Anda di halaman 1dari 77

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN PENGUKURAN MANUAL DAN DIGITAL


(2D) SKOR INDEKS PAR (KOMPONEN 1-6)

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis

TRI WAHYUDI
1206309371

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


PROGRAM DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2015

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
iv 
 

KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis
Ortodonti pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. drg. Miesje K. Purwanegara S.U, Sp.Ort (K) sebagai dosen


pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan
kesabaran untuk membimbing, memberikan ide, dan arahan dalam
penyusunan tesis ini.
2. drg. Nada Ismah, Sp.Ort. sebagai dosen pembimbing II, dan yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing,
memberikan ide, dan arahan dalam penyusunan tesis ini.
3. drg. Krisnawati, Sp.Ort (K) sebagai ketua penguji sekaligus Kepala
Departemen Spesialis Ortodonti FKG UI dan drg. Benny M. Soegiharto,
MSc, MOrthRCS, PhD, Sp.Ort (K) selaku Koordinator Pendidikan
Spesialis Ortodonti FKG UI yang turut memberikan masukan dan saran
dalam penyusunan tesis ini.
4. Dr. drg. Haru S. Anggani, Sp.Ort (K) sebagai Pembimbing Akademik
angkatan 2012, yang telah memberi masukan, arahan dan dukungan moril
dalam penyusunan tesis ini.
5. Dr. drg. Maria Purbiati, Sp.Ort (K) dan Dr. drg. Retno Widayati, Sp.Ort
(K) sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam
penyusunan tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia yang telah memberi ilmu, saran, masukan serta
bimbingan selama masa perkuliahan.

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015

 

7. drg. Ratna Sekundariadewi Rustamadji, Sp.Ort sebagai peserta Pendidikan


Program Doktor Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang
telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan ide dalam penyusunan
tesis ini, serta memberikan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian di
laboratorium Fakultas Ilmu Komputer UI.
8. Teman-teman PPDGS Ortodonti angkatan 2012 (Dini, Carol, Devina,
Tamara, Laura, Putri, Ita dan Ella) yang telah memberikan bantuan,
dukungan moril, dan semangat dalam penyusunan tesis ini.
9. Mba Nur, Mas Farid, Pak Dedi, Pak Ridwan, Pak Rapin selaku karyawan
di bagian Ortodonti yang telah membantu dan mendukung dalam
kelancaran penelitian ini.
10. Kedua orang tua saya tercinta, bapak H. Suradi Kartodinomo dan
almarhumah ibu Sukini yang tidak henti-hentinya mendoakan, memberi
semangat, dukungan moril, mengorbankan waktu dan tenaga selama saya
menjalani masa kuliah. Semoga Allah SWT terus melimpahkan
keberkahan, kesehatan, dan keselamatan kepada keduanya. Kedua kakak
saya Susi Juli Setiowati dan Eni Irawati yang mendoakan, memberi
dukungan dan semangat selama saya kuliah.
11. Istri tercinta, Kussulistyowati Putri Wisudorini, yang selalu mengiringi
setiap langkah saya dengan cinta, doa, dukungan moril dan semangat
selama saya menjalani kuliah ini.

Akhir kata, saya berharap Allah, SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga Tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.

Jakarta, 3 Agustus 2015


Penulis,

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
vii 
 

ABSTRAK

Nama : drg. Tri Wahyudi


Program Studi : Ortodonti
Judul Tesis : Perbandingan Pengukuran Manual dan Digital (2D) Skor Indeks
PAR (Komponen 1-6)

Pendahuluan: Pengukuran indeks PAR umumnya dilakukan secara manual.


Seiring dengan perkembangan teknologi, maka dikembangkan piranti lunak
indeks PAR untuk membantu ortodontis dalam mengukur indeks PAR secara
digital.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan hasil pengukuran skor indeks
PAR (komponen 1-6) secara manual dan digital.
Material dan Metode:Enam puluh subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi
dilakukan pemindaian dengan menggunakan alat pindai datar/scanner HP Scanjet
G4050 sehingga didapatkan model studi digital dua dimensi (2D). Dilakukan
pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) secara manual pada model studi
konvensional dengan menggunakan penggaris plastik PAR dan pengukuran secara
digital pada model studi digital 2D dengan menggunakan piranti lunak indeks
PAR.
Hasil:Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran skor indeks PAR
(komponen 1-6) pada model studi konvensional dengan model studi digital 2D
(p>0,05)
Kesimpulan:Pengukuran pada model studi digital 2D sama akurat dengan model
studi konvensional.

Kata kunci: model studi digital 2D, alat pindai datar, skor indeks PAR, manual,
digital, piranti lunak indeks PAR.

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
viii 
 

ABSTRACT

Name : drg. Tri Wahyudi


Study Program : Orthodontic
Title : Comparison Between Manual and Digital Measurement of
PAR Score Index (Component 1-6)

Introduction: Over the years, PAR index measurement is usually recorded using
manual assessment. Along with the technology improvements, PAR index
software are being developed to help orthodontists in measuring the PAR index
digitally.
Objectives: The aim of this study is to compare the result of PAR score index
(component 1-6)between the manual and digital measurement.
Materials and Methods: Sixty samples that match the inclusion criteria were
scanned using HP Scanjet G4050 scanner device to obtain 2D digital study
models. Manual measurements of the PAR score index (component 1-6) was
assessed using PAR plastic ruler, while the 2D digital study models were
measured using PAR index software.
Results:There were no significant differences between the measurement of PAR
score index (component 1-6) in conventional and 2D digital study models
(p>0,05)
Conclusions: The measurements on 2D digital study models are as accurate as
conventional study models.

Key words:2D digital study models, scanner, PAR score index, manual, digital,
PAR index software.

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
ix 
 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................ iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............. vi
ABSTRAK.................................................................................................. vii
ABSTRACT................................................................................................ viii
DAFTAR ISI.............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xii
DAFTAR TABEL....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xv
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 3
1.3 Pertanyaan Masalah................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
2.1 Maloklusi................................................................................... 6
2.1.1 Maloklusi Kelas I............................................................. 7
2.1.2 Maloklusi Kelas II............................................................ 8
2.1.3 Maloklusi Kelas III.......................................................... 8
2.2 Indeks PAR (Peer Assessment Rating)...................................... 8
2.2.1 Sejarah Indeks PAR.......................................................... 9
2.2.2 Kegunaan Indeks PAR...................................................... 10
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Indeks PAR........................... 10
2.2.4 Cara Mengukur Indeks PAR............................................. 11
2.2.4.1 Komponen 1-6....................................................... 12
2.2.4.2 Oklusi Bukal.......................................................... 13

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015

 

2.2.4.3 Jarak Gigit.............................................................. 14


2.2.4.4 Tumpang Gigit....................................................... 14
2.2.4.5 Midline................................................................... 15
2.3 Model Studi............................................................................... 16
2.3.1 Model Studi Konvensional............................................... 16
2.3.2 Model Studi Digital Dua Dimensi (2D)........................... 17
2.4 Piranti Lunak Indeks PAR........................................................ 18
2.5 Kerangka Teori........................................................................... 24
BAB 3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL PENELITIAN
DAN DEFENISI OPERASIONAL................................................ 25
3.1 Kerangka Konsep...................................................................... 25
3.2 Hipotesis Nol............................................................................ 25
3.3 Definisi Operasional................................................................. 25
3.3.1 Variabel Bebas................................................................. 25
3.3.2 Variabel Terkait................................................................ 26
BAB 4. METODE PENELITIAN............................................................... 28
4.1 Desain dan jenis Penelitian........................................................ 28
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................... 28
4.3 Populasi dan Subyek Penelitian................................................. 28
4.4 Besar Sampel............................................................................. 28
4.5 Kriteria Sampel.......................................................................... 29
4.6 Bahan dan Alat.......................................................................... 30
4.7 Tahapan Penelitian..................................................................... 31
4.8 Alur Penelitian........................................................................... 35
BAB 5. HASIL PENELITIAN.................................................................... 36
5.1 Uji Intra Observer...................................................................... 36
5.1.1 Uji Intra Observer Manual................................................ 36
5.1.2 Uji Intra Observer Digital................................................. 37
5.2 Uji Inter Observer...................................................................... 38
5.2.1 Uji Inter Observer Manual................................................ 38
5.2.2 Uji Inter Observer Digital................................................. 39
5.3 Uji Hipotesis.............................................................................. 39

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
xi 
 

5.3.1 Komponen 1 : Segmen Bukal Rahang Atas Kanan......... 41


5.3.2 Komponen 2 : Segmen Anterior Rahang Atas.................. 42
5.3.3 Komponen 3 : Segmen Bukal Rahang Atas Kiri............... 43
5.3.4 Komponen 4 : Segmen Bukal Rahang Bawah Kanan...... 44
5.3.5 Komponen 5 : Segmen Anterior Rahang Bawah............. 45
5.3.6 Komponen 6 : Segmen Bukal Rahang Bawah Kiri.......... 46
BAB 6. PEMBAHASAN............................................................................. 48
6.1 Uji Intra Observer dan Uji Inter Observer................................. 49
6.2 Perbedaan Skor Indeks PAR..................................................... 51
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 53
7.1 Kesimpulan................................................................................ 53
7.2 Saran.......................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 54
LAMPIRAN................................................................................................. 58

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
xii 
 

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Maloklusi berdasarkan hubungan rahang................................... 7
Gambar 2.2 Penggaris plastik PAR................................................................ 11
Gambar 2.3 Komponen indeks PAR 1-6........................................................ 12
Gambar 2.4 Proses pembuatan model studi digital dua dimensi................... 18
Gambar 2.5 Tampilan halaman depan piranti lunak indeks PAR.................. 20
Gambar 2.6 Tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi oklusal..... 21
Gambar 2.7 Tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi bukal........ 22
Gambar 2.8 Tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi anterior.... 22
Gambar 2.9 Tampilan gambar kesimpulan piranti lunak indeks PAR........... 23
Gambar 4.1 Alat pindai datar/scanner........................................................... 30
Gambar 4.2 Penyangga tutup alat pindai (brick block).................................. 30
Gambar 4.3 Double tapebusa merek 3M
Scotch.......................................... 30
Gambar 4.4 Alat pindai datar/scanneryang dipisahkan............................... 31
Gambar 4.5 Penempatan posisi double tapebusa pada penutup scanner..... 32
Gambar 4.6 Penempatan posisi model studi pada penutup scanner............. 32
Gambar 4.7 Proses pemindaian model studi menjadi model studi digital 2D 33

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
xiii 
 

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Komponen indeks PAR..............................................................11
Tabel 2.2 Nilai skor diskrepansi titik kontak..............................................13
Tabel 2.3 Nilai skor oklusi bukal................................................................13
Tabel 2.4 Skor nilai jarak gigit................................................................... 14
Tabel 2.5 Skor nilai tumpang gigit............................................................. 15
Tabel 2.6 Skor nilai midline........................................................................15
Tabel 2.7 Kategori total skor indeks PAR..................................................16
Tabel 5.1 Nilai Kappa agreement dari uji intra observer pengukuran
manual dan digital....................................................................... 38
Tabel 5.2Nilai Kappa agreement dari uji inter observer pengukuran
manual dan digital...................................................................... 39
Tabel 5.3 Frekuensi distribusi data pengukuran manual dan digital
dari 60 sampel penelitian........................................................... 40
Tabel 5.4Frekuensi distribusi data komponen 1 dari pengukuran
manual dan digital...................................................................... 41
Tabel 5.5 Hasil uji korelasi Spearman komponen 1................................... 41
Tabel 5.6 Frekuensi distribusi data komponen 2 dari pengukuran
manual dan digital...................................................................... 42
Tabel 5.7 Hasil uji korelasi Spearman komponen 2................................... 42
Tabel 5.8Frekuensi distribusi data komponen 3 dari pengukuran
manual dan digital...................................................................... 43
Tabel 5.9 Hasil uji korelasi Spearman komponen 3................................... 43
Tabel 5.10Frekuensi distribusi data komponen 4 dari pengukuran
manual dan digital...................................................................... 44
Tabel 5.11 Hasil uji korelasi Spearman komponen 4................................... 44
Tabel 5.12Frekuensi distribusi data komponen 5 dari pengukuran
manual dan digital...................................................................... 45

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
xiv 
 

Tabel 5.13 Hasil uji korelasi Spearman komponen 5................................... 46


Tabel 5.14 Frekuensi distribusi data komponen 6 dari pengukuran
manual dan digital....................................................................... 46
Tabel 5.15 Hasil uji korelasi Spearman komponen 6..................................... 47

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
xv 
 

LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Nilai skor intra observer pengukuran manual komponen 1-6
pada pengukuran pertama (t0) dan kedua (t1).............................. 58
Lampiran 2 Nilai skor intra observer pengukuran digital komponen 1-6
pada pengukuran pertama (t0) dan kedua (t1)............................. 58
Lampiran 3 Nilai skor inter observer pengukuran manual komponen 1-6
oleh pengukur pertama (P1) dan kedua (P2)............................. 59
Lampiran 4 Nilai skor inter observer pengukuran digital komponen 1-6
oleh pengukur pertama (P1) dan kedua (P2)............................. 59
Lampiran 5 Hasil uji Chi Square.................................................................. 60
Lampiran 6 Nilai skor PAR pengukuran manual (M) dan digital (D)
komponen 1-6........................................................................... 61

