Anda di halaman 1dari 9

Evaluasi Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT. X


Siti Amalia Fajriyah1, Eka Wardhani2*
1,2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung
Jl. PHH. Mustapha 23, Bandung
*Koresponden email: ekawardhani08@gmail.com

Diterima: 18 November 2019 Disetujui:

Abstract
Disposal of the residual production of an industry containing hazardous and toxic materials can have a
negative impact on the environment and human health. PT. X The Spinning Division is a company
engaged in spinning yarn that produces hazardous waste in the production process, especially in machine
maintenance. The hazardous waste produced is in the form of used TL lamps, contaminated cotton waste,
used oil, and used hazardous packaging. The hazardous waste is toxic, corrosive and flammable. The
purpose of this study is to compare the existing conditions of hazardous waste management with
applicable regulations. The study was conducted by directly observing the existing conditions and scoring
using Guttman scale. The research variables include sorting, storing, collecting, transporting, utilizing,
processing and landfill hazardous waste. The results showed that the management of hazardous waste in
PT. X The Spinning Division gets a score 34.3% which is categorized “Poor”.
Keyword: Hazardous waste, Spinning, Guttman, Hazardous waste management, Scoring

Abstrak
Pembuangan sisa hasil produksi suatu industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PT. X Divisi Pemintalan
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pemintalan benang yang menghasilkan limbah B3
pada proses produksi terutama pada pemeliharaan mesin. Limbah B3 yang dihasilkan berupa lampu TL
bekas, majun terkontaminasi, oli bekas, dan kemasan bekas B3. Limbah B3 tersebut bersifat beracun,
korosif, dan mudah terbakar. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kondisi eksisting
pengelolaan limbah B3 dengan peraturan yang berlaku. Penelitian dilakukan dengan cara mengobservasi
langsung kondisi eksisting dan melakukan skoring dengan menggunakan skala Guttman. Variabel
penelitian meliputi pemilahan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan penimbunan limbah B3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi
Pemintalan mendapatkan skor 34,3 % yang dikategorikan “Buruk”.
Kata kunci : limbah B3, pemintalan, Guttman, pengelolaan limbah B3, skoring

1. Pendahuluan
PT. X merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang tekstil dan menghasilkan produk
berupa benang pintal serat kapas alami serta benang pintal serat polyester yang berkualitas eksport.
Lokasi PT. X terletak di Jalan Industri Ubrug, Kembangkuning, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten
Purwakarta dengan luas 50,2 Ha. Secara geografis PT. X dibatasi sebelah Utara oleh Jalan Tol
Cipularang, Selatan berbatasan dengan Elegant Textile, Timur berbatasan dengan Waduk Jatiluhur, dan
Barat berbatasan dengan Terminal Ciganea [1].
Proses produksi yang dilakukan PT. X menghasilkan suatu produk serta sisa proses proses produksi
yang tidak dapat digunakan lagi atau limbah. Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan terdapat
limbah yang bersifat berbahaya dan beracun (B3). Bahan Berbahaya, dan Beracun (B3) adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain [2]. Berdasarkan

1
Peraturan Pemerintah No. 101 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (PP 101/2014),
Limbah B3 adalah sisa suatu udaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Limbah B3 yang dihasilkan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang diawali dengan
dengan proses penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengelolaan limbah B3
termasuk penimbunan. Pengelolaan tersebut, diharapkan dapat meminimasi timbulan Limbah B3 yang
dihasilkan, dengan melakukan suatu proses upaya yang dimulai dari melakukan pengurangan timbulan
dari sumber dengan meminimasi penggunaan bahan baku atau bahan penolong yang semula B3 menjadi
non B3, melakukan pemilihan dan penerapan proses produksi yang lebih efisien, serta menggunakan
teknologi yang ramah lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi
Pemintalan, melakukan evaluasi dari sistem pengelolaan limbah B3, serta memberikan penilaian
pengelolaan limbah B3 yang telah dilakukan berdasarkan kepada saran perbaikan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Penelitian ini mengacu kepada beberapa dasar hukum tentang pengelolaan limbah B3 yaitu (1) Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3, (2) Keputusan
Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3, (3) Keputusan Bapedal
No. 2 Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Kegiatan yang dilakukan di
divisi pemintalan PT. X terdiri atas pemintalan benang yang dilakukan di 7 departemen pemintalan.
Pemintalan adalah proses pembuatan benang dengan memilin dan menjalin secara bersama serat-
serat tumbuhan maupun hewan. Proses pemintalan menghasilkan limbah B3 yang berasal dari perawatan
mesin diantaranya oli bekas, majun/kain terkontaminasi B3, kemasan B3 [3]. Berdasarkan hal tersebut, Commented [D1]: Kok langsung 14? 1-13 nya mana?
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan pengelolaan limbah B3 di proses
pemintalan.

