Anda di halaman 1dari 192

Bab 1

PENDAHULUAN

Tujuan Mempelajari Pokok Bahasan ini:


Setelah selesai mempelajari bab 1 mahasiswa dapat menyebutkan
definisi psikologi, pendidikan dan psikologi pendidikan, serta dapat
menyebutkan ruang lingkup psikologi pendidikan dan sumbangan
psikologi pendidikan baik secara teoritis maupun praktis.

A. Definisi Psikologi
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang
merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan
logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa.
Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu
merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun
tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini
istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.
Beberapa ahli mempelajari jiwa atau psikis manusia dari gejala-gejala
yang diakibatkan oleh keberadaan psikis tersebut. Dimyati Mahmud
(1989) menjelaskan bahwa manusia menghayati kehidupan kejiwaan
berupa kegiatan berfikir, berfantasi, mengingat, sugestif, sedih dan
senang, berkemauan dan sebagainya
Gejala jiwa pada manusia dibedakan menjadi gejala pengenalan
(kognisi), gejala perasaan (afeksi), gejala kehendak (konasi), dan gejala
campuran (psikomotorik). Gejala pengenalan atau kognisi merupakan
suatu proses atau upaya manusia dalam mengenal berbagai macam

Psikologi Pendidikan ~ 1
stimulus atau informasi yang masuk ke dalam alat indranya, menyimpan,
menghubung-hubungkan, menganalisis, dan memecahkan suatu masalah
berdasar stimulus atau informasi tersebut. Termasuk dalam gejala
pengenalan adalah pengindraan dan persepsi, asosiasi, memori, berfikir,
inteligensi. Gejala afeksi atau perasaan adalah kemampuan untuk
merasakan suatu suatu stimulus yang kita terima, termasuk didalamnya
adalah perasaan sedih, senang, bosan, marah, benci, cinta dan lain
sebagainya. Afeksi atau perasaan manusia yang kuat sering disebut pula
dengan emosi .Gejala psikomotorik atau campuran merupan gabungan
dari gejala kognitif dan afektif, yang memunculkan suatu
gerakan/tingkah laku tertentu. Contoh bentuk gejala ini adalah belajar,
sugesti, kelelahan, kepribadian dan berbagai bentuk aktivitas yang
melibatkan gerakan motorik, misalnya membaca, berjalan-jalan, dan
makan.
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990) menyatakan
bahwa Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan
binatang baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak
dapat dilihat secara langsung. Dakir (1993) menyatakan bahwa psikologi
membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungannya. Muhibbin Syah (2001) menyimpulkan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah
laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk,
berjalan dan lain sebagainya. Tingkah laku tertutup meliputi berfikir,
berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan
lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak
maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak
disadari.

2 ~Psikologi Pendidikan
Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua
yang dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak
bangun tidur sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai
tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas. Karena
luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka dalam perkembangannya
ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang, yaitu
1. Psikologi Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku
yang terdapat pada tiap-tiap tahap perkembangan manusia
sepanjang rentang kehidupannya.
2. Psikologi Pendidikan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dalam situasi pendidikan.
3. Psikologi Sosial, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan masyarakat sekitarnya.
4. Psikologi Industri, ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul
dalam dunia industri dan organisasi.
5. Psikologi Klinis, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
sehat dan tidak sehat, normal dan tidak normal, dilihat dari aspek
psikisnya.

B. Definisi Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara
dan membentuk latihan. Dalam kamus besar Bahasa Indoneia (1991)
Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan
Poerbakawatja dan Harahap dalam Muhibbin Syah (2001)
menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sengaja dari
orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan
sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala
perbuatannya.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat penulis simpulkan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan
sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu

Psikologi Pendidikan ~ 3
maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.

C. Definisi Psikologi Pendidikan


Whiterington (1978) mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai
studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor kejiwaan yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Sumadi Suryabrata (1984) mendefinisikan psikologi pendidikan
sebagai pengetahuan psikologi mengenai anak didik dalam situasi
pendidikan.
Elliot dkk.(1999) menyatakan bahwa psikologi pendidikan
merupakan penerapan teori-teori psikologi untuk mempelajari
perkembangan, belajar, motivasi, pengajaran dan permasalahan yang
muncul dalam dunia pendidikan.
Dari berbagai definisi tersebut di atas penulis menyimpulkan
bahwa psikologi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari penerapan teori-
teori psikologi dalam bidang pendidikan. Dalam psikologi pendidikan
dibahas berbagai tingkah laku yang muncul dalam proses pembelajaran.
Di dalamnya terkait berbagai tingkah laku yang perlu dimunculkan ketika
guru mengajar dan bagaimana siswa belajar.

D. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan


Pada dasarnya psikologi pendidikan mempelajari seluruh tingkah
laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Manusia yang
terlibat dalam proses pendidikan ini ialah guru dan siswa, maka objek
yang dibahas dalam psikologi pendidikan adalah tingkah laku siswa yang
berkaitan dengan proses belajar dan tingkah laku guru yang berkaitan
dengan proses pembelajaran. Sehingga objek utama yang dibahas dalam
psikologi pendidikan adalah masalah belajar dan pembelajaran.
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu pelayanan yang
diperuntukkan pada siswa, oleh karena itu dalam psikologi pendidikan
juga dibahas aspek-aspek psikis atau gejala kejiwaan yang terdapat pada
siswa terutama ketika terlibat dalam proses belajar.

4 ~Psikologi Pendidikan
Buku ini akan membahas tingkah laku yang muncul dalam proses
pendidikan, yang dikelompokan dalam pokok bahasan sebagai berikut:
1. Pengantar memahami psikologi pendidikan
2. Gejala Jiwa
3. Perbedaan Individu dan Aplikasinya dalam pendidikan
3. Masalah Belajar
4. Masalah Pembelajaran
5. Pengukuran dan Penilaian
6. Diagnosis Kesulitan Belajar

E. Rangkuman
1. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
manusia, baik sebagai individu maupun dalam berhubungan dengan
lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang
tampak maupun tidak tampak, yang disadari maupun yang tidak
disadari.
2. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dengan
sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu
maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.
3. Psikologi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari penerapan teori-teori
psikologi dalam bidang pendidikan. Dalam psikologi pendidikan
dibahas berbagai tingkah laku yang muncul dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya mengaiaran dan latihan.
4. Buku ini akan membahas berbagai tingkah laku yang muncul dalam
proses pendidikan, yang dikelompokkan dalam pokok bahasan
sebagai berikut : 1) pengantar memahami psikologi pendidikan 2)
gejala jiwa, 3). Perbedaan Individu dan Aplikasinya dalam pendidikan
4) masalah belajar dan Pembelajaran, 5). pengukuran dan penilaian,
6). Diagnosis Kesulitan Belajar,

Psikologi Pendidikan ~ 5
F. Latihan
1. Apa yang di maksud dengan Psikologi ?
2. Apa yang di maksud dengan Pendidikan ?
3. Apa yang di maksud dengan Psikologi Pendidikan ?
4. Jelaskan ruang lingkup yang dipelajari dalam Psikologi Pendidikan !
5. Jelaskan sumbangan Psikologi Pendidikan dalam pendidikan baik
yang bersifat teoritis maupun praktis.

G. Daftar Pustaka

Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Elliot dkk 1999. Effective Teaching Educational. Singapure : Mc Graw Hill


International Editions.

Mahmud, D. 1974. Psikologi : terjemahan dari Spercing. Yogyakarta


Institut Press IMP Yogyakarta

Muhibbinsyah. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, S. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawall

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.


1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai
Pustaka.

Witherington, H.C. 1978. Educational Psychology, terjemahan M. Buchori.


Jakarta : Aksara Baru.

6 ~Psikologi Pendidikan
Bab 2
BENTUK-BENTUK GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN

TUJUAN MEMPELAJARI POKOK BAHASAN


Setelah selesai mempelajari bab II mahasiswa dapat menjelaskan
berbagai bentuk gejala jiwa, antara lain : sensasi dan persepsi, memori,
berpikir, inteligensi, emosi dan motivasi serta penerapan bentuk-bentuk
gejala jiwa tersebut dalam bidang pendidikan

A. PENGANTAR
Dalam bab 1 telah dijelaskan bahwa psikologi merupakan ilmu
yang mempelajari gejala jiwa manusia. Gejala jiwa pada manusia tampak
dalam perilakunya. Ada beberapa bentuk gejala jiwa manusia yang
mendasar yang banyak muncul dalam bidang pendidikan. Diantaranya
pengindraan dan persepsi, memori, berfikir, inteligensi, emosi serta
motivasi. Bentuk-bentuk gejala jiwa tersebut sangat mendasari dan
mempengaruhi berbagai perilaku manusia, baik perilaku seorang pendidik
atau guru maupun perilaku peserta didik atau siswa. Oleh karena itu
penjelasan tentang bentuk-bentuk gejala jiwa yang cukup mendasar dan
banyak terkait dalam bidang pendidikan akan dijelaskan dalam pokok
bahasan ini.

B. PENGINDRAAN (SENSASI) DAN PERSEPSI


Pengertian
Perilaku manusia diawali dengan adanya pengindraan atau
sensasi. Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke
dalam alat indra manusia. Setelah stimulus masuk ke alat indra manusia,

Psikologi Pendidikan ~ 7
maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus disebut dengan persepsi. Persepsi
merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus
yang masuk dalam alat indra.
Pada hakekatnya ada banyak stimulus yang ada disekitar
manusia, namun tidak semua stimulus tersebut berhasil untuk diindra.
Suatu stimulus akan berhasil untuk diindra karena memiliki syarat-syarat
berikut :
1. Ukuran stimulus yang cukup besar untuk diindra
2. Alat indra kita yang sehat
3. Adanya perhatian manusia untuk mengamati stimulus disekitarnya.
Dalam dunia pengindraan pengamatan memegang peran yang
sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari. Pengamatan adalah usaha
untuk mengenal dunia disekitar dengan menggunakan alat indra. Dalam
kehidupan sehari-hari meskipun stimulus yang diindra atau diamati sama
namun bisa menimbulkan interpretasi hasil atau persepsi yang berbeda-
beda. Apabila dilihat dari sudut pandang pengamatan, Sumadi (1990)
menyatakan bahwa aspek pengaturan pengamatan dapat dibedakan
menjadi :
1. Pengaturan menurut sudut pandang ruang. Menurut sudut pandang
ini arah suatu ruangan akan berpengaruh pada ahasil pengamatan.
Misalnya atas-bawah, samping kanan- samping kiri, jauh-dekat.
2. Pengaturan menurut sudut pandang waktu. Menurut sudut pandang
ini kapan suatu stimulus diamati akan mempengaruhi hasil
pengamatan. Misalnya : kemarin dan hari ini. Lima menit pertama
dan 5 menit berikut, saat istirahat dan saat bekerja.
3. Pengaturan menurut sudut pandang Gestalt. Menurut sudut pandang
gestalt, manusia cenderung mengamati suatu stimulus sebagai suatu
kesatuan yang utuh dibandingkan melihat sesuatu yang detail.
Misalnya melihat suatu bangunan, dilihat sebagai suatu bangunan
rumah yang utuh yang bagus, bukan melihat sesuatu yang detail
seperti gentengnya, pintunya, ataupun dindingnya.

8 ~Psikologi Pendidikan
4. Pengaturan menurut sudut pandang arti. Dalam sudut pandang ini
stimulus yang diamati dilukiskan berdasar artinya bagi kita. Misalnya
jika dilihat dari bangunan fisik, bangunan rumah dan tempat ibadah
memiliki bangunan fisik yang sama, tetapi memiliki arti yang
berbeda.
Perbedaan hasil pengamatan atau persepsi juga dipengaruhi oleh
individu atau orang yang mengamati. Dilihat dari individu atau orang
yang mengamati, adanya perbedaan hasil pengamatan dipengaruhi oleh
:
1. Pengetahuan, pengalaman atau wawasan seseorang
2. Kebutuhan seseorang
3. Kesenangan atau hobi seseorang
4. Kebiasaan atau pola hidup sehari-hari

Perbedaan Pengamatan dan Persepsi dan Pengaruhnya dalam


Kehidupan Sehari-hari
Dari sudut pandang tertentu ketika kita mengamati, perilaku
akan mempengaruhi persepsi yang terbentuk. Persepsi yang ada pada
seseorang akan mempengaruhi bagaimana perilaku orang tersebut.
Secara umum apabila kita mengamati seseorang dari depan maka akan
tampak kecantikannya, tetapi jika yang diamati bagian belakang maka
kecantikan itu tidaklah tampak, demikian pula kapan kita mengamati juga
akan memberikan hasil yang belum tentu sama. Dengan demikian
perbedaan sudut pandang pada pengamatan akan menghasilkan
perbedaan persepsi. Persepsi manusia, baik berupa persepsi positif
maupun negatif akan mempengaruhi tindakan yang tampak. Tindakan
positif biasanya akan muncul apabila kita mempersepsi seseorang secara
positif dan sebaliknya. Sebagai contoh ketika kita mempersepsi siswa A
adalah siswa yang pandai maka kita akan memperlakukan ia dengan
menghargainya dan memberi kesempatan baginya untuk melakukan
sesuatu. Sebaliknya apabila kita menilai siswa B adalah siswa yang
lambat belajar maka kita akan memperlakukannya berbeda dengan siswa
A.

Psikologi Pendidikan ~ 9
Mengamati seorang anak memerlukan kehati-hatian seorang
pendidik. Dari sudut pandang mana pengamatan dilakukan akan
menentukan keadaan anak selanjutnya. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa kecenderungan untuk mengamati orang lain dari sudut pandang
negatif atau kekurangan-kekurangannya akan berdampak buruk bagi
anak. Hasil akan berbeda jika anak lebih banyak ditininjau dari sudut
pandang yang positif atau kelebihannya. Penemuan Jack Canfield (dalam
DePorter, 1990) menunjukkan bahwa orangtua atau guru yang lebih
tertarik memperhatikan kekurangan-kekurangan anak dan cenderungan
mengabaikan kelebihan atau perilaku positif anak akan mengakibatkan
anak kurang dapat mengenal, menghargai maupun mengembangkan
sikap dan perilaku yang positif, serta cenderung lebih peka dalam sikap
dan prilaku negatif.

C. MEMORI
Pengertian Memori
Aktifitas kita setiap hari senantiasa berkaitan dengan aktivitas
hari sebelumnya. Berbagai informasi yang kita terima senantiasa
bertambah setiap hari. Upaya untuk memunculkan kembali informasi
yang sudah diterima senantiasa terkait dengan kerja memori dalam otak.
Memori merupakan aktivitas yang berhubungan dengan masa lalu
(Walgito, 1997). Para ahli pada umumnya memandang memori dalam
tiga tahapan atau proses, yaitu memasukkan pesan dalam ingatan,
menyimpan pesan yang sudah masuk atau storage, dan , memunculkan
kembali informasi tersebut atau retrieval (Atkinson, dkk, 1997). Dengan
demikian memori sering didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memasukkan, menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang kita
terima. Kemampuan untuk memasukkan informasi sering disebut juga
dengan mencamkan, encoding, atau learning. Terkait dengan upaya
memunculkan kembali informasi yang sudah diterima dibedakan menjadi
recall dan recognize. Recall merupakan upaya memunculkan kembali
informasi yang sudah diterima tanpa diberikan stimulus yang membantu,
misalnya siswa mengerjakan soal-soal essay atau menjawab pertanyaan

10 ~Psikologi Pendidikan
isian. Sedangkan recognize merupakan upaya memunculkan kembali
informasi yang sudah diterima dengan bantuan informasi yang tersedia,
misalnya mengerjakan soal pilihan ganda, benar-salah maupun
menjodohkan.

Macam-macam Memori
Terkait dengan rentang waktu informasi bertahan dalam otak
kita, memori dibedakan menjadi memori jangka pendek, memori kerja,
dan memori jangka panjang.

Memori Jangka Pendek


Memori jangka pendek disebut juga immediate memory atau
short term memory. Informasi dalam memori ini bertahan hanya
beberapa detik. Rentang waktu informasi dapat bertahan dalam memori
ini sekitar 15-30 detik. Contoh memori ini adalah ketika menghafalkan
nomor telepon atau nomor plat motor, setelah kita berhasil
menghafalkan nomor tersebut dan menggunakannya maka informasi
tersebut cenderung dilupakan atau hilang. Meskipun demikian jika
informasi tersebut sangat berarti atau cenderung diulang maka
kemungkinan besar informasi tersebut bisa masuk memori kerja maupun
memori jangka panjang.
Kapasitas memori jangka pendek berkisar antara 7 digit (7 ± 2
digit) (Atkinson dkk, 1997). Rata-rata orang mampu menghafalkan
nomor telepon antara 5 hingga 9 digit, dan akan mengalami kesulitan
jika menghafalkan lebih dari 9 digit. Dengan demikian kemampuan otak
kita cukup sulit untuk menyimpan informasi yang terlalu panjang (lebih
dari 9 digit). Salah satu upaya untuk mempermudah proses
penyimpanan informasi adalah dengan menggolong-golongkan digit yang
terlalu panjang, misalnya digit 081574768463 digolongkan menjadi 081
574 768 463 . Dua belas digit angka tersebut karena digolongkan bisa
dikatakan menjadi empat digit.

Psikologi Pendidikan ~ 11
Memori Kerja
Memori kerja atau working memory merupakan memori yang
dapat menyimpan informasi dari beberapa menit hingga beberapa jam
dan memberi waktu yang cukup untuk secara sadar memproses,
melakukan refleksi, dan melaksanakan suatu kegiatan berfikir (Gunawan,
A. W, 2003). Informasi yang masuk dalam memori kerja juga
memungkinkan masuk ke memori jangka panjang jika informasi tersebut
bermakna dan sering diulang. Contoh memori ini adalah apabila siswa
melakukan belajar dengan cara ’kebut semalam’. Informasi yang masuk
dalam memori ini dapat bertahan cukup lama, namun karena informasi
tersebut kadang tidak berarti bagi siswa, maka cenderung hilang apabila
sudah tidak digunakan lagi.

Memori Jangka Panjang


Memori jangka panjang atau long term memory merupakan
kemampuan menyimpan informasi yang cenderung menetap atau
permanen. Informasi dalam memori ini dapat bertahan dalam beberapa
bulan, tahun bahkan seumur hidup. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap penyimpanan informasi jangka panjang adalah :
1. Informasi yang berhubungan dengan keselamatan hidup.
2. Informasi yang membangkitkan emosi.
3. Informasi yang masuk akal dan berarti.

D. BERPIKIR
Definisi
Berpikir merupakan aktivitas kognitif manusia yang cukup
kompleks. Berpikir melibatkan berbagai berbagai bentuk gejala jiwa
seperti sensasi, persepsi maupun memori. Berpikir biasanya terjadi pada
orang yang mengalami masalah atau sedang dihadapkan pada masalah.
Misalnya pada saat kehilangan uang atau mengerjakan soal-soal ujian,
aktifitas kognitif kita akan bekerja dan berusaha menemukan pemecahan
masalah untuk menemukan uang yang hilang maupun menyelesaikan
soal dengan benar. Para ahli mendefinisikan berpikir sebagai suatu

12 ~Psikologi Pendidikan
proses mental yang bertujuan memecahkan masalah. Solso (1988)
menyatakan bahwa berpikir merupakan proses yang menghasilkan
representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang
melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental
seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan
masalah. Proses berpikir menghasilkan suatu pengetahuan baru yang
merupakan transformasi informasi-informasi sebelumnya.
Menurut Mayer (dalam Solso, 1988) berpikir meliputi tiga
komponen pokok, yaitu :
1. Berpikir merupakan aktifitas kognitif.
2. Berpikir merupakan proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan di dalam sistem kognitif.
3. Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan masalah.

Berfikir Otak Kiri dan Otak Kanan


Hasil penelitian Roger Spery pada tahun 1960 (dalam Gunawan,
2003) menunjukkan adanya dua hemisfer otak, yaitu hemisfer kiri dan
kanan yang masing masing mempunyai struktur dan fungsi yang
berbeda. Karakteristik kerja otak kiri adalah hal-hal yang berurutan,
detail ke global, membaca berdasar pada fonetik, berupa kata-kata,
symbol, dan huruf, fokus pada internal, serta informasinya bersifat
faktual. Sedangkan karakteristik berpikir otak kanan bersifat acak, global
ke detail, membaca menyeluruh, bentuk berupa gambar dan grafik,
proses yang dilalui diawali dulu dengan melihat dulu atau mengalami
sesuatu dan selanjutnya terjadi proses belajar spontan dan alamiah,
serta berfokus pada eksternal. Lebih lanjut DePorter (1999) menjelaskan
bahwa karakteristik berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan
rasional. Cara berpikirnya sesuai dengan tugas-tugas teratur, ekspresi
verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan
fakta, fonetik serta simbolisme. Sedangkan karakteristik pada otak
kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik. Otak kanan banyak
terlibat pada kegiatan nonverbal seperti, perasaan dan emosi, kesadaran

Psikologi Pendidikan ~ 13
yang terkait dengan perasaan, kesadaran spatial, pengenalan bentuk dan
pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Kedua belahan, baik otak kiri maupun otak kanan mengatur
aktivitas mental yang berbeda. Masing-masing memiliki peran yang
berbeda-beda dalam proses belajar. Jika guru dalam mengajar
senantiasa teratur menerangkan dari definisi hingga latihan soal,
menjelaskan dari buku tiap halaman, mengerjakan soal dari buku urut
dari soal yang mudah hingga soal yang sulit, maka guru tersebut
cenderung mengasah otak kiri anak dalam berpikir. Apabila guru
mengajak anak untuk belajar dari berbagai kasus di lapangan,
mengamati berbagai fenomena di lapangan, kemudian anak selanjutnya
diminta untuk menghubungkannya dengan berbagai teori yang ada
dibuku, maka guru tersebut juga mengasah otak kanan anak dalam
berpikir. Dalam proses kerja otak manusia, stimulasi otak bagian kiri
atau kanan saja kurang sempurna tanpa adanya rangsangan atau
dorongan dari bagian lainnya (DePorter, 1999). Dengan demikian dalam
proses pembelajaran guru dianjurkan untuk dapat menstimulasi kedua
belahan otak siswa dalam proses pembelajaran berdasar karakteristiknya
masing-masing.

