Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evolusi adalah proses perubahan struktur tubuh makhluk hidup yang
berlangsung sangat lambat dan dalam waktu yang sangat lama. Evolusi juga
merupakan perkembangan makhluk hidup yang berlangsung secara perlahan-lahan
dalam jangka waktu yang lama dari bentuk sederhana ke arah bentuk yang komplek.
Evolusi juga dapat diartikan proses perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit
dan memakan waktu yang lama.
Teori evolusi dimaksudkan sebagai penjelasan tentang bagaimana evolusi itu
terjadi (mekanisme evolusi). Bisa terjadi ada beberapa penjelasan yang diberikan
mengenai suatu fenomena. Mengenai evolusi, pada abad ke-19 Lamarck memberikan
penjelasan bagaimana evolusi itu terjadi, yang dikenal sebagai teori
evolusi Lamarck atauteori Lamarck. Penjelasan yang diberikan oleh Lamarck itu
kemudian dianggap tidak benar karena ada penjelasan lain yang dipandang lebih
memuaskan, terutama yang diberikan oleh Darwin dan dikenal sebagai teori
evolusi Darwin atau teori Darwin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evolusi adalah seleksi alam, mutasi dan
peran isolasi dalam pembentukan spesies baru. Ada perjuangan untuk hidup yaitu
antara individu-individu dalam suatu spesies untuk mendapatkan makanan, air,
cahaya atau faktor-faktor lain yang penting dalam lingkungan itu. Melalui peristiwa
isolasi dapat ditetapkan adanya perbedaan genetik. Organisme yang hidup di sekitar
kita telah mengalami tahap-tahap isolasi menuju pembentukan spesies baru. Bukti
teori evolusi adalah; adaptasi dan seleksi alam. Seleksi alam berlangsung secara
mikro evolusi, dengan hasil akhirnya adalah adaptasi. Dua unsur yang terdapat pada
teori Evolusi Darwin, yaitu; adaptasi dan pembentukan spesies baru. Terjadi adaptasi
melalui proses mikro evolusi, yakni perubahan pada individu dalam populasi secara
bertahap untuk membentuk spesies baru.
Pada makalah ini akan dijelaskan secara terperinci tentang pembentukan spesies
baru (spesiasi).
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian Spesiasi


Spesiasi merupakan unit dasar untuk memahami biodiversitas. Spesies adalah
adalah kata dalam bahasa latin yang berarti “jenis” atau “penampakan”. Waluyo
(2005) menyatakan bahwa spesies adalah suatu kelompok organisme yang hidup
bersama di alam bebas, dapat mengandalkan perkawinan secara bebas, dan dapat
menghasilkan anak yang fertil dan bervitalitas sama dengan induknya. Namun di sisi
lain pertanyaan tentang apa itu spesies telah menimbulkan perdebatan
berkepanjangan sementara konsep-konsep spesies baru terus bermunculan. Riyanto
dalam Mayden (1997) dan Ariyanti (2003) mengatakan bahwa saat ini ada sekurang-
kurangnya 22 konsep untuk mendefenisikan spesies yang semuanya tampak berbeda-
beda. Itu artinya bahwa para ahli memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
memahami tentang spesies. Munculnya keanekaragaman konsep spesies ini
dilatarbelakangi oleh dua alasan yang mendasar. Alasan pertama adanya perbedaan
pendapat tentang spesiasi yang merupakan proses munculnya suatu spesies baru.
Karena spesiasi bukan hanya menarik perhatian para ahli evolusi, tetapi juga memikat
perhatian dari berbagai disiplin ilmu biologi lainnya seperti morfologi, genetika,
ekologi, fisiologi, paleontologi, biologi reproduksi, dan biologi tingkah laku. Alasan
kedua adalah karena spesies adalah hasil proses evolusi yang terus berjalan. Artinya
bahwa konsep spesies yang dibuat berdasarkan proses spesiasi yang dibuat ketika
spesies itu benar-benar sudah sampai pada akhirnya.
Diantara sekian banyak konsep tentang spesies, Sterns and Hoekstra (2003)
menyatakan bahwa Ernst Mayr pada tahun 1963 mendefinisikan konsep spesies
biologis yang dapat diterima secara luas. Spesies menurut biological species
conncept (BSC) adalah suatu populasi atau kelompok populasi alami yang secara
aktual memiliki potensi dapat saling kawin (interbreeding) dan menghasilkan
keturunan yang fertil, namun tidak dapat menghasilkan keturunan yang fertil jika
kawin dengan spesies lain. Dengan kata lain suatu spesies biologi adalah unit
populasi terbesar dimana pertukaran genetik mungkin terjadi dan terisolasi secara
genetik dari populasi kelompok lainnya. Konsep ini didasarkan pada dua pandangan
biologis yaitu reproduksi seksual meningkatkan keseragaman dalam gen pool melalui
rekombinasi genetik dan jika dua kelompok populasi itu tidak dapat melakukan
kawin silang maka di sana terjadi aliran gen. Ketidakmampuan penggabungan
perkawinan akan memunculkan spesies yang berasal dari penggabungan bersama
pada beberapa waktu berikut setelah kondisi telah mengalami perubahan. Jadi
berdasarkan konsep ini, maka kriteria yang menentukan keberhasilan reproduksi
seksual adalah kemampuan untuk menghasilkan keturunan yang fertil. Konsep
spesies ini tidak berlaku untuk organisme aseksual dan hibridisasi antar spesies.
Spesies dalam pandangan modern adalah suatu golongan populasi yang alami
(deme) yang tersendiri secara genetis dan memiliki bersama suatu gene pool. Suatu
spesies adalah unit atau kesatuan terbesar dalam populasi, di dalamnya terjadi
pertukaran gen. Kebanyakan spesies dipisahkan dengan perbedaan-perbedaan yang
nyata secara anatomi, fisologi dan tingkah laku.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spesiasi merupakan
proses pembentukan spesies baru yang disebabkan oleh berbagai faktor dimana
spesies baru yang dibentuk lambat laun sifat atau prilakunya akan berbeda.

2.1.1. Syarat Terjadinya Spesiasi


1. Adanya perubahan lingkungan
Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan evolusi. Contohnya,
bencana alam dapat menyebabkan timbulnya kepunahan massal di muka bumi.
Bencana alam seperti glasiasi, vulkanisme, atau akibat pergesaran benua, dan proses-
proses lainnya menyebabkan perubahan global yang menyebabkan timbulnya
kepunahan massal di muka bumi. Kepunahan massal akan menimbulkan relung-
relung kosong yang dalam waktu lama relung-relung tersebut baru terisi. Apabila
tidak ada relung yang kosong, tidak ada tempat bagi suatu spesies untuk mengalami
proses spesiasi.
2. Adanya relung (niche) yang kosong
Relung merupakan tempat hidup dan interaksi suatu organisme. Suatu spesies
selalu menempati relung tertentu. Suatu relung umumnya hanya dapat ditempati oleh
satu jenis spesies saja. Kepunahan massal akan menimbulkan relung-relung kosong
yang akan menyebabkan relung-relung baru terisi kembali dalam jangka waktu yang
panjang. Apabila relung tersebut kosong (tidak ada organisme yang menempatinya),
maka akan ada banyak organisme yang berusaha menempati relung tersebut.
3. Adanya keanekaragaman suatu kelompok organisme
Selalu akan ada sejumlah organisme yang mencoba mengisi relung yang kosong.
Keberhasilan suatu organisme mengisi relung ditentukan oleh seberapa besar
kecocokan organisme tersebut dibandingkan dengan persyaratan relung yang kosong.

