Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO 1

Anda tiba di ruang IGD suatu rumah sakit yang sudah berisi empat pasien. Pasien
pertama, Tuan W, 22 tahun, sadar, terlihat lemas, GCS 13, dengan tekanan darah
85/60 mmHg, frekuensi nadi 114x/menit dan frekuensi nafas 17x/m, tampak
berlumuran darah setelah kecelakaan lalu lintas. Pasien kedua, ibu X 31 tahun,
hamil aterm, sedang berteriak kesakitan bahwa dia merasa dia akan segera
melahirkan, saat ini tidak ada tanda-tanda perdarahan, dengan TD 110/70 mmHg,
N94 x/m, RR 32x/m. Pasien ketiga ibu Y, 42 tahun, datang dengan keluhan sesak
dan nyeri dada setelah tabrakan, dengan TD 110N/70 mmHg, N 100x/m, RR 32
x/m. Pasien keempat, anak Z laki-laki 5 tahun, datang dengan luka bakar di daerah
wajah dan dada (lebih kurang 15 % permukaan tubuh), GCS 13, dengan TD
90/60, N 120x/m, dan RR 24 x/m. Sebagai dokter jaga, anda melakukan
menentukan skala prioritas penanganan terhadap pasien tersebut dengan
menggunakan prinsip triage untuk menentukan yang mana yang akan
mendapatkan penanganan pertama terlebih dahulu.

Klarifikasi Istilah

GCS : metode yang digunakan untuk menilai kondisi neurologis.

Hamil Aterm : hamil cukup bulan 37 – 42 minggu

Triage : suatu proses di mana pasien digolongkan berdasarkan tipe dan kondisi
pasien untuk menentukan prioritas terapi.

Konsep Masalah

Triage

Penilaian awal dan pengelolaan

Luka bakar

Trauma torak
Syok
Identifikasi masalah

Triage

Pada skenario ini pasien mana yang mendapatkan pertolongan lebih dahulu?

Pasien 1
Pasien 2
Pasien 3
Pasien 4

Tuan W, 22 th,
ibu X 31 tahun,
ibu Y, 42 tahun
Z (L) 5 th
terlihat lemas,
hamil aterm,

GCS 13

GCS 13,
TD 85/60 mmHg
TD 110/70 mmHg
TD 110N/70
TD 90/60mmHg
N 114x/m
N 94 x/m,
mmHg, N
N 120x/m,
RR 17x/m
RR 32x/m
100x/m, RR 32
RR 24 x/m
berlumuran
sedang berteriak
x/m
luka bakar di
darah setelah
kesakitan
sesak dan
daerah wajah
kecelakaan lalu
tidak ada tanda-
nyeri dada
dan dada (lebih
Lintas
tanda perdarahan
setelah
kurang 15 %

tabrakan
Permukaan

tubuh)

Dari keempat pasien di atas, pasien yang terlebih dahulu ditangani adalah pasien no
4, no 3, no 1, dan kemudian pasien no 2. Luka bakar pada pasien no 4 yang
mengenai bagian wajah dan dada berisiko tinggi untuk terjadinya gangguan pada
jalan nafas (edema jalan nafas) terutama apabila pasien diduga mengalami cidera
inhalasi panas yang dapat menciderai jalan nafas.
Apa tujuan dan prinsip triage? Jawab:

tujuan triage adalah menentukan prioritas terhadap pemberian penanganan atau


terapi.

Prinsip triage adalah nyawa lebih penting, perbaiki kondisi hemodinamik, status
mental.

Bagaimana metode triage di IGD? Jawab :

METTAG (Medical Triage Tagging System)

STAT; simple triage and rapid treament (dalam 60 detik)

Dalam sistem STAT yang dinilai adalah Ventilasi, perfusi dan status mental.

Pada saat pasien masuk ke IGD maka akan dilakukan penilaian oleh petugas tirage
untuk menentukan prioritas tindakan yang diberikan.

Urutan Prioritas dalam triage

Prioritas I (label merah): Emergency.

Pasien gawat darurat; mengancam nyawa/ fungsi vital; penanganan dan pemindahan
bersifat segera, antara lain: syok oleh berbagai kausa; gangguan pernapasan;
perdarahan eksternal massif; gangguan jantung yang mengancam; problem kejiwaan
yang serius;

Prioritas II (label kuning): Urgent

Pasien dalam kondisi darurat yang perlu evaluasi secara menyeluruh dan ditangani
oleh dokter untuk stabilisasi, diagnosa dan terapi definitif, potensial mengancam
jiwa/fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat, antara lain: pasien dengan resiko syok;
fraktur multiple; fraktur femur/ pelvis; luka bakar luas; gangguan kesadaran/trauma
kepala; pasien dengan status yang tidak jelas;

Priotas III (label hijau): Non Emergency

Pasien gawat darurat semu (False emergency) yang tidak memerlukan pemeriksaan
dan perawatan segera.

d. Prioritas IV (label hitam): Death, Pasien datang dalam keadaan sudah


meninggal

Apa tindakan awal yang dilakukan di IGD ? Jawab :

Tindakan awal yang dilakukan di IGD adalah melakukan penilaian awal dengan
prinsip triage untuk menentukan prioritas penanganan pasien yang masuk ke IGD.