Universitas Indonesia
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015

 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Maloklusi adalah suatu keadaan penyimpangan oklusi ideal baik secara
estetik maupun fungsional.1 Maloklusi juga dapat diartikan sebagai deviasi dari
oklusi normal. Maloklusi dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.1, 2
Faktor genetik berupa pola tumbuh kembang, sedangkan faktor lingkungan dapat
berupa keadaan patologis, trauma, faktor lokal dan kebiasaan buruk. Maloklusi
dapat mempengaruhi profil wajah, kesehatan jaringan pendukung gigi dan fungsi
stomatognati. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan perawatan ortodonti.
Penegakan diagnosis dalam perawatan ortodonti membutuhkan
serangkaian pemeriksaan. Selain pemeriksaan klinis, dibutuhkan juga
pemeriksaan radiografi (sefalometri dan panoramik) dan penggunaan model studi.
Model studi konvensional biasanya digunakan dalam analisis model studi.3Salah
satu metode yang digunakan untuk analisis model studi adalah dengan
menggunakan indeks PAR (Peer Assessment Rating). Indeks PAR adalah indeks
oklusal yang dibuat sebagai instrumen untuk mengukur seberapa besar
penyimpangan gigi geligi pasien dari lengkung gigi dan oklusi yang
normal.4Indeks PAR dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar keparahan
maloklusi dan mengevaluasi tingkat keberhasilan perawatan ortodonti.
Pengukuran indeks PAR dilakukan dengan menggunakan penggaris
plastik PAR, yaitu berupa penggaris khusus sesuai yang dibuat oleh Richmond.5
Cara mengukurnya dengan menghitung dan menjumlahkan besar setiap
penyimpangan yang terjadi pada segmen anterior dan posterior kanan dan kiri
baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Semakin besar nilai skor indeks
PAR model studi pasien menunjukkan semakin besar kebutuhan perawatan
ortodonti pada pasien tersebut.
Indeks PAR memiliki semua kriteria yang dibutuhkan sebagai prasyarat
suatu indeks oklusal ideal. Indeks PAR memiliki validitas, reliabilitas, sensitif
terhadap kebutuhan pasien, dapat diterima/diakui oleh masyarakat umum dan

Universitas Indonesia
1
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015

 

profesi, mudah digunakan, sensitif terhadap skala, dan dapat dicek secara analisis
statistik.6-9Reliabilitas dan validitas indeks PAR melebihi indeks oklusal yang
lain, yaitumencapai 98%.6 Indeks PAR tidak hanya diakui di negara asalnya
Inggris, namun juga diakui di Amerika Serikat.7 Banyak penelitian-penelitian di
Eropa yang menggunakan indeks PAR untuk mengevaluasi efektivitas perawatan
ortodonti.6
Saat ini model studi konvensional masih menjadi komponen standar (gold
standar) dalam penegakan diagnosis, pengukurananalisis model studi,
penyusunan rencana perawatan, rekam data pasien dan evaluasi kemajuan
perawatan.8-11 Model studi konvensional ini memiliki beberapa kekurangan,
diantaranyamudah rusak, patah, hilang dan memerlukan tempat atau ruang
penyimpanan.Beberapa peneliti dan akademisi terus melakukan upaya untuk
mengatasi keterbatasan dari model studi konvensional dengan membuat berbagai
bentuk alternatif lain dari model studi ini.8, 12
Seiring dengan era teknologi digital yang semakin berkembang pesat,
proses penegakkan diagnosis ortodonti dapat dilakukan dengan menggunakan
teknologi digital.12-14Keuntungan dari penggunaan teknologi digital di bidang
ortodonti adalah membantu penegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang
efektif dan efisien, mempermudah komunikasi antara dokter dengan pasien serta
sejawat lain dan mempermudah mobilitas data. Model studi digital juga dapat
mengatasi permasalahan dalam penyimpanan model studi konvensional karena
data dapat disimpan lebih ringkas dalam komputer atau flashdisc.12, 13 Selain itu
metode pengukuran model studi digital mampu menghasilkan data yang akurat,
cepat dan mudah dibanding pengukuran manual pada model studi konvensional.8,
15, 16

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, saat ini tengah


dikembangkan piranti lunak indeks PAR yang mampu mengukur indeks PAR
secara otomatis pada model studi digital 2 dimensi. Model studi digital dua
dimensi adalah model studi hasil pemindaian model studi konvensional dengan
alat pemindai datar/scanner.14Piranti ini mampu menghitung secara otomatis skor
indeks PAR.Diharapkan pengukuran indeks PAR secara digital memudahkan

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

ortodontis dalam menganalisis model studi dan dapat mengatasi permasalahan


dalam penyimpanan model studi konvensional.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan perbandinganhasil pengukuran
komponen indeks PAR secara manual pada model studi konvensional dan secara
digital pada model studi digital dua dimensi dengan menggunakan piranti lunak
indeks PAR. Piranti lunak ini sedang dikembangkan oleh Rustamadji, RS (Sitasi
Wisesa HA dan Bahriawan R). Dari 11 komponen indeks PAR yang ada, 6
diantaranya sudah selesai pembuatan piranti lunaknya. Penelitian ini merupakan
hasil kerjasama antara Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia dan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Komponen indeks PAR yang diukur meliputi pengukuran penyimpangan titik
kontak segmen bukal rahang atas kanan, segmen anterior rahang atas, segmen
bukal rahang atas kiri, segmen bukal rahang bawah kanan, segmen anterior rahang
bawah dan segmen bukal rahang bawah kiri.

1.2. Rumusan Masalah


Maloklusi adalah suatu keadaan penyimpangan oklusi ideal baik secara
estetik maupun fungsional.1Penegakan diagnosis dalam perawatan ortodonti
membutuhkan serangkaian pemeriksaan. Selain pemeriksaan klinis, dibutuhkan
juga pemeriksaan radiografi (sefalometri dan panoramik) dan penggunaan model
studi. Model studi konvensional biasanya digunakan dalam analisis model studi.3
Salah satu metode yang digunakan untuk analisis model studi adalah dengan
menggunakan indeks PAR (Peer Assessment Rating). Pengukuran indeks PAR
konvensional masih dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu
penghitungan yang lebih lama. Untuk mengatasi kekurangan tersebut saat ini
sedang dikembangkan pengukuran indeks PAR secara digital dengan
menggunakan piranti lunak indeks PAR.

1.3. Pertanyaan Masalah


1. Apakah terdapat perbedaanhasil pengukuran manual dan digital dari skor
indeks PAR komponen 1 (penyimpangan titik kontak segmen bukal
rahang atas kanan)?

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

2. Apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran manual dan digital dari skor
indeks PAR komponen 2 (penyimpangan titik kontak segmen anterior
rahang atas)?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran manual dan digital dari skor
indeks PAR komponen 3 (penyimpangan titik kontak segmen bukal
rahang atas kiri)?
4. Apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran manual dan digital dari skor
indeks PAR komponen 4 (penyimpangan titik kontak segmen bukal
rahang bawah kanan)?
5. Apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran manual dan digital dari skor
indeks PAR komponen 5 (penyimpangan titik kontak segmen anterior
rahang bawah)?
6. Apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran manual dan digital dari skor
indeks PAR komponen 6 (penyimpangan titik kontak segmen bukal
rahang bawah kiri)?

1.4. Tujuan Penelitian


Mengetahui perbedaan hasil pengukuranmanual dan digital skor indeks
PAR komponen 1-6.

1.5. Manfaat Penelitian


Bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi khususnya ortodonti
– Piranti lunak indeks PAR yang dibuat dapat memudahkan para ortodontis
dalam mengukur indeks PAR.
– Mengatasi masalah penyimpanan model gigi pasien sehingga lebih ringkas
karena tersimpan secara digital.
– Mempermudah pertukaran informasi antar ortodontis.
– Memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu ortodontik berupa
pengembangan piranti lunak indeks PAR buatan dalam negeri.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

Bagi institusi pendidikan


– Memberikan informasi ilmiah bagi Departemen Ortodonti FKG UI mengenai
penggunaan piranti lunak indeks PAR.
– Membantu institusi Departemen Ortodonti FKG UI dalam penyimpanan
model studi pasien.
– Menjadikan Departemen Ortodonti FKG UI sebagai pionir dalam penggunaan
piranti lunak indeks PAR.

Bagi pasien
– Memberikan informasi kepada pasien dan masyarakat bahwa terdapat piranti
lunak indeks PAR yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu kasus
maloklusi.
– Memberikan informasi yang cepat dan mudah kepada pasien mengenai
evaluasi hasil perawatan ortodonti tanpa harus menunggu pencarian model
studi konvensional dari lemari penyimpanan yang membutuhkan waktu lebih
lama.
– Menganalisis dan mendiagnosis secara akurat dan cepat sehingga perawatan
juga dapat lebih akurat.

Bagi Peneliti
– Menambah pengetahuan peneliti mengenai perbandingan hasil pengukuran
indeks PAR padasegmen bukal rahang atas kanan, segmen anterior rahang
atas, segmen bukal rahang atas kiri, segmen bukal rahang bawah kanan,
segmen anterior rahang bawah dan segmen bukal rahang bawah kiri pada
model studi konvensional secara manual dibandingkan dengan hasil
pengukuran pada model studi digital dua dimensi secara digital dengan
menggunakan piranti lunak indeks PAR.
– Penelitian ini diharapkan menjadi bagian dari rangkaian pembuatan piranti
lunak indeks PAR yang lengkap.
– Dapat merupakan uji coba piranti lunak indeks PAR komponen 1-6.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi
Maloklusi didefinisikan sebagai suatu bentuk penyimpangan dari kondisi
oklusi ideal yang melibatkan faktor estetik dan fungsional di regio
dentofasial.1Maloklusi merupakan hasil interaksi dari beberapa faktorselama
pertumbuhan dan perkembangan kompleks dentokraniofasial.10 Maloklusi dapat
mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, profil wajah, kesehatan jaringan
pendukung gigi dan sendi TMJ (Temporo Mandibula Joint).1, 10 Maloklusi dapat
melibatkan komponen dental, skeletal atau keduanya dan dapat dijumpai dalam
berbagai karakteristik.17
Pada tahun 1899 Edward H Angle membuat klasifikasi maloklusi. Angle
membuat klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan molar pertama.11 Gigi
molar pertama dianggap mempunyai kedudukan yang paling stabil dan dapat
mewakili hubungan rahang dalam arah sagital. Angle membagi maloklusi menjadi
3, yaitu maloklusi kelas I, II dan III. Maloklusi kelas I atau neutroklusi jika cusp
mesiobukal gigi molar satu atas segaris dengan groove gigi molar satu bawah.
Maloklusi kelas II atau distoklusi jika cusp mesiobukal gigi molar satu atas berada
di distal groove gigi molar satu bawah, sedangkan maloklusi kelas III jika cusp
mesiobukal gigi molar satu atas berada di mesial groove gigi molar satu bawah.10,
18
Klasifikasi Angle masih digunakan hingga saat ini, namun klasifikasi ini hanya
terbatas pada hubungan molar saja. SedangkanBritish Standards Institute
Classification menggunakan hubungan insisif dalam menilai suatu maloklusi.
Maloklusi kelas I jika tepi insisal gigi insisif bawah beroklusi dengan singulum
gigi insisif atas. Maloklusi kelas II jika tepi insisal gigi insisif bawah berada di
posterior singulum gigi insisif atas. Maloklusi kelas III jika tepi insisal gigi insisif
bawah berada di anterior singulum gigi insisif atas dengan jarak gigit yang
negatif.1, 2
Pada tahun 1915 Martin Dewey memodifikasi klasifikasi Angle dan
mengkategorikan maloklusi berdasarkan hubungan rahang. Maloklusi kelas I atau

6 Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

ortognati menunjukkan hubungan rahang atas dan rahang bawah yang seimbang.
Maloklusi kelas II menunjukkan hubungan rahang atas relatif lebih ke anterior
dari rahang bawah atau prognati, sedangkan maloklusi kelas III menunjukkan
hubungan rahang bawah lebih ke anterior dari rahang atas atau retrognati.
Maloklusi menurut Martin Dewey dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Maloklusi berdasarkan hubungan rahang.(A) Kelas I (B) Kelas II (C) Kelas III
(Graber,2012)11

Maloklusi dapat terjadi karena adanya interaksi dari berbagai faktor


penyebab yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Penyebab
maloklusi multifaktorial dan sangat sulit untuk mengetahui penyebabnya secara
spesifik. Secara umum, maloklusi dapat disebabkan karena faktor genetik dan
faktor lingkungan.1, 2
Faktor genetik dapat berupa pola tumbuh kembang dan
anomali karena pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal, sedangkan faktor
lingkungan dapat berupa keadaan patologis, malnutrisi, trauma, faktor lokal dan
kebiasaan buruk.11

2.1.1. Maloklusi Kelas I


Maloklusi kelas I ditandai dengan hubungan rahang atas dan rahang bawah
yang seimbang atau ortognati. Profil jaringan lunak terlihat baik, relatif lurus
kecuali pada kasus bimaxillary proclination/dental protrusion dimana terdapat
proklinasi dari gigi insisif maksila dan mandibula sehingga profil tampak
cembung. Dari sefalometri menunjukkan sudut ANB sebesar 2° ± 2°. Maloklusi
kelas 1 dibagi menjadi 5 tipe berdasarkan malposisi gigi anterior dan posterior.
Maloklusi kelas I tipe 1 menunjukkan gigi crowding (berjejal), tipe 2 berupa
insisif maksila yang protrusif, tipe 3 berupa gigitan silang anterior(crossbite

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

anterior), tipe 4 berupa gigitan silang posterior (crossbite posterior)dan tipe 5


berupa mesial drifting gigi molar.10

2.1.2. Maloklusi Kelas II


Maloklusi kelas II ditandai dengan hubungan rahang atas yang lebih maju
dibanding rahang bawah. Maloklusi skeletal kelas II dapat berupa pertumbuhan
maksila yang berlebihan (protruded) dan mandibula normal, maksila normal dan
defisiensi mandibula(retruded), atau maksila protruded dan mandibula retruded.10
Profil muka cembung dimana nilai sudut ANB sebesar ≥ 4°. Maloklusi skeletal
kelas II dibagi menjadi 2 divisi yaitu divisi 1 dan divisi 2. Ciri-ciri maloklusi kelas
II divisi 1 yaitu berupa proklinasi insisif atas, bibir inkompeten, bibir bawah
terletak di belakang gigi atas dan jarak gigit besar, sedangkan divisi 2 ditandai
dengan retroklinasi insisif sentral atas, proklinasi gigi insisif lateral atas, panjang
bibir atas dan bawah normal dan bibir bawah menutupi gigi atas.2, 10

2.1.3. Maloklosi Kelas III


Maloklusi kelas III ditandai dengan hubungan rahang bawah yang lebih
maju dibanding rahang atas. Maloklusi skeletal kelas III dapat berupa mandibula
protruded-maksila normal, mandibula normal-maksila retruded, atau mandibula
protruded-maksila retruded.10 Profil muka cekung dimana nilai sudut ANB
sebesar < 0°. Biasanya inklinasi gigi insisif maksila tipping ke labial dan gigi
insisif mandibulatipping ke lingual serta terdapat gigitan silang anterior dari satu
atau lebih gigi insisif. Maloklusi skeletal kelas III dibagi menjadi 3 tipe
berdasarkan hubungan antara jarak gigit gigi insisif atas dan bawah. Tipe 1
menunjukkan hubungan edge to edge, tipe 2 menunjukkan jarak gigit positif dan
tipe 3 menunjukkan jarak gigit negatif.

