkan luka dengan cairan fisiologis, larutan savlon,


tutup

permukaan luka dengan tule, balut dengan kasa steril


tebal.

Biarkan selam satu Minggu. Pertimbagkan untuk


dirawat.

Derajat 3 : bersihkan, oleskan salaf silver sulfadizin (burnazin,


dermazin),

balut dengan kasa steril tebal, dilakukan debridemen tiap hari,


perwatan

lanjutan bila perlu dengan eskarektomi dan tandur kulit. Pasien


dirawat.
12

Dalam penangan pasien dengan luka bakar perlu diperhatikan lokasi,

ukuran luka bakar.

Pertimbangkan untuk pemberian obat secara sistemik dan topikal


seperti

antibiotik, antitetanus, dan antiinflamasi.

GCS ​15. Bagaimana penilaian GCS dan


interpretasinya ?

Jenis pemeriksaan Nilai

Respons buka mata (Eye Opening,


E)

• Respons spontan 5 ​4

• Respons terhadap suara 32


• Respons terhadap nyeri 1
• Tidak ada respons
Respons Motorik (M)
4 ​3
• Mengikuti perintah
21 • Melokalisirr nyeri

Respons Verbal (V) • Fleksi abbnormal


• Berorientasi baik • Fleksi abnormal
• Berbicara mengacau (bingung) • tidak ada respons (Flasid)
• Kata-kata tidak teratur ( kata-kata jelas dengan 6 ​5

substansi tidak jelas)


43
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
21
• Tidak ada suara
13

SINTESIS

A. ​PENILAIAN AWAL

Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang


cepat

dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita


trauma,

waktu sangat penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah

dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai ​Initial assessment (​ penilaian awal)


dan

meliputi :​1

1. Persiapan

2. Triase

3. ​Primary survey (​ ABCDE)

4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap ​primary survey ​dan


resusitasi

6. ​Secondary surv​ey, pemeriksaan ​head to toe d


​ an
anamnesis

7. Tambahan terhadap ​secondary


survey

8. Pemantauan dan re-evaluasi


berkesinambungan

9. Penanganan definitif

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan


(sekuensial), namun

dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan


(simultan).

I. ​Persiapan

a. Fase Pra-Rumah Sakit


(​pre-hospital)​
1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas
lapangan.

2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum


penderita

mulai diangkut dari tempat


kejadian.

3. Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan


airway,

kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke


rumah

sakit terdekat.

4. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit


seperti
14

waktu kejadian, sebab kejadian. Mekanisme kejadian dapat


menerangkan

jenis dan berat


perlukaan.

b. Fase Rumah Sakit (​hospital​)

1. Perencanaan sebelum penderita tiba dan sebaiknya ada


ruangan/daerah

khusus resusitasi.

2. Perlengkapan ​airway (​ laringoskop, ​endotracheal tube,​ dsb) sudah

dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah


dijangkau.

3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan


pada
tempat yang mudah
dijangkau.

4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila

sewaktu-waktu dibutuhkan.

5. Persiapan rujukan ke pusat trauma jika


dibutuhkan.

6. Pemakaian alat-alat proteksi


diri.

II. ​Triase

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi


dan

sumber daya yang


tersedia.

Dua jenis keadaan triase dapat


terjadi :

a. Multiple Casualties

Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan ​multi trauma ​akan

dilayani lebih dahulu.

b. Mass Casualties

Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta


membutuhkan

waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan dilayani lebih
dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah


massal :

A. Label hijau

Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk


dipulangkan.

B. Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor


UGD.

C. Label merah
15

Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD


dan

disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila


sewaktu-waktu

akan dilakukan operasi

D. Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang

resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk
kamar

operasi.

E. Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar


jenazah.