2.2. Koevolusi
Koevolusi adalah proses evolusi dua atau lebih spesies yang mempengaruhi
proses evolusi mahluk hidup lainnya. Semua organisme dipengaruhi oleh makhluk
hidup disekitarnya, pada koevolusi, terdapat bukti bahwa sifat-sifat yang ditentukan
oleh genetika pada tiap spesies secara langsung disebabkan oleh interaksi antara dua
organisme. Koevolusi dapat terjadi pada berbagai tingkatan biologis, ia dapat terjadi
secara makroskopis maupun mikroskopis.
Contoh kasus koevolusi adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air. Taricha
granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin pada predatornya, ular Thamnophis
sirtalis. Pada pasangan predator-mangsa ini, persaingan senjata evolusioner ini
mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan resistansi racun yang tinggi
pada predatornya. Evolusi yang berkembang karena faktor non-biologis
seperti perubahan iklim tidak dapat dianggap sebagai koevolusi. Evolusi yang
memiliki interaksi satu lawan satu seperti antara mangsa dengan predator, organisme
inang dengan parasitnya, adalah koevolusi. Namun dalam kebanyakan kasus, hal ini
tidaklah jelas. Suatu spesies dapat berevolusi sebagai respon dari tekanan seleksi dari
banyak spesies lainnya, dan tiap-tiap spesies lainnya juga berevolusi merespon
banyak spesies lainnya pula. Situasi ini dirujuk sebagai "koevolusi baur".
Contoh lainnya adalah hubungan antara Pseudomyrmex (sejenis semut) dengan
tumbuhanakasia. Semut menggunakan tumbuhan ini sebagai tempat berlindung dan
sumber makanan. Hubungan antar dua organisme ini sangat dekat sedemikiannya
telah menyebabkan evolusi struktur dan perilaku khusus pada kedua organisme.
Semut melindungi pohon akasia dari hewan herbivora dan membersihkan tanah hutan
dari benih tumbuhan saingan. Sebagai gantinya, tumbuhan mempunyai struktur duri
yang membesar yang dapat digunakan oleh semut sebagai tempat perlindungan dan
sumber makanan ketika tumbuhan tersebut berbunga. Koevolusi seperti ini tidak
menandakan bahwa semut dan pohon tersebut memilih untuk berperilaku
secara altruistik, melainkan perilaku ini disebabkan oleh perubahan genetika yang
kecil pada populasi semut dan pohon yang menguntungkan satu sama lainnya.
Keuntungan yang didapatkan memberikan kesempatan yang lebih besar agar
karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seiring dengan berjalannya
waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang kita pantau sekarang.
Tidak semua interaksi antar spesies melibatkan konflik. Pada kebanyakan kasus,
interaksi yang saling menguntungkan berkembang. Sebagai contoh, kooperasi
ekstrem yang terdapat antara tanaman dengan fungi mycorrhizal yang tumbuh di akar
tanaman dan membantu tanaman menyerap nutrien dari tanah. Ini merupakan
hubungan timbal balik, dengan tanaman menyediakan gula dari fotosintesis ke fungi.
Pada kasus ini, fungi sebenarnya tumbuh di dalam sel tanaman, mengijinkannya
bertukar nutrien dengan inang manakala mengirim sinyal yang menekan sistem
immun tanaman.
Koalisi antara organisme spesies yang sama juga berkembang. Kasus ini
adalah eusosialitas yang ditemukan pada serangga sosial, seperti lebah, rayap,
dan semut, di mana serangga mandul memberi makan dan menjaga sejumlah
organisme dalam koloni yang dapat berkembang biak. Pada skala yang lebih kecil sel
somatik yang menyusun tubuh seekor hewan membatasi reproduksinya agar dapat
menjaga organisme yang stabil, sehingga kemudian dapat mendukung sejumlah
kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan keturunan. Dalam kasus ini, sel somatik
merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya untuk tumbuh
maupun mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan kemudian menggandakan diri,
pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan menyebabkan kanker.
Koevolusi dapat berdampak positif dan dapat juga berdamapak negative
terhadap kehidupan manusia yaitu apabila tubuh manusia mengalami peningkatan
kekebalan yang sifatnya genetic terhadap suatu pathogen tertentu, maka suatu saat
nanti pathogen tersebut juga ikut berevolusi untuk menembus pertahanan tubuh
manusia atau inangnya.

2.3. Faktor Utama Spesiasi


DOMESTIKASI
Pengadopsian hewan /tumbuhan dari kehidupan liar ke kehidupan sehari hari
manusia. Dalam arti yang sederhana domestikasi merupakan proses penjinakan. Yang
dilakukn terhadap hewan liar. Perbedaanya, penjinakan lebih pad individu, sedangkan
domestikasi melibatkan populasi, seperti seleksi, pemuliaan (perbaikan keturunan)
serta perubahan perilaku dari suatu organisme

1. Isolasi Geografi
Mayoritas para ahli biologi berpandangan bahwa faktor awal dalam proses spesiasi
adalah pemisahan geografis, karena selama populasi dari spesies yang sama masih
dalam hubungan langsung maupun tidak langsung gene flow masih dapat terjadi,
meskipun berbagai populasi di dalam sistem dapat menyimpang di dalam beberapa
sifat sehingga menyebabkan variasi intraspesies. Hal serupa juga dikemukakan oleh
Campbell dkk (2003) bahwa proses-proses geologis dapat memisahkan suatu
populasi menjadi dua atau lebih terisolasi. Suatu daerah pegunungan bisa muncul dan
secara perlahan-lahan memisahkan populasi organisme yang hanya dapat menempati
dataran rendah; suatu glasier yang yang bergeser secara perlahan-lahan bisa membagi
suatu populasi; atau suatu danau besar bisa surut sampai terbentuk beberapa danau
yang lebih kecil dengan populasi yang sekarang menjadi terisolasi. Jika populasi yang
semula kontinyu dipisahkan oleh geografis sehingga terbentuk hambatan bagi
penyebaran spesies, maka populasi yang demikian tidak akan lagi bertukar susunan
gennya dan evolusinya berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan
berjalannya waktu, kedua populasi tersebut akan makin berbeda sebab masing-
masing menjalani evolusi dengan caranya masing-masing (Widodo dkk, 2003).
(Widodo dkk, 2003). Isolasi geografi dari sistem populasi diprediksi akan mengalami
penyimpangan karena kedua sistem populasi yang terpisah itu mempunyai frekuensi
gen awal yang berbeda, terjadi mutasi, pengaruh tekanan seleksi dari lingkungan yang
berbeda, serta adanya pergeseran susunan genetis (genetic drift), ini memunculkan
peluang untuk terbentuknya populasi kecil dengan membentuk koloni baru.
Suatu penghalang (barier) adalah keadaaan fisis ekologis yang mencegah terjadinya
perpindahan-perpindahan spesies tertentu melewati batas ini dan suatu barier suatu
spesies belum tentu merupakan barier bagi spesies lain. Perubahan waktu yang terjadi
pada isolasi geografis menyebabkan terjadinya isolasi reproduktif sehingga
menghasilkan dua spesies yang berbeda.

2. Isolasi Reproduksi
Pada awalnya isolasi reproduksi muncul sebagai akibat adanya faktor geografis,
yang sebenarnya populasi tersebut masih memiliki potensi untuk
melakukan interbreeding dan masih dapat dikatakan sebagai satu spesies. Kemudian
kedua populasi tersebut menjadi begitu berbeda secara genetis, sehingga gene
flow yang efektif tidak akan berlangsung lagi jika keduanya bercampur kembali. Jika
titik pemisahan tersebut dapat tercapai, maka kedua populasi telah menjadi dua
spesies yang terpisah.
Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya
pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor
ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi pengumpulan
perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga dapat menjadi mekanisme
isolasi instrinsik. Isolasi instrinsik dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau
mencegah interbreeding jika kedua populasi tersebut berkumpul kembali setelah
batas pemisahan tidak ada.
Spesiasi dimulai dengan terdapatnya penghambat luar yang menjadikan kedua
populasi menjadi sama sekali alopatrik (mempunyai tempat yang berbeda) dan
keadaan ini belum sempurna sampai populasi mengalami proses instrinsik yang
menjaga supaya supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap terpisah
meskipun mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang sama).
Kromosomal

Perbedaan jumlah kromosom, bentuk kromosom, atau urutan gen dapat menyebabkan
beberapa perubahan, baik dari segi morfologi ataupun tingkat kesuburan. Akibatnya,
individu populasi yang kromosomnya berbeda tidak dapat dibuahi oleh individu yang
kromosomnya tidak mengalami perubahan.

Musim

Perbedaan musim kawin atau musim berbunga akan menyebabkan individu yang
memiliki perbedaan musim kawin atau musim berbunga hanya dapat saling
menyerbuki atau membuahi individu yang cocok. Dengan demikian, terjadi isolasi
reproduksi dengan anggota populasi lain yang masa kawinnya atau musim
berbunganya berbeda. Proses ini akan mudah terlihat kalau kita bepergian dari daerah
tropika ke daerah beriklim sedang, makin ke utara perbedaan musim makin jelas.
Misalnya, tanaman ceri hanya akan berbunga di Perancis pada bulan Maret, di Inggris
ceri berbunga pada bulan Mei, dan di Skandinavia pada bulan Juni. Dengan demikian
polen (serbuk sari) dari bunga ceri Perancis tidak akan pernah membuahi bunga dari
pohon ceri Skandinavia. Apabila kedua populasi terpisah dalam waktu yang relatif
lama, proses spesiasi mungkin saja terjadi.

Partenogenesis
Cara berkembang biak secara partenogenesis adalah perkembangan individu dari
gamet (sel telur) yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata,
misalnya pada Aphid. Hal ini mengakibatkan setiap individu akan identik dengan
induk yang menghasilkannya, namun berbeda dengan individu yang dihasilkan dari
induk lainnya. Adanya proses mutasi dapat mengarahkan suatu kumpulan individu
menjadi berbeda dengan kumpulan individu lainnya.

