Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn “M”
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karang Taliwang, Cakranegara
Tanggal MRS : 16 Mei 2010
Tanggal Pemeriksaan : 16 Mei 2010

B. PRIMARY SURVEY
 Jalan napas (Airway) : Sumbatan jalan napas (-), secret pada mulut (-)
 Pernapasan (Breathing) : Napas spontan (+), respirasi 24x/menit
 Sirkulasi ( Circulation) : TD = 90 mmHg, Nadi 110 x/menit
 Deformitas (Deformity) : Vulnus caesum pada lengan kanan, dengan
perdarahan aktif
 Keadaan Umum : Lemah
 Kesadaran : CM
 GCS : E4M6V5

C. SECONDARY SURVEY
Keluhan Utama:
Luka robek pada lengan kanan
Riwayat Penyakit sekarang:
Pasien mengeluh terdapat luka robek pada lengan kanan setinggi siku dengan
perdarahan yang terus mengucur dari dalam luka. Luka didapatkan setengah jam
sebelum dibawa ke Unit Gawat Darurat RSU Mataram. Luka robek sepanjang lebar
lengan dengan kedalaman luka sampai terlihat bagian otot yang terputus. Pasien

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 1


mengaku tidak bisa mengangkat lengan bawah kedepan, namun masih bisa
menggerakkan jari-jari tangan. Luka disebabkan oleh irisan pisau taji (pisau kecil
untuk sabung ayam). Perdarahan yang terjadi sangat banyak sampai membasahi
semua pakain yang digunakan oleh pasien. Pasien mengeluh sangat lemas, sampai
tidak bisa bediri.
Pasien mengeluh pusing, mual muntah (-), luka di bagian tubuh lain (-), BAB (-),
Flatus (+), BAK (+) lancar melalui selang kencing, nyeri (-), darah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat perdarahan yang lama berhenti disangkal, riwayat mengalami gangguan
darah seperti leukemia disangkal pasien.

Riwayat Penyakit keluarga:


(-)

Pemeriksaan Fisik Umum


a. Kepala-leher :
Kepala : bentuk simetris, deformitas (-),
Mata : konjungtiva anemis -/-, Refleks Pupil +/+ isokor 3 mm
Leher : Hematome (-), gerakan leher Normal, nyeri saat leher digerakkan
(-).

b. Thorax-Cardiovascular :
Dinding thorax simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas normal.
Perkusi : Batas kanan : parastrenal line kanan.
Batas kiri : midclavicula line kiri, pada ICS 5.
Batas atas : parasternal line kiri, pada ICS 2.
Batas bawah : ICS 5 kiri.

Auskultasi : Cor : S1S2 regular, tunggal, murmur (-).


Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

c. Abdomen-Pelvic-Inguinal :
Inspeksi : Distensi (-).
Auskultasi : BU (+) N.

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 2


Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak
teraba, ginjal kiri dan kanan tidak teraba.
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen
Pelvic : tidak ada benjolan, nyeri tekan suprapubik (-), buli-buli
tidak teraba.
Inguinal : tidak tampak kelainan pada sisi kanan dan kiri, tidak ada
benjolan, tidak teraba massa, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (+).

d. Uro-genital :
 Hematome pada region CVA (-), Hematuria (-)
 Genital : dalam batas normal.

e. Anal-perianal :
Perdarahan (-), pembengkakan (-), deformitas (-). DRE (dalam batas
normal)
f. Ekstremitas atas-axilla :
Vulnus caesum lengan kanan bagian depan dengan ukuran 15x5 cm,
Deformitas -/-, edema -/-, akral dingin,
g. Ekstremitas bawah :
Deformitas -/-, edema -/-, akral dingin. Pergerakan aktif (+), True lenght
(tde), Apparent lenght (tde).

A. Pemeriksan Fisik lokal (Status lokalis) :

 Inspeksi: tampak luka robek (vulnus caesum) dengan ukuran 15x5 cm,
dengan kedalaman 4 cm, tampak ruptur arteri radialis, ligamentum
fleksor digitorum.
 Palpasi: krepitasi (-), nyeri tekan lokalis (+),
 Pergerakan: pronasi (-), supinasi (-) , rotasi medial (-), rotasi lateral (-)

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 3


 Status distalis
Sensibilitas rasa raba dan rasa nyeri dekstra = sinistra
Pulsasi A. radialis dekstra < sinistra,
capillary refill dekstra < sinistra
SPO2 dextra 96 : SPO2 sinistra 100

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium :
Hb : 8 g/dl
WBC :11.000 /mm3
Plt : 150.000 /mm3
HCT : 23 %

D. RESUME
Primary Survey:
Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi : normal
Deformitas pada lengan kanan region cubiti
Secondary survey:
 Anamnesis:
Laki-laki 32 tahun mengeluh luka robek pada lengan kanan depan dengan
perdarahan aktif
 Pemeriksaan fisik:
Status generalis normal, Vulnus caesum lengan kanan region cubiti ukuran 15
x 5 cm dengan kedalaman 4 cm. Terdapat rupture arteri radialis dengan
perdarahan aktif. Pergerakan pronasi (-), supinasi (-) , rotasi medial (-), rotasi
lateral (-). Gangguan vaskularisasi daerah distal luka pulsasi, kapilari refill
dan SPO2 menurun dibandingkan bagian kontralateral.

