Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL PUBLIC SPACE: THE MANAGEMENT

DIMENSION

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pilihan Perilaku Masyarakat dan Ruang
Perkotaan (TKP 513)

Dosen Pengampu:
Novia Sari Ristianti, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Muhammad Indra Nugraha Putra 21040116140067
Rezki Desrena 21040116140076
Rheza Mustafa Haqqulhuda 21040115140084

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Rheza Mustafa Haqqulhuda – 21040116140084
Public Space atau ruang publik merupakan hubungan antara bagian-bagian pada
lingkungan alami dan binaan, publik dan privat, internal dan eksternal, baik di perkotaan dan
pedesaan (Carmona, 2008). Dimana pada ruang publik tersebut, masyarakat secara umum
mendapatkan akses secara bebas. Ruang publik dibentuk sebagai ruang tempat berkumpul
bersama dari seluruh lapisan sosial sehingga bertujuan untuk menciptakan hubungan interaksi
sosial yang harmonis diantara warga masyarakat di suatu kota.
Ruang sebagai wadah harus mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi
terpenuhinya syarat interaksi, yaitu memberi peluang bagi terjadinya kontak dan komunikasi
sosial. Interaksi sosial dapat terjadi dalam bentuk aktivitas yang pasif seperti sekedar hanya
duduk santai menikmati suasana atau mengamati situasi. Aktivitas juga dapat terjadi secara
aktif yaitu dengan melakukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain yang
membicarakan suatu topik atau bahkan melakukan kegiatan bersama.
Ruang publik atau Public Space memiliki berbagai macam manfaat dan keuntungan
bagi pengguna baik dalam faktor ekonomi, kesehatan, dan lingkungan. Berdasarkan aspek
ekonomi, ruang publik berperan sebagai memberikan pengaruh yang positif pada nilai properti,
mendorong performa ekonomi regional, dan dapat menjadi peluang bisnis yang baik.
Berdasarkan aspek kesehatan, ruang publik berperan sebagai mendorong masyarakat untuk
aktif melakukan gerakan fisik yaitu dengan menyediakan ruang informal dan formal bagi
kegiatan olahraga. Berdasarkan aspek lingkungan, ruang publik berperan sebagai mendorong
terwujudnya transportasi berkelanjutan, meningkatkan kualitas udara dan menciptakan
kesempatan untuk berkembangnya keanekaragaman hayati.
Ruang publik secara fungsional dapat berupa jalan raya, sedangkan berdasarkan
kesepakatan formal dan komunikasi massa berubah menjadi ruang interaksi seperti taman,
tempat olahraga dan sebagainya. Ruang tanpa pengendalian formal dapat menimbulkan
kesepakatan informal bagi pemanfaatan ruang secara publik. Ruang publik dipandang tidak
terbentuk dari aktivitas atau proses komunikasi, namun terbentuk berdasarkan adanya
aksesibilitas. Bentuk ruang dan aksesibiltas yang terbentuk kemudian dapat mengembangkan
atau menurunkan sifat publik suatu ruang. Ruang publik terbentuk secara teknis melalui proses
perencanaan dan perancangan. Beberapa konflik yang dapat terjadi pada ruang publik, yaitu
ketersediaan ruang publik tidak berkontribusi secara maksimal. Ruang publik dibagi kedalam
beberapa jenis, yaitu (1) Ruang lahan yang berada di antara kepemilikan privat, seperti alun-
alun, jalan, taman, tempat parkir, dan sebagainya; (2) Ruang pada fasilitas-fasilitas umum
dimana masyarakat dapat mengakes secara bebas, seperti perpustakaan umum, museum,
terminal/ stasiun kendaraan umum, dan sebagainya; (3) Ruang publik dengan kepemilikan
privat, seperti fasilitas-fasilitas komersial, kampus, dan sebagainya.
Pemaknaan ruang publik sering kali menentukan kondisi ruang tersebut, karena makna
ikut berperan dalam membentuk persepsi, pengalaman, dan tindakan sosial. Banyak masalah
yang dihadapi dalam pengelolaan ruang publik saat ini bukanlah hal baru, dan seringkali
berkaitan dengan kendala yang ditimbulkan oleh kepemilikan publik atau pribadi. Contohnya
Kota New York hampir mengalami krisis keuangan pada tahun 1970-an. Dimana pendanaan
kota untuk penyediaan layanan publik dan pengelolaan ruang publik menjadi berkurang drastis.
