Anda di halaman 1dari 16

(HR.

Tirmidzi)

RUMAH TANGGA RASULULLAH


ALANGKAH indahnya, jika rumah tangga dibina berdasarkan
akhirat oriented (mengarah pada akhirat). Aroma surgawi akan
tercium dari kemuliaan akhlaknya. Hubungan internal begitu
harmonis. Individu-individu yang berada di dalamnya berusaha
menggapai ampunan, dan ridha Allah . Semuanya berpacu dalam
misi fastabiqul khairat (berlomba-lomba menuju kebaikan). Bagi
keluarga seperti ini, tiada kata henti mengukir kebaikan. Semuanya
senantiasa kompak bersabar hingga masuk surga sekeluarga.
Siapa pun yang menghendaki nuansa demikian, maka
contoh idealnya adalah rumah tangga Rasulullah Al-Qur'an
menggambarkan, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu surf teladan yang baik bagimu,"(QS Al-Ahzab: 21). Beliau pun
sejak awal memberi contoh, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling
baik pada keluarganya. Dan aku adalah yang paling baik terhadap
keluargaku.' (HR. Tirmidzi).
Maka sudah selayaknya mahligai rumah tangganya patut
diteladani.Berikut ini akan disajikan beberapa gambaran rumah
tangga Rasulullah . Di dalamnya akan disuguhkan bagaimana
hubungan nabi dengan istri, anak, cucu, sanak famili, serta
pembantunya. Mudah-mudahan dengan mengetahui kehidupan
rumah tangga beliau semakin mempermudah kita mencapai
target "Masuk Surga Sekeluarga". Amin.
Bersama Istri
Sejak pertama kali berumah tangga, Rasulullah memberi
teladan akhlak mulia dan kepedulian sosial pada istrinya. Tak
mengherankan, saat Rasulullah khawatir dengan kondisi
dirinya pasca menerima wahyu, Khadijah sebagai istri shalihah
menenangkan, "Tidak, demi Allah, engkau tidak akan diabaikan
oleh Allah selamanya, karena sesungguhnya engkau telah
menyambung hubungan silaturahmi, menolong yang lemah,
memberi orang yang membutuhkan, melayani tamu, dan
membela kebenaran."(HR. Bukhari).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah benar-benar
menghiasi rumah tangganya dengan akhlak mulia dan berusaha
memberi manfaat sebanyak-banyaknya bagi kehidupan sosialnya.
Istrinya pun mendukung. Dirinya tak merasa berat menginfakkan
harta yang melimpah ruah untuk kepentingan dakwah. Bahkan,
hartanya sampai ludes demi perjuangan suaminya menegakkan
agama Islam.
Ada kejadian yang mengharukan. Saat Nabi diperintahkan
menyebarkan dakwah secara terang-terangan, Khadijah
menyuruhnya istirahat sejenak. Lantas beliau berkata padanya,
"Wahai Khadijah, waktu tidur dan istirahat telah habis."
(Muhammad Husain Haikal, Hayed Muhammad, 97). Kata-kata
yang kuat ini membuat Khadijah bersemangat. Bahwa hari-
harinya kedepan akan diprioritaskan untuk kepentingan akhirat.
Rumah tangga yang dibangun bersama Khadijah adalah rumah
tangga yang dipenuhi dengan perjuangan dan pengorbanan.
Dinamika dakwah benar-benar hidup di dalamnya. Maka, wajar
ketika ditinggal wafat (bulan Ramadhan tahun 10 kenabian),
beliau mengalami kesedihan yang sangat mendalam. Sampai-
sampai tahun kepergiannya dalam sejarah dicatat sebagai "Tahun
Duka Cita'. Beliau betul-betul merasakan kehilangan. Saat-saat
bersama istri tercinta, selalu abadi dalam kenangan (Shafiyur
R ahman Mub arakf uri, al-Rahiq 10 4).