Morfologi atau struktural


Suatu individu betina yang berukuran sangat besar akan sulit kawin dengan jantan
yang kecil, karena masalah fisik. Adanya perbedaan struktur tubuh maupun alat
reproduksi menyebabkan pembuahan menjadi tidak mungkin. Dengan demikian
populasi yang memiliki perbedaan tertentu hanya dapat kawin dengan sesamanya.
Sebagai contoh pada domestikasi anjing. Pada ras anjing menunjukkan bahwa anjing
jantan yang bertubuh kecil dan berkaki pendek tidak dapat mengawini anjing betina
bertubuh besar. Sebaliknya,

ras anjing jantan yang bertubuh besar dapat mengawini anjing betina bertubuh kecil
dan akan menghasilkan anak yang besar. Meskipun anak anjing ini fertil, tetapi
proses pertumbuhan fetus (anjing) tersebut biasanya menghasilkan masalah besar.
Anak anjing berukuran terlalu besar sukar untuk dapat dilahirkan, karena ukuran
pinggul induk anjing betina tersebut terlalu kecil dan akhirnya akan mati. Dengan
demikian, bukan saja secara fisik sudah tidak memungkinkan, tetapi dari segi
reproduksi pun mereka memiliki hambatan yang lain.

Letalitas

Biasanya kejadian letal dari suatu perkawinan terjadi akibat embrio yang dihasilkan
tidak dapat mencapai usia dewasa reproduksi.

Sterilitas

Pada proses sterilitas, individu yang dilahirkan tidak dapat memiliki keturunan.

Semi-letal
Individu yang dihasilkan dari suatu perkawinan, meskipun hidup normal dan dapat
memiliki keturunan, memiliki vitalitas yang sangat rendah.

Mekanisme isolasi intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum
perkawinan dan isolasi sesudah perkawinan.

 Isolasi Sebelum Perkawinan (Pre-mating isolation/ prezygotic barrier)


Isolasi sebelum perkawinan menghalangi perkawinan antara spesies atau
merintangi pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda berusaha
untuk saling mengawini. Isolasi ini terdiri dari:

1) Isolasi Ekologi (ecological)


Dua sistem yang mula-mula dipisahkan oleh penghambat luar (eksternal
barrier), suatu ketika mempunyai karakteristik yang khusus untuk berbagai keadaan
lingkungan meskipun penghambat luar tersebut dihilangkan, keduanya tidak akan
simpatrik. Setiap populasi tidak mampu hidup pada tempat dimana populasi lain
berada, mereka dapat mengalami perubahan pada perbedaan-perbedaan genetik yang
dapat tetap memisahkan mereka. Setiap spesies beradaptasi dengan iklim setempat di
dalam batas-batas daerah sendiri dan iklim dari keduanya sangat berbeda, sehingga
setiap spesies tidak mungkin hidup di tempat spesies yang lain. Jadi, disini terdapat
perbedaan-perbedaan genetik yang mencegah gene flow diantara spesies pada
keadaan yang alami. Contohnya pada pohon jenis Platanus occidentalis yang terdapat
di bagian timur Amerika Serikat dan Platanus orientalis yang terdapat di timur Laut
Tengah, kedua spesies ini dapat disilangkan dan menghasilkan hibrid yang kuat dan
fertil. Kedua spesies ini terpisah tempat yang berbeda dan fertilisasi alami tidak
mungkin terjadi (Waluyo, 2005).

2) Isolasi Tingkah laku (Behavioral)


Tingkah laku berperan sangat penting dalam hal courtship (percumbuan) dan
perkawinan (mating). Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak antar spesies
yang berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh terjadinya
inkompatibilitas beberapa perilaku sebagai dasar bagi suksesnya perkawinan tersebut.
Contohnya pada hewan jantan spesies tertentu memiliki pola perilaku yang spesifik
dalam menarik, mendekati dan mengawini pasangannya. Kegagalan perkawinan
terjadi karena pasangan merasa asing dengan pola perilaku yang ditunjukkan oleh
pasangannya sehingga terjadi penolakan. Selain sekuen perilaku yang spesifik seperti
yang ditunjukkan oleh burung bower di mana hewan jantan harus mempersiapkan
pelaminan yang penuh dengan aksesoris tertentu agar burung betina mau dikawini.
Isolasi perilaku sangat tergantung pada produksi dan penerimaan stimulus oleh
pasangan dari dua jenis kelamin yang berbeda.
Jenis stimulus yang dominan untuk mensukseskan perkawinan, stimulus
tersebut diantaranya adalah:
a) Stimulus visual
Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat mempengaruhi stimulus
visual. Beberapa hewan seperti kelompok ikan, burung, dan insekta menunjukkan
bahwa stimulus visual dominan mempengaruhi ketertarikan pasangan seksualnya.
Contohnya pada bebek liar Amerika Serikat yang simpatrik mempunyai courtship
display yang baik dan disertai dengan warna yang mencolok pada bebek jantan.
Fungsinya adalah untuk memperkecil kesempatan bebek betina memilih pasangan
yang salah (Waluyo, 2005).
b) Stimulus adaptif
Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik berfungsi sebagai alat
komunikasi antar jenis kelamin yang mengarah pada proses terjadinya perkawinan
intra maupun interspesies. Suara-suara yang dikeluarkan oleh insekta, reptilia,
burung, dan mamalia banyak yang spesifik untuk tiap spesies.
c) Stimulus kimia/feromon
Parris (1999) menyatakan bahwa feromon merupakan signal kimia yang
bersifat intraspesifik yang penting dan digunakan untuk menarik dan membedakan
pasangannya, bahkan feromon dapat bertindak sebagai tanda bahaya. Molekul ini
spesifik pada individu betina yang dapat merangsang individu jantan dan atau
sebaliknya sebagai molekul spesifik yang dihasilkan oleh individu betina untuk
menolak individu jantan. Misalnya pada Drosophila melanogaster feromon
mempunyai pengaruh pada tingkah laku perkawinan, di mana dengan adanya
feromon yang dilepaskan oleh individu betina membuat individu jantan melakuakn
aktivitas sebagai wujud responnya terhadap adanya feromon tersebut.

3) Isolasi Musim
Perbedaan musim kawin atau musim berbunga akan menyebabkan individu
yang memiliki perbedaan musim kawin atau musim berbunga hanya dapat saling
menyerbuki atau membuahi individu yang cocok. Dengan demikian, terjadi isolasi
reproduksi dengan anggota populasi lain yang masa kawinnya atau musim
berbunganya berbeda. Proses ini akan mudah terlihat kalau kita bepergian dari daerah
tropika ke daerah beriklim sedang, makin ke utara perbedaan musim makin jelas.
Misalnya, tanaman ceri hanya akan berbunga di Perancis pada bulan Maret, di Inggris
ceri berbunga pada bulan Mei, dan di Skandinavia pada bulan Juni. Dengan demikian
polen (serbuk sari) dari bunga ceri Perancis tidak akan pernah membuahi bunga dari
pohon ceri Skandinavia. Apabila kedua populasi terpisah dalam waktu yang relatif
lama, proses spesiasi mungkin saja terjadi.
Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun),
gametnya tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung berbintik
(Spilogale gracilis) yang sangat mirip dengan S. putorius ini tidak akan saling
mengawini karena S. gracilis kawin pada akhir musim panas dan S. putorius kawin
pada akhir musim dingin. Hal yang sama juga terjadi pada 3 spesies dari genus
anggrek Dendrobium yang hidup di musim tropis basah yang sama tidak
terhibridisasi, karena ketiga spesies ini berbunga pada hari yang berbeda.

4) Isolasi Mekanik (mechanical)


Apabila perbedaan struktural diantara dua populasi yang sangat berdekatan
menyebabkan terhalangnya perkawinan antar spesies, maka diantara kedua populasi
tersebut tidak terjadi gene flow (Waluyo, 2005). Isolasi mekanik ditunjukkan oleh
inkompatibilitas alat reproduksi antara dua spesies yang berbeda sehingga pada saat
terjadinya perkawinan salah satu pasangannya menderita. Mekanisme ini
sebagaimana terlihat pada Molusca sub-famili Polygyrinae, struktur genetalianya
menghalangi terjadinya perkawinan spesies dalam sub-famili yang sama. Pada
tumbuhan isolasi ini terlihat pada tanaman sage hitam yang memiliki bunga kecil
yang hanya dapat diserbuki oelh lebah kecil. Berbeda dengan tanaman sage putih
yang memiliki struktur bunga yang besar yang hanya dapat diserbuki oleh lebah yang
besar.