Berpikir Kreatif
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan mental yang unik
pada manusia. Kreativitas sering melibatkan kemampuan berpikir. Orang
yang kreatif dalam berpikir mampu memandang sesuatu dari sudut
pandang yang baru, dan dapat menyelesaikan masalah yang berbeda
dari orang pada umumnya. Chandra (1994) mengartikan kreativitas
sebagai kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan
pengungkapan yang unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien, tepat
sasaran dan tepat guna. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Guilford
(dalam Munandar,1999) yang melihat kreativitas sebagai kemampuan
berpikir divergen untuk menjajaki berbagai macam jawaban dari suatu
persoalan. Berpikir divergen merupakan kemampuan berpikir yang
“menyebar”. Dalam berpikir divergen, orang tidak hanya dapat

14 ~Psikologi Pendidikan
memandang suatu stimulus sebagaimana apa adanya orang biasa
memandang stimulus tersebut,, tetapi ia dapat juga melihat stimulus
tersebut dari berbagai sudut pandang. Orang kreatif dapat memandang
suatu barang dapat diciptakan menjadi berbagai fungsi, misalnya pena
atau pensil dapat digunakan untuk penggaris, garuk-garuk, alat
penunjuk, mengambil barang di lubang dan fungsi lainnya yang tidak
biasa dilakukan orang. Fungsi pena tidak sebatas pad alat untuk menulis.
Orang yang kreatif dalam berpikir berbeda dengan orang yang
tidak kreatif. Berdasar berbagai definisi tentang kreativitas yang
dikemukan para ahli, Rhodes (dalam Munandar, 1999) menyebutkan 4
ciri kreativitas sebagai “Four P’s Creativity” atau empat P, yaitu :
1. Person, merupakan keunikan individu dalam pikiran dan
ungkapannya.
2. Proses, yaitu kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas dalam berpikir.
3. Press, merupakan situasi kehidupan dan lingkungan social yang
memberi kemudahan dan dorongan untuk menampilkan tindakan
kreatif.
4. Product, diartikan sebagai kemampuan dalam menghasilkan karya
yang baru dan orisinil dan bermakna bagi individu dan
lingkungannya.

E. INTELIGENSI
Pengertian Inteligensi
Pengertian inteligensi digunakan dalam pengertian yang luas dan
bervariasi. Para psikolog mendefinisikan inteligensi berdasar orientasi
teoritis yang dikembangkan, sehingga melahirkan pengertian inteligensi
yang berbeda satu sama lain (Anastasi, 1997). Secara garis besar
berbagai konsep atau definisi operasional mengenai inteligensi dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok .
Kelompok pertama memandang Inteligensi sebagai kemampuan
menyesuaikan diri (Tyler, 1956, Wechsler 1958, Sorenson, 1977). Tokoh yang
tergabung dalam kelompok ini antara lain Tyler (1956) mengkaitkan inteligensi
dengan pengetahuan penalaran, kemampuan berbuat secara efektif

Psikologi Pendidikan ~ 15
dalam menghadapi situasi baru dan kemampuan mendapatkan dan
memanfaatkan informasi secara tepat. Selanjutnya, Wechsler (1958)
memberikan pengertian inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas
kemampuan seseorang untuk bertindak dengan bertujuan, berfikir
secara rasional dan kemampuan menghadapi lingkungan secara efektif.
Sorenson (1977) menyatakan bahwa seorang yang inteligensinya tinggi
akan cepat mengerti atau memahami situasi yang dihadapi serta
memiliki kecepatan dalam berpikir. Ketiga teori tersebut menekankan
inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami dan bertindak dengan
tepat pada situasi yang dihadapi. Dengan demikian inteligensi lebih
terkait dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri pada situasi yang
dihadapi.
Kelompok kedua memandang inteligensi sebagai kemampuan
untuk belajar ( Freeman, 1971, Flynn, dalam Azwar 1996 ). Freeman
(1971) menyatakan bahwa inteligensi merupakan kemampuan untuk
belajar. Flynn (dalam Azwar, 1996) menyatakan inteligensi sebagai
kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari
pengalaman. Kedua teori tersebut menekankan inteligensi sebagai
kemampuan belajar . Semakin tinggi inteligensi seseorang semakin
mudah untuk dilatih dan belajar dari pengalaman.
Kelompok ketiga memandang inteligensi sebagai kemampuan
untuk berfikir abstrak (Mehrens, 1973., Terman dalam Crider dkk, 1983
Stoddard, dalam Azwar, 1996., ). Mehrens (1973) menyatakan inteligensi
sebagai kemampuan individu untuk berfikir abstrak. Berpikir abstrak ini
diartikan sebagai kemampuan untuk memahami simbol-simbol verbal,
numerikal dan matematika. Terman ( dalam Crider dkk., 1983)
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir
abstrak. Stoddard (dalam Azwar, 1996) menyatakan inteligensi sebagai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang memiliki
karakteristik : 1) memiliki kesulitan, 2) kompleks, 3 ) abstrak, 4)
ekonomis, 5) terarah pada tujuan dan 6) mempunyai nilai sosial, dan 7)
berasal dari sumbernya. Kesimpulan dari ketiga teori tersebut diatas
menekankan inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami dan

16 ~Psikologi Pendidikan
berfikir tentang ide-ide, simbol-simbol atau hal-hal tertentu yang bersifat
abstrak.
Meskipun ada perbedaan definisi tentang inteligensi, namun para
ahli sepakat memandang inteligensi sebagai kemampuan umum
seseorang. Dalam pandangan ini inteligensi menunjukkan secara umum
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri, belajar, atau berfikir
abstrak. Kemampuan umum tersebut sering disebut juga dengan faktor
umum (general factor). Faktor umum ini berbeda dengan kemampuan
khusus (specific factor) yang lebih melihat kemampuan manusia pada
bidang-bidang atau keahlian yang dikuasainya. Misalnya kemampuan
matematika, bahasa, mekanik, musik. Hasil tes inteligensi dapat
menunjukkan secara umum kemampuan seseorang tetapi tidak dapat
menunjukkan bidang khusus atau kemampuan khusus apa yang
cenderung dikuasai. Apabila ingin diketahui bidang apa yang cenderung
dikuasai siswa, maka hasil tes inteligensi harus dilengkapi dengan tes
kemampuan khusus atau tes bakat.
Pada akhir abad 20 muncul suatu teori yang memberi warna
baru pada penelitian inteligensi. Inteligensi tidak hanya dipandang
sebagai kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan lain yang terkait
bagi seseorang untuk memecahkan masalah. Muncullah teori-teori
emosional inteligensi, moral inteligensi, sosial inteligensi, dan spiritual
inteligensi. Teori-teori tersebut menyatakan bahwa inteligensi yang
hanya dilihat dari aspek kognitif tidak banyak memberi sumbangan pada
kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu berkembanglah beberapa
bentuk inteligensi yang tidak hanya mengungkap aspek-aspek kognitif,
tetapi juga aspek emosional, moral, sosial, dan spiritual. Pada tahun
1983, Gardner seorang ahli dari Harvard University memunculkan teori
Multiple Intelligence.
Penelitian Gardner selama lima belas tahun menunjukkan setiap
manusia memiliki berbagai cara untuk menjadi cerdas. Hal ini disebabkan
karena setiap manusia mengembangkan berbagai macam ketrampilan
penting untuk cara hidupnya. Seorang pedagang, pelaut, penari,
olahragawan, dokter, guru dan lain-lain menggunakan caranya masing-

Psikologi Pendidikan ~ 17
masing untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kemampuan
dirinya untuk menciptakan produk-produk tertentu. Semua peran yang
ada pada semua manusia diperhitungkan oleh Gardner dalam
mendefinisikan kata inteligensi. Gardner mendefinisikan inteligensi
sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menciptakan
produk yang berharga dalam lingkungan budaya dan masyarakat
(Gardner, 1993). Gardner menekankan bahwa peran yang dilakukan
pada lingkungan masyarakat dan budaya tertentu akan memberikan
pengaruh bagaimana seseorang memecahkan masalah dan menciptakan
produk terentu.
Berbagai faktor yang menggambarkan inteligensi manusia dari
berbagai lingkungan masyarakat dianalisis untuk memberi gambaran
yang lebih mendalam tentang inteligensi. Berdasar hasil analisis tersebut
Gardner menemukan ada 8 bentuk inteligensi yang menggambarkan
keanekaragaman bentuk inteligensi manusia, yaitu: 1) Inteligensi
Linguistik, 2), Inteligensi Matematik-logika, 3). Inteligensi Spasial, 4).
Inteligensi Kinestetik-Jasmani, 5). Inteligensi Musikal, 6). Inteligensi
Interpersonal, 7). Inteligensi Intrapersonal, dan 8) Inteligensi
naturalistik.

Peran Inteligensi dalam keberhasilan Belajar


Beberapa penelitian mencoba untuk melihat seberapa besar
peran inteligensi dalam kehidupan manusia. Penelitian yang dilakukan
oleh Heller, Monks, dan Passow menunjukkan bahwa anak-anak yang
memiliki kecerdasan tinggi belum tentu memiliki kehidupan yang sukses
dan menyenangkan. Seratus anak yang memiliki IQ tinggi di California
diteliti sejak tahun 1920 hingga sekarang. Diantara mereka ada yang
menjadi orang terkenal di Amerika Serikat, diantaranya senator, sebagian
menerima hadiah nobel untuk Iptek, menjadi bintang film terkenal,
sutradara tersohor, novelis dan sebagainya. Namun ada juga diiantara
mereka yang menjadi pembersih kantor, tukang sapu jalan, dan pekerja
kasar lainnya (Wimbarti, 2000). Dengan demikian orang-orang yang

18 ~Psikologi Pendidikan
memiliki kemampuan IQ yang tinggi tidak selamanya akan berhasil dalam
hidupnya.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Harjito dkk., (1993) pada
siswa SMA yang memperoleh prestasi belajar rendah atau yang
mempunyai permasalahan kesukaran belajar di sekolah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak selamanya siswa yang memiliki prestasi
belajar rendah dan memiliki kesukaran belajar berasal dari siswa yang
memiliki inteligensi rendah. Kenyataan menunjukkan beberapa siswa
yang memiliki IQ diatas rata-rata memiliki prestasi belajar yang rendah
dan beberapa memiliki permasalahan dalam belajar
Banyak para ahli yang meneliti korelasi antara inteligensi dengan
prestasi belajar dan seberapa besar pengaruh inteligensi pada prestasi
belajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi atau
hubungan yang positif antara inteligensi dengan prestasi belajar.
Nunnaly, (dalam Azwar,1996) menyebutkan bahwa korelasi antara tes
prestasi di sekolah dengan faktor yang mendasari keberhasilan tes dalam
kemampuan umum berada di sekitar r = 0.70. Freeman (1962) meneliti
skor WISC dengan prestasi belajar anak di sekolah, mendapatkan nilai
korelasi sebesar r = 0.76. Apabila dilihat besarnya pengaruh inteligensi,
tampak bahwa inteligensi memberi sumbangan pada prestasi belajar
sekitar 50%. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa inteligensi
memberikan sumbangan pada prestasi belajar antara 16 sampai 36
persen (Wetherington), 9 persen hingga 64 persen diteliti oleh Super
(dalam Amrizal, 1988). Di Indonesia, Wulan (1986) mengkorelasikan IQ
performance dengan prestasi belajar pada murid kelas satu SD dan
mendapatkan nilai korelasi sebesar r = 0.41. Sedangkan pada IQ verbal
mendapatkan korelasi sebesar 0.161. Dengan demikian IQ performance
memberikan sumbangan pada prestasi belajar sekitar 16 % dan IQ
verbal memberikan sumbangan pada prestasi belajar kurang dari empat
persen. Amrizal (1988) menemukan angka korelasi sebesar 0.50. Dengan
demikian sekitar 25 % inteligensi mempengaruhi hasil belajar (1988).
Dari berbagai penelitian diatas dapat ditarik simpulan bahwa pada
hakekatnya inteligensi yang diukur dengan tes IQ turut mempengaruhi

Psikologi Pendidikan ~ 19
prestasi belajar. Seberapa besar pengaruh inteligensi pada keberhasilan
di sekolah, para ahli menemukan besarnya persentase yang berbeda-
beda. Dengan demikian masih banyak faktor lain yang belum terungkap
selain dengan tes IQ turut berpengaruh dalam keberhasilan seseorang di
bidang akademik.
Daniel Golemen (1991) juga menyatakan bahwa setinggi-
tingginya IQ seseorang hanya menyumbangkan kira-kira 20% terhadap
kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80 % diisi oleh faktor-faktor
lain. Stenberg (dalam Cooper dan Sawaf,1998) mengemukakan bahwa
IQ hanya berperan empat persen dari keberhasilan dunia nyata dan lebih
dari 90 % keberhasilan berhubungan dengan bentuk kecerdasan lain.
Beberapa penelitian di atas telah membuktikan bahwa inteligensi
yang diukur dengan IQ turut mempengaruhi prestasi belajar, namun
bukanlah satu-satunya prediktor yang mempengaruhi keberhasilan
prestasi belajar maupun kesuksesan hidup seseorang. Beberapa faktor
lain yang belum terungkap dari tes inteligensi yang diukur dengan IQ
memiliki peranan yang besar dalam menentukan keberhasilan dalam
bidang akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari.

F. EMOSI DAN MOTIVASI


Pengertian Emosi dan Motivasi
Emosi diartikan sebagai tergugahnya perasaan yang disertai
dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang,
jantung berdebar (Kartono, 1987). Emosi memberi warna pada perilaku
manusia sehari-hari. Dengan emosi manusia bisa merasakan senang,
sedih, cemburu, cinta, aman, takut, semangat, dan sebagainya. Emosi
sering dikaitkan dengan motivasi. Motivasi diartikan sebagai suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang
memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Motivasi
belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah
untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan.
Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa. Motivasi
tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa antara lain :

20 ~Psikologi Pendidikan
1. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.
2. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam
belajar.
3. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga
agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.

Peran Emosi dan Motivasi dalam Proses Pembelajaran


Emosi berperan dalam membantu mempercepat atau justru
memperlambat proses pembelajaran. Emosi juga membantu proses
pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya keterkaitan antara emosi dan struktur otak
manusia.
Goleman dkk (dalam DePorter, 2000) menyatakan bahwa tanpa
keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak kurang mampu “merekatkan”
pelajaran dalam ingatan. Suasana emosi yang positif atau menyenangkan
dan negatif atau tidak menyenangkan membawa pengaruh pada cara
kerja struktur otak manusia dan akan berpengaruh pula dalam proses
dan hasil belajar. Sebagaimanan dikatakan Goleman (1995) Ketika otak
menerima ancaman atau tekanan, kapasitas saraf untuk berfikir rasional
mengecil, otak “dibajak secara emosional” dan dituntut untuk bertempur
atau kabur menghadapi ancaman atau tekanan. Dalam hal ini kapasitas
otak beroperasi hanya pada tingkat bertahan hidup. Otak tidak dapat
mengakses secara maksimal. Fenomena tersebut dikenal dengan
downshifting. Fenomena seperti itu muncul pada saat kondisi emosi
marah, sedih, ketakutan, dan suasana emosi lain yang membuat kita
tertekan dan terancam. Ketika kita belajar dalam kondisi demikian, maka
kemampuan belajar menjadi kurang maksimal karena adanya hambatan
emosi. Hal ini dirasakan pada saat seorang anak dipaksa belajar oleh
guru atau orang tuanya, padahal anak tersebut tidak menyukai pelajaran
tersebut. Maka yang terjadi adalah kerja otak anak tersebut hanyalah
untuk bertahan agar tidak mendapat amarah atau hukuman dari guru
atau orang tua, namun bukan untuk mempelajari materi secara
maksimal. Meskipun saat itu anak tersebut sudah berusaha belajar, akan

Psikologi Pendidikan ~ 21
tetapi pelajaran yang dipelajari menjadi sulit, baik untuk menambah
pengetahuan diri maupun untuk mengubah sikap atau perilakunya.
Sebaliknya dengan tekanan positif atau suportif, otak akan
terlibat secara emosional dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja
maksimal. Fenomena ini dikenal dengan eustress. Pada kondisi ini otak
terlibat secara emosional, dan memungkinkan sel-sel saraf bekerja secara
maksimal. Fenomena seperti ini muncul pada kondisi senang dan
semangat dalam belajar, dan kondisi demikian akan membuat seseorang
maksimal dalam belajar. Dalam kondisi senang, seseorang akan belajar
lebih lama dan lebih giat. Hasil belajar akan menjadi maksimal. Dengan
demikian suasana emosional positif perlu dibangun dalam proses
pembelajaran.
Suasana emosional juga mempengaruhi memori atau ikatan
dalam menerima dan memunculkan kembali informasi yang sudah
dipelajari. Seorang ilmuan syaraf, Dr Joseph LeDoux (dalam DePorter,
2000) menyatakan bahwa ..”Perangsangan amigdala agaknya lebih kuat
mematrikan kejadian dengan perangsangan emosional dalam memori.
Karena itulah seseorang menjadi lebih mudah mengingat, misalnya
tempat pertama kali bertemu, atau apa yang dilakukan saat mendengar
pesawat ulang alik Challenger meledak. Semakin kuat rangsangan
amigdala, semakin kuat pula pematrian.

G. RANGKUMAN
Ada beberapa bentuk gejala jiwa manusia yang banyak muncul
dalam bidang pendidikan. Diantaranya pengindraan dan persepsi,
memori, berfikir, inteligensi, emosi serta motivasi. Bentuk-bentuk gejala
jiwa tersebut sangat mendasari dan mempengaruhi berbagai perilaku
manusia, baik perilaku seorang pendidik atau guru maupun perilaku
peserta didik atau siswa
Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke
dalam alat indra manusia. Setelah stimulus masuk ke alat indra manusia,
maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus disebut dengan persepsi. Sudut pandang

22 ~Psikologi Pendidikan
pada pengamatan dan persepsi manusia baik berupa persepsi positif
maupun negatif akan mempengaruhi tindakan manusia, termasuk
perilaku guru maupun siswa.
Memori didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memasukkan, menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang
diterima. Terkait dengan rentang waktu informasi bertahan dalam otak
kita, memori dibedakan menjadi memori jangka pendek., memori kerja
dan memori jangka panjang.
Para ahli mendefinisikan berpikir sebagai suatu proses mental
yang bertujuan memecahkan masalah. Berpikir melibatkan aktifitas otak
manusia. Roger Spery menjelaskan adanya dua hemisfer otak, yaitu
hemisfer kiri dan kanan yang masing masing mempunyai struktur dan
fungsi yang berbeda. Karakteristik kerja otak kiri adalah hal-hal yang
berurutan, detail ke global, membaca berdasar pada fonetik, berupa
kata-kata, symbol, dan huruf, fokus pada internal,serta informasi
bersifat faktual. Sedangkan karakteristik berpikir otak kanan bersifat
acak, global ke detail, membaca menyeluruh, gambar dan grafik, melihat
dulu atau mengalami sesuatu, belajar spontan dan alamiah fokus pada
eksternal. Orang yang kreatif dalam berpikir manpu memandang sesuatu
dari sudut pandang yang baru, dan dapat menyelesaikan masalah yang
berbeda dari orang pada umumnya. Dalam berpikir dikenal dengan istilah
berpikir kreatif. Orang yang kreatif dalam berpikir mampu memandang
sesuatu dari sudut pandang yang baru, dan dapat menyelesaikan
masalah yang berbeda dari orang pada umumnya.
Banyak ahli yang mendefinisikan tentang inteligensi, antara lain
inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan untuk menyesuaikan diri
pada kondisi dan masalah baru, kemampuan untuk belajar, kemampuan
untuk berfikir abstrak. Meskipun ada berbagai definisi tentang inteligensi,
para ahli sepakat bahwa inteligensi diartikan sebagai kemampuan murni
manusia. Meskipun, sumbangannya tidak terlalu besar, inteligensi
bersama dengan kemampuan mental yang lain memiliki peran yang
sangat penting dalam kehidupan manusia..

Psikologi Pendidikan ~ 23
Emosi diartikan sebagai tergugahnya perasaan yang disertai
dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang,
jantung berdebar (Kartono, 1987). Motivasi diartikan sebagai suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang
memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Emosi dan
motivasi memberi warna pada perilaku manusia sehari-hari juga sangat
berpengaruh dalam keberhasilan proses belajar siswa.

H. LATIHAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Apa yang dimaksud dengan pengindraan dan persepsi ?
2. Jelaskan, mengapa ada seorang guru yang menyatakan bahwa
siswa A pandai sedang guru lain menyatakan siswa A kurang dapat
menerima pelajarannya?
3. Jelaskan perbedaan memori jangka pendek, memori kerja dan
memori jangka panjang, dengan disertai contoh!
4. Bagaimana upaya siswa agar dapat mengoptimalkan memorinya ?
5. Apa yang dimaksud dengan anak yang cerdas atau intelligent ?
6. Jelaskan hubungan inteligensi dengan keberhasilan dalam belajar !
7. Jelaskan perbedaan cara berpikir kreatif dan tidak kreatif!
8. Jelaskan perbedaan berfikir dengan menggunakan otak kiri dan otak
kanan!
9. Apakah emosi terkait dengan cara kerja otak ? jelaskan alasanya!
10. Bagaimana peran emosi dalam situasi belajar ?

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A. Urbina, S. 1997 Psychological Testing. New Jersey :


Prencise- Hall, Inc

Amrizal, R., 1988. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Orang Tua,


Stimulasi Membaca dari Orang Tua, Inteligensi Anak, Minat

24 ~Psikologi Pendidikan
Membaca Anak dan Prestasi Belajar Anak. Laporan Penelitian.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Armstrong, T. 2003. Sekolah Para Juara : Menerapkan Multiple


Intelligences di Dunia Pendidikan. (alih bahasa : Mutanto,
Yudi). Bandung : Kaifa

Azwar, S., 1996. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar Offset.
Cooper, R.K., and Sawaf, A., 1998. Executive EQ, Kecerdasan Emosional
Kepemimpinan dan Organisasi. (Alih bahasa Widodo). Jakarta :
Gramedia

Chandra, J., 1994. Kreativitas, Bagaimana Menanam, Membangun dan


Mengembangkannya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Chaucchan. 1978. Advance Educational Psychology. New Delhi : Vikas


Publishing House PVT Ltd.

Crider, A.B., Goethals, G.R., Karanaugh, R.D., and Solomon, P.R., .,


1983. Psychology. USA : Skoth Foresman and Company

Crow L.D. and Crow, A., 1960. Readingin Educational Psychology. New
Jersey : Broaklyn College Edulittefild And & Co. Patirson

DePorter, B., Hernacki, M., 1999. Quantum Learning. Bandung : Penerbit


Kaifa

DePorter, B., Hernacki, M., 2002. Quantum Teaching. Bandung : Penerbit


Kaifa

Elliot, SN., Krachwill, TR., Littlefield, J., Travers, JF., 1999. Educational
Pychology. Singapore : Mc-Graw Hill Book Co.

Psikologi Pendidikan ~ 25
Eysenck, H.J., Kamin, L., 1981. Intelligence : The Battle for The Mind .
Willemstad : Multimedia Publications Inc

Ford, M.E., Tisak, 1983. A Futher Search for Social Intelligence. Journal
of Educational Psychology, 75 : 196-206

Freeman, F.S., 1971. Theory and Practice of Psychological Testing . New


York : Mac Millan Publishng Co. Inc

Gardner, H. 2003. Multiple Intelligences : Kecerdasan Majemuk dalam


Praktik (alih bahasa Sindoro A. Batam : Interaksara.

Goleman, D., 1996. Emotional Intelligence, (Alih bahasa T.Hermaya).


Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Gunawan, AW., 2003. Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk


Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Harjito, P., Rustam, A., dan Soeramto., 1993. Inteligensi Siswa-siswa
SMA yang memperoleh Pestasi Belajar Rendah. Laporan
Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Irfan S., dan Wimbarti, S., 1988. Perbedaan Kemampuan Numerikal


pada Siswa SMU Swasta Pria dan Wanita di DIY dan Klaten.
Laporan Penelitian. Yogyakarta :Fakutas Psikologi UGM

Munandar, S.C.U., 1999. Kreativitas dan Keberbakatan. Strategy


Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Nunnally, J.C., 1978. Psychometric Theory. New York : McGraw-Hill.

Sorenson,1977. Psychology in Education. New York : Mc Graw – Hill, Inc

26 ~Psikologi Pendidikan
Sukarti, Soeramto, dan Muhari, 1980. Perbedaan Hasil Tes Wais pada
Kelompok Pria dan Kelompok Wanita. Laporan Penelitian.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Suryabrata S., 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : C.V. Rajawali


Wechsler D., 1958. The Measurement and Appraisal of Adult
Intelligence. 4th edition. Baltimore : The Williams & Wilkins
Company.

Wimbarti, S., 2000. Bunga Rampai Psikologi Pendidikan. Yogyakarta :


Fakultas Psikologi UGM

Witherington, H.C.W., 1978. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Penerbit


Aksara Baru

Wulan, R., 1986. Hubungan antara Kemampuan Persepsi Visual dan


Inteligensi dengan Prestasi Belajar Murid-murid Kelas Satu
Sekolah Dasar SD Negeri Ungaran I. Laporan Penelitian.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Psikologi Pendidikan ~ 27
Bab 3
PERBEDAAN INDIVIDUAL

A. Tujuan Mempelajari Pokok Bahasan


Setelah mempelajari bab III mahasiswa dapat menjelaskan
perbedaan individual yang ada pada siswa meliputi perbedaan gender,
kemampuan, kepribadian, gaya belajar, serta aplikasinya dalam proses
pembelajaran.

B. Apa itu perbedaan individual ?


Sebagian besar guru dan orang-orang awam memiliki asumsi
bahwa sekolah akan berfungsi dengan baik jika semua siswa sama.
Mereka harus menggunakan buku dan perlengkapan yang sama untuk
belajar. Mereka bekerja dengan langkah yang sama dan menggunakan
alat yang sama. Mereka mempelajari isi yang sama dan belajar dengan
kurikulum serta jadwal yang sama. Guru berbicara dalam sebuah
kelompok besar siswa, memberikan informasi yang sama pada saat yang
sama untuk setiap orang. Tentu saja sekolah menggunakan tes yang
sama untuk mengukur kesuksesan belajar. Padahal kenyataannya
mereka bukan orang yang sama. Untuk kelompok besar, hal tersebut
adalah sesuatu yang realistis. Namun demikian guru tetap perlu
memperhatikan perbedaan-perbedaan individual yang ada diantara
siswa.
Salah satu karakteristik pembelajaran yang efektif adalah jika
pembelajaran dapat merespon kebutuhan khusus siswa. Hal tersebut
tidak terlepas dari adanya perbedaan diantara orang-orang. Perbedaan
individual merupakan pokok bahasan dasar dalam psikologi modern.

28 ~Psikologi Pendidikan
Perbedaan individual berkaitan dengan “psikologi pribadi”, yang
menjelaskan perbedaan psikologis antara orang-orang serta berbagai
persamaannya. Psikologi perbedaan individual menguji dan menjelaskan
bagaimana orang-orang berbeda dalam berpikir, berperasaan, dan
bertindak. Oleh karena itu bab ini akan berusaha menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan yang ada diantara siswa
dalam satu kelas, mengapa perbedaan tersebut terjadi, serta bagaimana
aplikasinya dalam pembelajaran.

C. Sumber Perbedaan Individual


Apa yang membuat kita menjadi individu yang unik? Apa yang
membuat kita berbeda dengan orang lain? Pertanyaan tersebut sering
muncul jika kita membahas perbedaan individual. Jawaban atas
pertanyaan tersebut berakhir pada faktor bawaan dan lingkungan.
Namun demikian, perdebatan tentang pengaruh kedua faktor tersebut
masih terus berlanjut. Kedua faktor ini akan dibahas satu persatu.
1. Faktor Bawaan
Faktor bawaan merupakan faktor-faktor biologis yang diturunkan
melalui pewarisan genetik oleh orangtua. Pewarisan genetik ini dimulai
pada saat terjadinya pembuahan. Yaitu ketika sel reproduksi perempuan
yang disebut ovum dibuahi oleh sel reproduksi laki-laki yang disebut
spermatozoon. Hal ini terjadi kira-kira 280 hari sebelum lahir. Dalam
masing-masing sel reproduksi, baik spermatozoa (sel reproduksi pada
laki-laki) maupun sel telur atau ovum (sel reproduksi pada perempuan)
terdapat 23 pasang kromosom.. Kromosom adalah partikel seperti
benang yang masing-masing di dalamnya terdapat untaian partikel yang
sangat kecil, yang disebut gen. Gen inilah pembawa ciri bawaan yang
diwariskan orangtua kepada keturunannya (Hurlock, 1995). Perkiraan
jumlah gen dalam genome (kumpulan gen) manusia bergerak antara
60.000 sampai 150.000, masing-masing membawa potensi ciri bawaan
fisik dan mental. Gen ini mengandung petunjuk untuk produksi protein,
yang selanjutnya protein ini yang akan mengatur proses fisiologis tubuh
dan penampakan sifat-sifat fenotip: bentuk tubuh, kekuatan fisik,

Psikologi Pendidikan ~ 29
kecerdasan, dan berbagai pola perilaku lainnya (Zimbardo & Gerig,
1999).
Menurut Zimbardo dan Gerig (1999), penyatuan antara sebuah
sperma dan sebuah sel telur hanya menghasilkan satu diantara milyaran
kemungkinan kombinasi gen. Salah satu kromosom yaitu kromosom sex
merupakan pembawa kode gen untuk perkembangan karakteristik fisik
laki-laki atau perempuan. Kita mendapatkan kromoson X dari ibu, dan
salah satu dari kromosom X atau Y dari ayah. Kombinasi XX merupakan
kode untuk perkembangan fisik perempuan, dan kombinasi XY
merupakan kode untuk perkembangan fisik laki-laki.
Meskipun rata-rata kita memiliki 50 persen gen yang sama
dengan saudara kita, kumpulan gen kita tetap khas kecuali kita adalah
kembar identik. Perbedaan gen ini merupakan satu alasan mengapa kita
berbeda dengan orang lain, baik secara fisik, psikologis, maupun
perilaku, bahkan dengan saudara kita sendiri. Selebihnya adalah
dipengaruhi oleh lingkungan, karena kita tidak pernah berada di
lingkungan yang sama persis (Zimbardo & Gerig, 1999).

2. Faktor Lingkungan
Lingkungan menunjuk pada segala sesuatu yang berada di luar
diri individu. Faktor ini meliputi banyak hal, mulai dari status sosial
ekonomi orangtua, pola gizi, stimulasi atau rangsangan, pola asuh orang
tua, budaya, dan lain sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa
hal yang termasuk dalam faktor lingkungan.
a. Status sosial ekonomi orangtua, meliputi tingkat pendidikan
orangtua, pekerjaan orangtua, penghasilan orangtua. Tingkat
pendidikan orangtua berbeda satu dengan lainnya. Meskipun tidak
mutlak, tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi sikap orangtua
terhadap pendidikan anak serta tingkat aspirasinya terhadap
pendidikan anak. Demikian juga dengan pekerjaan dan penghasilan
orangtua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa
implikasi pada berbedanya aspirasi orangtua terhadap pendidikan
anak, aspirasi anak terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan

30 ~Psikologi Pendidikan
pada anak, dan mungkin waktu yang disediakan untuk mendidik
anak-anaknya. Demikian juga perbedaan status ekonomi dapat
membawa implikasi salah satunya pada perbedaan pola gizi yang
diterapkan dalam keluarga. Keluarga dengan status ekonomi tinggi
memungkinkan untuk memberikan asupan makanan bergizi tinggi
pada anak-anaknya. Gizi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan fisik serta kecerdasan anak. Sebuah
penelitian pada anak adopsi di Perancis menunjukkan adanya
hubungan antara status sosial ekonomi dengan kecerdasan. Dalam
penelitian tersebut perpindahan seorang anak dari sebuah keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah ke sebuah keluarga dengan
status sosial ekonomi tinggi meningkatkan IQ anak tersebut 12-16
poin (Wahlsten, 1997).
b. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang digunakan untuk
berhubungan dengan anak-anak. Pola asuh yang diterapkan tiap
keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Berkaitan dengan pola
asuh ini terdapat tiga macam pola asuh orangtua, yaitu otoriter,
permisif, dan autoritatif. Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh
yang menekankan pada pengawasan orangtua kepada anak untuk
mendapatkan ketaatan atau kepatuhan. Orang tua bersikap tegas,
suka menghukum, dan cenderung mengekang keinginan anak. Hal
ini dapat menyebabkan anak kurang inisiatif, cenderung ragu, dan
mudah gugup. Oleh karena sering mendapat hukuman anak menjadi
tidak disiplin dan nakal. Pola asuh permisif merupakan bentuk
pengasuhan di mana orangtua memberi kebebasan sebanyak
mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut
untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orangtua.
Sementara itu pola asuh autoritatif bercirikan adanya hak dan
kewajiban orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling
melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab, dan menentukan
perilakunya sendiri agar dapat berdisiplin.
c. Budaya. Budaya merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia,
atau dapat juga didefinisikan sebagai adat istiadat. Budaya dan

Psikologi Pendidikan ~ 31
kebudayaan sebagai sebuah rangkaian tindakan dan aktifitas
manusia yang berpola dapat dilihat dalam tiga wujud. Wujud
pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Hal ini berupa ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud
kedua adalah budaya sebagai suatu aktifitas dan tindakan berpola
dari manusia dan masyarakat. Wujud kedua ini juga disebut sebagai
sistem sosial. Sistem sosial ini berhubungan dalam kurun waktu
tertentu dan membentuk suatu pola tertentu. Wujud ketiga,
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan
ini berupa benda-benda yang dapat dilihat, diraba, atau difoto.
Ketiga bentuk budaya dan kebudayaan tersebut mempengaruhi
perilaku manusia. Sebagai contoh adalah bagaimana nilai dan norma
membentuk perilaku masyarakat. Adanya nilai-nilai dalam
masyarakat memberitahu pada anggotanya tentang apa yang baik
atau penting dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai ini terjabarkan
dalam norma-norma. Norma-norma memberikan panduan bagi
anggota masyarakat bagaimana harus berperilaku. Norma menjadi
ukuran pantas-tidak pantas, salah-benar, baik-buruk bagi anggota
masyarakat. Dalam masyarakat, pelanggar norma akan mendapatkan
sanksi sosial dan psikologis. Melalui sanksi psikologis maupun sanksi
sosial ini, nilai dan norma akan mengendalikan perilaku anggota
masyarakat. Oleh karena nilai dan norma masing-masing masyarakat
berbeda, maka perilaku yang muncul dari anggota masing-masing
masyarakat berbeda satu sama lain.
d. Urutan Kelahiran. Walaupun masih terdapat kontroversi, beberapa
penelitian membuktikan karakteristik kepribadian seseorang
ditentukan salah satunya oleh urutan kelahirannya. Anak sulung
cenderung lebih teliti, mempunyai ambisi, dan agresif dibandingkan
adik-adiknya. Anak pertama cenderung mendapatkan dan
menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki prestasi
yang baik. Setiap astronot yang berangkat ke luar angkasa pada
umumnya merupakan anak sulung atau anak laki-laki pertama di
dalam keluarganya. Bahkan pemenang nobel serta para presiden

32 ~Psikologi Pendidikan
Amerika Serikat pada umumnya anak pertama. Sementara itu anak
tengah lebih mudah bergaul dan memiliki rasa setia kawan yang
tinggi. Karena kurang diperhatikan di dalam keluarga, mereka
cenderung belajar, menjalin hubungan, dan mencari dukungan dari
teman-teman seusianya. Oleh karena itu, mereka cenderung memiliki
kemampuan dalam bersosialisasi. Anak tengah sering menjadi
mediator dan pencinta damai. Anak bungsu cenderung paling kreatif
dan biasanya menarik. Oleh karena mereka sering dianggap sebagai
anak bawang, si bungsu cenderung untuk selalu ingin memperoleh
perlakuan yang sama. Anak tunggal atau si anak semata wayang
memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan anak pertama dan
sering merasa terbebani dengan harapan yang tinggi dari orangtua
mereka terhadap diri mereka. Penelitian memperlihatkan, mereka
lebih percaya diri, supel, dan memiliki imajinasi yang tinggi. Mereka
juga mengharapkan banyak dari orang lain, tidak senang dikritik,
kadang tidak fleksibel, serta perfeksionis. Karakteristik yang berbeda-
beda antara anak sulung, anak tengah, anak bungsu, maupun anak
tunggal disebabkan karena perlakuan yang berbeda-beda dari
orangtua maupun anggota keluarga lainnya berdasarkan urutan
kelahirannya.

Berbagai usaha dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui


kontribusi gen dan lingkungan terhadap perbedaan individual, salah
satunya adalah melalui penelitian pada anak kembar. Dalam sebuah
penelitian, anak kembar identik dibesarkan terpisah. Anak kembar ini
memiliki gen yang sama, tetapi berada pada lingkungan keluarga yang
berbeda. Dalam penelitian terhadap anak kembar yang lain, kembar
identik dibesarkan dalam keluarga yang sama (memiliki gen dan
lingkungan yang sama) dibandingkan dengan kembar fraternal yang
dibesarkan bersama (lingkungan keluarga sama, tapi mereka hanya
memiliki setengah gen yang sama). Kondisi yang lain adalah dalam kasus
adopsi. Dalam sebuah penelitian adopsi, saudara kandung yang
dibesarkan secara bersama (sama lingkungan keluarga, namun hanya

Psikologi Pendidikan ~ 33
separo gen yang sama) dibandingkan dengan saudara adopsi
(lingkungan keluarga sama, tetapi dengan gen yang sama sekali
berbeda).
Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah lebih mirip
dibandingkan pasangan yang dipilih secara acak. Demikian juga kembar
identik lebih mirip dibandingkan kembar fraternal. Seperti halnya saudara
kandung memiliki kepribadian yang lebih mirip dibandingkan saudara
adopsi. Setiap observasi menunjukkan bahwa kepribadian dapat
diturunkan sampai pada tingkatan tertentu. Dalam hal ini dibedakan
adanya dua akibat lingkungan. Yaitu: akibat lingkungan yang sama
(saudara kandung yang dibesarkan bersama membuat mereka lebih
mirip) dan akibat tidak bersama (yang secara unik mempengaruhi
individu, membuat saudara kandung tampak berbeda). Meskipun secara
genetik identik dan memiliki lingkungan keluarga yang sama, kembar
identik yang dibesarkan bersama tidak memiliki kepribadian yang identik.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh akibat lingkungan yang tidak sama
seratus persen. Penelitian adopsi juga secara langsung mengukur
kekuatan akibat dari keluarga yang sama. Saudara adopsi hanya sama
lingkungan keluarganya saja. Tanpa diduga, beberapa penelitian pada
adopsi mengindikasikan bahwa kepribadian saudara adopsi pada masa
dewasa tidak lebih mirip dibandingkan pasangan asing yang dipilih secara
acak. Hal ini menunjukkan bahwa efek lingkungan keluarga yang sama
terhadap kepribadian pada orang dewasa adalah nol.

D. Macam-macam Perbedaan
1. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender
Salah satu topik yang banyak menarik perhatian dalam
membahas perbedaan individual adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Satu pertanyaan dasar berkaitan dengan hal tersebut
adalah: apakah perempuan menerima dukungan yang dia butuhkan,
khususnya di kelas, sesuai dengan potensinya? Atau apakah
perkembangan mereka dihambat oleh bentuk-bentuk diskriminasi yang
sempurna sehingga menjadi bagian kehidupan sehari-hari?. Sebagai

34 ~Psikologi Pendidikan
pendidik, sebagaimana orang-orang pada umumnya kita cenderung
memandang laki-laki dan perempuan secara berbeda. Kita sering melihat
jenis kelamin seseorang sebagai prediktor penting atas kemampuan dan
minat mereka dan mengasumsikan bahwa jika kita tahu seseorang
adalah laki-laki atau perempuan, kita tahu banyak tentang mereka.
Asumsi tersebut adalah salah. Pengetahuan tentang jenis kelamin
seseorang menunjukkan pada kita banyak hal tentang mereka secara
biologis, tetapi sedikit tentang hal-hal yang lain. Jenis kelamin bukanlah
prediktor yang baik untuk kemampuan-kemampuan akademik, minat,
atau karakteristik emosional.
Istilah jenis kelamin dan gender sering dipertukarkan dan
dianggap sama. Jenis kelamin menunjuk pada perbedaan biologis dari
laki-laki dan perempuan, sementara gender merupakan aspek psikososial
dari laki-laki dan perempuan. Berupa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang dibangun secara sosial budaya. Perbedaan gender
termasuk dalam hal peran, tingkah laku, kecenderungan, sifat, dan
atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-laki atau
perempuan dalam kebudayaan yang ada. Perbedaan-perbedaan tersebut
muncul dari apa yang diajarkan. Barbara Mackoff (dalam Baron dan
Byrne, 2004) menyatakan bahwa perbedaan terbesar antara laki-laki dan
perempuan adalah cara memperlakukan mereka. Perbedaan perlakuan
ini dilakukan secara terus menerus, diturunkan secara kultural dan
terinternalisasi menjadi kepercayaan dari generasi ke generasi dan
diyakini sebagai ideologi.
Ideologi ini pada akhirnya mempengaruhi bagaimana anggota
masyarakat laki-laki dan perempuan harus bertingkah laku. Bem (dalam
Baron dan Byrne, 2004) mengembangkan inventori untuk mengukur
perbedaan individual dalam hubungannya dengan peran jenis kelamin.
Dalam penelitiannya setiap responden menilai karakteristik mana yang
dapat diaplikasikan pada laki-laki dan mana yang dapat diaplikasikan
pada perempuan. Diantara karakteristik tersebut tampak dalam deskripsi
berikut:

Psikologi Pendidikan ~ 35
Karakteristik stereotip laki-laki Karakteristik stereotip perempuan

Bertindak sebagai Memiliki kemampuan Menyukai anak-


Penuh perasaan
seorang pemimpin kepemimpinan anak
Agresif Mandiri Ceria Setia

Sensitive terhadap

Ambisius Individualistis Seperti anak-anak kebutuhan orang


lain

Mudah mengambil
Analistis Penuh belas kasih Pemalu
keputusan
Tidak menggunakan
Asertif Maskulin Berbicara lembut
kata-kata kasar

Bergantung pada Ingin menentramkan


Atletis Simpatik
dirinya sendiri perasaan yang terluka

Mampu memenuhi
Kompetitif Feminin Lembut
kebutuhan sendiri

Mempertahankan
Kepribadian yang kuat Ingin disanjung Penuh pengertian
keyakinannya

Bersedia mengambil
Memaksa Lemah lembut Hangat
sikap

Bersedia mengambil
Dominan Lugu Penurut
resiko

Perbedaan Gender dan Prestasi di Kelas


Kelas merupakan salah satu tempat di mana anak belajar
perilaku “yang sesuai” untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Proses
belajar gender secara formal dimulai pada saat anak masuk sekolah dan
berlanjut selama anak menempuh pendidikan berikutnya. Perbedaan
perlakuan terhadap anak laki-laki dan perempuan di kelas menimbulkan
ketimpangan gender. Ketimpangan gender dalam pendidikan di sekolah
ini menghasilkan perbedaan gender yang mengganggu untuk kedua
gender; menghalangi usaha anak laki-laki dan perempuan untuk

36 ~Psikologi Pendidikan
menemukan jati diri mereka, dan mengganggu persiapan mereka untuk
masa depan.
Hubungan antara gender dengan prestasi di kelas banyak
menarik minat para peneliti. Pola-pola interaksi antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa, isi kurikulum, serta ujian ditengarai banyak
menunjukkan bias gender. Menurut Gallagher (2001), meskipun laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan dalam perkembangan fisik,
emosional, dan intelektual, namun sebenarnya tidak ada bukti yang
berhubungan dengan hal tersebut. Prestasi akademik tidak dapat
dijelaskan melalui perbedaan biologis. Faktor sosial dan kultural
merupakan alasan utama yang menyebabkan terdapat perbedaan gender
dalam prestasi akademik. Faktor-faktor tersebut meliputi familiaritas
siswa dengan mata pelajaran, perubahan aspirasi pekerjaan, persepsi
terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap tipikal gender tertentu,
gaya penampilan laki-laki dan perempuan, serta harapan guru.
Perbedaan gender dalam beberapa aspek yang terkait dengan
kemampuan akademik dan sekolah terlihat dalam tabel berikut.

Karakteristik Perbedaan gender


Perbedaan fisik Meskipun sebagian besar perempuan matang lebih cepat
dibandingkan laki-laki, laki-laki lebih besar dan kuat
Kemampuan verbal Perempuan lebih bagus dalam mengerjakan tugas-tugas
verbal di tahun-tahun awal, dan dapat dipertahankan.
Laki-laki menunjukkan masalah-masalah bahasa yang
lebih banyak dibandingkan perempuan
Kemampuan spasial Laki-laki lebih superior dalam kemampuan spasial, yang
berlanjut selama masa sekolah
Kemampuan matematika Pada tahun-tahun awal hanya ada sedikit perbedaan; laki-
laki menunjukkan superioritas selama sekolah menengah
atas
Sains Perbedaan gender terlihat meningkat; perempuan
mengalami kemunduran, sementara prestasi laki-laki
meningkat

Psikologi Pendidikan ~ 37
Motivasi berprestasi Perbedaan nampaknya berhubungan dengan tugas dan
situasi. Laki-laki tampak lebih baik dalam melakukan
tugas-tugas stereotip “maskulin” (matematika, sains), dan
perempuan dalam tugas-tugas “feminine” (seni, musik).
Dalam kompetisi langsung antara laki-laki dan perempuan
ketika memasuki usia remaja, prestasi perempuan tampak
turun.
Agresi Laki-laki nampaknya memiliki pembawaan lebih agresif
dibandingkan perempuan.
Tabel perbedaan gender yang terlihat
(sumber: Elliott, 1999)

Sebagian guru memperlakukan laki-laki dan perempuan secara


berbeda. Meskipun pada umumnya perempuan memiliki prestasi yang
lebih baik dibandingkan laki-laki di sekolah dasar, perempuan sering
kehilangan prestasi di sekolah menengah, khususnya dalam mata
pelajaran matematika dan sains. Padahal penelitian pada kemampuan
kognitif laki-laki dan perempuan sejak lahir sampai dewasa, tidak ada
yang menemukan bahwa laki-laki memiliki bakat intrinsik yang lebih
besar dalam matematika dan sains (Spelke, 2005). Nampaknya mitos
bahwa perempuan tidak dapat mengerjakan matematika, membuat para
siswa perempuan berpikir bahwa matematika adalah “pelajaran laki-laki”.
Pada akhirnya para siswa perempuan kurang serius pada matematika
dan kurang baik dalam mengerjakannya. Hal ini juga tidak terlepas dari
adanya stereotip gender yang ada, yaitu anak laki-laki didorong untuk
mencapai prestasi, sementara anak perempuan didorong untuk aktifitas-
aktifitas pengasuhan.
Bagaimana guru berinteraksi dengan siswa-siswinya juga
mengundang rasa ingin tahu para peneliti. Sebuah hasil penelitian
menunjukkan bahwa guru memberikan perhatian lebih besar pada siswa
laki-laki dari pada siswa perempuan (Elliott, 1999). Seringkali siswa laki-
laki meminta perhatian lebih besar daripada perempuan. Hasil penelitian
tersebut khususnya dapat dilihat pada pelajaran matematika dan sains.