2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini memiliki empat tahapan, yaitu studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan dan
analisis data serta kesimpulan. Studi pustaka yang digunakan yakni mempelajari peraturan-peraturan yang
berlaku yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3, serta jurnal terkait pengelolaan limbah B3 di
industri tekstil khususnya bidang pemintalan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu data primer yang diperoleh dengan cara
wawancara dan observasi yang dilakukan pada tanggal 1-30 Juli 2019, serta data sekunder berupa profil
perusahaan, tahapan proses produksi, limbah B3 yang dihasilkan, pengelolaan limbah B3, serta pihak
ketiga yang akan mengelola limbah B3 yang dihasilkan oleh perusahaan dalam proses produksi yang
diperoleh dari dokumen yang tersedia di PT X Divisi Pemintalan.
Pengolahan dan analisis data yang dilakukan yaitu dengan membandingkan kondisi eksisting
pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT X Divisi Pemintalan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku. Pengelolaan limbah B3 yang dibandingkan dimulai dari pengurangan, penyimpanan, dan
pengumpulan. Proses pengangkutan dan pengolahan tidak dibandingkan karena tidak dilakukan oleh PT.
X. Hasil dari perbandingan tersebut, kemudian dilakukan pembobotan untuk menilai pengelolaan limbah
B3 yang telah dilakukan dengan menggunakan Skala Guttman.
Skala Guttman disebut juga skala scalogram merupakan metode yang sangat baik untuk meyakinkan
hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi dan sifat yang diteliti yakni sesuai dan tidak sesuai [4]. Nilai
perhitungan pembobotan menggunakan skala Guttman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai pembobotan Skala Guttman


No Keterangan Skor
1 Tidak Sesuai 0
2 Sesuai 1

Jawaban dari sifat yang diteliti dibuat skor tertinggi “1” dan terendah “0”. Penelitian ini
menggunakan Skala Guttman dalam membandingkan kondisi eksisting dengan peraturan yang berlaku
untuk melakukan skoring agar didapat hasil yang bersifat tegas. Setelah memberikan skor berdasarkan
Tabel 1. kemudian dilakukan perhitungan terhadap persentasi skoring, dengan rumus yang disajikan pada
persamaan (1). Pengelolaan limbah B3 dengan menggunakan Skala Guttman telah dipergunakan untuk

2
meneliti pengelolaan limbah B3 di Klinik Gigi Kota Yogyakarta [5] dan di PT Indopherin Jaya
Probolinggo [6].

Total Skor Terpenuhi Eksisting (1)


Persentase Skoring = x 100%
Total Skor Ideal

Persentase skoring ini diberikan untuk setiap tahapan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh
PT. X Divisi Pemintalan sehingga kita dapat mengetahui nilai persentase untuk setiap tahap pengelolaan
Limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan. Hasil persentase yang sudah dilakukan kemudian dibandingkan
kedalam kategori penilaian untuk menentukan menentukan kesesuaian pengelolaan limbah B3 di PT. X
Divisi Pemintalan dengan regulasi yang berlaku yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori penilaian pengelolaan limbah B3 [7]


No Nilai (%) Kategori Penilaian
1 81-100 Baik Sekali
2 61-80 Baik
3 41-60 Cukup
4 21-40 Buruk
5 0-20 Buruk Sekali

Evaluasi pengelolaan limbah B3, apabila data yang didapat bersifat kuantitatif menggunakan Skala
Guttman, maka data perlu diolah untuk menarik kesimpulan. Teknik hitung presentase merupakan teknis
analisis yang digunakan [5].