E. DIAGNOSIS

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 4


Ruptur arteri radialis
F. DIAGNOSIS BANDING: (-)
G. USULAN PEMERIKSAAN
Diagnosis: (-)
H. RENCANA TERAPI
o Resusitasi
 O2 3 L
 Infus RL tetesan cepat
 Pro transfusi
o Repair ruptur arteri brachialis
I. PROGNOSIS : Dubius ad bonam

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 5


TINJAUAN PUSTAKA

a. Latar Belakang
Pasien dengan trauma vaskular dapat kita temukan setiap hari di unit
emergensi atau trauma center di seluruh dunia. Cidera vaskular sudah dikenal sejak
zaman Romawi dan Yunani pada para prajurit perang. Amputasi merupakan tindakan
bedah yang sering dilakukan oleh para ahli bedah pada era perang dunia kedua.
DeBakey dan Semeone mencatat lebih dari 40% amputasi dilakukan pada korban
perang dunia kedua. Ruptur arteri merupakan suatu kasus kegawatdaruratan bedah
sehingga membutuhkan penanganan segera untuk menghindari terjadinya tindakan
amputasi yang biasa dilakukan pada era sebelumnya.1,2,4

b. Etiologi
Cedera vaskuler biasa disebabkan oleh luka penetrasi (luka tembak, luka
akibat pisau), namun tidak banyak luka penetrasi terjadi secara alamiah. Banyak luka
penetrasi dilaporkan terjadi akibat kecelakaan industri, atau merupakan komplikasi
iatrogenic dari prosedur vaskuler atau masalah medis lainnya2,3.
Luka yang dapat menyebabkan cidera vaskuler biasanya disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh, atau luka hantaman. Fraktur tulang panjang
atau dislokasi dari sendi meningkatkan semua resiko dari cedera vaskuler tetapi
beberapa jenis cedera (seperti posterior dislokasi sendi siku) sering menyebabkan
terjadinya cedera vaskuler dibandingkan dengan jenis cedera lain seperti fraktur
colles jarang menyebabkan cedera pada arteri radius dan ulna2,3.

c. Patofisiologi
Seperti yang ditulis dalam literature medis cidera yang mengenai baik arteri
maupun vena , memiliki perlindungan alami yang sangat terbatas terhadap adanya
tarikan dan penekanan, dimana sering terjadi cidera yang tersembunyi yang
disebabkan oleh adanya trauma. Otot polos arteri (tunika media) melindungi pasien
terhadap kedua jenis trauma dan luka kecil, dan dapat sembuh spontan pada sebagian

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 6


besar kasus. Otot polos juga melindungi dari kematian sel yang disebakan oleh
adanya perdarahan2.
Pada saat pembuluh arteri terputus, terjadi spasme vascular bersama dengan
penurunan tekanan darah secara sistemik mempromosikan terjadinya pembekuan
darah pada bagian yang mengalami cedera untuk menjaga sirkulasi ke organ vital2.

d. Gambaran Klinis
Cedera vaskular dapat diklasifikasikan menjadi hard sign dan soft sign
berdasarkan pada pemeriksaan fisik. Hard sign terdiri atas :
o
Terdapatnya perdarahan yang berpulasasi
o
Adanya thrill dengan pemeriksaan palpasi
o
Adanya bruit disekitar arteri dengan pemeriksaan auskultasi
o
Tanda iskemik pada bagian distal
o
Adanya hematom2
Tanda ini digunakan untuk idektifikasi pasien yang membutuhkan tindakan
operasi. Ditemukannya tanda seperti rasa dingin, berkurangnya pulsasi yang
menyebabkan berkurangnya tekanan darah, tetapi adanya pulsasi yang abnormal
adanya variasi yang signifikan dari kualitas pulsasi dari satu bagian dengan bagian
lain merupakan indikator yang kuat adanya cidera vaskular bagian proksimal.
Ditemukannya defisit neurologis, penurunan pengisian kapiler, dan abnomalitas
mengarah pada adanya cidera vaskular yang berat dan membutuhkan tidakan
arteriografi segera atau eksplorasi bedah dan repair.
Soft sign terdiri atas :
o
Ditemukannya tanda perdarahan atau riwayat perdarahan
o
Penurunan pulsasi dibandingkan dengan bagian kontralateral
o
Cidera pada tulang atau adanya luka penetrasi pada bagian proksimal
o
Gangguan neurologis2
e. Pemeriksaan
Anamnesis dimulai dari jenis pekerjaan, kejadian yang menyertai kelainan,
jenis trauma, adanya penyakit terdahulu. Kemudian anamnesa ditujukan pada