38 ~Psikologi Pendidikan
Guru melaporkan pada peneliti bahwa mereka memiliki harapan yang
sama untuk anak laki-laki dan perempuan; namun ketika guru tersebut
diobservasi pada saat mengajar, mereka bertanya 80% lebih banyak
pada siswa laki-laki dibandingkan pada siswa perempuan. Penelitian
Crowley, dkk (dalam Baron dan Byrne, 2004) menemukan bahwa
orangtua tiga kali lebih lama bercakap-cakap dengan anak laki-lakinya
seputar ilmu pengetahuan atau sains, dibandingkan dengan anak
perempuan. Sementara itu untuk topik di luar sains, lamanya percakapan
baik pada anak laki-laki maupun perempuan relatif sama. Perbedaan ini
terlihat baik pada ayah atau ibu, dan terjadi pada semua anak berapapun
usianya. Tampaknya ilmu pengetahuan dianggap lebih pantas untuk anak
laki-laki daripada anak perempuan. Temuan tersebut menjelaskan bahwa
setidaknya ada satu alasan munculnya perbedaan jenis kelamin dalam
minat terhadap ilmu pengetahuan pada tahun-tahun selanjutnya.
Sadkers (dalam Elliot, 1999) dalam sebuah penelitiannya
melaporkan bahwa siswa laki-laki lebih mendominasi dalam diskusi. Laki-
laki berbicara 8 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Krupnick (1985) yang menemukan siswa
laki-laki lebih aktif berpendapat di dalam kelas dibandingkan perempuan.
Nampaknya hal tersebut tidak terlepas dari perbedaan perlakuan guru.
Sadkers (dalam Elliott, 1999) menemukan bahwa pada saat siswa laki-
laki berkomentar dalam diskusi, meskipun komentar tersebut tidak
relevan guru selalu merespon mereka dengan baik. Di sisi lain, pada saat
siswa perempuan berkomentar, guru sering mengingatkannya akan
aturan-aturan dalam berbicara. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa
harga diri siswa perempuan lebih rendah pada sekolah koedukasi dari
pada sekolah satu jenis kelamin (Krupnick, 1985). Siswa perempuan
memiliki kepercayaan yang lebih rendah pada pendapatnya sendiri
dibandingkan laki-laki. Perempuan juga memiliki kekhawatiran yang lebih
tinggi untuk melakukan kesalahan.
Perbedaan gender juga nampak dalam interaksi guru-siswa.
Sadkers (dalam Elliott, 1999) menemukan bahwa siswa laki-laki
menerima lebih banyak komentar, khususnya lebih banyak pujian, kritik,

Psikologi Pendidikan ~ 39
dan remediasi. Guru bertanya lebih banyak kepada anak laki-laki
dibandingkan pada anak perempuan, serta menunggu lebih lama untuk
menjawabnya. Mereka selalu memberi semangat kepada anak laki-laki
untuk berusaha lebih keras, selalu mengingatkan bahwa mereka bisa.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Eccles pada tahun 1993 (dalam
Santrock, 1997) juga menunjukkan bahwa siswa laki-laki diberikan lebih
banyak remedi, kecaman maupun pujian dibandingkan siswa perempuan.
Myra dan Davis Sadker (dalam Santrock, 1997) yang meneliti diskriminasi
gender di sekolah selama dua dekade percaya bahwa banyak pendidik
yang tidak sadar bahwa pembentukan peran gender secara halus muncul
dalam lingkungan sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa perbedaan
kemampuan dan karakteristik yang ada diantara siswa laki-laki dan
perempuan lebih disebabkan oleh perlakuan dari lingkungannya, dalam
hal ini orangtua maupun guru di sekolah. Oleh karena itu guru
seharusnya memberikan kesempatan yang sama kepada siswa laki-laki
dan perempuan dalam berbagai aktifitas pembelajaran. Siswa perempuan
perlu didukung dan didorong untuk lebih aktif dalam pelajaran-pelajaran
yang selama ini dianggap sebagai pelajaran laki-laki, seperti pelajaran
matematika dan sains. Jika selama ini siswa perempuan terlihat kurang
aktif dalam diskusi di kelas, maka guru juga perlu untuk memberi
dukungan yang memadai agar mereka memiliki kepercayaan diri untuk
menyampaikan pendapat. Dengan demikian pada akhirnya tidak ada lagi
perbedaan perlakuan yang disebabkan karena jenis kelamin yang dimiliki
siswa. Selanjutnya siswa akan belajar dan berprestasi sesuai dengan
potensi masing-masing, terlepas dari ia dilahirkan sebagai perempuan
atau laki-laki.

2. Perbedaan kemampuan
Kemampuan sering diartikan secara sederhana sebagai
kecerdasan. Para peneliti tentang perbedaan individual dalam belajar
mengasumsikan bahwa kecerdasan adalah kemampuan dalam belajar.
Kemampuan umum didefinisikan sebagai prestasi komparatif individu

40 ~Psikologi Pendidikan
dalam berbagai tugas, termasuk memecahkan masalah dengan waktu
yang terbatas. Lebih jauh dari itu kemampuan juga meliputi kapasitas
individu untuk memahami tugas, dan untuk menemukan strategi
pemecahan masalah yang cocok, serta prestasi individu dalam sebagian
besar tugas-tugas belajar.
Perbedaan kecerdasan dapat dipahami dari perbedaan skor IQ
yang dihasilkan dari hasil tes kecerdasan. Pengukuran kecerdasan
manusia mengikuti suatu distribusi normal. Skor tes kecerdasan bergerak
dari mendekati 0 sampai 200, dengan rata-rata 100. Tabel berikut
menunjukkan distribusi IQ yang dikembangkan oleh Wechsler:

IQ Deskripsi
Di atas 130 Very superior
120-129 Superior
110-119 Bright normal
90-109 Average
80-89 Dull normal
70-79 Borderline
Di bawah 70 Defective

Gifted
Seseorang yang memiliki skor tes kecerdasan di atas 130 biasa
disebut gifted. Sebuah penelitian penting tentang anak-anak gifted telah
dilakukan dengan menggunakan tes Stanford Binet. Terman dan kawan-
kawan melakukan tes kecerdasan terhadap ribuan anak, kemudian
melakukan penelitian lanjutan terhadap mereka yang memiliki IQ di atas
140. Kelompok ini adalah 1% paling atas dari populasi, terdiri dari lebih
dari 1500 anak. Terman mengikuti perkembangan sebagian besar dari
mereka sejak tahun 1921 sampai dia meninggal pada tahun 1956.
Penelitian tersebut menemukan fakta tentang lingkungan rumah
mereka. Sepertiga dari mereka merupakan anak-anak para professional,
setengah dari mereka merupakan anak-anak para pengusaha. Hanya 7
persen datang dari “kelas pekerja/buruh”. Hal tersebut mengindikasikan

Psikologi Pendidikan ~ 41
bahwa anak-anak gifted lebih banyak datang dari kelas sosial ekonomi
yang tinggi. Penemuan lain dari Terman adalah bahwa anak-anak gifted
menunjukkan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya. Sebagian besar
dari mereka lebih sukses dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata. Di sisi lain, beberapa anak dari kelompok gifted
tersebut terlibat dalam perkara kriminal, drop out dari sekolah lebih dini,
atau gagal dalam beberapa pekerjaan. Mereka kurang sukses karena
secara emosional kurang matang atau kurang motivasi dibandingkan
yang lain. Namun demikian secara keseluruhan fakta yang
ada dalam penelitian pada anak-anak gifted memberikan kontribusi
tentang prestasi intelektual. Selama tahun-tahun awal, anak-anak gifted
dalam penelitian Terman menunjukkan perkembangan fisik, berat dan
tinggi badan di atas rata-rata, serta penyesuaian yang lebih baik. Pada
umumnya ada pandangan bahwa anak yang sangat gifted memiliki
kemungkinan untuk mundur secara sosial serta sulit menyesuaikan diri.
Penelitian Terman secara jelas mematahkan pandangan tersebut.
Menurut Renzulli (dalam Munandar, 1999) anak gifted memiliki 3
ciri pokok, yaitu: 1) kemampuan umum di atas rata-rata, 2) kreatifitas di
atas rata-rata, 3) komitmen terhadap tugas yang cukup tinggi.
Sementara itu Silverman (2006) mendeskripsikan karakteristik anak
gifted sebagai berikut:
 Memiliki penjelasan yang bagus  Memiliki ingatan jangka panjang yang
 Pengamat yang hebat sangat bagus
 Memiliki pendengaran yang tajam  Penguasaan kosa kata yang luas
 Memiliki banyak ide-ide yang  Pemahaman bacaan yang bagus
menarik  Pemikiran matematis yang bagus
 Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi  Kemampuan verbal tingkat tinggi
 Perseptif dan insightfull dalam diskusi
 Memiliki rasa humor yang tinggi  Lancar menggunakan computer
 Mungkin memiliki kemampuan  Memahami konsep-konsep abstrak
bagus dalam seni, sains, geometri,  Dapat melakukan pekerjaan yang
mekanik, teknologi, atau musik. menantang secara lebih bagus
 Sangat kreatif dan imajinatif

42 ~Psikologi Pendidikan
Anak-anak gifted memiliki kemungkinan untuk mengalami
kesulitan serius di sekolah. Mereka mungkin sangat bosan dengan teman
sebayanya dan pengetahuannya mungkin melebihi apa yang disampaikan
oleh guru. Guru mungkin melihatnya sebagai tidak sopan atau cari
perhatian. Dia menjadi bermasalah berada di kelas yang dirancang untuk
anak “rata-rata”. Selain itu juga terdapat anak gifted yang mengalami
kesulitan belajar. Perkiraan jumlah anak-anak gifted yang mengalami
kesulitan belajar adalah 5-10 % dari populasi anak gifted (Dix dan
Schaeffer, 1996). Mereka ini adalah anak yang ditengarai sebagai siswa
cerdas namun mengalami masalah dalam proses belajar. Mereka mengira
belajar adalah sesuatu yang mudah dan tidak dipersiapkan atas kesulitan
pada bidang-bidang yang menjadi ketidakmampuan mereka. Hal ini
menjadikan mereka frustrasi, mudah tersinggung, takut, kadang-kadang
menjadi menarik diri. Oleh karena frustrasi, ia juga sering menjadi
agresif, tidak perhatian, dan kadang-kadang meninggalkan tugas (Baum
dan Owen, 1988). Adapun gejala-gejala yang dapat dikenali dari anak
gifted yang mengalami kesulitan belajar diantaranya adalah:

1. Menunjukkan hiperaktifitas di sela-sela konsentrasi yang


intensif
2. Mudah terganggu dalam situasi gaduh
3. Tidak dapat mengingat perintah tiga tahap
4. Sulit belajar fonem
5. Sulit mengeja
6. Sulit belajar fakta-fakta matematis
7. Minta mengulangi perintah
8. Tidak mampu mengerjakan tes
9. Tulisannya tidak terbaca
10. Tidak menyelesaikan tugas tertulis
11. Sulit mencatat di kelas
12. Sulit menyelesaikan tugas-tugas sederhana, tetapi bagus
dalam konsep
13. Tidak merespon remedial dengan baik

Psikologi Pendidikan ~ 43
14. Lemah dalam beberapa mata pelajaran, tetapi bagus dalam
mata pelajaran yang lain (misalnya lemah dalam aritmatika,
biologi, bahasa asing, namun bagus dalam geometri, fisika,
bahasa Indonesia)

Anak-anak gifted perlu mendapatkan perhatian. Pendidikan yang


direncanakan harus sesuai dengan kebutuhan mereka. Yaitu
memusatkan pada kekuatan, minat, dan kapasitas intelektual mereka
yang superior. Bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar, perlu
untuk menggunakan strategi-strategi kompensasi. Strategi ini dapat
meliputi teknologi dan komunikasi yang bervariasi. Siswa yang kesulitan
dalam ingatan jangka pendek dapat menggunakan strategi belajar untuk
mengingat. Beberapa jenis pengayaan dapat dirancang untuk
mengembangkan kekuatan dan minat serta untuk memberikan tantangan
bagi siswa. Selain itu juga dibutuhkan program-program yang dapat
menjaga jangan sampai kekurangan mereka menghambat
pengembangan dan ekspresi bakat mereka. Siswa membutuhkan
bimbingan ketika mencoba memahami secara akurat sifat kesulitan
belajar mereka bersama dengan sifat keberbakatan mereka. Guru harus
membantu mereka untuk menjaga kesehatan dan konsep diri yang
realistik, sebagai cara mereka untuk menerima kekuatan dan kelemahan
pribadi. Strategi ini harus dikenalkan pada siswa sehingga mereka dapat
mengkompensasikan kesulitan belajar mereka. Mereka perlu
mengembangkan alternatif cara-cara berpikir dan berkomunikasi
sehingga mereka dapat belajar sesuai dengan kekuatan mereka.

Anak Terbelakang (Retarded)


Retarded merupakan area bermasalah yang lain dari kecerdasan
ekstrim, yaitu mereka yang memiliki IQ di bawah 70. Orang-orang ini
secara tradisional diklasifikasikan menjadi moron (IQ 50-70), imbecile (IQ
20-50), dan idiot (IQ di bawah 20). Sebuah klasifikasi baru tentang
retardasi diajukan oleh Panel Mental Retardasi. Klasifikasi ini membagi

44 ~Psikologi Pendidikan
retardasi menjadi mild, moderate, severe, dan profound, dengan
karakteristik sebagai berikut.
Mild Retardation (IQ 50-70). Sering tidak dilihat sebagai retarded
oleh orang yang melihat sambil lalu. Dapat belajar keterampilan-
keterampilan praktis, membaca, atau menghitung sampai level kelas 6.
Namun demikian tidak dapat dididik di sekolah biasa, tetapi harus di
sekolah luar biasa. Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan
pekerjaan untuk pemeliharaan diri tetapi lebih lambat seperti berjalan,
makan, dan berbicara. Dapat dibimbing untuk penyesuaian social.
Mereka juga membutuhkan dukungan dan bimbingan berkala pada saat
ada tekanan ekonomi atau sosial yang tidak biasa.
Moderate (IQ 36-50). Tampak lambat dalam gerak, khususnya
berbicara; mampu dilatih mengerjakan tugas-tugas sederhana untuk
menolong diri, misalnya makan, mandi, dan berpakaian sendiri. Dapat
belajar berkomunikasi secara sederhana, dapat dilatih keterampilan-
keterampilan tangan sederhana, mampu berjalan sendiri di tempat-
tempat yang dikenal, biasanya tidak mampu merawat diri.
Severe retardation (IQ 20-36). Memiliki ciri lambat dalam
perkembangan motorik; sedikit atau tanpa kemampuan berkomunikasi;
mungkin dapat dilatih untuk keterampilan dasar menolong diri, seperti
makan sendiri; dapat mengikuti aktifitas-aktifitas sehari-hari yang
sifatnya rutin dan berulang; membutuhkan petunjuk dan pengawasan
dalam sebuah lingkungan yang terlindung.
Profound retardation (IQ di bawah 20). Merupakan retardasi
yang paling bawah. Memiliki kapasitas minimal dalam fungsi-fungsi
sensori motor; lambat dalam semua aspek perkembangan; menunjukkan
emosi dasar; mungkin mampu dilatih menggunakan tangan, kaki, dan
rahang; membutuhkan pengawasan yang ketat; membutuhkan
perawatan; bicara primitive; tidak mampu merawat diri.
Retardasi mental memiliki beberapa kasus. Beberapa di antara
kasus retardasi mental terjadi secara genetik, seperti Mongolisme atau
down syndrome, yang disebabkan adanya kelebihan kromosom.
Beberapa diantaranya disebabkan oleh masalah fisiologis, seperti

Psikologi Pendidikan ~ 45
kretinisme, yang disebabkan oleh kekurangan thyroid. Sebagian lagi
disebabkan faktor fisik seperti kekurangan oksigen sebelum lahir. Banyak
diantaranya merupakan kombinasi faktor herediter dengan lingkungan;
orangtua yang retarded dan lingkungan yang tidak memberikan stimulasi
yang memadai.
Anak terbelakang memerlukan pendidikan khusus yang sesuai
dengan derajat keterbelakangannya, misalnya pendidikan luar biasa bagi
anak tergolong mild retardation dan moderate. Sementara itu retardasi
mental tingkat perbatasan (subnormal/IQ 70-85) masih dapat mengikuti
sekolah dasar biasa, sedangkan severe retardation dan profound
retardation tidak dapat mengikuti pendidikan luar biasa; yang diperlukan
bagi mereka hanya latihan untuk dapat merawat diri sendiri dan
mempunyai kemampuan bergaul dengan anak lain, pelajaran membaca
dan berhitung boleh dihilangkan. Tujuan dari Sekolah Luar Biasa tidak
berbeda dengan tujuan sekolah untuk anak normal, yakni melatih belajar
membaca dan berhitung disertai dengan mengembangkan keterampilan
hubungan sosial anak, keterampilan tangan sesuai dengan bakat anak
dan latihan tanggung jawab dalam masyarakat.

3. Perbedaan Kepribadian
Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas,
yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan
(Atkinson, dkk, 1996). Definisi tersebut menyiratkan adanya konsistensi
perilaku, bahwa orang cenderung untuk bertindak atau berpikir dengan
cara tertentu dalam berbagai situasi. Kepribadian juga menyiratkan
adanya karakteristik yang membedakan satu individu dengan individu
yang lain. Dalam buku ini akan dilihat 2 model dalam meninjau
perbedaan kepribadian, yaitu model big five dan model Brigg-Myers
(MBTI)

Model Big Five


Salah satu model kepribadian yang dapat digunakan untuk
melihat perbedaan individual adalah yang diajukan oleh Lewis Goldberg

46 ~Psikologi Pendidikan
(1993), yaitu suatu model kepribadian lima dimensi yang disebut dengan
“big five”:
a. Extroversion. Orang tipe ini menikmati keberadaannya bersama
orang lain, penuh energi, serta mengalami emosi positif. Mereka
cenderung antusias, dalam kelompok mereka suka berbicara,
menegaskan diri mereka sendiri, dan menunjukkan perhatian pada
diri sendiri. Sebaliknya orang introvert cenderung kurang gembira,
kurang energi dan aktifitas rendah. Mereka cenderung tenang dan
menarik diri dari dunia sosial. Kurang terlibatnya mereka dalam dunia
sosial tidak berarti mereka malu atau depresi; orang introvert butuh
stimulasi yang rendah dan memilih sendirian. Secara biologis,
ekstroversi berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap
mesolimbic dopamine system yang berpotensi memperkuat stimuli.
Hal ini dapat menjelaskan tingginya perasaan positif yang ditemukan
pada orang ekstovert, sehingga mereka akan lebih merasa gembira
pada reward yang potensial.
b. Agreeableness. Merefleksikan perbedaan individual yang
berhubungan dengan kerjasama dan harmoni sosial. Individu
agreeable bergaul dengan baik. Mereka penuh perhatian,
bersahabat, dermawan, suka menolong, dan mau menyesuaikan
keinginannya dengan orang lain. Orang agreeable juga memiliki
pandangan yang optimis tentang kemanusiaan. Mereka percaya
bahwa pada dasarnya setiap orang itu jujur, sopan, dan dapat
dipercaya. Agreeable dapat mencapai dan menjaga popularitas. Di
sisi lain agreeable kurang pas untuk situasi yang membutuhkan
keputusan-keputusan yang objektif. Namun demikian agreeable tidak
sama dengan altruisme. Individu disagreeable menempatkan
keinginannya di atas orang lain. Mereka pada umumnya tidak
memperhatikan keberadaan orang lain, sehingga tidak mungkin
memperluas diri mereka pada orang lain. Kadang-kadang keraguan
mereka terhadap orang lain menyebabkan mereka menjadi mudah
curiga, tidak bersahabat, serta kurang kooperatif. Disagreeable dapat
menjadi ilmuwan, kritikus, atau tentara yang baik.

