PENDAHULUAN
2.2. Koevolusi
Koevolusi adalah proses evolusi dua atau lebih spesies yang mempengaruhi
proses evolusi mahluk hidup lainnya. Semua organisme dipengaruhi oleh makhluk
hidup disekitarnya, pada koevolusi, terdapat bukti bahwa sifat-sifat yang ditentukan
oleh genetika pada tiap spesies secara langsung disebabkan oleh interaksi antara dua
organisme. Koevolusi dapat terjadi pada berbagai tingkatan biologis, ia dapat terjadi
secara makroskopis maupun mikroskopis.
Contoh kasus koevolusi adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air. Taricha
granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin pada predatornya, ular Thamnophis
sirtalis. Pada pasangan predator-mangsa ini, persaingan senjata evolusioner ini
mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan resistansi racun yang tinggi
pada predatornya. Evolusi yang berkembang karena faktor non-biologis
seperti perubahan iklim tidak dapat dianggap sebagai koevolusi. Evolusi yang
memiliki interaksi satu lawan satu seperti antara mangsa dengan predator, organisme
inang dengan parasitnya, adalah koevolusi. Namun dalam kebanyakan kasus, hal ini
tidaklah jelas. Suatu spesies dapat berevolusi sebagai respon dari tekanan seleksi dari
banyak spesies lainnya, dan tiap-tiap spesies lainnya juga berevolusi merespon
banyak spesies lainnya pula. Situasi ini dirujuk sebagai "koevolusi baur".
Contoh lainnya adalah hubungan antara Pseudomyrmex (sejenis semut) dengan
tumbuhanakasia. Semut menggunakan tumbuhan ini sebagai tempat berlindung dan
sumber makanan. Hubungan antar dua organisme ini sangat dekat sedemikiannya
telah menyebabkan evolusi struktur dan perilaku khusus pada kedua organisme.
Semut melindungi pohon akasia dari hewan herbivora dan membersihkan tanah hutan
dari benih tumbuhan saingan. Sebagai gantinya, tumbuhan mempunyai struktur duri
yang membesar yang dapat digunakan oleh semut sebagai tempat perlindungan dan
sumber makanan ketika tumbuhan tersebut berbunga. Koevolusi seperti ini tidak
menandakan bahwa semut dan pohon tersebut memilih untuk berperilaku
secara altruistik, melainkan perilaku ini disebabkan oleh perubahan genetika yang
kecil pada populasi semut dan pohon yang menguntungkan satu sama lainnya.
Keuntungan yang didapatkan memberikan kesempatan yang lebih besar agar
karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seiring dengan berjalannya
waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang kita pantau sekarang.
Tidak semua interaksi antar spesies melibatkan konflik. Pada kebanyakan kasus,
interaksi yang saling menguntungkan berkembang. Sebagai contoh, kooperasi
ekstrem yang terdapat antara tanaman dengan fungi mycorrhizal yang tumbuh di akar
tanaman dan membantu tanaman menyerap nutrien dari tanah. Ini merupakan
hubungan timbal balik, dengan tanaman menyediakan gula dari fotosintesis ke fungi.
Pada kasus ini, fungi sebenarnya tumbuh di dalam sel tanaman, mengijinkannya
bertukar nutrien dengan inang manakala mengirim sinyal yang menekan sistem
immun tanaman.
Koalisi antara organisme spesies yang sama juga berkembang. Kasus ini
adalah eusosialitas yang ditemukan pada serangga sosial, seperti lebah, rayap,
dan semut, di mana serangga mandul memberi makan dan menjaga sejumlah
organisme dalam koloni yang dapat berkembang biak. Pada skala yang lebih kecil sel
somatik yang menyusun tubuh seekor hewan membatasi reproduksinya agar dapat
menjaga organisme yang stabil, sehingga kemudian dapat mendukung sejumlah
kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan keturunan. Dalam kasus ini, sel somatik
merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya untuk tumbuh
maupun mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan kemudian menggandakan diri,
pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan menyebabkan kanker.