2.2 Indeks PAR (Peer Assessment Rating)


Saat ini maloklusi sudah menjadi masalah penting dalam masyarakat.
Tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya permintaan masyarakat akan perawatan ortodonti.
Maloklusi tidak hanya berdampak pada aspek fungsi oral dan estetik saja, namun

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015



 

berdampak pula pada aspek ekonomi, sosial dan psikologi pasien. Kebutuhan
akan perawatan ortodonti umumnya dimotivasi oleh kebutuhan penampilan dan
faktor psikososial.19 Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kebutuhan perawatan ortodonti dan peningkatan kualitas hidup.20
Dahulu, penilaian akan kebutuhan dan hasil perawatan ortodonti dilakukan
dengan menggunakan metode evaluasi yang bersifat subyektif, baik yang
dilakukan oleh sesama klinisi, antar grup studi tertentu atau suatu lingkup negara
tertentu.7 Variasi kriteria yang digunakan oleh para ortodontis tersebut berbeda,
sehingga didapatkan kesulitan dalam membandingkan antara pendapat yang satu
dengan yang lainnya. Beberapa indikator telah digunakan untuk mengatasi
subyektifitas evaluasi maloklusi dan hasil perawatan ortodonti. Penggunaan
kriteria yang tepat sangat penting untuk menyamakan persepsi pengukuran
keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti.
Kebutuhan perawatan ortodonti dapat dinilai melalui beberapa
parameter/indeks.Terdapat berbagai macam indeks yang digunakan dalam menilai
kebutuhan perawatan ortodonti, misalnya Handcapping Labio-lingual Deviation
Index, Swedish Medical Board Index, Dental Aesthetic Index, Irregularity Index,
Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Occlusion Feature Index (OFI),
Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI), Index of Complexity, Outcome
and Need dan indeks PAR (Peer Assessment Rating). Dari sekian banyak parameter
yang ada, indeks PAR yang sering digunakan. Indeks PAR memiliki kelebihan
dibandingkan indeks oklusal yang lain.Indeks ini memiliki validitas dan
reliabilitas sebesar 98% dan banyak digunakan di negara-negara besar seperti
Amerika Serikat dan Inggris.3

2.2.1 Sejarah Indeks PAR


Indeks PAR dibuat pada tahun 1987 melalui lebih dari enam kali
pertemuan dari sebuah tim yang terdiri dari sepuluh orang ortodontis
berpengalaman yang berkewarganegaraan Inggris (British Orthodontic Standards
Working Party).5 Lebih dari 200 model studi konvensional yang diambil sebelum
dan sesudah perawatan diperiksa dan didiskusikan sampai didapatkan kesepakatan
mengenai keadaan susunan gigi geligi dan oklusi dari masing-masing model gigi

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


10 
 

tersebut. Digunakan empat buah layar lebar dimana semua anggota tim dapat
melihat setiap model gigi tersebut pada waktu yang bersamaan. Setiap anggota
menyimpan datanya di dalam komputer yang telah disediakan. Hasil pengukuran
dari masing-masing anggota tim kemudian dibandingkan dengan anggota tim
yang lain.

2.2.2 Kegunaan Indeks PAR


Peer Assessment Rating (PAR) indeks adalah metode yang digunakan
untuk menilai tingkat keparahan maloklusi.5Indeks PAR menyediakan kesimpulan
skor penilaian semua anomali oklusi yang ditemukan dalam maloklusi.21Nilai skor
ini menginformasikan perkiraan seberapa besar penyimpangan susunan gigi geligi
dan oklusi dari keadaan yang normal. Perbedaan nilai skor sebelum dan sesudah
perawatan menggambarkan tingkat perubahan dan keberhasilan perawatan.
Indeks PAR dapat digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan
ortodonti, membandingkan maloklusi sebelum, setelah perawatan dan setelah
retensi serta untuk evaluasi kualitas hasil perawatan. Semakin besar nilai skor
indeks PAR maka semakin besar penyimpangan susunan gigi geliginya. Nilai skor
yang besar menunjukkan besarnya tingkat keparahan maloklusi.

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan indeks PAR


Indeks PAR saat ini semakin populer dan banyak digunakan. Terdapat
beberapa kelebihan yang dimiliki oleh indeks ini. Kelebihan tersebut adalah
memiliki tingkat reliabilitas dan validitas hingga 98%, digunakan di negara besar
seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa,dapat mencatat maloklusi dalam
berbagai tahap perawatan dan mampu menilai keberhasilan perawatan ortodonti.6,
7, 22, 23
Selain itu indeks PAR terdiri dari 11 komponen yang mencakup
keseluruhan bagian dari model gigi. Setiap kelainan dan penyimpangan keadaan
gigi geligi dari keadaan yang normal dapat diukur dengan indeks ini.
Pengukurannya mudah dan cocok digunakan oleh profesional. Kelebihan indeks
PAR yang lain adalah mampu memperkirakan tingkat keparahan maloklusi pada
pasien. Semakin besar skor indeks PAR menunjukkan semakin besar keparahan

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


11 
 

maloklusinya. Indeks PAR juga diterima/diakui oleh masyarakat umum dan


profesi, sensitif terhadap skala dan hasilnya dapat dicek secara analisis statistik.
Disamping kelebihan-kelebihan tersebut, indeks PAR juga memiliki
beberapa kekurangan, di antaranya kesulitan dalam penghitungan jarak gigit,
kesulitan pengukuran pada periode gigi bercampur, tidak melibatkan pengukuran
penyimpangan titik kontak pada molar kedua dan ketiga serta tidak dapat
digunakan untuk melihat hubungan antara kedua rahang.5, 21, 24

2.2.4 Cara Mengukur Indeks PAR


Pengukuran indeks PAR dilakukan dengan mengukur besarnya
ketidakteraturan dari gigi geligi dan abnormalitas oklusi.3Pengukuran indeks PAR
dilakukan dengan menggunakan penggaris plastik PAR (Gambar 2.2).
Pengukuran indeks PAR mencakup hampir keseluruhan pengukuran diagnosa
model studi baik segmen anterior, segmen posterior kanan dan segmen posterior
kiri baik rahang atas maupun rahang bawah. Indeks PAR terdiri dari 11 komponen
(Tabel 2.1) dan masing-masing komponen memiliki beberapa skor yang dinilai
dengan kriteria tertentu berdasarkan keparahan keadaan oklusinya.

Gambar 2.2. Penggaris plastik PAR (Richmond dkk,1992)5

Tabel 2.1. Komponen indeks PAR


No Komponen
1 Segmen bukal rahang atas kanan
2 Segmen anterior rahang atas
3 Segmen bukal rahang atas kiri
4 Segmen bukal rahang bawah kanan
5 Segmen anterior rahang bawah
6 Segmen bukal rahang bawah kiri
7 Oklusi bukal kanan
8 Jarak gigit
9 Tumpang gigit
10 Garis median
11 Oklusi bukal kiri

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


12 
 

Lengkung gigi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu segmen bukal kanan,
bukal kiri dan segmen anterior. Segmen bukal meliputi bagian titik kontak mesial
gigi molar pertama ke bagian titik kontak distal gigi kaninus, sedangkan segmen
anterior meliputi bagian titik kontak mesial gigi kaninus dari salah satu sisi ke
bagian titik kontak mesial gigi kaninus sisi sebelahnya.5 Pengukuran dibagi
menjadi tiga kategori besar, yaitu pengukuran dari permukaan oklusal untuk
komponen 1-6, pengukuran dari permukaan bukal untuk komponen 7 dan 11 serta
pengukuran dari permukaan anterior untuk pengukuran komponen 8-10.

2.2.4.1 Komponen 1-6


Komponen indeks PAR 1-6 menunjukkan gambaran permukaan oklusal dari
model gigi. Komponen ini meliputi segmen bukal rahang atas kanan, segmen
anterior rahang atas,segmen bukal rahang atas kiri, segmen bukal rahang bawah
kanan, segmen anterior rahang bawah dan segmen bukal rahang bawah kiri.
Gambaran permukaan oklusal berupa crowding, spacing dan gigi impaksi.
Komponen indeks PAR 1-6 dapat dilihat pada gambar 2-3.

Gambar 2.3. Komponen indeks PAR 1-6 (Rachmadi,2014)25

Pengukuran dilakukan dengan menghitung besarnya penyimpangan jarak


titik kontak mesial dan distal dari gigi-gigi yang bersebelahan. Besarnya
diskrepansi antara gigi molar 1, 2 dan 3 tidak dihitung dikarenakan kontak gigi
molar terlalu lebar dan memiliki kisaran nilai normal yang besar. Untuk gigi
impaksi dihitung jika besarnya ruang yang ada kurang atau sama dengan 4 mm.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


13 
 

Kaninus impaksi dicatat dalam zona anterior. Diskrepansi yang ada dicatat dan
dijumlahkan. Semakin besar jumlah skor diskrepansi semakin besar juga nilai
indeks PAR nya. Nilai skor diskrepansi titik kontak untuk komponen 1-6 dapat
dilihat pada tabel 2.2.5
Tabel 2.2. Nilai skor diskrepansi titik kontak
Skor Kelainan
0 0-1 mm
1 1,1-2 mm
2 2,1-4 mm
3 4,1-8 mm
4 Lebih besar dari 8 mm
5 Gigi mpaksi

2.2.4.2 Oklusi bukal


Oklusi bukal yang dicatat meliputi sisi bukal kanan dan sisi bukal kiri.
Pengukurannya dinilai melalui tiga bidang, yaitu antero-posterior, vertikal dan
transversal. Zona yang dicatat meliputi gigi kaninus hingga gigi molar yang
terakhir baik molar pertama, kedua maupun ketiga. Gigi susu tidak dihitung dalam
pengukuran ini. Nilai skor indeks PAR untuk oklusi bukal dapat dilihat pada tabel
2.3.
Tabel 2.3. Nilai skor oklusi bukal (Richmond,1992)5
Skor Kelainan
A.Antero-posterior
0 Interdigitasi baik kelas I/II/III
1 Kelainan kurang dari setengah unit cusp
2 Kelainan pada setengah unit (cusp to cusp)
B. Vertikal
0 Tidak ada kelainan
1 Gigitan terbuka lateral sedikitnya pada dua gigi,
dengan jarak lebih dari 2 mm
C. Transversal
0 Tidak ada gigitan silang
1 Kecenderungan gigitan silang
2 Gigitan silang pada salah satu gigi
3 Gigitan silang lebih dari satu gigi
4 Lebih dari satu gigi “scissor bite”

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


14 
 

2.2.4.3 Jarak gigit


Jarak gigit adalah jarak horizontal antara permukaan labial gigi insisif
bawah dengan permukaan insisal gigi insisif atas. Zona pencatatan dari insisif
lateral kanan dan kiri rahang atas dan rahang bawah. Jarak gigit dihitung dari
bagian gigi insisif yang paling ekstrem. Pada saat mengukur jarak gigit, penggaris
plastik PAR diposisikan sejajar dengan bidang oklusal. Tabel 2.4 menggambarkan
skor nilai jarak gigit.5

Tabel 2.4. Skor nilai jarak gigit (Richmond,1992)5


Skor Kelainan
A. Jarak gigit
0 0-3 mm
1 3,1-5 mm
2 5,1-7 mm
3 7,1-9 mm
4 Lebih besar dari 9 mm
B. Gigitan silang anterior
0 Tidak ada kelainan
1 Satu atau lebh gigi “edge to edge”
2 Gigitan silang pada satu gigi
3 Gigitan silang pada dua gigi
4 Gigitan silang lebih dari dua gigi

2.2.4.4 Tumpang gigit


Tumpang gigit adalah jarak tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisif
atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisif bawah, atau besarnya gigitan
terbuka anterior. Sama halnya dengan jarak gigit, zona pencatatan tumpang gigit
dari insisif lateral kanan dan kiri rahang atas dan rahang bawah. Tumpang gigit
dihitung dari bagian gigi insisif yang mengalami tumpang gigit terbesar. Untuk
nilai skor tumpang gigit dapat dilihat pada tabel 2.5.5

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


15 
 

Tabel 2.5. Skor nilai tumpang gigit (Richmond,1992)5


Skor Kelainan
A. Gigitan terbuka
0 Tidak ada gigitan terbuka
1 Gigitan terbuka kurang dari atau sama dengan 1 mm
2 Gigitan terbuka 1,1-2 mm
3 Gigitan terbuka 2,1-3 mm
4 Gigitan terbuka sama dengan/lebih dari 4 mm
B. Tumpang gigit
0 Besarnya penutupan kurang atau sama dengan 1/3 tinggi
mahkota gigi insisif bawah
1 Besarnya penutupan lebih dari 1/3, tetapi kurang dari 2/3
tinggi mahkota gigi insisif bawah
2 Besarnya penutupan lebih dari 2/3 tinggi mahkota gigi
insisif bawah
3 Besarnya penutupan sama dengan atau lebih besar dari
tinggi mahkota gigi insisif bawah

2.2.4.5 Midline
Midline atau garis median adalah hubungan garis tengah lengkung gigi atas
terhadap lengkung gigi bawah. Yang dihitung adalah besarnya diskrepansi dalam
hubungannya dengan lebar mesio distal gigi insisif sentral bawah. Jika gigi insisif
sentral bawah tidak ada / sudah diekstraksi, maka pengukuran midline tidak
dihitung.5Tabel 2.6 menggambarkan skor nilai midline.5

Tabel 2.6. Skor nilai midline (Richmond,1992)5


Skor Penilaian
0 Tempat bertemu – ¼ lebar gigi insisif bawah
1 Lebih dari ¼ - ½ lebar gigi insisif bawah
2 Lebih dari ½ lebar gigi insisif bawah

Nilai skor dari masing-masing komponen indeks PAR kemudian


dijumlahkan. Skor total yang didapat kemudian dibandingkan dengan tabel
kesimpulan total skor indeks PAR seperti yang terlihat pada tabel 2.7.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


16 
 

Tabel 2.7. Kategori total skor indeks PAR


Nilai skor Penjelasan
0 Susunan gigi geligi dan oklusi dalam keadaan baik dan tidak memerlukan
perawatan ortodonti
≤2 Terdapat perubahan susunan gigi geligi dan oklusi ringan
≥ 3-4 Perubahan susunan gigi geligi dan oklusi sedang
≥ 5-6 Perubahan susunan gigi geligi dan oklusi berat
≥7 Perubahan susunan gigi geligi dan oklusi sangat berat

2.3 Model Studi.


Keberhasilan perawatan ortodonti ditentukan oleh diagnosis dan rencana
perawatan yang tepat. Diagnosis didapat dari hasil anamnesis, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan radiografis dan rekam data diagnostik.10 Salah satu bentuk rekam
data diagnostik dalam perawatan ortodonti adalah model studi. Model studi adalah
bentuk rekam medik tiga dimensi yang digunakan dalam tahapan penegakan
diagnosis, pembuatan rencana perawatan, evaluasi keberhasilan perawatan, alat
komunikasi antara dokter dan pasien, serta untuk keperluan data rekam medik
pasien.10, 14
Model studi tidak hanya dapat digunakan dalam praktek klinis saja,
melainkan juga dapat digunakan untuk penelitian. Model studi merupakan salah
satu komponen diagnosis ortodontik standar yang cukup penting.10, 26
Bagi
ortodontis, model studi dapat memberikan informasi mengenai tipe maloklusi dan
analisa kebutuhan ruangan yang dibutuhkan untuk menyusun rencana perawatan.

