Pengembangan Standar Nasional Indonesia (Sni) Pangan Fungsional Untuk Mengurangi Resiko Obesitas
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (Sni) Pangan Fungsional Untuk Mengurangi Resiko Obesitas
Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo
Abstrak
Perbaikan tingkat kesejahteraan telah mengakibatkan meningkatnya berbagai macam penyakit degeneratif, salah
satunya obesitas. Telah dipercayai bahwa pangan fungsional dapat mencegah atau menurunkan kemungkinan
terjadinya obesitas. Pangan fungsional sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia, juga mempunyai
peluang dalam perdagangan ekspor. Pengembangan pangan fungsional perlu didukung dengan jaminan kualitas,
keberterimaan dan perlindungan produk melalui penerapan standardisasi. Saat ini belum ada regulasi dan Standar
Nasional Indonesia (SNI) pangan fungsional yang dapat digunakan untuk landasan pengembangan pangan
fungsional. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) pangan fungsional
untuk membantu mengurangi resiko obesitas. Penelitian menggunakan metode Framework for Analysis,
comparison, and Testing of Standards/FACTS. Hasil penelitian ini adalah usulan parameter standar pangan
fungsional untuk membantu mencegah resiko obesitas yang meliputi 36 variabel parameter yang dirangkum dan
dikelompokkan dalam 6 faktor utama yaitu 1) Faktor Metode pembuatan pangan fungsional 2) Faktor komponen
dan manfaat pangan fungsional untuk membantu mengurangi resiko obesitas 3) Faktor bentuk dan pola makan
pangan fungsional 4) Bukti khasiat pangan fungsional 5) Faktor label dalam kemasan pangan fungsional 6) Faktor
parameter kualitas dan keamanan pangan fungsional. Variabel komposisi utama dan faktor kualitas pangan
fungsional untuk membantu mencegah resiko obesitas ditentukan berdasarkan parameter total kalori (maksimal
1200 kkal), total karbohidrat (maksimal 360 kkal), protein (minimal 480 kkal), lemak (maksimal 360 kkal) dan serat
(minimal 72 kkal).
Kata kunci: pangan fungsional, obesitas, Standar Nasional Indonesia (SNI), parameter kualitas
Abstract
Improvement in the level of well-being has resulted in an increase in various kinds of degenerative diseases, one
of which is obesity. It is believed that functional food can prevent or reduce the possibility of obesity. Functional
food is very prospective to be developed in Indonesia, also has opportunities in the export trade. Functional food
development needs to be supported by quality assurance, acceptance and protection of products through the
application of standardization. At present there is no regulation and Indonesian National Standard (SNI) for
functional food that can be used as a foundation for functional food development. The aim of this study is to develop
functional Indonesian National Standards (SNI) to help reduce the risk of obesity. This study uses the Framework
for Analysis, comparison and Testing of Standards/FACTS method. The results of this study are proposed functional
food standard parameters to help prevent the risk of obesity which includes 36 parameter variables which are
summarized and grouped into 6 main factors, namely 1) Functional Method of making food methods 2) Component
factors and functional food benefits to help reduce the risk of obesity 3) Functional form factors and dietary patterns
4) Evidence of functional food efficacy 5) Label factors in functional food packaging 6) Factors of quality parameters
and functional food safety. The main composition variables and functional food quality factors to help prevent the
risk of obesity are determined based on total calorie parameters (maximum 1200 kcal), total carbohydrates
(maximum 360 kcal), protein (minimum 480 kcal), fat (maximum 360 kcal) and fiber (minimum 72 kcal).
Keywords: functional food, obesity, Indonesian National Standard (SNI), quality parameters
lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang seperti serat pangan, inulin, Frukto Oligo Sakarida
dapat mengganggu kesehatan (Widyantari, (FOS) dan antioksidan (Marsono, 2008). Konsep
Nuryanto & Dewi, 2018). Selain melalui pangan fungsional pertama kali dikembangkan di
pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT), secara Jepang pada tahun 1984 (Verma, Patel, &
klinis penentuan obesitas dapat dilihat dari tanda- Srivastav, 2018). Beberapa pangan fungsional
tanda perubahan pada bagian tubuh seperti wajah telah terbukti meningkatkan penurunan berat
membulat, pipi tembem, dada rangkap, leher relatif badan dan mengurangi obesitas (Chibisov et al.,
lebih pendek, dinding perut yang melipat (Masita & 2019; Choudhary & Grover, 2012; Kovacs & Mela,
Amalia, 2018). Obesitas memberikan tanda akan 2006; Lieberman, 2004; Bell & Goodrick, 2002).