Koevolusi dapat berdampak positif dan dapat juga berdamapak negative
terhadap kehidupan manusia yaitu apabila tubuh manusia mengalami peningkatan
kekebalan yang sifatnya genetic terhadap suatu pathogen tertentu, maka suatu saat
nanti pathogen tersebut juga ikut berevolusi untuk menembus pertahanan tubuh
manusia atau inangnya.
1. Isolasi Geografi
Mayoritas para ahli biologi berpandangan bahwa faktor awal dalam proses spesiasi
adalah pemisahan geografis, karena selama populasi dari spesies yang sama masih
dalam hubungan langsung maupun tidak langsung gene flow masih dapat terjadi,
meskipun berbagai populasi di dalam sistem dapat menyimpang di dalam beberapa
sifat sehingga menyebabkan variasi intraspesies. Hal serupa juga dikemukakan oleh
Campbell dkk (2003) bahwa proses-proses geologis dapat memisahkan suatu
populasi menjadi dua atau lebih terisolasi. Suatu daerah pegunungan bisa muncul dan
secara perlahan-lahan memisahkan populasi organisme yang hanya dapat menempati
dataran rendah; suatu glasier yang yang bergeser secara perlahan-lahan bisa membagi
suatu populasi; atau suatu danau besar bisa surut sampai terbentuk beberapa danau
yang lebih kecil dengan populasi yang sekarang menjadi terisolasi. Jika populasi yang
semula kontinyu dipisahkan oleh geografis sehingga terbentuk hambatan bagi
penyebaran spesies, maka populasi yang demikian tidak akan lagi bertukar susunan
gennya dan evolusinya berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan
berjalannya waktu, kedua populasi tersebut akan makin berbeda sebab masing-
masing menjalani evolusi dengan caranya masing-masing (Widodo dkk, 2003).
(Widodo dkk, 2003). Isolasi geografi dari sistem populasi diprediksi akan mengalami
penyimpangan karena kedua sistem populasi yang terpisah itu mempunyai frekuensi
gen awal yang berbeda, terjadi mutasi, pengaruh tekanan seleksi dari lingkungan yang
berbeda, serta adanya pergeseran susunan genetis (genetic drift), ini memunculkan
peluang untuk terbentuknya populasi kecil dengan membentuk koloni baru.
Suatu penghalang (barier) adalah keadaaan fisis ekologis yang mencegah terjadinya
perpindahan-perpindahan spesies tertentu melewati batas ini dan suatu barier suatu
spesies belum tentu merupakan barier bagi spesies lain. Perubahan waktu yang terjadi
pada isolasi geografis menyebabkan terjadinya isolasi reproduktif sehingga
menghasilkan dua spesies yang berbeda.
2. Isolasi Reproduksi
Pada awalnya isolasi reproduksi muncul sebagai akibat adanya faktor geografis,
yang sebenarnya populasi tersebut masih memiliki potensi untuk
melakukan interbreeding dan masih dapat dikatakan sebagai satu spesies. Kemudian
kedua populasi tersebut menjadi begitu berbeda secara genetis, sehingga gene
flow yang efektif tidak akan berlangsung lagi jika keduanya bercampur kembali. Jika
titik pemisahan tersebut dapat tercapai, maka kedua populasi telah menjadi dua
spesies yang terpisah.
Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya
pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor
ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi pengumpulan
perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga dapat menjadi mekanisme
isolasi instrinsik. Isolasi instrinsik dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau
mencegah interbreeding jika kedua populasi tersebut berkumpul kembali setelah
batas pemisahan tidak ada.
Spesiasi dimulai dengan terdapatnya penghambat luar yang menjadikan kedua
populasi menjadi sama sekali alopatrik (mempunyai tempat yang berbeda) dan
keadaan ini belum sempurna sampai populasi mengalami proses instrinsik yang
menjaga supaya supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap terpisah
meskipun mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang sama).
Kromosomal
Perbedaan jumlah kromosom, bentuk kromosom, atau urutan gen dapat menyebabkan
beberapa perubahan, baik dari segi morfologi ataupun tingkat kesuburan. Akibatnya,
individu populasi yang kromosomnya berbeda tidak dapat dibuahi oleh individu yang
kromosomnya tidak mengalami perubahan.