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Gambaran Umum Industri X
PT X didirikan dalam rangka merealisasikan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing. Tahun 1991 dibangun pabrik polyester. Tahun 1994 dilakukan ekspansi benang filamen
dan pendirian pabrik mentah, serta tahun 1995 PET (resin) di dirikan, tahun 1996 pendirian pabrik
Polyester II dengan mesin-mesin canggih dan ekspansi pabrik kain mentah. Tahun 1999 mendirikan
pabrik pemintalan benang jahit untuk coats. Tahun 2006 pendirian pembangkit listrik tenaga batubara 60
MW, serta pad tahun 2007 ekspansi pabrik pemintalan benang dengan mesin-mesin modern [8].
Produk yang dihasilkan PT X adalah benang pintal serat kapas alami dan benang pintal serat
polyester yang dihasilkan oleh divisi pemintalan, serta sarung tangan lateks dan tekstil kain jadi. Proses
produksi di PT X Divisi Pemintalan menerapkan sistem berlanjut dimana proses produksi benang pintal
berlangsung secara terus-menerus setiap hari dengan bahan baku serat kapas alami sebanyak 144 bale. PT
X Divisi Pemintalan dapat menghasilkan produk jadi benang pintal dari serat kapas alami sebasar 25 ton
setiap harinya. Proses produksi secara lengkap terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Proses Produksi PT X Divisi Pemintalan

3
Proses produksi PT X menggunkan bahan baku serat kapas alami yang di impor. Meskipun peranan
serat kapas di Indonesia sangat dominan, kenyataan menunjukkan sebalikya, produksi serat kapas
nasional masih sangat memprihatinkan [9]. Oleh karena itu, digunakan kapas import untuk bahan baku.
Jenis bahan baku yang digunakan adalah bahan baku indirect material yaitu bahan baku yang ikut
berperan dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung pada barang jadi yang dihasilkan. Bahan
baku serat kapas alami akan di produksi menjadi benang pintal yang akan menjadi bahan dasar kain jadi.
Berat kapas yang dibutuhkan dalam satu hari untuk pengolahan sebesar 144 bale atau 30 ton.
Proses produksi PT. X Divisi Pemintalan memiliki 7 departemen yang masing-masing departemen
memiliki 3 rangkaian mesin dari mesin blendomat sampai packing (7 mesin) sehingga mesin keseluruhan
berjumlah 147 mesin yang beroperasi setiap hari.
3.2. Limbah yang Dihasilkan
PT. X Divisi Pemintalan menghasilkan limbah B3 dan non B3. Terdapat 2 cara untuk menentukan
suatu limbah termasuk limbah B3, yaitu dengan tes laboratorium dan mengidentifikasi limbah tersebut
dengan daftar limbah spesifik yang disusun oleh pemerintah karena telah dicurigai berpotensi
menunjukkan karakteristik limbah B3 [10]. Daftar limbah spesifik tersebut dimuat di Peraturan
Pemerintah No. 101 Tahun 2014.
Limbah B3 yang dianalisis berasal dari perawatan/perbaikan mesin produksi yang ada di
departemen pemintalan 1-7 yang artinya bukan dari proses produksi utama. Limbah B3 tersebut
merupakan sumber tidak spesifik [2]. Menentukan kategori limbah B3 merupakan salah satu proses
identifikasi limbah B3 selain sumber limbah B3 berdasarkan PP 101 Tahun 2014. Kategori limbah B3
yang dihasilkan PT. X Divisi Pemintalan merupakan kategori 2. Kategori 2 adalah limbah B3 yang
mengandung B3, memiliki efek tunda, dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan
hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis [2].
Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT.X Divisi Pemintalan terdiri atas (1) kemasan bekas B3,
dihasilkan oleh bagian utility dan mekanik yang berupa kemasan bekas oli dan kemasan bekas grease;
(2) oli bekas, dihasilkan oleh bagian mekanik dan utility; (3) limbah elektronik, dihasilkan oleh bagian
elektrik, limbah ini berupa kabel, baterai, dan lampu TL; dan (4) majun terkontaminasi dihasilkan dari
bagian mekanik, dan utility. Majun berupa kain yang digunakan untuk mengelap tumpahan atau ceceran
oli ataupun grease. APD bekas masker dan sarung tangan juga termasuk kedalam kategori limbah majun.
Limbah B3 yang dihasilkan dari setiap department pemintalan akan diangkut secara rutin oleh
pihak gudang sekali dalam sebulan untuk dikumpulkan di TPS LB3, karena limbah yang dihasilkan
memungkinkan untuk disimpan. Setiap ±2 bulan sekali limbah B3 diangkut dan diolah oleh pihak ketiga
yaitu PPLI. Jenis dan timbulan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dapat dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Jenis dan timbulan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan [8]


No. Kode Limbah Jenis Limbah Kategori Bahaya Timbulan (kg/hari)
1 B104d Kemasan bekas B3 2 0.133
2 B105d Oli bekas 2 2.910
3 B107d Limbah elektronik 2 0.156
4 B110d Majun terkontaminasi 2 1.500

Jenis limbah B3 yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda setiap jenisnya. Karakteristik
setiap jenis limbah tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. karakteristik limbah B3 [8]


Jenis Limbah Karakteristik Limbah
Kemasan Bekas B3
Tong (besi) 200 Liter Korosif, Beracun
Jerigen 25 Liter
Oli bekas Mudah terbakar, Beracun
Limbah elektronik Beracun
Majun terkontaminasi Beracun

Limbah B3 yang dihasilkan di PT. X Divisi Pemintalan dapat dimanfaatkan kembali dengan
melakukan pengolahan terlebih dahulu. Berdasarkan penelitian, oli bekas dapat digunakan kembali
menjadi bahan bakar diesel dengan melakukan proses pemurnian yang meliputi pengendapan, pemanasan
untuk membuang kandungan air, serta penambahan asam sulfat dan natrium hidroksida [11]. Pengolahan
4
limbah oli bekas juga dapat dilakukan menggunakan metode elektrokoagulasi dengan elektoda
alumunium [12].
Limbah non B3 yang dihasilkan dari proses produksi berupa nailcomber yang dihasilkan dari
proses blowing, hardwaste yang dihasilkan dari proses carding dan drawing, serta softwaste yang
dihasilkan dari ring spinning dan simplex. Ketiga limbah padat non B3 ini, dihasilkan 3,5 ton dalam
sehari. Limbah nailcomber dan limbah non hardwaste berupa serat-serat pendek yang putus dan
gumpalan serat yang masih menyatu, sedangkan softwaste berupa serat-serat halus yang terputus dari
proses spinning. PT. X Divisi Pemintalan dalam menanggulangi limbah padat non B3 dari proses
produksi menggunakan metode daur ulang. Limbah padat non B3 yang dihasilkan akan diserahkan
kepada pihak ketiga berizin.
Limbah serat kapas juga dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku berupa komposit berpenguat
limbah serat kapas berupa felt (produk nonwoven) dan manufactured wood (papan pabrikan) berupa
papan serta yang dapat memenuhi standar [13].
3.3. Pengelolaan Limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan
Pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dilakukan dengan melihat aspek teknis dan non
teknis pengelolaan limbah B3. Aspek non teknis melputi dasar hukum pelaksanaan pengelolaan limbah
B3 dan kelembagaan.
Pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan mengacu pada peraturan terkait, meliputi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun;
b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun; dan
c. Keputusan Kepala Bapedal, KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Tekns
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Unit yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan adalah
store (gudang). Unit gudang bertugas untuk mengelola limbah B3 yang akan dikirim ke pihak ketiga dari
mulai penyimpanan hingga pengangkutan. Pewadahan, dan pengumpulan di tugaskan kepada bagian
mekanik dan utility masing-masing departemen pemintalan 1-7. Limbah B3 yang dihasilkan disimpan di
departemen masing-masing kemudian akan diangkut oleh unit gudang perbulan dengan menggunakan
truk.
Aspek teknis pengelolaan limbah B3 menurut PP 101/2014, bahwa pengelolaan yang harus
dilakukan yaitu pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3. Skoring yang dilakukan dalam mengevaluasi pengelolaan limbah B3
dilakukan disetiap tahap pengelolaan limbah B3, kecuali tahap pemilahan limbah. Tahap pemilahan
limbah B3 dilakukan untuk memilah antara limbah B3 dan non B3, tidak ada kriteria khusus pemilahan.
Berdasarkan hasil observasi, PT.X Divisi Pemintalan belum melakukan pemilahan antara limbah B3 dan
non B3 terutama di TPS limbah B3 2 seperti terdapat di Gambar 2.

Gambar 2. Pemilahan limbah B3 berdasarkan jenis limbah


Sumber : Hasil dokumentasi, 2019

Pengurangan Limbah B3
Pengurangan limbah B3 dapat dilakukan dengan tata kelola yang baik terhadap material yang
berpotensi menghasilkan pencemaran terhadap lingkungan maupun gangguan kesehatan [14].
Berdasarkan kriteria pengurangan PP 101/2014, PT. X Divisi Pemintalan belum melakukan pengurangan
limbah B3. Persentase skoring yang didapat untuk parameter pengurangan adalah sebesar 0%.
Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 untuk parameter pengemasan
dan pewadahan di PT. X. Divisi Pemintalan adalah “Buruk Sekali”. Upaya pengurangan dilakukan adalah
5
dengan menggunakan kembali wadah/kemasan B3 seperti kemasan oli untuk oli bekas yang telah
digunakan untuk mengurangi timbulan limbah B3 berupa kemasan B3.
Pewadahan/Pengemasan Limbah B3
PT. X Divisi Pemintalan belum sepenuhnya melakukan pengemasan sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Kep-01/Bapedal/09/1995. Pewadahan seharusnya dilakukan sesuai dengan jenis
limbahnya, untuk itu masing-masing limbah B3 memiliki jenis pewadahan yang berbeda-beda [15].
Pewadahan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan berdasarkan jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 5
dan contoh kemasan/wadah yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 5. Pewadahan limbah B3 PT. X Divisi Spun Yarn


No Jenis Limbah Karakteristik Pewadahan
1. Majun terkontaminasi Beracun Plastik
Kemasan Bekas B3
2.  Tong (besi) 200 liter Korosif, Beracun Disimpan tidak di atas palet
 Jerigen 25 liter
3. Limbah elektrik Beracun Tidak diberi wadah
4. Oli Bekas Mudah terbakar, beracun Tong (besi) dan jerigen
Sumber : Hasil Observasi, 2019

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan skala Guttman pengemasan dan pewadahan
limbah B3 yang dilakukan oleh PT. X Divisi Pemintalan yang dibandingan dengan Kep-
01/Bapedal/09/1995 belum sesuai di 5 parameter, yaitu kondisi, bahan keamanan dan penutup kemasan,
kemasan yang telah penuh, dan kemasan kosong. Persentase skoring yang didapat untuk parameter
pengemasan dan pewadahan adalah sebesar 40%. Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan limbah B3 untuk parameter pengemasan dan pewadahan di PT. X. Divisi Pemintalan adalah
“Buruk”.

(a) (b)
Gambar 3. (a) Oli bekas disimpan dalam jerigen tanpa palet dan (b) Lampu TL disimpan tanpa wadah
Sumber: Hasil dokumentasi, 2019

Simbol dan Label Limbah B3 dan TPS Limbah B3


PT. X Divisi Pemintalan memiliki 2 buah TPS limbah B3 yang berada dilokasi dan memiliki fungsi
yang berbeda. 1 buah TPS limbah B3 menampung limbah B3 yang berasal dari departemen Spinning 1-5
dan lainnya menampung limbah B3 yang berasal dari departemen Spinning 6-7. Lokasi antara departemen
1-5 dan 6-7 memiliki lokasi yang berjauhan oleh karena itu TPS LB3 dibuat berbeda. Rekapitulasi
perbandingan antara kondisi eksisting mengenai simbol dan label limbah B3 di TPS limbah B3 1 dan 2
PT. X Divisi Pemintalan dengan PermenLH 14/2013 belum sesuai. Pemberian simbol limbah B3 pada
setiap kemasan limbah B3 belum dilakukan, tetapi untuk pemberian simbol di dinding serta pintu TPS
Limbah B3 1 sudah dilakukan tetapi belum sesuai. Sementara itu di TPS Limbah B3 2 baik penempelan
simbol di kemasan Limbah B3 maupun di dinding serta pintu tidak dilakukan penempelan, sehingga
belum sesuai dengan PermenLH 14/2013.
Pemberian label limbah B3 pada semua wadah dan/atau kemasan limbah B3 yang memuat
informasi tentang asal usul limbah, identitas limbah, serta kuantifikasi limbah B3 dalam kemasan belum
memenuhi PermenLH 14/2013, baik di TPS Limbah B3 1 maupun 2 karena belum diberikan label.
Persentase skoring yang didapat untuk parameter simbol dan label untuk TPS Limbah B3 1 adalah 18%
dan TPS Limbah B3 2 adalah 0%. Rata-rata kedua nilai persentase ini yaitu 9%, sehingga dapat