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 7


riwayat perjalanan penyakit sejak awal timbulnya keluhan, seperti kesemutan, kejat
otot, nyeri ringan yang tidak spesifik, ada tidaknya nyeri saat bekerja, berjalan atau
berolahraga, klaudikasio intermiten, nyeri saat beristirahat yang khusus berhubungan
dengan penyakit arteri perifer pada ekstremitas3,4.
Inspeksi terutama ditujukan pada perubahan warna kulit, perubahan tropic
pada ujung ekstremitas3.
Palpasi terutama dimaksudkan untuk memeriksa suhu kulit dan denyut nadi.
Suhu kulit yang dingin pada ujung ekstremitas harus dicurigai, baik sebagai
sumbatan akut, sub akut, maupun kronik pada arteri. Suhu kulit yang hangat disertai
perubahan warna kulit menjadi kemerahan menunjukkan adanya infeksi,
tromboplebitis dengan atau tanpa selulitis3.
Perabaan denyut nadi harus dikerjakan dengan cermat dan dinilai besar dan
kualitasnya.

Uji allen berupa palpasi pada a. radialis dan a. ulnaris adalah untuk
mengetahui adanya gangguan aliran pembuluh tersebut di tangan 3.

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 8


Auskultasi dilakukan terutama ditempat yang menonjol atau ditempayt
terabanya getaran sepanjang perjalaanan arteri yang bersangkutan, misalnya a.
karotis, a. subklavia, a. brakhialis, a. femoralis, a. poplitea. Terdengarnya bising atau
terabanya getaran merupakan tanda adanya stenosis arteri, keduanya merupakan
manifestasi turbulensi aliran darah melalui daerah yang sempit3.

f. Penatalaksanaan
Seperti pada pembedahan di organ tubuh lain, pembedahan pada pembuluh
darah pun membutuhkan persyaratan teknik asepsis dan antisepsis yang baik. Waktu
dilakukan pembedahan pembuluh darah sangat tergantung pada waktu pembedahan
untuk menghasilkan hasil yang baik. Rekonstruksi vascular yang dilakukan 3 jam
atau kurang akan mendapatkan hasil yang lebih baik2,3.
Beberapa system skoring dibuat dalam menilai kemungkinan dilakukannya
amputasi dan hasil dari pengobatan. Beberapa system scoring tersebut adalah
Mangled Extremity Syndrome Index (MESI), Mangled Extremity Severity Score
(MESS),28 Predictive Salvage Index (PSI), and Limb Salvage Index (LSI). Yang paling
banyak digunakan adalah system MEES, dengan penilaian antara lain2,5:
Mangled Extremity Severity Score (MESS)
Kelompok Keterangan Poin
Kelompok Cedera  Energi ringan (fraktur tertutup, 1

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 9


Tulang dan jaringan luka tembak diameter kecil)
lunak  Energi sedang (fraktur terbuka 2
multiple, dislokasi, luka
hancur sedang)
 Energi tinggi (luka tembak 3
jarak dekat, luka tembak
dengan kecepatan tinggi)
 Luka hancur yang besar 4
Kelompok Syok  Normotensi 0
 Transien hipotensi (TD tidak 1
stabil, tetapi berespon
terhadap pemberian cairan)
 Prolong hipotensi (sistolik < 2
90 mmHg dilapangan dan
resposif hanya pada
pemberian cairan di ruang
emergensi)
Kelompok Iskemi  Pulsasi menurun namun 1
perfusi jaringan normal
 Pulsasi menurun, parestesia, 2
penurunan waktu pengisisan
kapiler
 Dingin, paralisis, mati rasa 3
Kelompok Usia  < 30 tahun 0
 30 – 50 tahun 1

 >50 tahun 2

Jika didapatkan nilai MESS 0 – 6 maka jaringan dikatakan masih viable dan
jika didapatkan nilai MESS > 6 maka sudah terjadi iskemi dan kemungkinan
dilakukan amputasi2,5.
Teknik jahitan pembuluh darah didasarkan atas teknik kontinu yang
dukemukakan oleh Carrell (1903). Teknik merupakan cara yang mudah dan

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 10


sederhana. Dengan teknik tujuan penjahitan dinding pembuluh tercapai, yaitu
mempertemukan kedua sisi tunika intima3.
Teknik dasar jahitan pembuluh darah

