Anda di halaman 1dari 18

Kata pengantar

Bismillahirrohmanirrohim
Assalmu Alaikum Wr. Wb.
Allhamdulillah kami ucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala. yang telah
memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman, Islam dan kesehatan, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul Jama’atul Muslimin Hibullah.
Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Rasul
yang terakhir yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah yang penuh barakah
ini,
Selanjutnya kami mengcapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu yang terhormat Ustadz
Daden Robbi Rahman, M.A, yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penulisan makalah ini, begitu juga kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan sehingga saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Billahi taufiq walhidayah
wassalamu alaikum Wr. Wb.
Garut, 05 Januari 2019
Nashrul Shidiq

01
Daftar isi
Kata pengantar 01
Daftar isi 02
Bab I : Pendahuluan 03
a. Latar Belakang 03
b. Rumusan Masalah 04
c. Tujuan Makalah 04
Bab II : Pembahasan 06
a. Pengertian Hizbullah 06
b. Sejarah Jama’ah Muslimin Hizbullah. 07
c. Sejarah Jama’ah Muslimin Hizbullah di Indonesia 11
d. Gambaran Khilafah Wali Al Fattaah rahimahullah yang sangat jauh berbeda 11
dengan Khulafa’ur Rasyiddin.
Bab III : Penutup 13
Simpulan 13
saran 13
Dafrtar Pustaka 14

01
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah
Di antara sepak terjang yang paling mengagumkan bagi mayoritas kaum muslimin,
khususnya beberapa tahun belakangan ini adalah sepak terjang Hizbullah dan pemimpinnya:
Hasan Nasrallah. Hasan Nasrallah bahkan dijuluki oleh majalah Newsweek Amerika Serikat
sebagai tokoh yang paling kharismatik di dunia Islam, plus yang paling berpengaruh bagi
mayoritas kaum muslimin.
Pun demikian, ulama dan cendekiawan muslim memiliki pendapat yang bermacam-
macam dan bertolak belakang dalam menilai Hizbullah dan Hasan Nasrallah sebagai
pemimpinnya. Di antara mereka ada yang membelanya mati-matian hingga menjuluki
Nasrallah sebagai Khalifah kaum muslimin. Tapi ada pula yang menyerangnya habis-habisan
hingga mengeluarkan Hizbullah dari Islam secara keseluruhan, dan masih puluhan pendapat
lagi yang berkisar di antara dua penilaian tadi.
Bagian ini akan membahas latar belakang kemunculan dan perkembangan Hizbullah
dalam beberapa fase. Atas dasar masalah di atas penulis tertarik untuk menyusunnya dalam
karya tulis yang berjudul ‘’ JAMA’ATUL MUSLIMIN (HIZBULLAH)’’
A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Jama’atul muslimin (Hizbullah)?
2. Bagaimana sejarah kemunculan Jama’atul Muslimin Hizbullah?
3. Bagaimana sejarah kemunculan Jama’atul Muslimin (Hizbullah) di Indonesia?
4. Bagaimana kepemimpinan Jama’atul Muslimin (Hizbullah)?
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Jama’atul muslimin (Hizbullah)
2. Untuk mengetahui sejarah kemunculan Jama’atul muslimin (Hizbullah)
3. Untuk mengetahui sejarah kemunculan Jama’atul muslimin (Hizbullah) di Indonesia
4. Untuk mengetahui kepemimpinan Jama’atul Muslimin (Hizbullah)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hizbullah (‫ )حزب هللا‬secara harfiah berarti Kelompok Allah atau Partai Allah. Alquran
beberapa kai menggunakan istilah ini untuk mengacu kepada kelompok orang-orang beriman
yang terikat dengan wilayah Allah dan Rasul-Nya (QS. 5: 56).
‫۝‬٥٦َ ‫َالب‬
‫ُوَّن‬ ْ ُ
‫الغ‬ ‫ُم‬ َّ‫َ ا‬
‫َّلل ه‬ ‫َْب‬ ‫َِإَّن‬
‫َّ ِحْز‬ ‫ُوا َف‬ َ‫َ آ‬
‫مُن‬ َّ َ
‫الِذين‬ ‫ُ و‬ َ ُ‫َس‬
‫وله‬ ‫َر‬ َّ َّ
‫اَّللَ و‬ ‫َو‬
‫َل‬ َ ْ
‫يت‬ ‫من‬ََ
‫و‬

01
“Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman
sebagai penolong setianya, sesungguhnya golongan (agama) Allah adalah golongan
yang menang.”1

Pelbagai gerakan Islam di sepanjang sejarah yang menggunakan nama ini sebenarnya
merujuk pada istilah alquran tersebut. Hizbullah Lebanon menjadi fenomenal karena berbagai
kesuksesanya di pentas sosial, politik dan militer dalam melawan agresi Israel di Lebanon,
kemempuannya mentransformasi ideologinya secara teratur di berbagai media yang tersedia
dan keterampilannya menyediakan pelayanan sosial yang ekstensif pada basis pendukungnya
secara khusus dan publik Lebanon secara umum. 2
Hizbullah berdiri di negara Lebanon. Negara ini memiliki karakter spesial yang
berbeda dengan seluruh negara di dunia. Ia merupakan negara multi golongan yang aneh
bentuknya, sebab dataran Lebanon dihuni oleh sekitar 18 sekte agama yang semuanya diakui.
Barangkali faktor geografis Lebanon yang bergunung-gunung itulah yang menjadikannya
sarang bagi berbagai aliran yang saling bertentangan. Dari sanalah terdapat kaum Nasrani
dengan berbagai sektenya, demikian pula Syiah, Druz, dan lain sebagainya.
Orang-orang Lebanon mengakui bahwa tiga golongan terbesar di Lebanon adalah:
Golongan muslimin Ahlussunnah, Golongan Syiah Itsna Asyariah, dan Golongan Nasrani
Maronit. Jauh setelah mereka barulah diikuti oleh Sekte Druz yang masih dianggap sebagai
muslimin meskipun mereka tidak demikian.
Penjajah Perancis yang menginvasi Lebanon pada tahun 1920, bertekad untuk
memantapkan fenomena multi golongan ini. Bahkan mereka sengaja menyerahkan sebagian
besar pusat pemerintahan kepada sekutu-sekutu mereka dari kalangan Nasrani Maronit. Akan
tetapi pasca kemerdekaan Lebanon tahun 1943, ditetapkanlah Undang-undang Lebanon yang
memberikan jabatan presiden kepada Nasrani Maronit, lalu jabatan kepala pemerintahan
(Perdana Menteri) kepada Ahlussunnah, dan jabatan ketua DPR kepada Syi’ah. Undang-
undang ini belum bisa diterapkan secara praktis hingga tahun 1959, yaitu setelah semua pusat
pemerintahan menerima ketetapan yang dikeluarkan oleh pihak Nasrani Maronit tersebut.
Berangkat dari sensitivitas multi golongan tadi, maka orang-orang Lebanon
mengacuhkan sama sekali masalah sensus penduduk yang dapat memberi gambaran lebih
rinci akan persentase masing-masing golongan. Pun demikian, penelitian yang paling
mendekati kebenaran ialah yang mengatakan bahwa nisbah Ahlussunnah adalah 26%,
demikian pula Syia’h 26%, sedangkan Maronit 22% dan Druz 5,6%.
Wajarlah, jika setiap golongan akan berusaha untuk bermarkas di daerah tertentu
sebagai basis kekuatan yang mempengaruhi daerah sekitarnya. Syiah misalnya, bermarkas di
daerah selatan Lebanon dan lembah Bikaa, sedangkan Ahlussunnah bermarkas di daerah Utara

1
Berkat pertolongan-Nya kepada mereka. Allah meletakannya pada posisi kalian (‫ (فإنهم‬untuk
menjelaskan bahwa mereka adalah bagian dari golonganNya, yakni pengikutNya. (Jalaluddin
Muhaammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tafsir
Jalalain, (al-Qahirah, Dar al-Hadits, t.th), hlm. 147.
2
Musa Kazhim, Hizbullah Sebuah Gerakan Perlawanan Ataukah Terorisme?, (Jakarta: Noura
Books, 2013), hlm. 9-10

01
dan Tengah Lebanon, serta kota-kota pesisir seperti Beirut Tripoli, dan Saida. Sedangkan
Maronit bermarkas di Gunung Lebanon dan Beirut Timur.