III. ​Primary Survey

a. ​Airway ​dengan kontrol servikal (Cervical Spine


Control)

1. Penilaian

a. Mengenal patensi ​airway (​ inspeksi, auskultasi,


palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya
obstruksi

2. Pengelolaan airway

​ an atau ​jaw thrust d


a. Lakukan ​chin lift d ​ engan kontrol servikal ​in-line

immobilisasi

​ ari benda asing bila perlu ​suctioning ​dengan alat


b. Bersihkan ​airway d
yang

rigid

c. Pasang pipa nasofaringeal atau


orofaringeal

Pasang ​airway definitif ​sesuai


indikasi

Indikasi Airway Definitif


Kebutuhan untuk ventilasi

Kebutuhan untuk
Tidak sadar Apnea
perlindungan airway

• Paralisis neuromuskuler

• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat


16
Bahaya aspirasi
Cedera kepala tertutup berat
yang

• Perdarahan
• Takipnea
• Muntah – muntah
•membutuhkan
Hipoksia hiperventilasi singkat,
• Hiperkarbia
bila terjadi penurunan keadaan
neurologis
• Sianosis
Bahaya sumbatan • Stridor

• Hematoma leher

• Cedera laring, trakea 3. Fiksasi leher

4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap


penderita

multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan


diatas

klavikula.

5. Evaluasi
17
gambar 4. Algoritma airway

​ an Ventilasi
b. ​Breathing d

1. Penilaian

a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol

servikal ​in-line immobilisasi

b. Tentukan laju dan dalamnya


pernapasan

c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan


terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,
pemakaian

otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera


lainnya.

d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau


hipersonor

e. Auskultasi thoraks bilateral

2. Pengelolaan

a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (​nonrebreather mask ​11-12


18

liter/menit)

b. Ventilasi dengan ​Bag Valve


Mask

c. Menghilangkan ​tension
pneumothorax

d. Menutup ​open pneumothorax

e. Memasang ​pulse oxymeter

3. Evaluasi

c. ​Circulation ​dengan Kontrol


perdarahan

1. Penilaian

a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang


fatal

b. Mengetahui sumber perdarahan


internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak

ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda


diperlukannya

resusitasi masif
segera.

d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda


sianosis.

e. Periksa tekanan darah

2. Pengelolaan

a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan


eksternal

b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta

konsultasi pada ahli


bedah

c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel


darah

untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita


usia

subur), golongan darah dan ​cross-match s​ erta Analisis Gas Darah


(AGD).

d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan


cepat.

e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada


pasien-

pasien fraktur pelvis yang mengancam


nyawa.

f. Cegah hipotermia

3. Evaluasi
d. ​Disability

1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor


GCS
19

2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi
tanda-tanda

lateralisasi

3. Evaluasi dan Re-evaluasi ​aiway​, oksigenasi, ventilasi dan


circulation

e. ​Exposure/Environment

1. Buka pakaian penderita

2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan


yang

cukup hangat.

IV. ​Resusitasi

a. Re-evaluasi ABCDE

b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada


dewasa dan

20 mL/kg pada anak dengan tetesan


cepat
20
B. LUKA BAKAR

1. Definisi

Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan

jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi,

sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan


friksi.

2. Etiologi

Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas


beberapa

jenis penyebab, antara lain :

a. Luka bakar karena api

b. Luka bakar karena air panas

c. Luka bakar karena bahan kimia

d. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

e. Luka bakar karena sengatan sinar


matahari.

f. Luka bakar karena tungku panas/udara


panas

g. Luka bakar karena ledakan bom.

3. Patofisiologi

• Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas

meninggi → sel darah yang ada didalamnya ikut rusak →


anemia.
• Peningkatan permeabilitas → edema dan bula yang mengandung
elektrolit

→ berkurangnya volume cairan


intravaskuler.

• Kerusakan kulit akibat luka bakar → kehilangan cairan akibat penguapan

yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yg terbentuk pada luka


bakar

derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat


tiga.

• Jika luas luka bakar > 20 % → syok hipovolemik dg gejala khas: gelisah,

pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, TD menurun, produksi

urin berkurang.

• Jk luas < 20 % → tubuh masih dpt


mengkompensasi.