Musim
Perbedaan musim kawin atau musim berbunga akan menyebabkan individu yang
memiliki perbedaan musim kawin atau musim berbunga hanya dapat saling
menyerbuki atau membuahi individu yang cocok. Dengan demikian, terjadi isolasi
reproduksi dengan anggota populasi lain yang masa kawinnya atau musim
berbunganya berbeda. Proses ini akan mudah terlihat kalau kita bepergian dari daerah
tropika ke daerah beriklim sedang, makin ke utara perbedaan musim makin jelas.
Misalnya, tanaman ceri hanya akan berbunga di Perancis pada bulan Maret, di Inggris
ceri berbunga pada bulan Mei, dan di Skandinavia pada bulan Juni. Dengan demikian
polen (serbuk sari) dari bunga ceri Perancis tidak akan pernah membuahi bunga dari
pohon ceri Skandinavia. Apabila kedua populasi terpisah dalam waktu yang relatif
lama, proses spesiasi mungkin saja terjadi.
Partenogenesis
Cara berkembang biak secara partenogenesis adalah perkembangan individu dari
gamet (sel telur) yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata,
misalnya pada Aphid. Hal ini mengakibatkan setiap individu akan identik dengan
induk yang menghasilkannya, namun berbeda dengan individu yang dihasilkan dari
induk lainnya. Adanya proses mutasi dapat mengarahkan suatu kumpulan individu
menjadi berbeda dengan kumpulan individu lainnya.
ras anjing jantan yang bertubuh besar dapat mengawini anjing betina bertubuh kecil
dan akan menghasilkan anak yang besar. Meskipun anak anjing ini fertil, tetapi
proses pertumbuhan fetus (anjing) tersebut biasanya menghasilkan masalah besar.
Anak anjing berukuran terlalu besar sukar untuk dapat dilahirkan, karena ukuran
pinggul induk anjing betina tersebut terlalu kecil dan akhirnya akan mati. Dengan
demikian, bukan saja secara fisik sudah tidak memungkinkan, tetapi dari segi
reproduksi pun mereka memiliki hambatan yang lain.
Letalitas
Biasanya kejadian letal dari suatu perkawinan terjadi akibat embrio yang dihasilkan
tidak dapat mencapai usia dewasa reproduksi.
Sterilitas
Pada proses sterilitas, individu yang dilahirkan tidak dapat memiliki keturunan.
Semi-letal
Individu yang dihasilkan dari suatu perkawinan, meskipun hidup normal dan dapat
memiliki keturunan, memiliki vitalitas yang sangat rendah.
Mekanisme isolasi intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum
perkawinan dan isolasi sesudah perkawinan.
3) Isolasi Musim
Perbedaan musim kawin atau musim berbunga akan menyebabkan individu
yang memiliki perbedaan musim kawin atau musim berbunga hanya dapat saling
menyerbuki atau membuahi individu yang cocok. Dengan demikian, terjadi isolasi
reproduksi dengan anggota populasi lain yang masa kawinnya atau musim
berbunganya berbeda. Proses ini akan mudah terlihat kalau kita bepergian dari daerah
tropika ke daerah beriklim sedang, makin ke utara perbedaan musim makin jelas.
Misalnya, tanaman ceri hanya akan berbunga di Perancis pada bulan Maret, di Inggris
ceri berbunga pada bulan Mei, dan di Skandinavia pada bulan Juni. Dengan demikian
polen (serbuk sari) dari bunga ceri Perancis tidak akan pernah membuahi bunga dari
pohon ceri Skandinavia. Apabila kedua populasi terpisah dalam waktu yang relatif
lama, proses spesiasi mungkin saja terjadi.
Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun),
gametnya tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung berbintik
(Spilogale gracilis) yang sangat mirip dengan S. putorius ini tidak akan saling
mengawini karena S. gracilis kawin pada akhir musim panas dan S. putorius kawin
pada akhir musim dingin. Hal yang sama juga terjadi pada 3 spesies dari genus
anggrek Dendrobium yang hidup di musim tropis basah yang sama tidak
terhibridisasi, karena ketiga spesies ini berbunga pada hari yang berbeda.