B. Sejarah Jama’ah Muslimin (Hizbullah)


Hizbullah didirikan pada tahun 1982 dan mempunyai pengaruh besar dalam politik
Libanon dengan memberikan pelayanan sosial, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit,
membuka daerah pertanian serta perlayanan lainnya untuk ribuan warga Syiah Libanon.
Dengan sendirinya, Hizbullah kemudian dianggap sebagai cermin gerakan perlawanan di
dunia Arab dan Muslim dunia.
Pada awalnya para pemimpin Hizbullah mengatakan bahwa gerakan ini bukanlah
sebagai sebuah organisasi, oleh karena itu tidak mempunyai kartu anggota, hiraki
kepemimpinan dan struktur organisasi yang jelas. Sejarah kelahiran Hizbullah memiliki kaitan
erat dengan revolusi Islam di Iran, di bawah pimpinan Ruhullah Al Musawi Khomaini pada
tahun 1979. Semenjak tahun 1982 Hizbullah mulai mendapatkan legalitas dalam memberikan
perlawanan terhadap penjajah Israel di Lebanon. Pada tahun 1985 Hizbullah secara resmi
mendukung Revolusi Islam di Lebanon. Strategi politik dan militer Hizbullah pun dinilai
sukses, terbukti dengan hengkangnya Zionis dari tanah Lebanon, pada tahun 2000.
Berdirinya organisasi Hizbullah tidak terlepas dari paham Syi’ah, yang berkiblat ke
Madrasah Ad-diniyah Najaf dan partai dakwah Islam yang diketuai oleh Muhammad Baqir
As-Sadr di Irak. Lembaga ini telah mencetak generasi-generasi militan Syi’ah di Lebanon.
Satu diantaranya adalah Musa As-Sadr, pendiri Harakah AMAL (Batalyon Perlawanan
Lebanon) yang saat ini dipimpin oleh Nabih Berre yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Lebanon.
Ketika kancah perpolitikan Lebanon mulai nampak keruh pada tahun 1978, As-shadr
tiba-tiba menghilang dari kancah perpolitikan. Bersamaan dengan itu muncullah nama
Muhammad Husain Fadlullah sebagai figur di dunia pendidikan dan politik, yang secara tidak
langsung memengaruhi kondisi perpolitikan di Lebanon. Namanya kian mencuat seiring
dengan berdirinya Hizbullah. Bahkan ia sempat dinobatkan sebagai pimpinan spiritual
Hizbullah. Akan tetapi ia menolaknya. Namun tak seorangpun memungkiri kiprah Fadlullah
dalam memajukan Hizbullah, baik dalam bidang politik maupun militer.
Berbicara Hizbullah sangat dekat dengan organisasi kelompok Syiah di Lebanon dan
memiliki hubungan dengan Negara Islam Iran. Sebab, pendiri utama Hizbullah adalah
kebanyakan dari kalangan Tokoh bermadzhab Syiah. Salah seorang Tokoh kalangan Syiah
yaitu Musa Al-Shadr. Beliau lahir di kota Qum, Iran, di salah satu daerah yang bernama
Zaqaq ‘Isyaq Ali (Asyqali). Musa Al-Sadr disebut sebagai Bapak Spritual Hizbullah. Ketika
langit perpolitikan Lebanon mulai nampak keruh pada tahun 1978, As-shadr tiba-tiba
menghilang dari kancah perpolitikan. Pada tanggal 25 Agustus 1978, Musa Al-shadr pergi ke
Libya dan bertemu dengan Kolonel Qadafi.
Namun setelah itu Beliau hilang tanpa jejak. Beberapa media mengatakan bahwa
Libya dicurigai telah membunuh Musa Al-shadr akibat perselisihan tajam antara Qadafi

01
dengan Musa Al-shadr perihal peran Libya di balik perang saudara Lebanon pada tahun 1970-
an. Bersamaan dengan itu muncullah nama Ayatullah Sayyid Muhammad Husain Fadlullah
sebagai figur di dunia pendidikan dan politik, yang secara tidak langsung mempengaruhi
kondisi perpolitikan di Lebanon. Sayyid Muhammad Husein Fadlullah adalah sosok yang
unik. Fadlullah bukan hanya ulama, tapi juga aktivis dan pemimpin politik. Namanya kian
mencuat seiring dengan berdirinya Hizbullah. Ia juga salah satu kreator lahirnya Hizbullah.
Bahkan ia sempat dinobatkan sebagai pimpinan spiritual Hizbullah. Akan tetapi ia
menolaknya. Namun tak seorangpun memungkiri kiprah Fadlullah dalam memajukan
Hizbullah, baik dalam bidang politik maupun militer.
1) Strategi dan Doktrin Hizbullah
Paradigma baru Hizbullah tidak terlepas dari peran ideolog sekaligus pemimpin
Hizbullah, Hassan Nasrallah. Pasca tewasnya, Imad Mughniyeh komandan perangnya yang
dibom agen Israel di Damaskus, 12 Februari 2008, Nasrallah menjelaskan pergeseran
paradigma dan doktrin perang Hizbullah Menurut Nasrallah, gerakan perlawanan telah
memasuki proses tahapan ketiga dari “perlawanan bersenjata yang mengandalkan perlawanan
rakyat secara spontan” menjadi “aksi militer bersenjata yang terorganisir.” Kini perlawanan
memasuki tahap akhir, dengan “memanfaatkan madzab baru perang yang belum ada
sebelumnya, yakni kombinasi peran tentara regular dengan pejuang gerilya.”, Hizbullah
sukses mensintesiskan metode konvensional dengan non konvensional baik strategi, taktik,
senjata maupun organisasi. Hizbullah bergerak dari sebuah kelompok perlawanan menjadi
tentara perlawanan.
Dalam level strategi, gerakan Hizbullah berevolusi dari kelompok gerilya klasik yang
berhasil memaksa Israel mundur dari Lebanon selatan di 2000 menjadi “kekuatan perlawanan
quasi konvensional” yang mampu mencegah pasukan Israel melakukan pendudukan lagi.
Nasrallah menjelaskan perubahan radikalnya tersebut:
“Saya membedakan antara kelompok perlawanan yang berperang melawan tentara regular
yang menduduki suatu wilayah dan mereka melakukan operasinya dari dalam wilayah tersebut
atau sering disebut perang gerilya dengan kelompok perlawanan yang melawan agresi yang
hendak mencaplok wilayah dengan mencegah mereka dari melakukan hal itu dan menimpakan
kekalahan atas mereka. Kelompok perlawanan tidak lagi membebaskan wilayah itu namun
mencegah agresi musuh.”
Hingga 2000, konsep perlawanan Hizbullah sejalan dengan pengertian konvensional.
Kelompok pembebasan rakyat yang berjuang melawan pendudukan asing. Misi satu-satunya
adalah mengusir penjajah. Namun pasca penarikan mundur tentara Israel di 2000, Hizbullah
mengembangkan doktrin militernya yang difokuskan mencegah Israel menyerang Lebanon.
Oleh karena itu, definisi perlawanan diperluas dengan mencakup kemampuan menghadapi
invasi dan melawan ancaman pendudukan. Melalui rekonstruksi konsep perlawanan seperti
ini, yakni menjalankan misi mempertahankan wilayah Lebanon dari serangan musuh, maka
gerakan ini memerankan diri mereka sebagai aparat militer negara.