Sepeninggal Khadijah, beliau masih konsisten dengan visi
dan misi rumah tangganya (seperti saat bersama Binti Khuwailid).
Dalam kehidupan keluarga, ayah Fathimah ini dikenal sangat
memahami perasaan istri-istrinya. Pada suatu hari, Rasulullah
berkata kepada Aisyah: "Sung guh aku tabu saat kamu ridha, atau
marah padaku. Jika kamu ridha padaku, kau mengatakan, Tidak,
demi Tuhannya Muhammad.' Sedangkan ketika marah, kau
mengatakan, Tidak. Demi Tuhannya Ibrahim." (HR. Muslim).
Dengan mengetahui perasaan istrinya, dapat membantu beliau
bersikap dengan sebaik-baiknya.
Tak sekadar itu, ketika melihat kesalahan istri di depan umum,
beliau tak meluapkan emosi, tapi malah menghadapi dengan
sabar dan memahami kecemburuan istrinya. Ummu Salamah
pernah bercerita: "(Suatu saat) Aku menghidangkan makanan
beserta piring kepunyaanku kepada Rasulullah dan para
sahabatnya. Kemudian beliau bertanya (pada sahabatnya),
`Siapa yang membawa makanan ini?'. Mereka menjawab, `Ummu
Salamah.'. Lalu datanglah Aisyah (dipenuhi kecemburuan) sembari
membawa batu dan memecahkan piringnya. Tanpa komentar
apa-apa, beliau langsung mengumpulkan pecahan piring,
kemudian berkata pada para sahabatnya: `Makanlah! Ibu kalian
sedang cemburu.' Kemudian Rasulullah mengambil piring
Aisyah lalu dikirim ke Ummu Salamah, dan memberikan piring
Ummu Salamah kepada Aisyah. (HR. Bukhari, Abu Daud). Begitu
simpelnya, hingga permasalahan pun bisa diatasi. Pada suatu
kesempatan, beliau memberi nasihat pada para
sahabatnya: "Pergauilah istri dengan baik. Sesungguhnya mereka
diciptakan dari tulang rusuk. Tulang rusuk yang paling bengkok
adalah yang paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya, maka
akan pecah. Jika kamu biarkan, maka akan tetap bengkok. Maka
pergauilah istri dengan balk." (HR. Bukhari). Yang penting dicatat
dalam hal ini, pergaulan baik dengan istri sudah dilakukan setiap
hari di rumah tangganya sebelum menasihati para sahabat.
Sebagai suami beliaujuga curhat, bahkan mengajak istri
bermusyawarah. Nabi Muhammad bermusyawarah dengan
istri-istrinya dalam permasalahan yang penting. Sebagai contoh,
Rasulullah pernah bermusyawarah dengan Ummu Salamah
pada perjanjian Hudaibiah (6 H), ketika para sahabatnya tak
mengindahkan perintah Rasul untuk menyembelih dan
mencukur rambut. Akhirnya Ummu Salamah mempunyai ide
bagus: tidak usah pakai omongan, tapi langsung saja dipraktikkan
di hadapan mereka. Akhirnya mereka pun mengikuti (Ibnu Katsir,
Sirah Nabawiah, 335).
Bila memang dibutuhkan, beliaujuga tak segan-segan
menampakkan cinta dan kesetiaan pada istrinya. Rasulullah
pernah berkata kepada Aisyah pada hadits yang panjang mengenai
Ummu Zar' : "Aku dan dirimu bagaikan Abu Zar ' dan Ummu Zar ."
Maksudnya: Aku dan kamu seperti mereka berdua dalam hal cinta
dan kesetiaan. Lalu Aisyah berkomentar, "Sungguh Engkau lebih
baik bagiku dari Abu Zar' dan Ummu Zar .." (HR. Bukhari, Muslim).
Masih terkait dengan kesetiaan, meski Khadijah sudah lama
meninggal, beliaujuga masih setia dan mengenangnya.
Sampai-sampai hati Aisyah dirundung cemburu akibat nama
Khadijah sering disebut.
Untuk membangun keharmonisan rumah tangga, ada saja
hal unik yang dilakukan. Di antara yang beliau lakukan adalah:
