PENDAHULUAN
A. Definisi Psikologi
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang
merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan
logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa.
Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu
merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun
tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini
istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.
Beberapa ahli mempelajari jiwa atau psikis manusia dari gejala-gejala
yang diakibatkan oleh keberadaan psikis tersebut. Dimyati Mahmud
(1989) menjelaskan bahwa manusia menghayati kehidupan kejiwaan
berupa kegiatan berfikir, berfantasi, mengingat, sugestif, sedih dan
senang, berkemauan dan sebagainya
Gejala jiwa pada manusia dibedakan menjadi gejala pengenalan
(kognisi), gejala perasaan (afeksi), gejala kehendak (konasi), dan gejala
campuran (psikomotorik). Gejala pengenalan atau kognisi merupakan
suatu proses atau upaya manusia dalam mengenal berbagai macam
Psikologi Pendidikan ~ 1
stimulus atau informasi yang masuk ke dalam alat indranya, menyimpan,
menghubung-hubungkan, menganalisis, dan memecahkan suatu masalah
berdasar stimulus atau informasi tersebut. Termasuk dalam gejala
pengenalan adalah pengindraan dan persepsi, asosiasi, memori, berfikir,
inteligensi. Gejala afeksi atau perasaan adalah kemampuan untuk
merasakan suatu suatu stimulus yang kita terima, termasuk didalamnya
adalah perasaan sedih, senang, bosan, marah, benci, cinta dan lain
sebagainya. Afeksi atau perasaan manusia yang kuat sering disebut pula
dengan emosi .Gejala psikomotorik atau campuran merupan gabungan
dari gejala kognitif dan afektif, yang memunculkan suatu
gerakan/tingkah laku tertentu. Contoh bentuk gejala ini adalah belajar,
sugesti, kelelahan, kepribadian dan berbagai bentuk aktivitas yang
melibatkan gerakan motorik, misalnya membaca, berjalan-jalan, dan
makan.
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990) menyatakan
bahwa Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan
binatang baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak
dapat dilihat secara langsung. Dakir (1993) menyatakan bahwa psikologi
membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungannya. Muhibbin Syah (2001) menyimpulkan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah
laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk,
berjalan dan lain sebagainya. Tingkah laku tertutup meliputi berfikir,
berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan
lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak
maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak
disadari.
2 ~Psikologi Pendidikan
Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua
yang dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak
bangun tidur sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai
tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas. Karena
luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka dalam perkembangannya
ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang, yaitu
1. Psikologi Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku
yang terdapat pada tiap-tiap tahap perkembangan manusia
sepanjang rentang kehidupannya.
2. Psikologi Pendidikan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dalam situasi pendidikan.
3. Psikologi Sosial, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan masyarakat sekitarnya.
4. Psikologi Industri, ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul
dalam dunia industri dan organisasi.
5. Psikologi Klinis, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
sehat dan tidak sehat, normal dan tidak normal, dilihat dari aspek
psikisnya.
B. Definisi Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara
dan membentuk latihan. Dalam kamus besar Bahasa Indoneia (1991)
Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan
Poerbakawatja dan Harahap dalam Muhibbin Syah (2001)
menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sengaja dari
orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan
sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala
perbuatannya.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat penulis simpulkan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan
sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu
Psikologi Pendidikan ~ 3
maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
4 ~Psikologi Pendidikan
Buku ini akan membahas tingkah laku yang muncul dalam proses
pendidikan, yang dikelompokan dalam pokok bahasan sebagai berikut:
1. Pengantar memahami psikologi pendidikan
2. Gejala Jiwa
3. Perbedaan Individu dan Aplikasinya dalam pendidikan
3. Masalah Belajar
4. Masalah Pembelajaran
5. Pengukuran dan Penilaian
6. Diagnosis Kesulitan Belajar
E. Rangkuman
1. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia, baik sebagai individu maupun dalam berhubungan dengan
lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang
tampak maupun tidak tampak, yang disadari maupun yang tidak
disadari.
2. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dengan
sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu
maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.
3. Psikologi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari penerapan teori-teori
psikologi dalam bidang pendidikan. Dalam psikologi pendidikan
dibahas berbagai tingkah laku yang muncul dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya mengaiaran dan latihan.
4. Buku ini akan membahas berbagai tingkah laku yang muncul dalam
proses pendidikan, yang dikelompokkan dalam pokok bahasan
sebagai berikut : 1) pengantar memahami psikologi pendidikan 2)
gejala jiwa, 3). Perbedaan Individu dan Aplikasinya dalam pendidikan
4) masalah belajar dan Pembelajaran, 5). pengukuran dan penilaian,
6). Diagnosis Kesulitan Belajar,
Psikologi Pendidikan ~ 5
F. Latihan
1. Apa yang di maksud dengan Psikologi ?
2. Apa yang di maksud dengan Pendidikan ?
3. Apa yang di maksud dengan Psikologi Pendidikan ?
4. Jelaskan ruang lingkup yang dipelajari dalam Psikologi Pendidikan !
5. Jelaskan sumbangan Psikologi Pendidikan dalam pendidikan baik
yang bersifat teoritis maupun praktis.
G. Daftar Pustaka
6 ~Psikologi Pendidikan
Bab 2
BENTUK-BENTUK GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN
A. PENGANTAR
Dalam bab 1 telah dijelaskan bahwa psikologi merupakan ilmu
yang mempelajari gejala jiwa manusia. Gejala jiwa pada manusia tampak
dalam perilakunya. Ada beberapa bentuk gejala jiwa manusia yang
mendasar yang banyak muncul dalam bidang pendidikan. Diantaranya
pengindraan dan persepsi, memori, berfikir, inteligensi, emosi serta
motivasi. Bentuk-bentuk gejala jiwa tersebut sangat mendasari dan
mempengaruhi berbagai perilaku manusia, baik perilaku seorang pendidik
atau guru maupun perilaku peserta didik atau siswa. Oleh karena itu
penjelasan tentang bentuk-bentuk gejala jiwa yang cukup mendasar dan
banyak terkait dalam bidang pendidikan akan dijelaskan dalam pokok
bahasan ini.
Psikologi Pendidikan ~ 7
maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus disebut dengan persepsi. Persepsi
merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus
yang masuk dalam alat indra.
Pada hakekatnya ada banyak stimulus yang ada disekitar
manusia, namun tidak semua stimulus tersebut berhasil untuk diindra.
Suatu stimulus akan berhasil untuk diindra karena memiliki syarat-syarat
berikut :
1. Ukuran stimulus yang cukup besar untuk diindra
2. Alat indra kita yang sehat
3. Adanya perhatian manusia untuk mengamati stimulus disekitarnya.
Dalam dunia pengindraan pengamatan memegang peran yang
sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari. Pengamatan adalah usaha
untuk mengenal dunia disekitar dengan menggunakan alat indra. Dalam
kehidupan sehari-hari meskipun stimulus yang diindra atau diamati sama
namun bisa menimbulkan interpretasi hasil atau persepsi yang berbeda-
beda. Apabila dilihat dari sudut pandang pengamatan, Sumadi (1990)
menyatakan bahwa aspek pengaturan pengamatan dapat dibedakan
menjadi :
1. Pengaturan menurut sudut pandang ruang. Menurut sudut pandang
ini arah suatu ruangan akan berpengaruh pada ahasil pengamatan.
Misalnya atas-bawah, samping kanan- samping kiri, jauh-dekat.
2. Pengaturan menurut sudut pandang waktu. Menurut sudut pandang
ini kapan suatu stimulus diamati akan mempengaruhi hasil
pengamatan. Misalnya : kemarin dan hari ini. Lima menit pertama
dan 5 menit berikut, saat istirahat dan saat bekerja.
3. Pengaturan menurut sudut pandang Gestalt. Menurut sudut pandang
gestalt, manusia cenderung mengamati suatu stimulus sebagai suatu
kesatuan yang utuh dibandingkan melihat sesuatu yang detail.
Misalnya melihat suatu bangunan, dilihat sebagai suatu bangunan
rumah yang utuh yang bagus, bukan melihat sesuatu yang detail
seperti gentengnya, pintunya, ataupun dindingnya.
8 ~Psikologi Pendidikan
4. Pengaturan menurut sudut pandang arti. Dalam sudut pandang ini
stimulus yang diamati dilukiskan berdasar artinya bagi kita. Misalnya
jika dilihat dari bangunan fisik, bangunan rumah dan tempat ibadah
memiliki bangunan fisik yang sama, tetapi memiliki arti yang
berbeda.
Perbedaan hasil pengamatan atau persepsi juga dipengaruhi oleh
individu atau orang yang mengamati. Dilihat dari individu atau orang
yang mengamati, adanya perbedaan hasil pengamatan dipengaruhi oleh
:
1. Pengetahuan, pengalaman atau wawasan seseorang
2. Kebutuhan seseorang
3. Kesenangan atau hobi seseorang
4. Kebiasaan atau pola hidup sehari-hari
Psikologi Pendidikan ~ 9
Mengamati seorang anak memerlukan kehati-hatian seorang
pendidik. Dari sudut pandang mana pengamatan dilakukan akan
menentukan keadaan anak selanjutnya. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa kecenderungan untuk mengamati orang lain dari sudut pandang
negatif atau kekurangan-kekurangannya akan berdampak buruk bagi
anak. Hasil akan berbeda jika anak lebih banyak ditininjau dari sudut
pandang yang positif atau kelebihannya. Penemuan Jack Canfield (dalam
DePorter, 1990) menunjukkan bahwa orangtua atau guru yang lebih
tertarik memperhatikan kekurangan-kekurangan anak dan cenderungan
mengabaikan kelebihan atau perilaku positif anak akan mengakibatkan
anak kurang dapat mengenal, menghargai maupun mengembangkan
sikap dan perilaku yang positif, serta cenderung lebih peka dalam sikap
dan prilaku negatif.
C. MEMORI
Pengertian Memori
Aktifitas kita setiap hari senantiasa berkaitan dengan aktivitas
hari sebelumnya. Berbagai informasi yang kita terima senantiasa
bertambah setiap hari. Upaya untuk memunculkan kembali informasi
yang sudah diterima senantiasa terkait dengan kerja memori dalam otak.
Memori merupakan aktivitas yang berhubungan dengan masa lalu
(Walgito, 1997). Para ahli pada umumnya memandang memori dalam
tiga tahapan atau proses, yaitu memasukkan pesan dalam ingatan,
menyimpan pesan yang sudah masuk atau storage, dan , memunculkan
kembali informasi tersebut atau retrieval (Atkinson, dkk, 1997). Dengan
demikian memori sering didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memasukkan, menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang kita
terima. Kemampuan untuk memasukkan informasi sering disebut juga
dengan mencamkan, encoding, atau learning. Terkait dengan upaya
memunculkan kembali informasi yang sudah diterima dibedakan menjadi
recall dan recognize. Recall merupakan upaya memunculkan kembali
informasi yang sudah diterima tanpa diberikan stimulus yang membantu,
misalnya siswa mengerjakan soal-soal essay atau menjawab pertanyaan
10 ~Psikologi Pendidikan
isian. Sedangkan recognize merupakan upaya memunculkan kembali
informasi yang sudah diterima dengan bantuan informasi yang tersedia,
misalnya mengerjakan soal pilihan ganda, benar-salah maupun
menjodohkan.
Macam-macam Memori
Terkait dengan rentang waktu informasi bertahan dalam otak
kita, memori dibedakan menjadi memori jangka pendek, memori kerja,
dan memori jangka panjang.
Psikologi Pendidikan ~ 11
Memori Kerja
Memori kerja atau working memory merupakan memori yang
dapat menyimpan informasi dari beberapa menit hingga beberapa jam
dan memberi waktu yang cukup untuk secara sadar memproses,
melakukan refleksi, dan melaksanakan suatu kegiatan berfikir (Gunawan,
A. W, 2003). Informasi yang masuk dalam memori kerja juga
memungkinkan masuk ke memori jangka panjang jika informasi tersebut
bermakna dan sering diulang. Contoh memori ini adalah apabila siswa
melakukan belajar dengan cara ’kebut semalam’. Informasi yang masuk
dalam memori ini dapat bertahan cukup lama, namun karena informasi
tersebut kadang tidak berarti bagi siswa, maka cenderung hilang apabila
sudah tidak digunakan lagi.
D. BERPIKIR
Definisi
Berpikir merupakan aktivitas kognitif manusia yang cukup
kompleks. Berpikir melibatkan berbagai berbagai bentuk gejala jiwa
seperti sensasi, persepsi maupun memori. Berpikir biasanya terjadi pada
orang yang mengalami masalah atau sedang dihadapkan pada masalah.
Misalnya pada saat kehilangan uang atau mengerjakan soal-soal ujian,
aktifitas kognitif kita akan bekerja dan berusaha menemukan pemecahan
masalah untuk menemukan uang yang hilang maupun menyelesaikan
soal dengan benar. Para ahli mendefinisikan berpikir sebagai suatu
12 ~Psikologi Pendidikan
proses mental yang bertujuan memecahkan masalah. Solso (1988)
menyatakan bahwa berpikir merupakan proses yang menghasilkan
representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang
melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental
seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan
masalah. Proses berpikir menghasilkan suatu pengetahuan baru yang
merupakan transformasi informasi-informasi sebelumnya.
Menurut Mayer (dalam Solso, 1988) berpikir meliputi tiga
komponen pokok, yaitu :
1. Berpikir merupakan aktifitas kognitif.
2. Berpikir merupakan proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan di dalam sistem kognitif.
3. Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan masalah.
Psikologi Pendidikan ~ 13
yang terkait dengan perasaan, kesadaran spatial, pengenalan bentuk dan
pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Kedua belahan, baik otak kiri maupun otak kanan mengatur
aktivitas mental yang berbeda. Masing-masing memiliki peran yang
berbeda-beda dalam proses belajar. Jika guru dalam mengajar
senantiasa teratur menerangkan dari definisi hingga latihan soal,
menjelaskan dari buku tiap halaman, mengerjakan soal dari buku urut
dari soal yang mudah hingga soal yang sulit, maka guru tersebut
cenderung mengasah otak kiri anak dalam berpikir. Apabila guru
mengajak anak untuk belajar dari berbagai kasus di lapangan,
mengamati berbagai fenomena di lapangan, kemudian anak selanjutnya
diminta untuk menghubungkannya dengan berbagai teori yang ada
dibuku, maka guru tersebut juga mengasah otak kanan anak dalam
berpikir. Dalam proses kerja otak manusia, stimulasi otak bagian kiri
atau kanan saja kurang sempurna tanpa adanya rangsangan atau
dorongan dari bagian lainnya (DePorter, 1999). Dengan demikian dalam
proses pembelajaran guru dianjurkan untuk dapat menstimulasi kedua
belahan otak siswa dalam proses pembelajaran berdasar karakteristiknya
masing-masing.
Berpikir Kreatif
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan mental yang unik
pada manusia. Kreativitas sering melibatkan kemampuan berpikir. Orang
yang kreatif dalam berpikir mampu memandang sesuatu dari sudut
pandang yang baru, dan dapat menyelesaikan masalah yang berbeda
dari orang pada umumnya. Chandra (1994) mengartikan kreativitas
sebagai kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan
pengungkapan yang unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien, tepat
sasaran dan tepat guna. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Guilford
(dalam Munandar,1999) yang melihat kreativitas sebagai kemampuan
berpikir divergen untuk menjajaki berbagai macam jawaban dari suatu
persoalan. Berpikir divergen merupakan kemampuan berpikir yang
“menyebar”. Dalam berpikir divergen, orang tidak hanya dapat
14 ~Psikologi Pendidikan
memandang suatu stimulus sebagaimana apa adanya orang biasa
memandang stimulus tersebut,, tetapi ia dapat juga melihat stimulus
tersebut dari berbagai sudut pandang. Orang kreatif dapat memandang
suatu barang dapat diciptakan menjadi berbagai fungsi, misalnya pena
atau pensil dapat digunakan untuk penggaris, garuk-garuk, alat
penunjuk, mengambil barang di lubang dan fungsi lainnya yang tidak
biasa dilakukan orang. Fungsi pena tidak sebatas pad alat untuk menulis.
Orang yang kreatif dalam berpikir berbeda dengan orang yang
tidak kreatif. Berdasar berbagai definisi tentang kreativitas yang
dikemukan para ahli, Rhodes (dalam Munandar, 1999) menyebutkan 4
ciri kreativitas sebagai “Four P’s Creativity” atau empat P, yaitu :
1. Person, merupakan keunikan individu dalam pikiran dan
ungkapannya.
2. Proses, yaitu kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas dalam berpikir.
3. Press, merupakan situasi kehidupan dan lingkungan social yang
memberi kemudahan dan dorongan untuk menampilkan tindakan
kreatif.
