Anda di halaman 1dari 6

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2

KOMPETENSI DASAR

1.1 Terbiasa membaca al-Qur’an sebagai pengamalan dengan meyakini bahwa agama
mengajarkan kepada umatnya untuk berpikir kritis dan bersikap demokratis

2.1 Bersikap kritis dan demokratis sesuai dengan pesan Q.S. Ali Imran/3: 190-191 dan159,
serta Hadis terkait

3.1 Menganalisis dan mengevaluasi makna Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali Imran/3:
159, serta Hadis tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis

4.1.1 Membaca Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali Imran/3: 159,; sesuai dengan kaidah
tajwid dan makharijul-huruf

4.1.2 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali
Imran/3: 159, dengan lancar

4.1.3 Menyajikan keterkaitan antara sikap kritis dengan ciri orang-orang


berakal (ulil albab) sesuai pesan Q.S. Ali Imran/3: 190-191

TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu:
1. Memahami Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali Imran/3: 159 dan
hadis terkait.
2. Menganalisis Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali Imran/3: 159 dan
hadis tentang berpikir kritis dan mendorong demokrasi.
3. Membaca Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali Imran/3: 159 sesuai
dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf.
4. Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali Imran/3: 190-191, dan Q.S. Ali
Imran/3: 159 dengan lancar

B. BERSIKAP DEMOKRATIS
Secara etimologi, “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
dua kata, yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan
“cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-
cratein” atau “demoscratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan
rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Meskipun secara harfiah sudah jelas bahwa kata demokrasi berarti
“kedaulatan, atau kekuasaan rakyat”, tetapi secara operasional arti yang
diberikan kepada demokrasi sangat beragam, bahkan perkembangannya sangat
tidak terkontrol.
Seorang muslim yang menyerukan keharusan demokrasi dan
menegakkannya, pada hakikatnya menegakkan prinsipprinsip ajaran agama
Islam dalam kehidupan bermasyarakat yang sehat, antara lain syura, amar
makruf dan nahi munkar, dalam arti menganjurkan apa yang baik dalam
pandangan agama dan masyarakat, dan menolak yang buruk, seperti ketidak
adilan, pelanggaran hak-hak manusia, bahkan hak-hak makhluk dan
sebagainya
Demokrasi yang sesungguhnya lahir dari adanya hak-hak manusia orang
per orang dan yang harus diakui serta dipraktikkan. Karena itu walau kata
demokrasi sudah lama dikenal, namun tidaklah ia serta merta atau ketika itu
telah melahirkan substansi dari apa yang dimaksud dengan demokrasi. Kata
demos yang digunakan oleh orang Yunani Kuno yang darinya lahir kata
demokrasi, tidak menunjukkan substansi makna demokrasi, karna kata itu pada
mulanya bermakna tempat yang dihuni oleh satu suku. Keterlibatan aneka suku
itu dalam pemilihan dan pemerintahan bukan lahir dari dorongan pengakuan
atas hak setiap individu, atau dorongan penghormatan terhadap manusia, tetapi
lahir dari pengakuan tentang hak suku yang bertujuan menghindari
pembangkangan mereka dalam kerja sama atau pertahanan. Demokrasi baru
dapat dikatakan tercipta apabila kebebasan yang bertanggung jawab dapat
diwujudkan dan pengakuan akan hak-hak asasi bagi setiap individu telah
ditegakkan, bukan persamaan hak-hak kelompok semata-mata dan bukan pula
untuk tujuan menghimpun aneka kekuatan sosial yang ada.
Dalam pandangan Islam, demokrasi tidak dapat tergambar wujudnya
kecuali setelah terhimpun dalam satu kesatuan tiga unsur pokok, yaitu:
persamaan, tanggung jawab dan tegaknya hukum berdasar syura dan atas dasar
peraturan perundangan yang jelas dan tanpa pandang bulu. Karena itu, tidak
berlebihan jika cendekiawan Mesir Abbas Mahmud al-Aqqad ketika menulis
dalam bukunya Al-Dimakratiyah fi al- Islam yang dikutip oleh M. Quraish
Shihab menyatakan bahwa: ide demokrasi dibentuk pertama kali dalam sejarah
dunia oleh ajaran Islam. Betapa tidak, padahal agama inilah yang menyerukan
ketiga unsur pokok di atas.
Mengenai konsep di dalam al-Qur‟an, biasanya demokrasi disepadankan
dengan kata syura‟. Kata tersebut terambil dari akar kata yang pada mulanya
berarti “mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian
berkembang hingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil dari pihak
lain, termasuk pendapat.
Dalam syura, ada satu hal yang perlu dicatat menyangkut pengambilan
keputusan berdasar pandangan mayoritas, yaitu kendati pendapat mayoritas
harus diterima dan dilaksanakan, tetapi itu bukan berarti pendapat minoritas
tidak diperhatikan dan serta merta pendapat mayoritas menjadi mutlak. Ini
karena syura dilakukan oleh orang-orang pilihan yang mestinya memiliki
kemampuan dan sifat-sifat terpuji.
Di dalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang berisi pesan-pesan mulia
tentang bersikap demokratis, tentang musyawarah dan toleransi dalam
perbedaan. Salah satunya ayat Q.S. Ali-Imran/3:159.
1. Baca dengan Tartil Ayat-ayat al-Qur'an Pesan Sikap Demokratis.

‫فَٱع ُۡف‬ ۖ‫يظ ٱلۡ َقل ِۡبل َٱن َف ُّضوا ْ ِمنۡ َحوۡلِ َك‬
َ ‫غ ِل‬
َ ‫ُنتف ّ ًَظا‬َ ‫نتل َُهمۡۖ َولَوۡ ك‬ َ ‫َف ِب َما َرح َۡم ٖة ِ ّم َن ٱلل َّ ِه ِل‬
ُّ ‫يُ ِح‬
‫ب‬ ‫عل َى ٱلل َّ ِهۚ ِإ َّن ٱلل َّ َه‬
َ ۡ‫ۡت َفتَ َوكَّل‬َ ‫ع َزم‬ َ ‫عن ُۡهمۡ َوٱسۡتَغۡ ِفرۡ ل َُهمۡ َو َشا ِور ُۡهمۡ ِفي ٱلۡأَم ِۡرۖ َف ِإ َذا‬ َ
َ ِ‫ٱل ُۡمتَ َو ِك ّل‬
‫ين‬
Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali-Imran/3:159)

2. Penerapan Hukum Tajwid


Pelajari hukum tajwid dibawah ini:
N LAFAZ TAJWID ALASAN
O
1 ‫َف ِب َما‬ Mad Tabi’i Fathah diikuti Alif

2 ‫َرح َۡم ٖة ِ ّم َن‬ Idgam Bigunnah Tanwin diikuti huruf Mim

َ ِ‫ل‬
3 ‫نت‬ Ikhfa’ Nun sukun diikuti huruf
Ta’

َ ‫غ ِل‬
4 ‫يظ‬ Idhar Tanwin diikuti huruf
َ ‫ف ّ ًَظا‬
Ghain
5 ْ ‫ل َٱن َف ُّضوا‬ Ikhfa’ Nun sukun diikuti huruf
Fa’
6 ‫ِمنۡ َحوۡلِ َك‬ Idhar Nun sukun diikuti huruf
Ha
7 ۡ‫عن ُۡهمۡ َوٱسۡتَغۡ ِفر‬
َ
Idhar Syafawi Mim sukun diikuti huruf
Wawu
8 ‫ِفي ٱلۡأَم ِۡر‬ Idhar Qamariyah Alif Lam sukun diikuti
huruf Hamzah
9 ‫عل َى ٱلل َّ ِه‬ َ
Lam Tafkhim Lafaz Jalalah datang
setelah fathah
10
َ ‫ٱل ُۡمتَ َو ِك ّ ِل‬
‫ين‬ Mad Arid Lissukµn Mad Thabi’I diikuti huruf
hidup lalu dibaca waqaf
3. Makna Mufradat Ayat Q.S. Ali-Imran/3:159

LAFAZ MAKNA LAFAZ MAKNA

‫َف ِب َما َرح َۡم ٖة‬ Karena kasih ۡ‫عن ُۡهم‬ Maka
sayang/ rahmat َ ‫فَٱع ُۡف‬ maafkanlah
mereka
‫ِ ّم َن ٱلل َّ ِه‬ Dari Allah ۡ‫َوٱسۡتَغۡ ِفر‬ Dan
mintakanlah
ampunan

َ ِ‫ل‬
‫نت‬ Kamu bersikap ۡ‫َو َشا ِور ُۡهم‬ Dan
lemah lembut bermusyawara
hlah dengan
mereka
ۖۡ‫ل َُهم‬ Kepada mereka ۖ‫ِفي ٱلۡأَم ِۡر‬ Dalam segala
urusan
‫ف ّ ًَظا‬ Kasar (dalam ‫َف ِإ َذا‬ Maka apabila
perkataan)

َ ِ‫غل‬
‫ۡب‬
‫يظ ٱلۡقَل ِـ‬ Keras hati ‫ۡت‬ Kamu bertekad
َ َ ‫ع َزم‬ َ bulat
ْ ‫ل َٱنفَ ُّضوا‬ Niscaya mereka
bubar/menjauh
‫ب‬ُّ ‫يُ ِح‬ Mencintai

‫ِمنۡ َحوۡلِ َك‬ Dari hadapanmu/


sekelilingmu
َ ِ‫ٱل ُۡمتَ َو ِك ّل‬
‫ين‬ Orang-orang
yang
bertawakal

1. Asbabun Nuzul Ayat Q.S. Ali-Imran/3:159

Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat Ali-Imran ini kepada Nabi


Muhammad saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abas r.a., Ibnu Abas r.a.
menjelaskan bahwasanya setelah terjadi perang Badar Rasulullah mengadakan
musyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab r.a. untuk meminta
pendapat mereka tentang para tawanan perang Badar. Abu Bakar r.a.
berpendapat, mereka sebaiknya dikembalikan kepada keluarga mereka dan
keluarga mereka membayar tebusan. Namun Umar bin Khatab r.a. berpendapat,
mereka sebaiknya dibunuh dan yang diperintah membunuh adalah keluarga
mereka. Rasulullah saw. kesulitan dalam memutuskan, kemudian turun ayat
159 surat Ali-Imran ini sebagai dukungan atas pendapat Abu Bakar r.a.
(HR.Kalabi).

2. Tafsir/ Penjelasan Ayat Q.S. Ali-Imran/3:159


Ayat di atas menjelaskan bahwa meskipun dalam keadaan genting, seperti
terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam
perang Uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita kekalahan,
tetapi Rasulullah saw. tetap lemah lembut dan tidak marah terhadap para
pelanggar, bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka.
Seandainya Rasulullah bersikap keras, tentu mereka akan menaruh benci
kepada beliau. Dalam pergaulan sehari-hari, beliau juga senantiasa memberi
maaf terhadap orang yang berbuat salah serta memohonkan ampun kepada
Allah Swt. terhadap kesalahan-kesalahan mereka.
Di samping itu, Rasulullah saw juga senantiasa bermusyawarah dengan
para sahabatnya tentang hal-hal yang penting, terutama dalam masalah
peperangan. Oleh karena itu, kaum muslimin patuh terhadap keputusanyang
diperoleh tersebut, karena merupakan keputusan mereka bersama Rasulullah
saw. Mereka tetap berjuang dengan tekad yang bulat di jalan Allah Swt..
Keluhuran budi Rasulullah saw inilah yang menarik simpati orang lain, tidak
hanya kawan bahkan lawan pun menjadi tertarik sehingga mau masuk Islam.
Dalam ayat di atas tertera tiga sifat dan sikap yang secara berurutan
disebut dan diperintahkan untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, yaitu
lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Meskipun ayat tersebut
berbicara dalam konteks perang uhud, tetapi esensi sifat-sifat tersebut harus
dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, terutama ketika hendak
bermusyawarah.
Sedangkan sikap yang harus diambil setelah bermusyawarah adalah
memberi maaf kepada semua peserta musyawarah, apapun bentuk
kesalahannya. Jika semua peserta musyawarah bersikap “memaafkan” maka
yang terjadi adalah saling memaafkan. Dengan demikian, diharapkan tidak ada
lagi sakit hati atau dendam yang berkelanjutan di luar musyawarah, baik karena
pendapatnya tidak diakomodasi atau karena sebab lain.
Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang berbicara tentang nilainilai
dalam demokrasi seperti dalam Firman Allah Swt. di dalam Q.S. Al-Isra'/17:70,
Q.S. al-Baqarah/2:30, Q.S. Al-Hujurat/49:13, Q.S. Asy-Syura/42:38 serta
berbagai surat lain. Inti dari semua ayat tersebut membicarakan bagaimana
menghargai perbedaan, kebebasan berkehendak, mengatur musyawarah dan
lain sebagainya yang merupakan unsur-unsur dalam demokrasi.
Di samping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah yang
mengisyaratkan pentingnya demokrasi, karena beliau dikenal sebagai pemimpin
yang paling demokratis. Di antaranya adalah hadis yang menegaskan bahwa
beliau adalah orang yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, seperti
hadits berikut:

َ ‫ت ا َ َح ًدا اَكْثَ َر َم ُس ْو َر َة لِأ َ ْص‬


‫حا ِب ِه ِم ْن َر ُس ْو ِل الله َصل َي‬ ُ ْ‫َال َما َرأي‬ َ ‫ع ْن ا َ ِبي ُه َريْ َر َة ق‬
َ
)‫اه ال ِت ْر ِميْ ِذى‬ َ ‫عليْ ِه َو َس‬
ُ ‫لم ( َر َو‬ َ ‫الله‬
Artinya:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih
sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” . [HR.
At-Tirmizi].
Hadis di atas menjelaskan bahwa menurut pandangan para sahabat,
Rasulullah saw adalah orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam banyak
urusan yang penting beliau senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai
pendapatnya, seperti dalam urusan strategi perang. Sikap Rasulullah tersebut
menunjukkan salah satu bentuk kebesaran jiwa beliau dan kerendahan hatinya
(tawadhu’), meskipun memiliki status sosial paling tinggi dibanding seluruh
umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah Swt.. Namun demikian,
kedudukannya yang begitu mulia di sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak
membuatnya merasa “paling benar” dalam urusan kemanusiaan yang terkait
dengan masalah ijtihadiy (dapat dipikirkan dan dimusyawarahkan karena bukan
wahyu), padahal bisa saja Rasulullah memaksakan pendapat beliau kepada para
sahabat, dan sahabat tentu akan menurut saja. Tetapi itulah Rasulullah,
manusia agung yang tawadhu’ dan bijaksana.
Sikap rendah hati Rasulullah hanya satu dari akhlak mulia lainnya,
seperti kesabaran dan lapang dada untuk memberi maaf kepada semua orang
yang bersalah, baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah, teladan terbaik
dalam berakhlak.
Dari ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi tersebut dapat dipahami bahwa musyawarah
termasuk salah satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang
memang perlu dimusyawarahkan, misalnya: Hal yang sangat penting, sesuatu
yang ada hubungannya dengan orang banyak/ masyarakat, pengambilan
keputusan dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi
sangat penting karena:
a. Permasalahan yang sulit menjadi mudah setelah dipecahkan oleh orang
banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.
b. Akan terjadi kesepahaman dalam bertindak.
c. Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada
hubungannya dengan orang banyak
d. Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain
e. Berlatih menghargai pendapat orang lain.

SETELAH MEMBACA DAN MEMAHAMINYA SELAJUTNYA KEMBALI KE


GOOGLE CLASSROOM KLIK ABSENSI MEMBACA DI LINK YANG SUDAH DI
SEDIAKAN

Anda mungkin juga menyukai