01
Penggabungan kedua strategi itu terefleksikan dalam kemampuan mereka
menggunakan pelbagai jenis persenjataan dasar yang biasanya dipakai kalangan gerilyawan
disamping juga sistem persenjataan modern yang sebanding dengan persenjataan yang
dimiliki beberapa negara. Bukan hanya itu saja yang membentuk keunikan gerakan
perlawanan itu selama perang, karena keterbatasannya, Hizbullah juga mampu mensistesiskan
ketrampilan atas keduanya (penggunaan senjata dasar dan modern) secara lebih kreatif.
Misalnya, Hizbullah sukses melumpuhkan Israel utara dengan tembakan rutin roket
jarak pendek Katyusha tipe kuno. Hizbullah mampu menghindari sergapan tameng anti misil
Israel yang canggih. Hizbullah mampu memetik nilai strategis dari persenjataan kuno yang
dimilikinya. Meski demikian, Hizbullah juga menggunakan roket artileri jarak menengah yang
lebih modern sehingga mampu menghantam kota-kota besar Israel termasuk Tel Aviv.
Yang cukup mengejutkan, Hizbullah mampu memberikan serangan kejutan atas
kapal perang Israel dengan misil anti kapal yang dipandu radar. Misil ini diduga adalah varian
dari misil China C-802. Selain mengembangkan model baru yang sejenis, Hizbullah juga
menggunakan misil anti tank model kuno buatan Rusia seperti AT-3 Sagger, AT-4 Spigot dan
AT-5 Spandrel serta model yang lebih canggih seperti AT-14 Kornet, AT-13 Metis-M dan
RPG 29. Hasilnya, Hizbullah sukses menewaskan banyak prajurit Israel, selain menghantam
ratusan tank dan kendaraan tempur mereka.
Dalam perang elektronik, Hizbullah berhasil menetralisir keunggulan teknologi Israel
dengan cara yang sangat sederhana. Dalam berkomunikasi, Hizbullah hanya mengandalkan
sistem fiber optik darat ketimbang memanfaatkan jaringan nir kabel yang lebih canggih.
Hizbullah dapat menghindari upaya pengacauan sinyal elektronik Israel. Dengan demikian,
pasukan Hizbullah dapat bergerak leluasa, lepas dari pantauan peralatan elektronik Israel.
Walhasil, sistem kendali komando tetap berjalan dengan baik selama perang.
Sebaliknya, Hizbullah berhasil menyusup kedalam sistem elektronik Israel dan
mengumpulkan data intelejen secara canggih. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pesawat
pengintai tanpa awak Mirsad-1 yang dimilikinya. Pesawat itu mampu menembuh wilayah
udara Israel di 2004 tanpa terdeteksi. Pesawat itu mampu menyadap pembicaraan telpon
selular antara para tentara Israel dengan keluarganya. Hizbullah juga mampu memecah sandi
komunikasi radio Israel sehingga dapat melacak pergerakan tank Israel serta memonitor
laporan korban dan rute suplai.
Factor itu pula yang mendorong Israel mengembangkan Trophy System (TAPS).
Sistem ini dilengkapi radar untuk melacak misil yang datang. Agustus 2009, Israel menanam
alat ini dalam tank Merkava generasi terbarunya. Sebelumnya, banyak tank Israel yang
menjadi korban dalam perang 2006.
2) Ideologi Gerakan Hizbullah
Syaikh Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah, suatu kali pernah
menegaskan bahwa Hizbullah memiliki model gerakan yang berbeda dengan model-model
gerakan Islam lain. Salah satu dasar perbedaan itu ialah perbedaan dalam memaknai konsep
jihad di antara gerakan-gerakan Islam itu sendiri. Hizbullah, misalnya, memiliki konsep jihad

01
yang defensif dan bersandarkan pada legitimasi moral keagamaan yang kuat, yang secara
konsisten diistilahkan dengan muqâwamah (perlawanan, resistence) sebagai ganti dari istilah
generik jihad.
Penggunaan istilah khas ini bertujuan untuk memisahkan Hizbullah dari ideologi-
ideologi gerakan Islam lain yang mengagungkan jihad ofensif (ibtidâi) tanpa dasar-dasar
legitimasi moral keagamaan yang kokoh. Hal ini terungkap semakin jelas dengan
digunakannya nama al-Muqâwamah al-Islâmiyyah (Perlawanan Islam) pada sayap militer
Hizbullah.
Watak defensif dari ideologi jihad Hizbullah semakin tampak jelas melalui tema dan
figur utama yang diangkatnya, yakni jihad Imam Husein di hari Asyura yang datang dengan
segelintir keluarga dan sahabatnya yang berjumlah tidak lebih dari 72 orang untuk
menghadapi ribuan pasukan Yazid di Karbala. Imam Husein menjadi model pengorbanan dan
darah yang mengalahkan pedang. Imam Husein mengajarkan prioritas masyarakat di atas
individu, betapa pun agung dan suci individu tersebut. Jika perbaikan suatu masyarakat dan
penegakan keadilan membutuhkan pada pengorbanan individu atau sekelompok orang, maka
individu atau kelompok itu wajib berkorban di jalan tersebut.
Meskipun Imam Husein seolah-olah mengalami kekalahan militer di hari Asyura,
namun kemenangan abadi justru telah diraihnya dengan gugur sebagai syahid di jalan
kebenaran dan keadilan. Tanpa revolusi Imam Husein, maka Islam akan berubah menjadi
pemberi stempel pemerintahan imperialis sebagaimana yang terjadi sebelum Islam.
Dalam hampir semua diskursus Hizbullah tentang jihad, semangat perlawanan
Asyura itulah yang paling ditonjolkan; semangat melawan tanpa kenal menyerah dan
menjadikan kesyahidan sebagai sarana menggapai kemenangan abadi di hadapan keganasan
dan kebrutalan yang tidak mengenal batas. Asyura merupakan ideologi dan strategi jihad yang
menempatkan pengorbanan diri di jalan maslahat kebenaran, kebaikan dan keadilan terbesar.
Di samping itu, ideologi jihad Hizbullah terikat secara keagamaan dengan lembaga
wilâyah al-faqîh yang berfungsi sebagai pengendali strategis dalam segenap aktivitas jihad.
Dengan demikian, Hizbullah meletakkan ideologi dan strategi jihadnya dalam kerangka
legitimasi keagamaan dan tidak membiarkan ideologi berjalan secara terpisah dari strateginya.
Interaksi ideologi dan strategi ini melahirkan konsep jihad yang utuh, koheren dan berpijak
pada Islam yang autentik.
Hizbullah menolak takfir (takfir adalah cara efektif untuk mengidentifikasi sasaran
jihad yang absah. Dalam pandangan kelompok ini, dasar legalitas membunuh dan memerangi
musuh adalah kekafiran dan bukan agresivitasnya) dan dengan demikian tidak menyatakan
permusuhan dengan kelompok-kelompok Muslim lain. Bahkan, dalam banyak kesempatan,
Hizbullah menekankan pada pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam. Menurut
penelitian Ali Ridho, gerakan Hizbullah berperan aktif dan proaktif terhadap terwujudnya
persatuan umat dan kebangkitan Islam di Lebanon. Demi mendukung kegiatan ini, unsur-
unsur Hizbullah terlibat aktif dalam pembentukan dan pengembangan Asosiasi Ulama Muslim

01
(Tajammu’ ‘Ulamâ Al-Muslimîn) yang secara khusus mengusung agenda persatuan umat
Islam.