munculnya kelompok penyakit non infeksi dengan Skala epidemi obesitas yang semakin meningkat,
prevalensi yang semakin meningkat baik di negara menciptakan kebutuhan konsumen serta menjadi
maju maupun negara berkembang (Pramono & peluang bisnis yang sangat besar untuk
Sulchan, 2014). Obesitas merupakan faktor resiko pengembangan dan pemasaran produk makanan
terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes, fungsional dengan manfaat tambahan untuk
melitus tipe 2, hipertensi, kardiovaskuler dan mengontrol berat badan (Kovacs & Mela, 2006).
kanker (Widiantini & Tafal, 2014). Indonesia kaya akan sumber alam dengan
Angka kejadian obesitas meningkat dengan kandungan komponen bioaktif yang sangat
pesat akibat pola hidup tidak aktif. Energi dari potensial untuk dikembangkan. Jumlah penduduk
aktivitas fisik sehari-hari yang digunakan semakin yang besar, meningkatnya kesejahteraan dan
berkurang seiring globalisasi dan akibat dari semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
kemajuan teknologi. Dengan adanya fasilitas untuk hidup sehat, dapat diprediksi bahwa
seperti transportasi bermotor, elevator, lift, permintaan makanan fungsional untuk mengontrol
pendingin ruangan, dan pemanas ruangan berat badan akan meningkat di masa yang akan
sehingga energi untuk bergerak digunakan lebih datang. Hal ini memberi harapan bahwa
sedikit. Aktivitas fisik yang minimal pada waktu pengembangan makanan fungsional di Indonesia
luang seperti menonton televisi dan bermain video sangat prospektif. Pangan fungsional juga
games pada anak-anak meningkatkan angka mempunyai peluang dalam perdangan ekspor,
kejadian obesitas (Adiwinanto, 2008). Makanan antara lain ke negara Jepang, Eropa dan Amerika
juga menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas (Marsono, 2008).
(Arlinda, 2015; Masita & Amalia, 2018). Pola Peningkatan minat pangan fungsional perlu
makan yang tidak sehat dan berlebihan, didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah dan
mengakibatkan ketidakseimbangan antara asupan dukungan pemerintah dalam bentuk peraturan
kalori dari makanan dengan penggunaan kalori atau kebijakan (Winarti & Nurdjanah, 2005).
sebagai energi pada aktivitas fisik. Obesitas Dukungan pemerintah dilakukan melalui
karena faktor makanan disebabkan karena pengaturan, regulasi dan standardisasi (Larasati,
kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji 2002). Regulasi atau peraturan pangan fungsional
(junk food dan fast food), mengkonsumsi camilan diperlukan untuk menangani masalah keamanan,
yang mengandung banyak gula, suka makan batasan klaim kesehatan dan pelabelan (Milner,
tergesa-gesa dan waktu makan yang tidak tepat 2000). Salah satu bentuk kebijakan pemerintah
serta salah memilih dan mengolah makanan dapat dilakukan melalui penyusunan standar
(Masita & Amalia, 2018). pangan fungsional, sehingga jaminan kualitas
Salah satu penanggulangan obesitas dapat produk (keselamatan, keamanan dan kesehatan),
dilakukan melalui pengaturan pola makan yang keberterimaan produk, dan perlindungan produk
sehat. Di negara maju, konsumen cenderung dapat dilakukan.
mengkonsumsi suatu makanan tidak hanya Standardisasi pangan fungsional yang
menilai dari segi gizi dan lezat tidaknya suatu mencakup aspek komposisi, cara produksi, label
produk, tapi mempertimbangkan segi pengaruh dan klaim sangat dibutuhkan dan menjadi
makanan tersebut terhadap kesehatan tubuhnya tantangan serta keharusan dalam usaha
(Goldberg, 1994). Hal ini menjadikan fungsi pengembangan pangan fungsional di Indonesia
pangan menjadi semakin bervariasi, tidak hanya (Winarti & Nurdjanah, 2005). Di Indonesia saat ini
berfungsi untuk mensuplai kebutuhan gizi dan belum ada regulasi dan standar pangan fungsional
kelezatan dengan cita rasanya, juga berfungsi yang dapat digunakan untuk landasan
menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, serta pengembangan pangan fungsional.
dapat mengurangi efek negatif dari penyakit
Tujuan dari penelitian ini adalah
tertentu (Larasati, 2002).