Psikologi Pendidikan ~ 47
c. Conscientiousness. Conscientiousness berkaitan dengan cara kita
mengontrol, mengatur, dan memerintah impuls. Impuls tidak selalu
jelek; kadang-kadang waktu menghambat pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, dan tindakan pada impuls pertama dapat
merupakan respon yang efektif. Kadang-kadang tindakan spontan
juga dapat menyenangkan. Individu yang impulsive dapat dilihat
orang lain sebagai orang yang penuh warna, menyenangkan, dan
jenaka. Kelebihan conscientiousness yang tinggi sudah jelas. Orang
yang conscientious menghindari kesalahan dan mencapai kesuksesan
tingkat tinggi melalui perencanaan yang penuh tujuan dan gigih.
Mereka juga dilihat orang lain secara positif sebagai orang yang
cerdas dan dapat dipercaya. Pada sisi negative, mereka dapat
menjadi seorang perfeksionis dan pekerja keras yang kompulsif.
Lebih jauh lagi orang yang conscientious terlihat kaku dan
membosankan. Orang yang unconscientious dikecam atas sifatnya
yang sulit dipercaya, kurang ambisi, cepat menyerah, tetapi mereka
akan mengalami kesenangan jangka pendek dan tidak pernah dicap
kaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa coscientiousness
berhubungan dengan disiplin kerja, berminat terhadap pelajaran,
berkonsentrasi, serta memandang belajar sebagai sesuatu yang
mudah (Schouwenburg, 1996). Siswa ini menggunakan pendekatan
strategis yang bagus dalam mengorganisasikan pekerjaan mereka,
dapat mengatur waktu, serta belajar keras. Mereka juga memiliki
tujuan yang jelas dalam belajar. Mereka memiliki motivasi intrinsic
dan sikap belajar yang baik (Enswistle, 1988).

d. Neoroticism atau sebaliknya stabilitas emosional


Neoroticism menunjuk pada kecenderungan untuk mengalami emosi
negative. Orang yang skor neoroticismnya tinggi tidak hanya
mengalami perasaan negative khusus seperti cemas, marah, atau
depresi, tetapi mungkin mengalami beberapa emosi tersebut. Orang
yang skor neoroticismnya tinggi reaktif secara emosional. Mereka
merespon secara emosional peristiwa-peristiwa yang tidak akan

48 ~Psikologi Pendidikan
mempengaruhi sebagian besar orang, dan reaksi mereka cenderung
lebih kuat. Mereka memiliki lebih besar kemungkinan untuk
menginterpretasikan situasi biasa sebagai situasi yang mengancam,
dan frustrasi kecil sebagai kesulitan yang tanpa harapan. Reaksi
emosi negatif mereka cenderung menetap untuk jangka waktu yang
lama, sehingga mereka sering merasakan bad mood. Masalah dalam
pengaturan emosi ini dapat dikurangi dengan berpikir jernih,
membuat keputusan, serta mengatasi stress secara efektif.
Sebaliknya orang yang skor neoroticismnya rendah tidak mudah
terganggu dan kurang reaktif secara emosional. Mereka cenderung
tenang, stabil emosinya, serta bebas dari emosi negative yang
menetap. Bebas dari emosi negatif bukan berarti mengalami banyak
emosi positif. Frekuensi emosi positif merupakan komponen domain
ekstraversi. Neuroticism berkaitan dengan kekurangan konsentrasi,
takut salah, dan merasakan belajar sebagai sesuatu yang penuh
tekanan. Neuroticism juga berhubungan dengan kekurangan
kemampuan kritis dan masalah-masalah bagaimana sesuatu
berhubungan satu sama lain. Neuroticism berhubungan dengan gaya
belajar yang dangkal. Siswa tipe ini berkonsentrasi terhadap apa
yang diingatnya tanpa memperhatikan arti atau memahami materi.
Mereka hanya mengejar ujian namun tidak berminat pada
pelajarannya itu sendiri (Enswistle, 1988).
e. Opennes to experience
Opennes to experience dideskripsikan sebagai dimensi kepribadian
yang membedakan orang yang kreatif dan imajinatif dengan orang
yang sederhana dan konvensional. Orang yang terbuka adalah
orang yang secara intelektual selalu ingin tahu, memiliki apresiasi
terhadap seni, serta sensitive terhadap kecantikan. Jika dibandingkan
dengan orang yang tertutup, mereka cenderung lebih menyadari
perasaan mereka. Oleh karena itu mereka cenderung memegang
keyakinan individualistik dan tidak konvensional, meskipun tindakan
mereka disesuaikan. Orang yang skornya opennes to experiencenya
rendah cenderung memiliki minat yang sempit dan biasa. Mereka

Psikologi Pendidikan ~ 49
cenderung sederhana, terus terang, licik, membingungkan. Mereka
mungkin melihat seni dan ilmu pengetahuan dengan curiga, sulit
mengerti usaha keras. Orang yang tertutup memilih sesuatu yang
sudah dikenal baik dibandingkan hal yang baru, mereka konservatif
dan resisten terhadap perubahan. Opennes berkaitan dengan tanya
jawab dan analisis argumen-argumen. Lebih jauh lagi berhubungan
dengan evaluasi kritis, pencarian literature, serta pembuatan
hubungan/pendekatan mendalam (Blickle, 1996). Siswa dengan
pendekatan mendalam ingin menemukan arti yang dalam dari suatu
teks. Mereka kritis, logis, dan mengubungkan apa yang mereka
pelajari dengan pengetahuan mereka sebelumnya.

Model Brigg-Myers (MBTI)


Isabel Brigg Myers dan ibunya Katharine C. Briggs
mengembangkan model kepribadian yang didasarkan pada teori Carl
Jung, yang kemudian terkenal dengan inventorinya yaitu MBTI ( Myers-
Briggs Type Indicator). Melalui penelitiannya Myers menyimpulkan
terdapat 4 cara utama untuk membedakan satu orang dengan orang
yang lain. Dia menyebut perbedaan ini sebagai “pilihan”, yang
menggambarkan suatu persamaan terhadap “pilihan tangan”. Hal
tersebut untuk menunjukkan bahwa meskipun kita semua menggunakan
2 tangan kita, sebagian besar dari kita memilih satu diantara tangan
yang lain, dan tangan tersebut memainkan peranan penting dalam
banyak aktifitas yang menggunakan tangan. Model Myers dan Biggs
dikenal dengan model “big four” yang meliputi empat dimensi:
a. Extraversion (E) versus Introversion (I)
Dimensi ini menunjukkan pada kita bagaimana orang “mengisi aki
mereka” atau mendapatkan tenaga mereka. Orang introvert
menemukan tenaga di dalam ide, konsep, dan abstraksi. Mereka
dapat bersosialisasi tetapi mereka butuh ketenangan untuk mengisi
aki. Orang introvert ingin memahami dunia. Orang introvert
merupakan pemikir reflektif dan konsentrator. Bagi orang introvert,

50 ~Psikologi Pendidikan
tidak ada kesan tanpa refleksi. Sementara itu orang ekstrovert
menemukan energi pada orang dan benda-benda. Mereka memilih
berinteraksi dengan orang lain, dan berorientasi pada tindakan. Bagi
orang ekstrovert, tidak ada kesan tanpa ekspresi. Siswa yang
ekstrovert belajar dengan menjelaskan pada orang lain. Mereka tidak
tahu bahwa mereka memahami pelajaran sampai mereka mencoba
menjelaskannya pada mereka sendiri atau pada orang lain. Siswa
ekstrovert menikmati bekerja dalam kelompok, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.

b. Sensing (S) versus Intuition (N)


Sebagian besar dari kita mempercayai lima indera kita. Sebagian lagi
memilih mencari informasi melalui indera keenam. Orang sensing
berorientasi pada detail, menginginkan fakta, dan mempercayainya.
Siswa sensing memilih pelajaran yang terorganisir, linier, dan
terstruktur. Orang-orang intuitif mencari pola dan hubungan
diantara fakta-fakta yang diperoleh. Mereka percaya pada intuisi dan
firasat mereka. Salah satu contoh orang intuitif adalah Albert Einstein
yang dengan khayalannya melakukan eksperimen pada abad 20. Dia
dapat melihat pola ketika orang-orang melihatnya secara acak. Siswa
intuitif menyukai pendekatan belajar discovery. Dalam metode ini
siswa sensing dan intuitif dapat digabung dalam sebuah kelompok.
Metode ini menarik bagi siswa intuitif sekaligus mengajari siswa
sensing menemukan prinsip-prinsip umum. Siswa intuitif dapat
membantu siswa sensing untuk menemukan teori, dan siswa sensing
dapat membantu mengidentifikasi dan menyusun fakta-fakta dari
sebuah percobaan. Siswa intuitif harus memiliki sebuah gambaran
besar, atau sebuah kerangka kerja yang terintegrasi untuk
memahami sebuah pelajaran. Gambaran besar tersebut
menunjukkan bagaimana pelajaran saling berhubungan. Siswa intuitif
dapat mengembangkan peta-peta konsep secara rasional atau
membandingkan tabel-tabel. Tentu saja siswa sensing juga dapat
melakukan hal yang sama.

Psikologi Pendidikan ~ 51
c. Thinking (T) versus Feeling (F)
Sebagian dari kita memutuskan sesuatu secara impersonal pada
logika, prinsip, dan analisis. Sebagian lagi membuat keputusan
dengan memusatkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Siswa thinking
menghargai kebebasan. Mereka membuat keputusan dengan
mempertimbangkan kriteria objektif dan logika dari situasi. Siswa
feeling menghargai harmoni. Mereka memusatkan pada nilai-nilai
dan kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pada saat membuat
keputusan atau penilaian. Mereka cenderung jago dalam persuasi
dan memfasilitasi perbedaan diantara anggota kelompok. Siswa
thinking menyukai tujuan pelajaran atau topik yang jelas. Hal ini
akan menghindari kata atau ekspresi yang samar-samar. Siswa
feeling menyukai bekerja dalam kelompok, khususnya kelompok
yang harmonis.

d. Judging (J) dan Perceptive (P)


Sebagian dari kita suka menunda tindakan dan mencari lebih banyak
data. Orang lain suka untuk membuat keputusan dengan cepat.
Orang-orang judging cenderung tegas, penuh rencana, dan
mengatur diri. Mereka fokus untuk menyelesaikan tugas, hanya ingin
mengetahui esensi, dan bertindak cepat. Mereka merencanakan
pekerjaan mereka dan mengerjakan rencananya. Deadline dianggap
keramat, dan mottonya adalah: kerjakan! Orang-orang perceptif
selalu ingin tahu, dapat menyesuaikan diri dan spontan. Mereka
memulai beberapa tugas, ingin tahu berbagai hal tentang tugasnya,
dan sering menemukannya sulit untuk menyelesaikan tugas.
Deadline cukup longgar. Siswa judging sering menutup terlalu cepat
ketika menganalisis kasus. Siswa perceptive sering menunda suatu
tugas sampai menit-menit terakhir. Mereka tidak malas. Sebaliknya
mereka mencari informasi di saat-saat akhir.

52 ~Psikologi Pendidikan
4. Perbedaan Gaya Belajar
Belajar merupakan proses internal yang diukur melalui perilaku.
Adanya perbedaan kognitif, afektif, maupun psikomotor diantara para
siswa mempengaruhi pilihan belajar mereka yang muncul dalam bentuk
perbedaan gaya belajar. Gaya belajar dapat menjelaskan perbedaan
belajar diantara siswa dalam setting pembelajaran yang sama. Gaya
belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan
mengembangkan keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi
atau keterampilan baru (Sarasin, 1999). Gaya belajar merupakan
kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif
untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain (Dunn & Dunn,
1993).
Keefe (1988) menyatakan bahwa gaya belajar berhubungan
dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukai. Siswa pada
umumnya akan sulit memproses informasi dalam satu cara yang dirasa
tidak nyaman bagi mereka. Siswa memiliki kebutuhan belajar sendiri,
belajar dengan cara berbeda, serta memproses informasi dengan cara
yang berbeda (Sarasin, 1999). Oleh karena itu jika gaya mengajar guru
tidak memperhatikan kebutuhan khusus mereka, maka belajar tidak akan
terjadi. Ketika guru mengajar sesuai dengan gaya belajar siswa, guru
sama dengan memberitahu pada siswa bahwa dia mengetahui mereka
adalah individu yang mungkin belajar dengan cara berbeda dengan siswa
lain.
Gaya belajar bukanlah sesuatu yang statis. Gaya belajar dapat
berubah tergantung pada aktifitas belajar atau perubahan pengalaman.
Namun ketika gaya belajar berubah, hal itu akan cenderung menetap
untuk sementara waktu sehingga menjadi kebiasaan (Hilliard, 1998).
Sebagian orang mungkin memiliki gaya belajar tertentu yang dominan
digunakan dalam berbagai situasi, sehingga kurang menggunakan gaya
belajar yang lain. Namun sebagian orang yang lain mungkin
menggunakan gaya berbeda untuk situasi yang berbeda. Meskipun
terdapat bermacam-macam gaya belajar, namun perlu diingat bahwa
tidak ada gaya belajar yang lebih baik dibandingkan yang lain. Satu gaya

Psikologi Pendidikan ~ 53
belajar mungkin lebih efektif atau kurang efektif dalam suatu situasi
tertentu. Menurut Horne (2005) terdapat beberapa model atau
pendekatan gaya belajar yang berbeda-beda:
a. Modalitas belajar. Siswa mungkin memilih untuk melihat,
mendengar, menyentuh/membentuk, atau melakukan secara fisik
terhadap apa yang dipelajari. Modalitas belajar meliputi mata,
telinga, taktil, dan kinestetik.
b. Belajar dengan otak kiri-otak kanan. Siswa yang dominant dalam
otak kanan awalnya mendekati masalah secara acak, dengan
pilihan-pilihan visual dan non verbal (menggambar peta). Siswa
yang dominant otak kirinya mungkin mempertimbangkan
pemrosesan sekuensial, dengan pilihan-pilihan verbal dan logis.
c. Belajar sosial. Pilihan-pilihan di sini meliputi belajar sendiri,
berdua, dengan teman sebaya, bersama kelompok, dengan guru,
atau kombinasinya.
d. Lingkungan belajar. Pilihan-pilihan individu terhadap suara,
dekorasi ruangan belajar, waktu, sinar, kedekatan dengan orang
lain, partisipasi aktif atau pasif, formalitas atau informalitas dari
lingkungan belajar yang mungkin membantu atau menghambat
belajar.
e. Emosi belajar. Tipe lingkungan belajar yang berbeda, metode
pembelajaran atau aktivitas pembelajaran akan mempengaruhi
motivasi, ketahanan, atau tanggung jawab untuk belajar.
f. Belajar kongkrit dan abstrak. Tipe kongkrit memilih memproses
informasi dengan menyentuh, membangun atau memanipulasinya,
seperti menghitung uang atau melakukan kegiatan tertentu secara
langsung. Pebelajar abstrak memilih belajar melalui simbol-
simbol.
g. Belajar global dan analitik. Pebelajar global memilih untuk
mengkategorikan secara luas, mengamati secara komprehensif,
dan berorientasi pada kelompok. Pebelajar analitik memilih
mengkategorikan secara sempit, mengamati secara detail dan
terpusat, serta mandiri.

54 ~Psikologi Pendidikan
h. Multiple intelligence. Model ini menyatakan bahwa setiap orang
memiliki setidaknya 8 kecerdasan. Setiap kecerdasan beroperasi
dengan kekuatan yang berbeda dari bagian otak yang berbeda
pula. Delapan kecerdasan tersebut meliputi: linguistic, logis-
matematik, spasial, musical, kinestetik, intrapersonal,
interpersonal, dan naturalis.

Model Felder dan Solomon


Felder dan Solomon (2004) mengajukan 4 macam gaya belajar:
a. Active and reflective learners.
 Active learner cenderung menyimpan dan memahami
informasi dengan melakukan sesuatu secara aktif dengan—
mendiskusikan, mengaplikasikan, atau menjelaskannya pada
orang lain. Reflective learner memilih untuk memikirkannya
terlebih dahulu.
 “coba dulu dan lihat hasilnya” adalah kalimat active learner.
“mari pikirkan dahulu” merupakan respon reflective learner.
 Active learner lebih menyukai belajar dalam kelompok
dibandingkan reflective learner yang menyukai belajar
sendiri.
 Mengikuti pelajaran tanpa melakukan sesuatu secara fisik
tetapi menulis dengan tekun untuk kedua pebelajar, tetapi
lebih tekun pada active learner.

b. Sensing and intuitive learners.


 Tipe sensing cenderung suka mempelajari fakta, tipe intuitive
sering memilih menemukan kemungkinan dan hubungan-
hubungan.
 Sensors menyukai memecahkan masalah dengan
menggunakan cara-cara yang sudah pasti, tidak menyukai
komplikasi serta kejutan; intuitors menyukai inovasi dan
tidak menyukai pengulangan. Dibandingkan intuitors, sensors

Psikologi Pendidikan ~ 55
lebih benci jika dites menggunakan materi-materi yang tidak
disajikan di kelas.
 Sensors cenderung suka pada sesuatu yang rinci, memiliki
ingatan yang bagus terhadap fakta-fakta, dan mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan di laboratorium; intuitors lebih bagus
dalam menemukan konsep-konsep baru, sering lebih nyaman
dengan abstraksi dan formulasi matematik.
 Sensors cenderung lebih praktis dan hati-hati dibandingkan
intuitors; intuitors cenderung lebih cepat bekerja serta lebih
inovatif.
 Sensors tidak menyukai kursus atau pelatihan yang tidak
berhubungan dengan dunia nyata; intuitors tidak menyukai
kursus atau pelatihan yang menekankan pada ingatan
perhitungan rutin.

c. Visual and verbal learners


 Tipe visual memiliki ingatan yang bagus terhadap apa yang
dilihatnya: gambar, diagram, flow chart, film, dan peragaan.
Tipe verbal lebih mudah mengingat kata-kata, baik tertulis
atau penjelasan lisan. Namun demikian setiap orang akan
belajar lebih banyak jika informasi disajikan baik secara
visual maupun verbal.

d. sequential and global learners


 Tipe sequential cenderung memahami melalui langkah-
langkah yang linier, setiap langkah mengikuti langkah
sebelumnya secara logis. Tipe global cenderung belajar
melalui lompatan-lompatan besar; menyerap informasi
secara acak tanpa melihat hubungannya dan tiba-tiba dapat
menemukannya.
 Tipe sequential cenderung mengikuti langkah-langkah logis
dalam mencari solusi. Tipe global mungkin mampu
memecahkan masalah kompleks dengan cepat atau

56 ~Psikologi Pendidikan
mengumpulkan sesuatu secara bersama-sama dalam suatu
cara yang baru, tetapi mungkin mereka akan mengalami
kesulitan dalam menjelaskannya.
4MAT System
Bernice McCarthy (1980) mengidentifikasi 4 macam gaya belajar
yang dikenal dengan 4MAT system. Menurut McCarthy, pebelajar
membentuk makna melalui sebuah putaran alami, yaitu—bergerak dari
merasakan ke merefleksikan, berpikir, dan terakhir melakukan. Empat
gaya belajar tersebut adalah:
a. Mengalami (merasakan dan merefleksikan) - innovative learner.
Orang dengan tipe belajar ini memilih berbicara mengenai
pengalaman dan perasaan mereka, bertanya, atau bekerja dalam
kelompok. Mereka menyukai belajar masalah-masalah yang
berhubungan kehidupan nyata, diasuh oleh guru, diberi jawaban atas
pertanyaan “mengapa”. Mereka tidak suka mengingat,
mendengarkan penjelasan yang panjang lebar, diberi presentasi
lisan, konflik, serta jika tidak dapat mendiskusikan persepsi mereka.
Mereka juga tidak suka tes, khususnya jika dibatasi waktu. Mereka
mempercayai pengalaman mereka sendiri, dan dapat melihat situasi
baru dalam bebagai perspektif. Innovators adalah orang-orang yang
imajinatif dan penuh ide. Mereka dapat mempengaruhi teman-
temannya dan cenderung emosional.

b. Mengkonseptualisasikan (merefleksikan dan memikirkan) -analytic


learner.
Orang dengan tipe belajar ini berorientasi pada pengetahuan,
konseptual, dan keteraturan. Mereka memilih belajar melalui
ceramah-ceramah, bekerja secara mandiri, serta mendiskusikan ide-
ide. Mereka dapat tampil bagus dalam pendidikan tradisional yang
menekankan pada keterampilan-keterampilan verbal. Mereka juga
cenderung bagus dalam mengerjakan tes. Mereka tidak suka
aktivitas yang tinggi, lingkungan yang ramai, bekerja dalam
kelompok, bermain peran, serta ditanya mengenai perasaannya.

Psikologi Pendidikan ~ 57
Mereka merupakan pencari fakta. Mereka teliti dan tekun. Mereka
bagus dalam menciptakan konsep dan model-model. Mereka tidak
seemosional innovator. Mereka memilih struktur yang lebih
berdasarkan logika dan rasionalitas. Mereka adalah perencana yang
sistematis.

c. Mengaplikasikan (memikirkan dan melakukan) - common sense


learner.
Orang dengan tipe belajar ini suka memecahkan masalah secara
aktif, belajar melalui pencarian, sentuhan, memanipulasi,
membentuk, dan tugas-tugas spasial. Mereka suka memecahkan
masalah mereka sendiri, mencoba hal-hal untuk diri mereka sendiri
dan menguji apapun yang mereka pelajari secara fisik. Mereka
menikmati kompetisi. Meskipun mereka nyaman dengan perubahan,
mereka kesulitan dengan tugas-tugas yang sifatnya terbuka atau
tidak terbatas, serta memilih diberi batasan. Mereka tidak suka
membaca sebagai cara utama dalam pembelajaran dan tidak nyaman
dengan kompleksitas verbal. Tolerasi mereka terhadap ambiguitas
cenderung rendah dan memilih berhubungan dengan hal-hal yang
sudah jelas. Mereka cenderung deduktif, berorientasi pada berpikir,
dan sistematis dalam belajar.

d. Membentuk (membentuk dan melakukan)-dynamic learner.


Orang dengan tipe belajar ini memilih belajar dengan menemukan
sendiri, mencari pengetahuan dengan trial and error, dan bekerja
secara mandiri. Mereka menyukai tugas-tugas terbuka yang
memerlukan pengambilan risiko. Mereka tidak suka dengan
pekerjaan rutin, kompleksitas visual, serta pengaturan waktu. Mereka
menyukai dan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan. Mereka
membuat langkah intuitif untuk memecahkan masalah. Mereka tidak
suka menjawab pertanyaan, serta tidak bagus dalam mengerjakan
tes. Karakteristik dari tipe ini adalah antusias dan ambisius.

58 ~Psikologi Pendidikan
Model Multiple Intelligence
Howard Gardner menyatakan bahwa kita semua memiliki
beberapa jalan yang berbeda untuk belajar. Gardner menyebut jalan
tersebut multiple intelligence. Guru dapat mempertimbangkannya untuk
efektifitas belajar siswa. Teori ini mengajukan 8 kecerdasan yang sama
pentingnya, dan masing-masing memiliki implikasi dalam gaya belajar
seseorang:
a. Kecerdasan linguistic verbal (sensitive terhadap kata-kata).
Menggunakan aktivitas yang meliputi mendengarkan, berbicara,
bersilat lidah, humor, membaca keras maupun membaca dalam hati,
dokumentasi, menulis kreatif, mengeja, menulis puisi, jurnal.
b. Kecerdasan logika-matematika (mampu memberikan penjelasan-
penjelasan dan mengenali pola atau cara yang digunakan ilmuwan).
Menggunakan aktivitas-aktivitas yang meliputi simbol atau formula
abstrak, bagan, grafik, urutan angka, menghitung, menguraikan
kode-kode, dan memecahkan masalah.
c. Kecerdasan musikal (sensitif terhadap titi nada, melodi, irama, dan
nada dalam suatu komposisi musik/lagu). Menggunakan aktivitas-
aktivitas yang meliputi tape audio, resital musik, menyanyi, bersiul,
bersenandung, suara-suara lingkungan, vibrasi perkusi, pola irama,
komposisi musik, serta pola nada.
d. Kecerdasan visual-spasial (memahami dunia dengan tepat dan
mencoba untuk mengubah aspek-aspek dunia seperti seorang
pemahat atau pilot pesawat). Menggunakan aktivitas-aktivitas seperti
seni, gambar, patung, lukisan, peta pikiran, pola/desain, skema
warna, imajinasi aktif, tamsil.
e. Kecerdasan body-kinestetik (dapat menggunakan anggota tubuh
dengan cakap dan dapat menangani objek dengan tangkas, seperti
seorang atlet atau penari). Menggunakan aktivitas-aktivitas seperti
bermain peran, bahasa tubuh, drama, berpura-pura, menangkap
bola, permainan olah raga, latihan fisik, gerak tubuh, dan menari.
Orang dengan tipe ini memilih belajar dengan melakukan dan sering
bergerak, mengetuk atau melangkah ketika belajar.