2.3.1 Model Studi Konvensional


Model studi konvensional adalah cetakan gigi geligi pasien menggunakan
bahan dental plaster atau stone gips yang diperoleh dari proses pencetakan gigi
pasien yang dicor dan dibuatkan basis sesuai catatan gigit pada saat oklusi sentrik.
Prosedur pengambilan cetakan gigi geligi pasien dan pembuatan model studi telah
berkembang sejak awal penggunaannya pada awal tahun 1700. Model studi
konvensional sudah digunakan selama bertahun-tahun dan sampai sekarang masih
digunakan sebagai patokan utama (gold standar) dalam penegakan diagnosis
perawatan ortodonti.8, 26
Model studi konvensional selama ini selalu digunakan

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


17 
 

oleh para ortodontis sebagai acuan/landasan dalam penentuan klasifikasi


maloklusi dan penyusunan rencana perawatan.
Model studi jenis ini memiliki banyak kekurangan. Beberapa
kekurangannya adalah relatif berat, tebal, mudah rusak/patah, hilang, dan
memerlukan tempat penyimpanan khusus. Selain itu model studi konvensional
juga menimbulkan permasalahan dalam pencarian model-model tersebut ketika
diperlukan jika tidak disusun dengan rapi.12, 14 Permasalahan lainnya adalah model
studi jenis ini sulit untuk dibawa-bawa dan membutuhkan tambahan biaya dan
waktu jika ingin dibuat duplikasinya.12 Untuk mengatasi berbagai permasalahan
ini dikembangkanlah model studi digital yang diperoleh dari pemindaian model
studi konvensional.

2.3.2 Model Studi Digital Dua Dimensi (2D)


Model studi digital adalah model studi elektronik berupa data yang
ditampilkan di komputer. Model studi digital dapat berupa gambaran dua dimensi
atau tiga dimensi. Gambaran dua dimensi hanya menampilkan gambaran dari satu
arah, sedangkan gambaran tiga dimensi menampilkan gambaran model studi yang
dapat dibolak-balik/rotasi.
Model studi digital memiliki beberapa kelebihan, diantaranya lebih efisien
karena mudah diakses, hemat ruangan dan biaya karena tidak dibutuhkan tempat
penyimpanan khusus yang luas, kualitas model studi terjaga karena tidak mudah
mengalami kerusakan, dan meningkatkan kemudahan pemindahan/mobilitas
data.12, 27 Pertukaran informasi antar pasien dan ortodontis menjadi lebih mudah,
begitu juga antara sesama klinisi. Model studi digital juga dapat disimpan dalam
perangkat keras komputer dan perangkat lunak seperti flash disc, compact disc
dan external hard disc.12 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa model studi
digital memiliki tingkat akurasi pengukuran linier yang tidak jauh berbeda dengan
model studi konvensional.16, 27, 28 Hal ini membuktikan bahwa model studi digital
dapat digunakan sebagai metode alternatif yang valid dan dapat diandalkan untuk
penegakan diagnosis dan penyusunan rencana perawatan. Namun, selain memiliki
kelebihan model studi digital juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya
adalah ukuran yang dihasilkan tidak sama dengan ukuran aslinya, memerlukan

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


18 
 

biaya yang cukup besar untuk pengadaan komputer dan alat pemindai serta
membutuhkan keterampilan khusus dari operator yang menggunakannya.
Model gigi dua dimensi dapat diperoleh dari fotografi dua dimensi, fotokopi
atau hasil metode flatbed scanner.14, 29 Model studi dua dimensi biasanya berupa
gambaran permukaan oklusal dari model studi konvensional. Pembuatannya lebih
mudah dan cepat dibandingkan model studi tiga dimensi, yaitu dengan
menggunakan alat scanner seperti yang terlihat pada gambar 2.4. Biaya yang
dikeluarkan dalam pembuatannya juga lebih sedikit dan lebih cocok digunakan di
negara berkembang seperti negara kita.Pengukuran hasil fotografi 2 dimensi
seakurat penghitungan manual pada model studi konvensional dan tidak ada
perbedaan yang signifikan.16, 27, 30

Gambar 2.4. Proses pembuatan model studi digital dua dimensi (2D) dengan
menggunakan alat scanner (Paredes,2005)16

2.4 Piranti Lunak Indeks PAR


Piranti lunak indeks PAR dikembangkan untuk dapat menghitung skor
indeks PAR secara komputerisasi. Diharapkan dengan piranti lunak ini dapat
memberikan kemudahan, keakuratan dan kecepatan dalam mengukur indeks PAR
dibandingkan dengan penghitungan indeks PAR secara manual. Piranti lunak
indeks PAR akan menghitung secara otomatis nilai skor PAR dari model studi
digital dua dimensi yang akan diukur. Sistem akan memberikan keluaran(output)
berupa nilai skor indeks PAR yang menggambarkan tingkat keparahan maloklusi
dari masing-masing model studi digital dua dimensi yang diukur.
Mayers,dkk (2005) mengatakan bahwa hasil pengukuran skor indeks PAR
secara manual pada model studi konvensional dan secara digital pada model studi

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


19 
 

digital 3 dimensi (3D) menunjukkan hasil yang sama. Tidak ada perbedaan secara
klinis yang signifikan. Mereka melaporkan bahwa kedua metode tersebut
menghasilkan hasil yang valid dan reliabel untuk semua komponen indeks PAR
yang diukur.28 Pengukuran indeks PAR,American Broading Objective Grading
system dan analisis Bolton pada model studi digital menunjukkan hasil yang valid
seperti pengukuran manual pada model konvensional.28, 31, 32
Penelitian lain
mengatakan bahwa pengukuran secara digital lebih baik dibanding secara manual
karena lebih cepat dan efisien.3, 26
Penelitian yang dilakukan oleh RustamadjiRSterdiri dari tiga tahap.33 Tahap
pertama adalah pengumpulan dan pengolahan data serta pengembangan piranti
lunak indeks PAR. Pada tahap ini dilakukan ekperimen terhadap beberapa metode
yang ada pada image processing untuk melakukan pengolahan dataset.
Pemindaian dilakukan dengan kalibrasi. Pemindaian dilakukan pada beberapa
posisi model gigi sesuai dengan pengukuran yang dibutuhkan pada indeks PAR.
Tahap kedua yaitu uji coba piranti lunak indeks PAR. Tahap ini melanjutkan
pengembangan metode image processing yang dilakukan pada tahap
pertama.Pada tahap ini dilakukan percobaan penghitungan indeks PAR secara
otomatis dengan menggunakan piranti lunak indeks PAR. Sedangkan, tahap
ketiga adalah penggunaan piranti lunak indeks PAR. Sampai saat ini pembuatan
piranti lunak indeks PAR yang dibuat baru mencapai 60%, dimana 6 dari 11
komponen indeks PAR sudah dapat dihitung secara digital.
Penelitian yang akan saya lakukan adalah merupakan bagian kecil dari
penelitian tersebut. Penelitian ini akan difokuskan pada perbandingan hasil
pengukuran piranti lunak indeks PAR hasil pengembangan Departemen Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia yang digunakan dalam pengukuran skor indeks PAR secara
digital pada model studi digital dua dimensi.
Tampilan layar piranti lunak indeks PAR terdiri dari 5 halaman, yaitu
halaman depan (main), oklusal (occlusal), bukal (bucal), anterior (anterior) dan
ringkasan (summary). Pada halaman depan piranti lunak, pengguna akan disambut
dengan tulisan selamat datang di piranti lunak indeks PAR. Berikut adalah
tampilan halaman depan piranti lunak indeks PAR (Gambar 2-5).

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


20 
 

Gambar 2.5. Tampilan halaman depan piranti lunak indeks PAR (Rustamadji,2014)33

Di pojok kiri atas halaman depan terdapat label pilihan menu bagian
permukaan gigi yang akan dihitung skor PAR nya. Jika label tersebut ditekan,
maka program akan membawa pengguna ke halaman bagian gigi tertentu. Jika
label “Occlusal” ditekan, maka pengguna akan dibawa ke bagian perhitungan
komponen indeks PAR yang menggunakan bagian permukaan oklusal. Demikian
juga untuk label “Bucal” dan “Anterior”. Untuk memulai penghitungan, pengguna
harus menekan label “Occlusal”.33
Dari sisi oklusal dapat dihitung skor penyimpangan titik kontak segmen
bukal rahang atas kanan, segmen anterior rahang atas, segmen bukal rahang atas
kiri, segmen bukal rahang bawah kanan, segmen anterior rahang bawah, segmen
bukal rahang bawah kiri, garis median (midline) dan jarak gigit. Penghitungan
besarnya komponen indeks PAR pada sisi oklusal cukup dengan cara membuat
titik-titik batas tepi mesial dan distal dari masing-masing gigi geligi anterior dan
posterior. Piranti lunak indeks PAR akan menghitung secara otomatis besarnya
nilai skor indeks PAR. Gambar 2.6 menunjukkan tampilan gambar piranti lunak
indeks PAR dari sisi oklusal.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


21 
 

Gambar 2.6. Tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi oklusal.

Dari sisi bukal dapat dihitung besarnya oklusi bukal kanan dan oklusi
bukal kiri, sedangkan dari sisi anterior dapat diukur besarnya tumpang gigit.
Oklusi bukal dilihat dari arahantero posterior, vertikal dan transversal. Besarnya
skor tumpang gigit diukur dengan melihat ada tidaknya gigitan silang pada regio
anterior dan penentuan titik yang menggambarkan batas antara tepi bawah
mahkota klinis gigi insisif bawah dengan tepi gusi. Gambar 2.7 dan 2.8
menunjukkan tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi bukal dan
anterior.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


22 
 

Gambar 2.7. Tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi bukal

Gambar 2.8. Tampilan gambar piranti lunak indeks PAR dari sisi anterior

Kesimpulan dari pengukuran pada setiap sisi yang ada menggambarkan


jumlah skor indeks PAR. Kesimpulan terletak pada satu tabel dimana pada sisi
kiri terdapat jumlah skor dari masing-masing komponen serta terdapat total jumah
skor PAR pada sisi kiri bawah. Pada sisi kanan terdapat kotak saran dari

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


23 
 

ortodontis apakah pasien tersebut membutuhkan perawatan ortodonti atau tidak.


Gambaran tampilan kesimpulan piranti lunak indeks PAR dapat dilihat pada
gambar 2.9.

Gambar 2.9. Tampilan gambar kesimpulan piranti lunak indeks PAR

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


24 
 

2.5 Kerangka Teori

1. Segmen bukal
rahang atas
Perawatan kanan
Ortodonti Pengukuran
2. Segmen
manual
anterior
rahang atas
3. Segmen bukal
rahang atas
Model studi kiri
konvensional 4. Segmen bukal
Diagnosis : rahang bawah
-Anamnesa kanan
Nilai
-Pemeriksaan Ekstra Oral Tehnik 5. Segmen
Maloklusi Indeks indeks
anterior
-Pemeriksaan Intra Oral PAR Pengukuran PAR
rahang bawah
-Pemeriksaan Radiografi
6. Segmen bukal
-Analisis model studi rahang bawah
Model studi kiri
digital dua 7. Oklusi bukal
dimensi (2D) kanan
8. Jarak gigit
9. Tumpang
gigit
Pengukuran
10. Garis median
Kelas I Kelas II Kelas III digital 11. Oklusi bukal
kiri

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


25 
 

BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Manual

Tehnik Pengukuran Komponen 1-


6Indeks PAR

Digital

Variabel bebas : Tehnik pengukuran secara manual dan digital


Variabel terikat : Komponen 1-6 Indeks PAR

3.2 Hipotesis Nol


Tidak terdapat perbedaan hasil pengukuran manual dan digital skor indeks PAR
komponen 1-6.