mengembangkan Standar Nasional Indonesia
Produk makanan yang sehat sudah (SNI) pangan fungsional untuk membantu
semakin berkembang dengan menjanjikan mengurangi resiko obesitas. SNI ini diharapkan
berbagai kelebihan sebagaimana ditunjukkan baik dapat dijadikan fondasi dan pijakan untuk mengisi
pada label maupun iklanya. Produk pangan ini kekosongan kebijakan pemerintah mengenai
dikenal dengan sebutan pangan fungsional. Sifat pangan fungsional, sehingga peluang
fungsional dari pangan fungsional ditentukan oleh
komponen bioaktif yang terkandung didalamnya,
32
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Fungsional untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas
(Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo)
pengembangannya di Indonesia dapat aktivitas fisik, asupan makanan lauk hewani, lauk
dimaksimalkan. nabati dan sayur (Sriwijayanti, 2018). Pola makan
yang buruk berpengaruh signifikan terhadap
2. TINJAUAN PUSTAKA obesitas (Hambali & Karjadidjaja, 2018). Tingkat
stres dan usia juga berpengaruh terhadap
2.1 Definisi Pangan Fungsional terjadinya obesitas (Widiantini & Tafal, 2014).
Definisi pangan fungsional berbeda-beda di setiap Tingkat stres yang tinggi dan usia yang semakin
komunitas bahkan setiap negara juga lanjut berkorelasi linier secara positif terhadap
mendefinisan berbeda-beda sehingga terjadinya obesitas.
menimbulkan kebingungan di kalangan para ahli
dan non-ahli (Martirosyan & Singh, 2015). 2.3 Regulasi dan Standar Pangan
European Commision (EU) mendefinisikan Fungsional di Indonesia
pangan fungsional sebagai makanan yang Saat ini belum ada peraturan, regulasi atau
bermanfaat dan mempengaruhi satu atau lebih Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur
fungsi dalam tubuh di luar efek nutrisi yang dapat tentang pengembangan pangan fungsional di
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan Indonesia. Indonesia melalui Badan Pengawas
dan/atau pengurangan risiko penyakit yang Obat dan Makanan (BPOM), pernah mempunyai
dikonsumsi sebagai bagian dari pola makanan Peraturan Kepala BPOM Nomor HK
normal yang berbentuk bukan pil, kapsul atau 00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok
segala bentuk suplemen makanan (European Pengawasan Pangan Fungsional yang kemudian
Commision, 2010). Amerika tidak mendefinisikan dicabut dan digantikan oleh Peraturan Kepala
secara formal tentang pangan fungsional. Jepang BPOM Nomor 13 tahun 2016 tentang Pengawasan
mendefinisikan pangan fungsional sebagai produk Klaim Pada Label dan Iklan Pangan Olahan.
makanan yang diperkaya dengan konstituen Kekosongan kebijakan ini perlu dilengkapai agar
khusus yang memiliki efek fisiologis tidak menghambat pengembangan pangan
menguntungkan (Martirosyan & Singh, 2015). fungsional di Indonesia.
Pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan
yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat- 2.4 Pengembangan Standardisasi
zat gizi dasar (The International Food Information
Standardisasi adalah proses merencanakan,
Council, 1998).
merumuskan, menetapkan, menerapkan,
Definisi pangan fungsional di Indonesia memberlakukan, memelihara, dan mengawasi
pernah didefinisikan oleh Badan Pengawas Obat standar yang dilaksanakan secara tertib dan
dan Makanan (BPOM), sebagaimana tertuang bekerja sama dengan semua Pemangku
dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor HK Kepentingan. Standar adalah persyaratan teknis
00.05.52.0685, yaitu pangan olahan yang atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara
mengandung satu atau lebih komponen fungsional dan metode yang disusun berdasarkan konsensus
yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi semua pihak/ Pemerintah/ keputusan
fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan internasional yang terkait dengan memperhatikan
dan bermanfaat bagi kesehatan. Namun, syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,
peraturan BPOM Nomor HK 00.05.52.0685 ini lingkungan hidup, perkembangan ilmu
sudah dinyatakan dicabut, sehingga tidak ada pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta
definisi yang formal dan disepakati di Indonesia. perkembangan masa kini dan masa depan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
2.2 Obesitas (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2014).
Obesitas adalah penumpukan lemak yang Ketersediaan Standar Nasional Indonesia
berlebihan ataupun abnormal yang dapat (SNI) bermanfaat untuk memfasilitasi
mengganggu kesehatan (Widyantari et al., 2018). perdagangan, baik nasional maupun global.