C. Sejarah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Indonesia

Jama’ah Muslimin (Hizbullah) didirikan di Jakarta di gedung Aduckstaat (sekarang


gedung Bapenas) Jalan Taman Suropati 1 Menteng Jakarta3 pada tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H (20
Agustus 1953 M) hari Kamis Pon oleh wali al-Fattah. Nama Jama’ah Muslimin (Hizbullah) telah
digunakan sejak lahirnya keputusan ahl al-halli wa al-‘aqdi (sistem musyawarah dalam Islam),
tanggal 15-18 Jumadil Awal 1376 H (18-21 Desember 1956 M ). Diselenggarakan mulai hari
Selasa Pahing hingga Jum’at Kliwon di jalan Menteng Raya 58 Jakarta.
Latar belakang berdirinya Jama’ah Muslimin (Hizbullah) adalah:
a) Persoalan Perpecahan Umat Islam
Perpecahan umat Islam yang menelantarkan nasib mereka (kaum muslimin sendiri)
menuju ambang malapetaka yang cukup mengenaskan lagi pula sangat memprihatinkan, sehingga
melahirkan realitas keterbelakangan di segala sektor kehidupan.
b) Kesalahan Umat Islam dalam Menempuh Persatuan
Setelah kehidupan Khulafa al-Rasyidin al-Mahdiyin (empat khilafah yang pertama) tidak
pernah lagi terwujud sebagaimana mula adanya, melainkan adanya sudah tidak murni lagi. Hal ini
disebabkan pengaruh pola-pola Timur dan Barat yang lebih banyak bertumpu kepada kemampuan
nalar yang serba terbatas, yang mengakibatkan hilangnya satu kesatuan. Hal tersebut pulalah yang
menyebabkan terjadinya perpecahan dan rupa-rupa fitnah yang diterimanya umat Islam.
c) Bertitik Tolak dari Dasar-Dasar Hukum Qath’i
Bahwa yang ditempuh oleh kebanyakan umat Islam selama ini cukup jauh dari tuntutan
yang sebenarnya. Mereka berjalan tidak melalui jalur agama (Islam), tetapi bertumpu kepada
langkah-langkah politik yang hakekatnya bersumber dari Barat.103 Yang seharusnya dilakukan
bersumber dari al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan dasar-dasar untuk menggunakan atau
mengartikan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tersebut adalah bertitik dari beberapa Firman Allah
SWT dan hadits Rasulullah SAW antara lain:
a) Firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 103
ْ
‫ْ إذ‬ ‫ُم‬ ‫َي‬
‫ْك‬ ‫َل‬ َّ َ
‫اَّلل ع‬ ‫َت‬
‫ْم‬‫ُوا نع‬ ‫ْك‬
‫ُر‬ ‫َاذ‬‫ُوا و‬ ‫َّق‬‫َر‬
‫تف‬َ ‫َل‬ََ
‫ًا و‬ ‫َميع‬ َّ ‫ْل‬
‫اَّلل ج‬ ‫ُوا بح‬
‫َب‬ ‫َصم‬ ‫َاع‬
‫ْت‬ ‫و‬
‫ُم‬
ْ ‫ْت‬
‫ُُن‬
‫َك‬‫انا و‬ً َ‫ْو‬ ‫َته إخ‬ ‫ْم‬
‫ْ بُنع‬‫ُم‬ ‫َح‬
‫ْت‬ ‫ْب‬ َ
‫َأص‬ ‫ْ َف‬‫ُم‬‫ُوبك‬ ‫ُل‬‫َ ق‬‫ْن‬
‫بي‬ َ َ َ
‫َأَّلف‬ ‫ء َف‬ً‫دا‬َْ َ
‫ْ أع‬ ‫ْت‬
‫ُم‬ ‫ُُن‬
‫ك‬
‫ياته‬ َ‫ْ آ‬ ‫َّللُ َلك‬
‫ُم‬ َّ‫ُ ا‬‫َين‬ ُ َ‫َلك‬
‫يب‬ ‫َِذ‬
‫َا ك‬ ‫ْه‬
‫ْ مُن‬ ‫َك‬
‫ُم‬ ‫َِذ‬
‫نق‬َْ
‫َأ‬ ‫َ الُن‬
‫َّار َف‬ ‫ٍ من‬ ‫ْر‬
‫َة‬ ‫َى شَف‬
‫َا ِح‬
‫ُف‬ ‫َل‬‫ع‬
‫۝‬١٠٣ َ َُ
‫دوَّن‬ ْ‫ت‬
‫هت‬ َ ْ
‫ُم‬‫َّك‬
‫َل‬ ‫َلع‬
Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah dan janganlah kamu bercerai berat.4

3
Muhadjir al-Murtaqi, Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, Jalan keluar Penyatuan
Muslimin/Wali al-Fataah, (Jakarta: Pustaka Amanah, 1990, hlm. 36)
4
Q.S. Ali Imran 103. Depag RI, Al Qur􀂶an dan Terjemahnya, Semarang: Ponogoro, 2005.
hlm. 63

01
b) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Ali Imran ayat 10

ْ
‫ُم‬‫ُوَلئكَ َله‬
‫َأ‬ ‫َات‬
‫ُ و‬ ‫َيُن‬ ْ ُ
‫الب‬ ‫ُم‬ َ‫َا‬
‫ءه‬ َ ‫ْد‬
‫ما ج‬ ‫بع‬َ ْ ‫َف‬
‫ُوا من‬ ‫َل‬
‫ْت‬ ‫ُوا و‬
‫َاخ‬ ‫َر‬
‫َّق‬ َ َ
‫تف‬ َّ َ
‫الِذين‬ ُ ُ
‫ونوا ك‬ ‫تك‬ ََ
َ ‫َل‬ ‫و‬
‫۝‬١٠٥ ٌ‫َظيم‬
‫ٌ ع‬‫َاَب‬
‫َِذ‬
‫ع‬

Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berceraiberai dan


berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka
itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.”5

Dari beberapa landasan dasar di atas dapat dipahami bahwa Jama’ah Muslimin
(Hizbullah) adalah satu himpunan kaum muslimin dalam segenap aspek kehidupan yang
senantiasa diupayakan mengikuti segala petunjuk dan konsepsi yang datang dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya.

D. Gambaran Khilafah Wali Al Fattaah rahimahullah yang sangat jauh berbeda dengan
Khulafa’ur Rasyiddin.

1. Lembaga Khilafah yang dibangun oleh Khulafa’ur Rasyiddin berpijak di atas kekuasaan
dan oleh karenanya salah satu fungsinya adalah menjaga tegaknya syariat Islam, termasuk di dalamnya
menjalankan Hukum Pidana dan Perdata Islam. Yang demikian tidak mungkin dilaksanakan oleh Wali
Al-Fattaah rahimahullah dan penerusnya karena mereka tidak memiliki kekuasaan untuk menjalankan
hukum-hukum Islam seperti tersebut di atas. Jangankan untuk melaksanakan hukum potong tangan,
menyuruh kepada muslimin untuk memelihara jenggot dan memotong kumis saja saya belum pernah
mendengarnya. Ketika ditanyakan kepada jamaah ini mengapa khalifah tidak melaksanakan hukum
had, rajam dan cambuk? Para asatidz di jamaah ini berdalil bahwa “Allah tidak membebani kepada
seseorang kecuali kadar kemampuan.” Mengapa kita harus menegakkan khilafah kalau kita belum
mampu? Bukankah Allah tidak akan menghukum umat islam ketika kita belum mampu menegakkan
khilafah?