3.3 Definisi Operasional


3.3.1 Variabel Bebas
Variabel Definisi Cara Mengukur Alat
Operasional
Tehnik Suatu tehnik Menentukan titik- Menggunakan
pengukuran pengukuran pada titik tepi mesial penggaris plastik
secara model studi yang dan distal gigi- PAR,yaitu penggaris
manual terbuat dari dental gigi anterior dan khusus yang dibuat
plaster/stone gips posterior pada oleh Richmond yang
yang memenuhi model studi digunakan untuk
kriteria inklusi konvensional mengukur komponen
1-6 indeks PAR
Tehnik Suatu tehnik Menentukan titik- Menggunakan piranti
pengukuran pengukuran pada titik tepi mesial lunak indeks PAR,
secara model studi digital dan distal gigi- yaitu piranti lunak
digital dua dimensi (2D) gigi anterior dan yang dapat

Universitas Indonesia
25 
Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015
26 
 

hasil posterior pada menghitung secara


pemindaian/scan foto digital dua otomatis komponen 1-
dengan scanner dimensi (2D) 6 indeks PAR
dari model studi
konvensional yang
ditampilkan pada
layar komputer
menggunakan
piranti lunak

3.3.2 Variabel Terikat


Variabel Definisi Cara Mengukur Alat Skala
Operasional /Satuan Hasil Ukur
1.Segmen Segmen Pengukuran Penggaris Ordinal
bukal bukal dari penyimpangan titik plastik 0 = 0-1 mm
rahang zona kontak dari titik PAR dan 1 = 1,1-2 mm
atas kanan lengkung kontak mesial gigi piranti 2 = 2,1-4 mm
gigi rahang molar satu permanen lunak 3 = 4,1-8 mm
atas kanan. rahang atas kanan indeks 4 = >8 mm
sampai titik kontak PAR 5 = gigi
distal gigi kaninus impaksi
rahang atas kanan
dari permukaan
oklusal
2.Segmen Zona Pengukuran Penggaris Ordinal
anterior segmen penyimpangan titik plastik 0 = 0-1 mm
rahang anterior kontak dari titik PAR dan 1 = 1,1-2 mm
atas rahang atas kontak mesial gigi piranti 2 = 2,1-4 mm
kaninus rahang atas lunak 3 = 4,1-8 mm
kiri sampai titik indeks 4 = >8 mm
kontak mesial gigi PAR 5 = gigi
kaninus rahang atas impaksi
kanan dari permukaan
oklusal
3.Segmen Segmen Pengukuran Penggaris Ordinal
bukal bukal dari penyimpangan titik plastik 0 = 0-1 mm
rahang zona kontak dari titik PAR dan 1 = 1,1-2 mm
atas kiri lengkung kontak mesial gigi piranti 2 = 2,1-4 mm
gigi rahang molar satu permanen lunak 3 = 4,1-8 mm
atas kiri rahang atas indeks 4 = >8 mm
kirisampai titik PAR 5 = gigi
kontak distal gigi impaksi
kaninus rahang atas
kiri dari permukaan
oklusal

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


27 
 

4.Segmen Segmen Pengukuran Penggaris Ordinal


bukal bukal dari penyimpangan titik plastik 0 = 0-1 mm
rahang zona kontak dari titik PAR dan 1 = 1,1-2 mm
bawah lengkung kontak mesial gigi piranti 2 = 2,1-4 mm
kanan gigi rahang molar satu permanen lunak 3 = 4,1-8 mm
bawah rahang bawah kanan indeks 4 = >8 mm
kanan. sampai titik kontak PAR 5 = gigi
distal gigi kaninus impaksi
rahang bawah kanan
dari permukaan
oklusal
5.Segmen Zona Pengukuran Penggaris Ordinal
anterior segmen penyimpangan titik plastik 0 = 0-1 mm
rahang anterior kontak dari titik PAR dan 1 = 1,1-2 mm
bawah rahang kontak mesial gigi piranti 2 = 2,1-4 mm
bawah kaninus kiri sampai lunak 3 = 4,1-8 mm
titik kontak mesial indeks 4 = >8 mm
gigi kaninus kanan PAR 5 = gigi
dari rahang bawah impaksi
dari permukaan
oklusal
6.Segmen Segmen Pengukuran Penggaris Ordinal
bukal bukal dari penyimpangan titik plastik 0 = 0-1 mm
rahang zona kontak dari titik PAR dan 1 = 1,1-2 mm
bawah kiri lengkung kontak mesial gigi piranti 2 = 2,1-4 mm
gigi rahang molar satu permanen lunak 3 = 4,1-8 mm
bawah kiri rahang bawah indeks 4 = >8 mm
kirisampai titik PAR 5 = gigi
kontak distal gigi impaksi
kaninus rahang
bawah kiri dari
permukaan oklusal

Contoh ilustrasi titik kontak

Titik kontak
distal gigi
Titik kontak
mesial gigi 322

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


28 
 

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain dan Jenis Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah berupa desain potong lintang
dengan jenis penelitian berupaeksperimental laboratorik.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015. Model studi
konvensional didapat dari pasien pra perawatan ortodonti di Klinik Spesialis
Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia. Pemindaian ke dalam model studi digital dua dimensi dan
pengukuran data dilakukan di laboratorium komputer Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia. Penghitungan, pengolahan data dan analisis data dilakukan
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

4.3 Populasi dan Subjek Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah model studi pasien pra perawatan
ortodonti di Klinik Spesialis Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Subjek penelitian adalah model
studi pasien sesuai kriteria inklusi.

4.4 Besar Sampel


Rumus besar sampel yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel
sebagai berikut34, 35:

N = (Zα)√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q22


P1-P2
Keterangan :
N = Besar sampel
Zα= Simpangan baku alfa/kesalahan tipe I. Ditetapkan sebesar 5%, Zα = 1,96

28 
Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


29 
 

Zβ= Simpangan baku beta/kesalahan tipe II. Ditetapkan sebesar 5%, Zβ = 1,645
P1=Proporsikelompok tehnik pengukuran manual, yaitu 0,95 (Richmond,1992)5
P2= Proporsi kelompok tehnik pengukuran digital, yaitu 0,69
Q1= 1-P1
Q2=1- P2
P= Proporsi total = (P1+ P2)/2 = 0,82 (Mayers,2005)28
Q= 1-P
(Rumus analitik kategorik tidak berpasangan, kesalahan 5%)

N = (1,96)√2(0,82)(0,18) + 1,645√(0,95)(0,05) + (0,69)(0,31)2


0,95-0,69

= 53,29 ± 10%dibulatkan menjadi 60


Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 60

4.5 Kriteria sampel


Kriteria inklusi :
 Model cetakan gigi (model studi awal) pasien yang akan menjalani perawatan
ortodonti di RSGM FKG UI.
 Model studi memiliki basis segi tujuh yang baik/tidak goyang.10, 36
 Kondisi model studi tidak pecah, retak dan porus.
 Model studi memiliki oklusi/gigitan yang baik.
 Model studi lengkap memiliki gigi permanen sampai molar pertama baik
pada rahang atas dan bawah.
 Merupakan kasus maloklusi kelas I,II,III.

Kriteria eksklusi :
 Pada model gigi pasien ditemukan adanya gigi insisif yang peg shape,
kehilangan gigi permanen, agenesis gigi premolar, crown, bridge, tambalan
proksimal dan masih memiliki gigi susu.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


30 
 

4.6 Bahan dan alat


Bahan :
Model studi konvensional rahang atas dan rahang bawah yang akan dilakukan
perawatan ortodonti.
Alat :
1. Penggaris plastik indeks PAR (Richmond)
2. Alat pindai datar (HP Scanjet G4050)

Gambar 4.1. Alat pindai datar/scanner(HP Scanjet G4050)

3. Penyangga tutup alat pindai(brick block) berukuran 5x4x4 cm

Gambar 4.2. Penyangga tutup alat pindai (brick block)

4. Perekat (double tape)busa merek 3 M Scotch dan sejenis.

Gambar 4.3. Double tapebusa merek 3M Scotch dengan ukuran lebar 12 mm

5. Piranti lunak indeks PAR.


6. Kain putih penutup ukuran 1x1 meter.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


31 
 

4.7 Tahapan penelitian


1. Pemilihan model studi yang sesuai kriteria inklusi.
2. Pengukuran indeks PAR secara manual pada model studi konvensional
dengan menggunakan penggaris plastik PAR. Komponen indeks PAR yang
dihitung meliputi komponen 1-6, yaitu segmen bukal rahang atas kanan,
segmen anterior rahang atas, segmen bukal rahang atas kiri, segmen bukal
rahang bawah kanan, segmen anterior rahang bawah dan segmen bukal
rahang bawah kiri.
3. Pemindaian model studi konvensional dengan menggunakan alat pindai
datar/scanner(HP Scanjet G4050)untuk mendapatkan model studi digital dua
dimensi (2D).33 Urutan langkah pemindaiannya sebagai berikut :
a. Mesin scanner dipisahkan antara badan scanner dan penutup scanner
(Gambar 4.4).

a  b 

Gambar 4.4. Alat pindai datar/scanner(HP Scanjet G4050).a.penutup scanner. b.bagian dasar
scanner

b. Pada penutup scanner diberi alat penyangga (brick block) pada kedua
tepinya.
c. Penutup scanner diberi perekat double tapebusa merek 3M Scotch dengan
letak yang telah ditentukan. Double tapebusa yang digunakan harus terbuat
dari bahan yang memiliki daya rekat kuat dan sedikit tebal sehingga dapat
menahan model studi dalam keadaan menggantung saat dilakukan
pemindaian.Penempatan posisi double tapebusa dapat dilihat pada
gambar4.5.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


32 
 

Panjang 7 cm
Panjang 4 cm

Lebar jarak 1 cm
Lebar jarak 3 cm

Gambar 4.5. Penempatan posisi double tapebusa pada penutup scanner.

d. Model studi konvensional yang akan dipindai diletakkan pada penutup


scanner tersebut. Penempelan dengan menggunakan double tapebusa yang
direkatkan pada basis model studi.Model studi diletakkan sejajar satu sama
lain. Posisi rahang atas di sisi kiri dan rahang bawah di sisi kanan.
Permukaan oklusal gigi geligi menghadap kaca alat pindai. Penempatan
posisi model studi yang akan dipindai dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6. Penempatan posisi model studi pada penutup scanner

e. Mesin scanner dihubungkan ke komputer. Mesin scanner dan model studi


yang akan dipindai ditutup dengan menggunakan kain putih ukuran 1x1
meter untuk menghindari berpendarnya sinar dari mesin scanner sewaktu

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


33 
 

proses pemindaian dilakukan. Setelah semua siap kemudian dilakukan


proses pemindaian.
f. Gambaran foto dua dimensi (2D) hasil pemindaian model studi disimpan
dalam format JPEG (Joint Photographic Experts Group). Foto kemudian
dipotong (crop)satu persatu dengan menggunakan aplikasi Adobe
Photoshop CS6. Ilustrasi proses pemindaian hingga penyimpanan model
studi digital dua dimensi dapat dilihat pada gambar 4.7.

(a) (b)

(d) (c)
Gambar 4.7. Proses pemindaian model studi menjadi model studi digital dua dimensi (2D).
(a) Model studi diletakkan menggantung menghadap kaca alat pindai.(b) Alat pindai beserta
model studi yang akan dipindai ditutup kain putih.(c) Foto digital dua dimensi hasil
pemindaian diproses di komputer.(d) Hasil croping model studi digital dua dimensi.

4. Pengukuran indeks PAR secara digital pada model studi digital dua dimensi
(2D) dengan menggunakan piranti lunak indeks PAR.
5. Uji intraobserverdilakukan pada 10 sampel penelitian.Pengujian
intraobserverdilakukan dengan pengukuran berulang sebanyak 2x baik pada
model studi konvensional maupun model studi digital dua dimensi (2D).
Rentang waktu pengukuran pertama dan kedua (t0,t1) selama dua minggu.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) dan blinding
untuk mengurangi tingkat kesalahan pengukuran (error method).
6. Uji interobserverdilakukan pada 10 sampel penelitian. Pengujian dilakukan
oleh dua orang peneliti. Uji interobserver dilakukan baik pada model studi

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


34 
 

konvensional maupun model studi digital dua dimensi (2D). Hasil


pengukuran dari peneliti pertama dan kedua (P1,P2) dibandingkan satu sama
lain.
7. Pengolahan data hasil pengukuran. Analisis data yang dilakukan berupa :
 Statistik Kappa agreement.37
 Uji hipotesis menggunakan uji korelasi Spearman.37
8. Pelaporan hasil penelitian.
9. Publikasi.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


35 
 

4.8 Alur penelitian

Model studi konvensional

Pemindaian
dengan menggunakan
alat pindai datar
(HP Scanjet G4050)

Model studi digital dua


dimensi (2D)

Pengukuran skor indeks PAR Pengukuran skor indeks PAR


secara digital dengan secara manual dengan
menggunakan piranti lunak menggunakan penggaris
indeks PAR plastik PAR

Pengukuran kedua setelah 2


minggu dari pengukuran
pertama (uji intra observer)

Uji inter observer

Pengolahan data hasil


pengukuran

Penyajian data

Laporan hasil penelitian

Publikasi
BAB 5

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


36 
 

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015. Sampel yang


digunakan adalah 60 buah model studi pasien ortodonti di Klinik Spesialis
Ortodonti RSGMP FKG UI yang sesuai kriteria inklusi penelitian. Dilakukan 2
metode pengukuran, yaitu secara manual dan digital. Pengukuran manual
menggunakan model studi konvensional dengan alat ukur penggaris plastik PAR.
Pengukuran digital menggunakan model studi digital dua dimensi (2D) hasil
pemindaian model studi konvensional pada alat pindai/mesin scanner dengan alat
ukur piranti lunak indeks PAR. Pengukuran dilakukan pada 6 komponen indeks
PAR, yaitu komponen 1 (segmen bukal rahang atas kanan), komponen 2 (segmen
anterior rahang atas), komponen 3 (segmen bukal rahang atas kiri), komponen 4
(segmen bukal rahang bawah kanan), komponen 5 (segmen anterior rahang
bawah) dan komponen 6 (segmen bukal rahang bawah kiri).

5.1 Uji Intra Observer


Dilakukan uji intra observer untuk menguji konsistensi pengulangan
pengukuran dengan tehnik yang sama. Pada uji intra observer dilakukan oleh satu
orang peneliti. Uji intra observer dilakukan dua kali dengan rentang waktu antara
pengukuran pertama dan kedua adalah 2 minggu (t0,t1). Pengukuran dilakukan
secara manual dan digital. Digunakan 10 sampel dari total 60 sampel yang ada
dalam penelitian ini. Kesesuaian antara pengukuran pertama dan kedua dianalisis
dengan menggunakan analisis statistik Kappa (Kappa agreement)dengan kriteria
< 0,20 (rendah), 0,21-0,40 (sedang), 0,41-0,60 (cukup), 0,61-0,80 (baik) dan 0,81-
1,00 (sangat baik).

5.1.1 Uji Intra Observer Manual


Uji intra observer manual menunjukkan adanya perbedaan hasil
pengukuran pertama dan kedua (t0,t1). Perbedaan pengukuran tidak lebih dari 1
nilai kategori skor PAR pada masing-masing komponen indeks PAR yang diukur.