Obesitas merupakan penyumbang utama beban Fasilitasi perdagangan mempunyai banyak
global penyakit kronis dan kecacatan yang makna, untuk produsen, SNI digunakan sebagai
disebabkan oleh ketidakseimbangan energi di benchmarking atas mutu produk yang
mana asupan energi melebihi pengeluaran energi dihasilkannya, maupun untuk memudahkan
(Choudhary & Grover, 2012). Prevalensi terjadinya keberterimaan produknya dalam transaksi
obesitas mengalami kenaikan setiap tahun yang perdagangan. Sedangkan bagi konsumen, SNI
dapat membahayakan kesehatan terutama berperan sebagai jaminan mutu produk dan
penyakit cardiovascular (Samosir, Sinaga, I P, sarana perlindungan dari produk yang sub standar
Sinaga, & Marpaung, 2018). Faktor yang (Herjanto, 2007).
mempengaruhi terjadinya obesitas adalah
33
Jurnal Standardisasi Volume 21 Nomor 1, Maret 2019: Hal 31 - 44
2.5 Metode Framework for Analysis, Tahap terakhir adalah pengujian standar yang
comparison, and Testing of Standards dilakukan untuk menentukan isi standar
(FACTS) memenuhi semua kebutuhan stakeholder.
Metode Framework for Analysis, Comparison, and Pengumpulan data sekunder mengenai
Testing of Standards/FACTS menyediakan sarana kriteria istilah, definisi dan parameter teknis
untuk menganalisis, membandingkan dan menguji pangan fungsional untuk membantu mengurangi
standar yang akan dikembangkan (Witherell, resiko obesitas yang disampaikan kepada
Rachuri, Narayanan, & Lee, 2013). Terdapat responden dilakukan melalui desk studi.
empat tahap utama dalam metode FACTS, yaitu Pengumpulan data primer untuk mendapatkan
analisis pemangku kepentingan (stakeholder), respon dari responden terhadap usulan parameter
analisis teknis, perbandingan standar dan standar dilakukan dengan alat bantu kuesioner
pengujian standar. Metode ini mengeksplorasi melalui Focus Group Discussion (FGD) dan
informasi tambahan yang diperlukan pada saat wawancara langsung kepada responden dengan
pengembangan standar, sehingga proses mengunakan alat bantu kuesioner.
penyebarluasan dan implementasinya bisa Responden dalam penelitian ini meliputi
ditingkatkan. Metode ini menjelaskan bagaimana stakeholder dari pemerintah, akademisi, praktisi,
memanfaatkan model informasi untuk mengatasi pakar, pelaku usaha, asosiasi, dan konsumen.
tantangan yang terkait dengan pengembangan Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan
dan komunikasi standar. Juli sampai dengan November tahun 2018. Anlisis
penelitian dilakukan dengan menggunakan
3. METODE PENELITIAN pendekatan penentuan skoring pada kriteria
objektif skala likert (Situmorang, Muda, Doli, &
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Fadli, 2010). Korelasi antar variabel dan faktor-
metode Framework for Analysis, comparison, and faktor utama yang paling mempengaruhi variabel
Testing of Standards/FACTS dengan dependen, dianalisis dengan menggunakan
menggunakan empat tahapan utama yaitu analisis analisis faktor. Khusus untuk istilah dan definisi
pemangku kepentingan (stakeholder), analisis obesitas serta faktor kualitasnya dilakukan dengan
teknis, perbandingan standar, dan pengujian metode expert judgement karena memperhatikan
standar. Melalui pendekatan FACTS pada saat kepakaran dan faktor homogenitas responden
menyusun standar, dapat diperoleh informasi (Abadi, 2007). Hasil dari expert judgment
tambahan yang formal dan terstruktur, sehingga dikorelasikan dalam bentuk skala likert.
standar yang akan dikembangkan dapat diterima
oleh semua pemangku kepentingan (Aristyawati et 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
al., 2016). Metode FACTS memungkinkan
memfasilitasi pengembangan standar dengan
melalui sejumlah fase yaitu konsepsi, 4.1 Analisis Stakeholder
pengembangan, penerapan dan pengujian (Sanya Standar disusun secara konsensus dan ditetapkan
& Shehab, 2015). dengan memperhatikan aspek keberterimaan
Metode FACTS memiliki 4 tahapan utama yang luas diantara para stakeholder. Maka
yaitu analisis pemangku kepentingan pengembangan standar bersifat terbuka bagi
(stakeholder), analisis teknis, perbandingan semua stakeholder, sehingga stakeholder yang
standar dan pengujian standar. Tahap pertama berkepentingan dapat berpartisipasi dalam
metode FACTS adalah analisis stakeholder yang pengembangan SNI. Stakeholder juga dapat
bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap
semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemrograman dan perumusan sampai ke tahap
pengembangan standar. Stakeholder yang telah penetapannya. Analisis stakeholder dilakukan
ditentukan menjadi Sampel untuk menentukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi semua
data kebutuhan parameter standar yang akan pemangku kepentingan yang terlibat dalam
dikembangkan dalam standar pangan fungsional pengembangan standar. Sesuai dengan Undang-
untuk membantu mencegah resiko obesitas. Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Tahap kedua adalah analisis teknis, yang Standardisasi dan Penilaian kesesuaian dan
bertujuan untuk mengubah data kebutuhan berdasarkan keanggotaan komite teknis
stakeholder menjadi nilai persyaratan teknis, perumusan SNI, stakeholder dikelompokkan
sehingga diperoleh spesifikasi persyaratan menjadi 4 jenis yaitu pemerintah, produsen
standar pangan fungsional untuk membantu (pelaku usaha atau asosiasi), konsumen dan
mencegah resiko obesitas. Tahap ketiga yaitu pakar (lembaga penelitian, akademisi dan
perbandingan standar, dilakukan perbandingan praktisi). Hal ini untuk menjaga keseimbangan
parameter teknis standar dengan standar respon serta menjaga agar tidak ada satu pihak
internasional, yaitu standar Codex Alimentarius. pun yang dapat mendominasi. Penentuan dan
Tujuan pada tahap ini adalah mengetahui kriteria stakeholder serta jumlah responden
kesenjangan dan tumpang tindih antara hasil disajikan pada Tabel 1.