6) Perbedaan Kromosomal
Perbedaan jumlah kromosom, bentuk kromosom, atau urutan gen dapat
menyebabkan beberapa perubahan, baik dari segi morfologi ataupun tingkat
kesuburan. Akibatnya, individu populasi yang kromosomnya berbeda tidak dapat
dibuahi oleh individu yang kromosomnya tidak mengalami perubahan.
7) Partenogenesis
Cara berkembang biak secara partenogenesis adalah perkembangan individu
dari gamet (sel telur) yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata,
misalnya pada Aphid. Hal ini mengakibatkan setiap individu akan identik dengan
induk yang menghasilkannya, namun berbeda dengan individu yang dihasilkan dari
induk lainnya. Adanya proses mutasi dapat mengarahkan suatu kumpulan individu
menjadi berbeda dengan kumpulan individu lainnya.
9) Letalitas
Biasanya kejadian letal dari suatu perkawinan terjadi akibat embrio yang
dihasilkan tidak dapat mencapai usia dewasa reproduksi.
10) Sterilitas
Pada proses sterilitas, individu yang dilahirkan tidak dapat memiliki keturunan.
11) Semi-letal
Individu yang dihasilkan dari suatu perkawinan, meskipun hidup normal dan
dapat memiliki keturunan, memiliki vitalitas yang sangat rendah.
A. Mekanisme spesiasi
a. Kedua sistem populasi yang terpisah itu mempunyai frekuensi gen permulaan yang
berbeda. Jadi, jika dua populasi memiliki potensi genetik yang berbeda sejak awal
pemisahannya, sudah barang tentu akan menempuh jalan yang berbeda.
b. Mutasi terjadi secara acak. Pemisahan dalam dua sistem populasi tersebut mungkin
disebabkan adanya mutasi.
c. Pengaruh tekanan seleksi alam sekeliling setelah mereka menempati posisi pemisahan
yang berbeda.
d. Pergeseran susunan gen (genetic drift). Ini berpeluang bagi terbentuknya koloni baru.
2. Isolasi Reproduksi
Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya
pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor
ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi pengumpulan
perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga dapat menjadi mekanisme
isolasi instrinsik. Isolasi geografis di atas dapat dikatakan sebagai faktor luar
(ekstrinsik) yang menjadi penyebab terjadinya spesiasi. Selanjutnya, dalam rentang
waktu yang lama akan terjadi mekanisme isolasi intrinsik, dimana sifat-sifat yang
dimiliki oleh populasi tersebut dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau
mencegah inbreeding jika kedua populasi itu berkumpul lagi setelah batas
pemisahannya sudah tidak ada. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa spesiasi
dimulai dengan adanya penghambat (barrier) luar yang menjadikan dua sistem
populasi menjadi sama sekali alopatrik (mempunyai tempat yang berbeda). Namun
keadaan ini belum sempurna sampai populasi ini mengalami proses intrinsik yang
menjaga supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap terpisah
meskipun mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang
sama). Mekanisme isolasi intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum
perkawinan dan isolasi sesudah perkawinan
a. Isolasi waktu, misalnya adalah kuda. Kuda jaman eosen yaitu Eohippus - Mesohippus
- Meryhippus - Pliohippus - Equus. Dari jaman eosin hingga sekarang seorang ahli
palaentolog menduga telah terjadi 150 ribu kali mutasi yang menguntungkan untuk
setiap gen kuda. Dengan demikian terdapat cukup banyak perbedaan antara nenek
moyang kuda dengan kuda yang kita kenal sekarang. Oleh sebab itu kuda-kuda
tersebut dinyatakan berbeda spesies.
b. Isolasi geografis Burung Fringilidae yang mungkin terbawa badai dari pantai Equador
ke Kepulauan Galapagos. Karena pulas-pulau itu cukup jauh jaraknya maka
perkawinan populasi satu pulau dengan pulau lainnya sangat jarang terjadi. Akibat
penumpukan mutasi yang berbeda selama ratusan tahun menyebabkan kumpulan gen
yang jauh berbeda pada tiap-tiap pulaunya. Dengan demikian populasi burung di tiap-
tiap pulau di Kepulauan Galapagos menjadi spesies yang terpisah.
c. Domestikasi hewan ternak yang dijinakkan dari hewan liar dan tanaman budi daya
dari tumbuhan liar adalah contoh domestikasi. Domestikasi memindahkan makhluk-
makhluk tersebut dari habitat aslinya ke dalam lingkungan yang diciptakan manusia.