5) Isolasi Gametis (gametic)


Isolasi gamet menghalangi terjadinya fertilisasi akibat susunan kimiawi dan
molekul yang berbeda antara dua sel gamet, seperti spermatozoa yang mengalami
kerusakan di daerah traktus genital organ betina karena adanya reaksi antigenik,
menjadi immobilitas, dan mengalami kematian sebelum mencapai atau bertemu sel
telur. Contohnya pada persilangan Drosophila virilis dan D. americana, sperma
segera berhenti bergerak pada saat sampai pada alat kelamin betina, atau bila tidak
rusak maka sperma akan mengalami kematian. gambaran lain juga yang terjadi pada
ikan, di mana telur ikan yang dikeluarkan dari air tidak akan dibuahi oleh sperma dari
spesies lain karena selaput sel telurnya mengandung protein tertentu yang hanya
dapat mengikat molekul sel sperma dari spesies yang sama.

6) Perbedaan Kromosomal
Perbedaan jumlah kromosom, bentuk kromosom, atau urutan gen dapat
menyebabkan beberapa perubahan, baik dari segi morfologi ataupun tingkat
kesuburan. Akibatnya, individu populasi yang kromosomnya berbeda tidak dapat
dibuahi oleh individu yang kromosomnya tidak mengalami perubahan.

7) Partenogenesis
Cara berkembang biak secara partenogenesis adalah perkembangan individu
dari gamet (sel telur) yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata,
misalnya pada Aphid. Hal ini mengakibatkan setiap individu akan identik dengan
induk yang menghasilkannya, namun berbeda dengan individu yang dihasilkan dari
induk lainnya. Adanya proses mutasi dapat mengarahkan suatu kumpulan individu
menjadi berbeda dengan kumpulan individu lainnya.

8) Morfologi atau struktural


Suatu individu betina yang berukuran sangat besar akan sulit kawin dengan
jantan yang kecil, karena masalah fisik. Adanya perbedaan struktur tubuh maupun
alat reproduksi menyebabkan pembuahan menjadi tidak mungkin. Dengan demikian
populasi yang memiliki perbedaan tertentu hanya dapat kawin dengan sesamanya.
Sebagai contoh pada domestikasi anjing. Pada ras anjing menunjukkan bahwa anjing
jantan yang bertubuh kecil dan berkaki pendek tidak dapat mengawini anjing betina
bertubuh besar. Sebaliknya, ras anjing jantan yang bertubuh besar dapat mengawini
anjing betina bertubuh kecil dan akan menghasilkan anak yang besar. Meskipun anak
anjing ini fertil, tetapi proses pertumbuhan fetus (anjing) tersebut biasanya
menghasilkan masalah besar. Anak anjing berukuran terlalu besar sukar untuk dapat
dilahirkan, karena ukuran pinggul induk anjing betina tersebut terlalu kecil dan
akhirnya akan mati. Dengan demikian, bukan saja secara fisik sudah tidak
memungkinkan, tetapi dari segi reproduksi pun mereka memiliki hambatan yang lain.

9) Letalitas
Biasanya kejadian letal dari suatu perkawinan terjadi akibat embrio yang
dihasilkan tidak dapat mencapai usia dewasa reproduksi.

10) Sterilitas
Pada proses sterilitas, individu yang dilahirkan tidak dapat memiliki keturunan.

11) Semi-letal
Individu yang dihasilkan dari suatu perkawinan, meskipun hidup normal dan
dapat memiliki keturunan, memiliki vitalitas yang sangat rendah.

 Isolasi Setelah Perkawinan (Post-mating isolation/Postzigotic barrier)


Hal ini terjadi jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies
yang lain, maka barier postzigot akan mencegah zigot hibrida itu untuk berkembang
menjadi organisme dewasa yang bertahan hidup dan fertil. Mekanisme ini dapat
terjadi melalui:

1) Kematian zigot (zygotic mortality)


Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid) seringkali
tidak mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya, sehingga zigot tersebut
mengalami abnormalitas dan tidak mencapai tahapan maturitas yang baik atau
mengalami kematian pada stadia awal perkembangannya. Di antara banyak spesies
katak yang termasuk dalam genus Rana, beberapa diantaranya hidup pada daerah dan
habitat yang sama, dan kadang-kadang mereka bisa berhibridisasi. Akan tetapi
keturunan yang dihasilkan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan
akan mengalami kematian.

2) Perusakan hibrid (hybrid breakdown)


Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakuakan kawin silang,
keturunan hibrid generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika hibrid
tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, keturunan generasi
berikutnya akan menjadi lemah dan mandul. Sebagai contoh, spesies kapas yang
berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrid yang fertil, tetapi kerusakan terjadi
pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrid itu mati pada saat berbentuk biji
atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan lemah.
3) Sterilitas hibrid
Hibridisasi pada beberapa spesies dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dan hidup normal akan tetapi hibrid tersebut mengalami sterilitas. Terjadinya
sterilitas ini disebabkan oleh inkompatibilitas genetik yang nyata sehingga tidak dapat
menurunkan keturunannya. Contoh hibrid yang steril antara lain: mule (hibrid antara
keledai dan kuda), cama (hibrid antara onta dan ilama), tiglon (hibrid anatara macan
dan singa), zebroid (hibrid antara zebra dan kuda).
C. Mekanisme Spesiasi
1 . Proses spesiasi Simpatri
Menurut Campbell, dkk (2003) dalam spesiasi simpatrik, spesies baru muncul di
dalam lingkungan hidup populasi tetua; isolasi genetik berkembang dengan berbagai
cara, tanpa adanya isolasi geografis. Model spesiasi simpatrik meliputi spesiasi
gradual dan spontan. Sebagian besar model spesiasi simpatrik masih dalam
kontroversi, kecuali pada model spesiasi spontan dan spesiasi poliploidi yang terjadi
pada tumbuhan.
Hugo de Vries menyatakan bahwa spesiasi simpatrik dengan autopoliploidi yang
terjadi pada tumbuhan bunga primrose (Oenothera lamarckiana) yang merupakan
suatu spesies diploid dengan 14 kromosom. Di mana suatu saat muncul varian baru
yang tidak biasanya diantara tumbuhan itu dan bersifat tetraploid dengan 28
kromosom. Selanjutnya bahwa tumbuhan itu tidak mampu kawin dengan bunga
mawar diploid, spesies baru itu kemudian dinamai Oenothera gigas. Mekanisme lain
spesiasi adalah alopoliploid yaitu kontribusi dua spesies yang berbeda terhadap suatu
hibrid poliploid. Misalnya rumput Spartina anglica yang berasal dari
hibridisasi Spartina maritima dengan Spartina alternaflora. Spesiasi simpatrik pada
hewan contohnya serangga Rhagoletis sp.
Model-model spesiasi simpatrik didasarkan pada seleksi terpecah (distruptive
selection), seperti ketika dua homozigot pada satu atau lebih lokus teradaptasi dengan
sumber yang berbeda dan hal itu merupakan suatu multiple-niche polymorphism.
Contohnya pada serangga herbivora bergenotip AA dan A’A’ teradaptasi dengan
spesies tumbuhan 1 dan 2, dimana genotip AA’ tidak teradaptasi dengan baik.
Masing-masing homozigot ingin mempunyai fitteslebih tinggi jika
dilakukan mating secara assortative dengan genotip yang mirip dan tidak
menghasilkan keturunan heterozigot yang tidak fit. Assortative mating mungkin
dipertimbangkan adanya lokus B yang dapat mempengaruhi perilaku kawin maupun
mendorong serangga untuk memilih inang spesifik, yang pada tempat tersebut dapat
ditemukan pasangan dan kemudian dapat bertelur. Jika BB dan Bb kawin hanya pada
inang 2, perbedaan dalam pemilihan inang dapat mendasari terjadinya pengasingan/
isolasi reproduktif. Banyak dari serangga herbivora yang merupakan spesies yang
berkerabat dekat dibatasi oleh perbedaan inang, terutama untuk pemenuhan
kebutuhan makan, mating/kawin.