Psikologi Pendidikan ~ 59
f. Kecerdasan interpersonal (memahami orang dan hubungan seperti
penjual atau guru). Menggunakan aktivitas-aktivitas seperti proyek
kelompok, merasakan kebutuhan orang lain, menerima atau
memberikan umpan balik, serta keterampilan-keterampilan
bekerjasama.
g. Kecerdasan intrapersonal (memiliki akses terhadap kehidupan
emosional seseorang sebagai cara untuk memahami diri sendiri dan
orang lain dengan pandangan-pandangan yang akurat terhadap diri
mereka sendiri). Menggunakan aktivitas yang meliputi pemrosesan
emosi, refleksi diri, strategi berpikir, keterampilan konsentrasi,
praktek pemusatan, teknik-teknik meta kognitif.
h. Kecerdasan naturalis (berhubungan dengan seluk beluk alam, seperti
Charles Darwin, Meriwether Lewis, dan Clark Flame). Menggunakan
aktivitas-aktivitas seperti keluar dari kelas, berhubungan dengan
dunia alam, pemetaan, dan mengamati kehidupan hutan.

E. Implikasi Perbedaan Individual dalam Proses Pembelajaran


Perbedaan-perbedaan individual sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya membawa implikasi terhadap cara guru mengelola proses
pembelajaran bagi siswa di sekolah. Dalam sistem klasikal tidak mudah
bagi guru untuk memperhatikan perbedaan tersebut secara lebih cermat
serta menindaklanjutinya dengan pembelajaran yang sifatnya pribadi.
Namun demikian setiap guru dapat berusaha untuk lebih memperhatikan
perbedaan individual ini dalam proses pembelajaran. Untuk itu seorang
guru sebaiknya berusaha menemukan adanya perbedaan diantara
siswanya seawal mungkin sehingga dapat menindaklanjutinya dengan
cepat dan tepat.
Salah satu karakteristik penting dari pembelajaran yang efektif
adalah ketika proses pembelajaran tersebut mampu merespon kebutuhan
individual siswa. Memang terlalu banyak perbedaan yang ada diantara
siswa sementara guru dituntut untuk dapat mengajar suatu materi dalam
waktu yang sama. Namun demikian pembelajaran memerlukan
sensitivitas terhadap perbedaan individual. Guru dapat membuat variasi

60 ~Psikologi Pendidikan
metode maupun media dalam proses pembelajaran. Guru yang dapat
mengakomodasi kebutuhan individual menunjukkan bahwa mereka ingin
merangkul seluruh siswa dalam seluruh proses pembelajaran.
Selanjutnya siswa memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk aktif
berpartisipasi dalam kelas ketika mereka tahu bahwa guru mereka
mempertimbangkan kebutuhan mereka sebagai individu.
Banyak program pendidikan yang dapat dipilih oleh guru sebagai
implikasi dari adanya perbedaan individual diantara siswa, khususnya
perbedaan kemampuan. Dari sekian banyak bentuk program pendidikan
yang dapat dipilih, terdapat tiga jenis program yang terbanyak
dilaksanakan yakni program remedial, pengayaan (enrichment) dan
program percepatan (acceleration).
1) Program remedial yaitu pemberian layanan pendidikan kepada siswa
yang mengalami kesulitan atau hambatan dengan memberikan
pelajaran dan atau tugas tambahan secara individual sehingga
mereka dapat mengikuti pembelajaran secara klasikal dan
menyelesaikan program sesuai dengan waktu yang ditentukan serta
mencapai hasil belajar secara optimal.
2) Program Pengayaan (Enrichment), yaitu pemberian pelayanan
pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang
dimiliki siswa, dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar
tambahan yang bersifat perluasan/pendalaman, setelah yang
bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang diprogramkan untuk
siswa lainnya.
3) Program Percepatan (Acceleration), yaitu pemberian pelayanan
pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang
dimiliki oleh siswa , dengan memberi kesempatan kepada mereka
untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu
yang lebih singkat dibanding teman-temannya.

Sementara itu menurut Horne (1994), terdapat beberapa strategi


pembelajaran yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan adanya
perbedaan individual serta untuk meningkatkan keberhasilan belajar:

Psikologi Pendidikan ~ 61
1) Menggunakan pendekatan pembelajaran ekletik dan fleksibel;
disertai penggunaan multimedia dan multimetode.
2) Menggunakan metode pembelajaran yang menunjukkan adanya
pemahaman lintas budaya, perbedaan gender dan usia dalam
pilihan-pilihan gaya belajar.
3) Memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian menyediakan
lingkungan belajar yang mendukung gaya belajar mereka.
4) Memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang menggabungkan
pilihan cara belajar siswa, menggunakan metode mangajar, insentif,
alat, dan situasi yang direncanakan sesuai dengan pilihan siswa.
5) Meminta siswa untuk mengenali gaya belajar mereka dan memberi
hadiah untuk kelebihan mereka. Bantu mereka memahami
mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan dalam
situasi belajar.
6) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih bagaimana
menerima pelajaran dan bagaimana menunjukkan pengetahuannya.
Dalam mengerjakan tugas, tawarkan pilihan jenis, waktu, dan
tanggal penyelesaian tugas.
7) Menggunakan semua tipe pertanyaan dan cara eksplorasi untuk
menstimulasi berbagai tingkatan cara berpikir, mulai dari
mengingat informasi faktual sampai menggambarkan implikasi dan
melakukan analisis.
8) Menjelaskan maksud dan keterkaitan semua pengalaman
pembelajaran dengan apa yang akan dipelajari agar siswa dapat
memahami hubungan antara pengalamannya dengan ide-ide baru.
9) Menggunakan kombinasi cooperative learning, pembelajaran
individual, dan pembelajaran kelompok, atau antara aktifitas-
aktifitas belajar yang berpusat pada guru dengan pembelajaran
yang berpusat pada siswa.
10) Memberikan waktu yang cukup untuk memproses dan memahami
informasi.
11) Menggunakan alat-alat multi sensory untuk memperoleh,
memproses, dan mempraktekkan informasi.

62 ~Psikologi Pendidikan
12) Mengulangi tugas-tugas belajar yang nampaknya sulit dengan
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda.
13) Menggunakan strategi review dan refleksi yang bervariasi untuk
mengakhiri belajar.
14) Memberikan umpan balik dengan segera, konsisten, dan jelas.
15) Mengevaluasi pengalaman pembelajaran berdasarkan tujuan atau
syarat-syarat pencapaian yang telah ditentukan, observasi perilaku
dan keterlibatan siswa dalam belajar.
16) Melanjutkan pengalaman-pengalaman belajar yang familier dan
nyaman bagi siswa, dan secara bertahap kenalkan pada siswa
cara-cara belajar yang lain.
17) Memahami siswa melalui berbagai cara dan aktivitas
18) Menggunakan penilaian yang sesuai dengan pelajaran

F. Program-Program Pembelajaran Individual


Terdapat beberapa program pembelajaran yang telah dirancang
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu yang berbeda-beda.
Sistem individual ini kebanyakan mempunyai ciri yang sama, yakni
perhatian akan perbedaan individual di antara siswa dan usaha untuk
menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan tersebut. Diantara
beberapa program tersebut antara lain pengajaran terprogram, belajar
dengan bantuan komputer, pengajaran modul, sistem kontrak, dan
sistem Keller (Nasution, 2005).

1. Pengajaran Terprogram
Program ini diciptakan oleh Skinner dan kemudian dimodifikasi
oleh Crowder. Program ini terdiri atas langkah-langkah yang tersusun
menurut urutan yang membawa siswa dari apa yang telah diketahuinya
sampai apa yang harus diketahuinya, yaitu tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah itu ditentukan berdasarkan analisis keseluruhan bahan
yang akan disampaikan. Tiap langkah dituangkan dalam bentuk “frame”
atau bingkai yang berisi suatu pertanyaan yang harus dijawab oleh
pelajar. Jawaban atau respon siswa segera dinilai, sehingga siswa

Psikologi Pendidikan ~ 63
mengetahui apakah ia benar atau salah. Kesalahan diperbaiki dan siswa
melanjutkan pelajaran. Melalui langkah-langkah yang tersusun rapi itu
diharapkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran, yakni
memperoleh bentuk perilaku yang diinginkan. Terdapat dua macam
pembelajaran terprogram yakni: 1) program linier (Skinner) yang
mengharuskan siswa melalui semua langkah dari awal sampai akhir; 2)
program bercabang (Crowder), yang memberi kemungkinan kepada
siswa untuk melampaui bagian-bagian yang telah dikuasainya dan
membimbing mereka yang mengalami kesukaran tertentu untuk
melakukan latihan tertentu. Pengajaran terprogram pada umumnya
hanya merupakan sebagian dari metode-metode yang digunakan.

2. Pengajaran dengan bantuan computer (Computer Assisted


Instruction)
Pengajaran dengan bantuan komputer adalah pengajaran yang
menggunakan komputer sebagai alat bantu. Komputer dapat dilengkapi
untuk berbagai fungsi, misalnya tape recorder, earphones, proyektor
untuk slide dan film, layer televisi, dan keyboard, dan dapat digunakan
sebagai mesin belajar atau teaching machine. Komputer dapat memberi
bermacam-macam bantuan, antara lain: 1) menyimpan bahan pelajaran
yang dapat dimanfaatkan kapan saja diperlukan; 2) memberi informasi
tentang berbagai referensi dan sumber-sumber serta alat audio visual
yang tersedia; 3) memberi informasi tentang ruangan belajar, siswa dan
tenaga pengajar; 4) memberi informasi tentang hasil belajar siswa; 5)
menyarankan kegiatan-kegiatan belajar yang diperlukan oleh seorang
siswa serta menilai kembali pekerjaan siswa pada waktunya serta
memberi tugas-tugas baru untuk dikerjakan selanjutnya.
Komputer digunakan sekaligus oleh sejumlah besar pelajar,
masing-masing dengan tugas tersendiri, maju menurut kecepatan
masing-masing, pada saat yang bersamaan mengambil tes diagnostik
yang berbeda-beda. Dalam program pengajaran ini komputer dapat
digunakan oleh siswa untuk mengulangi, memperluas, dan memperdalam
pengetahuannya, atau memperoleh informasi baru.

64 ~Psikologi Pendidikan
3. Pengajaran Modul
Pengajaran modul adalah pengajaran yang sebagian atau
seluruhnya didasarkan atas modul. Modul adalah suatu unit yang lengkap
yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar
yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang
dirumuskan secara khusus dan jelas. Modul merupakan suatu paket
kurikulum yang disediakan untuk belajar sendiri.
Salah satu tujuan pengajaran modul ialah membuka kesempatan
bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing. Pengajaran
modul juga memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara
masing-masing, oleh sebab mereka menggunakan teknik yang berbeda-
beda untuk memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang
pengetahuan dan kebiasaan masing-masing. Pengajaran modul yang baik
memberikan aneka ragam kegiatan instruksional, seperti membaca buku
pelajaran, buku perpustakaan, majalah dan karangan-karangan lainnya,
mempelajari gambar-gambar, foto, diagram, melihat film, slide,
mendengarkan audio tape, mempelajari alat-alat demonstrasi, turut serta
dalam proyek dan percobaan-percobaan serta mengikuti berbagai
kegiatan ekstra kurikuler.
Pengajaran modul juga memiliki tujuan yang lain, yaitu: 1)
memberikan kesempatan untuk memilih di antara sekian banyak topic
dalam rangka suatu program; 2) mengadakan penilaian secara berkala
tentang kemajuan dan kelemahan siswa; dan 3) memberikan modul
remedial untuk mengolah kembali seluruh bahan yang telah diberikan
guna pemantapan dan perbaikan, atau mengulangi bahan pelajaran
untuk lebih memantapkannya dengan menggunakan cara-cara lain dari
modul semula, sehingga lebih mempermudah pemahaman siswa.
Pengajaran modul yang ideal dimulai dengan suatu pre-test pada
siswa untuk mengetahui apakah ia memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan untuk mengikuti modul tersebut. Jika tidak, maka ia diberi
pengajaran remedial. Sebaliknya jika ia telah menguasai modul yang
akan dipelajari, ia dapat melampaui modul itu dan memilih modul yang
lebih tinggi tarafnya. Bila ia telah menyelesaikan suatu modul, ia

Psikologi Pendidikan ~ 65
diberikan post-test untuk menilai sampai manakah ia telah menguasai
modul itu. Bila hasilnya baik, ia dapat maju ke modul berikutnya, bila ia
tidak memenuhi tingkat penguasaan yang diharapkan, maka ia diberi
modul remedial yang mengulangi dan mengolah kembali bahan pelajaran
tersebut. Setelah itu diambilnya kembali post-test yang diharapkan akan
dapat dilaluinya dengan hasil baik.

4. Sistem Kontrak
Program ini diuraikan dalam sejumlah tugas yang harus
dilakukan oleh siswa. Untuk itu siswa harus menandatangani suatu
kontrak tentang tugas-tugas yang akan diselesaikan dalam waktu
tertentu. Tugas-tugas tersebut misalnya berupa membaca satu buku
atau lebih dari sejumlah buku yang dianjurkan, membuat 1-2 karangan
tentang topik-topik tertentu, mengikuti 10 pertemuan dari 25 pertemuan
yang akan diadakan, dan lain sebagainya tergantung tujuan yang ingin
dicapai. Untuk setiap tugas dientukan jumlah kredit yang dapat
diperolehnya. Keseluruhan kredit itu akan menentukan angka akhirnya.
Dengan mengaitkan tugas dengan kredit dan angka akhir, maka siswa
akan mendapatkan dorongan untuk belajar dengan giat.
Dalam mengikuti program ini siswa harus mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka. Tugas yang kurang baik harus diberi
kesempatan untuk diulangi tanpa mendapatkan hukuman atas pekerjaan
semula. Siswa juga harus tahu taraf mutu pekerjaan yang diharapkan
dari mereka dan juga kapan pekerjaan itu harus diselesaikan. Jika siswa
melampaui batas waktu menyelesaikan tugas akan diberi hukuman
berupa pengurangan kredit. Hal ini dilakukan agar pekerjaan tidak
bertumpuk-tumpuk pada akhir semester, yang mengakibatkan adanya
tugas yang tidak lengkap dan akan membuat banyak siswa mengalami
kegagalan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

5. Sistem Keller
Sistem Keller termasuk sistem pengajaran individual. Sistem ini
terutama digunakan pada tingkat perguruan tinggi dan mendapatkan

66 ~Psikologi Pendidikan
sukses besar. Seperti halnya sistem pengajaran individual lainnya, sistem
ini memberi perhatian khusus kepada setiap mahasiswa, memberi
kesempatan kepada mereka untuk maju menurut kecepatan masing-
masing dan diharuskan menguasai suatu satuan pelajaran sebelum
diperkenankan untuk mempelajari pelajaran berikutnya. Komunikasi
antara tenaga pengajar dengan mahasiswa kebanyakan dilakukan secara
tertulis. Tutorial dan penilaian dilakukan oleh mahasiswa senior. Peranan
dosen sebagai manager instruksional dan terutama memberikan motivasi
dan stimulasi kepada mahasiswa dalam belajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam system Keller ini adalah:
1) Tujuan akhir yang harus dicapai dalam tiap satuan pelajaran
ditentukan secara jelas dalam bentuk perilaku yang dapat dinilai
secara objektif.
2) Bahan yang harus dipelajari dipecahkan dalam bagian-bagian kecil
yang dapat dikuasai sepenuhnya secara tuntas.
3) Penilaian sebagai reinforcement sering diberikan segera setelah
suatu bagian diselesaikan oleh mahasiswa.
4) Kepada setiap mahasiswa diberikan perhatian pribadi, jika bantuan
tersebut diperlukan.
5) Gagal dalam tes tidak diberi hukuman dan tes tersebut dapat
diulangi sampai tercapai penguasaan tuntas serta dihargai dengan
angka tertinggi.
6) Kuliah tak diharuskan untuk dihadiri, oleh sebab kuliah itu terutama
dimaksudkan untuk memberikan dorongan atau motivasi kepada
mahasiswa untuk belajar.
Kritik untuk sistem ini adalah pelajaran disusun terlampau ketat
dengan menentukan secara persis apa yang harus dipelajari, bagaimana
harus mempelajarinya dalam urutan yang telah ditentukan. Apa yang
dipelajari terbatas pada apa yang dicantumkan dalam pelajaran itu.
Namun demikian dengan menentukan secara jelas bahan yang harus
dikuasai memungkinkan siswa untuk belajar dengan efisien dan oleh
karena itu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mempelajari hal-
hal lain yang dianggap perlu.

Psikologi Pendidikan ~ 67
G. Rangkuman
1. Perbedaan individual menjelaskan bagaimana orang-orang berbeda
dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak.
2. Faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual meliputi
faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut
antara lain status sosial ekonomi orang tua, pola asuh orangtua,
budaya, dan urutan kelahiran.
3. Perbedaan yang tampak pada peserta didik antara lain perbedaan
jenis kelamin dan gender, perbedaan kemampuan, perbedaan
kepribadian, dan perbedaan gaya belajar.
4. Perbedaan terbesar antara laki-laki dan perempuan adalah cara
memperlakukan mereka, termasuk perbedaan perlakuan para guru
terhadap siswa laki-laki dan perempuan. Perbedaan perlakuan
tersebut menimbulkan adanya perbedaan karakteristik dan perilaku
antara laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki tampak lebih baik
dalam melakukan tugas-tugas yang dianggap stereotip maskulin
yaitu matematika dan sains, sementara perempuan lebih baik dalam
mata pelajaran “feminin” yaitu seni dan bahasa.
5. Kemampuan diartikan secara sederhana sebagai kecerdasan.
Perbedaan kecerdasan dapat dipahami dari perbedaan skor IQ yang
dihasilkan dari hasil tes kecerdasan. Pengukuran kecerdasan manusia
mengikuti suatu distribusi normal. Skor tes kecerdasan bergerak dari
mendekati 0 sampai 200, dengan rata-rata 100.
6. Seseorang yang memiliki skor tes kecerdasan di atas 130 biasa
disebut gifted. Anak gifted memiliki 3 ciri pokok, yaitu: 1)
kemampuan umum di atas rata-rata, 2) kreatifitas di atas rata-rata,
3) komitmen terhadap tugas yang cukup tinggi.
7. Retarded atau anak terbelakang yaitu mereka yang memiliki IQ di
bawah 70. Orang-orang ini secara tradisional diklasifikasikan menjadi
moron (IQ 50-70), imbecile (IQ 20-50), dan idiot (IQ di bawah 20).
Sebuah klasifikasi baru membagi retardasi menjadi mild, moderate,
severe, dan profound.

68 ~Psikologi Pendidikan
8. Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang
menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Model
big five melihat perbedaan kepribadian dari 5 dimensi, yaitu
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
opennes to experience. Model Brigg-Myers atau big four melihat
perbedaan kepribadian berdasarkan 4 dimensi, yaitu extraversion vs
introversion, sensing vs intuition, thinking vs feeling, dan judging vs
perceptive.
9. Adanya perbedaan kognitif, afektif, maupun psikomotor diantara para
siswa mempengaruhi pilihan belajar mereka yang muncul dalam
bentuk perbedaan gaya belajar. Gaya belajar adalah pola perilaku
yang spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan
keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau
keterampilan baru.
10. Terdapat beberapa model atau pendekatan gaya belajar yang
berbeda-beda. Felder dan Solomon mengidentifikasi 4 gaya belajar:
active and reflective learner, sensing and intuitive learner, visual and
verbal learner, sequential and global leraner. Bernice McCarthy yang
terkenal dengan 4MAT System memperkenalkan 4 macam gaya
belajar, yaitu mengalami, mengkonseptualisasikan, mengaplikasikan,
dan membentuk.
11. Perbedaan-perbedaan individual membawa implikasi terhadap cara
guru mengelola proses pembelajaran bagi siswa di sekolah. Dua jenis
program yang terbanyak dilaksanakan yakni program pengayaan
(enrichment) dan program percepatan (acceleration).
12. Terdapat beberapa program pembelajaran yang telah dirancang
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu yang berbeda-
beda. Diantara beberapa program tersebut antara lain pengajaran
terprogram, belajar dengan bantuan komputer, pengajaran modul,
sistem kontrak, dan sistem Keller.

Psikologi Pendidikan ~ 69
H. Soal Latihan
1. Mengapa guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual
diantara siswa?
2. Jelaskan bagaimana faktor bawaan dapat menimbulkan adanya
perbedaan individual!
3. Jelaskan bagaimana faktor budaya mempengaruhi munculnya
perbedaan individual!
4. Terangkan keterkaitan antara perbedaan gender dengan prestasi di
kelas!
5. Apa saja ciri-ciri anak yang tergolong gifted?
6. Bagaimana implikasi adanya perbedaan kemampuan dalam proses
pembelajaran di kelas?
7. Terangkan ciri-ciri dari masing-masing siswa yang memiliki
kepribadian ekstraversion, introversion, sensing, intuition, thinking,
feeling, judging, perceptive.
8. Bagaimana implikasi adanya perbedaan kepribadian dalam proses
pembelajaran di kelas!
9. Diskusikan tentang strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru
untuk menghadapi masing-masing gaya belajar mengalami,
mengkonseptualisasikan, mengaplikasikan, dan membentuk !
10. Diskusikan kelebihan dan kelemahan masing-masing program
pembelajaran individual, yaitu pengajaran terprogram, pengajaran
dengan bantuan computer, pengajaran modul, sistem kontrak, dan
system Keller !
.
Referensi

Baron, R.A., dan Byrne, D. 2004. Psikologi Sosial (terjemahan). Jilid 1.


Jakarta: Erlangga

Baum, S. & Owen, S. 1988. Learning disabled students: How are they
different?. Gifted Child Quarterly. 32, 321-326

70 ~Psikologi Pendidikan
Crupnick, C.G. 1985. Women and Men in The Classroom: Inequality and Its
remedies. Teaching and Learning. http//www.bookcenter.harvard.edu

Dunn, R. & Dunn, K. (1993). Teaching Secondary Students through Their


Individual Learning Styles. Needham Heights, MA. Simon &
Schuster.
Elliott, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefeld, J., dan Travers, J.F. 1999.
Educational Psychology. Madison: Brown & Benchmark

Entwistle, N. J. (1998). Approaches to learning and forms of


understanding, In B. Dart and G. Boulton-Lewis (Eds.),
Teaching and learning in higher education (pp. 72 – 101).
Melbourne: Australian Council for Educational Research.

Goldberg, L.R. 1993. The structure of phenotypic personality traits.


American Psychologist, 48, 26-34

Horne, J. 1994. “Ride the Wave” to Success in The Classroom.


http//www.osi.fsu.edu/waveseries/wave12

Hurlock, E. 1995. Psikologi Perkembangan (terjemahan). Jakarta:


Erlangga

McCarthy, B. The 4MAT System: Teaching to Learning Styles with


Right/Left Mode Techniques. Barrington, IL, EXCEL, Inc., 1987

Munandar, S.C.U. 1999. Kreatifitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia

Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan


Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

Santrock, J.W. 1997. Life Span Development. Madison: Brown &


Benchmark

Psikologi Pendidikan ~ 71
Sarasin, L. C. (1996) Learning Style Perspectives, Impact in the
Classroom. Madison, WI: Atwood Publishing

Silverman, L. 2006. Gifted Children With Learning Disabilities.


http//www.dirhody.com

Wahlsten, D. (1997). The malleability of intelligence is not constrained by


heritability. In B. Devlin, S.E. Fienberg., & K. Roeder (pp. 71-
87). Intelligence, Genes, and Success: Scientists respond to
The Bell Curve. New York: Springer.

Zimbardo, P.G. & Gerrig, R.J. 1999. Psychology and Life. New York:
Longman.

72 ~Psikologi Pendidikan
Bab 4
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Tujuan Mempelajari Pokok Bahasan Ini :

Dengan mempelajari BAB IV ini diharapkan mahasiswa dapat


menjelaskan tentang :

1. Hakekat belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, serta


motivasi belajar
2. Hakekat pembelajaran, karakteristik guru, dan peran guru dalam
kelas, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran
3. Teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistik serta aplikasinya
dalam pembelajaran

A. Pendahuluan
Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang
memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnya
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau
memberikan pelayanan agar siswa belajar. Untuk itu, harus dipahami
bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya.
Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan, maka
guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi
siswanya.
Perbedaan antara belajar dan pembelajaran terletak pada
penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada

Psikologi Pendidikan ~ 73
bahasan tentang siswa dan proses yang menyertai dalam rangka
perubahan tingkah lakunya. Adapun pembahasan mengenai
pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk
membuat siswa dapat belajar.

B. Konsep Dasar Belajar


Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai
hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen (1994) mendefinisikan belajar
sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman.
Reber (1988) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama,
belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar
sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai
hasil latihan yang diperkuat. Dari berbagai definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan
kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena
adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Ciri-Ciri Perilaku Belajar


Tidak semua tingkah laku dikategorikan sebagai aktivitas belajar.
Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila
pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang-
kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya
misalnya menyadari pengetahuannya bertambah. Oleh karena itu,
perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam
keadaan tidak sadar tidak termasuk dalam pengertian belajar.

74 ~Psikologi Pendidikan
2. Perubahan bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis.
Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi
proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar
membaca, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat
membaca menjadi dapat membaca. Perubahan ini akan berlangsung
terus sampai kecakapan membacanya menjadi cepat dan lancar.
Bahkan dapat membaca berbagai bentuk tulisan maupun berbagai
tulisan di beragam media.

3. Perubahan bersifat positif dan aktif


Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar
apabila perubahan-perubahan itu bersifat positif dan aktif. Dikatakan
positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk
memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Makin banyak
usaha belajar dilakukan maka makin baik dan makin banyak
perubahan yang diperoleh. Perubahan dalam belajar bersifat aktif
berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
karena usaha individu sendiri. Oleh karena itu, perubahan tingkah
laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya
karena dorongan dari dalam tidak termasuk perubahan dalam
pengertian belajar.

4. Perubahan bersifat permanen


Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat menetap atau
permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam bermain sepeda
setelah belajar tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus
dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan
atau dilatih.

Psikologi Pendidikan ~ 75
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya
tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya
seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan
apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik. Dengan
demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah
kepada tingkah laku yang ditetapkannya.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku


Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku
secara meyeluruh dalam sikap, ketrampilan, pengetahuan, dan
sebagainya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar


Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada
dalam diri individu yang sedang belajar, sedang faktor eksternal adalah
faktor yang ada di luar individu. Faktor internal meliputi : faktor
jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah meliputi faktor
kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.
Faktor ekstern yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi
cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latarbelakang
kebudayaan. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor masyarakat

76 ~Psikologi Pendidikan
dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk
kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.
Muhibbinsyah (1997) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar menjadi 3 macam, yaitu: 1) faktor internal, yang meliputi
keadaan jasmani dan rohani siswa, 2) faktor eksternal yang merupakan
kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan 3) faktor pendekatan belajar
yang merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan
metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari
materi-materi pelajaran.
Ditinjau dari faktor pendekatan belajar, terdapat 3 bentuk dasar
pendekatan belajar siswa menurut hasil penelitian Biggs (1991), yaitu :
1. Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), yaitu
kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari luar
(ekstrinsik), misalnya mau belajar karena takut tidak lulus ujian
sehingga dimarahi orangtua. Oleh karena itu gaya belajarnya santai,
asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
2. Pendekatan deep (mendalam), yaitu kecenderungan belajar siswa
karena adanya dorongan dari dalam (intrinsik), misalnya mau belajar
karena memang tertarik pada materi dan merasa
membutuhkannya.Oleh karena itu gaya belajarnya serius dan
berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi), yaitu
kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan untuk
mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar
dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih
prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius
daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar lainnya.
Terdapat ketrampilan belajar yang baik dalam arti memiliki
kemampuan tinggi dalam mengatur ruang kerja, membagi waktu
dan menggunakannya secara efisien, serta memiliki ketrampilan
tinggi dalam penelaahan silabus. Disamping itu siswa dengan
pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki

Psikologi Pendidikan ~ 77
perencanaan ke depan (plans ahead), dan memiliki dorongan
berkompetisi tinggi secara positif.

Motivasi Belajar
Motivasi belajar memegang peran yang sangat penting dalam pencapaian
prestasi belajar. Motivasi menurut Wlodkowsky (dalam Prasetya dkk,
1985) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan pada tingkah laku tersebut. Motivasi belajar yang tinggi
tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai
sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan.
Biggs dan Telfer (dalam Dimyati dkk, 1994) menyatakan bahwa
pada dasarnya siswa memiliki bermacam-macam motivasi dalam belajar.
Macam-macam motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi 4 golongan,
yaitu : 1) motivasi instrumental, 2) motivasi sosial, 3) motivasi
berprestasi, dan 4) motivasi intrinsik. Motivasi instrumental berarti bahwa
siswa belajar karena didorong oleh adanya hadiah atau menghindari
hukuman. Motivasi sosial berarti bahwa siswa belajar untuk
penyelenggaraan tugas, dalam hal ini keterlibatan siswa pada tugas
menonjol. Motivasi berprestasi berarti bahwa siswa belajar untuk meraih
prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya. Motivasi instrinsik
berarti bahwa siswa belajar karena keinginannya sendiri.
Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa.
Motivasi tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa antara lain :
a. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.
b. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam
belajar.
c. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga
agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (dalam
Prasetya, 1997) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang
dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut sebagai
model ARCS. Dalam model tersebut ada 4 kategori kondisi motivasional

78 ~Psikologi Pendidikan
yang harus diperhatikan guru agar proses penbelajaran yang
dilakukannya menarik, bermakna, dan memberi tantangan pada siswa.
Keempat kondisi tersebut adalah :
1. Attention (perhatian)
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh karena itu
rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan sehingga siswa selalu
memberikan perhatian terhadap materi pelajaran yang diberikan.
Agar siswa berminat dan memperhatikan materi pelajaran yang
disampaikan guru dapat menyampaikan materi dan metode secara
bervariasi, senantiasa mendorong keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar, dan banyak menggunakan contoh-contoh dalam
kehidupan sehari-hari untuk memperjelas konsep.

2. Relevance (relevansi)
Relevansi menunjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran
dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara
apabila siswa menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan
pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.

3. Confidence (kepercayaan diri)


Merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Bandura (1977)
mengembangkan konsep tersebut dengan mengajukan konsep self
efficacy. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas
yang menjadi syarat keberhasilan. Self efficacy tinggi akan semakin
mendorong dan memotivasi siswa untuk belajar tekun dalam
mencapai prestasi belajar maksimal. Agar kepercayaan diri siswa
meningkat guru perlu memperbanyak pengalaman berhasil siswa
misalnya dengan menyusun aktivitas pembelajaran sehingga mudah
dipahami, menyusun kegiatan pembelajaran ke dalam bagian-bagian
yang lebih kecil, meningkatkan harapan untuk berhasil dengan

Psikologi Pendidikan ~ 79
menyatakan persyaratan untuk berhasil, dan memberikan umpan
balik yang konstruktif selama proses pembelajaran.

4. Satisfaction (kepuasan)
Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan,
dan siswa akan semakin termotivasi untuk mencapai tujuan yang
serupa. Kepuasan dalam pencapaian tujuan dipengaruhi oleh
konsekwensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun
dari luar diri siswa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi
siswa, guru dapat memberi penguatan (reinforcement) berupa
pujian, pemberian kesempatan dan sebagainya.

C. Konsep Dasar Pembelajaran


Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran menurut Sudjana (2000) merupakan setiap upaya
yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo (2004) mendefinisikan
pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang
mengoptimalkan kegiatan belajar. Nasution (2005) mendefinisikan
pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak
hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga,
perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan
kegiatan belajar siswa.
Biggs (1985) membagi konsep pembelajaran dalam 3 pengertian,
yaitu :
a. Pembelajaran dalam Pengertian Kuantitatif
Secara kuantitatif pembelajaran berarti penularan pengetahuan dari
guru kepada murid. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyampaikannya kepada
siswa dengan sebaik-baiknya.

80 ~Psikologi Pendidikan
b. Pembelajaran dalam Pengertian Institusional
Secara institusional pembelajaran berarti penataan segala kemampuan
mengajar sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru
dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar
untuk bermacam-macam siswa yang memiliki berbagai perbedaan
indvidual.

c. Pembelajaran dalam Pengertian kualitatif


Secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahkan
kegiatan belajar siswa. Dalam pengertian ini peran guru dalam
pembelajaran tidak sekedar menjejalkan pengetahuan kepada siswa,
tetapi juga melibatkan siswa dalam aktivitas belajar yang efektif dan
efisien.

Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan


bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efisien serta dengan hasil optimal.

Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses
pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Dalam
pembelajaran terdapat beragam jenis metode pembelajaran. Masing-
masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Guru dapat memilih
metode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya. Berikut
ini berbagai metode pembelajaran yang dapat dipilih guru dalam
kegiatan pembelajaran.
a. Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode penyampaian materi dari
guru kepada siswa dengan cara guru menyampaikan materi melalui
bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal. Metode ceramah murni

Psikologi Pendidikan ~ 81
cenderung pada bentuk komunikasi satu arah. Dalam hal ini kedudukan
siswa adalah sebagai penerima materi pelajaran dan guru sebagai
sumber belajar. Metode ini banyak menuntut keaktifan guru. Guru
dituntut dapat menyampaikan materi dengan kalimat yang mudah
dipahami anak didik. Keberhasilan metode ceramah ini tidak semata-
mata karena kehebatan guru dalam bermain kata-kata atau kalimat,
tetapi juga didukung oleh alat-alat pembantu lain seperti gambar-
gambar, potret, benda, barang tiruan, film, peta, dan sebagainya.
Metode ini mudah dilaksanakan dan dapat diikuti anak didik dalam
jumlah besar

b. Metode Latihan
Metode latihan merupakan metode penyampaian materi melalui
upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu. Melalui
penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu ini diharapkan siswa
dapat menyerap materi secara lebih optimal.

c. Metode Tanya Jawab


Metode tanya jawab merupakan cara penyajian materi pelajaran
melalui bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh anak didik. Dengan
metode ini dikembangkan ketrampilan mengamati, menginterpretasi,
mengklasifikasikan, membuat kesimpulan, menerapkan, dan
mengomunikasikan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memotivasi
anak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran atau guru
mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab.

d. Metode Karyawisata
Metode karya wisata merupakan metode penyampaian materi
dengan cara membawa langsung anak didik langsung ke objek di luar
kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati
atau mengalami secara langsung. Metode ini menjadikan bahan yang
dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang
ada di masyarakat.

82 ~Psikologi Pendidikan
e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran dengan
cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang
berkaitan dengan bahan pelajaran. Metode ini menghendaki guru lebih
aktif daripada anak didik. Dapat dilakukan dalam bentuk guru
memperlihatkan suatu proses dan kerja suatu benda atau siswa
melakukan demonstrasi baik secara individual atau kelompok dengan
bimbingan guru. Metode ini dapat membantu siswa memahami dengan
jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda melalui pengamatan
dan contoh konkrit.

f. Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama merupakan metode pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk melakukan kegiatan
memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial. Dalam
hal ini anak didik dibina agar terampil mendramatisasikan atau
mengekspresikan sesuatu yang dihayati.

g. Metode Bermain Peran


Metode bermain peran merupakan metode pembelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak
didik memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup atau benda mati.Metode
ini dapat mengembangkan penghayatan, tanggungjawab, dan terampil
dalam memaknai materi yang dipelajari.

h. Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan metode pembelajaran melalui
pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta memecahkan
masalah secara kelompok. Metode ini dapat mendorong siswa untuk
mampu mengemukakan pendapat secara konstruktif serta membiasakan
siswa untuk bersikap toleran pada pendapat orang lain.

Psikologi Pendidikan ~ 83
i. Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
Metode pemberian tugas dan resitasi merupakan metode
pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa. Misalnya guru
menugaskan siswa membaca materi tertentu, selanjutnya guru dapat
menambahkan tugas lain misalnya membaca buku lain sebagai
pembanding. Tugas biasanya diikuti dengan resitasi. Resitasi merupakan
metode pembelajaran berupa tugas pada siswa untuk melaporkan
pelaksanaan tugas yang telah diberikan guru. Metode ini mendorong
siswa berani mengambil tanggungjawab, kemandirian, dan inisiatif siswa.

j. Metode Eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode pembelajaran dalam
bentuk pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan suatu
proses atau percobaan. Dengan metode ini siswa diharapkan dapat
sepenuhnya terlibat dalam perencanaan eksperimen, pengumpulan fakta,
pengendalian variabel, dan upaya dalam menghadapi masalah secara
nyata.

k. Metode Proyek
Metode proyek merupakan metode pembelajaran berupa
penyajian kepada siswa materi pelajaran yang bertitik tolak dari suatu
masalah yang selanjutnya dibahas dari berbagai sisi yang relevan
sehingga diperoleh pemecahan secara menyeluruh dan bermakna.
Prinsip metode ini adalah membahas suatu materi pembelajaran ditinjau
dari sudut pandang pelajaran lain. Metode ini dapat memantapkan
pengetahuan yang diperoleh anak didik, menyalurkan minat, dan melatih
siswa menganalisis suatu materi dengan wawasan yang luas.

Penggunaan berbagai metode pembelajaran di atas bersifat


luwes tergantung pada beberapa faktor. Faktor yang menentukan
dipilihnya suatu metode dalam pembelajaran antara lain tujuan
pembelajaran, tingkat kematangan anak didik, dan situasi dan kondisi
yang ada dalam proses pembelajaran. Adapun prinsip penting pemilihan

84 ~Psikologi Pendidikan
suatu metode pembelajaran adalah disesuaikan dengan tujuan, tidak
terikat pada satu alternatif metode, dan penggunaannya bersifat
kombinasi.

Peran guru dalam Aktivitas Pembelajaran


Peran guru dalam aktivitas pembelajaran sangat kompleks. Guru
tidak sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya,
akan tetapi guru juga dituntut untuk memainkan berbagai peran yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didiknya secara optimal.
Djamarah (2000) merumuskan peran guru dalam pembelajaran sebagai
berikut:
a. Korektor. Sebagai korektor guru berperan menilai dan mengoreksi
semua hasil belajar, sikap, tingkah laku, dan perbuatan siswa baik di
sekolah maupun di luar sekolah sehingga pada akhirnya siswa dapat
mengetahui
b. Inspirator. Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan inspirasi
atau ilham kepada siswa mengenai cara belajar yang baik.
c. Informator. Sebagai informator guru harus harus dapat memberikan
informasi yang baik dan efektif mengenai materi pelajaran yang telah
diprogramkan dalam kurikulum serta informasi mengenai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Organisator. Sebagai organisator guru berperan untuk mengelola
berbagai kegiatan akademik baik intrakurikuler maupun
ekstrakurikuler sehingga tercapai efektivitas dan efisiensi belajar
anak didik.. Diantara berbagai kegiatan pengelolaan pembelajaran
yang terpenting adalah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-
baiknya sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdaya
guna dan berhasil guna.
e. Motivator. Sebagai motivator guru dituntut untuk dapat mendorong
anak didiknya agar senantiasa memiliki motivasi tinggi dan akif
belajar.
f. Inisiator. Sebagai inisiator guru hendaknya dapat menjadi pencetus
ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses

Psikologi Pendidikan ~ 85
pembelajaran hendaknya selalu diperbaiki sehingga dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
g. Fasilitator. Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan
fasilitas yang memungkinkan anak didik dapat belajar secara optimal.
Fasilitas yang disediakan tidak hanya fasilitas fisik seperti ruang kelas
yang memadai atau media belajar yang lengkap, akan tetapi juga
fasilitas psikis seperti kenyamanan batin dalam belajar, interaksi guru
dengan anak didik yang harmonis, maupun adanya dukungan penuh
guru sehingga anak didik senantiasa memilki motivasi tinggi dalam
belajar.
h. Pembimbing. Sebagai pembimbing guru hendaknya dapat
memberikan bimbingan kepada anak didiknya dalam menghadapi
tantangan maupun kesulitan belajar. Akhirnya, diharapkan melalui
bimbingan ini anak didik dapat mencapai kemandirian dalam
mencapai tujuan pembelajara secara optimal.
i. Demonstrator. Sebagai demonstrator guru dituntut untuk dapat
memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis sehingga anak
didik dapat memahami materi yang dijelaskan guru secara optimal.
j. Pengelola Kelas. Sebagai pengelola kelas guru hendaknya dapat
mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat berhimpun
guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan pengelolaan
kelas yang baik diharapkan siswa dapat memiliki motivasi tinggi
dalam belajar dan pada akhirnya dapat mencapai hasil belajar
optimal.
k. Mediator. Sebagai mediator hendaknya guru dapat berperan sebagai
penyedia media dan penengah dalam proses pembelajaran anak
didik. Melalui guru, siswa dapat memperoleh materi pembelajaran
dan umpan balik dari hasil belajarnya.
l. Supervisor. Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu,
memperbaiki, dan menilai secara kritis proses pembelajaran yang
dilakukan sehingga pada akhirnya proses pembelajaran dapat
optimal.

86 ~Psikologi Pendidikan
m. Evaluator. Sebagai evaluator guru dituntut untuk mampu menilai
produk (hasil) pembelajaran serta proses (jalannya) pembelajaran.
Dari proses ini diharapkan diperoleh umpan balik dari hasil
pembelajaran untuk optimalisasi hasil pembelajaran.

Kompetensi profesionalisme Guru


Menurut Barlow (dalam Muhibbinsyah, 1997) kompetensi
profesional guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam
menjalankan profesi keguruannya. Oleh karena itu, guru yang profesional
berarti guru yang mampu melaksanakan tugas keguruannya dengan
kemampuan tinggi (profesional) sebagai sumber kehidupan (profesi).
Dalam menjalankan kemampuan profesionalnya, guru dituntut
memiliki keanekaragaman kecakapan (kompetensi) yang bersifat
psikologis, meliputi:
a. Kompetensi Kognitif Guru
Secara kognitif, guru hendaknya memiliki kapasitas kognitif tinggi
yang menunjang kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Hal utama
yang dituntut dari kemampuan kognitif ini adalah adanya fleksibilitas
kognitif (keluwesan kognitif). Ini ditandai oleh adanya keterbukaan guru
dalam berfikir dan beradaptasi. Ketika mengamati dan mengenali suatu
objek atau situasi tertentu, guru yang fleksibel selalu berfikir kritis
(berfikir dengan penuh pertimbangan akal sehat). Dalam proses
pembelajaran, guru yang memiliki fleksibilitas kognitif tinggi
menunjukkan keterbukaan dalam perencanaan pembelajaran, responsif
terhadap kelas serta menggunakan bemacam-macam metode yang
relevan secara kreatif sesuai dengan sifat materi dan kebutuhan siswa.
Bekal pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk
menunjang profesinya secara kognitif menurut Muhibbinsyah (1997)
meliputi 2 kategori yaitu
1) Ilmu pengetahuan kependidikan yaitu ilmu pengetahuan yang
diperlukan dalam menunjang proses belajar mengajar baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Yang dikategorikan ilmu
pengetahuan kependidikan antara lain ilmu pendidikan, psikologi

Psikologi Pendidikan ~ 87
pendidikan, administrasi pendidikan, metode pembelajaran, teknik
evaluasi, dan sebagainya
2) Ilmu pengetahuan materi bidang studi yaitu meliputi semua bidang
studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan
oleh guru.

Dengan bekal pengetahuan secara kognitif tersebut di atas


diharapkan guru dapat menguasai materi secara mendalam disertai
adanya ketrampilan tinggi dalam menyampaikannya kepada siswa
sehingga pada akhirnya tercapai hasil pembelajaran yang optimal.
b. Kompetensi Afektif Guru
Secara afektif guru hendaknya memiliki sikap dan perasaan yang
menunjang proses pembelajaran yang dilakukannya, baik terhadap orang
lain terutama maupun terhadap diri sendiri. Terhadap orang lain
khususnya terhadap anak didik guru hendaknya memiliki sikap dan sifat
empati, ramah dan bersahabat. Dengan adanya sifat ini, anak didik
merasa dihargai, diakui keberadannya sehingga semakin menumbuhkan
keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya
pembelajaran dapat memberikan hasil yang optimal.
Terhadap dirinya sendiripun guru hendaknya juga memiliki
sikap positif sehingga pada akhirnya dapat membantu optimalisasi proses
pembelajaran. Keadaan afektif yang bersumber dari diri guru sendiri
yang menunjang proses pembelajaran antara lain konsep diri yang tinggi
dan efikasi diri yang tinggi berkaitan dengan profesi guru yang
digelutinya.
Ditinjau dari konsep dirinya, guru yang memiliki konsep diri
tinggi cenderung memberikan penilaian yang positif terhadap dirinya
sehingga pada akhirnya memberi sumbangan positif terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan. Guru yang memiliki konsep diri tinggi
umumnya memiliki keberanian untuk mengajak, mendorong, dan
membantu siswanya sehingga lebih maju.
Ditinjau dari efikasi dirinya terhadap profesi sebagai pendidik,
guru hendaknya memiliki keyakinan akan kefektifan kemampuannya

88 ~Psikologi Pendidikan
sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswanya dalam
belajar. Ini berarti guru hendaknya memiliki sikap dan keyakinan tinggi
bahwa dirinya mampu menyajikan materi terhadap siswanya serta
mendayagunakan berbagai fasilitas dan media pembelajaran untuk
tujuan pembelajaran yang optimal. Penelitian tentang efikasi diri guru
terhadap profesi keguruannya membuktikan adanya hubungan antara
keyakinan guru tentang kemampuannya mengajar dengan prestasi
belajar siswanya. Guru yang memiliki keyakinan yang tinggi tentang
kemampuannya mengajarnya ternyata juga menghasilkan siswa yang
memiliki prestasi tinggi (Muhibbinsyah, 1997).

c. Kompetensi Psikomotor Guru


Kompetensi psikomotor seorang guru merupakan ketrampilan atau
kecakapan yang bersifat jasmaniah yang dibutuhkan oleh guru untuk
menunjang kegiatan profesionalnya sebagai guru. Kecakapan psikomotor
ini meliputi kecakapan psikomotor secara umum dan secara khusus.
Secara umum direfleksikan dalam bentuk gerakan dan tindakan umum
jasmani guru seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat tangan dan
sebagainya. Secara khusus kecakapan psikomotor direfleksikan dlam
bentuk ketrampilan untuk mengekspresikan diri secara verbal maupun
nonverbal.