analisis teknis dengan standar internasional.
34
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Fungsional untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas
(Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo)
35
Jurnal Standardisasi Volume 21 Nomor 1, Maret 2019: Hal 31 - 44
36
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Fungsional untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas
(Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo)
Analisis Skala
Analisis Faktor
Likert
Dimensi Pernyataan Referensi
Rata- Kepu- Anti Image Commu-
Rata tusan Correlation nalities
d. Klaim nilai
fungsi
4,53 setuju 0,891 0,654
(Function
Claims)
e. Klaim
kesehatan
4,53 setuju 0,884 0,563
(Specified
Health Uses)
f. Tanggal
4,73 setuju 0,930 0,636
Produksi
g. Tangagl
4,80 setuju 0,878 0,752
Kadaluarsa
h. Instruksi
4,80 setuju 0,870 0,741
penyimpanan
i. Jumlah yang
4,53 setuju 0,969 0,497
dikonsumsi
37
Jurnal Standardisasi Volume 21 Nomor 1, Maret 2019: Hal 31 - 44
definisi yang berbeda pula. Definisi pangan berkhasiat atau bermanfaat. Sedangkan isi dalam
fungsional dalam skala internasional belum diatur kemasan dan label jumlah yang dikonsumsi
di Codex Alimentarius. Definisi pangan fungsional merupakan informasi yang harus tersampaikan
menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan kepada konsumen. Sehingga ketiga variabel ini
pangan fungsional, sehingga kesepakatan definisi menjadi penting untuk disepakati lebih lanjut.
pengan fungsional menjadi prioritas pertama Analisis faktor dapat dilihat dari output
dalam penyusunan standar pangan fungsional. SPSS pada bagian Rotated Component Matrix.
Parameter kedua yang memerlukan pembahasan Berdasarkan analisis faktor diperoleh
lebih lanjut adalah definisi pangan fungsional pengelompokan paramater teknis yang akan
segar. Definisi ini berkaitan dengan skala dan dikembangkan menjadi standar, seperti disajkan
lingkup pangan fungsional, apakah pangan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
fungsional segar masuk dalam definisi pangan
fungsional atau tidak. Pada Peraturan Kepala Tabel 6 Analisa faktor bagian parameter teknis.
BPOM Nomor HK 00.05.52.0685 yang telah Rotated Component Matrixa
dicabut, dinyatakan bahwa ruang lingkup hanya Component
pangan olahan. Mengingat pangan segar 1 2
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, maka
Bahan_penyusun_produk .881
diperlukan kaji ulang dan batasan pemberlakuan
Tanggal_kadaluarsa .832
ruang lingkupnya.
Nama_produk .807
Variabel selanjutnya adalah variabel bukti
Tanggal_produksi .783
ilmiah, variabel ini berkaitan dengan bukti bahwa
Instruksi_penyimpanan .776
suatu pangan mempunyai komponen bioaktif dan
mempunyai khasiat atau manfaat, sehingga layak Klaim_gizi .738 .437
disebut pangan fungsional. Variabel ini berkaitan Klaim_fungsi .682 .434
dengan variabel kajian ilmiah, yang menilai sejauh Jumlah_yang_dikonsumsi .647
mana diperlukan pengujian sebagai bukti ilmiah Klaim_kesehatan .614 .432
dapat diterima. Isi_dalam_kemasan .490 .407
Salah satu ruang lingkup pangan fungsional Setiap kelompok dapat diketahui variabel
adalah dikonsumsi sesuai dengan pola makan yang paling dominan berpengaruh dalam
sehari-hari, sehingga variabel batasan jumlah kelompok tersebut dengan meliihat nilai Rotated
yang harus dikonsumsi menjadi tantangan dan Component Matrix. Kelompok faktor pertama yaitu
perlu kesepakatan. Konsumen harus mengetahui faktor Metode pembuatan pangan fungsional,
berapa banyak harus makan suatu pangan variabel yang paling dominan dan berpengaruh
fungsional agar pangan fungsional tersebut dalam kelompok tersebut adalah
38
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Fungsional untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas
(Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo)
Pembuatan_PF5. Hal ini berlaku juga untuk Use In Weight Control Diets. Perbandingan
variabel pada kelompok yang lain. standar ini dilakukan untuk mengetahui
kesenjangan antara usulan standar dengan
4.3 Perbandingan Standar standar internasional. Perbandingan standar
Perbandingan standar dilakukan dengan disajikan pada Tabel 5.