Proses spesiasi tidak Simpatri


Spesiasi tidak simpatri adalah proses spesiasi yang terdapat dalam area geografi yang
berbeda dibandingkan dengan area geografi suatu spesies yang paling berkerabat.
Spesiasi tidak simpatri dapat dibagi tiga, yaitu spesiasi alopatri (spesiasi yang terjadi
di daerah yang berjauhan atau berlainan dari satu spesies yang paling dekat hubungan
kekerabatannya), spesiasi parapatri (spesiasi terjadi di daerah yang bersebelahan
dengan daerah dari suatu spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya),
spesiasi peripatri (spesiasi yang terjadi di daerah pinggir dari daerah suatu spesies
yang paling dekat hubungan kekerabatannya).
1. Spesiasi Alopatrik ( Allopatric Speciation)
` Terjadinya spesiasi alopatrik banyak dibuktikan melalui studi variasi geografi.
Spesies yang beranekaragam secara geografis dari seluruh karakter dapat
menghalangi pertukaran gen antara spesies simpatrik. Populasi yang terpisah secara
geografis dapat terisolasi oleh kemandulan atau perbedaan perilaku dibandingkan
dengan populasi yang berdekatan. Populasi yang terisolasi mungkin tidak dapat
melakukan interbreeding jika mereka bertemu, karena bentuknya sangat menyimpang
(divergent) dan kemudian masuk ke dalam simpatrik tetapi tidak
terjadi interbreeding. Spesiasi alopatrik merupakan mekanisme isolasi yang terjadi
secara gradual.
Contoh bukti perbedaan alopatrik misalnya hewan air tawar menunjukkan
keanekaragaman yang besar di daerah pegunungan yang banyak terisolasi dengan
sistem sungai. Pada suatu pulau suatu spesies adalah homogen di atas rentang
kontinen yang berbeda dalam hal penampilan, ekologi dan perilaku. Contoh spesiasi
alopatrik adalah pembentukan spesies burung finch di Kepulauan Galapagos yang
dikemukakan oleh Darwin. Menurut Darwin dalam Stearns and Hoekstra (2003)
bahwa burung finch berasal dari satu nenek moyang burung yang sama.
Spesiasi alopatrik juga dialami oleh tupai antelope di Grand Canyon. Di mana pada
tebing selatan hidup tupai antelope harris (Ammospermophillus harris). Beberapa mil
dari daerah itu pada sisi tebing utara hidup tupai antelope berekor putih harris
(Ammospermophillus leucurus), yang berukuran sedikit lebih kecil dan memiliki ekor
yang lebih pendek dengan warna putih di bawah ekornya.Ternyata di situ semua
burung-burung dan organisme lain dapat dengan mudah menyebar melewati ngarai
ini, tetapi tidak dapat dilewati oleh kedua jenis tupai ini.
3. Spesiasi parapatrik/ Semi geografik
Jika seleksi menyokong dua alel berbeda yang berdekatan atau parapatrik, frekuensi
sudah dapat ditetapkan. Dengan cukupnya seleksi pada suatu lokus yang
berkontribusi terhadap isolasi reproduktif, populasi dapat membedakan kepada
spesies yang terisolasi secara reproduktif. Endler (1977) dalam Widodo dkk (2003)
berargumen bahwa zona bastar yang biasanya menandai untuk dapat terjadinya
kontak sekunder sebenarnya sudah muncul secara in situ (melalui perbedaan populasi
parapatrik dan spesies yang muncul juga parapatrik).
Spesiasi Parapatrik merupakan spesiasi yang terjadi karena adanya variasi frekuensi
kawin dalam suatu populasi yang menempati wilayah yang sama. Pada model ini,
spesies induk tinggal di habitat yang kontinu tanpa ada isolasi geografi. Spesies baru
terbentuk dari populasi yang berdekatan. Suatu populasi yang berada di dalam
wilayah tertentu harus berusaha untuk beradaptasi dengan baik untuk menjamin
kelangsungan hidupnya, dan usaha itu dimulai dengan memperluas daerah ke daerah
lain yang masih berdekatan dengan daerah asalnya. Apabila di area yang baru ini
terjadi seleksi, maka perubahan gen akan terakumulasi dan dua populasi akan
berubah menjadi teradaptasikan dengan lingkungan barunya. Jika kemudian mereka
berubah menjadi spesies lain (spesies yang berbeda), maka perbatasan ini akan diakui
sebagai zona hibrid. Dengan demikian, dua populasi tersebut akan terpisah, namun
secara geografis letaknya berdekatan sepanjang gradient lingkungan.
Di dalam spesiasi parapatrik tidak ada barier ekstrinsik yang spesifik untuk gene flow.
Populasi berlanjut, tetapi populasi tidak kawin secara acak, individu lebih mudah
kawin dengan tetangganya secara geografis dari pada individu di dalam cakupan
populasi yang berbeda. Artinya bahwa individu lebih mungkin untuk kawin dengan
tetangganya daripada dengan individu yang ada dalam cakupan Di dalam gaya ini,
penyimpangan boleh terjadi oleh karena arus gen dikurangi di dalam populasi dan
bermacam-macam tekanan pemilihan ke seberang cakupan populasi.
4. Spesiasi peripatrik
Spesiasi peripatrik : proses spesiasi yang terjadi di daerah pinggir dari daerah suatu
spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya. Suatu organisme memiliki
kisaran toleransi tertentu, akibatnya jenis tersebut akan menempati daerah tertentu.
Semakin jauh dari pusat penyebarannya, maka lingkungannya pun makin berbeda.
Dengan demikian spesies yang menempati daerah tersebut akan semakin berbeda
dengan spesies yang menempati pusat. Dengan demikian, interaksi antara populasi
tersebut dengan populasi satu spesiesnya menjadi sangat terbatas.

A. Mekanisme spesiasi

Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru dan berbeda dari


spesies sebelumnya melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam kerangka
evolusi. Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya merupakan proses
perubahan yang berangsur-angsur, sedikit demi sedikit perlahan tetapi pasti terjadi.
Spesiasi lebih ditekankan pada perubahan yang terjadi pada populasi jenis tertentu.
Kecepatan spesiasi maupun kepunahan sebagian tergantung pada ukuran kisaran
geografis dari suatu daerah. Daerah yang luas cenderung meningkatkan kecepatan
spesiasi dan menurunkan kecepatan kepunahan. Jenis yang terdapat di daerah yang
luas akan mengalami spesiasi lebih cepat, sedangkan menurunnya luas area akan
meningkatkan kepunahan suatu jenis, jadi menurunkan jumlah jenis yang akan
mengalami spesiasi (Pujari, 2015).
Spesiasi terjadi disebabkan oleh adanya isolasi geografi, reproduksi, dan lain-
lain. Syarat terjadinya spesiasi adalah adanya relung atau niche yang kosong, adanya
keanekaragaman suatu kelompok organisme, dan adanya perubahan lingkungan.
Secara biologi, spesiasi terjadi oleh adanya isolasi reproduksi, dimana isolasi
reproduksi merupakan kemmapuan makhluk hidup untuk saling mengawini satu sama
lain, tetapi tidak dengan anggota spesies lainnya. Isolasi reproduksi ini berperan
dalam mengisolasi sebelum perkawinan (premating isolation/prezygotic barrier) dan
isolasi setelah perkawinan (postmating isolation/postzigotic barrier) (Maridi, 2012).
Dua pengaruh utama spesiasi yang paling penting yaitu (Pujari, 2015):
1. Isolasi Geografis
Sebagian besar para ahli biologi berpendapat bahwa faktor awal yang
mempengaruhi spesiasi adalah pemisahan geografi, karena selama populasi dari
spesies yang sama masih berhubungan secara langsung atau tidak, genflow masih
dapat terjadi. Namun, jika terbentuk hambatan bagi penyebaran spesies (sebab-sebab
geografis) maka, tidak akan ada pertukaran susunan gen dalam sistem populasi dan
evolusi akan berlangsung sendiri-sendiri. Semakin lama kedua populasi tersebut akan
semakin berbeda karena telah mengalami evolusi dengan caranya sendiri. Sejalan
dengan waktu pemisahan geografi dari sistem populasi akan mengalami
penyimpangan, sebabnya adalah sebagai berikut:

a. Kedua sistem populasi yang terpisah itu mempunyai frekuensi gen permulaan yang
berbeda. Jadi, jika dua populasi memiliki potensi genetik yang berbeda sejak awal
pemisahannya, sudah barang tentu akan menempuh jalan yang berbeda.
b. Mutasi terjadi secara acak. Pemisahan dalam dua sistem populasi tersebut mungkin
disebabkan adanya mutasi.
c. Pengaruh tekanan seleksi alam sekeliling setelah mereka menempati posisi pemisahan
yang berbeda.
d. Pergeseran susunan gen (genetic drift). Ini berpeluang bagi terbentuknya koloni baru.
2. Isolasi Reproduksi
Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya
pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor
ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi pengumpulan
perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga dapat menjadi mekanisme
isolasi instrinsik. Isolasi geografis di atas dapat dikatakan sebagai faktor luar
(ekstrinsik) yang menjadi penyebab terjadinya spesiasi. Selanjutnya, dalam rentang
waktu yang lama akan terjadi mekanisme isolasi intrinsik, dimana sifat-sifat yang
dimiliki oleh populasi tersebut dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau
mencegah inbreeding jika kedua populasi itu berkumpul lagi setelah batas
pemisahannya sudah tidak ada. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa spesiasi
dimulai dengan adanya penghambat (barrier) luar yang menjadikan dua sistem
populasi menjadi sama sekali alopatrik (mempunyai tempat yang berbeda). Namun
keadaan ini belum sempurna sampai populasi ini mengalami proses intrinsik yang
menjaga supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap terpisah
meskipun mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang
sama). Mekanisme isolasi intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum
perkawinan dan isolasi sesudah perkawinan

a. Isolasi Sebelum Perkawinan


Isolasi sebelum perkawinan menghalangi perkawinan antara spesies atau
merintangi pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda berusaha
untuk saling mengawini. Isolasi ini terdiri dari (Erik dan Taher, 2011):
- Isolasi Ekologi (Ecological)
Dua sistem yang mula-mula dipisahkan oleh penghambat luar (external
barrier), suatu ketika mempunyai karakteristik yang khusus untuk berbagai keadaan
lingkungan meskipun penghambat luar tersebut dihilangkan, keduanya tidak akan
simpatrik. Setiap populasi tidak mampu hidup pada tempat dimana populasi lain
berada, mereka dapat mengalami perubahan pada perbedaan-perbedaan genetik yang
dapat tetap memisahkan mereka. Setiap spesies beradaptasi dengan iklim setempat di
dalam batas-batas daerah sendiri dan iklim dari keduanya sangat berbeda, sehingga
setiap spesies tidak mungkin hidup di tempat spesies yang lain. Jadi, disini terdapat
perbedaan-perbedaan genetik yang mencegah gene flow diantara spesies pada
keadaan yang alami. Contohnya pada pohon jenis Platanus occidentalis yang terdapat
di bagian timur Amerika Serikat dan Platanus orientalis yang terdapat di timur Laut
Tengah, kedua spesies ini dapat disilangkan dan menghasilkan hibrid yang kuat dan
fertil. Kedua spesies ini terpisah tempat yang berbeda dan fertilisasi alami tidak
mungkin terjadi.
- Isolasi Tingkah laku (Behavioural)
Tingkah laku berperan sangat penting dalam hal courtship (percumbuan) dan
perkawinan (mating). Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak antar spesies
yang berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh terjadinya
inkompatibilitas beberapa perilaku sebagai dasar bagi suksesnya perkawinan tersebut.
Contohnya pada hewan jantan spesies tertentu memiliki pola perilaku yang spesifik
dalam menarik, mendekati dan mengawini pasangannya. Kegagalan perkawinan
terjadi karena pasangan merasa asing dengan pola perilaku yang ditunjukkan oleh
pasangannya sehingga terjadi penolakan. Selain sekuen perilaku yang spesifik seperti
yang ditunjukkan oleh burung bower di mana hewan jantan harus mempersiapkan
pelaminan yang penuh dengan aksesoris tertentu agar burung betina mau
dikawini. Isolasi perilaku sangat tergantung pada produksi dan penerimaan stimulus
oleh pasangan dari dua jenis kelamin yang berbeda. Jenis stimulus yang dominan
untuk mensukseskan perkawinan, stimulus tersebut diantaranya adalah (Erik dan
Taher, 2011):
1. Stimulus visual
Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat mempengaruhi stimulus visual.
Beberapa hewan seperti kelompok ikan, burung, dan insekta menunjukkan bahwa
stimulus visual dominan mempengaruhi ketertarikan pasangan seksualnya.
Contohnya pada bebek liar Amerika Serikat yang simpatrik mempunyai courtship
display yang baik dan disertai dengan warna yang mencolok pada bebek jantan.
Fungsinya adalah untuk memperkecil kesempatan bebek betina memilih pasangan
yang salah.
2. Stimulus adaptif
Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik berfungsi sebagai alat komunikasi antar
jenis kelamin yang mengarah pada proses terjadinya perkawinan intra maupun
interspesies. Suara-suara yang dikeluarkan oleh insekta, reptilia, burung, dan mamalia
banyak yang spesifik untuk tiap spesies.
3. Stimulus kimia/feromon:
Parris (1999) menyatakan bahwa feromon merupakan signal kimia yang bersifat
intraspesifik yang penting dan digunakan untuk menarik dan membedakan
pasangannya, bahkan feromon dapat bertindak sebagai tanda bahaya. Molekul ini
spesifik pada individu betina yang dapat merangsang individu jantan dan atau
sebaliknya sebagai molekul spesifik yang dihasilkan oleh individu betina untuk
menolak individu jantan. Misalnya pada Drosophila melanogaster, feromon
mempunyai pengaruh pada tingkah laku perkawinan, di mana dengan adanya
feromon yang dilepaskan oleh individu betina membuat individu jantan melakuakn
aktivitas sebagai wujud responnya terhadap adanya feromon tersebut.
- Isolasi Sementara (Temporal)
Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun),
gametnya tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung berbintik
(Spilogale gracilis) yang sangat mirip dengan S. putorius ini tidak akan saling
mengawini karena S. gracilis kawin pada akhir musim panas dan S. putorius kawin
pada akhir musim dingin. Hal yang sama juga terjadi pada 3 spesies dari genus
anggrek Dendrobium yang hidup di musim tropis basah yang sama tidak
terhibridisasi, karena ketige spesies ini berbunga pada hari yang berbeda.
- Isolasi Mekanik (Mechanical)
Apabila perbedaan struktural diantara dua populasi yang
sangat berdekatan menyebabkan terhalangnya perkawinan antar spesies, maka
diantara kedua populasi tersebut tidak terjadi gene flow. Isolasi mekanik ditunjukkan
oleh inkompatibilitas alat reproduksi antara dua spesies yang berbeda sehingga pada
saat terjadinya perkawinan salah satu pasangannya menderita. Mekanisme ini
sebagaimana terlihat pada Molusca sub-famili Polygyrinae, struktur genetalianya
menghalangi terjadinya perkawinan spesies dalam sub-famili yang sama. Pada
tumbuhan isolasi ini terlihat pada tanaman sage hitam yang memiliki bunga kecil
yang hanya dapat diserbuki oelh lebah kecil. Berbeda dengan tanaman sage putih
yang memiliki struktur bunga yang besar yang hanya dapat diserbuki oleh lebah yang
besar.
- Isolasi Gametis (Gametic)
Isolasi gamet menghalangi terjadinya fertilisasi akibat susunan kimiawi dan
molekul yang berbeda antara dua sel gamet, seperti spermatozoa yang mengalami
kerusakan di daerah traktus genital organ betina karena adanya reaksi antigenik,
menjadi immobilitas, dan mengalami kematian sebelum mencapai atau bertemu sel
telur. Contohnya pada persilangan Drosophila virilis dan D. americana, sperma segera
berhenti bergerak pada saat sampai pada alat kelamin betina, atau bila tidak rusak
maka sperma akan mengalami kematian. gambaran lain juga yang terjadi pada ikan,
di mana telur ikan yang dikeluarkan dari air tidak akan dibuahi oleh sperma dari
spesies lain karena selaput sel telurnya mengandung protein tertentu yang hanya
dapat mengikat molekul sel sperma dari spesies yang sama.
b. Isolasi Setelah Perkawinan
Hal ini terjadi jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari
spesies yang lain, maka barier postzigot akan mencegah zigot hibrida itu untuk
berkembang menjadi organisme dewasa yang bertahan hidup dan fertil. Mekanisme
ini dapat terjadi melalui:

- Kematian Zigot (Zygotic Mortality)


Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid) seringkali
tidak mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya, sehingga zigot tersebut
mengalami abnormalitas dan tidak mencapai tahapan maturitas yang baik atau
mengalami kematian pada stadia awal perkembangannya. Di antara banyak spesies
katak yang termasuk dalam genus Rana, beberapa diantaranya hidup pada daerah dan
habitat yang sama, dan kadang-kadang mereka bisa berhibridisasi. Akan tetapi
keturunan yang dihasilkan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan
akan mengalami kematian.
- Perusakan Hibrid (Hybrid Breakdown)
Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakuakn kawin silang,
keturunan hibrid generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika hibrid
tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, keturunan generasi
berikutnya akan menjadi lemah dan mandul. Sebagai contoh, spesies kapas yang
berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrid yang fertil, tetapi kerusakan terjadi
pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrid itu mati pada saat berbentuk biji
atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan lemah.
- Sterilitas Hibrid
Hibridisasi pada beberapa spesies dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dan hidup normal akan tetapi hibrid tersebut mengalami sterilitas. Terjadinya
sterilitas ini disebabkan oleh inkompatibilitas genetik yang nyata sehingga tidak dapat
menurunkan keturunannya. Contoh hibrid yang steril antara lain: mule (hibrid antara
keledai dan kuda), cama (hibrid antara onta dan ilama), tiglon (hibrid anatara macan
dan singa), zebroid (hibrid antara zebra dan kuda).

Terdapat empat mekanisme spesiasi yaitu:


a. Mekanisme Spesiasi Alopatrik
Terjadi pada populasi yang awalnya terisolasi secara geografis, misalnya
melalui fragmentasi habitat atau migrasi. Seleksi di bawah kondisi demikian dapat
menghasilkan perubahan yang sangat cepat pada penampilan dan perilaku organisme.
Karena seleksi dan hanyutan bekerja secara bebas pada populasi yang terisolasi,
pemisahan pada akhirnya akan menghasilkan organisme yang tidak akan dapat
berkawin campur. Spesiasi alopatrik adalah terbentuknya spesies baru dalam satu
wilayah karena adanya penghalang sehingga mencegah aliran gen di antara kelompok
dalam populasi.
Spesiasi alopatrik terjadi karena adanya penghalang fisik seperti sungai,
gunung, letak geografis dan sebagainya. Penghalang ini memisahkan sebuah populasi
dari populasi induknya, yang berarti memotong aliran gen antar kedua populasi
tersebut. Setelah terisolasi mereka membentuk sejumlah perbedaan genetik, termasuk
penghalang reproduksi yang membedakannya dari populasi induknya. Contoh bukti
perbedaan alopatrik misalnya hewan air tawar menunjukkan keanekaragaman yang
besar di daerah pegunungan yang banyak terisolasi dengan sistem sungai. Pada suatu
pulau suatu spesies adalah homogen di atas rentang kontinen yang berbeda dalam hal
penampilan, ekologi dan perilaku. Contoh spesiasi alopatrik lainnya adalah
pembentukan spesies burung finch di Kepulauan Galapagos yang terpisah dari
populasi induknya di Benua Amerika bagian selatan yang dikemukakan oleh Darwin.
Menurut Darwin burung finch berasal dari satu nenek moyang burung yang sama.
Spesiasi alopatrik juga dialami oleh tupai antelope di Grand Canyon. Di mana pada
tebing selatan hidup tupai antelope harris (Ammospermophillus harris). Beberapa mil
dari daerah itu pada sisi tebing utara hidup tupai antelope berekor putih harris
(Ammospermophillus leucurus), yang berukuran sedikit lebih kecil dan memiliki ekor
yang lebih pendek dengan warna putih di bawah ekornya. Ternyata di sana semua
burung-burung dan organisme lain dapat dengan mudah menyebar melewati ngarai
ini, tetapi tidak dapat dilewati oleh kedua jenis tupai ini.

b. Mekanisme Spesiasi Peripatrik


Terjadi ketika sebagian kecil populasi organisme menjadi terisolasi dalam
sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan spesiasi alopatrik dalamhal ukuran
populasi yang lebih kecil dari populasi tetua. Dalam hal ini, efek pendiri
menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan genetika yang cepatdan seleksi
terhadap lungkang gen yang kecil.

c. Mekanisme Spesiasi Parapatrik


Mekanisme ini mirip dengan spesiasi peripatrik dalam hal ukuran populasi
kecil yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda dalam hal tidak adanya
pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi ini dihasilkan dari evolusi
mekanisme yang mengurangi aliran genetika antara dua populasi. Secara umum, ini
terjadi ketika terdapat perubahan drastis pada lingkungan habitat tetua spesies. Salah
satu contohnya adalah rumput Anthoxanthum odoratum, yang dapat mengalami
spesiasi parapatrik sebagai respon terhadap polusi logam terlokalisasi yang berasal
dari pertambangan. Pada kasus ini, tanaman berevolusi menjadi resisten terhadap
kadar logam yang tinggi dalam tanah. Seleksi keluar pada saat kawin campur dengan
populasi tetua menghasilkan perubahan pada waktu pembungaan, menyebabkan
isolasi reproduksi. Seleksi keluar terhadap hibrid antar dua populasi dapat
menyebabkan penguatan, yang merupakan evolusi sifat yang mempromosikan
perkawinan dalam spesies, serta peralihan karakter, yang terjadi ketika dua spesies
menjadi lebih berbeda pada penampilannya. Isolasi geografis burung kutilang (finch)
di Kepulauan Galapagos menghasilkan lebih dari satu lusin spesies baru. Spesiasi
parapatrik terjadi pada populasi-populasi yang letaknya berdekatan. Kelompok gen
mereka menjadi terpisah oleh adanya variasi lingkungan. Sebagai contoh adalah
rumput yang tumbuh di lingkungan toksin akan mengembangkan tolerans terhadap
logam berat, yang tidak dipunyai oleh rumput di sebelahnya yang tidak terpolusi.
Karena perbedaan kepekaan terhadap logam berat tersebut, dua populasi rumput ini
akan mengembangkan mekanisme yang berbeda dalam masa pembungaannya
sehingga menghasilkan isolasi reproduksi.

d. Mekanisme Spesiasi Simpatrik


Mekanisme spesiasi ini adalah spesies yang berbeda menghuni tempat yang
sama berdivergen tanpa adanya isolasi geografis atau perubahan pada habitat.
Mekanisme ini cukup langka karena hanya dengan aliran gen yang sedikit akan
menghilangkan perbedaan genetika antara satu bagian populasi dengan bagian
populasi lainnya. Secara umum, spesiasi simpatrik pada hewan memerlukan evolusi
perbedaan genetika dan terjadinya perkawinan acak. Contoh bebek dengan entok
yang berada pada habitat yang sama, dampak dari mekanisme ini akan membawa
isolasi reproduksi salah satu jenis spesiasi simpatrik melibatkan perkawinan silang
dua spesies yang berkerabat, menghasilkan spesies hibrid. Hal ini tidaklah umum
terjadi pada hewan karena hewan hibrid bisanya mandul. Sebaliknya, perkawinan
silang umumnya terjadi pada tanaman, karena tanaman sering menggandakan jumlah
kromosomnya, membentuk poliploid. Ini membuat kromosom daritiap spesies tetua
membentuk pasangan yang sepadan selama meiosis. Salah satu contoh spesiasi
dengan mekanisme simpatrik adalah ketika tanaman Arabidopsis thaliana dan
Arabidopsis arenosa dari perkawinan menghasilkan spesies baru Arabidopsis
suecica. Hal ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu, dan proses spesiasi ini telah
diulang dalam laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat
dalam proses ini. Sebenarnya, penggandaan kromosom dalam spesies merupakan
penyebab utama isolasi reproduksi, karena setengah dari kromoson yang berganda
akan tidak sepadan ketika kawin dengan organisme yang kromosomnya tidak
berganda.

Terbentuknya spesies baru dapat terjadi karena:

a. Isolasi waktu, misalnya adalah kuda. Kuda jaman eosen yaitu Eohippus - Mesohippus
- Meryhippus - Pliohippus - Equus. Dari jaman eosin hingga sekarang seorang ahli
palaentolog menduga telah terjadi 150 ribu kali mutasi yang menguntungkan untuk
setiap gen kuda. Dengan demikian terdapat cukup banyak perbedaan antara nenek
moyang kuda dengan kuda yang kita kenal sekarang. Oleh sebab itu kuda-kuda
tersebut dinyatakan berbeda spesies.
b. Isolasi geografis Burung Fringilidae yang mungkin terbawa badai dari pantai Equador
ke Kepulauan Galapagos. Karena pulas-pulau itu cukup jauh jaraknya maka
perkawinan populasi satu pulau dengan pulau lainnya sangat jarang terjadi. Akibat
penumpukan mutasi yang berbeda selama ratusan tahun menyebabkan kumpulan gen
yang jauh berbeda pada tiap-tiap pulaunya. Dengan demikian populasi burung di tiap-
tiap pulau di Kepulauan Galapagos menjadi spesies yang terpisah.
c. Domestikasi hewan ternak yang dijinakkan dari hewan liar dan tanaman budi daya
dari tumbuhan liar adalah contoh domestikasi. Domestikasi memindahkan makhluk-
makhluk tersebut dari habitat aslinya ke dalam lingkungan yang diciptakan manusia.
Hal ini mengakibatkan muncul jenis hewan dan tumbuhan yang memiliki sifat
menyimpang dari sifat aslinya.
d. Mutasi kromosom adalah peristiwa terjadinya spesies baru secara cepat.