Kota New York melimpahkan tanggung jawab dalam penyediaan dan pengelolaan ruang publik
kepada pihak swasta. Kemudian Kota New York, London telah mengatasi permasalahan di
ruang publik. Kota New York mengatur kepentingan pribadi melalui undang-undang, seperti
penggunaan peraturan zonasi untuk memberikan perintah pada penyediaan ruang publik. Di
kota-kota lain, intervensi pemerintah bertindak dalam memfasilitasi penyediaan dan
pengelolaan ruang publik.
Rezki Desrena – 21040116140076
Ruang terbuka digolongkan sebagai public good yang perlu disediakan dan dikelola
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ruang terbuka sebagai public good memungkinkan
masyarakat tanpa eksklusifitas untuk menggunakan public good tersebut tanpa terkecuali.
Umumnya, sering terjadi kegagalan pasar dalam mengakomodasi kebutuhan public good,
dalam hal ini, ruang terbuka hijau dari segi penyediaan maupun pengelolaan. Pengelolaan
ruang terbuka menjadi penting mengingat adanya kebutuhan masyarakat dan fungsinya yang
beragam. Oleh karena itu, terdapat tiga model strategi pengelolaan ruang terbuka, yang masing-
masing memiliki elemen, keunggulan, dan kelemahan implementasi. Model tersebut meliputi
model berbasis pemerintah/ state-centred model, model berbasis pasar/ market-centred model,
dan model pendekatan berbasis masyarakat/community-centred approach.
Secara umum, ketiga model tersebut berbeda menurut pihak utama sebagai coordinator,
regulator, pengelola, dan penyandang dana. Model berbasis pemerintah merupakan model
paling umum diterapkan dimana pemerintah berperan penuh sebagai pemeran utama dalam
mengelola ruang terbuka. Model kedua, model bebasis pasar merupakan model yang
melibatkan dua pihak, yaitu pihak pemerintah dan swasta yang diatur oleh kontrak dan
kesepakatan. Sedangkan, model ketiga, model pendekatan berbasis masyarakat. Sedangkan,
model ketiga, model pendekatan berbasisi masyarakat merupakan model yang melibatkan
peran masyarakat/komunitas secara terbuka (voluntary) untuk mengurangi perbedaan
kesenjangan antara pengguna dan penyedia jasa.
Model berbasis pemerintah memiliki ciri utama dalam penerapannya. Adapun, ciri utama
tersebut meliputi adanya struktur hieraki antara proses perencanaan dan teknis implementasi,
adanya batas jelas antara penyedia dan pengguna, serta pola kerja yang dilandaskan pada
komitmen pekerja/penyedia terhadap kebutuhan publik. Penerapan model berbasis pemerintah
ini memiliki beberapa tantangan. Adapun tantangan utama yang paling umum terjadi adalah
masalah komunikasi dan koordinasi. Adanya, perbedaan antara konsep regulasi ruang terbuka
dan implementasi menyebabkan adanya perbedaan dalam pengelolaan ruang terbuka di
lapangan. Selain itu, kurangnya respon pemerintah dan kerangka kerja yang jelas menyebabkan
tantangan dalam pengelolaan ruang terbuka. Namun, model berbasis pemerintah menjadi
model paling mudah diterima di kalangan masyarakat dan juga didukung oleh kesadaran penuh
pemerintah sebagai penanggung jawab utama.
Model pertama sebagai model yang paling sering diterapkan memiliki banyak
kelemahan. Salah satu kelemahan yang masih terjadi adalah kurangnya kejelasan kerja antara
sektor lain dan sektor ruang terbuka. Kelemahan instansi dalam mendefinisikan ruang terbuka
berdampak pada kinerja kerja. Adapun, empat aspek kelemahan pemerintah dalam mengelola
ruang terbuka meliputi i) kurangnya koordinasi, ii) kurangnya regulasi yang jelas, iii)
kurangnya investasi dan sumber daya, dan iv) teknis pengelolaan ruang terbuka. Secara garis
besar, hal-hal tersebut meliputi keterbaatasan anggaran, kurangnya integrase regulasi dan
implementasi, fragmented government, kurangnya sumber daya manusia, kurangnya dorongan
dan tuntutan, konflik antara desain, konsep, dan pengelolaan, ketidakserasian antara harapan
masyarakat dan standar pemerintah, dan sebagainya. Secara garis besar, tantangan atau
kelemahan tersebut dapat diatasi dengan adanya campur tangan dari pihak lain, yaitu swasta
dan komunitas.
Oleh karena itu, dibutuhkan pembagian tupoksi kerja antara instansi/lembaga pemerintah
untuk memperjelas fungsi. Adanya kejelasan fungsi tersebut mendorong adanya kesadaran
fungsi dan tanggung jawab dalam instansi sebagai pengelola. Selain itu, dibutuhkan juga
kerangka jelas mengenai kerja sama antara pemerintah dengan swasta dan komunitas jika akan
diadakan kerjasama. Hal ini membantu adanya konfirmasi hak dan wewenang dalam
koordinasi dan implementasi pengelolaan ruang terbuka.