• Kebaran pada ruangan tertutup atau jika luka terjadi di wajah dapat
terjadi

kerusakan mukosa jalan nafas o.k gas, asap, atau uap panas yang
terisap.
21

Edema laring yang ditimbulkan dapat menyebabkan hambatan jalan


nafas

dg gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dahak berwarna


gelap

akibat jelaga. Dapat juga akibat keracunan CO → karbon monoksida


akan

mengikat oksigen → tanda: lemas, bingung, pusing, mual dan muntah.


Jk
> 60 % Hb terikat CO → +

• Luka bakar sering tidak steril → kontaminasi pada kulit mati merupakan

medium baik untuk pertumbuhan kuman → infeksi. Infeksi sulit diatasi

o.k daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yg mengalami

trombosis (pembulh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau

antibiotik).

• Awal infeksi biasanya penyebabnya: kokus gram positif (berasal dari


kulit

atau saluran nafas) → invasi kuman gram negatif (pseudomonas

aeroginase)→ endotoksin protease dan toksin lainnya yg berbahaya →

tanda warna hijau pada kasa penutup luka bakar → kuman produksi
enzim

penghancur keropeng + eksudasi oleh jar. granulasi →


nanah.

• Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dg keropeng yg mudah terlepas dg

nanah yg banyak

• Infeksi invasif ditandai dg keropeng kering dengan perubahan jaringan

ditepi keropeng yg mula – mula sehat menjadi


nekrotik.

• Jika penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar sembuh dg

meninggalkan jaringan parut.

• Luka bakar derajat tiga jika sembuh sendiri → kontraktur jika terkena

dipersendian fungsi sendi dapat berkurang atau


menghilang.

Kriteria berat ringannya luka bakar ​(American Burn


Association)
1. Luka Bakar Ringan.

a. Luka bakar derajat II <15 %

b. Luka bakar derajat II < 10 % pada anak –


anak

c. Luka bakar derajat III < 2 %

2. Luka bakar sedang

a. Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang


dewasa
22

b. Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak –


anak

c. Luka bakar derajat III < 10 %

3. Luka bakar berat

a. Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang


dewasa

b. Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak –


anak.

c. Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

d. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan

genitalia/perineum.

e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma


lain.

4. Penegakan Diagnosa

o ​Anamnesis
Riwayat trauma luka bakar, umur, riwayat penyakit yang diderita,
dll.

o ​Pemeriksaan fisik

Luas, kedalaman, lokasi, dan periksa juga apakah terdapat cidera

tambahan, timbang berat


badan.

o ​Pemeriksaan penunjang

Darah dan radiologi.

5. Tatalaksana

A. Primary survey

Airway ​Periksa jalan nafas, bila ditemukan obstruksi jalan nafas, buka jalan

nafas
dengan pembersihan jalan nafas. Bila perlu lakukan intubasi ataupun

krikotiroidektomi/trakeostomi.

Breathing ​Berikan

oksigen
Circulation

Pasang IV line untuk resusitasi


cairan.

Rumus pemberian cairan


23

Dengan cara ​Evans


1. % luka bakar X BB X 1 cc NaCl

2. % luka bakar X BB X 1 cc Plasma

3. 2000 dextrose 5%

Separuh dari 1,2,3 diberikan 8 jam pertama dan sisanya 16 jam


berikutnya.

Dan hari selanjutnya setengan dari hari pertama. Hari ke II dan III
diberikan 1⁄2

hari I.

Dengan cara ​Baxter

Hari Pertama :

1. Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per


24jam

2. Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan


faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

1⁄2 jumlah cairan diberikan dalam 8 jam


pertama.

1⁄2 diberikan 16 jam


berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : 1⁄2 hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali


✓ Pasang kateter urin pemantauan
diuresis

✓ Pasang pipa lambung untuk mengosongkan


lambung

✓ Monitoring EKG

4. Disability

Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa


pupil

5. Exposure/environment

Cegah penderita dari hipotermi.


24

B. Secoundary Survey

1. Pemeriksaan Fisik

Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeriksaan fisik


yaitu:

a. Tentukan luas dan dalamnya luka


bakar.

b. Periksa apakah ada cidera ikutan.

c. Timbang berat badan penderita.