36  Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


37 
 

Nilai skor intra observer pengukuran manual komponen 1-6 pada pengukuran
pertama dan kedua (t0,t1) dapat dilihat pada lampiran 1.
Uji intra observerpengukuran manual untuk komponen 1, 3, 4, 5, dan 6
menunjukkan nilai Kappa agreement dalam kisaran antara 0,811-1 (interpretasi
sangat baik).38Hanya komponen 2yang menunjukkan nilai 0,783 (baik).
Komponen 1 memiliki nilai Kappa agreementpaling besar, yaitu 0,831. Data nilai
Kappa agreementdari uji intra observer pengukuran manual terlihat pada tabel
5.1.

5.1.2 Uji Intra Observer Digital


Sama seperti uji intra observer manual, pada uji intra observer digital juga
menggunakan 10 sampel penelitian. Sampel penelitian yang digunakan sama
dengan yang dipakai pada uji intra observer manual. Terdapat perbedaan hasil
pengukuran pada pengukuran pertama dan pengukuran kedua (t0,t1). Hasil yang
diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran intra observer manual.
Nilai skor intra observer pengukuran digital komponen 1-6 pada pengukuran
pertama dan kedua (t0,t1) dapat dilihat pada lampiran 1.
Analisis Kappa menunjukkan bahwa hampir semua nilai Kappa agreement
pada komponen 1-6menunjukkan interpretasi baik dan sangat baik (kisaran antara
0,737-0,844). Komponen 2 dan komponen 5menunjukkan hasil yang sama, yaitu
0,737 (baik). Secara keseluruhan uji intra observer manual dan digital
menunjukkan interpretasiKappa agreementyang baik dan sangat baik. Hal ini
menunjukkan terdapatnya kesesuaian antara pengukuran secara manual dan digital
yang dilakukan oleh peneliti. Nilai Kappa agreementdari uji intra observer
pengukuran manual dan digital terlihat pada tabel 5.1.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


38 
 

Tabel 5.1. Nilai Kappa agreement dari uji intra observer pengukuran manual dan digital
Intra Observer Kappa Agreement Intra ObserverKappa Agreement
Variabel Komponen Manual Interpretasi Digital Interpretasi
PAR (to,t1) n = 60 n = 60
Komponen 1 0,831 (sangat baik) 0,844(sangat baik)
Komponen 2 0,783 (baik) 0,737 (baik)
Komponen 3 1 (sangat baik) 0,815 (sangat baik)
Komponen 4 0,825 (sangat baik) 0,841 (sangat baik)
Komponen 5 0,815 (sangat baik) 0,737 (baik)
Komponen 6 0,811 (sangat baik) 0,756 (baik)
Ket: t0 = pengukuran pertama, t1 = pengukuran kedua

5.2 Uji Inter Observer


Uji inter observer dilakukan oleh dua orang pengukur. Pengukur pertama
adalah peneliti dan pengukur kedua adalah teman ortodontis sejawat. Tujuannya
untuk mendapatkan kesesuaian hasilpengukuranmanual dan digital dari pengukur
pertama dan pengukur kedua (P1,P2). Jumlah sampel penelitian yang digunakan
sama seperti uji intra observer, yaitu 10 buah. Sampel yang digunakan berbeda
dengan sampel penelitian yang digunakan pada uji intra observer untuk
menghindari terjadinya bias. Berbeda dengan uji intra observer yang berselang
waktu 2 minggu antara pengukuran pertama dan kedua, pada uji inter observer
pengukuran antara pengukur pertama dan kedua dilakukan pada waktu yang sama.
Dilakukan jugauji kesesuaian pengukuran antara pengukur pertama dan kedua
(P1,P2) dengan menggunakan analisis statistik Kappa (Kappa agreement).

5.2.1 Uji Inter Observer Manual


Tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran uji intra observer, pada uji
inter observer manual juga menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan
pengukuran tidak lebih dari 1 nilai kategori skor PAR pada masing-masing
komponen indeks PAR yang diukur. Nilai skor inter observer pengukuran manual
komponen 1-6 oleh pengukur pertama dan kedua (P1,P2) dapat dilihat pada
lampiran 2.
Nilai Kappa agreement menunjukkan hasil yang bervariasi. Kisaran
nilainya dari 0,756-1,000. Kesesuaian yang tertinggi diperoleh pada komponen
4dengan nilai Kappa agreement bernilai 1. Komponen indeks PAR yang lain juga
menunjukkan interpretasi baik dan sangat baik. Data nilai Kappa agreementdari
uji inter observer pengukuran manual terlihat pada tabel 5.2.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


39 
 

5.2.2 Uji Inter Observer Digital


Hasil pengukuran uji interobserver digital menunjukkan hasil yang tidak
jauh berbeda antara pengukur pertama dan kedua. Terdapat perbedaan pada
beberapa komponen indeks PAR yang diukur. Nilai skor inter observer
pengukuran digital komponen 1-6 oleh pengukur pertama dan kedua (P1,P2) dapat
dilihat pada lampiran 2.
Analisis Kappa menunjukkan bahwa hampir semua nilai Kappa agreement
pada komponen 1-6menunjukkan interpretasi baik dan sangat baik (kisaran antara
0,737-1,000). Komponen 1menunjukkan nilai sempurna sebesar 1,000. Hal ini
berarti terdapat kesesuaian yang sangat baik antara pengukur pertama dan kedua
(P1,P2). Komponen 2dan komponen 5menunjukkan hasil yang sama, yaitu 0,783
(baik). Komponen 3dan komponen 4 menunjukkan nilai Kappa agreement> 0,800
(sangat baik).
Secara keseluruhan uji inter observer manual dan digital menunjukkan
nilai Kappa agreementyang baik dan sangat baik. Hal ini menunjukkan
terdapatnya kesesuaian antara pengukuran secara manual dan digital yang
dilakukan oleh pengukur pertama dan kedua (P1,P2).Nilai Kappa agreementdari
uji inter observer pengukuran manual dan digital terlihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Nilai Kappa agreement dari uji inter observer pengukuran manual dan digital
Inter Observer Kappa Agreement Inter Observer Kappa Agreement
Variabel Komponen Manual Interpretasi Digital Interpretasi
PAR (P1,P2) n = 60 n = 60
Komponen 1 0,804 (sangat baik) 1 (sangat baik)
Komponen 2 0,800 (sangat baik) 0,783 (baik)
Komponen 3 0,756 (baik) 0,804 (sangat baik)
Komponen 4 1 (sangat baik) 0,808 (sangat baik)
Komponen 5 0,844 (sangat baik) 0,783 (baik)
Komponen 6 0,756 (baik) 0,737 (baik)
Ket: P1 = Pengukur pertama, P2 = Pengukur kedua

5.3 Uji Hipotesis


Pada penelitian ini variabel yang dihubungkan adalah variabel
independen/bebas berupa tehnik pengukuran secara manual dan digital serta
variabel dependen/terikat berupa komponen 1-6 indeks PAR (penyimpangan titik
kontak). Kedua variabel tersebut berjenis data kategorik. Jenis hipotesisnya
berupa komparatif, yaitu membandingkan antara pengukuran penyimpangan titik

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


40 
 

segmen bukal rahang atas kanan, segmen anterior rahang atas, segmen bukal
rahang atas kiri, segmen bukal rahang bawah kanan, segmen anterior rahang
bawah dan segmen bukal rahang bawah kiri secara manual pada model studi
konvensional dengan hasil pengukuran secara digital pada model studi digital dua
dimensi. Masalah skala variabel adalah kategorik dengan menggunakan dua
kelompok data yang tidak berpasangan.
Uji hipotesis untuk korelasi data kategorik tidak berpasangan adalah uji
Chi-Square. Uji Chi-Square memenuhi syarat bila tidak ada nilai expected yang
kurang dari 5 atau maksimal 20% dari jumlah sel. Pada penelitian ini uji Chi-
Square terdapat 12 sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5 (75%),
sehinggauji Chi-Square tidak dapat digunakan. ( Lampiran 5) Uji korelasi
darisebaran data yang tidak seimbang pada pengukuran skor indeks PAR
komponen 1-6 antara pengukuran manual dan digital menjadi alasan dipilihnya uji
korelasi Spearman. Kekuatan korelasi antara pengukuran manual dan digital
dianalisis dengan kriteria 0,0 < 0,2 (sangat lemah), 0,2-0,4 (lemah), 0,4-0,6
(sedang), 0,6-0,8 (kuat) dan 0,8-1 (sangat kuat).
Sebelum uji hipotesis, dilakukan analisis frekuensi distribusi data untuk
melihat sebaran data masing-masing komponen indeks PAR. Analisis frekuensi
distribusi data dilakukan baik pada pengukuran manual dan digital. Frekuensi
distribusi data dari 60 sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Frekuensi distribusi data pengukuran manual dan digital dari 60 sampel penelitian
Skor Indeks PAR
Pengukuran 0 1 2 3 4 5
n % n % n % n % n % n %
I. Manual
Komponen 1 0 0 1 1,7 12 20 37 61,7 10 16,7 0 0
Komponen 2 0 0 0 0 0 0 12 20 48 80 0 0
Komponen 3 0 0 1 1,7 23 38,3 30 50 6 10 0 0
Komponen 4 0 0 1 1,7 9 15 40 66,7 10 16,7 0 0
Komponen 5 0 0 0 0 4 6,7 27 45 29 48,3 0 0
Komponen 6 0 0 1 1,7 9 15 41 68,3 9 15 0 0
II. Digital
Komponen 1 0 0 1 1,7 8 13,3 40 66,7 11 18,3 0 0
Komponen 2 0 0 0 0 0 0 8 13,3 52 86,7 0 0
Komponen 3 0 0 1 1,7 19 31,7 30 50 10 16,7 0 0
Komponen 4 0 0 1 1,7 7 11,7 39 65 13 21,7 0 0
Komponen 5 0 0 0 0 1 1,7 25 41,7 34 56,7 0 0
Komponen 6 0 0 1 1,7 6 10 39 65 14 23,3 0 0

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


41 
 

5.3.1 Komponen 1 : Segmen Bukal Rahang Atas Kanan


Pada komponen 1 tidak ditemukan skor indeks PAR 0 dan 5, baik pada
pengukuran manual dan digital. Frekuensi distribusi data terbanyak adalah skor
indeks PAR 3. Skor indeks PAR 2 dan 4 memiliki jumlah sampel hampir sama.
(Tabel 5.4)
Hasil uji Spearman indeks PAR komponen 1 pengukuran manual dan
digital didapatkan nilai significancy (p) < 0,001 yang menunjukkan bermakna.
Diperoleh nilai korelasi (r) 0,804 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan
kekuatan yang sangat kuat.Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil pengukuran skor indeks PAR komponen 1 pada pengukuran
manual dan digitalditerima. (Tabel 5.5)

Tabel 5.4. Frekuensi distribusi data komponen 1 dari pengukuran manual dan digital

Tabel 5.5. Hasil uji korelasi Spearman komponen 1

Manual
Digital r 0,804
P <0,001
n 60

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


42 
 

5.3.2 Komponen 2 : Segmen Anterior Rahang Atas


Pada komponen 2 tidak ditemukan nilai skor indeks PAR 0 dan 5.
Frekuensi distribusi data hanya terdapat pada skor indeks PAR 3 dan 4. Frekuensi
terbanyak adalah skor indeks PAR 4. Nilai skor indeks PAR 3 dan 4 memiliki
selisih jumlah sampel yang jauh. (Tabel 5.6)
Hasil uji Spearman indeks PAR komponen 2 pengukuran manual dan
digital didapatkan nilai significancy (p) < 0,001 yang menunjukkan bermakna.
Diperoleh nilai korelasi (r) 0,784 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan
kekuatan yang kuat.Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil pengukuran skor indeks PAR komponen 2 pada pengukuran
manual dan digitalditerima. (Tabel 5.7)

Tabel 5.6. Frekuensi distribusi data komponen 2 dari pengukuranmanual dan digital

Tabel 5.7. Hasil uji korelasi Spearman komponen 2

Manual
Digital r 0,784
P <0,001
n 60

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


43 
 

5.3.3 Komponen 3 : Segmen Bukal Rahang Atas Kiri


Pada komponen 3 tidak ditemukan skor indeks PAR 0 dan 5, baik pada
pengukuran manual dan digital. Frekuensi distribusi terbanyak pada skor indeks
PAR 3. Frekuensi distribusi terbanyak pada skor indeks PAR 1. (Tabel 5.8)
Hasil uji Spearman indeks PAR komponen 3 pengukuran manual dan
digital didapatkan nilai significancy (p) < 0,001 yang menunjukkan bermakna.
Diperoleh nilai korelasi (r) 0,880 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan
kekuatan yang sangat kuat.Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil pengukuran skor indeks PAR komponen 3 pada pengukuran
manual dan digitalditerima. (Tabel 5.9)

Tabel 5.8. Frekuensi distribusi data komponen 3 dari pengukuran manual dan digital

Tabel 5.9. Hasil uji korelasi Spearman komponen 3

Manual
Digital r 0,880
P <0,001
n 60

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


44 
 

5.3.4 Komponen 4 : Segmen Bukal Rahang Bawah Kanan


Frekuensi distribusi data pada komponen 4 paling banyak pada skor indeks
PAR 3 baik pada pengukuran manual maupun digital. Selisih jumlah skor indeks
PAR terbanyak dengan skor indeks PAR terbanyak kedua dan ketiga cukup jauh.
Jumlah skor indeks PAR 2 dan 4 tidak jauh berbeda. (Tabel 5.10)
Hasil uji Spearman indeks PAR komponen 4 pengukuran manual dan
digital didapatkan nilai significancy (p) < 0,001 yang menunjukkan bermakna.
Diperoleh nilai korelasi (r) 0,842 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan
kekuatan yang sangat kuat.Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil pengukuran skor indeks PAR komponen 4 pada pengukuran
manual dan digitalditerima. (Tabel 5.11)

Tabel 5.10. Frekuensi distribusi data komponen 4 dari pengukuran manual dan digital

Tabel 5.11. Hasil uji korelasi Spearman komponen 4

Manual
Digital r 0,842
P <0,001
n 60

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


45 
 

5.3.5 Komponen 5 : Segmen Anterior Rahang Bawah


Seperti empat komponen sebelumnya, pada komponen 5 juga tidak
ditemukan nilai skor indeks PAR 0 dan 5. Jika pada komponen 2 distribusi data
hanya pada nilai skor indeks PAR 3 dan 4, sebaliknya pada komponen 5 lebih
bervariasi, yaitu meliputi nilai skor indeks PAR 2, 3 dan 4. Frekuensi distribusi
data terbanyak pada nilai skor indeks PAR 4 dan paling sedikit pada nilai skor
indeks PAR 2. Selisih jumlah antara nilai skor indeks PAR terbanyak dengan skor
indeks PAR terbanyak kedua tidak terlalu jauh. (Tabel 5.12)
Hasil uji Spearman indeks PAR komponen 5 pengukuran manual dan
digital didapatkan nilai significancy (p) < 0,001 yang menunjukkan bermakna.
Diperoleh nilai korelasi (r) 0,790 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan
kekuatan yang kuat.Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil pengukuran skor indeks PAR komponen 5 pada pengukuran
manual dan digitalditerima. Tabel 5.13 menunjukkan hasil analisis korelasi
Spearman untuk komponen 5.