membuat nama kesayangan untuk istri. Dalam beberapa riwayat,
beliau memanggil Aisyah dengan panggilan sayang: 'Aisy (HR.
Bukhari, Muslim) dan Humairas (HR. Baihaqi, Thabrani). Maka
sangat dimaklumi jika kisah-kisah beliau bersama Aisyah penuh
dengan romantika dan harmoni cinta.
Pada suatu kesempatan, beliaujuga makan dan minum
bersama istrinya. Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim,
Rasulullah dan Aisyah minum dengan gelas dan piring yang
sama. Bahkan makan claging pacla bekasj jlatan Aisyah (HR. Nasai).
Dalam rumah tangga, beliau tidak berkomentar atau
mengeluh dengan kelakuan istri selama dalam hal mubah. Aisyah
berkata, `Aku pernah menyisir rambut Rasulullah padahal
sedang haidh.' (HR. Bukhari). Beliau juga tak pernah mencela
masakan istri. Kalau beliau suka, akan dimakan, kalau tidak suka,
beliau biarkan tanpa mencacatnya (HR. Bukhari).
Sebagai bentuk kasih sayang, terkadang beliau bersandar
dan tidur di pangkuan istrinya. Aisyah bercerita: `Rasulullah
bersandar di pangkuanku, pada waktu aku sedang haidh.' (HR.
Muslim). Di samping itu, terkadang kalau ada waktu luang, beliau
juga menemani istri jalan-jalan. Bukhari meriwayatkan: Ketika
malam, nabi berjalan bersama Aisyah, sembari berbincang-
bincang. Bahkan, ketika ada momen ekspedisi militer, beliau acap
kali mengundi istrinya untuk diajak ikut bersama.
Yang lebih menakjubkan beliau dengan suka cita membantu
pekerjaan rumah. Dalam riwayat Bukhari disebutkan: Ketika
Aisyah ditanya mengenai apa yang dilakukan Rasul saat di
rumah, beliau menjawab: `Beliau membantu pekerjaan
istrinya.' Beliau tidak membebankan kewajiban rumah hanya
pada istri. Beliau sendiri turut membantu. Ketika Aisyah ditanya
tentang pekerjaan Rasulullah di rumah, beliau menjawab:
*Sebagaimana layaknya manusia lain, menjahit baju, memerah
susu, dan melayani dirinya (HR.Ahmad).
Beliau juga sangat sabar dan berusaha membahagiakan istri
selama dalam hal yang tak terlarang. Suatu saat Abu Bakar datang
ke rumah Nabi, waktu itu beliau sedang tertutup dengan baju,
karena ada dua dua perempuan muda yang sedang menabuh
gendang di depan Aisyah, lalu Abu Bakar kaget dan mencegahnya.
Nabi pun melarangnya seraya berkata: "Biarkan mereka
berdua! Ini adalah hari raga." (HR. Bukhari).
Bahkan dengan mesra, Nabi sempat bersama Aisyah
menyaksikan atraksi perang budak sudan di masjid. Aisyah
bercerita: "Saat Hari Raya biasanya ada dua budak Sudan
yang memperlihatkan kebolehannya mempermainkan tombak
dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang meminta kepada
Nabi atau beliau yang menawarkan kepadaku, `Apakah
kamu mau melihatnya?' Maka aku jawab, mau.' Maka beliau
menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku
bertemu dengan pipinya sambil beliau berkata, Teruskan hai Bani
Arfadah!' Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan lalu
beliau berkata, `Apakah kamu merasa sudah cukup?' Aku jawab,
sudah.' Beliau lalu berkata, `Kalau begitu pergilah.' (HR. Bukhari).
Jika istri marah, beliau dengan sabar menenangkan dan
meredam kemarahan istrinya. Bahkan, beliau mengajarkan do '
a meredam kemarahan kepada istrinya. Ummu Salamah pernah
diajari Nabi do' a meredam kemarahan:

"Ya Allah Tuhan Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan


kemarahan hatiku, anugerahkan padaku pahala dari fitnahfitnah
yang menyesatkan, selama Engkau menghidupkan kami." (HR.
Ahmad).
Terkadang, Beliau juga tak sungkan memuji istrinya. Suatu saat
Rasulullah memuji Aisyah: "Sesungguhnya keutamaan Aisyah
atas semua wanita adalah seperti tsarid (adonan roti paling enak
saat itu) atas segala makanan.' (HR. Muslim). Pujian yang
proporsional terhadap istri memang bisa membuat rumah tangga
menjadi langgeng.
Manusia pilihan ini, tak malu menyatakan cinta serta merasa
bahagia dengan istrinya. Rasulullah berkata tentang Khadijah:
"Sungguh aku dikaruniai cintanya." (HR. Muslim). Pernah juga saat
beliau ditanya Amru bin Ash mengenai istri yang paling
dicintai.Beliau menjawab, `Aisyah.' (HR. Bukhari, Muslim).
Meski beliau sangat baik dalam memperlakukan istri-istrinya,
tapi beliau juga tegas ketika istrinya berbuat salah. Suatu saat
istri-istrinya demo meminta sesuatu yang tak dimiliki Rasulullah
. Mereka meminta nafkah lebih. Dengan tegas Rasulullah
menolak, bahkan memberi pelajaran berharga pada mereka.
Beliau
berpisah dari mereka selama satu bulan. Kisah ini bersesuaian
dengan turunnya Surah Al-Ahzab: 28 (HR. Muslim). Dengan
ketegasan ini akhirnya mereka sadar bahwa mereka bersalah, dan
tak mau mengulanginya lagi.
Intinya, hubungan nabi dengan istrinya benar-benar
menggambarkan keluarga teladan yang berorientasi akhirat.

Bersama Anak
Sebagai seorang ayah Beliau memberikan contoh terbaik
dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Dengan pergaulan
yang baik ini, dalam catatan sirah nabawiah, Beliau sukses
mendidik anak-anaknya. Terbukti, semua anak-anaknya masuk
Islam. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Ishaq menuturkan, "Adapun
anak-anak perempuan Beliau mendapati Islam, masuk Islam
dan ikut hijrah bersama nabi " (Yusuf Shalihi, Subulu al-Huda wa al-
Rasydd, 108). Di sini yang disebut hanya anak perempuan karena,
anak-anak laki-lakinya meninggal sejak kecil.
Sebagai orang tua, Beliauselalu mengarahkan anaknya.
satu bentuk pengarahan Rasulullah * pada anak-anaknya
sebelum diutus menjadi Nabi ialah menanamkan akhlak mulia dan
kepedulian sosial. Pasca diangkat menjadi Rasul, dengan segera
beliau mengajak anak-anaknya. masuk Islam. Pada waktu itu
Zainab berusia 10 tahun; Ruqayya berusia 7 tahun; Ummi Kaltsum
berusia 6 tahun, sedangkan Fathimah masih sangat belia. Meski
masih relatif muda, mereka bisa menerima dengan baik.
Anak-anak Nabi dibesarkan dalam rumah tangga yang
berorientasi akhirat. Sebagai contoh: Zainab bisa mengajak
suaminya yang Musyrik menjadi Muslim, Ruqayya (putri beliau)
bersama suaminya (Utsman bin 'Allan) ikut serta hijrah ke
Habasyah demi kepentingan dakwah. Demikian juga Ummi
Kaltsum, yang juga ikut berjuang di jalan dakwah bersama Utsman
bin 'Affan sampai wafat di Madinah. Fathimah pun juga ikut ambil
bagian. Sebelum hijrah, di saat orang-orang kafir menyakiti nabi
dengan melempar kotoran dan jeroan unta pada waktu sedang
shalat, Fathimah dengan sigap menyingkirkannya. Intinya, semua
anak-anaknya bisa diarahkan pada pendidikan berorientasi
akhirat.