membandingan parameter usulan standar dengan
parameter dalam standar internasional. Standar 4.4 Pengujian Standar
internasional yang diacu dalam penelitian ini Tahap terakhir adalah pengujian standar yang
adalah standar dari Codex Alimentarius. Standar dilakukan untuk menentukan isi standar
Codex Alimentarius belum ada standar yang memenuhi semua kebutuhan stakeholder.
secara khusus mengatur tentang pangan Pengujian standar digunakan untuk menguji
fungsional, namun terdapat standar yang apakah isi standar yang diformulasikan dapat
mengatur tentang makanan untuk mengontrol diterima melalui konsensus. Pada fase ini,
berat badan, yaitu standar Codex Stan 203-1995 kerangka kerja standar yang ditetapkan akan
Standard for Formula Foods for Use in Very Low diverifikasi dan divalidasi, melalui forum Focus
Energy Diets for Weight Reduction dan Codex Group Discussion (FGD).
Stan 181-1991 Standard For Formula Foods For
Tabel 7 Perbandingan usulan standar dengan standar Codex Alimetarius
Standar Referensi
Dimensi Petanyaan
Codex Stan 203-1995 Codex Stan 181-1991
Istilah dan Definisi Pangan Fungsional Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Pangan Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Pangan fungsional segar Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Pangan fungsional olahan Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Komponent aktif alami Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Menghilangkan komponen Tidak disebutkan Tidak disebutkan
yang membahayakan
Peningkatan konsentrasi Tidak disebutkan Tidak disebutkan
komponen
Menambahkan suatu Tidak disebutkan Tidak disebutkan
komponen
Mengganti suatu komponen Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Meningkatkan biovailabilitas Tidak disebutkan Tidak disebutkan
atau stabilitas
Komponen bioaktif Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Komponen biomarker Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Mengurangi risiko penyakit Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Kajian ilmiah Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Bukti ilmiah Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Jumlah yang biasa Tidak disebutkan Tidak disebutkan
dikonsumsi
pola makan sehari-hari Tidak disebutkan Tidak disebutkan
kapsul Tidak disebutkan Tidak disebutkan
pil Tidak disebutkan Tidak disebutkan
Paramater Teknis Bagian 1 Bagian 1
Ruang Lingkup
Pangan Fungsional
Komposisi Utama dan Faktor Bagian 3 Bagian 3
Kualitas
Bahan tambahan pangan Bagian 4 Bagian 4
Kontaminan Bagian 5 Bagian 5
Higienis Bagian 6 Bagian 6
Kemasan Bagian 7 Bagian 7
Isi Dalam Kemasan Bagian 8 Bagian 8
a. Nama produk Bagian 9.1 Bagian 9.1
b. Bahan penyusun produk Bagian 9.2 Bagian 9.2
c. Klaim nilai gizi (nutrient Bagian 9.3 Bagian 9.3
claims)
d. Klaim nilai fungsi Tidak disebutkan Tidak disebutkan
(Function Claims)
e. Klaim kesehatan Tidak disebutkan Tidak disebutkan
(Specified Health Uses)
f. Tanggal Produksi Bagian 9.4 Bagian 9.4
g. Tangagl Kadaluarsa Bagian 9.4 Bagian 9.4
h. Instruksi penyimpanan Bagian 9.5 Bagian 9.5
i. Jumlah yang dikonsumsi Bagian 9.6 Tidak disebutkan
j. Ketentuan tambahan Bagian 9.7 Bagian 9.7
39
Jurnal Standardisasi Volume 21 Nomor 1, Maret 2019: Hal 31 - 44
Berdasarkan Tabel 7, pada bagian istilah codex tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi
dan definisi, semua variabel tidak ada dalam dan kepentingan Indonesia.