Model berbasis pasar merupakan bentuk kerjasama dan transfer tanggung jawab
manajemen mengenai ruang terbuka antara pemerintah dan swasta. Swasta berperan secara
parsial dalam pengelolaan ruang terbuka yang disepakati melalui negosiasi, insentif, maupun
kontrak bersama pemerintah. Model berbasis pasar yang melibatkan swasta sebagai pengelola
umumnya akan menyebabkan perubahan orientasi ruang terbuka kepada profit/keuntungan.
Namun, model berbasis pasar juga dinilai memiliki keunggulan berupa adanya peningkatan
anggaran pengelolaan kebutuhan publik karena adanya campur tangan swasta, adanya
penambahan tenaga kerja pada sektor kerja, sifat yang lebih responsif, dan sistem kerja yang
jelas dan dinamis.
Model ketiga, model berbasis pendekatan masyarakat merupakan model yang paling
jarang diterapkan. Model ini melibatkan masyarakat/komunikas sebagai co-production/peran
parsial dalam pelayanan publik. Model ini dinilai baik untuk diterapkan mengingat adanya
kesadaran masyarakat/komunitas sebagai pengguna utama. Selain itu, adanya peran
masyarakat//komunitas sebagai pengelola ikut mendorong adanya pengawasan dan
pengendalian dalam pengelolaan ruang terbuka. Di lain sisi, model ini merupakan satu-satunya
model yang mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara bottom-up. Seiring
adanya penerapan model ketiga, peningkatan kualitas manajemen ruang terbuka, dan sistem
yang terintegrasi antar pemangku kepentingan dapat menjadi hasil utama.
Di lain sisi, penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka yang baik dapat dicapai dengan
adanya pemahaman mengenai ruang terbuka sebagai multifungsi dan berbagai jenis ruang
terbuka. Oleh sebab itu, adanya tipologi ruang terbuka dapat berguna sebagai instrument
pengelolaan. Hal ini berguna dalam mendefinisikan fungsi dan ketegori ruang terbuka. Selain
itu, dibutuhkan keterkaitan dan kesepakatan regulasi yang jelas dari pusat hingga daerah
sehingga pengelolaan dapat terjadi dengan baik. Dieketahui bahwa, pemerintah daerah atau
pemangku kepentingan di tingkat daerah berperan secara signifikan dalam mendorong
keberhasilan pengelolaan ruang terbuka. Adanya tantangan-tantangan regulasi dan koordinasi
dalam lingkup makro dapat diatasi di ruang lingkup yang lebih kecil mengingat menyempitnya
kurang subtansi dan koordinasi. Oleh karena itu, pemangku kepentingan di tingkat daerah perlu
diperhatikan khususnya mengenai orientasinya mengenai kepemimpinan dan pemahaman
mengenai kebutuhan ruang terbuka. Namun, hal ini hanya dapat berjalan dengan adanya
komintmen jangka panjang. Pemerintah perlu menetapkan visi ruang terbuka menjadi jangka
panjang tanpa adanya perubahan orientasi.
Umumnya, perubahan administasi dan kepentingan politik, serta perubahan ekonomi
berdampak sangat signifikan dalam keberlanjutan proyek. Hal ini sering ditemui dengan
adanya proyek penyediaan dan pengelolaan ruang terbuka yang terbengkalai akibat adanya
pergantian pemimpin politik. Selain itu, adanya perubahan ditingkat makro juga akan
berdampak pada perubahan dalam lingkup yang lebih kecil. Oleh sebab itu, pemerintah pusat
juga perlu menetapkan secara konsisten mengenai program kerja jangka panjang dan
memastikan adanya konsistensi kerja tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Muhammad Indra Nugraha Putra – 21040116140067
Pemanfaatan dan pengelolaan dalam penyediaan ruang terbuka publik salah satunya
harus mempunyai manajemen ruang terbuka publik yang baik. Terdapat kasus kurangnya
pengelolaan ruang terbuka publik yang bisa mengakibatkan perencanaan ruang publik yang
tidak sesuai kebutuhan. Pengelolaan ruang terbuka publik melibatkan berbagai pengmangku
kebijakan dan masing- masing memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam
pengelolaan ruang terbuka publik. Sebagian besar di negara- negara terkait pengelolaan ruang
terbuka yang bertanggung jawab yaitu pemerintah daerah walaupun dalam pelaksanaan
pengelolaannya terdapat berbagai kelompok yang terlibat. Sebagai contoh Curtiba dimana
yang bertanggung jawab terkait pengelolaan ruang terbuka publik adalah Dewan Properti dan
Sekretariat Lingkungan Kota ( SMMA )
SMMA bertanggung jawab sepenuhnya untuk pengelolaan ruang terbuka publik,
SMMA berperan dalam perencanaan dan pemeliharaan ruang terbuka publik, perizinan
penggunaan lahan, serta terkait dengan penebangan pohon di area ruang terbuka publik. Salah
satu cara untuk meningkatkan manajemen ruang terbuka publik seperti yang sudah dilakukan
oleh negara-negara lain yaitu dengan melibatkan pihak swasta dalam manajemen ruang terbuka
publik dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas ruang terbuka publik. Di Wellington pihak
swasta terlibat dalam manajemen ruang terbuka publik dengan cara yang lebih komperensif
dengan memiliki tanggung jawab seperti design, konsultasi, penyemprotan gulma dan
sebagainya. Pada masing- masing negara pemeliharaan ruang terbuka publik mengacu pada
setiap kebutuhan individu terhadap kebutuhan ruang, dikarenakan setiap individu mempunyai
kebutuhan yang berbeda- beda.