Untuk pasien 1: pasien pertama yang mengalami luka bakar pada wajah dan dada
memiliki risiko untuk terjadinya cidera inhalasi yang dapat menyebabkan terjadinya
edema atau obstruksi jalan nafas. Untuk menangani kemungkinan terhirupnya CO2
dapat diberikan O2. Untuk menghilangkan rasa nyeri dapat diberikan analgetik.
Untuk kemungkinan adanya cidera inhalasi dapat diberikan bronkodilator.

Untuk pasien 2: pasien kedua adalah pasien 42 tahun yang mengalami kecelakaan
dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Langkah awal adalah melakukan
tindakan penilaian awal (initial assessment). Perlu dilakukan observasi pada pasien
ini untuk kemungkinan penyebab timbulnya nyeri dan sesak pada dada. Tindakan
pengelolaan ABC tetap harus dilakukan, mempertahankan jalan nafas, menilai
pernapasan, dan mempertahankan perfusi. Apabila terdapat kemungkinan terjadinya
tension pneumotorak, hematotorak, dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya
dekompresi dan pemasangan WSD. Tindakan medika mentosa untuk mengurangi
rasa nyeri dapat diberikan analgetik atau dapat dilakukan infiltrasi pada dada bila
terjadi flail ches atau blok interkostal untuk mengurangi rasa nyeri.

Untuk pasien 3: pasien ketiga yang mengalami perdarahan, tindakan yang


dilakukan adalah menghentikan perdarahan dan memberikan resusitasi cairan.
PSAG (pneumatic anti shock garment) dapat digunakan untuk mengendalikan
perdaragan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh
mengganggu resusitasi cairan cepat.
Pasien keempat: tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah menunggu tanda
in partu, dan mempersiapkan untuk melakukan asuhan persalinan.

Bagaimana pengelolaan ABCD pada tiap-tiap pasien? Jawab:

A, Airway

Pastikan jalan nafas baik dan pastikan tidak terdapat cidera cervikal. Ada beberapa
manuver yang dapat digunakan dalam memperbaiki jalan nafas, seperti head tilt,
chin lift, jaw Thrust. Namun harus berhati-hati apa bila pasien dicurigai mengalami
cidera cervikal, maka manipulasi yang dapat mempengaruhi cervikal tidak dilakukan
seperti head tilt.

Gambar 1. Chin lift manuver Gambar 2. Jaw Thrust manuver


Pada pasien tidak sadar yang, maka dapat dipasangkan pipa orofaringeal untuk
mempertahankan jalan nafas. Tindakan definitif (intubasi) harus dipertimbangkan
apabila terdapat keraguan kemungkinan pasien mengalami gangguan integritas jalan
nafas.

B, Breathing

Untuk memastikan apakah pasien bernafas dengan adekuat maka dapat dilakukan
look, listen and feel. Untuk look nilai apakah ada obstruksi atau benda asing,
perdarahan, pembengkakan, luka bakar, atau cidera jaringan lunak. Untuk listen
dengarkan apakah terdapat suara nafas dari mulut, snoring, grunting, gurgling, atau
stridor. Untuk feel rasakan apakah terdapat hembusan nafas atau tidak.
Apabila pernapasan tidak adekuat maka lakukan tindakan bantuan nafas seperti
mouth to mouth, atau VTP atau tindakan oksigenase, dan dapat dilakukan bantuan
nafas menggunakan ventilator.

C, Circulation

Pada C (circulation) pastikan adanya pulsasi dengan meraba nadi karotis, apa bila
tidak terdapat pulsasi maka lanjutkan dengan tindakan compression . apabila
terdapat perdarahan atau syok maka berikan resusitasi cairan segera.

Syok
Bagaimana penanganan syok hipovolemik ? Jawab :

Untuk penanganan pasien dengan syok hipovolemik, berikan resusitasi cairan yang
adekuat untuk menggantikan cairan yang hilang dari intravaskular. Apabila terjadi
perdarahan yang banyak atau massive maka dapat dipertimbangkan untuk
melakukan transfusi darah. Apabila terjadi penurunan kesadaran atau tekanan PO2
menurun dapat dilakukan Oksigenasi.

Apa saja tanda-tanda syok hipovolemik? Jawab :

Penurunan tekanan darah


Kapilari refil memanjang
Kesadaran menurun
Takikardi/bradikardia
Bagaimana patofisiologi syok hipovolemik ? Jawab :

Hilangnya cairan dari intravaskular dalam jumlah yang banyak menyebabkan


terjadinya vasokonstriksi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi menurun.
Aliran darah akan difokuskan untuk memperdarahi organ-organ vital. Menurunnya
volume darah menyebabkan menurunnya tekanan darah. Terjadinya penurunan
perfusi ke jaringan menyebabkan akral dingin. Kompensasi dari terjadinya syok
hipovolemik dapat berupa penurunan tekanan darah, akral dingin, takikardia.