4. Product, diartikan sebagai kemampuan dalam menghasilkan karya
yang baru dan orisinil dan bermakna bagi individu dan
lingkungannya.
E. INTELIGENSI
Pengertian Inteligensi
Pengertian inteligensi digunakan dalam pengertian yang luas dan
bervariasi. Para psikolog mendefinisikan inteligensi berdasar orientasi
teoritis yang dikembangkan, sehingga melahirkan pengertian inteligensi
yang berbeda satu sama lain (Anastasi, 1997). Secara garis besar
berbagai konsep atau definisi operasional mengenai inteligensi dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok .
Kelompok pertama memandang Inteligensi sebagai kemampuan
menyesuaikan diri (Tyler, 1956, Wechsler 1958, Sorenson, 1977). Tokoh yang
tergabung dalam kelompok ini antara lain Tyler (1956) mengkaitkan inteligensi
dengan pengetahuan penalaran, kemampuan berbuat secara efektif
Psikologi Pendidikan ~ 15
dalam menghadapi situasi baru dan kemampuan mendapatkan dan
memanfaatkan informasi secara tepat. Selanjutnya, Wechsler (1958)
memberikan pengertian inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas
kemampuan seseorang untuk bertindak dengan bertujuan, berfikir
secara rasional dan kemampuan menghadapi lingkungan secara efektif.
Sorenson (1977) menyatakan bahwa seorang yang inteligensinya tinggi
akan cepat mengerti atau memahami situasi yang dihadapi serta
memiliki kecepatan dalam berpikir. Ketiga teori tersebut menekankan
inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami dan bertindak dengan
tepat pada situasi yang dihadapi. Dengan demikian inteligensi lebih
terkait dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri pada situasi yang
dihadapi.
Kelompok kedua memandang inteligensi sebagai kemampuan
untuk belajar ( Freeman, 1971, Flynn, dalam Azwar 1996 ). Freeman
(1971) menyatakan bahwa inteligensi merupakan kemampuan untuk
belajar. Flynn (dalam Azwar, 1996) menyatakan inteligensi sebagai
kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari
pengalaman. Kedua teori tersebut menekankan inteligensi sebagai
kemampuan belajar . Semakin tinggi inteligensi seseorang semakin
mudah untuk dilatih dan belajar dari pengalaman.
Kelompok ketiga memandang inteligensi sebagai kemampuan
untuk berfikir abstrak (Mehrens, 1973., Terman dalam Crider dkk, 1983
Stoddard, dalam Azwar, 1996., ). Mehrens (1973) menyatakan inteligensi
sebagai kemampuan individu untuk berfikir abstrak. Berpikir abstrak ini
diartikan sebagai kemampuan untuk memahami simbol-simbol verbal,
numerikal dan matematika. Terman ( dalam Crider dkk., 1983)
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir
abstrak. Stoddard (dalam Azwar, 1996) menyatakan inteligensi sebagai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang memiliki
karakteristik : 1) memiliki kesulitan, 2) kompleks, 3 ) abstrak, 4)
ekonomis, 5) terarah pada tujuan dan 6) mempunyai nilai sosial, dan 7)
berasal dari sumbernya. Kesimpulan dari ketiga teori tersebut diatas
menekankan inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami dan
16 ~Psikologi Pendidikan
berfikir tentang ide-ide, simbol-simbol atau hal-hal tertentu yang bersifat
abstrak.
Meskipun ada perbedaan definisi tentang inteligensi, namun para
ahli sepakat memandang inteligensi sebagai kemampuan umum
seseorang. Dalam pandangan ini inteligensi menunjukkan secara umum
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri, belajar, atau berfikir
abstrak. Kemampuan umum tersebut sering disebut juga dengan faktor
umum (general factor). Faktor umum ini berbeda dengan kemampuan
khusus (specific factor) yang lebih melihat kemampuan manusia pada
bidang-bidang atau keahlian yang dikuasainya. Misalnya kemampuan
matematika, bahasa, mekanik, musik. Hasil tes inteligensi dapat
menunjukkan secara umum kemampuan seseorang tetapi tidak dapat
menunjukkan bidang khusus atau kemampuan khusus apa yang
cenderung dikuasai. Apabila ingin diketahui bidang apa yang cenderung
dikuasai siswa, maka hasil tes inteligensi harus dilengkapi dengan tes
kemampuan khusus atau tes bakat.
Pada akhir abad 20 muncul suatu teori yang memberi warna
baru pada penelitian inteligensi. Inteligensi tidak hanya dipandang
sebagai kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan lain yang terkait
bagi seseorang untuk memecahkan masalah. Muncullah teori-teori
emosional inteligensi, moral inteligensi, sosial inteligensi, dan spiritual
inteligensi. Teori-teori tersebut menyatakan bahwa inteligensi yang
hanya dilihat dari aspek kognitif tidak banyak memberi sumbangan pada
kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu berkembanglah beberapa
bentuk inteligensi yang tidak hanya mengungkap aspek-aspek kognitif,
tetapi juga aspek emosional, moral, sosial, dan spiritual. Pada tahun
1983, Gardner seorang ahli dari Harvard University memunculkan teori
Multiple Intelligence.
Penelitian Gardner selama lima belas tahun menunjukkan setiap
manusia memiliki berbagai cara untuk menjadi cerdas. Hal ini disebabkan
karena setiap manusia mengembangkan berbagai macam ketrampilan
penting untuk cara hidupnya. Seorang pedagang, pelaut, penari,
olahragawan, dokter, guru dan lain-lain menggunakan caranya masing-
Psikologi Pendidikan ~ 17
masing untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kemampuan
dirinya untuk menciptakan produk-produk tertentu. Semua peran yang
ada pada semua manusia diperhitungkan oleh Gardner dalam
mendefinisikan kata inteligensi. Gardner mendefinisikan inteligensi
sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menciptakan
produk yang berharga dalam lingkungan budaya dan masyarakat
(Gardner, 1993). Gardner menekankan bahwa peran yang dilakukan
pada lingkungan masyarakat dan budaya tertentu akan memberikan
pengaruh bagaimana seseorang memecahkan masalah dan menciptakan
produk terentu.
Berbagai faktor yang menggambarkan inteligensi manusia dari
berbagai lingkungan masyarakat dianalisis untuk memberi gambaran
yang lebih mendalam tentang inteligensi. Berdasar hasil analisis tersebut
Gardner menemukan ada 8 bentuk inteligensi yang menggambarkan
keanekaragaman bentuk inteligensi manusia, yaitu: 1) Inteligensi
Linguistik, 2), Inteligensi Matematik-logika, 3). Inteligensi Spasial, 4).
Inteligensi Kinestetik-Jasmani, 5). Inteligensi Musikal, 6). Inteligensi
Interpersonal, 7). Inteligensi Intrapersonal, dan 8) Inteligensi
naturalistik.
18 ~Psikologi Pendidikan
memiliki kemampuan IQ yang tinggi tidak selamanya akan berhasil dalam
hidupnya.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Harjito dkk., (1993) pada
siswa SMA yang memperoleh prestasi belajar rendah atau yang
mempunyai permasalahan kesukaran belajar di sekolah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak selamanya siswa yang memiliki prestasi
belajar rendah dan memiliki kesukaran belajar berasal dari siswa yang
memiliki inteligensi rendah. Kenyataan menunjukkan beberapa siswa
yang memiliki IQ diatas rata-rata memiliki prestasi belajar yang rendah
dan beberapa memiliki permasalahan dalam belajar
Banyak para ahli yang meneliti korelasi antara inteligensi dengan
prestasi belajar dan seberapa besar pengaruh inteligensi pada prestasi
belajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi atau
hubungan yang positif antara inteligensi dengan prestasi belajar.
Nunnaly, (dalam Azwar,1996) menyebutkan bahwa korelasi antara tes
prestasi di sekolah dengan faktor yang mendasari keberhasilan tes dalam
kemampuan umum berada di sekitar r = 0.70. Freeman (1962) meneliti
skor WISC dengan prestasi belajar anak di sekolah, mendapatkan nilai
korelasi sebesar r = 0.76. Apabila dilihat besarnya pengaruh inteligensi,
tampak bahwa inteligensi memberi sumbangan pada prestasi belajar
sekitar 50%. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa inteligensi
memberikan sumbangan pada prestasi belajar antara 16 sampai 36
persen (Wetherington), 9 persen hingga 64 persen diteliti oleh Super
(dalam Amrizal, 1988). Di Indonesia, Wulan (1986) mengkorelasikan IQ
performance dengan prestasi belajar pada murid kelas satu SD dan
mendapatkan nilai korelasi sebesar r = 0.41. Sedangkan pada IQ verbal
mendapatkan korelasi sebesar 0.161. Dengan demikian IQ performance
memberikan sumbangan pada prestasi belajar sekitar 16 % dan IQ
verbal memberikan sumbangan pada prestasi belajar kurang dari empat
persen. Amrizal (1988) menemukan angka korelasi sebesar 0.50. Dengan
demikian sekitar 25 % inteligensi mempengaruhi hasil belajar (1988).
Dari berbagai penelitian diatas dapat ditarik simpulan bahwa pada
hakekatnya inteligensi yang diukur dengan tes IQ turut mempengaruhi
Psikologi Pendidikan ~ 19
prestasi belajar. Seberapa besar pengaruh inteligensi pada keberhasilan
di sekolah, para ahli menemukan besarnya persentase yang berbeda-
beda. Dengan demikian masih banyak faktor lain yang belum terungkap
selain dengan tes IQ turut berpengaruh dalam keberhasilan seseorang di
bidang akademik.
Daniel Golemen (1991) juga menyatakan bahwa setinggi-
tingginya IQ seseorang hanya menyumbangkan kira-kira 20% terhadap
kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80 % diisi oleh faktor-faktor
lain. Stenberg (dalam Cooper dan Sawaf,1998) mengemukakan bahwa
IQ hanya berperan empat persen dari keberhasilan dunia nyata dan lebih
dari 90 % keberhasilan berhubungan dengan bentuk kecerdasan lain.
Beberapa penelitian di atas telah membuktikan bahwa inteligensi
yang diukur dengan IQ turut mempengaruhi prestasi belajar, namun
bukanlah satu-satunya prediktor yang mempengaruhi keberhasilan
prestasi belajar maupun kesuksesan hidup seseorang. Beberapa faktor
lain yang belum terungkap dari tes inteligensi yang diukur dengan IQ
memiliki peranan yang besar dalam menentukan keberhasilan dalam
bidang akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari.
20 ~Psikologi Pendidikan
1. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.
2. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam
belajar.
3. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga
agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.
Psikologi Pendidikan ~ 21
tetapi pelajaran yang dipelajari menjadi sulit, baik untuk menambah
pengetahuan diri maupun untuk mengubah sikap atau perilakunya.
Sebaliknya dengan tekanan positif atau suportif, otak akan
terlibat secara emosional dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja
maksimal. Fenomena ini dikenal dengan eustress. Pada kondisi ini otak
terlibat secara emosional, dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja secara
maksimal. Fenomena seperti ini muncul pada kondisi senang dan
semangat dalam belajar, dan kondisi demikian akan membuat seseorang
maksimal dalam belajar. Dalam kondisi senang, seseorang akan belajar
lebih lama dan lebih giat. Hasil belajar akan menjadi maksimal. Dengan
demikian suasana emosional positif perlu dibangun dalam proses
pembelajaran.
Suasana emosional juga mempengaruhi memori atau ikatan
dalam menerima dan memunculkan kembali informasi yang sudah
dipelajari. Seorang ilmuan syaraf, Dr Joseph LeDoux (dalam DePorter,
2000) menyatakan bahwa ..”Perangsangan amigdala agaknya lebih kuat
mematrikan kejadian dengan perangsangan emosional dalam memori.
Karena itulah seseorang menjadi lebih mudah mengingat, misalnya
tempat pertama kali bertemu, atau apa yang dilakukan saat mendengar
pesawat ulang alik Challenger meledak. Semakin kuat rangsangan
amigdala, semakin kuat pula pematrian.
G. RANGKUMAN
Ada beberapa bentuk gejala jiwa manusia yang banyak muncul
dalam bidang pendidikan. Diantaranya pengindraan dan persepsi,
memori, berfikir, inteligensi, emosi serta motivasi. Bentuk-bentuk gejala
jiwa tersebut sangat mendasari dan mempengaruhi berbagai perilaku
manusia, baik perilaku seorang pendidik atau guru maupun perilaku
peserta didik atau siswa
Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke
dalam alat indra manusia. Setelah stimulus masuk ke alat indra manusia,
maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus disebut dengan persepsi. Sudut pandang
22 ~Psikologi Pendidikan
pada pengamatan dan persepsi manusia baik berupa persepsi positif
maupun negatif akan mempengaruhi tindakan manusia, termasuk
perilaku guru maupun siswa.
Memori didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memasukkan, menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang
diterima. Terkait dengan rentang waktu informasi bertahan dalam otak
kita, memori dibedakan menjadi memori jangka pendek., memori kerja
dan memori jangka panjang.
Para ahli mendefinisikan berpikir sebagai suatu proses mental
yang bertujuan memecahkan masalah. Berpikir melibatkan aktifitas otak
manusia. Roger Spery menjelaskan adanya dua hemisfer otak, yaitu
hemisfer kiri dan kanan yang masing masing mempunyai struktur dan
fungsi yang berbeda. Karakteristik kerja otak kiri adalah hal-hal yang
berurutan, detail ke global, membaca berdasar pada fonetik, berupa
kata-kata, symbol, dan huruf, fokus pada internal,serta informasi
bersifat faktual. Sedangkan karakteristik berpikir otak kanan bersifat
acak, global ke detail, membaca menyeluruh, gambar dan grafik, melihat
dulu atau mengalami sesuatu, belajar spontan dan alamiah fokus pada
eksternal. Orang yang kreatif dalam berpikir manpu memandang sesuatu
dari sudut pandang yang baru, dan dapat menyelesaikan masalah yang
berbeda dari orang pada umumnya. Dalam berpikir dikenal dengan istilah
berpikir kreatif. Orang yang kreatif dalam berpikir mampu memandang
sesuatu dari sudut pandang yang baru, dan dapat menyelesaikan
masalah yang berbeda dari orang pada umumnya.
Banyak ahli yang mendefinisikan tentang inteligensi, antara lain
inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan untuk menyesuaikan diri
pada kondisi dan masalah baru, kemampuan untuk belajar, kemampuan
untuk berfikir abstrak. Meskipun ada berbagai definisi tentang inteligensi,
para ahli sepakat bahwa inteligensi diartikan sebagai kemampuan murni
manusia. Meskipun, sumbangannya tidak terlalu besar, inteligensi
bersama dengan kemampuan mental yang lain memiliki peran yang
sangat penting dalam kehidupan manusia..
Psikologi Pendidikan ~ 23
Emosi diartikan sebagai tergugahnya perasaan yang disertai
dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang,
jantung berdebar (Kartono, 1987). Motivasi diartikan sebagai suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang
memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Emosi dan
motivasi memberi warna pada perilaku manusia sehari-hari juga sangat
berpengaruh dalam keberhasilan proses belajar siswa.
H. LATIHAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Apa yang dimaksud dengan pengindraan dan persepsi ?
2. Jelaskan, mengapa ada seorang guru yang menyatakan bahwa
siswa A pandai sedang guru lain menyatakan siswa A kurang dapat
menerima pelajarannya?
3. Jelaskan perbedaan memori jangka pendek, memori kerja dan
memori jangka panjang, dengan disertai contoh!
4. Bagaimana upaya siswa agar dapat mengoptimalkan memorinya ?
5. Apa yang dimaksud dengan anak yang cerdas atau intelligent ?
6. Jelaskan hubungan inteligensi dengan keberhasilan dalam belajar !
7. Jelaskan perbedaan cara berpikir kreatif dan tidak kreatif!
8. Jelaskan perbedaan berfikir dengan menggunakan otak kiri dan otak
kanan!
9. Apakah emosi terkait dengan cara kerja otak ? jelaskan alasanya!
10. Bagaimana peran emosi dalam situasi belajar ?
DAFTAR PUSTAKA
24 ~Psikologi Pendidikan
Membaca Anak dan Prestasi Belajar Anak. Laporan Penelitian.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada
Crow L.D. and Crow, A., 1960. Readingin Educational Psychology. New
Jersey : Broaklyn College Edulittefild And & Co. Patirson
Elliot, SN., Krachwill, TR., Littlefield, J., Travers, JF., 1999. Educational
Pychology. Singapore : Mc-Graw Hill Book Co.
Psikologi Pendidikan ~ 25
Eysenck, H.J., Kamin, L., 1981. Intelligence : The Battle for The Mind .
Willemstad : Multimedia Publications Inc
Ford, M.E., Tisak, 1983. A Futher Search for Social Intelligence. Journal
of Educational Psychology, 75 : 196-206
26 ~Psikologi Pendidikan
Sukarti, Soeramto, dan Muhari, 1980. Perbedaan Hasil Tes Wais pada
Kelompok Pria dan Kelompok Wanita. Laporan Penelitian.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Psikologi Pendidikan ~ 27
Bab 3
PERBEDAAN INDIVIDUAL
28 ~Psikologi Pendidikan
Perbedaan individual berkaitan dengan “psikologi pribadi”, yang
menjelaskan perbedaan psikologis antara orang-orang serta berbagai
persamaannya. Psikologi perbedaan individual menguji dan menjelaskan
bagaimana orang-orang berbeda dalam berpikir, berperasaan, dan
bertindak. Oleh karena itu bab ini akan berusaha menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan yang ada diantara siswa
dalam satu kelas, mengapa perbedaan tersebut terjadi, serta bagaimana
aplikasinya dalam pembelajaran.
Psikologi Pendidikan ~ 29
kecerdasan, dan berbagai pola perilaku lainnya (Zimbardo & Gerig,
1999).
Menurut Zimbardo dan Gerig (1999), penyatuan antara sebuah
sperma dan sebuah sel telur hanya menghasilkan satu diantara milyaran
kemungkinan kombinasi gen. Salah satu kromosom yaitu kromosom sex
merupakan pembawa kode gen untuk perkembangan karakteristik fisik
laki-laki atau perempuan. Kita mendapatkan kromoson X dari ibu, dan
salah satu dari kromosom X atau Y dari ayah. Kombinasi XX merupakan
kode untuk perkembangan fisik perempuan, dan kombinasi XY
merupakan kode untuk perkembangan fisik laki-laki.
Meskipun rata-rata kita memiliki 50 persen gen yang sama
dengan saudara kita, kumpulan gen kita tetap khas kecuali kita adalah
kembar identik. Perbedaan gen ini merupakan satu alasan mengapa kita
berbeda dengan orang lain, baik secara fisik, psikologis, maupun
perilaku, bahkan dengan saudara kita sendiri. Selebihnya adalah
dipengaruhi oleh lingkungan, karena kita tidak pernah berada di
lingkungan yang sama persis (Zimbardo & Gerig, 1999).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan menunjuk pada segala sesuatu yang berada di luar
diri individu. Faktor ini meliputi banyak hal, mulai dari status sosial
ekonomi orangtua, pola gizi, stimulasi atau rangsangan, pola asuh orang
tua, budaya, dan lain sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa
hal yang termasuk dalam faktor lingkungan.
a. Status sosial ekonomi orangtua, meliputi tingkat pendidikan
orangtua, pekerjaan orangtua, penghasilan orangtua. Tingkat
pendidikan orangtua berbeda satu dengan lainnya. Meskipun tidak
mutlak, tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi sikap orangtua
terhadap pendidikan anak serta tingkat aspirasinya terhadap
pendidikan anak. Demikian juga dengan pekerjaan dan penghasilan
orangtua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa
implikasi pada berbedanya aspirasi orangtua terhadap pendidikan
anak, aspirasi anak terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan
30 ~Psikologi Pendidikan
pada anak, dan mungkin waktu yang disediakan untuk mendidik
anak-anaknya. Demikian juga perbedaan status ekonomi dapat
membawa implikasi salah satunya pada perbedaan pola gizi yang
diterapkan dalam keluarga. Keluarga dengan status ekonomi tinggi
memungkinkan untuk memberikan asupan makanan bergizi tinggi
pada anak-anaknya. Gizi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan fisik serta kecerdasan anak. Sebuah
penelitian pada anak adopsi di Perancis menunjukkan adanya
hubungan antara status sosial ekonomi dengan kecerdasan. Dalam
penelitian tersebut perpindahan seorang anak dari sebuah keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah ke sebuah keluarga dengan
status sosial ekonomi tinggi meningkatkan IQ anak tersebut 12-16
poin (Wahlsten, 1997).
b. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang digunakan untuk
berhubungan dengan anak-anak. Pola asuh yang diterapkan tiap
keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Berkaitan dengan pola
asuh ini terdapat tiga macam pola asuh orangtua, yaitu otoriter,
permisif, dan autoritatif. Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh
yang menekankan pada pengawasan orangtua kepada anak untuk
mendapatkan ketaatan atau kepatuhan. Orang tua bersikap tegas,
suka menghukum, dan cenderung mengekang keinginan anak. Hal
ini dapat menyebabkan anak kurang inisiatif, cenderung ragu, dan
mudah gugup. Oleh karena sering mendapat hukuman anak menjadi
tidak disiplin dan nakal. Pola asuh permisif merupakan bentuk
pengasuhan di mana orangtua memberi kebebasan sebanyak
mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut
untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orangtua.
Sementara itu pola asuh autoritatif bercirikan adanya hak dan
kewajiban orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling
melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab, dan menentukan
perilakunya sendiri agar dapat berdisiplin.
c. Budaya. Budaya merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia,
atau dapat juga didefinisikan sebagai adat istiadat. Budaya dan
Psikologi Pendidikan ~ 31
kebudayaan sebagai sebuah rangkaian tindakan dan aktifitas
manusia yang berpola dapat dilihat dalam tiga wujud. Wujud
pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Hal ini berupa ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud
kedua adalah budaya sebagai suatu aktifitas dan tindakan berpola
dari manusia dan masyarakat. Wujud kedua ini juga disebut sebagai
sistem sosial. Sistem sosial ini berhubungan dalam kurun waktu
tertentu dan membentuk suatu pola tertentu. Wujud ketiga,
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan
ini berupa benda-benda yang dapat dilihat, diraba, atau difoto.
Ketiga bentuk budaya dan kebudayaan tersebut mempengaruhi
perilaku manusia. Sebagai contoh adalah bagaimana nilai dan norma
membentuk perilaku masyarakat. Adanya nilai-nilai dalam
masyarakat memberitahu pada anggotanya tentang apa yang baik
atau penting dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai ini terjabarkan
dalam norma-norma. Norma-norma memberikan panduan bagi
anggota masyarakat bagaimana harus berperilaku. Norma menjadi
ukuran pantas-tidak pantas, salah-benar, baik-buruk bagi anggota
masyarakat. Dalam masyarakat, pelanggar norma akan mendapatkan
sanksi sosial dan psikologis. Melalui sanksi psikologis maupun sanksi
sosial ini, nilai dan norma akan mengendalikan perilaku anggota
masyarakat. Oleh karena nilai dan norma masing-masing masyarakat
berbeda, maka perilaku yang muncul dari anggota masing-masing
masyarakat berbeda satu sama lain.
d. Urutan Kelahiran. Walaupun masih terdapat kontroversi, beberapa
penelitian membuktikan karakteristik kepribadian seseorang
ditentukan salah satunya oleh urutan kelahirannya. Anak sulung
cenderung lebih teliti, mempunyai ambisi, dan agresif dibandingkan
adik-adiknya. Anak pertama cenderung mendapatkan dan
menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki prestasi
yang baik. Setiap astronot yang berangkat ke luar angkasa pada
umumnya merupakan anak sulung atau anak laki-laki pertama di
dalam keluarganya. Bahkan pemenang nobel serta para presiden
32 ~Psikologi Pendidikan
Amerika Serikat pada umumnya anak pertama. Sementara itu anak
tengah lebih mudah bergaul dan memiliki rasa setia kawan yang
tinggi. Karena kurang diperhatikan di dalam keluarga, mereka
cenderung belajar, menjalin hubungan, dan mencari dukungan dari
teman-teman seusianya. Oleh karena itu, mereka cenderung memiliki
kemampuan dalam bersosialisasi. Anak tengah sering menjadi
mediator dan pencinta damai. Anak bungsu cenderung paling kreatif
dan biasanya menarik. Oleh karena mereka sering dianggap sebagai
anak bawang, si bungsu cenderung untuk selalu ingin memperoleh
perlakuan yang sama. Anak tunggal atau si anak semata wayang
memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan anak pertama dan
sering merasa terbebani dengan harapan yang tinggi dari orangtua
mereka terhadap diri mereka. Penelitian memperlihatkan, mereka
lebih percaya diri, supel, dan memiliki imajinasi yang tinggi. Mereka
juga mengharapkan banyak dari orang lain, tidak senang dikritik,
kadang tidak fleksibel, serta perfeksionis. Karakteristik yang berbeda-
beda antara anak sulung, anak tengah, anak bungsu, maupun anak
tunggal disebabkan karena perlakuan yang berbeda-beda dari
orangtua maupun anggota keluarga lainnya berdasarkan urutan
kelahirannya.
Psikologi Pendidikan ~ 33
separo gen yang sama) dibandingkan dengan saudara adopsi
(lingkungan keluarga sama, tetapi dengan gen yang sama sekali
berbeda).
Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah lebih mirip
dibandingkan pasangan yang dipilih secara acak. Demikian juga kembar
identik lebih mirip dibandingkan kembar fraternal. Seperti halnya saudara
kandung memiliki kepribadian yang lebih mirip dibandingkan saudara
adopsi. Setiap observasi menunjukkan bahwa kepribadian dapat
diturunkan sampai pada tingkatan tertentu. Dalam hal ini dibedakan
adanya dua akibat lingkungan. Yaitu: akibat lingkungan yang sama
(saudara kandung yang dibesarkan bersama membuat mereka lebih
mirip) dan akibat tidak bersama (yang secara unik mempengaruhi
individu, membuat saudara kandung tampak berbeda). Meskipun secara
genetik identik dan memiliki lingkungan keluarga yang sama, kembar
identik yang dibesarkan bersama tidak memiliki kepribadian yang identik.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh akibat lingkungan yang tidak sama
seratus persen. Penelitian adopsi juga secara langsung mengukur
kekuatan akibat dari keluarga yang sama. Saudara adopsi hanya sama
lingkungan keluarganya saja. Tanpa diduga, beberapa penelitian pada
adopsi mengindikasikan bahwa kepribadian saudara adopsi pada masa
dewasa tidak lebih mirip dibandingkan pasangan asing yang dipilih secara
acak. Hal ini menunjukkan bahwa efek lingkungan keluarga yang sama
terhadap kepribadian pada orang dewasa adalah nol.
D. Macam-macam Perbedaan
1. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender
Salah satu topik yang banyak menarik perhatian dalam
membahas perbedaan individual adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Satu pertanyaan dasar berkaitan dengan hal tersebut
adalah: apakah perempuan menerima dukungan yang dia butuhkan,
khususnya di kelas, sesuai dengan potensinya? Atau apakah
perkembangan mereka dihambat oleh bentuk-bentuk diskriminasi yang
sempurna sehingga menjadi bagian kehidupan sehari-hari?. Sebagai
34 ~Psikologi Pendidikan
pendidik, sebagaimana orang-orang pada umumnya kita cenderung
memandang laki-laki dan perempuan secara berbeda. Kita sering melihat
jenis kelamin seseorang sebagai prediktor penting atas kemampuan dan
minat mereka dan mengasumsikan bahwa jika kita tahu seseorang
adalah laki-laki atau perempuan, kita tahu banyak tentang mereka.
Asumsi tersebut adalah salah. Pengetahuan tentang jenis kelamin
seseorang menunjukkan pada kita banyak hal tentang mereka secara
biologis, tetapi sedikit tentang hal-hal yang lain. Jenis kelamin bukanlah
prediktor yang baik untuk kemampuan-kemampuan akademik, minat,
atau karakteristik emosional.
Istilah jenis kelamin dan gender sering dipertukarkan dan
dianggap sama. Jenis kelamin menunjuk pada perbedaan biologis dari
laki-laki dan perempuan, sementara gender merupakan aspek psikososial
dari laki-laki dan perempuan. Berupa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender
termasuk dalam hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan
atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau
perempuan dalam kebudayaan yang ada. Perbedaan-perbedaan tersebut
muncul dari apa yang diajarkan. Barbara Mackoff (dalam Baron dan
Byrne, 2004) menyatakan bahwa perbedaan terbesar antara laki-laki dan
perempuan adalah cara memperlakukan mereka. Perbedaan perlakuan
ini dilakukan secara terus menerus, diturunkan secara kultural dan
terinternalisasi menjadi kepercayaan dari generasi ke generasi dan
diyakini sebagai ideologi.
Ideologi ini pada akhirnya mempengaruhi bagaimana anggota
masyarakat laki-laki dan perempuan harus bertingkah laku. Bem (dalam
Baron dan Byrne, 2004) mengembangkan inventori untuk mengukur
perbedaan individual dalam hubungannya dengan peran jenis kelamin.
Dalam penelitiannya setiap responden menilai karakteristik mana yang
dapat diaplikasikan pada laki-laki dan mana yang dapat diaplikasikan
pada perempuan. Diantara karakteristik tersebut tampak dalam deskripsi
berikut:
Psikologi Pendidikan ~ 35
Karakteristik stereotip laki-laki Karakteristik stereotip perempuan
Sensitive terhadap
Mudah mengambil
Analistis Penuh belas kasih Pemalu
keputusan
Tidak menggunakan
Asertif Maskulin Berbicara lembut
kata-kata kasar
Mampu memenuhi
Kompetitif Feminin Lembut
kebutuhan sendiri
Mempertahankan
Kepribadian yang kuat Ingin disanjung Penuh pengertian
keyakinannya
Bersedia mengambil
Memaksa Lemah lembut Hangat
sikap
Bersedia mengambil
Dominan Lugu Penurut
resiko
36 ~Psikologi Pendidikan
menemukan jati diri mereka, dan mengganggu persiapan mereka untuk
masa depan.
Hubungan antara gender dengan prestasi di kelas banyak
menarik minat para peneliti. Pola-pola interaksi antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa, isi kurikulum, serta ujian ditengarai banyak
menunjukkan bias gender. Menurut Gallagher (2001), meskipun laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan dalam perkembangan fisik,
emosional, dan intelektual, namun sebenarnya tidak ada bukti yang
berhubungan dengan hal tersebut. Prestasi akademik tidak dapat
dijelaskan melalui perbedaan biologis. Faktor sosial dan kultural
merupakan alasan utama yang menyebabkan terdapat perbedaan gender
dalam prestasi akademik. Faktor-faktor tersebut meliputi familiaritas
siswa dengan mata pelajaran, perubahan aspirasi pekerjaan, persepsi
terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap tipikal gender tertentu,
gaya penampilan laki-laki dan perempuan, serta harapan guru.
Perbedaan gender dalam beberapa aspek yang terkait dengan
kemampuan akademik dan sekolah terlihat dalam tabel berikut.
Psikologi Pendidikan ~ 37
Motivasi berprestasi Perbedaan nampaknya berhubungan dengan tugas dan
situasi. Laki-laki tampak lebih baik dalam melakukan
tugas-tugas stereotip “maskulin” (matematika, sains), dan
perempuan dalam tugas-tugas “feminine” (seni, musik).
Dalam kompetisi langsung antara laki-laki dan perempuan
ketika memasuki usia remaja, prestasi perempuan tampak
turun.
Agresi Laki-laki nampaknya memiliki pembawaan lebih agresif
dibandingkan perempuan.
Tabel perbedaan gender yang terlihat
(sumber: Elliott, 1999)
38 ~Psikologi Pendidikan
Guru melaporkan pada peneliti bahwa mereka memiliki harapan yang
sama untuk anak laki-laki dan perempuan; namun ketika guru tersebut
diobservasi pada saat mengajar, mereka bertanya 80% lebih banyak
pada siswa laki-laki dibandingkan pada siswa perempuan. Penelitian
Crowley, dkk (dalam Baron dan Byrne, 2004) menemukan bahwa
orangtua tiga kali lebih lama bercakap-cakap dengan anak laki-lakinya
seputar ilmu pengetahuan atau sains, dibandingkan dengan anak
perempuan. Sementara itu untuk topik di luar sains, lamanya percakapan
baik pada anak laki-laki maupun perempuan relatif sama. Perbedaan ini
terlihat baik pada ayah atau ibu, dan terjadi pada semua anak berapapun
usianya. Tampaknya ilmu pengetahuan dianggap lebih pantas untuk anak
laki-laki daripada anak perempuan. Temuan tersebut menjelaskan bahwa
setidaknya ada satu alasan munculnya perbedaan jenis kelamin dalam
minat terhadap ilmu pengetahuan pada tahun-tahun selanjutnya.
Sadkers (dalam Elliot, 1999) dalam sebuah penelitiannya
melaporkan bahwa siswa laki-laki lebih mendominasi dalam diskusi. Laki-
laki berbicara 8 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Krupnick (1985) yang menemukan siswa
laki-laki lebih aktif berpendapat di dalam kelas dibandingkan perempuan.
Nampaknya hal tersebut tidak terlepas dari perbedaan perlakuan guru.
Sadkers (dalam Elliott, 1999) menemukan bahwa pada saat siswa laki-
laki berkomentar dalam diskusi, meskipun komentar tersebut tidak
relevan guru selalu merespon mereka dengan baik. Di sisi lain, pada saat
siswa perempuan berkomentar, guru sering mengingatkannya akan
aturan-aturan dalam berbicara. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa
harga diri siswa perempuan lebih rendah pada sekolah koedukasi dari
pada sekolah satu jenis kelamin (Krupnick, 1985). Siswa perempuan
memiliki kepercayaan yang lebih rendah pada pendapatnya sendiri
dibandingkan laki-laki. Perempuan juga memiliki kekhawatiran yang lebih
tinggi untuk melakukan kesalahan.
Perbedaan gender juga nampak dalam interaksi guru-siswa.
Sadkers (dalam Elliott, 1999) menemukan bahwa siswa laki-laki
menerima lebih banyak komentar, khususnya lebih banyak pujian, kritik,
Psikologi Pendidikan ~ 39
dan remediasi. Guru bertanya lebih banyak kepada anak laki-laki
dibandingkan pada anak perempuan, serta menunggu lebih lama untuk
menjawabnya. Mereka selalu memberi semangat kepada anak laki-laki
untuk berusaha lebih keras, selalu mengingatkan bahwa mereka bisa.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Eccles pada tahun 1993 (dalam
Santrock, 1997) juga menunjukkan bahwa siswa laki-laki diberikan lebih
banyak remedi, kecaman maupun pujian dibandingkan siswa perempuan.
Myra dan Davis Sadker (dalam Santrock, 1997) yang meneliti diskriminasi
gender di sekolah selama dua dekade percaya bahwa banyak pendidik
yang tidak sadar bahwa pembentukan peran gender secara halus muncul
dalam lingkungan sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa perbedaan
kemampuan dan karakteristik yang ada diantara siswa laki-laki dan
perempuan lebih disebabkan oleh perlakuan dari lingkungannya, dalam
hal ini orangtua maupun guru di sekolah. Oleh karena itu guru
seharusnya memberikan kesempatan yang sama kepada siswa laki-laki
dan perempuan dalam berbagai aktifitas pembelajaran. Siswa perempuan
perlu didukung dan didorong untuk lebih aktif dalam pelajaran-pelajaran
yang selama ini dianggap sebagai pelajaran laki-laki, seperti pelajaran
matematika dan sains. Jika selama ini siswa perempuan terlihat kurang
aktif dalam diskusi di kelas, maka guru juga perlu untuk memberi
dukungan yang memadai agar mereka memiliki kepercayaan diri untuk
menyampaikan pendapat. Dengan demikian pada akhirnya tidak ada lagi
perbedaan perlakuan yang disebabkan karena jenis kelamin yang dimiliki
siswa. Selanjutnya siswa akan belajar dan berprestasi sesuai dengan
potensi masing-masing, terlepas dari ia dilahirkan sebagai perempuan
atau laki-laki.
2. Perbedaan kemampuan
Kemampuan sering diartikan secara sederhana sebagai
kecerdasan. Para peneliti tentang perbedaan individual dalam belajar
mengasumsikan bahwa kecerdasan adalah kemampuan dalam belajar.
Kemampuan umum didefinisikan sebagai prestasi komparatif individu
40 ~Psikologi Pendidikan
dalam berbagai tugas, termasuk memecahkan masalah dengan waktu
yang terbatas. Lebih jauh dari itu kemampuan juga meliputi kapasitas
individu untuk memahami tugas, dan untuk menemukan strategi
pemecahan masalah yang cocok, serta prestasi individu dalam sebagian
besar tugas-tugas belajar.
Perbedaan kecerdasan dapat dipahami dari perbedaan skor IQ
yang dihasilkan dari hasil tes kecerdasan. Pengukuran kecerdasan
manusia mengikuti suatu distribusi normal. Skor tes kecerdasan bergerak
dari mendekati 0 sampai 200, dengan rata-rata 100. Tabel berikut
menunjukkan distribusi IQ yang dikembangkan oleh Wechsler:
IQ Deskripsi
Di atas 130 Very superior
120-129 Superior
110-119 Bright normal
90-109 Average
80-89 Dull normal
70-79 Borderline
Di bawah 70 Defective
Gifted
Seseorang yang memiliki skor tes kecerdasan di atas 130 biasa
disebut gifted. Sebuah penelitian penting tentang anak-anak gifted telah
dilakukan dengan menggunakan tes Stanford Binet. Terman dan kawan-
kawan melakukan tes kecerdasan terhadap ribuan anak, kemudian
melakukan penelitian lanjutan terhadap mereka yang memiliki IQ di atas
140. Kelompok ini adalah 1% paling atas dari populasi, terdiri dari lebih
dari 1500 anak. Terman mengikuti perkembangan sebagian besar dari
mereka sejak tahun 1921 sampai dia meninggal pada tahun 1956.
Penelitian tersebut menemukan fakta tentang lingkungan rumah
mereka. Sepertiga dari mereka merupakan anak-anak para professional,
setengah dari mereka merupakan anak-anak para pengusaha. Hanya 7
persen datang dari “kelas pekerja/buruh”. Hal tersebut mengindikasikan
Psikologi Pendidikan ~ 41
bahwa anak-anak gifted lebih banyak datang dari kelas sosial ekonomi
yang tinggi. Penemuan lain dari Terman adalah bahwa anak-anak gifted
menunjukkan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya. Sebagian besar
dari mereka lebih sukses dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata. Di sisi lain, beberapa anak dari kelompok gifted
tersebut terlibat dalam perkara kriminal, drop out dari sekolah lebih dini,
atau gagal dalam beberapa pekerjaan. Mereka kurang sukses karena
secara emosional kurang matang atau kurang motivasi dibandingkan
yang lain. Namun demikian secara keseluruhan fakta yang
ada dalam penelitian pada anak-anak gifted memberikan kontribusi
tentang prestasi intelektual. Selama tahun-tahun awal, anak-anak gifted
dalam penelitian Terman menunjukkan perkembangan fisik, berat dan
tinggi badan di atas rata-rata, serta penyesuaian yang lebih baik. Pada
umumnya ada pandangan bahwa anak yang sangat gifted memiliki
kemungkinan untuk mundur secara sosial serta sulit menyesuaikan diri.
Penelitian Terman secara jelas mematahkan pandangan tersebut.
Menurut Renzulli (dalam Munandar, 1999) anak gifted memiliki 3
ciri pokok, yaitu: 1) kemampuan umum di atas rata-rata, 2) kreatifitas di
atas rata-rata, 3) komitmen terhadap tugas yang cukup tinggi.
Sementara itu Silverman (2006) mendeskripsikan karakteristik anak
gifted sebagai berikut:
Memiliki penjelasan yang bagus Memiliki ingatan jangka panjang yang
Pengamat yang hebat sangat bagus
Memiliki pendengaran yang tajam Penguasaan kosa kata yang luas
Memiliki banyak ide-ide yang Pemahaman bacaan yang bagus
menarik Pemikiran matematis yang bagus
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi Kemampuan verbal tingkat tinggi
Perseptif dan insightfull dalam diskusi
Memiliki rasa humor yang tinggi Lancar menggunakan computer
Mungkin memiliki kemampuan Memahami konsep-konsep abstrak
bagus dalam seni, sains, geometri, Dapat melakukan pekerjaan yang
mekanik, teknologi, atau musik. menantang secara lebih bagus
Sangat kreatif dan imajinatif
42 ~Psikologi Pendidikan
Anak-anak gifted memiliki kemungkinan untuk mengalami
kesulitan serius di sekolah. Mereka mungkin sangat bosan dengan teman
sebayanya dan pengetahuannya mungkin melebihi apa yang disampaikan
oleh guru. Guru mungkin melihatnya sebagai tidak sopan atau cari
perhatian. Dia menjadi bermasalah berada di kelas yang dirancang untuk
anak “rata-rata”. Selain itu juga terdapat anak gifted yang mengalami
kesulitan belajar. Perkiraan jumlah anak-anak gifted yang mengalami
kesulitan belajar adalah 5-10 % dari populasi anak gifted (Dix dan
Schaeffer, 1996). Mereka ini adalah anak yang ditengarai sebagai siswa
cerdas namun mengalami masalah dalam proses belajar. Mereka mengira
belajar adalah sesuatu yang mudah dan tidak dipersiapkan atas kesulitan
pada bidang-bidang yang menjadi ketidakmampuan mereka. Hal ini
menjadikan mereka frustrasi, mudah tersinggung, takut, kadang-kadang
menjadi menarik diri. Oleh karena frustrasi, ia juga sering menjadi
agresif, tidak perhatian, dan kadang-kadang meninggalkan tugas (Baum
dan Owen, 1988). Adapun gejala-gejala yang dapat dikenali dari anak
gifted yang mengalami kesulitan belajar diantaranya adalah:
Psikologi Pendidikan ~ 43
14. Lemah dalam beberapa mata pelajaran, tetapi bagus dalam
mata pelajaran yang lain (misalnya lemah dalam aritmatika,
biologi, bahasa asing, namun bagus dalam geometri, fisika,
bahasa Indonesia)
44 ~Psikologi Pendidikan
retardasi menjadi mild, moderate, severe, dan profound, dengan
karakteristik sebagai berikut.
Mild Retardation (IQ 50-70). Sering tidak dilihat sebagai retarded
oleh orang yang melihat sambil lalu. Dapat belajar keterampilan-
keterampilan praktis, membaca, atau menghitung sampai level kelas 6.
Namun demikian tidak dapat dididik di sekolah biasa, tetapi harus di
sekolah luar biasa. Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan
pekerjaan untuk pemeliharaan diri tetapi lebih lambat seperti berjalan,
makan, dan berbicara. Dapat dibimbing untuk penyesuaian social.
Mereka juga membutuhkan dukungan dan bimbingan berkala pada saat
ada tekanan ekonomi atau sosial yang tidak biasa.
Moderate (IQ 36-50). Tampak lambat dalam gerak, khususnya
berbicara; mampu dilatih mengerjakan tugas-tugas sederhana untuk
menolong diri, misalnya makan, mandi, dan berpakaian sendiri. Dapat
belajar berkomunikasi secara sederhana, dapat dilatih keterampilan-
keterampilan tangan sederhana, mampu berjalan sendiri di tempat-
tempat yang dikenal, biasanya tidak mampu merawat diri.
Severe retardation (IQ 20-36). Memiliki ciri lambat dalam
perkembangan motorik; sedikit atau tanpa kemampuan berkomunikasi;
mungkin dapat dilatih untuk keterampilan dasar menolong diri, seperti
makan sendiri; dapat mengikuti aktifitas-aktifitas sehari-hari yang
sifatnya rutin dan berulang; membutuhkan petunjuk dan pengawasan
dalam sebuah lingkungan yang terlindung.
Profound retardation (IQ di bawah 20). Merupakan retardasi
yang paling bawah. Memiliki kapasitas minimal dalam fungsi-fungsi
sensori motor; lambat dalam semua aspek perkembangan; menunjukkan
emosi dasar; mungkin mampu dilatih menggunakan tangan, kaki, dan
rahang; membutuhkan pengawasan yang ketat; membutuhkan
perawatan; bicara primitive; tidak mampu merawat diri.
Retardasi mental memiliki beberapa kasus. Beberapa di antara
kasus retardasi mental terjadi secara genetik, seperti Mongolisme atau
down syndrome, yang disebabkan adanya kelebihan kromosom.
Beberapa diantaranya disebabkan oleh masalah fisiologis, seperti
Psikologi Pendidikan ~ 45
kretinisme, yang disebabkan oleh kekurangan thyroid. Sebagian lagi
disebabkan faktor fisik seperti kekurangan oksigen sebelum lahir. Banyak
diantaranya merupakan kombinasi faktor herediter dengan lingkungan;
orangtua yang retarded dan lingkungan yang tidak memberikan stimulasi
yang memadai.
Anak terbelakang memerlukan pendidikan khusus yang sesuai
dengan derajat keterbelakangannya, misalnya pendidikan luar biasa bagi
anak tergolong mild retardation dan moderate. Sementara itu retardasi
mental tingkat perbatasan (subnormal/IQ 70-85) masih dapat mengikuti
sekolah dasar biasa, sedangkan severe retardation dan profound
retardation tidak dapat mengikuti pendidikan luar biasa; yang diperlukan
bagi mereka hanya latihan untuk dapat merawat diri sendiri dan
mempunyai kemampuan bergaul dengan anak lain, pelajaran membaca
dan berhitung boleh dihilangkan. Tujuan dari Sekolah Luar Biasa tidak
berbeda dengan tujuan sekolah untuk anak normal, yakni melatih belajar
membaca dan berhitung disertai dengan mengembangkan keterampilan
hubungan sosial anak, keterampilan tangan sesuai dengan bakat anak
dan latihan tanggung jawab dalam masyarakat.
3. Perbedaan Kepribadian
Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas,
yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan
(Atkinson, dkk, 1996). Definisi tersebut menyiratkan adanya konsistensi
perilaku, bahwa orang cenderung untuk bertindak atau berpikir dengan
cara tertentu dalam berbagai situasi. Kepribadian juga menyiratkan
adanya karakteristik yang membedakan satu individu dengan individu
yang lain. Dalam buku ini akan dilihat 2 model dalam meninjau
perbedaan kepribadian, yaitu model big five dan model Brigg-Myers
(MBTI)
46 ~Psikologi Pendidikan
(1993), yaitu suatu model kepribadian lima dimensi yang disebut dengan
“big five”:
a. Extroversion. Orang tipe ini menikmati keberadaannya bersama
orang lain, penuh energi, serta mengalami emosi positif. Mereka
cenderung antusias, dalam kelompok mereka suka berbicara,
menegaskan diri mereka sendiri, dan menunjukkan perhatian pada
diri sendiri. Sebaliknya orang introvert cenderung kurang gembira,
kurang energi dan aktifitas rendah. Mereka cenderung tenang dan
menarik diri dari dunia sosial. Kurang terlibatnya mereka dalam dunia
sosial tidak berarti mereka malu atau depresi; orang introvert butuh
stimulasi yang rendah dan memilih sendirian. Secara biologis,
ekstroversi berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap
mesolimbic dopamine system yang berpotensi memperkuat stimuli.
Hal ini dapat menjelaskan tingginya perasaan positif yang ditemukan
pada orang ekstovert, sehingga mereka akan lebih merasa gembira
pada reward yang potensial.
b. Agreeableness. Merefleksikan perbedaan individual yang
berhubungan dengan kerjasama dan harmoni sosial. Individu
agreeable bergaul dengan baik. Mereka penuh perhatian,
bersahabat, dermawan, suka menolong, dan mau menyesuaikan
keinginannya dengan orang lain. Orang agreeable juga memiliki
pandangan yang optimis tentang kemanusiaan. Mereka percaya
bahwa pada dasarnya setiap orang itu jujur, sopan, dan dapat
dipercaya. Agreeable dapat mencapai dan menjaga popularitas. Di
sisi lain agreeable kurang pas untuk situasi yang membutuhkan
keputusan-keputusan yang objektif. Namun demikian agreeable tidak
sama dengan altruisme. Individu disagreeable menempatkan
keinginannya di atas orang lain. Mereka pada umumnya tidak
memperhatikan keberadaan orang lain, sehingga tidak mungkin
memperluas diri mereka pada orang lain. Kadang-kadang keraguan
mereka terhadap orang lain menyebabkan mereka menjadi mudah
curiga, tidak bersahabat, serta kurang kooperatif. Disagreeable dapat
menjadi ilmuwan, kritikus, atau tentara yang baik.
Psikologi Pendidikan ~ 47
c. Conscientiousness. Conscientiousness berkaitan dengan cara kita
mengontrol, mengatur, dan memerintah impuls. Impuls tidak selalu
jelek; kadang-kadang waktu menghambat pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, dan tindakan pada impuls pertama dapat
merupakan respon yang efektif. Kadang-kadang tindakan spontan
juga dapat menyenangkan. Individu yang impulsive dapat dilihat
orang lain sebagai orang yang penuh warna, menyenangkan, dan
jenaka. Kelebihan conscientiousness yang tinggi sudah jelas. Orang
yang conscientious menghindari kesalahan dan mencapai kesuksesan
tingkat tinggi melalui perencanaan yang penuh tujuan dan gigih.
Mereka juga dilihat orang lain secara positif sebagai orang yang
cerdas dan dapat dipercaya. Pada sisi negative, mereka dapat
menjadi seorang perfeksionis dan pekerja keras yang kompulsif.
Lebih jauh lagi orang yang conscientious terlihat kaku dan
membosankan. Orang yang unconscientious dikecam atas sifatnya
yang sulit dipercaya, kurang ambisi, cepat menyerah, tetapi mereka
akan mengalami kesenangan jangka pendek dan tidak pernah dicap
kaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa coscientiousness
berhubungan dengan disiplin kerja, berminat terhadap pelajaran,
berkonsentrasi, serta memandang belajar sebagai sesuatu yang
mudah (Schouwenburg, 1996). Siswa ini menggunakan pendekatan
strategis yang bagus dalam mengorganisasikan pekerjaan mereka,
dapat mengatur waktu, serta belajar keras. Mereka juga memiliki
tujuan yang jelas dalam belajar. Mereka memiliki motivasi intrinsic
dan sikap belajar yang baik (Enswistle, 1988).
48 ~Psikologi Pendidikan
mempengaruhi sebagian besar orang, dan reaksi mereka cenderung
lebih kuat. Mereka memiliki lebih besar kemungkinan untuk
menginterpretasikan situasi biasa sebagai situasi yang mengancam,
dan frustrasi kecil sebagai kesulitan yang tanpa harapan. Reaksi
emosi negatif mereka cenderung menetap untuk jangka waktu yang
lama, sehingga mereka sering merasakan bad mood. Masalah dalam
pengaturan emosi ini dapat dikurangi dengan berpikir jernih,
membuat keputusan, serta mengatasi stress secara efektif.
Sebaliknya orang yang skor neoroticismnya rendah tidak mudah
terganggu dan kurang reaktif secara emosional. Mereka cenderung
tenang, stabil emosinya, serta bebas dari emosi negative yang
menetap. Bebas dari emosi negatif bukan berarti mengalami banyak
emosi positif. Frekuensi emosi positif merupakan komponen domain
ekstraversi. Neuroticism berkaitan dengan kekurangan konsentrasi,
takut salah, dan merasakan belajar sebagai sesuatu yang penuh
tekanan. Neuroticism juga berhubungan dengan kekurangan
kemampuan kritis dan masalah-masalah bagaimana sesuatu
berhubungan satu sama lain. Neuroticism berhubungan dengan gaya
belajar yang dangkal. Siswa tipe ini berkonsentrasi terhadap apa
yang diingatnya tanpa memperhatikan arti atau memahami materi.
Mereka hanya mengejar ujian namun tidak berminat pada
pelajarannya itu sendiri (Enswistle, 1988).
e. Opennes to experience
Opennes to experience dideskripsikan sebagai dimensi kepribadian
yang membedakan orang yang kreatif dan imajinatif dengan orang
yang sederhana dan konvensional. Orang yang terbuka adalah
orang yang secara intelektual selalu ingin tahu, memiliki apresiasi
terhadap seni, serta sensitive terhadap kecantikan. Jika dibandingkan
dengan orang yang tertutup, mereka cenderung lebih menyadari
perasaan mereka. Oleh karena itu mereka cenderung memegang
keyakinan individualistik dan tidak konvensional, meskipun tindakan
mereka disesuaikan. Orang yang skornya opennes to experiencenya
rendah cenderung memiliki minat yang sempit dan biasa. Mereka
Psikologi Pendidikan ~ 49
cenderung sederhana, terus terang, licik, membingungkan. Mereka
mungkin melihat seni dan ilmu pengetahuan dengan curiga, sulit
mengerti usaha keras. Orang yang tertutup memilih sesuatu yang
sudah dikenal baik dibandingkan hal yang baru, mereka konservatif
dan resisten terhadap perubahan. Opennes berkaitan dengan tanya
jawab dan analisis argumen-argumen. Lebih jauh lagi berhubungan
dengan evaluasi kritis, pencarian literature, serta pembuatan
hubungan/pendekatan mendalam (Blickle, 1996). Siswa dengan
pendekatan mendalam ingin menemukan arti yang dalam dari suatu
teks. Mereka kritis, logis, dan mengubungkan apa yang mereka
pelajari dengan pengetahuan mereka sebelumnya.
50 ~Psikologi Pendidikan
tidak ada kesan tanpa refleksi. Sementara itu orang ekstrovert
menemukan energi pada orang dan benda-benda. Mereka memilih
berinteraksi dengan orang lain, dan berorientasi pada tindakan. Bagi
orang ekstrovert, tidak ada kesan tanpa ekspresi. Siswa yang
ekstrovert belajar dengan menjelaskan pada orang lain. Mereka tidak
tahu bahwa mereka memahami pelajaran sampai mereka mencoba
menjelaskannya pada mereka sendiri atau pada orang lain. Siswa
ekstrovert menikmati bekerja dalam kelompok, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.
Psikologi Pendidikan ~ 51
c. Thinking (T) versus Feeling (F)
Sebagian dari kita memutuskan sesuatu secara impersonal pada
logika, prinsip, dan analisis. Sebagian lagi membuat keputusan
dengan memusatkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Siswa thinking
menghargai kebebasan. Mereka membuat keputusan dengan
mempertimbangkan kriteria objektif dan logika dari situasi. Siswa
feeling menghargai harmoni. Mereka memusatkan pada nilai-nilai
dan kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pada saat membuat
keputusan atau penilaian. Mereka cenderung jago dalam persuasi
dan memfasilitasi perbedaan diantara anggota kelompok. Siswa
thinking menyukai tujuan pelajaran atau topik yang jelas. Hal ini
akan menghindari kata atau ekspresi yang samar-samar. Siswa
feeling menyukai bekerja dalam kelompok, khususnya kelompok
yang harmonis.
52 ~Psikologi Pendidikan
4. Perbedaan Gaya Belajar
Belajar merupakan proses internal yang diukur melalui perilaku.
Adanya perbedaan kognitif, afektif, maupun psikomotor diantara para
siswa mempengaruhi pilihan belajar mereka yang muncul dalam bentuk
perbedaan gaya belajar. Gaya belajar dapat menjelaskan perbedaan
belajar diantara siswa dalam setting pembelajaran yang sama. Gaya
belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan
mengembangkan keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi
atau keterampilan baru (Sarasin, 1999). Gaya belajar merupakan
kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif
untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain (Dunn & Dunn,
1993).
Keefe (1988) menyatakan bahwa gaya belajar berhubungan
dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukai. Siswa pada
umumnya akan sulit memproses informasi dalam satu cara yang dirasa
tidak nyaman bagi mereka. Siswa memiliki kebutuhan belajar sendiri,
belajar dengan cara berbeda, serta memproses informasi dengan cara
yang berbeda (Sarasin, 1999). Oleh karena itu jika gaya mengajar guru
tidak memperhatikan kebutuhan khusus mereka, maka belajar tidak akan
terjadi. Ketika guru mengajar sesuai dengan gaya belajar siswa, guru
sama dengan memberitahu pada siswa bahwa dia mengetahui mereka
adalah individu yang mungkin belajar dengan cara berbeda dengan siswa
lain.
Gaya belajar bukanlah sesuatu yang statis. Gaya belajar dapat
berubah tergantung pada aktifitas belajar atau perubahan pengalaman.
Namun ketika gaya belajar berubah, hal itu akan cenderung menetap
untuk sementara waktu sehingga menjadi kebiasaan (Hilliard, 1998).
Sebagian orang mungkin memiliki gaya belajar tertentu yang dominan
digunakan dalam berbagai situasi, sehingga kurang menggunakan gaya
belajar yang lain. Namun sebagian orang yang lain mungkin
menggunakan gaya berbeda untuk situasi yang berbeda. Meskipun
terdapat bermacam-macam gaya belajar, namun perlu diingat bahwa
tidak ada gaya belajar yang lebih baik dibandingkan yang lain. Satu gaya
Psikologi Pendidikan ~ 53
belajar mungkin lebih efektif atau kurang efektif dalam suatu situasi
tertentu. Menurut Horne (2005) terdapat beberapa model atau
pendekatan gaya belajar yang berbeda-beda:
a. Modalitas belajar. Siswa mungkin memilih untuk melihat,
mendengar, menyentuh/membentuk, atau melakukan secara fisik
terhadap apa yang dipelajari. Modalitas belajar meliputi mata,
telinga, taktil, dan kinestetik.
b. Belajar dengan otak kiri-otak kanan. Siswa yang dominant dalam
otak kanan awalnya mendekati masalah secara acak, dengan
pilihan-pilihan visual dan non verbal (menggambar peta). Siswa
yang dominant otak kirinya mungkin mempertimbangkan
pemrosesan sekuensial, dengan pilihan-pilihan verbal dan logis.
c. Belajar sosial. Pilihan-pilihan di sini meliputi belajar sendiri,
berdua, dengan teman sebaya, bersama kelompok, dengan guru,
atau kombinasinya.
d. Lingkungan belajar. Pilihan-pilihan individu terhadap suara,
dekorasi ruangan belajar, waktu, sinar, kedekatan dengan orang
lain, partisipasi aktif atau pasif, formalitas atau informalitas dari
lingkungan belajar yang mungkin membantu atau menghambat
belajar.
e. Emosi belajar. Tipe lingkungan belajar yang berbeda, metode
pembelajaran atau aktivitas pembelajaran akan mempengaruhi
motivasi, ketahanan, atau tanggung jawab untuk belajar.
f. Belajar kongkrit dan abstrak. Tipe kongkrit memilih memproses
informasi dengan menyentuh, membangun atau memanipulasinya,
seperti menghitung uang atau melakukan kegiatan tertentu secara
langsung. Pebelajar abstrak memilih belajar melalui simbol-
simbol.
g. Belajar global dan analitik. Pebelajar global memilih untuk
mengkategorikan secara luas, mengamati secara komprehensif,
dan berorientasi pada kelompok. Pebelajar analitik memilih
mengkategorikan secara sempit, mengamati secara detail dan
terpusat, serta mandiri.
54 ~Psikologi Pendidikan
h. Multiple intelligence. Model ini menyatakan bahwa setiap orang
memiliki setidaknya 8 kecerdasan. Setiap kecerdasan beroperasi
dengan kekuatan yang berbeda dari bagian otak yang berbeda
pula. Delapan kecerdasan tersebut meliputi: linguistic, logis-
matematik, spasial, musical, kinestetik, intrapersonal,
interpersonal, dan naturalis.
Psikologi Pendidikan ~ 55
lebih benci jika dites menggunakan materi-materi yang tidak
disajikan di kelas.
Sensors cenderung suka pada sesuatu yang rinci, memiliki
ingatan yang bagus terhadap fakta-fakta, dan mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan di laboratorium; intuitors lebih bagus
dalam menemukan konsep-konsep baru, sering lebih nyaman
dengan abstraksi dan formulasi matematik.
Sensors cenderung lebih praktis dan hati-hati dibandingkan
intuitors; intuitors cenderung lebih cepat bekerja serta lebih
inovatif.
Sensors tidak menyukai kursus atau pelatihan yang tidak
berhubungan dengan dunia nyata; intuitors tidak menyukai
kursus atau pelatihan yang menekankan pada ingatan
perhitungan rutin.
56 ~Psikologi Pendidikan
mengumpulkan sesuatu secara bersama-sama dalam suatu
cara yang baru, tetapi mungkin mereka akan mengalami
kesulitan dalam menjelaskannya.
4MAT System
Bernice McCarthy (1980) mengidentifikasi 4 macam gaya belajar
yang dikenal dengan 4MAT system. Menurut McCarthy, pebelajar
membentuk makna melalui sebuah putaran alami, yaitu—bergerak dari
merasakan ke merefleksikan, berpikir, dan terakhir melakukan. Empat
gaya belajar tersebut adalah:
a. Mengalami (merasakan dan merefleksikan) - innovative learner.
Orang dengan tipe belajar ini memilih berbicara mengenai
pengalaman dan perasaan mereka, bertanya, atau bekerja dalam
kelompok. Mereka menyukai belajar masalah-masalah yang
berhubungan kehidupan nyata, diasuh oleh guru, diberi jawaban atas
pertanyaan “mengapa”. Mereka tidak suka mengingat,
mendengarkan penjelasan yang panjang lebar, diberi presentasi
lisan, konflik, serta jika tidak dapat mendiskusikan persepsi mereka.
Mereka juga tidak suka tes, khususnya jika dibatasi waktu. Mereka
mempercayai pengalaman mereka sendiri, dan dapat melihat situasi
baru dalam bebagai perspektif. Innovators adalah orang-orang yang
imajinatif dan penuh ide. Mereka dapat mempengaruhi teman-
temannya dan cenderung emosional.
Psikologi Pendidikan ~ 57
Mereka merupakan pencari fakta. Mereka teliti dan tekun. Mereka
bagus dalam menciptakan konsep dan model-model. Mereka tidak
seemosional innovator. Mereka memilih struktur yang lebih
berdasarkan logika dan rasionalitas. Mereka adalah perencana yang
sistematis.
58 ~Psikologi Pendidikan
Model Multiple Intelligence
Howard Gardner menyatakan bahwa kita semua memiliki
beberapa jalan yang berbeda untuk belajar. Gardner menyebut jalan
tersebut multiple intelligence. Guru dapat mempertimbangkannya untuk
efektifitas belajar siswa. Teori ini mengajukan 8 kecerdasan yang sama
pentingnya, dan masing-masing memiliki implikasi dalam gaya belajar
seseorang:
a. Kecerdasan linguistic verbal (sensitive terhadap kata-kata).
Menggunakan aktivitas yang meliputi mendengarkan, berbicara,
bersilat lidah, humor, membaca keras maupun membaca dalam hati,
dokumentasi, menulis kreatif, mengeja, menulis puisi, jurnal.
b. Kecerdasan logika-matematika (mampu memberikan penjelasan-
penjelasan dan mengenali pola atau cara yang digunakan ilmuwan).
Menggunakan aktivitas-aktivitas yang meliputi simbol atau formula
abstrak, bagan, grafik, urutan angka, menghitung, menguraikan
kode-kode, dan memecahkan masalah.
c. Kecerdasan musikal (sensitif terhadap titi nada, melodi, irama, dan
nada dalam suatu komposisi musik/lagu). Menggunakan aktivitas-
aktivitas yang meliputi tape audio, resital musik, menyanyi, bersiul,
bersenandung, suara-suara lingkungan, vibrasi perkusi, pola irama,
komposisi musik, serta pola nada.
d. Kecerdasan visual-spasial (memahami dunia dengan tepat dan
mencoba untuk mengubah aspek-aspek dunia seperti seorang
pemahat atau pilot pesawat). Menggunakan aktivitas-aktivitas seperti
seni, gambar, patung, lukisan, peta pikiran, pola/desain, skema
warna, imajinasi aktif, tamsil.
e. Kecerdasan body-kinestetik (dapat menggunakan anggota tubuh
dengan cakap dan dapat menangani objek dengan tangkas, seperti
seorang atlet atau penari). Menggunakan aktivitas-aktivitas seperti
bermain peran, bahasa tubuh, drama, berpura-pura, menangkap
bola, permainan olah raga, latihan fisik, gerak tubuh, dan menari.
Orang dengan tipe ini memilih belajar dengan melakukan dan sering
bergerak, mengetuk atau melangkah ketika belajar.
Psikologi Pendidikan ~ 59
f. Kecerdasan interpersonal (memahami orang dan hubungan seperti
penjual atau guru). Menggunakan aktivitas-aktivitas seperti proyek
kelompok, merasakan kebutuhan orang lain, menerima atau
memberikan umpan balik, serta keterampilan-keterampilan
bekerjasama.
g. Kecerdasan intrapersonal (memiliki akses terhadap kehidupan
emosional seseorang sebagai cara untuk memahami diri sendiri dan
orang lain dengan pandangan-pandangan yang akurat terhadap diri
mereka sendiri). Menggunakan aktivitas yang meliputi pemrosesan
emosi, refleksi diri, strategi berpikir, keterampilan konsentrasi,
praktek pemusatan, teknik-teknik meta kognitif.
h. Kecerdasan naturalis (berhubungan dengan seluk beluk alam, seperti
Charles Darwin, Meriwether Lewis, dan Clark Flame). Menggunakan
aktivitas-aktivitas seperti keluar dari kelas, berhubungan dengan
dunia alam, pemetaan, dan mengamati kehidupan hutan.
60 ~Psikologi Pendidikan
metode maupun media dalam proses pembelajaran. Guru yang dapat
mengakomodasi kebutuhan individual menunjukkan bahwa mereka ingin
merangkul seluruh siswa dalam seluruh proses pembelajaran.
Selanjutnya siswa memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk aktif
berpartisipasi dalam kelas ketika mereka tahu bahwa guru mereka
mempertimbangkan kebutuhan mereka sebagai individu.
Banyak program pendidikan yang dapat dipilih oleh guru sebagai
implikasi dari adanya perbedaan individual diantara siswa, khususnya
perbedaan kemampuan. Dari sekian banyak bentuk program pendidikan
yang dapat dipilih, terdapat tiga jenis program yang terbanyak
dilaksanakan yakni program remedial, pengayaan (enrichment) dan
program percepatan (acceleration).
1) Program remedial yaitu pemberian layanan pendidikan kepada siswa
yang mengalami kesulitan atau hambatan dengan memberikan
pelajaran dan atau tugas tambahan secara individual sehingga
mereka dapat mengikuti pembelajaran secara klasikal dan
menyelesaikan program sesuai dengan waktu yang ditentukan serta
mencapai hasil belajar secara optimal.
2) Program Pengayaan (Enrichment), yaitu pemberian pelayanan
pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang
dimiliki siswa, dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar
tambahan yang bersifat perluasan/pendalaman, setelah yang
bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang diprogramkan untuk
siswa lainnya.
3) Program Percepatan (Acceleration), yaitu pemberian pelayanan
pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang
dimiliki oleh siswa , dengan memberi kesempatan kepada mereka
untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu
yang lebih singkat dibanding teman-temannya.
Psikologi Pendidikan ~ 61
1) Menggunakan pendekatan pembelajaran ekletik dan fleksibel;
disertai penggunaan multimedia dan multimetode.
2) Menggunakan metode pembelajaran yang menunjukkan adanya
pemahaman lintas budaya, perbedaan gender dan usia dalam
pilihan-pilihan gaya belajar.
3) Memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian menyediakan
lingkungan belajar yang mendukung gaya belajar mereka.
4) Memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang menggabungkan
pilihan cara belajar siswa, menggunakan metode mangajar, insentif,
alat, dan situasi yang direncanakan sesuai dengan pilihan siswa.
5) Meminta siswa untuk mengenali gaya belajar mereka dan memberi
hadiah untuk kelebihan mereka. Bantu mereka memahami
mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan dalam
situasi belajar.
6) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih bagaimana
menerima pelajaran dan bagaimana menunjukkan pengetahuannya.
Dalam mengerjakan tugas, tawarkan pilihan jenis, waktu, dan
tanggal penyelesaian tugas.
7) Menggunakan semua tipe pertanyaan dan cara eksplorasi untuk
menstimulasi berbagai tingkatan cara berpikir, mulai dari
mengingat informasi faktual sampai menggambarkan implikasi dan
melakukan analisis.
8) Menjelaskan maksud dan keterkaitan semua pengalaman
pembelajaran dengan apa yang akan dipelajari agar siswa dapat
memahami hubungan antara pengalamannya dengan ide-ide baru.
9) Menggunakan kombinasi cooperative learning, pembelajaran
individual, dan pembelajaran kelompok, atau antara aktifitas-
aktifitas belajar yang berpusat pada guru dengan pembelajaran
yang berpusat pada siswa.
10) Memberikan waktu yang cukup untuk memproses dan memahami
informasi.
11) Menggunakan alat-alat multi sensory untuk memperoleh,
memproses, dan mempraktekkan informasi.
62 ~Psikologi Pendidikan
12) Mengulangi tugas-tugas belajar yang nampaknya sulit dengan
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda.
13) Menggunakan strategi review dan refleksi yang bervariasi untuk
mengakhiri belajar.
14) Memberikan umpan balik dengan segera, konsisten, dan jelas.
15) Mengevaluasi pengalaman pembelajaran berdasarkan tujuan atau
syarat-syarat pencapaian yang telah ditentukan, observasi perilaku
dan keterlibatan siswa dalam belajar.
16) Melanjutkan pengalaman-pengalaman belajar yang familier dan
nyaman bagi siswa, dan secara bertahap kenalkan pada siswa
cara-cara belajar yang lain.
17) Memahami siswa melalui berbagai cara dan aktivitas
18) Menggunakan penilaian yang sesuai dengan pelajaran
1. Pengajaran Terprogram
Program ini diciptakan oleh Skinner dan kemudian dimodifikasi
oleh Crowder. Program ini terdiri atas langkah-langkah yang tersusun
menurut urutan yang membawa siswa dari apa yang telah diketahuinya
sampai apa yang harus diketahuinya, yaitu tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah itu ditentukan berdasarkan analisis keseluruhan bahan
yang akan disampaikan. Tiap langkah dituangkan dalam bentuk “frame”
atau bingkai yang berisi suatu pertanyaan yang harus dijawab oleh
pelajar. Jawaban atau respon siswa segera dinilai, sehingga siswa
Psikologi Pendidikan ~ 63
mengetahui apakah ia benar atau salah. Kesalahan diperbaiki dan siswa
melanjutkan pelajaran. Melalui langkah-langkah yang tersusun rapi itu
diharapkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran, yakni
memperoleh bentuk perilaku yang diinginkan. Terdapat dua macam
pembelajaran terprogram yakni: 1) program linier (Skinner) yang
mengharuskan siswa melalui semua langkah dari awal sampai akhir; 2)
program bercabang (Crowder), yang memberi kemungkinan kepada
siswa untuk melampaui bagian-bagian yang telah dikuasainya dan
membimbing mereka yang mengalami kesukaran tertentu untuk
melakukan latihan tertentu. Pengajaran terprogram pada umumnya
hanya merupakan sebagian dari metode-metode yang digunakan.
64 ~Psikologi Pendidikan
3. Pengajaran Modul
Pengajaran modul adalah pengajaran yang sebagian atau
seluruhnya didasarkan atas modul. Modul adalah suatu unit yang lengkap
yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar
yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang
dirumuskan secara khusus dan jelas. Modul merupakan suatu paket
kurikulum yang disediakan untuk belajar sendiri.
Salah satu tujuan pengajaran modul ialah membuka kesempatan
bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing. Pengajaran
modul juga memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara
masing-masing, oleh sebab mereka menggunakan teknik yang berbeda-
beda untuk memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang
pengetahuan dan kebiasaan masing-masing. Pengajaran modul yang baik
memberikan aneka ragam kegiatan instruksional, seperti membaca buku
pelajaran, buku perpustakaan, majalah dan karangan-karangan lainnya,
mempelajari gambar-gambar, foto, diagram, melihat film, slide,
mendengarkan audio tape, mempelajari alat-alat demonstrasi, turut serta
dalam proyek dan percobaan-percobaan serta mengikuti berbagai
kegiatan ekstra kurikuler.
Pengajaran modul juga memiliki tujuan yang lain, yaitu: 1)
memberikan kesempatan untuk memilih di antara sekian banyak topic
dalam rangka suatu program; 2) mengadakan penilaian secara berkala
tentang kemajuan dan kelemahan siswa; dan 3) memberikan modul
remedial untuk mengolah kembali seluruh bahan yang telah diberikan
guna pemantapan dan perbaikan, atau mengulangi bahan pelajaran
untuk lebih memantapkannya dengan menggunakan cara-cara lain dari
modul semula, sehingga lebih mempermudah pemahaman siswa.
Pengajaran modul yang ideal dimulai dengan suatu pre-test pada
siswa untuk mengetahui apakah ia memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan untuk mengikuti modul tersebut. Jika tidak, maka ia diberi
pengajaran remedial. Sebaliknya jika ia telah menguasai modul yang
akan dipelajari, ia dapat melampaui modul itu dan memilih modul yang
lebih tinggi tarafnya. Bila ia telah menyelesaikan suatu modul, ia
Psikologi Pendidikan ~ 65
diberikan post-test untuk menilai sampai manakah ia telah menguasai
modul itu. Bila hasilnya baik, ia dapat maju ke modul berikutnya, bila ia
tidak memenuhi tingkat penguasaan yang diharapkan, maka ia diberi
modul remedial yang mengulangi dan mengolah kembali bahan pelajaran
tersebut. Setelah itu diambilnya kembali post-test yang diharapkan akan
dapat dilaluinya dengan hasil baik.
4. Sistem Kontrak
Program ini diuraikan dalam sejumlah tugas yang harus
dilakukan oleh siswa. Untuk itu siswa harus menandatangani suatu
kontrak tentang tugas-tugas yang akan diselesaikan dalam waktu
tertentu. Tugas-tugas tersebut misalnya berupa membaca satu buku
atau lebih dari sejumlah buku yang dianjurkan, membuat 1-2 karangan
tentang topik-topik tertentu, mengikuti 10 pertemuan dari 25 pertemuan
yang akan diadakan, dan lain sebagainya tergantung tujuan yang ingin
dicapai. Untuk setiap tugas dientukan jumlah kredit yang dapat
diperolehnya. Keseluruhan kredit itu akan menentukan angka akhirnya.
Dengan mengaitkan tugas dengan kredit dan angka akhir, maka siswa
akan mendapatkan dorongan untuk belajar dengan giat.
Dalam mengikuti program ini siswa harus mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka. Tugas yang kurang baik harus diberi
kesempatan untuk diulangi tanpa mendapatkan hukuman atas pekerjaan
semula. Siswa juga harus tahu taraf mutu pekerjaan yang diharapkan
dari mereka dan juga kapan pekerjaan itu harus diselesaikan. Jika siswa
melampaui batas waktu menyelesaikan tugas akan diberi hukuman
berupa pengurangan kredit. Hal ini dilakukan agar pekerjaan tidak
bertumpuk-tumpuk pada akhir semester, yang mengakibatkan adanya
tugas yang tidak lengkap dan akan membuat banyak siswa mengalami
kegagalan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
5. Sistem Keller
Sistem Keller termasuk sistem pengajaran individual. Sistem ini
terutama digunakan pada tingkat perguruan tinggi dan mendapatkan
66 ~Psikologi Pendidikan
sukses besar. Seperti halnya sistem pengajaran individual lainnya, sistem
ini memberi perhatian khusus kepada setiap mahasiswa, memberi
kesempatan kepada mereka untuk maju menurut kecepatan masing-
masing dan diharuskan menguasai suatu satuan pelajaran sebelum
diperkenankan untuk mempelajari pelajaran berikutnya. Komunikasi
antara tenaga pengajar dengan mahasiswa kebanyakan dilakukan secara
tertulis. Tutorial dan penilaian dilakukan oleh mahasiswa senior. Peranan
dosen sebagai manager instruksional dan terutama memberikan motivasi
dan stimulasi kepada mahasiswa dalam belajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam system Keller ini adalah:
1) Tujuan akhir yang harus dicapai dalam tiap satuan pelajaran
ditentukan secara jelas dalam bentuk perilaku yang dapat dinilai
secara objektif.
2) Bahan yang harus dipelajari dipecahkan dalam bagian-bagian kecil
yang dapat dikuasai sepenuhnya secara tuntas.
3) Penilaian sebagai reinforcement sering diberikan segera setelah
suatu bagian diselesaikan oleh mahasiswa.
4) Kepada setiap mahasiswa diberikan perhatian pribadi, jika bantuan
tersebut diperlukan.
5) Gagal dalam tes tidak diberi hukuman dan tes tersebut dapat
diulangi sampai tercapai penguasaan tuntas serta dihargai dengan
angka tertinggi.
6) Kuliah tak diharuskan untuk dihadiri, oleh sebab kuliah itu terutama
dimaksudkan untuk memberikan dorongan atau motivasi kepada
mahasiswa untuk belajar.
Kritik untuk sistem ini adalah pelajaran disusun terlampau ketat
dengan menentukan secara persis apa yang harus dipelajari, bagaimana
harus mempelajarinya dalam urutan yang telah ditentukan. Apa yang
dipelajari terbatas pada apa yang dicantumkan dalam pelajaran itu.
Namun demikian dengan menentukan secara jelas bahan yang harus
dikuasai memungkinkan siswa untuk belajar dengan efisien dan oleh
karena itu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mempelajari hal-
hal lain yang dianggap perlu.
Psikologi Pendidikan ~ 67
G. Rangkuman
1. Perbedaan individual menjelaskan bagaimana orang-orang berbeda
dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak.
2. Faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual meliputi
faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut
antara lain status sosial ekonomi orang tua, pola asuh orangtua,
budaya, dan urutan kelahiran.
3. Perbedaan yang tampak pada peserta didik antara lain perbedaan
jenis kelamin dan gender, perbedaan kemampuan, perbedaan
kepribadian, dan perbedaan gaya belajar.
4. Perbedaan terbesar antara laki-laki dan perempuan adalah cara
memperlakukan mereka, termasuk perbedaan perlakuan para guru
terhadap siswa laki-laki dan perempuan. Perbedaan perlakuan
tersebut menimbulkan adanya perbedaan karakteristik dan perilaku
antara laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki tampak lebih baik
dalam melakukan tugas-tugas yang dianggap stereotip maskulin
yaitu matematika dan sains, sementara perempuan lebih baik dalam
mata pelajaran “feminin” yaitu seni dan bahasa.
5. Kemampuan diartikan secara sederhana sebagai kecerdasan.
Perbedaan kecerdasan dapat dipahami dari perbedaan skor IQ yang
dihasilkan dari hasil tes kecerdasan. Pengukuran kecerdasan manusia
mengikuti suatu distribusi normal. Skor tes kecerdasan bergerak dari
mendekati 0 sampai 200, dengan rata-rata 100.
6. Seseorang yang memiliki skor tes kecerdasan di atas 130 biasa
disebut gifted. Anak gifted memiliki 3 ciri pokok, yaitu: 1)
kemampuan umum di atas rata-rata, 2) kreatifitas di atas rata-rata,
3) komitmen terhadap tugas yang cukup tinggi.
7. Retarded atau anak terbelakang yaitu mereka yang memiliki IQ di
bawah 70. Orang-orang ini secara tradisional diklasifikasikan menjadi
moron (IQ 50-70), imbecile (IQ 20-50), dan idiot (IQ di bawah 20).
Sebuah klasifikasi baru membagi retardasi menjadi mild, moderate,
severe, dan profound.
68 ~Psikologi Pendidikan
8. Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang
menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Model
big five melihat perbedaan kepribadian dari 5 dimensi, yaitu
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
opennes to experience. Model Brigg-Myers atau big four melihat
perbedaan kepribadian berdasarkan 4 dimensi, yaitu extraversion vs
introversion, sensing vs intuition, thinking vs feeling, dan judging vs
perceptive.
9. Adanya perbedaan kognitif, afektif, maupun psikomotor diantara para
siswa mempengaruhi pilihan belajar mereka yang muncul dalam
bentuk perbedaan gaya belajar. Gaya belajar adalah pola perilaku
yang spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan
keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau
keterampilan baru.
10. Terdapat beberapa model atau pendekatan gaya belajar yang
berbeda-beda. Felder dan Solomon mengidentifikasi 4 gaya belajar:
active and reflective learner, sensing and intuitive learner, visual and
verbal learner, sequential and global leraner. Bernice McCarthy yang
terkenal dengan 4MAT System memperkenalkan 4 macam gaya
belajar, yaitu mengalami, mengkonseptualisasikan, mengaplikasikan,
dan membentuk.
11. Perbedaan-perbedaan individual membawa implikasi terhadap cara
guru mengelola proses pembelajaran bagi siswa di sekolah. Dua jenis
program yang terbanyak dilaksanakan yakni program pengayaan
(enrichment) dan program percepatan (acceleration).
12. Terdapat beberapa program pembelajaran yang telah dirancang
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu yang berbeda-
beda. Diantara beberapa program tersebut antara lain pengajaran
terprogram, belajar dengan bantuan komputer, pengajaran modul,
sistem kontrak, dan sistem Keller.
Psikologi Pendidikan ~ 69
H. Soal Latihan
1. Mengapa guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual
diantara siswa?
2. Jelaskan bagaimana faktor bawaan dapat menimbulkan adanya
perbedaan individual!
3. Jelaskan bagaimana faktor budaya mempengaruhi munculnya
perbedaan individual!
4. Terangkan keterkaitan antara perbedaan gender dengan prestasi di
kelas!
5. Apa saja ciri-ciri anak yang tergolong gifted?
6. Bagaimana implikasi adanya perbedaan kemampuan dalam proses
pembelajaran di kelas?
7. Terangkan ciri-ciri dari masing-masing siswa yang memiliki
kepribadian ekstraversion, introversion, sensing, intuition, thinking,
feeling, judging, perceptive.
8. Bagaimana implikasi adanya perbedaan kepribadian dalam proses
pembelajaran di kelas!
9. Diskusikan tentang strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru
untuk menghadapi masing-masing gaya belajar mengalami,
mengkonseptualisasikan, mengaplikasikan, dan membentuk !
10. Diskusikan kelebihan dan kelemahan masing-masing program
pembelajaran individual, yaitu pengajaran terprogram, pengajaran
dengan bantuan computer, pengajaran modul, sistem kontrak, dan
system Keller !
.
Referensi
Baum, S. & Owen, S. 1988. Learning disabled students: How are they
different?. Gifted Child Quarterly. 32, 321-326
70 ~Psikologi Pendidikan
Crupnick, C.G. 1985. Women and Men in The Classroom: Inequality and Its
remedies. Teaching and Learning. http//www.bookcenter.harvard.edu
Psikologi Pendidikan ~ 71
Sarasin, L. C. (1996) Learning Style Perspectives, Impact in the
Classroom. Madison, WI: Atwood Publishing
Zimbardo, P.G. & Gerrig, R.J. 1999. Psychology and Life. New York:
Longman.
72 ~Psikologi Pendidikan
Bab 4
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang
memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnya
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau
memberikan pelayanan agar siswa belajar. Untuk itu, harus dipahami
bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya.
Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan, maka
guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi
siswanya.
Perbedaan antara belajar dan pembelajaran terletak pada
penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada
Psikologi Pendidikan ~ 73
bahasan tentang siswa dan proses yang menyertai dalam rangka
perubahan tingkah lakunya. Adapun pembahasan mengenai
pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk
membuat siswa dapat belajar.
74 ~Psikologi Pendidikan
2. Perubahan bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis.
Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi
proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar
membaca, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat
membaca menjadi dapat membaca. Perubahan ini akan berlangsung
terus sampai kecakapan membacanya menjadi cepat dan lancar.
Bahkan dapat membaca berbagai bentuk tulisan maupun berbagai
tulisan di beragam media.
Psikologi Pendidikan ~ 75
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya
tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya
seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan
apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik. Dengan
demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah
kepada tingkah laku yang ditetapkannya.
76 ~Psikologi Pendidikan
dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk
kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.
Muhibbinsyah (1997) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar menjadi 3 macam, yaitu: 1) faktor internal, yang meliputi
keadaan jasmani dan rohani siswa, 2) faktor eksternal yang merupakan
kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan 3) faktor pendekatan belajar
yang merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan
metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari
materi-materi pelajaran.
Ditinjau dari faktor pendekatan belajar, terdapat 3 bentuk dasar
pendekatan belajar siswa menurut hasil penelitian Biggs (1991), yaitu :
1. Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), yaitu
kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari luar
(ekstrinsik), misalnya mau belajar karena takut tidak lulus ujian
sehingga dimarahi orangtua. Oleh karena itu gaya belajarnya santai,
asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
2. Pendekatan deep (mendalam), yaitu kecenderungan belajar siswa
karena adanya dorongan dari dalam (intrinsik), misalnya mau belajar
karena memang tertarik pada materi dan merasa
membutuhkannya.Oleh karena itu gaya belajarnya serius dan
berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi), yaitu
kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan untuk
mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar
dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih
prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius
daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar lainnya.
Terdapat ketrampilan belajar yang baik dalam arti memiliki
kemampuan tinggi dalam mengatur ruang kerja, membagi waktu
dan menggunakannya secara efisien, serta memiliki ketrampilan
tinggi dalam penelaahan silabus. Disamping itu siswa dengan
pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki
Psikologi Pendidikan ~ 77
perencanaan ke depan (plans ahead), dan memiliki dorongan
berkompetisi tinggi secara positif.
Motivasi Belajar
Motivasi belajar memegang peran yang sangat penting dalam pencapaian
prestasi belajar. Motivasi menurut Wlodkowsky (dalam Prasetya dkk,
1985) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan pada tingkah laku tersebut. Motivasi belajar yang tinggi
tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai
sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan.
Biggs dan Telfer (dalam Dimyati dkk, 1994) menyatakan bahwa
pada dasarnya siswa memiliki bermacam-macam motivasi dalam belajar.
Macam-macam motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi 4 golongan,
yaitu : 1) motivasi instrumental, 2) motivasi sosial, 3) motivasi
berprestasi, dan 4) motivasi intrinsik. Motivasi instrumental berarti bahwa
siswa belajar karena didorong oleh adanya hadiah atau menghindari
hukuman. Motivasi sosial berarti bahwa siswa belajar untuk
penyelenggaraan tugas, dalam hal ini keterlibatan siswa pada tugas
menonjol. Motivasi berprestasi berarti bahwa siswa belajar untuk meraih
prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya. Motivasi instrinsik
berarti bahwa siswa belajar karena keinginannya sendiri.
Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa.
Motivasi tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa antara lain :
a. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.
b. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam
belajar.
c. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga
agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (dalam
Prasetya, 1997) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang
dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut sebagai
model ARCS. Dalam model tersebut ada 4 kategori kondisi motivasional
78 ~Psikologi Pendidikan
yang harus diperhatikan guru agar proses penbelajaran yang
dilakukannya menarik, bermakna, dan memberi tantangan pada siswa.
Keempat kondisi tersebut adalah :
1. Attention (perhatian)
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh karena itu
rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan sehingga siswa selalu
memberikan perhatian terhadap materi pelajaran yang diberikan.
Agar siswa berminat dan memperhatikan materi pelajaran yang
disampaikan guru dapat menyampaikan materi dan metode secara
bervariasi, senantiasa mendorong keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar, dan banyak menggunakan contoh-contoh dalam
kehidupan sehari-hari untuk memperjelas konsep.
2. Relevance (relevansi)
Relevansi menunjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran
dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara
apabila siswa menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan
pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.
Psikologi Pendidikan ~ 79
menyatakan persyaratan untuk berhasil, dan memberikan umpan
balik yang konstruktif selama proses pembelajaran.
4. Satisfaction (kepuasan)
Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan,
dan siswa akan semakin termotivasi untuk mencapai tujuan yang
serupa. Kepuasan dalam pencapaian tujuan dipengaruhi oleh
konsekwensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun
dari luar diri siswa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi
siswa, guru dapat memberi penguatan (reinforcement) berupa
pujian, pemberian kesempatan dan sebagainya.
80 ~Psikologi Pendidikan
b. Pembelajaran dalam Pengertian Institusional
Secara institusional pembelajaran berarti penataan segala kemampuan
mengajar sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru
dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar
untuk bermacam-macam siswa yang memiliki berbagai perbedaan
indvidual.
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses
pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Dalam
pembelajaran terdapat beragam jenis metode pembelajaran. Masing-
masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Guru dapat memilih
metode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya. Berikut
ini berbagai metode pembelajaran yang dapat dipilih guru dalam
kegiatan pembelajaran.
a. Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode penyampaian materi dari
guru kepada siswa dengan cara guru menyampaikan materi melalui
bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal. Metode ceramah murni
Psikologi Pendidikan ~ 81
cenderung pada bentuk komunikasi satu arah. Dalam hal ini kedudukan
siswa adalah sebagai penerima materi pelajaran dan guru sebagai
sumber belajar. Metode ini banyak menuntut keaktifan guru. Guru
dituntut dapat menyampaikan materi dengan kalimat yang mudah
dipahami anak didik. Keberhasilan metode ceramah ini tidak semata-
mata karena kehebatan guru dalam bermain kata-kata atau kalimat,
tetapi juga didukung oleh alat-alat pembantu lain seperti gambar-
gambar, potret, benda, barang tiruan, film, peta, dan sebagainya.
Metode ini mudah dilaksanakan dan dapat diikuti anak didik dalam
jumlah besar
b. Metode Latihan
Metode latihan merupakan metode penyampaian materi melalui
upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu. Melalui
penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu ini diharapkan siswa
dapat menyerap materi secara lebih optimal.
d. Metode Karyawisata
Metode karya wisata merupakan metode penyampaian materi
dengan cara membawa langsung anak didik langsung ke objek di luar
kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati
atau mengalami secara langsung. Metode ini menjadikan bahan yang
dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang
ada di masyarakat.
82 ~Psikologi Pendidikan
e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran dengan
cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang
berkaitan dengan bahan pelajaran. Metode ini menghendaki guru lebih
aktif daripada anak didik. Dapat dilakukan dalam bentuk guru
memperlihatkan suatu proses dan kerja suatu benda atau siswa
melakukan demonstrasi baik secara individual atau kelompok dengan
bimbingan guru. Metode ini dapat membantu siswa memahami dengan
jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda melalui pengamatan
dan contoh konkrit.
f. Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama merupakan metode pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk melakukan kegiatan
memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial. Dalam
hal ini anak didik dibina agar terampil mendramatisasikan atau
mengekspresikan sesuatu yang dihayati.
h. Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan metode pembelajaran melalui
pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta memecahkan
masalah secara kelompok. Metode ini dapat mendorong siswa untuk
mampu mengemukakan pendapat secara konstruktif serta membiasakan
siswa untuk bersikap toleran pada pendapat orang lain.
Psikologi Pendidikan ~ 83
i. Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
Metode pemberian tugas dan resitasi merupakan metode
pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa. Misalnya guru
menugaskan siswa membaca materi tertentu, selanjutnya guru dapat
menambahkan tugas lain misalnya membaca buku lain sebagai
pembanding. Tugas biasanya diikuti dengan resitasi. Resitasi merupakan
metode pembelajaran berupa tugas pada siswa untuk melaporkan
pelaksanaan tugas yang telah diberikan guru. Metode ini mendorong
siswa berani mengambil tanggungjawab, kemandirian, dan inisiatif siswa.
j. Metode Eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode pembelajaran dalam
bentuk pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan suatu
proses atau percobaan. Dengan metode ini siswa diharapkan dapat
sepenuhnya terlibat dalam perencanaan eksperimen, pengumpulan fakta,
pengendalian variabel, dan upaya dalam menghadapi masalah secara
nyata.
k. Metode Proyek
Metode proyek merupakan metode pembelajaran berupa
penyajian kepada siswa materi pelajaran yang bertitik tolak dari suatu
masalah yang selanjutnya dibahas dari berbagai sisi yang relevan
sehingga diperoleh pemecahan secara menyeluruh dan bermakna.
Prinsip metode ini adalah membahas suatu materi pembelajaran ditinjau
dari sudut pandang pelajaran lain. Metode ini dapat memantapkan
pengetahuan yang diperoleh anak didik, menyalurkan minat, dan melatih
siswa menganalisis suatu materi dengan wawasan yang luas.
84 ~Psikologi Pendidikan
suatu metode pembelajaran adalah disesuaikan dengan tujuan, tidak
terikat pada satu alternatif metode, dan penggunaannya bersifat
kombinasi.
Psikologi Pendidikan ~ 85
pembelajaran hendaknya selalu diperbaiki sehingga dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
g. Fasilitator. Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan
fasilitas yang memungkinkan anak didik dapat belajar secara optimal.
Fasilitas yang disediakan tidak hanya fasilitas fisik seperti ruang kelas
yang memadai atau media belajar yang lengkap, akan tetapi juga
fasilitas psikis seperti kenyamanan batin dalam belajar, interaksi guru
dengan anak didik yang harmonis, maupun adanya dukungan penuh
guru sehingga anak didik senantiasa memilki motivasi tinggi dalam
belajar.
h. Pembimbing. Sebagai pembimbing guru hendaknya dapat
memberikan bimbingan kepada anak didiknya dalam menghadapi
tantangan maupun kesulitan belajar. Akhirnya, diharapkan melalui
bimbingan ini anak didik dapat mencapai kemandirian dalam
mencapai tujuan pembelajara secara optimal.
i. Demonstrator. Sebagai demonstrator guru dituntut untuk dapat
memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis sehingga anak
didik dapat memahami materi yang dijelaskan guru secara optimal.
j. Pengelola Kelas. Sebagai pengelola kelas guru hendaknya dapat
mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat berhimpun
guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan pengelolaan
kelas yang baik diharapkan siswa dapat memiliki motivasi tinggi
dalam belajar dan pada akhirnya dapat mencapai hasil belajar
optimal.
k. Mediator. Sebagai mediator hendaknya guru dapat berperan sebagai
penyedia media dan penengah dalam proses pembelajaran anak
didik. Melalui guru, siswa dapat memperoleh materi pembelajaran
dan umpan balik dari hasil belajarnya.
l. Supervisor. Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu,
memperbaiki, dan menilai secara kritis proses pembelajaran yang
dilakukan sehingga pada akhirnya proses pembelajaran dapat
optimal.
86 ~Psikologi Pendidikan
m. Evaluator. Sebagai evaluator guru dituntut untuk mampu menilai
produk (hasil) pembelajaran serta proses (jalannya) pembelajaran.
Dari proses ini diharapkan diperoleh umpan balik dari hasil
pembelajaran untuk optimalisasi hasil pembelajaran.
Psikologi Pendidikan ~ 87
pendidikan, administrasi pendidikan, metode pembelajaran, teknik
evaluasi, dan sebagainya
2) Ilmu pengetahuan materi bidang studi yaitu meliputi semua bidang
studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan
oleh guru.
88 ~Psikologi Pendidikan
sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswanya dalam
belajar. Ini berarti guru hendaknya memiliki sikap dan keyakinan tinggi
bahwa dirinya mampu menyajikan materi terhadap siswanya serta
mendayagunakan berbagai fasilitas dan media pembelajaran untuk
tujuan pembelajaran yang optimal. Penelitian tentang efikasi diri guru
terhadap profesi keguruannya membuktikan adanya hubungan antara
keyakinan guru tentang kemampuannya mengajar dengan prestasi
belajar siswanya. Guru yang memiliki keyakinan yang tinggi tentang
kemampuannya mengajarnya ternyata juga menghasilkan siswa yang
memiliki prestasi tinggi (Muhibbinsyah, 1997).
Psikologi Pendidikan ~ 89
6. membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada
siswa sehingga dapat mencapai prestasi maksimal. Pada akhirnya
upaya ini dapat mendatangkan kepuasan dan kebanggaan baik bagi
guru maupun siswa sendiri.
Untuk mengaplikasikan teori-teori belajar dalam praktek di
dunia pendidikan di Indonesia, maka hal-hal yang harus diketahui dalam
teori belajar adalah:
1. konsep dasar teori tersebut beserta ciri-ciri dan persyaratan yang
melingkupinya,
2. bagaimana sikap dan peran guru dalam proses pembelajaran jika
teori tersebut diterapkan,
3. faktor-faktor lingkungan (fasilitas, alat, suasana) apa yang perlu
diupayakan untuk mendorong proses pembelajaran,
4. tahapan apa saja yang harus dilakukan guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran,
5. apa yang harus dilakukan siswa dalam proses belajarnya.
Aplikasi teori belajar dalam situasi pembelajaran membutuhkan
kejelian dan kecermatan guru untuk menangkap pesan-pesan yang
terkandung dalam teori belajar. Penggunaan teori belajar yang salah
akan mengakibatkan terjadinya hambatan dalam proses pembelajaran.
Penerapan teori belajar di kelas membutuhkan pemahaman yang
mendalam terhadap teori tersebut dan rasa senang untuk selalu
menggunakan dan mengembangkannya secara tepat guna dengan
kondisi di Indonesia. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika
mengkritisi teori belajar adalah :
1. Mengenali tokoh, perjalanan hidup dan proses akademik yang
ditempuh serta perjuangan yang ditempuh untuk menelurkan teori
belajar yang dikemukakannya
2. Memahami konteks generasi, situasi jaman atau tahun yang melatar-
belakangi peristiwa kelahiran teori-teori belajar tersebut
3. Proses kekinian dari teori tersebut dan perkembangannya
Dalam praktek pembelajaran perlu dipertimbangkan faktor-faktor
tersebut sehingga penggunaan teori belajar menjadi lebih bijak, tidak
90 ~Psikologi Pendidikan
sekedar mengkritik teori lain serta mengagungkan teori yang digunakan
tanpa pernah melakukan riset atau upaya pembaharuan yang lebih
mendasar.
Banyak teori belajar yang dapat digunakan para guru untuk
berbagai keperluan belajar dan proses pembelajaran. Ada tiga
pandangan psikologi utama yang akan diuraikan dalam tulisan ini yaitu
pandangan psikologi Behavioristik, Kognitif, Humanistik. Selanjutnya
penulis menambahkan pandangan KH Dewantara sebagai salah satu teori
belajar yang berakar pada falsafah dan kebudayaan Jawa.
Psikologi Pendidikan ~ 91
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan
Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia
pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh
pelopor dalam psikologi pendidikan.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara
stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu
tingkah laku diulang /dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut
akan semakin kuat
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai
berikut :
a. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan
bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum
memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.
b. Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku
belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam
diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element). Hukum ini
mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan
respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya
terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
92 ~Psikologi Pendidikan
d. Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu
dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami
karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang
belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami
sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka
transfer akan makin mudah.
e. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini
mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke
situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit
demi sedikit unsur lama.
Psikologi Pendidikan ~ 93
b. Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir tanggal 14 September 1849 di
Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov
menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja
dan melanjutkan ke seminari. Pavlov lulus sebagai
sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi
pada Institute of Experimental Medicine dan memulai
penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov
meraih penghargaan Nobel dalam bidang Physiology
and Medicine pada tahun 1904. Karyanya mengenai
pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika.
Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned
Reflexes (1927).
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap
anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan.
94 ~Psikologi Pendidikan
Keterangan :
1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral:
Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung
menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing
untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons) : disebut perilaku responden
(respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang
muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karena
anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus) : stimulus bersyarat, yaitu stimulus
yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat
menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-
menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan
menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan
dengan daging.
4. CR (conditioning respons) : respons bersyarat, yaitu respon
yang muncul dengan hadirnya CS. Misalnya : air liur anjing keluar
karena anjing mendengar bel.