6
disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 untuk pemberian label dan simbol di PT. X. Divisi
Pemintalan adalah “Buruk Sekali”.
Pengumpulan Limbah B3 ke TPS Limbah B3
Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3
sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau penimbun limbah B3 [2]. Pengumpulan limbah B3 di
PT. X. Divisi Pemintalan untuk departemen Spinning 6-7 yang memiliki TPS limbah B3 terpisah akan
melakukan pengumpulan limbah B3 ke TPS limbah B3 1, sekali dalam sebulan. Pengumpulan akan
dilakukan dengan menggunakan truk. Tingkat ketercapaian dari pengumpulan limbah B3 diketahui
dengan melakukan perbandingan antara kondisi eksisting dengan PP 101/2014 untuk mengevaluasi
limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dapat disimpulkan bahwa pengumpulan limbah B3 yang telah
dilakukan oleh PT. X Divisi Pemintalan dengan persentase 50% adalah “Cukup”.
Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPS LB3)
Dari kedua TPS limbah B3 yang dimiliki PT. X. Divisi Pemintalan hanya 1 TPS yang memiliki izin
yaitu TPS limbah B3 1. TPS limbah B3 2 selain belum memiliki izin, juga belum meiliki pengelola yang
resmi, sehingga limbah yang dikumpulkan masih belum dilakukan pengelolaan dengan baik.
Penyimpanan limbah B3 PT X Divisi Pemintalan dilakukan selama maksimal 365 hari karena limbah B3
yang dihasilkan termasuk kategori 2 dari sumber tidak spesifik dengan berat < 50 kg/hari. Kedua TPS
limbah B3 menampung limbah B3 berupa lampu TL bekas, oli bekas, kemasan bekas B3, dan majun
terkontaminasi.
Berdasarkan hasil analisis persentase yang diperoleh pada evaluasi penyimpanan limbah B3 di PT.
X Divisi Pemintalan baik di TPS limbah B3 1 maupun 2 sebagai berikut: (1) berdasarkan evaluasi
penyimpanan dengan Kep-01/Bapedal/09/1995, score total yang diperoleh adalah 5 dengan score ideal
22. Sehingga persentase skoring yang didapatkan adalah 22%. (2) berdasarkan evaluasi penyimpanan
dengan PP 101/2014, score total yang diperoleh adalah 4,5 dengan score ideal 8. Sehingga persentase
skoring yang didapatkan adalah 56%. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa secara keseluruhan
persentase skoring untuk tempat penyimpanan sementara bila ditinjau dari 2 peraturan pembanding
adalah 39% yang dikategorikan “Buruk”.
Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan limbah B3 yang berasal dari TPS limbah B3 2 akan di angkut ke TPS limbah B3 1,
kemudian akan diangkut oleh pihak ketiga yaitu PT. PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) yang
telah memiliki izin dan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pengangkutan dilakukan setiap 2 bulan sekali. Pihak PPLI akan mengangkut jenis limbah B3 yang sesuai
dengan perjanjian yang telah mendapat izin dari KLHK. Setiap pengangkutan limbah B3 yang dilakukan
oleh pihak ketiga, PT. X akan melakukan pengecekan kelengkapan dokumen meliputi identitas,
perlengkapan pengemudi, serta izin alat angkut yang berasal dari Dinas Perhubungan.
Langkah untuk mengetahui tingkat ketercapaian perlu dilakukan perbandingan antara kondisi
eksisting dengan peraturan berlaku. Peraturan yang digunakan adalah Kep-01/Bapedal/09/1995 dan PP
101/2014 untuk pengangkutan Limbah B3 di PT. X Berdasarkan hasil perhitungan total score yang
diperoleh pada evaluasi pengangkutan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan adalah 17, dengan score
ideal adalah 25, maka persentase skoring yang di dapat adalah 68%. Tingkat ketercapaian untuk evaluasi
pengangkutan diperoleh 68% yang dikategorikan “Baik”.
Setelah dilakukan analisis dan pembahasan dari masing-masing pengelolaan limbah B3 di PT X
Divisi Pemintalan dihasilkan nilai dari setiap pengelolaan yang dilakukan yang dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 6. Rekapitulasi hasil persentase per kegiatan pengelolaan
No Evaluasi Peraturan terkait % skoring Kategori Ketercapaian
1. Pengurangan PP 101 Tahun 2014 0 Buruk Sekali
2. Pewadahan Kep Bapedal No. 01/1995 40 Buruk
Pemberian Simbol Permen LH No. 14 Tahun
3. 9 Buruk Sekali
dan Label 2014
4. Pengumpulan PP 101 Tahun 2014 50 Cukup
Kep Bapedal No. 01/1995
5. Penyimpanan 39 Buruk
PP 101 Tahun 2014
Kep Bapedal No. 02/1995
6. Pengangkutan 68 Baik
PP 101 Tahun 2014
Total % Ketercapaian 34,3 Buruk
Sumber: Hasil Analisis, 2019

7
Berdasarkan % skoring seluruh parameter bahwa PT. X Divisi Pemintalan telah melakukan
pengelolaan limbah B3 dengan hasil 34,3% yang dikategorikan “Buruk”. Maka dari itu, diharapkan PT.
X. Divisi Pemintalan dapat melakukan beberapa perbaikan untuk memaksimalkan pengelolaan limbah B3
agar seluruh parameter sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengelolaan limbah B3 PT. X Divisi Pemintalan agar dapat dikatakan pengelola limbah B3 yang
baik harus memenuhi parameter-parameter dari setiap tahapan pengelolaan berdasarkan peraturan yang
berlaku. Rekomendasi yang diberikan pada pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT. X Divisi
Pemintalan harus dilakukan di setiap tahap.
Pengemasan/pewadahan Limbah B3
Rekomendasi pada tahap pengemasan/pewadahan limbah B3 yaitu melakukan pengemasan yang
sesuai [15], diantaranya dus bekas atau box plastik dapat digunakan untuk menampung lampu TL bekas
dan majun terkontaminasi serta oli bekas dikemas dengan menggunakan tong besi yang tidak berkarat dan
tidak rusak.
Simbol dan Label Limbah B3 dan TPS Limbah B3
Tahap pemberian simbol dan label pada limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dengan
memberikan simbol beracun, mudah terbakar, dan korosif pada limbah B3 yang sesuai dengan ukuran 10
x 10 cm pada kemasan limbah B3 serta dinding tempat penyimpanan limbah B3 yang berada di TPS
limbah B3 [16]. Simbol beracun untuk lampu TL bekas serta majun terkontaminasi, mudah terbakar
untuk oli bekas, dan korosif untuk kemasan limbah B3 [16]. Pemberian label B3 pada masing-masing
limbah B3 perlu dilakukan, juga dengan melengkapi informasi yang diminta dalam label limbah B3.
Label diletakkan diatas simbol limbah B3 dengan ukuran 15 x 20 cm [16].
Pengumpulan Limbah B3
Tahap pengumpulan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu melakukan pemisahan
wadah limbah B3 dan non B3, memberikan nama serta karakteristik limbah B3 pada tempat pengumpulan
limbah B3.
Penyimpanan Limbah B3
Tahap penyimpanan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan pada tata letak penyimpanan
limbah B3 yaitu melakukan sistem blok yang terdiri dari 2x2 kemasan, memberikan palet pada
penumpukan antar kemasan limbah B3 serta alasnya, lebar tiap blok diberikan jarak 60 cm, serta
penyimpanan limbah B3 tidak menempel pada dinding. Izin TPS limbah B3 belum dimiliki oleh PT. X
Divisi Pemintalan untuk TPS limbah B3 2, oleh karena itu segera mengajukan izin TPS limbah B3 2 pada
DLH Kota/Kabupaten. Bangunan serta fasilitas TPS limbah B3 harus banyak diperbaiki diantaranya, bagi
TPS limbah B3 2 bangunan dibuat tertutup agar terhindar dari sinar matahari dan hujan, dibuat tanpa
plafon, memiliki ventilasi udara, serta memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) dan
membuat lantai kedap air dengan kemiringan maksimal 1% ke arah bak penampung, serta membuat bak
penampung tumpahan atau ceceran, bagi TPS limbah B3 1 maupun 2 dengan memberikan simbol
karakteristik limbah B3 yang disimpan pada bagian luar bangunan. Fasilitas lain yang perlu dipenuhi oleh
TPS limbah B3 2 yaitu memberikan alat pemadam kebakaran, pagar pengaman, peralatan P3K, serta
untuk TPS limbah B3 1 maupun 2 yaitu dengan memberikan pembangkit listrik cadangan, peralatan
komunikasi, gudang peralatan dan perlengkapan serta pintu darurat dan alarm.
Pengangkutan Limbah B3
Tahap pengangkutan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dengan melakukan
pencatatan di logbook dan neraca limbah.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi mengenai pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan, limbah
B3 yang ada berasal dari sumber tidak spesifik, limbah B3 yang ada yaitu kemasan bekas B3 (0,133
kg/hari), limbah elektronik (0,156 kg/hari), majun terkontaminasi (1,500 kg/hari), dan oli bekas (2,910
kg/hari). Karakteristik limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan terdiri dari atas tiga karakteristik yaitu
mudah terbakar, korosif, dan beracun.
Pengelolaan limbah B3 PT X Divisi Pemintalan dilakukan dengan melihat aspek teknis dan non
tekns. Aspek non teknis pengelolaan limbah B3 terdiri atas dasar hukum pelaksanaan dan kelembagaan,
sedangkan aspek teknis yaitu pengelolaan mulai dari pemilahan, pengurangan, pewadahan, simbol dan
label, pengumpulan, dan penyimpanan. Tahap pengangkutan dan pengolahan dilakukan oleh pihak ke-3
yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).