B. Peranan Isolasi dalam Mekanisme Evolusi

Kata evolusi mempunyai arti suatu proses perubahan atau perkembangan


secara secara bertahap atau perlahan-lahan. Dalam pengertian biologi, evolusi berarti
perubahan yang progresif artinya suatu perubahan yang berlangsung sedikit demi
sedikit dan memakan waktu yang lama dan perubahannya menuju ke arah semakin
kompleksnya struktur dan fungsi makhluk dan semakin banyak ragam jenis yang ada.
Selain itu, evolusi juga bisa mengarah perubahan yang regresif, dimana makhluk
hidup cenderung menuju ke arah kepunahan yang terjadi bukan hanya karena
semakin mundurnya struktur dan fungsi tetapi dapat juga karena perkembangan
struktur yang melebihi porsinya. Pada teori neodarwinisme dijelaskan bahwa seleksi
alam bukanlah sebab utama terjadinya evolusi organik, seleksi alam hanyalah sebagai
faktor yang mengukuhkan varian-varian yang sesuai yang diperoleh dari peristiwa
rekombinasi gen dan mutasi gen yang menyebabkan variasi makhluk hidup.
Mekanisme isolasi menurut Futuyama (1986) dalam bukunya Evolutionary Biologi
adalah karakteristik biologi yang menyebabkan spesies simpatrik tetap bertahan,
misalnya mempertahankan gene pool yang terbatas yang meliputi pencegahan
interbreeding (pembiakan dengan spesies yang berbeda) melalui isolasi geografi,
isolasi habitat, isolasi musim, isolasi reproduksi dan mechanical isolation. Selain
mencegah interbreeding, juga mengurangi keberhasilan persilangan melalui isolasi
gamet dan isolasi zigot. Peranan isolasi dalam mekanisme evolusi yaitu (Ardiansyah,
2015):

1. Premating isolation dapat menyebabkan variasi genetik, hal ini terjadi karena
populasi yang semula continue dipisahkan oleh sebab-sebab geografis, iklim, habitat
yang menyebabkan hambatan bagi penyebaran spesies, maka sistem populasi yang
terpisah ini tidak mungkin terjadi perkawinan (interbreeding). Hal ini menyebabkan
tidak terjadi pertukaran susunan gen mereka dan sistem evolusi mereka selanjutnya
akan terpisah. Sistem evolusi yang berbeda dalam waktu yang relatif lama tejadi
perbedaan spesies yang menyebabkan perubahan susunan genetik, apabila pemisahan
tercapai maka akan menghasilkan spesies yang benar-benar berbeda. Terdapat tiga
alasan mengapa sistem populasi yang terpisah geografis akan mengalami
penyimpanan sejalan dengan waktu:
a. Pertama, terdapat kemungkinan yang sangat besar bahwa kedua sistem populasi yang
terpisah itu mempunyai frekuensi gen permulaan yang berbeda, sebab pembagian
suatu sistem populasi menjadi dua bagian yang terpisah belum tentu membagi ke
dalam dua populasi yang sama secara genetis. Jadi, kalau dua populasi mencapai
potensi genetis yang berbeda sejak saat pemisahannya, evolusi mendatang sudah
tentu akan mengalami jalan yang berbeda saat pemisahannya, evolusi mendatang
sudah tentu akan melalui jalan yang berbeda.
b. Kedua, populasi yang terpisah itu akan mengalami kejadian-kejadian mutasi yang
berbeda. Mutasi terjadi secara sebaran (random), dan terdapat dua kemungkinan
besar bahwa beberapa mutasi yang terjadi di dalam satu bagian dari populasi yang
terpisah, sedangkan pada bagian lain mutasi tidak terjadi atau sebaliknya.
c. Ketiga, penyimpangan pada populasi yang terpisah itu, terjadi juga karena adanya
tekanan seleksi dari sekeliling yang berbeda-beda sebab mereka menempati keadaan
yang berbeda-beda. Kemungkinan bahwa kedua tempat mempunyai keadaan keliling
yang sama adalah kecil.
2. Postmating isolation dapat menyebakan evolusi retrogresif. Kepunahan adalah
kematian ras atau spesies. Kepunahan terjadi bila suatu spesies tidak lagi mampu
mereproduksi. Kebanyakan kepunahan diperkirakan disebabkan oleh perubahan
lingkungan yang mempengaruhi spesies dalam dua cara:
a. Spesies mungkin tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah dan
mati tanpa keturunan.
b. Spesies dapat beradaptasi tetapi dalam prosesnya mungkin berkembang menjadi
spesies baru yang berbeda.
Hal-hal yang mencegah perkawinan antarspesies disebut mekanisme isolasi
(Mayr, 1970). Klasifikasi mekanisme pengisolasi menurut adalah sebagai berikut:

1. Mekanisme isolasi prakawin (pre-mating), yaitu mekanisme yang mencegah


perkawinan antarspesies dan menyebabkan spesies untuk kawin dengan jenis mereka
sendiri (perkawinan asortatif). Isolasi pre-mating berperan penting dalam spesiasi
beberapa takson. Misalnya pada spesies simpatrik Drosophila, isolasi premating lebih
kuat secara signifikan dibandingkan isolasi post-mating. Spesiasi pada burung
awalnya terjadi akibat berkembangnya perilaku yang menghambat interbreeding,
sedangkan isolasi post-mating berkembang jauh setelahnya. Contoh lainnya, spesiasi
kupu-kupu Heliconius dikatalisasi oleh preferensi kawin yang kuat (Gavrilets dan
Boake, 1998).
a. Isolasi temporal. Individu dari spesies yang berbeda tidak kawin karena mereka aktif
pada waktu yang berbeda dalam satu hari atau pada musim yang berbeda.
b. Isolasi ekologi. Individu kawin di habitat yang mereka sukai, dan karena itu tidak
menemukan individu spesies lain yang memiliki preferensi ekologis yang berbeda.
c. Isolasi perilaku. Calon-calon pasangan bertemu, tapi memilih untuk kawin dengan
anggota spesies mereka sendiri.
d. Isolasi mekanis. Kopulasi dicoba, tetapi transfer sperma tidak terjadi.
2. Mekanisme isolasi pascakawin (post-mating), yaitu mekanisme yang mereduksi
keberhasilan perkawinan antarspesies akibat ketidakcocokan genomik, inviabilitas
keturunan hibrid, atau kemandulan.
a. Ketidakcocokan gamet. Transfer sperma terjadi, tetapi telur tidak dibuahi.
b. Kematian zigotik. Telur dibuahi, tapi zigot tidak berkembang.
c. Inviabilitas keturunan hibrid. Embrio hibrid terbentuk, tetapi viabilitasnya berkurang.
d. Sterilitas keturunan hibrid. Embrio hibrid hidup, tetapi steril saat dewasa.
e. Hancurnya keturunan hibrid. Hibrid generasi pertama (F1) dapat hidup dan subur,
namun generasi hibrida lanjut (F2 dan hasil backcross) mungkin tidak dapat hidup
atau steril.
KESIMPULAN
Dari materi yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa dari kedua jenis
isolasi reproduksi, yaitu pre-mating dan post-mating, isolasi yang lebih berpengaruh
terhadap terjadinya mutasi dan evolusi adalah isolasi pre-mating. Hal ini disebabkan
karena pada saat pre-mating terdapat spesies baru yang terisolasi, sehingga terjadinya
perkawinan di lokasi yang baru dan menyebabkan munculnya gen baru serta adanya
spesiasi. Jika suatu individu terisolasi pada suatu daerah, maka individu tersebut akan
menyesuaikan diri hingga terjadinya perubahan genetik. Sedangkan pada isolasi post-
mating, terjadi perkawinan antara individu, namun menghasilkan keturunan yang
steril bahkan tidak bias terjadi kelahiran karena keturunan yang letal, sehingga sulit
untuk melihat proses evolusi dalam isolasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Mubin. 2015. Evolusi Populasi. Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah.
Palembang.

Erik, P. P., dan T. Taher. Spesiasi. 2011. Makalah. Pendidikan Biologi PPsUM. Malang.

Gavrilets, S. & C. R. B. Boake. 1998. On the Evolution of Premating Isolation after a Founder
Event. The American Naturalist 152 (5): 706-716.

Maridi. 2012. Spesiasi. Pendidikan Biologi FKIP UNS. Surakarta.


Mayr, E. 1970. Populations, Species, and Evolution: An Abridgment of Animal Species and
Evolution. Harvard University Press. Cambridge.

Pujari, Saritha. 2015. Classification of Reproductive Isolating Mechanisms: Pre-mating and


Post-mating Mechanism. http://www.yourarticlelibrary.com/reproduction/classifica
tion-of-reproductive-isolating-mechanisms-pre-mating-and-post-mating-mechanism-
biology/27229/. (Diakses pada 31 Maret 2014, pukul 9:24 WIB).

Anda mungkin juga menyukai