Beberapa pengalaman khusus bersama Fathimah juga sedikit-


banyak memberikan gambaran penting bagaimana hubungan
rasul dengan anaknya. Anak yang dididik sejak kecil ini bukan saja
mirip wajah dan gaya jalannya, akhlaknya pun juga sangat mirip.
Putri tersayangnya ini sejak mengenal Islam sudah ikut berjuang
bersama Beliau. Karenanya, Beliau sangat menyayanginya.
Saat Ali hendak menikahi al- ' Aura (putri Abu Jahal), beliau
berkata, "Tidak mungkin anak Rasulullah dengan anak musuh
Allah bersatu. Fathimah adalah bagian dariku." (Abdul Razzaq)
al-Mushannaf, 7/300). Menjelang wafat nabi memberitahunya
bahwa dia akan menjadi penghulu wanita di surga.
Sebagai ayah kebanggaan, Beliau memberikan kasih sayang
yang cukup pada anaknya. Anas bin Malik pernah bertutur, "Aku tak
pernah melihat seorang pun yang paling sayang dengan
keluarganya melebihi Rasulullah (HR. Muslim). Saat Ibrahim
sedang dalam persusuannya, Beliau .mendatanginya kemudian
mengangkat lalu mengecupnya. Makanya, ketika Ibrahim wafat,
beliau sangat sedih.
Beliau sangat peduli terhadap anak perempuannya. Saat
Ruqayyah dan Ummu Kaltsum diceraikan oleh Utbah dan
Utaibah (putra Abu Lahab), beliau segera mencarikan jodoh.
Keduanya secara berurutan di kemudian hari menjadi istri
Utsman bin 'Affan. Berkat bimbingan beliau pula, Zainab mampu
membimbing suaminya(Abu 'Ash bin Rabi ) yang sebelumnya
musyrik menjadi beriman.

Bersama Cucu
Suatu hari Rasulullahmencium Hasan bin Ali. Pada waktu
itu di samping Beliauada Aqra' bin Ha’bis. Ia berkomentar,
"Aku mempunyai sepuluh anak, tapi tak ada satu pun yang pernah
kucium." Kemudian Rasulullah berkata padanya, "Barangsiapa yang
tidak sayang, maka tidak akan disayang." (HR. Bukhari, Muslim,
Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad). Jadi, mencium anak adalah salah
satu bentuk kasih sayang.
Di lain waktu, saat shalat berjama'ah di masjid, beliau pernah
menggendong cucu beliau, Umamah (anak Zainab). Ketika sujud
Beliau letakkan di bawah, kemudian saat berdiri beliau gendong
lagi (HR. Bukhari, Muslim). Peristiwa ini menggambarkan betapa
sayangnya Beliau kepada cucunya.
Kejadian yang sama juga pernah dilakukan. Saat Beliau bersujud
sangat lama dalam shalat berjama'ah karena dinaiki Hasan dan
Husain, ada sahabat yang bertanya, `Mengapa melakukan
demikian?' Rasulullah menjawab, "Aku tak suka membuatnya
tergesah-gesah, sampai dia memenuhi hajatnya" (HR. Nasai,
Ahmad, dan Hakim).
Jika ada waktu senggang, Beliau meluangkannya untuk
bermain dengan cucu dan mendoakan kebaikan padanya. Usamah
bin Zaid meriwayatkan, suatu saat Rasulullah mengangkatku di
pahanya, kemudian meletakkan Hasan bin Ali di paha
sebelahnya, lantas beliau berdoa, "Ya Allah sayangilah keduanya,
sesungguhnya aku menyeyangi keduanya." (HR. Bukhari, Ahmad, dan
Nasa 'i).
Abdullah bin Ja 'far bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa saat nabi
pulang dari safar beliau menyempatkan diri bertemu cucu-
cucunya lalu memboncengnya bersama beliau dalam satu
kendaraan (HR. Muslim, Baihaqi, dan Nasai).
Dengan hasil interaksi yang sangat bagus ini, akhirnya atas izin
Allah, Beliau bisa mendidik cucu yang baik. Hasan dan Husain,
kelak akan menjadi pemimpin pemuda ahli surga sebagaimana
hadits riwayat, Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Bersama Sanak Keluarga