2. Hadits dari Hudzaifah bin Al-Yaman “… Talzamu Jama’atal Muslimin wa Imaamahum…”


Redaksi hadits di atas bukanlah perintah (fi’il amr) untuk mendirikan Jamaah Muslimin dan membaiat
Imamnya, tetapi agar muslimin istiqamah bersama mayoritas kaum muslimin dan penguasanya dalam
suatu negeri, apakah mereka di bawah pemimpin seorang raja, presiden atau khalifah, bukan malah
sebaliknya mendirikan jamaah baru. Sedangkan apabila mereka itu tidak ada, maka perintahnya adalah
“…fa’tazil tilkal firaqa kulaha…” yaitu menghindari firqah-firqah yang ada. Menurut pemahaman
ulama ahlus sunnah wal jamaah yang dimaksud Jama’ah Muslimin dalam hadits itu adalah kaum
muslimin dalam suatu negeri, bukan jamaah muslimin produk Wali Al Fattaah rahimahullah. Oleh
karena itu Jamaah Muslimin sudah ada sejak zaman Rasulullah hingga sekarang dan tidak pernah
menghilang. Justru Wali Al Fattah rahimahullah telah memisahkan diri dari Jamaah Muslimin dalam
arti yang sebenarnya.

5
Q.S. Ali Imran 10.

01
3. Disebutkan dalam bukunya Wali Al-Fattaah rahimahullah dibai’at sebagai Imam gerakan
Islam “Hizbullah” pada tanggal 20 Agustus 1953, tetapi beliau masih menjabat sebagai Kepala Biro
Politik dari 1 Oktober 1952 – 11 Desember 1958. dan pada tanggal 1 Januari 1961 – 31 Oktober 1964
menjadi kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri di Jakarta. Hal ini sangat kontradiktif dengan
statement jamaah yang dipimpinnya yaitu “Islam Non Politik.” Menurut Hartono Ahmad Jaiz, pada
tahun 1954 (yang benar 1953,pen) Presiden Soekarno menyuruh temannya yang bernama Wali Al
Fattaah untuk mendirikan jamaah (gerakan Islam “Hizbullah” pen) yang bersifat rahmatan lil ‘alamin
(non politik) untuk menandingi gerakan politik NII yang dipimpin oleh Karto Suwiryo. (Aliran dan
Paham Sesat di Indonesia, 2006 hal 76-77). Melihat kiprah politik Wali Al Fattaah rahimahullah di
pemerintahan RI, padahal beliau adalah seorang Khalifah juga pada saat yang sama, sungguh ini
sebuah kejadian dan pengalaman yang sangat lucu. Seorang Khalifah bekerja di pemerintahan lain
yang berbeda haluan dan tujuan. Di mana tanggung jawab beliau terhadap Allah sebagai seorang
Khalifah?

4. Pada kenyataannya fase kepemimpinan ummat Islam sekarang ini bukanlah berada pada
fase Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah sebagaimana yang diklaim oleh Jamaah Muslimin, akan tetapi
ummat Islam sekarang ini yang berjumlah lebih dari 1.4 miliar dan tersebar di seluruh penjuru dunia
berada di bawah kekuasaan Mulkan Jabariyyah yaitu Penguasa (Raja, Kepala Negara, Perdana Mentri)
yang sombong, yakni mereka tidak menggunakan hukum Allah yaitu Al-Qur’an dan Sunnah (kecuali
beberapa penguasa/raja saja) sebagai dasar kepemimpinannya. Dalam keadaan seperti ini kaum
muslimin tetap harus mendengar dan taat pada penguasa yang zalim sekalipun, bukannya mengadakan
pemberontakan dan memisahkan diri dari jamaah muslimin dengan mendirikan jamaah tandingan yang
menyebabkan umat Islam menjadi berpecah belah.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dari Hudzaifah bin Al Yaman di
sana dijelaskan bahwa, sebelum Allah mendatangkan masa Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah sebagai
periode terakhir kepemimpinan umat islam, Allah Swt terlebih dahulu mengangkat atau meniadakan
masa mulkan jabariyyah ( penguasa yang sombong/tiran) dan sekarang ini penguasa-penguasa yang
tiran belum diangkat oleh Allah dari permukaan bumi. Lebih jelas inilah potongan terjemahan teks
haditsnya “…Setelah itu (kaum muslimin berada di tengah-tengah) masa kerajaan yang sombong
adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk
mengangkatnya. Selanjutnya adalah masa Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Kemudian beliau diam.”
Perhatikan kalimat yang bergaris bawah, jadi sebelum masa Khilafah ala mihajin nubuwwah datang,
Allah terlebih dahulu mengangkat masa Mulkan Jabariyah. Jadi sekarang ini kaum muslimin masih
berada pada masa Mulkan Jabariyah, bahkan sedang kuat-kuatnya.

5. Persoalan kevakuman Khalifah bagi dunia Islam adalah merupakan hak Allah yang Maha
Mengatur. Allah berhak memberikan dan mencabut Khalifah atau kekuasaan itu sesuai dengan masa
yang dikehendaki-Nya. Umat Islam tidak harus memaksakan diri menegakkan khilafah apabila
kondisinya tidak memungkinkan. Wali Al Fattah rahimahullah memberanikan diri memikul tanggung
jawab sebagai Khalifah tanpa mempertimbangkan pendapat jumhur ulama sedunia. Setelah Khalifah
ditegakkan beliau malah sibuk ngurusi jabatan di pemerintahan Indonesia, baru setelah beliau pensiun

01
dari jabatan Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri di Jakarta, beliau lebih menfokuskan
perhatiannya untuk menyeru kaum muslimin agar kembali pada khiththah Rasulullah Saw. Wali Al
Fattaah rahimahullah dan penerusnya telah mempraktekkan model khilafah gaya baru yang jauh tidak
sesuai dengan praktek Khulafa’ur Rasyiddin.

6. Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah yang akan datang nanti (hanya Allah yang menentukan
saatnya) memang akan menjadi jalan keluar penyatuan bagi kaum muslimin, tetapi Khilifah ala Wali
Al Fattaah rahimahullah justru menambah perpecahan di kalangan muslimin. Jangankan untuk
menyelesaikan problem umat Islam di dunia, menyelesaikan umat Islam di Desa Pasirangin, Cileungsi
(tempat markaznya) saja belum mampu. Padahal Khilafah ini sudah 53 tahun yang lalu berdiri.

7. Wali Al-Fattaah rahimahullah berpandangan bahwa masa khulafa’ur Rasyidin hanya


sampai pada Khalifah Ali Bin Abu Thalib Ra, dan Muawiyyah menurutnya adalah seorang Raja.
Artinya kaum muslimin pada saat itu tidak memiliki Imam atau Khalifah menurutnya. Padahal pada
saat itu tidak ada di antara para sahabat yang menentang kekhalifahan Muawiyyah bahkan sahabat Ibnu
Abbas pada saat itu menjabat sebagai Wali (Gubernur) di Madinah. Mengapa sahabat Ibnu Abbas tidak
mendirikan Khalifah saja di Madinah seperti yang dilakukan Wali Al-Fattaah rahimahullah di
Indonesia? Apakah Wali Al Fattaah rahimahullah lebih berilmu dari sahabat yang mulia Ibnu Abbas
Ra? Dan mengapa juga para tabi’in tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Wali Al Fattaah
rahimahullah?