A. Luka pembuluh darah ditutup dengan jahitan jelujur secara melintang.


B. Penutupan luka secara sejajar sumbu akan mengakibatkan penyempitan
C. Penjahitan jelujur secara melintang tidak menyebabkan penyempitan.
D. Teknik dasar jahitan pembuluh darah 1 dan 2 pembuluh diklem dengan
dua klem atraumatik supaya lapangan bedah bebas darah, luka difiksasi
dengan dua jahitan kendali, jahitan jelujur kontinu, pemakaian jarum
atraumatik dan benang halus monofil.
Teknik rekonstruksi pembuluh darah

A. Tempelan berasal dari dinding vena atau bahan asing dijahitkan pada
defek.
B. Interposisi defek pembukuh dengan vena atau pipa prosthesis

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 11


C. Bedah pintas untuk memintas sumbatan atau kelainan lain yang sukar
dipulihkan, pada bedah pintas dapat digunakan pembuluh vena atau
prosthesis pembuluh3.
g. Komplikasi
Trombosis akibat penyambungan pembuluh darah merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi pada cerdera pembuluh darah. Penyempitan pembuluh
darah akibat repair atau rekonstruksi, terutama setelah intervensi ortopedi dapat
menyebabkan penurunan volume dan mungkin membutuhkan repair ulang. Ligasi
pada pembuluh darah sebagai tindakan emergensi dalam menghentikan perdarahan
dapat menyebabkan iskemi, sehingga sering dilakukan amputasi dibandingkan
dengan repair pembuluh darah2,4.

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 12


PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan luka sobek pada lengan kanan
dengan perdarahan mengucur deras dari dalam luka. Pada primary survey ditemukan
gangguan pada sirkulasi dengan tekanan darah 90 mmHg dengan denyut nadi > 100x
per menit, menunjukkan adanya gangguan pada perfusi. Hal ini disebabkan oleh
kehilangan darah yang cukup banyak akibat luka sobek yang mengenai pembuluh
darah.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dari pemeriksaan inspeksi telah
dapat terlihat adanya rupture pada arteri dengan adanya perdarahan yang mengucur
deras dan berdenyut. Pada palpasi dilakkukan pada inferior luka dan dibandingkan
dengan bagian kontralateral. Didapatkan pulsasi yang lebih lemah pada bagian distal
luka dibandingkan dengan daerah kontralateral. Pengisian kapiler bagian kapiler luka
lebih lama dibandingkan dengan bagian kontralateral. SPO2 bagian distal luka lebih
rendah dibandingkan dengan bagian kontralateral. Dari hasil pemeriksaan tersebut
menunjukkan adanya gangguan vaskkuler yang berarti akibat adanya rupture pada
arteri radialis.
Penatalaksaan pasien pada pasien adalah dengan terlebih dahulu menstabilkan
kondisi pasien dengan memperbaiki A B C( airway, breathing, circulation). Setelah
didapatkan kondisi yang stabil dilakukan tindakan repair arteri radialis sesegera
mungkin untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Teknik operasi yang digunakan
adalah dengan teknik jahitan kontinu. Kemudian dilanjutkan dengan repair tendo
yang terputus.
Prognosis pada kasus ini dubia at bonam, hal ini didasarkan pada waktu
dilakukan repair arteri dibawah 3 jam yang dimana akan didapatkan hasil yang lebih
baik jika dibiarkan lebih lama. Perfusi jaringan distal masih baik meskipun
didapatkan perfusi yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah kontralateral.

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 13


KEPUSTAKAAN

1. Angate, Yaughni et. Al. (2007). Arterial trauma of the extremities. An Ivorian
surgical experience(Côted’Ivoire). Nigerian Journal Of Surgical Research. Disitasi
pada tanggal : 17 Mei 2010 dari : http://www.esprs.com/journal/301_5.PDF
2. Bjerke H. Scott. (2009). Extremity Vascular Trauma. E-medicine. Disitasi pada
tanggal : 17 Mei 2010 dari : http://emedicine.medscape.com/article/462752-
overview
3. De Jong, Wim dan Sjamsuhidajat R, (2005). Jantung, Pembuluh Darah dan limpe
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2. EGC Jakarta.
4. Jeyaretna, Deva. et. Al. (2006). A case of elbow hyperextension leading to complete
brachial artery rupture. BioMed Central. Disitasi pada tanggal : 17 Mei 2010 dari :
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1749-7922-2-6.pdf
5. Wheeless, Clifford R. (2002). Mangled Extremity Severity Score (MESS). Wheeless'
Textbook of Orthopaedics. Disitasi pada tanggal : 17 Mei 2010 dari :
http://www.wheelessonline.com/ortho/mangled_extremity_severity_score_mess

RSU Prov. NTB/FK UNRAM/SMF Bedah© 2010 14

Anda mungkin juga menyukai