Hubungan baik beliau bukan saja berhenti pada istri dan
anaknya, bahkan kepada sanak keluarganya pun juga sangat
perhatian. Saat Abu Thalib kesusahan karena memiliki anak banyak
dengan kemampuan finansial yang memprihatinkan, beliau dengan
Hamzah berinisiatif membantunya. Waktu itu Nabi Muhammad
membantu pamannya mengurusi salah satu anaknya. Dibawalah
Ali bin Abi Thalib ke rumahnya untuk diasuh supaya meringankan
beban beban Abu Thalib.
Sampai pada menjelang kematian pun, Beliau berusaha dengan
keras membantu pamannya agar pengorbanan yang selama ini
dilakukan tidak sia-sia. Meski pada akhirnya Abu Thalib mati
dalam keadaan kafir. Beliau pun sempat memintakan ampun, sampai
pada akhirnya ditegur Allah. Dialah yang memberi petunjuk,
Muhammad hanya bertugas sebagai penyampai.
Beliaujuga sangat peduli terhadap kerabat dan teman
akrab istri. Setiap kali Rasulullah menyembelih kambing, ia
berkata: `Kirimkan sebagiannya kepada teman-teman Khadijah.'
(HR. Muslim). Padahal, Khadijah sudah meninggal dunia. Tapi, tetap
saja Rasulullah berbuat baik kepada kerabat dan teman
akrabnya.
Selepas perang Badar, ada beberapa sanak keluarga Nabi
(seperti: Abbas bin Abdul Muthalib, Abu 'Ash bin Rabi'), menjadi
tawanan perang. Rasulullah akhirnya bermusyawarah dengan
Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berpendapat lebih baik tawanan
itu dibebaskan dengan tebusan, karena di antara mereka adalah
masih saudara dan famili. Hal itu dilakukan dengan harapan Allah
memberi petunjuk mereka pada Islam. Umar berpendapat lain.
Menurutnya, orang seperti mereka harus dihabisi. Rasul pun
lebih condong pada pendapat Abu bakar (Macirezi, Imta 'u al-
Asma 344).
Pasca perang Hunain (8H), kabilah Hawazin ada yang menjadi
tawanan. Saat Nabi Muhammad tahu kalau di antara mereka ada
saudari sesusunya (Syaima' binti Halimah As-Sa' diyah), yang
dilakukan nabi adalah: memuliakan, melepaskan, diberikan
ghanimah, dan kembali ke kampungnya dengan gembira (An-
Nimri, Al-Ducar fi Ikhtisari al-Maghazi wa al-Siyar, 230-231).
Peristiwa lain yang bisa dicatat ialah ketika Nabi hendak keluar
Mekah (pasca Umrah Qadha , 6 H), beliau dipanggil anak permpuan
Hamzah bin Abdul Muthallib, "Paman, Paman." (Terenyuhlah hati
Beliau). Berebutlah Ali, Ja ' far dan Zaid bin Haritsah untuk
mengasuhnya. Rasul pun memutuskan agar is diasuh oleh bibinya
[saudara ibunya] (Abu Hasa al-Nadawi, alSirah al-Nabawiah, 433).
Semua itu adalah contoh kecil bagaimana perhatian Nabi kepada
sanak familinya.
Bersama Pembantu
Ibnu Qayyim al-Jauzi dalam kitabnya yang berjudul Zeidu. Ma
'dd(1/113), menyebutkan beberapa pembantu Nabi di antaranya:
Anas bin Malik (bagian melayani kebutuhan Rasulullah)
Abdullah bin Mas'ud (bagian pembawa sandal dan siwaknya),
Uqbah bin 'Amir al-Juhani (bagian pemandu keledainya), Asla' bin
Syuraik (bagian urusan safari), Bilal (sebagai Mu 'adzin), Sa 'ad maula
Abu Bakar, Abu Dzar al-Ghifari, Aiman bin 'Maid (bagian tempat
bersuci dan yang berkaitan dengan).
Terkait perlakuan Rasulullah SAW terhadap pembantunya,
simak baik-baik pernyataan 'Aisyah berikut ini, "Rasulullah tak
pernah memukul sesuatu pun dengan tang annya, baik itu
perempuan, maupun pembantu, melainkan dalam jihad (perang) di
jalan Allah." (HR. Muslim). Sebuah kesaksian luar biasa yang
menggambarkan kelembutan dan kasih sayang Rasul kepada
pelayannya.
Sebagai tuan dari pembantunya, Beliau mengingatkan dengan
cara yang baik dan tak pernah membentak. Perhatikan kesaksian
Anas bin Malik, "Rasulullah adalah orang yang paling indah budi