Tabel 5.12. Frekuensi distribusi data komponen 5 dari pengukuran manual dan digital

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


46 
 

Tabel 5.13. Hasil uji korelasi Spearman komponen 5

Manual
Digital r 0,790
P <0,001
n 60

5.3.6 Komponen 6 : Segmen Bukal Rahang Bawah Kiri


Pada komponen 6 tidak ditemukan skor indeks PAR 0 dan 5, baik pada
pengukuran manual dan digital. Frekuensi distribusi data komponen 6terbanyak
pada nilai skor indeks PAR 3 baik pada pengukuran manual maupun digital.
Jumlah nilai skor indeks PAR 2 dan 4 tidak jauh berbeda. (Tabel 5.14)
Hasil uji Spearman indeks PAR komponen 6 pengukuran manual dan
digital didapatkan nilai significancy (p) < 0,001 yang menunjukkan bermakna.
Diperoleh nilai korelasi (r) 0,820 yang menunjukkan arah korelasi positif dengan
kekuatan yang sangat kuat.Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil pengukuran skor indeks PAR komponen 6 pada pengukuran
manual dan digitalditerima. Tabel 5.15 menunjukkan hasil analisis korelasi
Spearman untuk komponen 6.

Tabel 5.14. Frekuensi distribusi data komponen 6 dari pengukuran manual dan digital

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


47 
 

Tabel 5.15. Hasil uji korelasi Spearman komponen 6

Manual
Digital r 0,820
P <0,001
n 60

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


48 
 

BAB 6
PEMBAHASAN

Indeks PAR adalah indeks oklusal yang dibuat sebagai instrumen untuk
mengukur seberapa besar penyimpangan gigi geligi pasien dari lengkung gigi dan
oklusi yang normal.4Indeks PAR dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
besar keparahan maloklusi dan mengevaluasi tingkat keberhasilan perawatan
ortodonti.
Model studi konvensional telah menjadi standar baku (gold standard)
dalam penegakan diagnosis dan prosedur perawatan gigi selama bertahun-tahun.
Dalam bidang ortodonti, model studi konvensional digunakan dalam penegakan
diagnosis, pengukuran analisis model studi, penyusunan rencana perawatan,
rekam data pasien dan evaluasi kemajuan perawatan.8, 11, 26 Model studi jenis ini
memiliki banyak kekurangan, di antaranya adalah relatif berat, tebal, mudah
rusak/patah, hilang, memerlukan tempat penyimpanan khusus, kesulitan dalam
pencarian model-model tersebut jika tidak disusun dengan rapi, sulit untuk
dibawa-bawa dan membutuhkan tambahan biaya jika ingin dibuat duplikasinya.12,
14
Beberapa peneliti dan akademisi terus melakukan upaya untuk mengatasi
keterbatasan dari model studi konvensional dengan membuat berbagai bentuk
alternatif lain dari model studi ini.8, 12 Seiring dengan era teknologi digital yang
semakin berkembang pesat, saat ini model studi konvensional telah dapat dibuat
menjadi model studi digital.12-14
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji tingkat akurasi
pengukuran model studi digital dibandingkan dengan model studi konvensional.14-
16, 26-28, 39-42
Model studi digital dua dimensi dibuat dengan melakukan pemindaian
dari model studi konvensional dengan menggunakan alat pindai datar (scanner).14
Bentuknya berupa gambaran permukaan oklusal dari model studi konvensional.
Model studi digital dua dimensi memiliki kelebihan dibandingkan dengan model
studi digital tiga dimensi. Kelebihannya adalah pembuatannya relatif lebih mudah
dan cepat, biaya yang dikeluarkan dalam pembuatannya juga lebih sedikit dan
lebih cocok digunakan di negara berkembang seperti negara kita.

48 Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


49 
 

Nollet (2004), Paredes dkk (2005) dan Malik dkk (2009) mengatakan bahwa
pengukuran hasil fotografi 2 dimensi seakurat pengukuran manual pada model
studi konvensional dan tidak ada perbedaan yang signifikan.16, 27, 30
Hal ini
membuktikan bahwa model studi digital dapat digunakan sebagai metode
alternatif yang valid dan dapat diandalkan untuk penegakan diagnosis dan
penyusunan rencana perawatan.
Penelitian ini merupakan bagian kecil dari penelitian Rustamadji, RS yang
mengembangkan pembuatan piranti lunak indeks PAR. Penelitian ini mengukur 6
dari 11 komponen indeks PAR. Komponen 7-11 masih dalam proses pembuatan
piranti lunaknya. Komponen indeks PAR yang diukur meliputi pengukuran
penyimpangan titik kontak segmen bukal rahang atas kanan, segmen anterior
rahang atas, segmen bukal rahang atas kiri, segmen bukal rahang bawah kanan,
segmen anterior rahang bawah dan segmen bukal rahang bawah kiri. Piranti lunak
indeks PAR yang dibuat merupakan hasil kerjasama antara Departemen
Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Indonesia. Pembuatan piranti lunak indeks PAR dilakukan
untuk memudahkan ortodontis dalam menganalisis model studi dan mengatasi
permasalahan yang terdapat pada model studi konvensional.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran penyimpangan titik kontak pada
segmen bukal rahang atas kanan, segmen anterior rahang atas, segmen bukal
rahang atas kiri, segmen bukal rahang bawah kanan, segmen anterior rahang
bawah dan segmen bukal rahang bawah kiri pada model studi. Model studi
konvensional yang sesuai dengan kriteria inklusi dikumpulkan. Model studi
konvensional tersebut kemudian dipindai dengan menggunakan alat pindai datar
(HP Scanjet G4050) sehingga diperoleh model studi digital dua dimensi. Setelah
semua sampel penelitian terkumpul, kemudian dilakukan pengukuran pada model
studi konvensional dan model studi digital dua dimensi.

6.1 Uji Intra Observer dan Uji Inter Observer


Sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti terlebih dahulu melakukan uji
intra observer dan uji inter observer. Saat proses pengukuran uji intra dan inter
observer, pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) dan

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


50 
 

blinding. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kesalahan (error method).
Uji intra observer dilakukan untuk menguji konsistensi pengulangan pengukuran
dengan tehnik yang sama. Dilakukan uji intra observer manual dan digital pada
model studi konvensional dan model studi digital dua dimensi. Sepuluh buah
sampel penelitian diukur sebanyak dua kali dengan rentang waktu dua minggu
antara pengukuran pertama dan kedua. Perbedaan hasil pengukuran intra observer
manual dan digital pada masing-masing komponen indeks PAR tidak lebih dari 1
nilai kategori indeks PAR. Variasi hasil pengukuran dapat terjadi walaupun
dilakukan oleh satu orang peneliti yang sama.
Dilakukan juga uji inter observer manual dan digital untuk menguji
validitas dari piranti lunak indeks PAR yang digunakan. Uji inter observer juga
menggunakan sepuluh buah sampel, namun sampel yang digunakan berbeda
dengan sampel yang digunakan pada uji intraobserver untuk menghindari
terjadinya bias. Pengukurannya dilakukan dalam waktu yang sama dan melibatkan
dua orang pengukur untuk mendapatkan kesesuaian pengukuran antara dua orang
yang berbeda. Uji intra dan inter observer dianalisis dengan statistik Kappa
(Kappa agreement). Analisis statistik Kappa (Kappa agreement) dilakukan untuk
menilai tingkat kesesuaian antara pengukuran pertama dan kedua (t0,t1) pada uji
intra observer dan menilai tingkat kesesuaian pengukuran antara pengukur
pertama dan kedua(P1,P2) pada uji inter observer.
Hasil uji intra observer pengukuran pertama dan kedua baik manual dan
digital dari analisis statistik Kappa (Kappa agreement) menunjukkan nilai Kappa
agreement pada masing-masing komponen penyimpangan titik kontak (komponen
1-6) menunjukkan interpretasi baik dan sangat baik. Interpretasi “baik” jika nilai
Kappa agreement sebesar 0,61-0,80 dan interpretasi “sangat baik” jika nilai
Kappa agreement sebesar 0,81-1.38 Pada uji intra observer manual didapatkan
nilai Kappa agreement0,783-1, sedangkan pada uji intra observer digital
didapatkan nilai Kappa agreement0,737-0,844. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat kesesuaian antara pengukuran pertama dan kedua (t0,t1) yang dilakukan
oleh peneliti dengan perbedaan nilai antar pengukuran yang tidak bermakna
secara klinis. Hasil yang sama juga didapatkan pada uji inter observer manual dan
digital. Nilai Kappa agreement pada komponen 1-6 menunjukkan interpretasi baik

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


51 
 

dan sangat baik. Pada uji inter observer manual didapatkan nilai Kappa
agreement0,756-1, sedangkan pada uji inter observer digital didapatkan nilai
Kappa agreement0,737-1. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian
pengukuran antara pengukur pertama dan kedua (P1,P2).
Adanya perbedaan pengukuran manual dan digital dapat disebabkan
karena perbedaan arah atau sudut pengukuran, perbedaan titik referensi yang
diukur, faktor waktu dan faktor kelelahan peneliti. Kesulitan penentuan titik
referensi yang sama juga dilaporkan oleh Mullen et al (2007).43Sebenarnya untuk
meminimalisasi terjadinya perbedaan ini telah diantisipasi oleh peneliti dengan
melakukan kalibrasi dan latihan pengukuran sebelum pengambilan data dilakukan.
Persamaan persepi mengenai titik referensi yang diukur antara pengukur pertama
dan kedua untuk uji inter observer juga sudah dilakukan. Dibutuhkan pengalaman
dan kemampuan peneliti dalam melakukan pengukuran.

6.2 Perbedaan SkorIndeks PAR


Frekuensi distribusi data menunjukkan bahwa dari 60 sampel penelitian
yang digunakan tidak ada yang memiliki skor indeks PAR 0 dan 5. Tidak adanya
skor indeks PAR 0 dan 5 menunjukkan bahwa dari 60 sampel penelitian yang
digunakan tidak ada yang memiliki maloklusi ringan dan tidak ada yang memiliki
gigi impaksi. Walaupun tidak dapat mewakili keadaan pasien yang datang ke
klinik spesialis ortodonti RSGM FKG UI secara keseluruhan, namun dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar pasien yang datang memiliki tingkat keparahan
maloklusi yang cukup besar yang membutuhkan perawatan ortodonti.
Frekuensi distribusi data pada segmen bukal paling banyak pada skor
indeks PAR 3 baik pada pengukuran manual maupun digital. Hal ini menunjukkan
besarnya penyimpangan titik kontak antara 4,1-8 mm. Banyak gigi yang
mengalami malposisi pada segmen tersebut. Berbeda dengan segmen bukal, pada
segmen anterior besarnya penyimpangan titik kontak menunjukkan kisaran yang
lebih besar yaitu > 8 mm. Oleh karena itu pada segmen anterior baik rahang atas
maupun rahang bawah frekuensi distribusi datanya banyak yang menunjukkan
skor indeks PAR 4. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar dari sampel
penelitian yang digunakan pada penelitian ini mengalami crowding yang berat

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


52 
 

pada segmen anterior dan membutuhkan perawatan ortodonti untuk perbaikan


estetik.
Akibat persebaran data yang tidak seimbang antara komponen indeks PAR
yang diukur dalam penelitian ini, maka tidak mungkin melakukan uji komparatif
Chi-Square.37 Oleh karena itu uji kesesuaian pengukuran indeks PAR manual dan
digital dilakukan dengan uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman dari
pengukuran komponen indeks PAR 1-6 secara manual dan digital menunjukkan
significancy yang bermakna (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
sebelumnya yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pengukuran manual pada model studi konvensional dan pengukuran pada
fotografi dua dimensi.16, 27, 30
Persamaan hasil yang diperoleh dari penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya dikarenakan menggunakan cara yang sama dalam
pembuatan model studi digital dua dimensi yang digunakan sebagai sampel
penelitian.
Nilai korelasi Spearman (r) yang didapat berkisar dari 0,784-0,880. Nilai
ini memperlihatkan bahwa secara keseluruhan masing-masing komponen indeks
PAR yang diukur memiliki korelasi yang kuat hingga sangat kuat pada
pengukuran secara manual dan digital. Arah korelasi positif (+) menunjukkan
bahwa terdapat korelasi searah antara pengukuran komponen indeks PAR secara
manual dan digital. Dengan demikian, semakin besar nilai korelasi pengukuran
indeks PAR secara manual akan diikuti juga oleh peningkatan besar nilai korelasi
pengukuran indeks PAR secara digital.
Hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil
pengukuran manual dan digital komponen indeks PAR 1-6 diterima. Berdasarkan
uji korelasi kesesuaian menggunakan uji korelasi Spearman, kekuatan korelasi (r)
tidak ada yang mencapai nilai mutlak 1. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
piranti lunak indeks PAR yang dibuat oleh Departemen Ortodonsia FKG UI dan
Fakultas Ilmu Komputer UI masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut.
Piranti lunak indeks PAR yang dibuat belum dapat melakukan pembesaran ukuran
gambar (zoom) sehingga diperlukan kecermatan peneliti dalam menentukan titik
referensi saat pengukuran.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


53 
 

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat
perbedaan bermakna untuk pengukuran manual dan digitaldari skor indeks PAR
komponen 1-6. Komponen 1, 3, 4, dan 6 yang mewakili regio posterior memiliki
skor PAR terbanyak pada skor 3 baik pengukuran manual maupun digital.
Komponen-komponen inimemiliki nilai significancy yang bermakna dengan
korelasi sangat kuat.Komponen 2 dan 5 yang mewakili regio anterior memiliki
skor PAR terbanyak pada skor 4 baik pengukuran manual maupun digital
sertamemiliki nilai significancy yang bermakna dengan korelasi kuat. Pengukuran
indeks PAR secara digital dapat dikatakan tidak berbeda dengan pengukuran
manual sehingga dapat digunakan untuk keperluan analisis model studi.