Psikologi Pendidikan ~ 95
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan
dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS=
Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS=
Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng
dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia ? Ternyata
dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti si anjing.
Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling
dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing tetapi setelah si
penjual es krim sering lewat maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan
air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada
nada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang
makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah,
bel masuk kelas – istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa
harus berdiri lama. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya.
96 ~Psikologi Pendidikan
c. Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
B. F. Skinner (1904-1990) berkebangsaan Amerika dikenal
sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung
(directed instruction) dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui
proses operant conditioning. Gaya mengajar guru dilakukan dengan
beberapa pengantar dari guru secara searah dan
dikontrol guru melalui pengulangan (drill) dan latihan
(exercise).
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa
usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior
modification) antara lain dengan proses penguatan
(reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada
perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu
proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang
dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan
dan bebas berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian
Pavlov yang muncul karena adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku
operan yang mengalami penguatan adalah : anak kecil yang tersenyum
mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka
anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak
disengaja atau tanpa maksud tersebut. Tersenyum adalah perilaku
operan dan permen adalah penguat positifnya.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut : dalam
laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan, dalam
kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung
makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri
listrik.
Psikologi Pendidikan ~ 97
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk
keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar.
Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan
perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
98 ~Psikologi Pendidikan
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng,
kening berkerut, muka kecewa dll).
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio
reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah
penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan
siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami
sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan
hukuman verbal maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan,
jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di
dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara di kelas
yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaiknya
setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang
diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan
sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa ; misalnya :
penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari
atau olahraga.
Psikologi Pendidikan ~ 99
d. Robert Gagné (1916-2002)
Gagné adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan
Amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa Conditions of
Learning. Gagné pelopor dalam ilmu instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika.
Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai
dari teori intruksionalnya untuk mendesain
pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis
multimedia. Teori Gagne banyak dipakai untuk
mendesain software instruksional (program-
program berupa drill, tutorial atau simulasi).
Kontribusi terbesar dari teori instruksional
Gagne adalah “ 9 kondisi Instruksional “ yaitu :
1. Gaining attention = Mendapatkan perhatian
2. Inform learner of objectives = Menginformasikan siswa mengenai
tujuan yang akan dicapai
3. Stimulate recall of prerequisite learning = Stimulasi kemampuan
dasar siswa untuk persiapan belajar
4. Present new material = Penyajian materi baru
5. Provide guidance = Menyediakan pembimbingan
6. Elicit performance = Memunculkan tindakan
7. Provide feedback about correctness = Siap memberikan umpan
balik langsung terhadap hasil yang baik
8. Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan
9. Enhance retention and recall = Meningkatkan proses penyimpanan
memori dan mengingat
Gagne disebut sebagai modern neobehaviourists — mendorong
guru untuk merencanakan intruksional pembelajaran agar suasana dan
gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar
bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hirarki
ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang
harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana (belajar
signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar S-R, rangkaian S-R,
a. Teori Gestalt
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori
belajar gestalt. Peletak dasar teori Gestalt adalah Max Wertheimer (1880-
1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving.
Sumbangannya diikuti oleh Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara
terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang
Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse.
Penelitian-penelitian ini menumbuhkan psikologi gestalt yang
menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan
dalam pengalaman. Konsep penting dalam psikologi gestalt adalah
insight yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan.
Insight ini sering dihubungkan dengan pernyataan aha.
Esensi dari teori psikologi gestalt adalah bahwa pikiran (mind)
adalah usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-
pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan yang terorganisir
berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data
yang terpisah-pisah. Para pengikut gestalt berpendapat bahwa sensasi
atau informasi harus dipandang secara menyeluruh, karena bila
Teori Konstruktivistik
Teori konstruktivistik merupakan pengembangkan lebih lanjut
dari gestalt. Perbedaannya : pada gestal - permasalahan yang
dimunculkan berasal dari pancingan eksternal sedangkan pada
konstruktivistik - permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang
direkonstruksi sendiri oleh siswa. Teori ini sangat percaya bahwa siswa
mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya
melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya,
menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman
realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.
1. John Dewey (1856-1952)
John Dewey lahir di Burlington, Vermont AS. Ia meraih PhD dari Krieger
School of Arts & Sciences di Universitas Johns Hopkins University tahun
1884. Ia adalah seorang filosof, psikolog dan
pembaharu pendidikan berkebangsaan Amerika. dan
pengaruhnya sangat kuat di negaranya serta meluas
ke berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia yang
menggunakan konsep das sein dan das sollen sebagai
dasar berpikir pembuatan skripsi sarjana. Ia
dinobatkan sebagai pelopor filosofi pragmatisme,
psikologi fungsionalisme dan gerakan progresif di bidang pendidikan AS.
Tulisan-tulisannya anatara lain: "The Reflex Arc Concept in
Psychology" (1896), sebuah kritik terhadap konsep baku yang ada dalam
psikologi dan menjadi dasar dalam pemikirannya lebih lanjut, Human
Nature and Conduct (1922), sebuah studi terhadap kebiasaan perilaku
b. Maslow
Teori Maslow didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri
individu ada dua hal:
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang,
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak hambatan untuk
berkembang.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis seperti terdapat pada
gambar berikut.
c. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois,
Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama
tetapi akhirnya berpindah ke bidang psikologi. Ia
mempelajari Psikologi Klinis di Universitas Columbia
dan mendapat gelar Ph.D. pada tahun 1931.
sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester
Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar Profesor diterima di Ohio State tahun
1940. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and
Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-
Centered Therapy.
E. Kesimpulan
1. Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang
memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana
atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Dan belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu (siswa) untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Daftar Pustaka
Biggs, JB. 1985. The Role of Metalearning Study Process. British Journal
of Educational Psychology.55.185-212
Tuti Sukamto dan Udin Saripudin Winataputra, 1995. Teori Belajar dan
Model-model Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.
Tujuan Instruksional :
Setelah mahasiswa atau pernbaca mempelajari Bab V tentang
pengukuran dan penilaian hasil belajar, diharapkan dapat memahami
konsep tentang pengukuran dan penilaian hasil belajar, fungsi evaluasi,
sifat evaluasi, prinsip-prinsip evaluasi dan macam-macarn alat evaluasi.
B. Fungsi Evaluasi
Suryabrata (1986) menjelaskan fungsi evaluasi hasil belajar meliputi :
C. Sifat Evaluasi
Dalam aktivitas pendidikan kita banyak bergelut dengan hal-hal
yang bersifat abstrak seperti sikap, minat, bakat, kepandaian dan
kemampuan-kemampuan yang lainnya. Untuk mengetahui, mengungkap,
atau menilai hal-hal tersebut harus menggunakan instrumen yang sesuai
dengan hal yang akan diungkap. Karena penilaian pendidikan banyak
berkaitan dengan hal-hal yang abstrak, maka penilaian pendidikan
bersifat:
2. Kuantitatif
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkaitan
dengan penilaian yang bersifat abstrak misalnya kemampuan berbahasa,
kemampuan matematikan, sikap, bakat, inteligensi dsb, namun dalam
praktekmya hal-hal yang bersifat abstrak tersebut dalam penilaiannya
selalu dikuantitatifkan, misaInya IQ = 100, kemampuan maternatika
diskor 8, kemampuan berbahasa di skor 7 dsb. Karena hal-hal yang
abstrak tersebut selalu dikuantitatifkan, maka evaluasi pendidikan
bersifat kuantitatif.
E. Alat Evaluasi
Untuk dapat mengevaluasi dengan baik, kita harus melakukan
pengukuran dengan baik pula. Untuk dapat mengukur dengan baik atau
tepat, kita harus menggunakan alat pengukur yang baik atau memenuhi
persyaratan. Adapun alat untuk mengukur atau mengevaluasi kegiatan
pendidikan khususnya hasil belajar pada garis besamya dapat dibedakan
dalam dua macam yaitu yang berupa tes dan non-tes.
Apabila yang dipergunakan sebagai alat pengukur adalah tes,
maka individu yang dievaluasi dihadapkan pada situasi yang telah
distandardisasikan sedemikian rupa sehingga semua individu yang dites
mendapat perlakuan yang sama. Dengan situasi yang terstandar tersebut
testee akan menerima perintah atau tugas yang sama, sehingga setiap
individu yang dites akan memperoleh skor tertentu sebagai
penggarnbaran dari hasil yang telah mereka laksanakan. Adapun ciri-ciri
situasi yang terstandar adalah sebagai berikut:
1 . Semua individu yang dites akan memberikan jawaban dari pertanyaan
dan perintah sama.
2. Semua individu akan mendapat perintah yang sama dan perintah
tersebut harus jelas sehingga semua individu memahami makna
perintah tersebut.
3. Cara koding terhadap hasil tes harus dibuat seragam sehingga
jawaban yang sama akan mendapat skor yang sama.
F. Rangkuman
a Kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar merupakan kegiatan
yang berkesinambungan, artinya pengukuran tanpa penilaian tidak
ada artinya, sedang penilaian tanpa pengukuran terlebih dahulu akan
terjadi kesalahan.
b Banyak para ahli mengemukakan fungsi evaluasi hasil belajar menurut
klasifikasinya. Menurut Suryabrata (1986) fungsi evaluasi hasil belajar
dibedakan menjadi tiga yaitu fungsi psikologis, fungsi didaktis dan
fungsi administratif. Sedang menurut Wuradji (1974) fungsi evaluasi
hasil belajar dibedakan untuk kepentingan murid, kepentingan
pendidik, dan untuk kepentingan lembaga pendidikan. Lain halnya
8. Tes bentuk karangan. (essay tes) sering kali disebut tes subyektif
karena:
a. nilainya bergantung kepada kemampuan anak didik
b. subyek penilai mempengaruhi penilaiannya
c. peserta didik mempengaruhi penentuan nilainya penilai dan
yang dinilai, keduanya berpengaruh pada
d. penilaian
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab V ini diharapkan pembaca mampu
menjelaskan tentang pengertian diagnosis kesulitan belajar, kedudukan
diagnosis kesulitan belajar dalam proses pembelajaran, ciri-ciri peserta
didik berkesulitan belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan
belajar, pengenalan kesulitan belajar anak, prosedur pelaksanaan
diagnosis kesulitan belajar, pengajaran remedial dan program pengayaan
dalam proses pembelajaran.
Environment Input
Learning Teaching
Raw Input Process Output
Instrumental Input
Keterangan:
b. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan menggunakan
alat indra terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Observasi yang akan dilakukan
telah dipersiapkan secara sistematis, baik mengenai waktunya, alatnya
maupun aspek-aspek yang akan diobservasi disebut observasi berencana.
Sedang observasi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan disebut
observasi insidental.
Ditinjau dari keterlibatan observer, ada observasi partisipasi yaitu
observasi yang dilakukan dengan cara, observer ikut ambil bagian dalam
kegiatan yang dilakukan observee (individu yang diobservasi). Sebaliknya
observasi non partisipasi, observasi dilakukan dengan cara observer tidak
ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan observee. Observer hanya
sebagai penonton (pengamat.
c. Angket
Angket atau kuisener adalah alat pengumpul data yang berisi
daftar pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang
diselidiki atau disebut responden, secara tertulis.
Bila ditinjau dari cara menjawabnya ada angket langsung yaitu
angket yang diberikan kepada orang yang akan dikumpulkan datanya.
Sedang angket tidak langsung yaitu angket yang diberikan kepada orang
d. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu cara untuk mengetahui hubungan sosial
seseorang, yang sering disebut juga sebagai ukuran berteman
seseorang. Gambaran mengenai hubungan seseorang disebut sosiogram.
Baik tidaknya hubungan sosial seseorang dengan orang lain
dapat dilihat dari beberapa segi. Bimo Walgito, 1980: 72.
mengemukakan sebagai berikut:
1) Frekuensi hubungan, yaitu sering tidaknya anak atau
orang itu bergaul. Semakin sering individu bergaul, pada
umumnya individu itu makin baik dalam segi hubungan
sosialnya. Individu yang mengisolir diri, berarti individu
itu kurang sekali bergaul, hal ini menunjukkan bahwa
dalam segi pergaulannya kurang baik.
2) Intensitas hubungan, yaitu segi mendalam tidaknya anak
atau orang di dalam pergaulannya, yaitu intim tidaknya
mereka bergaul. Makin mendalam seseorang dalam
hubungan sosialnya dapat dinyatakan bahwa hubungan
sosialnya semakin baik.
3) Popularitas hubungan, yaitu banyak sedikitnya teman
bergaul, dapat digu-nakan sebagai kriteria pula untuk
melihat baik buruknya dalam hubungan sosialnya.
Semakin banyak teman di dalam pergaulannya, pada
umumnya dapat dinyatakan makin baik dalam hubungan
sosialnya.
2. Teknik Tes
Teknik tes adalah teknik pengumpulkan data atau keterangan
yang dilakukan dengan memberikan tes. Tes adalah pertanyaan-
pertanyaan yang harus dujawab dan atau perintah-perintah yang harus
dijalankan, yang didasarkan atas jawaban testee terhadap pertanyaan-
pertanyaan atau melakukan perintah itu penyelidik mengambil
kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standar atau testee
yang lain (Sumadi Suryoboto, 1984).
Selanjutnya dalam hal ini tes dibedakan menjadi dua yaitu tes
hasil belajar dan tes psikologis. Tes hasil belajar adalah tes yang
dilakukan oleh guru untuk mengetahui pengu-asaan bahan pelajaran
yang telah disajikan dalam proses pembelajaran dalam bentuk ulangan,
ujian atau dalam bentuk evaluasi yang lain. Penyelenggaraan tes harus
dilakukan secara berencana dan memenuhi persyaratan tertentu. Hasil
6. Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan langkah terakhir kegiatan diagnosis
kesulitan belajar yng berupa kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Memberikan pertolongan kepada peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar, sebagai penerapan program bantuan yang
telah ditetapkan pada langkah sebelumnya.
b. Melibatkan berbagai fihak yang dipandang dapat memberikan
pertolongan kepada peserta didik
c. Mengikuti perkembangan peserta didik dan mengdakan evaluasi
terhadap bantuan yang telah diberikan kepada peserta didik
untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaktepatan bantuan yang
diberikan
d. Melakukan referral kepada ahli lain yang berkompeten dalam
manangani kesulitan yang dialami peserta didik.
180 ~ P s i k o l o g i P e n d i d i k a n
hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
peserta didik yang akan dijadikan tutor sebaya:
(1) Mendapat persetujuan dari peserta didik yang
mengikuti program perbaikan, sehingga peserta
didik tidak merasa takut atau enggan bertanya
kepadanya.
(2) Mempunyai prestasi akademik yang baik, kreatif
dan dapat mene-rangkan bahan perbaikan yang
dibutuhkan oleh peserta didik yang mengikuti
program perbaikan.
(3) Tidak sombong, sabar, telaten, hubungan
sosialnya bagus, tidak pelit, dan suka menolong
sesama teman.
f). Metode pengajaran individual
Pengajaran individual dalam pengajaran remedial yaitu
proses pembe-lajaran yang hanya melibatkan seorang
guru dan seorang peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar. Metode ini sangat intensif karena
pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kesulitan
dan kemampuan peserta didik. Dengan demikian metode
pengajaran individual, pelayanan pembelajaran-nya akan
berbeda-beda diantara peserta didik yang satu dengan
yang lainnya. Pengajaran individual dalam pengajaran
remedial bersifat penyembuhan artinya memperbaiki
cara belajar, dengan mengulang bahan pelajaran yang
telah diberikan atau latihan mengerjakan soal atau
mungkin memberikan materi yang baru. Dalam hal ini
guru dituntut memiliki kemampuan membimbing, sabar,
telaten, sikap menerima, memahami keadaan peserta
didik, bertanggung jawab dan mempunyai wawasan luas
yang berkaitan dengan permasalahan berlajar peserta
didik. Disamping itu guru harus memiliki kamampuan
H. Rangkuman
1. Dalam proses pembelajaran guru akan menjumpai peserta didik
yang cepat, cukup dan lamban menangkap materi pembelajaran.
Untuk itu guru harus memperhatikan kemampuan peserta didik
secara individual, agar dapat membantu peserta didik secara
optimal sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.
2. Latihan soal
a. Jelaskan kedudukan diagnosis kesulitan belajar dalam proses
pembelajaran.
b. Mengapa seorang guru dituntut harus mampu melakukan
pengajaran remedial dan program pengayaan ?
c. Jelaskan fator-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar peserta didik
d. Jelaskan langkah-langkah atau prosedur diagnosis kesulitan
belajar
e. Jelaskan kegiatan-kegiatan pengajaran remedial dan
program pengayaan.
B. Daftar Pustaka