pekurtinya. Pada suatu hari Beliau menyuruhku untuk suatu
keperluan. Maka aku berkata: "Demi Allah, aku tidak mau pergi
(seolah-olah Anas tidak mau melakukan perintah Rasulullah
namun hal itu terjadi karena beliau masih kecil), akan tetapi
dalam hatiku aku bertekad akan pergi untuk melaksanakan
perintah Nabi kepadaku." Lalu aku pun pergi, hingga aku
melewati beberapa anak yang sedang bermain-main di pasar. Tiba-
tiba Rasulullah memegang tengkukku (leher bagian belakang) dari
belakang. Dia (Anas) berkata: "Lalu aku menengok ke arah beliau,
dan beliau tersenyum. Lalu kata beliau: "Wahai, Anas kecil! Sudahkah
engkau melaksanakan apa yang aku perintahkan?" Aku menjawab:
"Ya, saya akan pergi untuk melaksanakannya ya Rasulullah.." Anas
radhiyallahu 'anhu berkata: "Demi Allah, sembilan tahun
lamanya saya membantu Rasulullah aku tidak pernah
mengetahui Beliau menegur saya atas apa yang aku kerjakan
dengan ucapan: "Mengapa kamu melakukan begini dan begitu."
ataupun terhadap apa yang tidak aku kerjakan, dengan perkataan:"
Kenapa tidak kamu lakukan begini dan begini." (HR. Muslim).
Terkait masalah (budak atau pembantu) Rasulullah pernah
menasihati Abu Dzar al-Ghifari, "Saudara-saudara kalian adalah
budak dan pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka di
bawah tangan (kekuasaan) kalian. Maka barang siapa yang
saudaranya berada di bawah tangannya (kekuasaannya),
hendaklah ia memberinya makanan dari apa-apa yang dia
makan, memberinya pakaian dari jenis pakaian apa yang dia
pakai, dan janganlah kalian membebani (memberi tugas) mereka
sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian
membebani mereka, maka bantulah mereka."(HR. Bukhari). Jadi
pelayan diperlakukan sama dengan majikannya.
Lebih dari itu, Anas menceritakan, saat pembantu Nabi (anak
Yahudi) sedang sakit, dengan cepat Beliau membesuknya. Beliau
juga mendakwahkan Islam padanya. Dengan suka hati di samping
dukungan orang tuanya, akhirnya pelayan tersebut masuk Islam.
Demikianlah akhlak Nabi kepada para pembantunya (HR. Bukhari).
Dari rumah tangga yang beliau bangun berdasarkan orientasi
akhirat sebagamana paparan di atas, kita akan mendapat banyak
pelajaran untuk diteladani. Pertama, sebagai suami, dia berhasil
mendidik istri-istrinya dengan kasih sayang dan perjuangan untuk
kepentingan akhirat. Sukses menjadi suami yang mensinergikan
istri dalam perjuangan dakwah. Khadijah dan Aisyah adalah salah
satu contoh keberhasilannya. Kedua, sebagai ayah, Beliau
mampu mengarahkan anak-anaknya dengan pendidikan rabbani.
Sebagaimana Fathimah dan saudara-saudarinya. Ketiga, Sebagai
kakek, beliah telah mencurahkan kasih sayang dan pendidikan
yang baik, sebagaimana yang dilakukan pada Hasan dan Husain.
Keempat, sebagai keluarga beliau tetap bisa menjalin hubungan
yang baik dengan sanak famili. Kelima, sebaga majikan, beliau
mampu menunjukkan tauladan terbaik, sehingga menimbulkan
kesan mendalam bagi pembantu-pembantunya sebagaimana Anas
bin Malik dan lainnya.
Maha Benar Allah yang berfirman dalam Kitab SuciNya:

"Dan sesungguhnya kamu(Muhammad) benar-benar berbudi


pekerti yang agung."(Qs. Al-Qalam: 4).

Dengan akhlak mulia yang terpancar pada jenak-jenak


kehidupan rumah tangga beliau, beliau sukses menjadi suami,
ayah, kakek, keluarga, dan majikan. Maka tidak berlebihan jika
dikatakan, "Siapa saja yang menginginkan rumah tangga idaman,
maka bercerminlah pada keluarga Rasulullah Beliau adalah
contoh terbaik bagi setiap orang yang mau masuk surga sekeluarga."
Wallahu a 'lam bi al-Shawab.

Anda mungkin juga menyukai