8
Berdasarkan hasil analisis dengan peraturan terkait yakni PP 101/2014, PermenLH 14/2013, dan
Kep-01/Bapedal/09/1995 bahwa sistem pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan berada pada
kondisi “Buruk” dengan persentase ketercapaian 34,3% yang artinya harus melakukan berbagai perbaikan
agar parameter-parameter pengelolaan limbah B3 terpenuhi sehingga tercipta pengelolaan limbah B3
yang baik.

5. Daftar Pustaka
[1] PT. X. 2019 Dokumen PT. X: Purwakarta
[2] Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
[3] Subekhi, Muhammad dan Azwar Hanik. 2018. Perancangan Pabrik Benang Carded Ne1 40
(Tex14,8) 100% Cotton dengan Kapasitas 66.000 Mata Pintal. Universitas Islam Indonesia:
Yogyakarta
[4] Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
[5] Nandito, Muhammad Afrizal. 2018. Identifikasi Pengelolaan Limbah B3 Padat Klinik Gigi di
Kota Yogyakarta. Jurnal UII.
[6] Jannah, Miflathul. 2018. Tugas Akhir Studi Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di PT Indopherin Jaya Probolinggo Tahun 2018. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Jurusan Kesehatan Lingkungan Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan: Surabaya
[7] Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Karya.
[8] PT. X Divisi Pemintalan. 2019. Dokumen Divisi Pemintalan: Purwakarta
[9] Hanifah, Nida’ul dan Fitri Kartiasih. 2018. Determinan Impor Serat Kapas di Indonesia Tahun
1975-2014. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/media_statistika diakses tanggal 5 November
2019.
[10] LaGrega. 2001. Hazardous Waste Management. Mc Graw Hill Inc. New York. Li, C. S.
[11] Suparta, I. dkk. 2015. Daur Ulang Oli Bekas menjadi Bahan Bakar Diesel dengan Proses
Pemurnian Menggunakan Media Asam Sulfat dan Natrium Hidroksida. Jurnal METTEK Vol. 1.,
No.2, 9-19.
[12] Ni’mah, Laila. dkk. 2017. Pengelolaan Limbah Minyak Pelumas dengan Menggunakan Metode
Elektrokoagulasi. Chemica Vol. 4., No. 1, 21-26.
[13] Mutia, Theresia. dkk. 2018. Pemanfaatan Limbah Serat Kapas dari Industri Pemintalan untuk Felt
dan Papan Serat. Arena Tekstil Vol. 33., No. 1, 37-46.
[14] Purwanti, Alvionita Ajeng. 2018. Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Rumah Sakit di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10., No.3, 291-
298.
[15] Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995 mengenai Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
[16] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 tahun 2013 mengenai Simbol dan Label Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.

Anda mungkin juga menyukai