standar codex, namun pada bagian parameter Tahap pengujian standar dilakukan melalui
teknis, sebagian besar dapat dijadikan referensi FGD, untuk isi dalam parameter komposisi utama
untuk pengembangan pangan fungsional untuk dan faktor kualitas pangan fungsional untuk
mengurangi resiko obesitas. Parameter dalam membantu mencegah resiko obesitas dianalisis
standar codex dapat dijadikan referensi dengan expert judgment. Hasil analisis komposisi
pengembangan standar, namun nilai dan hal-hal utama dan faktor kualitas sebagai berikut:
yang terkandung serta ditetapkan dalam standar
Komposisi utama dan faktor kualitas pangan fungsional 6) Faktor parameter kualitas
diatas digunakan pada pangan fungsional dalam dan keamanan pangan fungsional. Berdasarkan
bentuk makanan ringan (snack) atau makanan analisis skala likert, semua variabel usulan
pengganti. Sedangkan pangan fungsional segar penyusun standar pangan fungsional untuk
atau pangan fungsional olahan lain yang membantu mengurangi resiko obesitas disetujui
sifatnya bukan pangan pengganti maka perlu oleh responden. Meskipun pada analisis likert
studi lebih lanjut dan pembuktian ilmiah untuk semua variabel disetujui oleh responden, namun
menentukan komposisi utama dan faktor berdasarkan analisis factor terdapat 6
kualitas. Sebagai contoh adalah bahan alam teh parameter yang perlu dikaji ulang dan disepakati
yang yang mempunyai komponen bioaktif bersama dalam penyusunan draft standar yaitu
berupa polifenol yang dapat mengurangi 1) pangan fungsional 2) pangan fungsional
aktivitas metabolisme gula sehingga bisa segar 3) bukti ilmiah 4) jumlah yang biasa
mengontrol dan menurunkan berat badan. Hal dikonsumsi 5) isi dalam kemasan dan 6) label
ini memerlukan studi lebih lanjut untuk jumlah yang dikonsumsi.
menentukan jumlah polifenol yang bermanfaat Variabel komposisi utama dan faktor
dan jumlah teh serta waktu harus dikonsumsi. kualitas pangan fungsional untuk membantu
Hal ini menjadi tantangan dalam pengembangan mencegah resiko obesitas ditentukan
standar pangan fungsional. Tantangan berdasarkan parameter total kalori (maksimal
selanjutnya adalah saat ini sudah ada SNI yang 1200 kkal), total karbohidrat (maksimal 360
mengatur tentang parameter kualitas teh yang kkal), protein (minimal 480 kkal), lemak
didalamnya juga terdapat parameter polifenol, (maksimal 360 kkal) dan serat (minimal 72 kkal).
yaitu SNI 3945:2016 (Teh hijau) dan SNI Komposisi utama dan faktor kualitas diatas
1902:2016 (Teh hitam). digunakan pada pangan fungsional dalam
bentuk makanan ringan (snack) atau makanan
5. KESIMPULAN pengganti.
Pengaturan komposisi utama dan faktor
Parameter standar pangan fungsional untuk
kualitas akan semakin kompleks dan sangat
membantu mencegah resiko obesitas terdiri 36
luas apabila standar dibuat pada setiap bahan
variabel parameter dirangkum dan
alam dan setiap khasiat tertentu. Hal ini
dikelompokkan dalam 6 faktor utama yaitu 1)
mengingat banyaknya bahan alam dalam bonus
Faktor Metode pembuatan pangan fungsional 2)
demografi Indonesia yang sangat besar,
Faktor komponen dan manfaat pangan
sehingga akan banyak sekali SNI yang perlu
fungsional untuk membantu mengurangi resiko
disusun juga dapat berpotensi membatasi
obesitas 3) Faktor bentuk dan pola makan
inovasi dan pengembanagn pangan fungsional.
pangan fungsional 4) Bukti khasiat pangan
SNI pangan fungsional tentunya akan berkaitan,
fungsional 5) Faktor label dalam kemasan
40
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Fungsional untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas
(Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo)
41
Jurnal Standardisasi Volume 21 Nomor 1, Maret 2019: Hal 31 - 44
Grace Burtis, Davis, J., & Martin, S. (1998). standardisasi produk pangan fungsional.
Applied Nutrition and Diet Therapy. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan
Toronto: W B Saunders Company. Gizi. Institut Pertanian Bogor. Retrieved
Guaadaoui, A., Benaicha, S., Elmajdoub, N., from
Bellaoui, M., & Hamal, A. (2014). What is a https://repository.ipb.ac.id/handle/123456
bioactive compound ? A combined 789/16311
definition for a preliminary consensus, 3(3), Lieberman, S. (2004). Natural Methods for
174–179. Accelerating Weight Loss: The Low
http://doi.org/10.11648/j.ijnfs.20140303.16 Glycemic Index Diet, Green Tea,
Hambali, N., & Karjadidjaja, I. (2018). Hubungan Chromium, and 5-Hydroxytryptophan.
pola makan dengan tingkat obesitas anak Alternative and Complementary Therapies,
(studi empiris pada anak umur 8-10 tahun 9(6), 307–311.
di Sekolah Dasar Bunda Hati Kudus). http://doi.org/https://doi.org/10.1089/1076
Tarumanagara Medical Journal, 1(1), 135– 28003322658575
140. Retrieved from Marsono, Y. (2008). Prospek Pengembangan
https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/art Makanan Fungsional. Jurnal Teknologi
icle/view/2531/1479 Pangan Dan Gizi, 7(1). Retrieved from
Hardinsyah, Marudut, Rimbawan, & Setiawan, http://journal.wima.ac.id/index.php/JTPG/a
B. (2018). Standar Mutu dan Kecukupan rticle/view/147
Gizi. Jakarta. Retrieved from Martirosyan, D. M., & Singh, J. (2015). A new
https://wnpg.lipi.go.id/wp- definition of functional food by FFC: what
content/uploads/2018/07/bidang1- makes a new definition unique? Functional
3juli2018/Prof-Hardin-Pokja-SMKG-ppt-3- Foods in Health and Disease, 5(6), 209–
juli-Sangat-Baru.pdf 223. Retrieved from
Herjanto, E. (2007). Analisis Perkembangan SNI https://www.functionalfoodscenter.net/files
Bidang Tekstil dan Produk Tekstil. Jurnal /105582267.pdf
Standardisasi, 9(3), 116–122. Retrieved Masita, E. D., & Amalia, R. (2018). Efektifitas
from Triple C Parenting Terhadap Persepsi
http://js.bsn.go.id/index.php/standardisasi/ Pengasuh Tentang Obesitas Dini Anak
article/view/685/442 Usia 3-5 Tahun. Journal of Health
Jatiputro, A. H., Setiyaningsih, I., & Mulyono, G. Sciencees, 11(2), 104–113. Retrieved from
S. (2015). Pemahaman Siswa SMA http://journal2.unusa.ac.id/index.php/JHS/
Tentang Arti Marka Jalan dan Peraturan article/view/102
Lalu Lintas. Eco Rekayasa, 11(1), 54–60. Meulen, B. Van Der, & Velde, M. Van Der.
Retrieved from (2014). EU Food Law Handbook
http://journals.ums.ac.id/index.php/ecorek (European Institute for Food Law).
ayasa/article/view/1478/1025 Wageningen: Wageningen Academic
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Publishers.
Republik Indonesia. KBBI Daring (2018). http://doi.org/https://doi.org/10.3920/978-
Indonesia. Retrieved from 90-8686-246-7
https://kbbi.kemdikbud.go.id/ Milner, J. A. (2000). Functional foods: the US
Kementerian Sekretariat Negara Republik perspective. The American Journal of
Indonesia. Undang-Undang Republik Clinical Nutrition, 71(6), 1654S–1659S.
Indonesia NOmor 18 Tahun 2012 (2012). http://doi.org/10.1093/ajcn/71.6.1654S
Indonesia. Octari, C., Liputo, N. I., & Edison. (2014).
Knapp, S. J. (2009). Critical Theorizing: Hubungan Status Sosial Ekonomi dan
Enhancing Theoretical Rigor in Family Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas
Research. Journal of Familiy Theory and pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas
Review, 1(3), 133–145. Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2),
http://doi.org/https://doi.org/10.1111/j.1756 131–135. Retrieved from
-2589.2009.00018.x http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/ar
ticle/view/50/45
Kovacs, E. M. R., & Mela, D. J. (2006).
Metabolically active functional food Pramono, A., & Sulchan, M. (2014). Kontribusi
ingredients for weight control. Obesity Makanan Jajan dan Aktifitas Fisik
Reviews, 7(1), 59–78. Terhadap Kejadian Obesitas Pada Remaja
http://doi.org/https://doi.org/10.1111/j.1467 di Kota Semarang. Journal of The
-789X.2006.00203.x Indonesian Nutrition Association, 37(2),
129–136. Retrieved from
Larasati, V. R. (2002). Kaijian proses
https://ejournal.persagi.org/index.php/Gizi
42
Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Fungsional untuk Membantu Mengurangi Resiko Obesitas
(Danar A. Susanto, Ajun Tri Setyoko, Singgih Harjanto dan Arief Eko Prasetiyo)
43
Jurnal Standardisasi Volume 21 Nomor 1, Maret 2019: Hal 31 - 44
44