8. Di dalam Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits Rasulullah bersabda: ‫إذا بويع لخليفتين‬
‫“ فاقتلوا اآلخر منهم‬Apabila dibai’at dua orang Khalifah (Imaam), maka bunuhlah (Khalifah) yang terakhir
dari antara keduanya.” Mengapa Khalifah Wali Al Fattaah rahimahullah tidak mengamalkan hadits ini,
yakni membunuh/memerangi khalifah-khalifah yang kemudian? Bukankah Amir Islam Jama’ah/LDII
dan Ahmadiyah mengaku sebagai Khalifah juga? Bahkan beberapa waktu yang lalu Lia Aminudin
mengaku sebagai jelmaan malaikat Jibril, mengapa bukan sang Khalifah yang menangkapnya tetapi
malah pemerintah Indonesia jauh lebih peduli. Kalimat ‫ فقتلوا‬dalam hadits di atas mau ditafsiri apalagi?
Apakah mereka tidak yakin dengan hadits tersebut atau takut kalah dalam perang? Atau takut dihukum
sebelum perang oleh penguasa yang sah? Bukankah perintah membunuh dalam hadits tersebut
menunjukkan bahwa Khalifah itu harus berkuasa dan memiliki kekuatan? Ketika Khalifah Abu Bakar
memerangi sekelompok orang yang tidak membayar zakat, bukankah hal ini menunjukkan Beliau
orang yang menjaga amanah sebagai Khalifatur Rasul? Di sini timbul pertanyaan apakah hadits itu
yang salah dan keliru atau sebaliknya model khilafah Wali Al Fattah rahimahullah yang salah? Jika
hadits di atas tidak dapat diamalkan oleh sang Khalifah, berart Khalifahnya yang tidak beres. Kalau
mau mengikuti sunnah Khulafa’ur Rasyiddin Al Mahdiyyin maka buktikanlah, berlakulah seperti
Khalifah Abu Bakar perangi orang yang tidak membayar zakat. Berlakulah seperti Khalifah Umar
rebutlah Yerusalem, Al Aqsha dengan pedang atau senjata bukan dengan model gerak jalan ala
Khilafah gaya baru.

01
9. Jama’ah Muslimin bukanlah sebuah nama yang harus didakwahkan atau menjadi label dari
sebuah Kop Surat layaknya organisasi atau hizbiyyah. Jamaah Muslimin adalah esensi/eksistensi dari
kaum muslimin itu sendiri yang tidak dapat di klaim/monopoli oleh satu kelompok/golongan tertentu.
Dakwah umat Islam dari dulu, sekarang hingga nanti adalah mentauhidkan Allah dan ittiba’ Rasul.
Dalam keadaan umat islam berpecah-belah dan bergolong-golong di bawah penguasa-penguasa negeri,
muslimin tidak diperintahkan mendirikan khalifah untuk menyatukan umat islam, karena memang
mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu sekalipun dengan membelanjakan emas sepenuh bumi.
Saya sama sekali tidak pernah mendengar/membaca baik dalam hadits maupun tarikh bahwa Khalifah
Rasyidah dari masjid-ke masjid mendakwahkan kalimat jamaah muslimin (Hizbullah) dengan
mengatasnamakan persatuan muslimin sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Wali Al Fattaah
rahimahullah dan penggantinya. Hanya Allahlah yang berkuasa menyatukan ummat-Nya dan hanya
Allah yang Maha Mengatur.

10. Tugas seorang Khalifah bukan sekedar mendatangi majlis ta’lim dari kampung satu ke
kampung lain dan mengadakan musyawarah-musyawarah rutin yang tidak ada habis-habisnya,
sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Wali Al Fattaah rahimahullah dan penerusnya. Lebih dari
itu fungsi Khalifah adalah melindungi nasib muslimin di seluruh dunia dari gangguan dan kezaliman
kaum kuffar, menciptakan stabilitas keamanan dengan menegakkan hukum tertinggi di dunia yang
berkeadilan serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi muslimin yang bebas riba di samping masih
banyak tugas dan tanggung jawab lainnya. Namun tugas yang utama ini justru ditinggalkan oleh
Khalifah Wali Al Fattaah rahimahullah dan penerusnya.

11. Perhatikanlah hadits di bawah ini agar kita tidak terjebak dengan pemahaman yang keliru
tentang makna kalimat ‫تلْزم جماعة المسلمين وإمامهم‬
‫ُ َفيه‬ ‫َح‬
‫ْن‬ ‫َُن‬ ‫ْر‬
‫ٍ َف‬ ‫اَّللُ بخَي‬
َّ ‫ء‬ ‫َج‬
َ‫َا‬ ‫َّا بشَر‬
‫ٍ َف‬ ‫ُُن‬
‫نا ك‬ َّ‫اَّلل إ‬
َّ َ ‫َسُول‬
‫يا ر‬َ ُ‫لت‬ُْ
‫َاَّن ق‬
‫َم‬ ْ ُ
‫الي‬ ‫بن‬ْ ُ
‫َة‬ َْ
‫يف‬ ‫ُِذ‬
‫عن ِح‬
ُ
‫لت‬ ُْ
‫ْ ق‬‫َم‬
‫نع‬َ َ ‫َال‬
‫ٌ ق‬ ‫َي‬
‫ْر‬ ‫َلكَ الشَّر خ‬ ‫ء ذ‬َ‫َا‬ ‫ْ و‬
‫َر‬ ‫ُ ه‬
‫َل‬ ُْ
‫لت‬ ‫ْ ق‬ ‫َم‬
‫نع‬ ‫َال‬
َ َ ‫ْر شَر‬
‫ٌّ ق‬ ْ ‫َا‬
‫الخَي‬ ‫َِذ‬
‫َاء ه‬ ‫ْ و‬
‫َر‬ ‫ْ من‬ ‫َل‬‫َه‬
‫َف‬
َ َ
ُ‫هت‬
‫دوَّن‬ َ
َ ‫َّة َل‬
ْ‫ي‬ ٌ َ
‫ْدي أئم‬ ُ ُ
َ ‫يكوَّن‬
‫بع‬ َ َ
َ ‫َ قال‬ ‫ْف‬ َ
‫ُ كي‬ ْ
‫ْ قلت‬ُ ‫َم‬ َ َ َ
‫ٌّ قال نع‬ َ
‫ْر شر‬ َ ْ َ
‫ء ذلكَ الخي‬ َ‫َا‬‫َر‬
‫َل و‬ ْ َ
‫َفه‬
‫ْم‬
‫َاَّن‬ ‫َاطين َفي ج‬
‫ُث‬ ‫ُ الشَّي‬‫ُوَب‬
‫ُل‬‫ْ ق‬
‫ُم‬‫به‬ُ‫ُو‬
‫ُل‬‫ٌ ق‬‫َال‬‫ْ رج‬‫ُ َفيهم‬ ‫ُوم‬
‫َق‬ ‫َّتي و‬
‫َسَي‬ َ‫ُّو‬
‫َّن بسُُن‬ ‫َُن‬ ََ
َ ‫َل‬
‫يسْت‬ ‫دايَ و‬َُ‫به‬
ْ ‫ُ لْْلَمير و‬
‫َإَّن‬ َُ
‫تطيع‬ ‫ُ و‬‫َع‬
‫تسْم‬ ‫َال‬
َ َ ‫َلكَ ق‬‫ُ ذ‬‫ْت‬
‫َك‬ َ ْ‫اَّلل إ‬
ْ‫َّن أ‬
‫در‬ َّ َ ‫َسُول‬
‫يا ر‬ َ ُ‫َع‬ َ
‫َ أص‬
‫ُْن‬ ‫ْف‬ ‫َي‬
‫ُ ك‬ ُْ
‫لت‬ ‫َ ق‬‫َال‬‫نسٍ ق‬ْ‫إ‬
ْ َ
‫َأطع‬‫ْ و‬‫َع‬‫َاسْم‬‫الكَ َف‬ َ َ
ُ ‫م‬ ‫ُخِذ‬ ‫َ و‬
‫َأ‬ ‫ُك‬ َْ
‫هر‬ ‫َ ظ‬‫ُرَب‬
‫ض‬
“Dari Hudzaifah bin Al Yaman, saya (Hudzaifah) berkata, Ya Rasulullah, Sesungguhnya
(dahulu) kami dalam keburukan maka kemudian Allah mendatangkan kebaikan dan kami ada
padanya, apakah di belakang kebaikan ini akan ada keburukan? Rasul berkata: “Ya” saya
berkata, apakah di belakang keburukan itu akan ada kebaikan? Rasul berkata, “Ya” saya
berkata, apakah di belakang kebaikan nanti akan ada keburukan? Rasul berkata, “Ya” saya
(Hudzaifah) berkata, mengapa ya Rasulullah? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Bakal ada sesudahku pemimpin-pemimpin yang tidak berpetunjuk dengan
petunjukku dan tidak berjalan dengan sunnahku. Dan di tengah mereka akan bangkit orang-
orang yang hati mereka seperti hati syaitan-syaitan dalam bentuk manusia.” Aku (Hudzaifah)
bertanya, apa yang harus saya lakukan ya Rasulullah, kalau saya menjumpai hal itu? Beliau

01
bersabda: “Engkau harus mendengar dan mentaati pemimpin dan jikapun dipukul
punggungmu dan diambil hartamu maka dengarlah dan taatlah.” (HR. Muslim)”
Hadits ini nampak lebih jelas untuk mengkompromikan dan menafsirkan hadits serupa dalam
Shahih Bukhari dan Muslim yang menjelaskan tentang pengertian kalimat ‫ تلزم جماعة المسلمين وإمامهم‬,
yaitu agar kaum muslimin tetap istiqamah bersama penguasa yang sah sekalipun pemimpin itu berbuat
zalim dan tidak menjalankan sunnah Rasulullah. Kaum muslimin dilarang untuk menentang dan
memisahkan diri dari jamaam muslimin (mayoritas muslimin dalam suatu negeri) apalagi membentuk
jamaah tandingan yang tidak sah. Perhatikan juga hadits di bawah ini Seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah Saw, ” Jihad manakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Perkataan yang
benar di hadapan penguasa yang jahat/lacur.” (HR. An-Nasai) Mana ada perintah untuk memisahkan
diri dari penguasa dengan membentuk jamaah (kekuatan) tandingan? Tidak ada hal seperti itu dalam
ajaran Islam. Di manapun umat islam berada maka pemimpin mereka adalah penguasa negeri yang sah
selagi mereka adalah muslim dan tidak menampakkan kekafirannya. Baik mereka itu menggunakan Al-
Qur’an dan sunnah atau tidak dalam memimpinnya. Baik mereka itu pemimpin yang adil atau yang
zalim sekalipun. Jihad bagi muslimin menghadapi penguasa yang fajir dan lacur serta yang zalim
hanyalah memberi nasehat dengan perkataan yang benar. Bukan mendirikan jamaah tandingan dengan
mengatasnamakan Khilafah.

12. Jamaah Muslimin (Hizbullah) mengklaim sebagai “Al Jama’ah” satu-satunya golongan
yang selamat dan seorang muslim tidak boleh berada di luar jamaahnya. Salah satu yang menjadi
landasannya adalah hadits ” …Sesungguhnya tidaklah seorang itu memisahkan diri dari Al Jama’ah
walau sekedar sejengkal, lalu ia mati kecuali ia mati laksana kematian jahilayah.” (HR. Al-Bukhari dari
Ibnu Abbas). Menurutnya semua muslimin yang berada di luar Khalifahnya berarti mereka berada di
luar Al Jama’ah. Dengan pemahaman yang keliru tentang Al Jama’ah dari Khalifah Wali Al Fattaah
rahimahullah, maka Imam Al-Bukhari yang meriwayatkan hadits di atas bahkan beberapa sahabat dan
tabi’in termasuk orang yang mati laksana kematian jahiliyah, karena beliau hidup dan mati setelah
berakhirnya Khalifah Ali bin Abu Thalib Ra dan sebelum datangnya Khalifah Wali Al Fattaah
rahimahullah. (Na’u dzubillah min dzalik)

13. Prof. Dr. Yusuf Al Qaradawi sekalipun ia juga tidak berada di atas jalan yang benar
(hizbiyah) telah menulis buku edisi Indonesia yang berjudul “Khilafah Islamiyah Suatu Realita Bukan
Hayalan.” Qaradawi yang pentolan IM dan sekarang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan umat
islam sedunia, hingga hari ini belum berani mewujudkan Khilafah Islamiyah tersebut. Karena
menurutnya ada tiga tahapan untuk mewujudkan Khilafah Islamiyah yang pertama; Kesatuan Darul
Islam. Yang kedua; Kesatuan sumber hukum tertinggi. Dan yang ketiga; Kesatuan kepemimpinan
pusat. Sekalipun Khilafah Islamiyah suatu realita dan bukan hayalan karena hadits juga meyebutkan
demikian, tapi perjalanan untuk merealisasikan Khilafah tersebut tidaklah mudah, mungkin butuh
waktu ke depan berabad-abad lamanya. Suatu hal yang amat mengejutkan bagi dunia islam yang
mendengarnya bahwa Wali Al Fattaah rahimahullah yang hanya mengetahui beberapa ayat dan dalil
tanpa merujuk pemahaman ulama salaf (ahlus sunnah) mengaku dirinya sebagai Khalifah hanya

01
dengan modal baiat dari sekelompok orang saja. Beginikah ketawadhu’an seorang muslim untuk
menjadi seorang Khalifah bagi dunia Islam? Dan lebih aneh lagi Khilafah yang sudah berumur 53
tahun ini belum dikenal dan tidak diakui oleh masyarakat sekitarnya, karena khilafah ini hanya bisa
mengumbar janji tanpa bukti.

14. Seorang Khalifah sudah seharusnya memiliki Sumber hukum dan kekuasaan yang
tertinggi, oleh karenanya ia tidak berada di bawah peraturan atau hukum orang lain. Khalifah Wali Al
Fattah rahimahullah tidak memiliki perangkat hukum apapun sehingga membiarkan muslimin bahkan
jamaahnya sekalipun untuk berhukum dengan hukum orang lain. Baik dalam perkara perdata maupun
pidana, bahkan untuk mendirikan pesantrennya saja (Tarbiyah Khilafah katanya) mereka harus
mengajukan izin dari pemerintahan lain. Kalau sudah ada pemerintahan sah yang mengatur semua
urusan muslimin (ulil amri) mengapa harus mendirikan ulil amri baru? Kalau bermaksud ingin
menyelamatkan akidah muslimin ikutlah jalan yang ditempuh oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’it
tabi’in mereka adalah generasi terbaik dalam Islam. Mereka sangat paham tentang apa itu Jama’ah
Muslimin, Al Jamaah dan Khilafah serta bagaimana cara mengamalkannya.

15. Wali Al Fattaah rahimahullah telah mempraktekkan bid’ah khilafah yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Bid’ah pertama adalah pada tanggal 20 Agustus 1953 ia memprakarsai
mendirikan gerakan islam “Hizbullah.” Bid’ah kedua adalah ia menerima bai’at dari segelintir orang
yang mengangkatnya menjadi Imam gerakan islam tersebut. Bid’ah ketiga beberapa tahun kemudian ia
merubah nama gerakan islam “Hizbullah” tersebut menjadi “Jamaah Muslimin (Hizbullah) dugaan
saya karena ia menemukan hadits “Talzamu jamaatal muslimin wa imaamahum” (tetapi ia tidak paham
dengan makna yang sebenarnya) wallahu ‘alam. Bid’ah keempat ia mendakwahkan dan menta’arufkan
Jamaah Muslim (Hizbullah) mestinya yang didakwahkan adalah ajakan tauhid dan menghidupkan
sunnah. Bid’ah kelima ia memisahkan diri dari jamaah muslimin yang ada (kaum muslimin dalam satu
negeri) kemudian menjadikan jamaahnya sebagai kelompok baru, ashabiyah dan menambah
perpecahan umat islam. Inilah ciri-ciri pejuang hizbiyah yang tidak memiliki ulama, mereka berjuang
untuk golongannya sendiri sekalipun mengatasnamakan khilafah fil ardh.

16. Jamaah Wali Al Fattaah rahimahullah mengklaim dirinya sebagai wujud dari Al jamaah.
Bukankah tangan (kekuatan) Allah bersama Al jamaah? Sebagai khalifah Wali Al Fattaah rahimahullah
tidak melaksanakan hukum pidana Islam? Tidak memerangi kesyirikan? Dan juga tidak memerangi
kelompok bid’ah yang mewabah? Bukankah ini adalah tugas dan tanggung jawab seorang Khalifah?
Mengapa lari dari tanggung jawab yang utama. Kalau masih ragu dengan pertolongan Allah, lalu
bagimana dengan kualitas akidahnya? Kalau tidak ragu dengan pertolongan Allah mengapa tidak
melaksanakan tugas utamanya? Sudah jadi khalifah kenapa takut… apakah Khalifah Abu Bakar dan
Umar seorang yang penakut untuk menjalankan semua itu?

01
17. Wali Al Fattaah rahimahullah masih dalam bukunya (2005) dalam Bab Cara Mukminin
Menghadapi masalah telah mengutip ayat sebagai berikut;

ٌ َّ َّ
‫اَّللَ سَميع‬ َّ ‫ُوا‬
‫اَّللَ إَّن‬ َّ َ
‫اتق‬ ‫َسُوله و‬
‫َر‬ َّ ‫دي‬
‫اَّلل و‬ َ َ
َ‫ي‬ ‫ْن‬ ُ‫َد‬
َ ‫موا‬
‫بي‬ ‫تق‬ َ ‫ُوا‬
ُ ‫َل‬ َ‫َ آ‬
‫مُن‬ َّ ‫َا‬
‫الِذين‬ ‫يه‬َُّ َ
‫ياأ‬
‫َليم‬
)1( ٌ ‫ع‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al Hujurat 1)
Beliau atau jamaahnya barangkali tidak pernah sadar kalau Wali Al Fattaah rahimahullah
telah berbuat mendahului Allah dan Rasulnya dengan mendirikan gerakkan Islam “Hizbullah”
kemudian mengatasnamakan Khilafah fil Ardh. Pada hal Allah belum mengangkat masa Mulkan
Jabariyah dari permukaan bumi. Mengapa Wali Al Fattaah rahimahullah tidak bersabar dan lebih
bertakwa kepada Allah, bukankan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Demikianlah koreksi terhadap keberadaan Jamaah Wali Al Fattaah rahimahullah yang
mengklaim amirnya sebagai Khalifah. Saya sangat hormat dengan Bp. Muhyidin Hamidy, sebagai
penerus kepemimpinannya, ust. Khafas, ust. Ahi, ust. Wahyudi KS dan asatidz yang lain. Lebih khusus
kepada para ust di Cilacap dan seluruh ikhwan di manapun berada. Saya sangat mencintai kalian
semuanya, tetapi bagaimanapun juga saya lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. Hari ini akidah saya
tidak dapat dipaksakan untuk memahami makna Al Jamaah, Jamaatul Muslimin dan Khilafah
sebagaimana yang kalian pahami dan yakini.
Saya nasehatkan kepada kalian semua untuk tidak mengikuti hawa, ikutilah pemahaman para
sahabat dan ulama salaf dalam memahami apa itu Al Jamaah, Jamaatul Muslimin dan Khilafah.
Mereka adalah generasi terbaik umat islam yang harus diikuti pemahaman dan jalannya. Sekali lagi
mari kita sikapi hal ini dengan hati yang bening bukan dengan emosi yang kotor dan mengotori.
Tanyakan pada nurani diri kita masing-masing apakah yang sedang kalian amalkan adalah Khilafah
sebagaimana Khulafa’ur Rasyidin? Apakah kita harus memaksakan diri menegakkan Khilafah pada
saat kita tidak memiliki kemampuan? Apakah jamaah kita bukan bagian dari hizbiyah? Wahai para
ustadz, belajarlah kepada para ulama salaf tentang apa itu Al Jamaah? Apa itu Jamaah Muslimin? Dan
apa itu Khilafah? Demi Allah mereka adalah pewaris para nabi yang mesti kita tanya kepadanya
tentang sesuatu yang kita tidak paham. Sebagai seorang muslim janganlah kalian berlaku sombong
dengan meremehkan perkataan para sahabat dan salafus shalih. Ilmu kita, amal kita, akhlak kita,
ketawadhu’an kita, kezuhudan kita sungguh sangat jauh dibandingkan dengan mereka.
Yang harus dilakukan oleh umat Islam sekarang ini adalah tetap istiqamah dalam Jamaah
Muslimin (dalam arti yang sebenernya bukan nama belaka), taat pada ulil amri (umara=penguasa dan
ulama), meninggalkan segala bentuk gerakan hizbiyyah dan firqah-firqah. Umat Islam tidak selamanya
harus di bawah kepemimpinan Khilafah. Keberadaan Penguasa seperti Presiden, perdana mentri atau
Raja bagi umat Islam adanya atas kehendak Allah, dan Hanya Allah juga yang akan mengangkatnya.
Mendirikan Khilafah di dalam wilayah kekuasaan penguasa muslim yang sah, bukanlah mengikuti
jalan ulama ahlus sunnah wal jamaah.

01
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
dari beberapa uraian di atas, namun banyak yang mengaku sebagai jama’ah Muslimin dengan
landasan dalil yang sama itu banyak, namun sekali lagi jama’ah muslimin ( Hizbullah) “TIDAK”
mengklaim yang paling benar karna Al-Haqqu mirrobbika kebenaran itu datangnya dari allah bukan
dari pihak manapun, sehingga dengan banyaknya bermunculan Jama’ah Muslim baru setelah Jama’ah
Muslimin (Hizbullah) yang di tetapi di iltilazami kembali pada tahun 1953 itu menggugah kesadaran
kaum muslimin akan pentingnya satu kesatuan muslimin dibawah satu kepemimpinan muslimin untuk
mengubah peradaban dunia islam di akhir zaman.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentu sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak yang
harus diperbaiki dan lebih disempurnakan sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari rekan –rekan sekalian.

01
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Muhaammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar
as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (al-Qahirah, Dar al-Hadits, t.th).
Musa Kazhim, Hizbullah Sebuah Gerakan Perlawanan Ataukah Terorisme?, (Jakarta: Noura
Books, 2013.
Muhadjir al-Murtaqi, Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, Jalan keluar Penyatuan
Muslimin/Wali al-Fataah, (Jakarta: Pustaka Amanah, 1990).
Depag RI, Al Qur􀂶an dan Terjemahnya, Semarang: Ponogoro, 2005.

01

Anda mungkin juga menyukai