Apa saja komplikasi syok hipovolemik ? Jawab :

Kerusakan organ target, kematian

Trauma torak

Mengapa Ny Y mengalami nyeri dada dan sesak nafas setelah tabrakan? Jawab :

Kemungkinan ny Y mengalami trauma torak akibat tabrakan yang diaalaminya.


Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada ny Y, seperti pneumotorak,
hematotorak, flail chest, dll, sehingga menimbulkan nyeri dada dan sesak nafas.

Tata laksana pada trauma torak ? Jawab :


ABCD merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam primary survey untuk
memastikan keadaan pasien. Pada trauma torak, beberpa hal mungkin terjadi adalah
pneumotorak, hematotorak, pneumohematotorak, tension pneumotorak, contusio
paru, perdarahan mediastinum, cidera esofagus, cidera pada organ jantung.

Prinsip penatalaksanaan adalah mengurangi/ menghilangkan gejala dan mencegah


terjadinya perburukan.

GCS

12.
Bagaimana penilaian GCS dan interpretasinya ?

Jenis pemeriksaan
Nilai

Respons buka mata (Eye Opening, E)

·
Respons spontan
4

·
Respons terhadap suara
3

·
Respons terhadap nyeri
2

·
Tidak ada respons
1
Respons Verbal (V)

·
Berorientasi baik
5

·
Berbicara mengacau (bingung)
4

·
Kata-kata tidak teratur ( kata-kata jelas dengan
3

substansi tidak jelas)

·
Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
2

·
Tidak ada suara
1

Respons Motorik (M)

·
Mengikuti perintah
6

·
Melokalisirr nyeri
5

·
Fleksi abbnormal
4

·
Fleksi abnormal
3
·
tidak ada respons (Flasid)
2

1
SINTESIS

A. PENILAIAN AWAL

Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu
sangat penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan.
1
Proses ini dikenal sebagai Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi :
Persiapan

Triase

Primary survey (ABCDE)

Resusitasi

Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis

Tambahan terhadap secondary survey

Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan

Penanganan definitif

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan (sekuensial), namun dalam


praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan (simultan).
I. Persiapan

Fase Pra-Rumah Sakit (pre-hospital)

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan.

Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai


diangkut dari tempat kejadian.

Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol
perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat.

Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti


waktu kejadian, sebab kejadian. Mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis dan
berat perlukaan.

Fase Rumah Sakit (hospital)

Perencanaan sebelum penderita tiba dan sebaiknya ada ruangan/daerah khusus


resusitasi.

Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah dipersiapkan, dicoba


dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau.

Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang
mudah dijangkau.

Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu


dibutuhkan.

Persiapan rujukan ke pusat trauma jika dibutuhkan.


Pemakaian alat-alat proteksi diri.

II. Triase

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan

sumber daya yang tersedia.

Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :

Multiple Casualties

Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani lebih
dahulu.

Mass Casualties

Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu,


perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan dilayani lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

Label hijau

Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.

Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.


Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan
dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan
operasi

Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD
disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.

Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.


III. Primary Survey

a. Airway dengan kontrol servikal (Cervical Spine Control)

Penilaian

Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)

Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

Pengelolaan airway

Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid

Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal Pasang airway definitif sesuai indikasi

Indikasi Airway Definitif


Kebutuhan untuk
Kebutuhan untuk ventilasi
perlindungan airway

Tidak sadar
Apnea

• Paralisis neuromuskuler

• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial
Usaha nafas yang tidak adekuat

• Takipnea

• Hipoksia

• Hiperkarbia

• Sianosis

Bahaya aspirasi
Cedera kepala tertutup berat yang

Perdarahan
membutuhkan hiperventilasi singkat,
• Muntah – muntah
bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan


Hematoma leher


Cedera laring, trakea


Stridor
Fiksasi leher

Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi
trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

Evaluasi
b. Breathing dan Ventilasi

Penilaian

Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-
line immobilisasi

Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

Auskultasi thoraks bilateral

Pengelolaan

Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter/menit)

Ventilasi dengan Bag Valve Mask

Menghilangkan tension pneumothorax

Menutup open pneumothorax

Memasang pulse oxymeter

Evaluasi

c. Circulation dengan Kontrol perdarahan


Penilaian

Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

Mengetahui sumber perdarahan internal

Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak


ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.

Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

Periksa tekanan darah

Pengelolaan

Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah

Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (AGD).

Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien


fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

Cegah hipotermia

Evaluasi
Disability

Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS


Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi

Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation

Exposure/Environment

Buka pakaian penderita

Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.

IV. Resusitasi

Re-evaluasi ABCDE

Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Committee on Trauma, ATLS (Advanced Trauma JLife


Support) for Doctor. Edisi ke-8. Chicago : American College of Surgeons.2008

Kamus Saku Kedokteran DORLAN. Jakarta : EGC, 1998

Sjamsuhidajat, R. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC, 2004

Sabiston. Textbook of surgery edisi 19. Philadelphia: Elseiver Saunders. 2012

Anda mungkin juga menyukai