7.2 Saran
Disarankan pengembangan piranti lunak indeks PAR untuk menghitung 11
komponen indeks PAR secara lengkap. Diharapkan hasil pengukuran manual dan
digital pada komponen 7-11 memberikan hasil yang tidak berbeda seperti hasil
pengukuran komponen 1-6. Perlu dilakukan penyempurnaan piranti lunak indeks
PAR untuk kemampuan memperbesar area penentuan pengukuran pada model
studi digital (zoom).

53  Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


54 
 

DAFTAR PUSTAKA

1. Coubourne MT, DiBiase AT. Handbook of orthodontics: Elsevier 2010:1-30.


2. Mitchell L. An Introduction to Orthodontics. New York: Oxford 2007:102-
114.
3. Beglin FM, Firestone AR, Katherine WL, et al. A comparison of a realibility
and validity of occlusal indexes of orthodontic treatment need. Am J Orthod
Dentofacial Orthop. 2001(120):24.
4. Firestone AR, Michael F, Beglin FM, et al. Evaluation of the Peer
Assessment Rating (PAR) index as an index of orthodontic treatment need.
Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2002;122:463-469.
5. Richmond S, Shaw WC, O'Brien KD, et al. The development of the PAR
index (Peer Assessment Rating): reliability and validity. Eur J Orthod.
1992(14):125-139.
6. DeGuzman L, Bahirael D, Vig KWL, et al. The validation of the Peer
Assessment Rating index for malocclusion severity and treatment difficulty.
Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1995;107:172-176.
7. Kulbersh VP, Kaczynski R, Shunock M. Early treatment outcome assessed by
the Peer Assessment Rating index. Am J Orthod Dentofacial Orthop.
1999;115:544-550.
8. Wiranto MG, Engelbrecht WP, Tutein HE, et al. Validity, reliability and
reproducibility of linier measurements on digital models obtained from
intraoral and cone beam computed tomography scans of alginate impressions.
Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2013;143(1):140-147.
9. El-Zanaty HM, El-Beialy AR, El-Ezz AM. Three dimensional dental
measurements: An alternative to plaster models. Am J Orthod Dentofacial
Orthop. 2010;137(2):259-265.
10. Proffit W, Fields H, Sarver D. Contemporery Orthodontics. St Louis: Mosby
Elsevier 2013:176-184.
11. Graber LW, Vanarsdall RL, Vig KW. Orthodontics: Current Principles and
Techniques. Philadelphia: Mosby Elsevier 2012:6-8.

54 Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


55 
 

12. Peluso MJ, Josell SD, Levine SW, et al. Digital models: an introduction.
Seminars in orthodontics. 2004;10(3):226-238.
13. Redmond WR. The digital orthodontic office. Seminars in orthodontics.
2001;7:266-273.
14. Keating AP, Knox J, Bibb R, et al. A comparison of plaster, digital and
reconstructed study model accuracy. J Orthod. 2008;35(3):191-201.
15. Stevens DR, Flores-Mir C, Nebbe B, et al. Validity, reliability, and
reproducibility of plaster vs digital study models; comparison of Peer
Assessment Rating and Bolton analysis and their constituent measurements.
Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2006;129:794-803.
16. Paredes V, Gandia JL, Cibrian R. New, fast and accurate procedure to
calibrate a 2 dimensional digital measurement method. Am J Orthod
Dentofacial Orthop. 2005;127:518-519.
17. Daskalogiannakis J. Glossary of Orthodontics Term. Berlin: Quintessence
Publishing Co,Inc 2000:25-30.
18. Baccetia T, Reyes B, McNamara J. Gender differences in class III. Angle
Orthod. 2005;75(4):510-520.
19. Delcides F, Nadia CM, Erica T, et al. Psychosocial impact of dental esthetics
on quality of life in adolescents. Angle Orthod. 2009;79:1188-1193.
20. Zhijian L, Colman M, Urban H. The impact of malocclusion or orthodontic
treatment need on the quality of life. Angle Orthod. 2009;79:585-591.
21. Onyeaso CO, BeGole EA. Orthodontic treatment-improvement and standards
using the Peer Assessment Rating index. Angle Orthod. 2006;76:260-264.
22. Weerakone S, Dhopatkar A. Clinical Outcome Monitoring Program (COMP)
: A new application for use in orthodontic audits and research. Am J Orthod
Dentofacial Orthop. 2003;123:503-511.
23. Buchanan IB, Shaw WC, Richmond S, et al. A comparison of the reliability
and validity of the PAR index and Summers occlusal index. Eur J Orthod.
1993;15:27-31.
24. Deguchi T, Honjo T, Fukunaga T, et al. Clinical assessment of orthodontic
outcomes with the Peer Assessment Rating, discrepancy index, objective

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


56 
 

grading system, and comprehensive clinical assessment. Am J Orthod


Dentofacial Orthop. 2005;127:434-443.
25. Rachmadi MF. Perhitungan Indeks PAR (Peer Assesment Rating) Pada Citra
Model Gigi 2D Untuk Komponen Penilaian Jarak Gigit, Gigitan Terbuka dan
Segmentasi Gigi Pada Model Gigi Terbuka Jakarta, Indonesia 2014:6-9
26. Goonewardene RW, Goonewardene MS, Razza JM, et al. Accuracy and
validity of space analysis and irregularity index and measurements using
digital models. Aust Orthod J. 2008;24:83-90.
27. Malik OH, Abdi-Oskouei M, Mandall NA. An alternative to study model
storage. Eur J Orthod. 2009;31:156-159.
28. Mayers M, Firestone AR, Rashid R, et al. Comparison of Peer Assessment
Rating (PAR) index scores of plaster and computer based digital models Am
J Orthod Dentofacial Orthop. 2005;128:431-434.
29. Almasoud N, Bearn D. Little's irregularity index : Photographic assessment
vs study model assessment. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2010;136:787-
794.
30. Nollet P. Photographs of study cast: An alternative medium for rating dental
arch relationships in unilateral cleft lip and palate. Cleft palate craniofacial
journal. 2004;41:646-650.
31. Okunami TR, Kusnoto B, BeGole E, et al. Assessing the American Board of
Orthodontics objective Grading System: digital vs dental plaster casts. Am J
Orthod Dentofacial Orthop. 2007;131:51-56.
32. Tomassetti J, Taloumis L, Denny J, et al. A comparison of 3 computerized
Bolton tooth size analysis with a commonly used method. Angle Orthod.
2001;71:351-357.
33. Rustamadji RS, Purwanegara MK, Jatmiko W, et al. In Budiman JA, (Ed).
Panduan dari Aspek Klinis dan Operasional dalam Membuat Data Pendukung
Perhitungan Indeks PAR Otomatis. Jakarta: Departemen Ortodonti Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2014:1-14,21-26.
34. Sopiyudin M. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba
Medika 2010:46-50.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


57 
 

35. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV


Sagung Seto 2011:348-363.
36. Adams CP, Kerr WJS. The Design, Construction and Use of Removable
Orthodntic Appliances. London: Butterworth-Heinemann 1995:182-188.
37. Sopiyudin M. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika 2011:4,13,175-179.
38. Anthony J, Joanne M. Understanding Interobserver Agreement: The Kappa
Statistic. Fam Med. 2005;37(5):360-363.
39. Leifert M, Leifert M, Efstratiadis S, et al. Comparison of space analysis
evaluations with digital models and plaster dental casts. Am J Orthod
Dentofacial Orthop. 2009;136(1):16 e11-14.
40. Santoro M, Galkin S, Teredesai M, et al. Comparison of mesurements made
on digital n plaster models. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2003;124:101-
105.
41. Horton H, Miller J, Gaillard P, et al. Technique comparison for efficient
orthodontic tooth measurements using digital models. Angle Orthod.
2010;80(2):254-261.
42. Quimby M, Katherine W, Rashid R, et al. The Accuracy and Reliability of
Measurements Made on Computer-Based Digital Models Angle Orthod.
2004;74:298-303.
43. Mullen S, Martin C, Ngan P, et al. Accuracy of space analysis with emodels
and plaster models. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2007;132:346-352.
 

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


58 
 

LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai skor intra observer pengukuran manual komponen 1-6


pada pengukuran pertama (t0) dan kedua (t1)

No Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen


Model 1 2 3 4 5 6
Studi t0 t1 t0 t1 t0 t1 t0 t1 t0 t1 t0 t1
1 3 4 3 2 3 3 1 2 2 3 3 3
2 4 4 3 3 2 2 2 2 4 4 3 3
3 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3
4 3 3 4 4 3 3 2 2 4 4 3 3
5 2 2 4 4 2 2 4 4 4 4 2 3
6 2 2 4 4 3 3 3 3 3 3 1 1
7 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2
8 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4
9 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3
10 3 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3

Lampiran 2. Nilai skor intra observer pengukuran digital komponen 1-6


pada pengukuran pertama (t0) dan kedua (t1)

No Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen


Model 1 2 3 4 5 6
Studi (t0) (t1) (t0) (t1) (t0) (t1) (t0) (t1) (t0) (t1) (t0) (t1)
1 3 3 3 3 3 4 1 1 3 3 3 3
2 4 4 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3
3 4 4 4 3 2 2 4 4 4 4 3 3
4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4
5 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3
6 2 2 4 4 3 3 3 3 4 4 1 1
7 2 2 4 4 2 2 2 2 4 4 2 2
8 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3
9 4 4 4 4 2 2 3 3 4 4 4 4
10 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


59 
 

Lampiran 3.Nilai skor inter observer pengukuran manual komponen 1-6


oleh pengukur pertama (P1) dan kedua (P2)

No Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen


Model 1 2 3 4 5 6
Studi P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2
1 3 4 3 2 3 3 1 2 2 3 3 3
2 4 4 3 3 2 2 2 2 4 4 3 3
3 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3
4 3 3 4 4 3 3 2 2 4 4 3 3
5 2 2 4 4 2 2 4 4 4 4 2 3
6 2 2 4 4 3 3 3 3 3 3 1 1
7 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2
8 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4
9 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3
10 3 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3

Lampiran 4. Nilai skor inter observer pengukuran digital komponen 1-6


oleh pengukur pertama (P1) dan kedua (P2)

No Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen


Model 1 2 3 4 5 6
Studi P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2
1 2 2 4 4 2 2 3 3 4 4 4 4
2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4
3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3
5 3 3 4 4 3 3 2 2 4 4 3 3
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7 3 3 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3
8 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3
9 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
10 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


60 
 

Lampiran 5. Hasil uji Chi Square

Indeks PAR manual untuk bukal rahang atas kanan * Indeks PAR digital untuk bukal
rahang atas kanan Crosstabulation
Indeks PAR digital untuk bukal Total
rahang atas kanan
1,1-2 2,1-4 4,1-8 >8
mm mm mm mm
Count 1 0 0 0 1
1,1-2
Expected
mm ,0 ,1 ,7 ,2 1,0
Count

Count 0 8 4 0 12
2,1-4
Expected
mm ,2 1,6 8,0 2,2 12,0
Indeks PAR manual untuk Count
bukal rahang atas kanan Count 0 0 34 3 37
4,1-8
Expected
mm ,6 4,9 24,7 6,8 37,0
Count
Count 0 0 2 8 10
>8
Expected
mm ,2 1,3 6,7 1,8 10,0
Count
Count 1 8 40 11 60
Total Expected
1,0 8,0 40,0 11,0 60,0
Count

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)
a
Pearson Chi-Square 125,701 9 ,000
Likelihood Ratio 64,078 9 ,000
Linear-by-Linear
40,169 1 ,000
Association
N of Valid Cases 60
a. 12 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,02.

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


61 
 

Lampiran 6. Nilai skor PAR pengukuran manual (M) dan digital (D) komponen 1-6

No Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen Komponen


Model 1 2 3 4 5 6
Studi M D M D M D M D M D M D
1 3 3 3 3 3 3 1 1 2 3 3 3
2 4 4 3 3 2 3 2 2 4 4 3 3
3 3 4 4 4 2 2 3 4 3 4 3 3
4 3 3 4 4 3 3 2 3 4 4 3 4
5 2 3 4 4 2 3 4 4 4 4 2 3
6 2 2 4 4 3 3 3 3 3 4 1 1
7 2 2 3 4 2 2 3 2 3 4 2 2
8 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3
9 3 4 4 4 2 2 3 3 3 4 3 4
10 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3
11 2 2 4 4 2 2 3 3 4 4 3 4
12 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3
13 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
14 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3
15 3 3 4 4 3 3 2 2 4 4 3 3
16 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3
17 4 3 4 4 3 3 2 2 2 3 2 3
18 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3
19 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
20 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3
21 1 1 4 4 2 2 2 3 3 3 3 3
22 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4
23 2 2 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2
24 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3
25 3 3 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3
26 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 2
27 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4
28 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4
29 3 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3
30 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
31 2 2 4 4 1 1 3 4 3 4 2 2
32 3 3 4 4 2 2 2 2 3 3 3 3
33 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3
34 3 3 4 4 2 2 4 4 3 3 4 4
35 3 3 4 4 2 2 2 2 4 4 3 3
36 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 2 2
37 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3
38 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3
39 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3
40 3 3 4 4 4 4 2 2 3 3 3 3
41 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
42 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 2 2
43 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4
44 3 3 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4
45 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3
46 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3
47 4 4 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3
48 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3
49 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3
50 3 3 4 4 2 2 3 3 4 4 4 4
51 3 3 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015


62 
 

52 2 2 4 4 3 3 3 3 4 4 2 3
53 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4
54 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3
55 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3
56 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 3 4
57 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3
58 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
59 2 2 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3
60 4 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3

Universitas Indonesia

Perbandingan pengukuran..., Tri Wahyudi, FKG UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai