Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)

OLEH :

I LUH PUTU MEIARJANI EKA PUTRI

14013110010

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES ADVAITA MEDIKA TABANAN
TAHUN 2015
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti (Suriadi, 2001).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut
dengan ciri–ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer,
2000).
Demam Berdarah Dengue adalah Penyakit demam akut yang
disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Soegeng, 2002).
Demam Berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti betina (Hidayat, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang
terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit DHF ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia
terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit
endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologi menunjukkan
bahwa DHF terutama menyerang kelompok umur balita sampai dengan
umur sekitar 15 tahun serta tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam
hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. Outbreak (KLB,
Kejadian Luar Biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan
berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan
dengan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada musim
penghujan. Penularan penyakit DHF antar manusia terutama
berlangsung melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan
morbiditas dan mortilitasnya, DHF disebut sebagai the mosquito
transmitted disease.
Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand
merupakan Negara peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus
DHF yang dirawat di rumah sakit. Sedangkan di Indonesia termaksud
peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DHF yang dilaporkan.
Penyakit DHF pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953.
Diisolasi dari pasien d Filipina pada tahun 1956, 2 tahun kemudian virus
dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama endemik di
Bangkok, Thailand. Selama tiga dekade berikutnya, DBD/DSS
ditemukan di Kamboja, Cina, India, Indonesia, Masyarakat Republik
Demokratis Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka,
Vietnam dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terbentang
diantara 6° Lintang utara dan 11° Linang selatan dengan iklimnya yang
tropik, terjadinya epidemi suatu penyakit di Batavia (Jakarta) yang
kemungkinan besar adalah dengue dilaporkan pertama kali oleh David
Beylon pada tahun 1779. Penyakit tersebut, yang ketika itu terutama
menyerang etnis Thionghoa, ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri
retro-orbital, nyeri punggung, nyeri persendian dan nyeri otot. KLB
pertama penyakit ini terjadi di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968
dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%) kasus diantaranya
meninggal dunia. Setelah itu, jumlah kasus akibat terinfeksi virus dengue
yang dilaporkan meningkatsecara tajam. KLB penyakit ini dilaporkan
terutama menyerang daerah urban. Pada tahun 1994, penyakit akibat
infeksi virus dengue ini telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia
dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi suatu penyakit endemik di
beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan.
Angka kesakitan dan kematian DHF di berbagai negara sangat
bervariasi dan tergantung pada berbagai macam faktor, seperti status
kekebalan dari populasi, kepadatan vektor dan frekuensi penularan
(seringnya terjadi penularan virus Dengue), prevalensi sero tipe virus
dengue dan keadaam cuaca.

C. ETIOLOGI
Dengue haemoragic fever (DHF) dapat disebabkan oleh :
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk
ke dalam Arbovirus (Arthrodhorn virus) group B, tetapi dari 4 tipe
yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4, keempat tipe virus dengue
tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nanometer dapat berkembangbiak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel Aedes albopictus
(Suedarto;1990;36)
2. Vektor
Virus dengan serotipe 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus,
Aedes polinesiensis dan beberapa spesies lain berupa vektor yang
kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya. Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus
merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada
orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan
vektor penting di daerah perkotaan sedangkan di daerah pedesaan
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dangue untuk pertama
kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi
tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. DHF
akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu dan mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih.

D. PATOFISIOLOGI
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan
factor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic,
renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma
klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia
jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

E. KLASIFIKASI
WHO (1986) juga membagi menjadi empat kategori penderita
menurut derajat berat penderita sebagai berikut :
1. Derajat I : Adanya demam tanpa perdarahan spontan,
manifestasi perdarahan hanya berupa
torniket test yang positif.
2. Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan
spontan, biasanya berupa perdarahan
dibawah kulit dan atau berupa perdarahan
lainnya .
3. Derajat III : Adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi
yang cepat dan lemah, penyempitan tekanan
nadi (<20 mmHg), atau hipotensi, dengan
disertai akral yang dingin dan gelisah.
4. Derajat IV : Adanya syok yang berat dengan nadi tak
teraba dan tekanan darah yang tak terukur.

F. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis dari DHF antara lain :
1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).

G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal,
tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).

2. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan
spontan dan hemokonsentrasi.Pada grade II disertai perdarahan
spontan di kulit atau perdarahan lain. Pada grade III dapat terjadi
kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
(tachycardia),tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar
mulut, hidung dan jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV
nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

3. Sistem Persyarafan / neurologi


Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan
IV gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor → coma. Grade 1
sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di
berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di belakang
bola mata.

4. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama
pada grade III, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing
berwarna merah.
5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada
hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).

6. Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam
makulopapular

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Darah
Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari
ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua
kalinya. Pada saat suhu meningkat kedua kalinya sel limposit
relatif sudah bertambah. Sel-sel eusinofil sangat berkurang. Pada
DHF umumnya dijumpai trombositopenia (<100.000/mm3) dan
haemokonsentrasi (kadar HCT  20% dari normal). Uji tourniquet
yang positif merupakan pemeriksaan penting pada pemeriksaan
kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan PH darah mungkin
meningkat.
2. Air seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Sumsum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi
hiperselular pada hari kelima dengan gangguan maturasi
sedangkan pada hari kesepuluh biasanya sudah kembali normal
untuk semua data.
4. Serologi
Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi:
a. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil
pada masa akut dan konvalesen, yaitu pengikatan
kompelemen (PK), uji netralissi (NT) dan uji dengue blot.
Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti dengue sebanyak
minimal 4 kali.
b. Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blot
yang mengukur antibodi, anti dengue tanpa memandang kelas
antibodinya, uji Imunoglobulin M anti dengue yang
mengukur hanya antibodi anti dengue dari kelas IgM. Pada
uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu
antibodi antidengue.

I. DIAGNOSIS
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah
sebagai berikut :
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 - 7 hari kemudian
turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti
anoreksia, lemah, nyeri.
2. Manifestasi perdarahan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, purpura, ekimosis
c. Epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis, melena.
3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan
hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam
biasanya mempunyai prognosis buruk.
5. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi.

J. PENATALAKSAAN
1. Penatalaksanaan penderita DHF adalah :
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makanan lunak.
c. Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4–6 jam pertama dapat
berupa : susu, teh manis, sirup, jus buah, dan oralit,
pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,
memberikan cairan rumatan 80–100 ml/kg BB dalam 24
jam berikutnya.
d. Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa
renjatan dilakukan bila pasien terus menerus muntah
sehingga tidak mungkin diberikan makanan per oral atau
didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus
meningkat (>40 vol%). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl
0,9%.
e. Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume
dengan cepat mencakup berikut ini :
 Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam
larutan RL (D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA)
atau dektrose 5% dalam larutan asetat (D5/RA),
larutan garam faali (D5/GF).
 Koloid.
Dekstran 40 dan plasma.
f. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,
pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat
tiap jam.
g. Periksa HGB, HCT dan trombosit setiap hari.
h. Pemberian obat antipiretik.
i. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan
laboratoriurn yang memburuk.
j. Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.
k. Pemberian antibiotika bila terdapat kekhawatiran infeksi
sekunder.
l. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi
dengan dokter).
2. Penatalaksanaan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan.
a. Penanganan DHF derajat I atau derajat II tanpa peningkatan
hematokrit.
1) Pasien masih dapat minum.
 Beri minum banyak 1-2 liter/hari
 Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup, jus
buah, susu.
 Bila suhu> 38ºC beri antipiretik
 Bila kejang beri antikonvulsif
 Monitor gejala klinis dan laboratorium.
 Perhatikan tanda syok.
 Awasi perdarahan.
 Periksa HGB, HCT dan trombosit tiap 6- 12
jam.
 Palpasi hati setiap hari
 Ukur diurisis setiap hari.
 Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium
pasien diijinkan untuk pulang.
2) Pasien tidak dapat minum
 Jika ada muntah terus-menerus maka
dilakukan kolaborasi pemasangan IVFD NaCl
0,9% : Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan
sesuai berat badan.
 Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam,
jika HCT naik atau trombosit turun maka
pemasangan IVFD NaCl 0.9% berbanding
dekstrose 5% diganti dengan ringer laktat
dengan dosis disesuaikan.
b. Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan
HCT>20%.
1) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9%
atau RL/DS/NaCl 0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.
2) (Setelah itu monitor tanda vital/nilai HCT dan
trombosit tiap 6 jam.
 Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan
tanda-tanda seperti : tidak gelisah, nadi kuat,
tekanan darah stabil, diuresis cukup (12m/kg
BB/jam), HCT turun (2 kali pemeriksaan).
Dan apabila tidak ada perbaikan akan
menunjukkan tanda gejala seperti gelisah,
distres pernapasan, frekwensi nadi meningkat,
hematokrit tetap tinggi/meningkat, tekanan
nadi <20 mmHg.
3) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan
dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam.
4) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masih
menunjukkan perbaikan maka tetesan disesuaikan
menjadi 3 ml/kg BB/jam.
5) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda
vital/ HCT stabil, diuresis cukup.
6) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg
BB/jam kemudian ditemukan tanda vital memburuk
dan HCT meningkat maka tetesan dinaikkan 10-
15ml/kg BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap.
Kemudian lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada
saat evaluasi ditemukan tanda vital tidak stabil
dengan tanda adanya distres pernapasan dan HCT
naik maka segera berikan koloid 20-30m1/kgBB
dan jika HCT menurun maka lakukan transfusi
darah segera 10ml/kgBB.
7) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan
dari pengurangan tetesan 5ml/kgBB/jam dan
seterusnya. Jika tidak ada perbaikan yang
ditunjukkan dengan tanda-tanda: gelisah, distres
pernapasan, frekwensi nadi meningkat, tekanan nadi
< 20 mmHg, diuresis kurang/ tidak ada.
8) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka
tetesan akan dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam secara
bertahap.
9) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.
10) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital
tidak stabil yang ditunjukkan dengan adanya distres
pernapasan dan peningkatan HCT, maka segera
berikan koloid 20-30 ml/kgBB dan jika HCT
menurun maka lakukan transfusi darah segera
10ml/kg BB.
11) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan
dari pengurangan dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan
seterusnya.
c. Penanganan DHF derajat III dan IV.
1) Lakukan oksigenasi.
2) Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik)
Ringer Laktat/NaCl 0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya
(bolus dalam 30 menit). 30 menit kemudian lakukan
evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah
teratasi.
3) Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan
catat balance cairan intravena.
4) Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan
tanda-tanda :
 Kesadaran membaik.
 Nadi teraba kuat
 Tekanan nadi > 20 mmHg.
 Tidak sesak napas atau sianosis.
 Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.
Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan
10ml/kgBB/jam, setelah itu lakukan evaluasi ketat,
misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan,
diuresis, HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam
sudah stabil, maka berikan tetesan 5ml/kgBB/jam
kemudian lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam. Infus
dihentikan tidak melebihi 48 jam setelah syok
teratasi. Jika syok tidak teratasi yang ditunjukkan
dengan tanda-tanda : kesadaran menurun, nadi
lambat/tidak teraba, tekanan nadi < 20 mmHg,
ditress pernapasan/sianosis, kulit dingin dan
lembab, ekstremitas dingin dan periksa kadar gula
darah, kemudian lanjutkan pemberian cairan
20ml/kgBB/jam, setelah itu tambahkan
koloid/plasma, dekstran 10-20 (maksimal 30)
ml/kgBB/jam. Kemudian lakukan koreksi asidosis,
setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk mengetahui
apakah syok sudah teratasi atau belum. Jika syok
belum teratasi yang ditunjukkan dengan penurunan
HCT atau HCT tetap tinggi/naik, maka berikan
koloid 20 ml/kgBB, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian transfusi darah segar 10 ml/kgBB
diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah teratasi
maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi ketat
tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, HGB, HCT,
trombosit dan tindakan seterusnya.

K. KOMPLIKASI
Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua
minggu. Namun, untuk orang-orang tertentu dapat berlanjut untuk
selama beberapa minggu hinga berbulan-bulan. Gejala klinis yang
semakin berat pada penderita DBD dan dengue shock syndromes dapat
berkembang menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati. Hal
ini tentu dapat mengancam jiwa.
1. Sindrom Syok Dengue (SSD)4
Seluruh kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi:
 Nadi yang cepat dan lemah
 Tekanan darah turun (≤ 20 mmHg)
 Hipotensi (dibandingkan standar sesuai umur)
 Kulit dingin dan lembab
 Gelisah
2. Sindrom syok dengue, menurut sumber lain3: pada penderita
DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung selama
beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk.
Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan
peredaran darah yaitu kulit teraba lembab dan dingin, sianosis
sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, kecil sampai tidak
dapat diraba. Tekanan darah menurun menjadi 20 mmHg atau
kurang, dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah, dan secara cepat
masuk dalam fase kritis syok. Penderita seringkali mengeluh
nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut
hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, dan
nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang dapat dibuktikan
memberikan petunjuk terjadinya perdarahan gastrointestinal yang
hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis buruk.
3. Tatalaksana sindrom syok dengue sama dengan terapi DBD,
yaitu pemberian cairan ganti secara adekuat. Pada sebagian besar
penderita, penggantian dini plasma secara efektif dengan
memberikan cairan yang mengandung elektrolit, ekspander
plasma, atau plasma, memberikan hasil yang baik. Nilai
hematokrit dan trombosit harus diperiksa setiap hari mulai hari
ke-3 sakit sampai 1-2 hari setelah demam menjadi normal.
Pemeriksaan inilah yang menentukan perlu tidaknya penderita
dirawat dan atau mendapatkan pemberian cairan intravena.

 Beberapa komplikasi lain yang mungkin akan muncul yaitu :


1. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi
syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga
terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-
otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak
danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan
cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus
segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk
mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg
BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna
sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi
hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen
yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat
diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan
obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah)
untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas
indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada
masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase
terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan
baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun
jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati
dengan menggantikan volume intravaskular, penting
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena
bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan
telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai
penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.

3. Odema paru
Odema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi
sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian
cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh
karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan
hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran
udem paru pada foto rontgen dada.

Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan


semakin beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan,
dan shock syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi
adalah sebagai berikut:
 Dehidrasi
 Pendarahan
 Jumlah platelet yang rendah
 Hipotensi
 Bradikardi
 Kerusakan hati
 Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada
permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat
diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga
kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati
,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah
hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus
dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya
perdarahan.
 Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati

L. PENCEGAHAN
Pengendalian spesies nyamuk dilakukan dengan beberapa cara:
1. Perlindungan untuk mencegah gigitan nyamuk (kawat kasa,
kelambu, repellent dan sebagainya)
2. Membuang/mengubur benda-benda yang berpotensi untuk
genangan air sehingga mencegah nyamuk berbiak.
3. Mengganti air dan membersihkan bak penampungan air secara
teratur seminggu sekali
4. Pemberian abate dalam tempat penampungan air
5. Melakukan pengasapan dengan malathion 2 kali selang 10 hari
pada daerah wabah DHF.
6. kebersihan lingkungan pada masyarakat.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, analisa
data, merumuskan masalah, analisa masalah dan diagnosa keperawatan
(Ngastiyah, 2005 ; Suriadi, 2001).
1. Data subyektif yaitu : lemah, panas atau demam, sakit kepala,
nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh, mual
muntah, anoreksia, pasien atau keluarga bertanya-tanya tentang
penyakit DHF.
2. Data obyektif : suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak
kemerahan, mukosa bibir kering, pendarahan gusi, lidah kotor,
tampak bintik merah pada kulit (petekie), uji tourniquet positif,
epistaksis (perdarahan hidung), ekimosis, hematoma, hematemesis
melena, hiperemia pada tenggorokan, nyeri perabaan pada
epigastrik, pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa,
pada renjatan (derajat IV), nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal,
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia, keluarga/pasien
tampak tegang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
2. Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi
sekunder terhadap infeksi virus dengue.
3. Risiko terjadinya syok hipovolernik berhubungan dengan
kurangnya masukan cairan tubuh.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan faktor-
faktor pembekuan darah (trombositopenia).
5. Risiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopenia).
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan sekunder terhadap anoreksia,
mual-muntah.
7. Nyeri akut berhubungan dengan kelainan viseral hepar dan proses
patologis penyakit.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi virus.
9. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan
sekunder akibat hopitalisasi
10. Ansietas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Rencana keperawatan ada 2 tahap yaitu prioritas dan rencana
perawatan. Perencanaan keperawatan adalah suatu pemikiran tentang
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien berdasarkan analisis pengkajian agar dapat teratasi masalah
kesehatan/keperawatannya (Hidayat, 2008).
Tahap awal perencanaan adalah prioritas masalah. Prioritas
masalah berdasarkan mengancam jiwa pasien, tahap kedua adalah rencana
prioritas (Hidayat, 2008).
Perencanaan ditulis sesuai dengan prioritas (mengancam jiwa
pasien) :
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Kekurangan Setelah 1. Observasi tanda – 1. Menetapkan data
volume cairan diberikan tanda vital tiap 6 dasar pasien, untuk
berhubungan asuhan jam. mengetahui dengan
dengan keperawatan cepat
peningkatan selama ... x ... penyimpangan dari
permeabilitas jam diharapkan keadaan
kapiler kebutuhan normalnya.
cairan pasien
2. Anjurkan pasien 2. Menambah cairan
terpenuhi/adeku
banyak minum ± dalam tubuh.
at. Dengan
1500–2000
kriteria hasil : ml/hari.
 Membran
3. Catat intake dan
mukosa 3. Memberi informasi
output cairan tiap
lembab, tentang
24 jam.
turgor kulit keadekuatan
elastis, volume cairan dan
intake dan kebutuhan
output pengganti.
balance, 4. Kolaborasi dalam
4. Untuk
BAB normal pemberian cairan
mempertahankan/
(konsistensi intravena sesuai
mengganti cairan
lembek dan program dokter.
dalam tubuh.
warna
5. Kolaborasi dalam
kuning 5. Untuk mengetahui
pemeriksaan lab
kcoklatan) tingkat kebocoran
HCT, PLT tiap 12
plasma dalam
jam.
pembuluh darah
yang dialami
pasien dan untuk
acuan melakukan
tindakan lebih
lanjut.

2. Hipertermi Setelah 1. Observasi tanda- 1. Tanda vital


berhubungan diberikan tanda vital setiap 6 merupakan acuan
dengan tidak asuhan jam atau lebih untuk mengetahui
efektifnya keperawatan sering. keadaan umum
termoregulasi selama ... x ... pasien.
sekunder terhadap jam diharapkan 2. Anjurkan pasien 2. Peningkatan suhu
infeksi virus tidak terjadi banyak minum tubuh
dengue. peningkatan yaitu ± 1,5-2 liter mengakibatkan
suhu tubuh per hari. penguapan tubuh
batas normal. meningkat
Dengan kriteria sehingga perlu
hasil : diimbangi dengan
 Suhu tubuh asupan cairan yang
3. Libatkan keluarga
dalam batas banyak/adekuat.
untuk tindakan
normal (36- 3. Pemindahan panas
kompres hangat
370C) secara konduksi.
(pada daerah axila,
kening dan lipatan
paha).
4. Kolaborasi dalam
pemberian obat
4. Dapat membantu
antipiretik.
menurunkan panas.
3. Resiko terjadi Setelah 1. Monitor keadaan 1. Untuk memantau
syok hipovolemik diberikan umum pasien. kondisi pasien
berhubungan asuhan selama masa
dengan keperawatan perawatan
kekurangan selama ... x ... terutama saat
masukan cairan jam diharapkan perdarahan.
dalam tidak terjadi 2. Observasi tanda- 2. Tanda vital
tubuh/perdarahan. syok tanda vital tiap 2-3 dalam batas
hipovolemik. jam. normal
Dengan kriteria menandakan
hasil : keadaan umum
 Tanda-tanda pasien baik.
vital dalam 3. Observasi tanda- 3. Agar dapat segera
batas tanda syok. dilakukan tindakan
normal. untuk menangani
TD = 110- syok yang dialami
120/ 70-80 pasien.
mmHg. 4. Monitor tanda- 4. Perdarahan yang
N= 60-100 tanda perdarahan. cepat diketahui
x/menit dapat segera
RR = 16-24 diatasi, sehingga
x/menit pasien tidak
S = 36-370C sampai ke tahap
 Intake syok hipovolemik
cairan yang atau perdarahan
cukup. hebat.
5. Kolaborasi dalam 5. Pemberian cairan
pemasangan IVFD, intravena sangat
beri therapi cairan diperlukan untuk
intravena jika mengatasi
terjadi perdarahan. kehilangan cairan
tubuh yang hebat.
4. Gangguan perfusi Setelah 1. Observasi tanda- 1. Hipotensi dan
jaringan diberikan tanda vital setiap 6 bradikardi
berhubungan asuhan jam. menandakan
dengan keperawatan adanya penurunan
penurunan faktor- selama ... x ... aliran darah,
faktor pembekuan jam diharapkan perubahan suhu
darah perfusi jaringan kulit (lebih dingin
(trombositopenia) adekuat. atau lebih hangat)
. Dengan kriteria menandakan
hasil : adanya gangguan
 Mempertaha dalam suplai darah
nkan/ kapiler.
menunjukkan 2. Anjurkan pasien 2. Aktivitas pasien
perbaikan untuk banyak yang tidak
perfusi istirahat. terkontrol, dapat
jaringan menyebabkan
sesuai perdarahan
ketepatan sehingga terjadi
individual. penurunan suplay
darah.
3. Pantau frekuensi 3. Frekuensi dan
jantung dan irama. irama jantung
dapat menentukan
adanya komplikasi.
4. Kolaborasi 4. Meningkatkan
pemberian oksigen jumlah sediaan
tambahan. oksigen untuk
kebutuhan
sirkulasi.
5. Risiko perdarahan Setelah 1. Anjurkan pada 1. Aktivitas pasien
berhubungan diberikan pasien untuk yang tidak
dengan asuhan banyak istirahat terkontrol dapat
penurunan faktor- keperawatan tirah baring. menyebabkan
faktor pembekuan selama ... x ... terjadinya
darah jam diharapkan perdarahan.
(trombositopenia) Perdarahan 2. Berikan penjelasan 2. Keterlibatan pasien
. tidak terjadi pada pasien dan dan keluarga dapat
Dengan kriteria keluarga tentang membantu untuk
hasil : bahaya yang dapat penanganan dini
 Hasil timbul akibat dari jika terjadi
pemeriksaan adanya perdarahan perdarahan.
Trombosit dan anjurkan untuk
dalam segera melaporkan
rentang jika ada tanda-
normal (150- tanda perdarahan
450 103/UL) seperti pada gusi,
hidung
(epistaksis). berak
darah (melena)
atau muntah darah
(hematemesis).
3. Kolaborasi 3. Meningkatkan
pemberian tranfusi kadar trombosit
(trombosit dalam darah.
concentrate).
4. Kolaborasi dalam 4. Melalui data lab
pemeriksaan dapat diketahui
laboratorium tingkat kebocoran
secara berkala plasma
(darah lengkap).
6. Perubahan nutrisi Setelah 1. Timbang berat 1. Untuk mengetahui
kurang dari diberikan badan tiap hari. status gizi pasien.
kebutuhan tubuh asuhan 2. Beri HE pada 2. Meningkatkan
berhubungan keperawatan pasien/keluarga pengetahuan
dengan selama ... x ... tentang pentingnya pasien tentang
menurunnya jam diharapkan nutrisi bagi tubuh. nutrisi sehingga
nafsu makan nutrisi pasien motivasi untuk
sekunder terhadap terpenuhi. makan meningkat.
anoreksia, mual, Dengan kriteria 3. Kaji makanan yang 3. Menambah/meran
muntah. hasil : disukai pasien. gsang nafsu
 Pasien dapat makan.
menghabisk 4. Beri makanan 4. Meningkatkan
an makanan dalam porsi kecil asupan nutrisi
yang tapi sering. tanpa merangsang
diberikan. muntah.
 Pasien 5. Sajikan makanan 5. Mengurangi mual
tindak dalam keadaan dan meningkatkan
mengalami hangat. nafsu makan.
mual dan 6. Kolaborasi dalam 6. Antiemetik
muntah. pemberian obat mengurangi rasa
anti emetik sesuai mual dan muntah.
indikasi.
7. Nyeri akut Setelah 1. Observasi tanda- 1. Tanda-tanda vital
berhubungan diberikan tanda vital merupakan
dengan agen asuhan terutama nadi tiap indikator adanya
cidera fisik : keperawatan 6 jam. perubahan
kelainan veseral selama ... x ... kenyamanan.
hepar. jam diharapkan 2. Observasi skala 2. Untuk mengetahui
nyeri nyeri dan tingkat nyeri
berkurang/ karakteristiknya. pasien.
hilang. Dengan 3. Ajarkan tehnik 3. Tehnik distraksi
kriteria hasil : distraksi dan dapat
 Pasien tdak relaksasi. mengalihkan
mengalami perhatian dari
nyeri nyeri/
 Pasien ketidaknyamanan
tampak dan relaksasi
tenang. dapat memberikan
rasa nyaman
dengan tehnik
nafas dalam.
4. Berikan posisi 4. Posisi yang
yang nyaman pada nyaman
pasien. membantu
relaksasi tubuh.
5. Kolaborasi dalam 5. Analgetik
pemberian mengurangi rasa
analgetik nyeri
8. Intoleransi Setelah 1. Kaji ulang 1. Untuk mengetahui
aktivitas diberikan kemampuan pasien tingkat
berhubungan asuhan melakukan ketergantungan
dengan keperawatan ADLnya. pasien dalam
peningkatan selama ... x ... memenuhi
kebutuhan jam diharapkan kebutuhannya.
metabolisme dapat 2. Observasi tanda – 2. Nadi menurun
sekunder terhadap melakukan tanda vital merupakan salah
infeksi virus. aktivitas terutama nadi tiap satu indikasi
mandiri. 6 jam. adanya penurunan
Dengan kriteria aktivitas
hasil : (kelemahan).
 Bisa 3. Berikan 3. Memberikan
menggerakka lingkungan yang suasana yang
n tubuh tenang dan batasi tenang dan
 Tidak merasa pengunjung. menurunkan
lemah kebutuhan energi.
4. Libatkan keluarga 4. Memenuhi ADL
dalam membantu pasien.
ADL pasien.
5. Bantu pasien untuk 5. Dengan melatih
mandiri dalam kemandirian
memenuhi pasien maka
ADLnya. pasien tidak akan
mengalami
ketergantungan
dalam pemenuhan
ADLnya.
9. Perubahan pola Setelah 1. Ciptakan 1. Memberikan
tidur diberikan lingkungan yang situasi yang
berhubungan asuhan nyaman dan kondusif untuk
dengan perubahan keperawatan mengurangi tidur.
lingkungan selama ... x ... kebisingan.
sekunder akibat jam diharapkan 2. Kaji pola tidur 2. Untuk
hospitalisasi. kebutuhan tidur pasien. mengidentifikasi
dapat terpenuhi. dan melakukan
Dengan kriteria intervensi yang
hasil : tepat.
 Pasien dapat 3. Berikan tempat 3. Meningkatkan
istirahat tidur yang nyaman kenyamanan tidur
dengan baik. dan beberapa milik serta dukungan
 Pasien pribadi, misalnya fisiologis atau
tampak bantal, guling, dll psikologis.
tenang. 4. Intruksikan 4. Membantu
tindakan relaksasi. menginduksikan
tidur.
10. Ansietas Setelah 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
diberikan pengetahuan sejauh mana
berhubungan
asuhan pasien/keluarga. tingkat
dengan kurang
keperawatan pengetahuan
pengetahuan selama ... x ... pasien/ keluarga
jam diharapkan tentang penyakit.
orang tua.
pengetahuan 2. Beri penjelasan 2. Agar
pasien/keluarga pada pasien/keluarga
bertambah. pasien/keluarga mengerti tentang
Dengan kriteria tentang penyakit, penyakit,
hasil : penyebab dan penyebab dan
 Pasien/kelua pencegahannya. pencegahannya.
rga 3. Beri kesempatan 3. Mengurangi
mengetahui keluarga/pasien kecemasan dan
tentang untuk menanyakan memotivasi dalam
penyakitnya. hal-hal yang tidak perawatan pasien.
 Pasien diketahui.
tampak 4. Lakukan evaluasi 4. Untuk mengetahui
tenang. setelah tentang informasi
memberikan yang telah
penjelasan. diberikan apakah
benar-benar sudah
dimengerti atau
tidak.
5. Libatkan orang tua 5. Memberi support
dalam perawatan dalam proses
pasien/keluarga. penyembuhan.

D. IMPLEMENTASI
Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang
diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan
rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari tindakan keperawatan
mandiri dan tindakan kolaboratif. Implementasi disesuaikan dengan
intervensi yang telah disusun (Suriadi, 2000).

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan
(Suriadi, 2000).
Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang
muncul maka hal-hal yang diharapkan pada evaluasi adalah sebagai
berikut :
1. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
2. Suhu tubuh menurun (dalam batas normal 36 – 37,5 °C)
3. Syok hipovolemik tidak terjadi
4. Perfusi jaringan perifer adekuat
5. Perdarahan tidak terjadi
6. Kebutuhan pasien akan nutrisi dapat terpenuhi
7. Nyeri berkurang atau hilang.
8. Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri
9. Kebutuhan tidur pasien terpenuhi
10. Tidak terjadi ansietas dan pengetahuan bertambah
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan. (edisi keenam). Jakarta : EGC

Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi ketiga). Jakarta :


EGC

Hidayat, A.A.A. (2008). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, dkk. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculapius

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Price, Sylvia, A. (2005). Patofisiologis Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Edisi 6. Jakarta : EGC

Soegijanto, Soegeng. (2002). Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan penatalaksanaan.


Jakarta : Salemba Medika

Suriadi & Rita, Y. (2000). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Sagung
Seto

World Health Organization. (2004). Pencegahan dan pengendalian Dengue dan


Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC
PATHWAY

Infeksi virus Reaksi anamnestik Aktivasi sistem Hipothalamus


dengue antibodi komplemen

Demam
Menghilangnya Pe↑ permeabilitas Pelepasan anafilatoksin Suhu tubuh
plasma melalui dinding pembuluh C3a dan C5a, histamin tinggi > 37 oC
endotel darah dan serotinin mengigil
pembuluh
darah

Hipovolemia Kekurangan
volume cairan Hipertermi

sistem Reaksi agregasi


retikuloendotelial Trombositopenia Kebocoran plasma
trombosit
di paru

Penumpukan
Perdarahan Aktivasi koagulasi cairan pada pleura
dalam

Hipoksia jaringan
Perdarahan : Risiko
Luka pada GI Gangguan petekie, Pendarahan
me↑ asam metabolisme melena,
lambung di hati epistaksis,
Mual muntah
anoreksia perdarahan
Hb menurun Akral dingin
gusi, ekimosis
sianosis
Hepatomegali
Ansietas
Nutrisi
Kurang dari
Kebutuhan Risiko Syok Perubahan
Penekanan Intoleransi
Tubuh Hipovolevik
Gangguan Perfusi
abdomen aktivitas
Nyeri akut Susah
pola tidur Jaringan

Anda mungkin juga menyukai