2. Catatan Penderita

Catatan penanganan harus dibuat dalam catatan penderita begitu


penderita

masuk ke dalam Unit Gawat Darurat. Catatan penderita ini harus disertakan
bila

penderita dirujuk ke pusat luka


bakar.

3. Pemeriksaan Penunjang untuk Penderita Luka


Bakar

a. Darah

Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah dan ​crossmatch,​ kadar

karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, dan tes kehamilan pada


wanita

usia subur. Darah arteri juga diambil untuk analisis gas


darah.

b. Radiologi

Pemeriksaan rontgen toraks bila diperlukan dan dicurigai adanya cidera

ikutan.

4. Luka Bakar Melingkar pada Ekstremitas Menjamin Sirkulasi


Perifer

a. Lepaskan seluruh perhiasan

b. Nilai keadaan sirkulasi distal

c. Bila terjadi gangguan sirkulasi pada luka bakar ekstremitas segera

konsultasikan ke ahli bedah untuk dilakukan eskarotomi. Eskarotomi

biasanya belum diperlukan pada 6 jam pertama luka


bakar.

d. Fasiotomi kadang diperlukan pada luka bakar fraktur, ​crush injury​, trauma

listrik tegangan tinggi, atau luka bakar yang mengenai bagian bawah
fasia.
25
5. Pemesangan Pipa lambung

Pemasangan pipa lambung bila penderita mengalami mual, muntah,


perut

kembung, atau luas luka bakarnya melebihi 20% permukaan tubuh dan
apabila

penderita akan dirujuk.

6. Obat Narkotika, Analgesik, dan Sedativa

Bila memang diperlukan sebaiknya diberikan dalam dosis, diulang dan

hanya diberikan intravena.

7. Perawatan Luka

Karena luka bakar derajat II terasa nyeri karena hanya aliran udara

ruangan ke atas luka, maka menutup luka dengan kain bersih dapat
mengurangi

nyeri. Jangan memecahkan bulla atau memberikan antiseptik. Obat-obat


yang

sebelumnya telah diberikan pada luka harus dibersihkan dahulu sebelum

memberikan antibakteri topikal. Kompres dingin pada luka bakar dapat

mengakibatkan hipotermia apalagi pada penderita dengan luka bakar


luas.

8. Antibiotik

Pemberian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan pada luka bakar yang

baru terjadi. Antibiotika ditujukan untuk terapi bila terjadi


infeksi.

9. Tetanus

Status imunisasi tetanus perlu dipertanyakan pada penderita untuk

menentukan perlu tidaknya pemberian anti


tetanus.

Indikasi Rawat Inap:

A. Penderita syok atau terancam


syok

a. Anak : luas luka bakarnya > 10%

b. Dewasa : luas luka bakarnya >


15%

B. Letak lukanya memungkinkan penderitanya terancam luka


berat

a. Wajah dan mata


26

b. Tangan dan kaki

c. perineum

C. Terancam udem laring

Tertiup asap atau udara


hangat.

Pemantauan penderita luka


bakar:

a. Pengukuran tensi, nadi dan frekuensi


nafas

b. Pemasangan kateter buli-buli untuk mengukur produksi urin per


jam

c. Pemasangan kateter pengukur tekanan


vena

d. Pemeriksaan hemoglobin dan


hematokrit

e. Analisis kadar elektrolit

6. Komplikasi

a. Syok karena kehilangan cairan.

b. Sepsis / toksis.

c. Gagal Ginjal mendadak

d. Peneumonia

9. Prognosis

Prognosis luka bakar


tergantung:

a. Derajat luka bakar

b. Luas permukaan

c. Daerah

d. Usia

e. Keadaan kesehatan
27

C. TRAUMA TORAK
3.1 Tension
Pneumotoraks

a. Definisi

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana


akumulasi

udara dalam rongga pleuraakan bertambah setiap kali


bernapas.

Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya

organmediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang


mengalami

tekanan.(Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di


ikuti

peningkatan tekanan di dalamrongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu

rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak
bisa

keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan

terjadinyainsufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya,


kematian
jika tidak dikenali dan ditangani.Hasil yang baik memerlukan diagnosa
mendesak

dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraksadalah diagnosa


klinis

yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan dipelayanan-pelayanan

daruratmedis dan tersebarnya penggunaan sinar-x


dada.

b. Etiologi

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah


karena

iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:Trauma


benda
28

tumpul atau tajam ± meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau
parietal dan

seringdengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang

penting bagi terjadinya Tension


pneumotoraks).

Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),

biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter

subklavia).Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks

sederhana ke Tension Pneumotoraks ketidakberhasilan mengatasi


pneumothoraks terbuka

ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way

katupAkupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan


pneumothoraks.
c. Patofisiologi

Tension pneumotoraks atau pneumotorask ventile terjadi karena


mekanisme

check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam cavum pleura
tetapi

pada saat ekspirasi udaranya tidak dapat


keluar.

Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan


meningkatkan

dan melibihitekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini

dapat menekan paru sehingga seringmenimbulkan gagal nafas.Tekanan


dalam

rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,


mediastinum

tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.
Pada

foto sinar tembus dada terlihatmediastinum terdorong kearah kontralateral


dan

diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasasakit. Keadaan ini


dapat

mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera

ditanganikalau tidak akan berakibat


fatal.
29
d. Manifestasi klinis

Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,


hipersonor

dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang
sakit.

Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke


sisi

kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis


(tidak
ada jika pasien sangat hipotensi) dan
sianosis.)

Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya
dan

mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan segera : dispnea,

hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,mediastinal


shift.

e. Penegakkan diagnosis dan


tatalaksana

➢ Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien

stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable


30

bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan

memindahkan pasien dari ruang


emergency.

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi


terutama

untuk menemukan masalahyang mengancam nyawa dan melakukan

tindakan penyelamatan nyawa.Pengambilan anamnesis (riwayat) dan

pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan


prosedur

penanganan trauma.

.Primary SurveyAirwayAssessment :

perhatikan potensi airway dengar suara napas perhatikan adanya


retraksi
otot pernapasan dan gerakan dinding
dadaManagement :

• inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh

• lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan

napas

• re-posisi kepala, pasang collar-neck

• lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral /

nasal)BreathingAssesmentPeriksa frekwensi
napas.

• Perhatikan gerakan respirasi

• Palpasi toraksAuskultasi dan dengarkan bunyi


napasManagement

• Lakukan bantuan ventilasi bila perlu Lakukan tindakan bedah emergency

untuk atasi tension pneumotoraks


dengan

• CirculationAssesment periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi,


periksa

tekanan darah, Pemeriksaan pulse oxymetri, Periksa vena leher dan


warna

kulit (adanya sianosis). ManagementResusitasi cairan dengan


memasang 2

iv linesTorakotomi emergency bila diperlukanOperasi Eksplorasi


vaskular

emergency

Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering


sesak

napas berat dan keadaan inidapat mengancam jiwa apabila tidak cepat
dilakukan

tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisaterjadi kolaps paru dan


ada

penekanan pada mediastinum dan


jantung.
31

Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan venous

return juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan,


juga

menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah


(hemodinamik).

Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan


meliputi

dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle


thoracostomy

(ukuran 14 ± 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar dengan

midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi


dengan

control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara


anterior dan mid-

axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal +
ekstra putih telur 3 x 2

butir /hari.

3.2 Hematotoraks
a. Definisi

Hematotoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara


pleura

viseral dan parietal. Gejala dan tindakan pada waktu penderita masuk sangat

tergantung pada jumlah perdarahan yang ada di rongga


toraks.

b. Manifestasi Klinis

Pada penderita hematotoraks keluhannya nyeri dan sesak napas. Bila ada
keluhan

yang progresif, curigai adanya ​tension


pneumothorax.