Pengelolaan Times Square, New York, Times Square adalah nama persimpangan jalan
utama di Manhattan, New York City, Amerika Serikat. Persimpangan ini adalah tempat
bertemunya jalan Broadway dan Seventh Avenue dan mencakup kawasan antara West 42nd
hingga West 47th Street. Pada abad- 20 pemerintah New York mengalami krisis keuangan yang
mengakibatkan pendanaan kota untuk semua layanan publik, termasuk ketentuan dan
pengelolaan ruang publik berkurang drastis, yang akan melimpahkan tanggung jawab
pengelolaan ruang publik kepada pihak swasta. Dalam penanganan masalah BID selaku yang
bertanggug jawab untuk pengelolaan ruang publik melakukan promosi dengan menawarkan
berbagai ruang untuk aktivitas yang bertujuan untuk menciptakan Times Square kembali.
Beberapa ruang yang berada di Times Square yaitu salah satunya adalah adanya ruang
untuk bersantai yang berupa tempat duduk, dimana keberadaan tempat duduk ini paling disukai
oleh pengguna Times Square. Pengguna Times Square didominasi oleh kelompok Turris yang
sedang berkunjung ke New York yang memiliki tujuan berwisata atau hanya berinteraksi
dengan kelompok lain. Di Times Square analisis tempat, aktivitas dan Signage sebagai elemen
pembentuk ruang sangat termodifikasi yang salah satunya digunakan untuk pemasaran.
Demikian pula system manajemen yang dilakukan oleh BID memperkuat karakter pada ruang
publik dengan memperbanyak elemen yang bisa memperkuat rasa komunitas yang secara aktif
dimanfaatkan oleh perusahaan besar untuk mempromosikan produknya.
Leicester Square dan Piccadilly Circus, London dimana manajemen dan pengelolaan
ruang terbuka publik mempengaruhi pengguna dalam melakukan aktivitas di ruang- ruang yang
sudah ada. Dalam pengelolaan terdapat banyak kendala seperti keamanan dan kebersihan
dimana untuk mengatasinya dengan membentuk Tim Bersih yang beroperasi untuk layanan
pembersihan sampah di jalan-jalan. Kemudian untuk mengatasi masalah keamanan dengan
cara membentuk seorang polisi yang dikelola secara permanen untuk menjaga keamanan.
Leicester Square dan Piccadilly Circus sebagaian sesuai dengan karakteristik jika dikaitkan
dengan ruang publik kontemporer, meskipun didominasi oleh penggunaan lahan komersial
area ini tidak terasa sebagai komodifikasi seperti yang diharapkan untuk ruang publik yang
menonjol.
Keberadaan ruang- ruang seperti tempat duduk dan taman yang luas memudahkan
untuk pengguna bisa beraktivitas. Pemantauan ruang publik dilakukan dengan memberikan
CCTV pada setiap titik untuk memudahkan dalam mengontrol dan memantau pada setiap
ruang- ruang . Keterlibatan dari pihak swasta yang berada pada Leicester Square dan Piccadilly
Circus, London tidak terlalu terlihat dalam pengelolaan ruang terbuka publik. Oleh karena itu
perlu adanya kerja sama dan pembagian tanggung jawab yang jelas terkait manajemen atau
pengelolaan ruang terbuka publik, sehingga apa yang direncanakan akan sesuai dengan
kebutuhan pengguna.

Anda mungkin juga menyukai