Hal ini mengakibatkan muncul jenis hewan dan tumbuhan yang memiliki sifat
menyimpang dari sifat aslinya.
d. Mutasi kromosom adalah peristiwa terjadinya spesies baru secara cepat.
1. Premating isolation dapat menyebabkan variasi genetik, hal ini terjadi karena
populasi yang semula continue dipisahkan oleh sebab-sebab geografis, iklim, habitat
yang menyebabkan hambatan bagi penyebaran spesies, maka sistem populasi yang
terpisah ini tidak mungkin terjadi perkawinan (interbreeding). Hal ini menyebabkan
tidak terjadi pertukaran susunan gen mereka dan sistem evolusi mereka selanjutnya
akan terpisah. Sistem evolusi yang berbeda dalam waktu yang relatif lama tejadi
perbedaan spesies yang menyebabkan perubahan susunan genetik, apabila pemisahan
tercapai maka akan menghasilkan spesies yang benar-benar berbeda. Terdapat tiga
alasan mengapa sistem populasi yang terpisah geografis akan mengalami
penyimpanan sejalan dengan waktu:
a. Pertama, terdapat kemungkinan yang sangat besar bahwa kedua sistem populasi yang
terpisah itu mempunyai frekuensi gen permulaan yang berbeda, sebab pembagian
suatu sistem populasi menjadi dua bagian yang terpisah belum tentu membagi ke
dalam dua populasi yang sama secara genetis. Jadi, kalau dua populasi mencapai
potensi genetis yang berbeda sejak saat pemisahannya, evolusi mendatang sudah
tentu akan mengalami jalan yang berbeda saat pemisahannya, evolusi mendatang
sudah tentu akan melalui jalan yang berbeda.
b. Kedua, populasi yang terpisah itu akan mengalami kejadian-kejadian mutasi yang
berbeda. Mutasi terjadi secara sebaran (random), dan terdapat dua kemungkinan
besar bahwa beberapa mutasi yang terjadi di dalam satu bagian dari populasi yang
terpisah, sedangkan pada bagian lain mutasi tidak terjadi atau sebaliknya.
c. Ketiga, penyimpangan pada populasi yang terpisah itu, terjadi juga karena adanya
tekanan seleksi dari sekeliling yang berbeda-beda sebab mereka menempati keadaan
yang berbeda-beda. Kemungkinan bahwa kedua tempat mempunyai keadaan keliling
yang sama adalah kecil.
2. Postmating isolation dapat menyebakan evolusi retrogresif. Kepunahan adalah
kematian ras atau spesies. Kepunahan terjadi bila suatu spesies tidak lagi mampu
mereproduksi. Kebanyakan kepunahan diperkirakan disebabkan oleh perubahan
lingkungan yang mempengaruhi spesies dalam dua cara:
a. Spesies mungkin tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah dan
mati tanpa keturunan.
b. Spesies dapat beradaptasi tetapi dalam prosesnya mungkin berkembang menjadi
spesies baru yang berbeda.
Hal-hal yang mencegah perkawinan antarspesies disebut mekanisme isolasi
(Mayr, 1970). Klasifikasi mekanisme pengisolasi menurut adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Mubin. 2015. Evolusi Populasi. Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah.
Palembang.
Erik, P. P., dan T. Taher. Spesiasi. 2011. Makalah. Pendidikan Biologi PPsUM. Malang.
Gavrilets, S. & C. R. B. Boake. 1998. On the Evolution of Premating Isolation after a Founder
Event. The American Naturalist 152 (5): 706-716.