Pada inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin gerakan napas


tertinggal

atau pucat karena perdarahan. Fremitus sisi yang terkena lebih keras dari sisi
yang

lain. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas seperti garis miring atau

mungkin tidak jelas, tergantung pada jumlah darah yang ada di

talaksanaan​rongga toraks. Bunyi napas mungkin tidak terdengar atau

menghilang.

a. ​Penatalaksanaan
32

Pada ​trauma ​toraks dengan tanda-tanda hematotoraks, dilakukan ​WSD​.


Keluarnya darah/cairan intravaskular sebanyak 15 – 20% dari volume darah
total

atau perdarahan lebih dari 5 cc/kg BB/jam dapat menimbulkan renjatan. Bila

volume darah total 80 cc/kgBB atau 15% dari berat badan, darah yang
keluar

melalui ​WSD ​dapat dihitung apakah sesuai untuk dianggap sebagai


penyebab

renjatan. Renjatan merupakan indikasi untuk


torakotomi.

Pasien yang datang dengan renjatan harus segera diinfus dan


ditransfusi

dengan cairan, dan darah yang sesuai dengan menggunakan jarum infus
yang

besar. Jika dianggap perlu gunakan dua infus sekaligus. Darah yang sesuai
untuk

mengatasi renjatan adalah darah plasma, namun jika tidak tersedia gunakan
cairan

plasma ekspander atau cairan kristaloid sampai keadaan darah


membaik.

Sementara itu dengan cepat lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis

lengkap, terutama perhatikan adanya tanda-tanda ​anemia​, sesak napas,


takipnu,

atau takikardi. Adanya perkusi yang pekak pada sisi yang terkena mungkin

disebabkan karena pendorongan mediastium pada daerah tersebut.


Terkadang

didapatkan pula bunyi napas yang melemah atau menghilang. Pada pungsi

mungkin keluar darah. Segera setelah itu lakukan ​WSD​, dan pasien dikirim
ke

kamar bedah untuk dilakukan torakotomi


eksplorasi.
WSD ​WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk

mengalirkan
cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan
negatif

yg normal dalam cavum pleurae, sehingga akan dapat mengembalikan dan


atau

mempertahankan pengembangan
paru.

Indikasi

→ Pneumothorax

→ Haemothorax

→ Pleuraleffusion

→ Empyema (pyothorax)
33

Kontraindikasi

→ Infeksi pada tempat


pemasangan

→ Gangguan pembekuan darah yang tidak


terkontrol.

Cara Pemasangan WSD

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di


linea
aksillaris anterior dan media.

2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah


ditentukan.

3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai

muskulus interkostalis.

4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.

Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah


sampai

rongga pleura / menyentuh


paru.

5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat


dengan

menggunakan Kelly forceps

6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke

dinding dada

7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah


disiapkan.

8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah


dimasukkan.

Cara Pemasangan selang


WSD
34
1. Torakoskopi

Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung


ke

dalam rongga toraks dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini

dilakukan apabila :

→ Tindakan aspirasi maupun WSD


gagal

→ Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube

toraskostomi

→ Terjadinya fistula bronkopleura

→ Timbulnya kembali pneumptpraks setelah tindakan

plsurodesis ​→ Pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya


agar tidak
mudah kambuh kembali seperti pada pilot dan
penyelam

2. Torakotomi

Tindakan pembedahan ini indikasinya hamper sama dengan

toraskopi. Tindakan ini dilakukan jika toraskopi gagal atau jika blep
atau

bulla terdapat di apeks paru, maka tindakan toraskotomo ini efektif


untuk

reseksi blep atau bulla


tersebut
35

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Committee on Trauma, ​ATLS (Advanced


Trauma

JLife Support) for Doctor. ​Edisi ke-8. Chicago : American College of

Surgeons.2008

Kamus Saku Kedokteran DORLAN.​ Jakarta : EGC,


1998

​ disi ke-2. Jakarta :


Sjamsuhidajat, R. Jong Wim de. ​Buku Ajar Ilmu Bedah. E
EGC,

2004

Sabiston. Textbook of surgery edisi 19. Philadelphia: Elseiver Saunders.


2012

Anda mungkin juga menyukai