D. Teori Belajar dan Aplikasinya dalam Pembelajaran


Teori belajar adalah seperangkat pernyataan umum yang
digunakan untuk menjelaskan kenyataan mengenai belajar. Manfaat teori
belajar bagi guru untuk :
1. membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar,
2. membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses
pembelajarannya,
3. memandu guru untuk mengelola kelas,
4. membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri
serta hasil belajar siswa yang telah dicapai,
5. membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif,

Psikologi Pendidikan ~ 89
6. membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada
siswa sehingga dapat mencapai prestasi maksimal. Pada akhirnya
upaya ini dapat mendatangkan kepuasan dan kebanggaan baik bagi
guru maupun siswa sendiri.
Untuk mengaplikasikan teori-teori belajar dalam praktek di
dunia pendidikan di Indonesia, maka hal-hal yang harus diketahui dalam
teori belajar adalah:
1. konsep dasar teori tersebut beserta ciri-ciri dan persyaratan yang
melingkupinya,
2. bagaimana sikap dan peran guru dalam proses pembelajaran jika
teori tersebut diterapkan,
3. faktor-faktor lingkungan (fasilitas, alat, suasana) apa yang perlu
diupayakan untuk mendorong proses pembelajaran,
4. tahapan apa saja yang harus dilakukan guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran,
5. apa yang harus dilakukan siswa dalam proses belajarnya.
Aplikasi teori belajar dalam situasi pembelajaran membutuhkan
kejelian dan kecermatan guru untuk menangkap pesan-pesan yang
terkandung dalam teori belajar. Penggunaan teori belajar yang salah
akan mengakibatkan terjadinya hambatan dalam proses pembelajaran.
Penerapan teori belajar di kelas membutuhkan pemahaman yang
mendalam terhadap teori tersebut dan rasa senang untuk selalu
menggunakan dan mengembangkannya secara tepat guna dengan
kondisi di Indonesia. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika
mengkritisi teori belajar adalah :
1. Mengenali tokoh, perjalanan hidup dan proses akademik yang
ditempuh serta perjuangan yang ditempuh untuk menelurkan teori
belajar yang dikemukakannya
2. Memahami konteks generasi, situasi jaman atau tahun yang melatar-
belakangi peristiwa kelahiran teori-teori belajar tersebut
3. Proses kekinian dari teori tersebut dan perkembangannya
Dalam praktek pembelajaran perlu dipertimbangkan faktor-faktor
tersebut sehingga penggunaan teori belajar menjadi lebih bijak, tidak

90 ~Psikologi Pendidikan
sekedar mengkritik teori lain serta mengagungkan teori yang digunakan
tanpa pernah melakukan riset atau upaya pembaharuan yang lebih
mendasar.
Banyak teori belajar yang dapat digunakan para guru untuk
berbagai keperluan belajar dan proses pembelajaran. Ada tiga
pandangan psikologi utama yang akan diuraikan dalam tulisan ini yaitu
pandangan psikologi Behavioristik, Kognitif, Humanistik. Selanjutnya
penulis menambahkan pandangan KH Dewantara sebagai salah satu teori
belajar yang berakar pada falsafah dan kebudayaan Jawa.

Teori Belajar Behavioristik


a. Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949 )
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog
yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyan tahun
1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar
doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang
ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903),
Mental and Social Measurements (1904), Animal
Intelligence (1911), A Teacher’s Word Book (1921),
Your City (1939), dan Human Nature and the Social
Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S)
dengan respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing
lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa
supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-
usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “t rial and
error learning atau selecting and connecting lerning ” dan berlangsung

Psikologi Pendidikan ~ 91
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan
Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia
pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh
pelopor dalam psikologi pendidikan.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara
stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu
tingkah laku diulang /dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut
akan semakin kuat
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai
berikut :
a. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan
bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum
memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.
b. Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku
belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam
diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element). Hukum ini
mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan
respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya
terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).

92 ~Psikologi Pendidikan
d. Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu
dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami
karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang
belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami
sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka
transfer akan makin mudah.
e. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini
mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke
situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit
demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan


penyampaian teorinya thorndike mengemukakan revisi hukum belajar
antara lain:
1). Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya
tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu
diperlemah.
2). Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang
berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah,
sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3). Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4). Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada
bidang lain maupun pada individu lain.

Psikologi Pendidikan ~ 93
b. Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir tanggal 14 September 1849 di
Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov
menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja
dan melanjutkan ke seminari. Pavlov lulus sebagai
sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi
pada Institute of Experimental Medicine dan memulai
penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov
meraih penghargaan Nobel dalam bidang Physiology
and Medicine pada tahun 1904. Karyanya mengenai
pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika.
Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned
Reflexes (1927).
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap
anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan.

94 ~Psikologi Pendidikan
Keterangan :
1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral:
Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung
menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing
untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons) : disebut perilaku responden
(respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang
muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karena
anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus) : stimulus bersyarat, yaitu stimulus
yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat
menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-
menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan
menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan
dengan daging.
4. CR (conditioning respons) : respons bersyarat, yaitu respon
yang muncul dengan hadirnya CS. Misalnya : air liur anjing keluar
karena anjing mendengar bel.

Psikologi Pendidikan ~ 95
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan
dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS=
Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS=
Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng
dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia ? Ternyata
dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti si anjing.
Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling
dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing tetapi setelah si
penjual es krim sering lewat maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan
air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada
nada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang
makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah,
bel masuk kelas – istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa
harus berdiri lama. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya.

96 ~Psikologi Pendidikan
c. Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
B. F. Skinner (1904-1990) berkebangsaan Amerika dikenal
sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung
(directed instruction) dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui
proses operant conditioning. Gaya mengajar guru dilakukan dengan
beberapa pengantar dari guru secara searah dan
dikontrol guru melalui pengulangan (drill) dan latihan
(exercise).
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa
usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior
modification) antara lain dengan proses penguatan
(reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada
perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu
proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang
dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan
dan bebas berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian
Pavlov yang muncul karena adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku
operan yang mengalami penguatan adalah : anak kecil yang tersenyum
mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka
anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak
disengaja atau tanpa maksud tersebut. Tersenyum adalah perilaku
operan dan permen adalah penguat positifnya.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut : dalam
laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan, dalam
kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung
makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri
listrik.

Psikologi Pendidikan ~ 97
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk
keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar.
Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan
perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.

Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung


merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus - respon akan semakin kuat bila
diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu
penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai
stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu
sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang
atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah
(permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif
antara lain ; menunda / tidak memberi penghargaan, memberikan tugas

98 ~Psikologi Pendidikan
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng,
kening berkerut, muka kecewa dll).
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain :
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio
reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah
penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan
siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami
sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan
hukuman verbal maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan,
jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di
dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara di kelas
yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaiknya
setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang
diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan
sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa ; misalnya :
penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari
atau olahraga.

Psikologi Pendidikan ~ 99
d. Robert Gagné (1916-2002)
Gagné adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan
Amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa Conditions of
Learning. Gagné pelopor dalam ilmu instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika.
Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai
dari teori intruksionalnya untuk mendesain
pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis
multimedia. Teori Gagne banyak dipakai untuk
mendesain software instruksional (program-
program berupa drill, tutorial atau simulasi).
Kontribusi terbesar dari teori instruksional
Gagne adalah “ 9 kondisi Instruksional “ yaitu :
1. Gaining attention = Mendapatkan perhatian
2. Inform learner of objectives = Menginformasikan siswa mengenai
tujuan yang akan dicapai
3. Stimulate recall of prerequisite learning = Stimulasi kemampuan
dasar siswa untuk persiapan belajar
4. Present new material = Penyajian materi baru
5. Provide guidance = Menyediakan pembimbingan
6. Elicit performance = Memunculkan tindakan
7. Provide feedback about correctness = Siap memberikan umpan
balik langsung terhadap hasil yang baik
8. Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan
9. Enhance retention and recall = Meningkatkan proses penyimpanan
memori dan mengingat
Gagne disebut sebagai modern neobehaviourists — mendorong
guru untuk merencanakan intruksional pembelajaran agar suasana dan
gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar
bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hirarki
ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang
harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana (belajar
signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar S-R, rangkaian S-R,

100 ~Psikologi Pendidikan


asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe
belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah).
Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus-
respon.

e. Albert Bandura (1925 – masih hidup sampai sekarang)


Bandura lahir tanggal 4 Desember 1925 di Mundare Alberta
berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori
belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang
sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif
dari orang dewasa di sekitarnya.
Teori belajar sosial Bandura menunjukkan
pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap
dan reaksi emosi orang lain. Bandura (1977)
menyatakan bahwa: "Learning would be exceedingly
laborious, not to mention hazardous, if people had to
rely solely on the effects of their own actions to inform them what to do.
Fortunately, most human behavior is learned observationally through
modeling: from observing others one forms an idea of how new
behaviors are performed, and on later occasions this coded information
serves as a guide for action.". Teori Bandura menjelaskan perilaku
manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan
antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Faktor - faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
(1) Perhatian (atensi), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan,
keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan
karakteristik pengamat (kemampuan indra, minat, persepsi, penguatan
sebelumnya),
(2) Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean
simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan
motorik),

Psikologi Pendidikan ~ 101


(3) Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan
meniru, keakuratan umpan balik
(4) Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap
diri sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau
teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara
simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik
dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru ke dalam kata-kata,
tanda atau gambar daripada hanya observasi sederhana (hanya
melihat saja). Sebagai contoh : belajar gerakan tari dari instruktur
membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin
dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian
proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tari juga didukung
dengan penayangan video, gambar atau intruksi yang ditulis dalam
buku panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai
yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan
tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang
bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura
dilihat dalam kerangka teori behavior-kognitif. Teori belajar sosial
membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan
psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi
dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai
pendidikan secara massal. Sebagai contoh : penerapan teori belajar
sosial dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintang-bintang
yang populer dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong
konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para “
bintang” atau minum obat masuk anginnya “orang pintar”.

102 ~Psikologi Pendidikan


Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori


behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu :
a. Mementingkan pengaruh lingkungan
b. Mementingkan bagian-bagian ( elementalistik )
c. Mementingkan peranan reaksi.
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon.
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya,
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk
yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak
memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun
secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada
hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang
kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang
berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini

Psikologi Pendidikan ~ 103


sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai
persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak
setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan
kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk
menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan
kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan,
refleks, daya tahan dan sebagainya, contohnya : percakapan bahasa
asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga,
dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral,
bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan
guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh
para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif
untuk menertibkan siswa.

Teori Belajar Kognitif


Pendekatan psikologi kognitif menekankan arti penting proses
internal mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tidak dapat
diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. Semua bentuk
perilaku termasuk belajar selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

104 ~Psikologi Pendidikan


Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di
dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan
baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara
tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Jadi,
ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak
berjalan sepotong-sepotong atau terpisah-pisah, melainkan melalui
proses yang mengalir, bersambung-sambung dan menyeluruh. Misalnya :
ketika seseorang membaca suatu bahan bacaan, maka yang dibacanya
bukan huruf-huruf yang terpisah-pisah, melainkan kata, kalimat, atau
paragraf yang kesemuanya seolah menjadi satu, mengalir, dan menyerbu
secara total bersamaan.

a. Teori Gestalt
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori
belajar gestalt. Peletak dasar teori Gestalt adalah Max Wertheimer (1880-
1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving.
Sumbangannya diikuti oleh Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara
terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang
Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse.
Penelitian-penelitian ini menumbuhkan psikologi gestalt yang
menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan
dalam pengalaman. Konsep penting dalam psikologi gestalt adalah
insight yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan.
Insight ini sering dihubungkan dengan pernyataan aha.
Esensi dari teori psikologi gestalt adalah bahwa pikiran (mind)
adalah usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-
pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan yang terorganisir
berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data
yang terpisah-pisah. Para pengikut gestalt berpendapat bahwa sensasi
atau informasi harus dipandang secara menyeluruh, karena bila

Psikologi Pendidikan ~ 105


dipersepsi secara terpisah atau bagian demi bagian maka strukturnya
tidak jelas. Penemuan struktur terhadap sensasi atau informasi
diperlukan untuk dapat memahaminya dengan tepat kemudian menyusun
kembali informasi sehingga membentuk struktur baru menjadi lebih
sederhana .
Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi
itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Dengan demikian
tingkah laku seseorang bergantung kepada insight terhadap hubungan-
hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari
bagian-bagiannya dengan penekanan pada organisasi pengamatan atas
stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi
pengamatan (Soemanto, 1998). Untuk lebih memahami uraian di atas,
perhatikan ilustrasi pada Gambar 1.

Gambar Konfigurasi Titik


Diadopsi dari Resnick & Ford (1981:130)

Pada setiap gambar di atas terdapat bundaran kosong


menunjukkan posisi yang berbeda sesuai dengan konteks (organisasi
perseptual). Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa menurut
pandangan gestaltist seseorang yang memperhatikan konfigurasi titik
(bulatan) yang terdapat pada setiap gambar (a) sampai (d) tidak hanya
sebagai kumpulan titik yang terpisah-pisah, tetapi titik itu teorganisir
berdasarkan prinsip tertentu. Dengan demikian, orang akan memahami
setiap gambar itu sebagai kumpulan titik yang secara keseluruhan

106 ~Psikologi Pendidikan


membentuk; (a) layang-layang (diamond), (b) segiempat, (c) segitiga,
dan (d) segienam.
Jadi, menurut pandangan psikologi gestalt dapat disimpulkan
bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau
informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian
menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah dipahami.

Teori Konstruktivistik
Teori konstruktivistik merupakan pengembangkan lebih lanjut
dari gestalt. Perbedaannya : pada gestal - permasalahan yang
dimunculkan berasal dari pancingan eksternal sedangkan pada
konstruktivistik - permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang
direkonstruksi sendiri oleh siswa. Teori ini sangat percaya bahwa siswa
mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya
melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya,
menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman
realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.
1. John Dewey (1856-1952)
John Dewey lahir di Burlington, Vermont AS. Ia meraih PhD dari Krieger
School of Arts & Sciences di Universitas Johns Hopkins University tahun
1884. Ia adalah seorang filosof, psikolog dan
pembaharu pendidikan berkebangsaan Amerika. dan
pengaruhnya sangat kuat di negaranya serta meluas
ke berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia yang
menggunakan konsep das sein dan das sollen sebagai
dasar berpikir pembuatan skripsi sarjana. Ia
dinobatkan sebagai pelopor filosofi pragmatisme,
psikologi fungsionalisme dan gerakan progresif di bidang pendidikan AS.
Tulisan-tulisannya anatara lain: "The Reflex Arc Concept in
Psychology" (1896), sebuah kritik terhadap konsep baku yang ada dalam
psikologi dan menjadi dasar dalam pemikirannya lebih lanjut, Human
Nature and Conduct (1922), sebuah studi terhadap kebiasaan perilaku

Psikologi Pendidikan ~ 107


manusia; A Common Faith (1934), sebuah studi humanistik terhadap
agama; Logic: The Theory of Inquiry (1938), pengujian Dewey terhadap
konsep tidak biasa terhadap logika; and Freedom and Culture (1939),
pandangan politisnya terhadap akar fasisme.
Sebagai filosof dan banyak menulis mengenai pendidikan, John
Dewey dikenal sebagai Bapak konstruktivisme. Idenya digunakan sebagai
dasar metode konstruktivisme dan Discovery Learning. Ia
mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat
siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi
bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar
harus bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa (SCL
= Student-Centered Learning) dalam konteks pengalaman sosial
Kesadaran sosial menjadi tujuan dari semua pendidikan.
Belajar membutuhkan keterlibatan siswa dan kerjasama tim dalam
mengerjakan tugas. Guru bertindak sebagai fasilitator, mengambil bagian
sebagai anggota kelompok dan diadakan kegiatan diskusi dan reviu
teman. Dewey juga menyarankan penggunaan media teknologi sebagai
sarana belajar. Konsep-konsep Dewey ini sudah banyak dipakai di
Indonesia terutama untuk pembelajaran di perguruan tinggi.

2. Jean Piaget (1896-1980)


Jean Piaget lahir di Neuchâtel (Switzerland) pada 9
Agustus 1896. Ia meninggal di Jenewa pada 16
September 1980 dan pemakamannya dihadiri banyak
tokoh psikologi terkemuka. Ia anak tertua dari Arthur
Piaget, seorang professor sejarah abad pertengahan.
Ayahnya sering mengajak Piaget kecil berjalan-jalan
menyusuri hutan di pegunungan Alpen,
http://piaget.org/biography/biog.htmengamati alam dan
mendiskusikan benda atau makhluk yang mereka temui. Latihan inilah
kemudian yang menjadi dasar ilmiah proses pengamatannya yang dinilai
jeli, cermat dan mampu dituangkannya dalam bahasa ilmiah yang mudah
dimengerti. Pada usia 11 tahun artikelnya berhasil dimuat di koran

108 ~Psikologi Pendidikan


karena ia menulis pengamatannya terhadap burung pipit albino dengan
bahasa yang memukau para redaksi. Walaupun ia seorang biologis tetapi
penemuannya digunakan dalam psikologi dan menjadi pelopor dalam
aspek pengembangan kognitif.
Buku-buku yang dikarang Piaget mayoritas disusun dari
berbagai hasil pengamatan bahkan juga dilakukan terhadap anak-
anaknya sendiri. Piaget menjadi tokoh yang disegani karena pikiran dan
idenya yang orisinil mengenai cara berpikir anak dan konseptualisasi
tahapan perkembangan berpikir anak. Ide Piaget digunakan untuk
merancang kurikulum TK dan SD atau tontonan televisi terkenal untuk
pendidikan anak seperti Sesame Street, Dora dan Blue Clues.
Menurut Piaget, pengamatan sangat penting dan menjadi
dasar dalam menuntun proses berpikir anak, berbeda dengan perbuatan
melihat yang hanya melibatkan mata, pengamatan melibatkan seluruh
indra, menyimpan kesan lebih lama dan menimbulkan sensasi yang
membekas pada siswa. Oleh karena itu dalam belajar diupayakan siswa
harus mengalami sendiri dan terlibat langsung secara realistik dengan
obyek yang dipelajarinya. Belajar harus bersifat aktif dan sosial.
Tahap perkembangan berpikir individu menurut Piaget melalui empat
stadium yaitu :
1. Sensorimotorik (0-2 tahun),
2. Praoperasional(2-7 tahun),
3. Operational Kongkrit (7-11), dan
4. Operasional Formal (12-15 tahun).
Piaget meyakini bahwa belajar adalah proses regulasi diri dan anak akan
menciptakan sendiri sensasi perasaan mereka terhadap realitas.
Menurut Piaget, pikiran manusia mempunyai struktur yang
disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan
struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang
mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk
skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah

Psikologi Pendidikan ~ 109


yang disebut pengetahuan. Proses belajar sesungguhnya terdiri dari 3
tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).
1. Asimilasi merupakan proses penyatuan atau pengintegrasian
informasi baru ke struktur kognitif yang telah ada ke dalam benak
siswa. Suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada
seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata
(sruktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan
diadaptasi sehingga terbentuklah pengetahuan baru. Proses ini
merefleksikan perubahan kuantitatif pada skema disebut sebagai
pertumbuhan (growth)
2. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif pada situasi yang
baru. Proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat
adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara
langsung diasimilasikan pada skemata tersebut. Hal itu, dikarenakan
informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok
dengan skemata yang telah ada. Jika informasi baru, betul-betul
tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk
skemata baru yang cocok dengan informasi itu. Sebaliknya, apabila
informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemata yang telah
ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga
cocok dengan informasi baru itu. Pada akomodasi terjadi proses
belajar yang baru dan merefleksikan perubahan kualitatif pada
skemata yang disebut perkembangan (development)
3. Disequilibrium dan Equilibrium yaitu penyesuaian berkesinambungan
antara asimilasi dan akomodasi. Proses akomodasi dimulai ketika
pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur
kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian
struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat
disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium,
sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya
diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru.
Ketiga proses itu merupakan aktivitas secara mental yang
hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita. Seseorang

110 ~Psikologi Pendidikan


yang mempunyai kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata
berbagai informasi ke dalam urutan yang baik, jernih, dan logis.
Sedangkan seseorang yang tidak memiliki kemampuan equilibrasi yang
baik akan cenderung memiliki alur fikir yang ruwet, tidak logis, dan
berbelit-belit.
Implikasi pandangan Piaget dalam praktek pembelajaran
adalah bahwa guru hendaknya menyesuaikan proses pembelajaran yang
dilakukan dengan tahapan-tahapan kognitif yang dimiliki anak didik.
Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran dengan perkembangan
kognitifnya, guru maupun siswa akan mendapatkan kesulitan dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Misalnya mengajarkan
konsep-konsep abstrak tentang Pancasila kepada siswa kelas dua SD,
tanpa ada usaha untuk mengkonkretkan konsep-konsep tersebut tidak
hanya percuma, akan tetapi justru semakin membingungkan siswa dalam
memahami konsep yang diajarkan.

3. Jerome Brunner (1915- )


Profesor Jerome Bruner adalah seorang psikolog
berkebangsaan AS yang banyak memberikan
kontribusi pada psikologi kognitif dan teori belajar
kognitif pada psikologi pendidikan. Pengaruhnya
pada proses mengajar sangat penting dan ia
mempelopori pendekatan penemuan (discovery)
dalam pengajaran matematika meskipun ia bukan
penemu konsep tersebut.
Menurut Bruner, belajar adalah proses
yang bersifat aktif terkait dengan ide Discovery Learning yaitu siswa
berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi
obyek, membuat pertanyaan dan menyelenggarakan eksperimen. Teori
ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk memulai
belajar konsep dan prinsip dalam siswa adalah dengan mengkonstruksi
sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Hal ini perlu dibiasakan
sejak anak-anak masih kecil

Psikologi Pendidikan ~ 111


Teorinya yang diadaptasi dari tahapan perkembangan kognitif
Piaget mempertajam konsep pendidikan usia dini. Bruner mengemukakan
bahwa proses belajar lebih ditentukan oleh cara mengatur materi
pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur seseorang seperti yang telah
dikemukakan oleh Piaget. Bruner menjelaskan perkembangan dalam tiga
tahap :
1. Enaktif (0 – 3 tahun) yaitu pemahaman anak dicapai melalui
eksplorasi dirinya sendiri dan manipulasi fisik-motorik melalui
pengalaman sensori
2. Ikonik (3-8 tahun) : anak menyadari sesuatu ada secara mandiri
melalui imej atau gambar yang konkret bukan yang abstrak
3. Simbolik (>8 tahun) : anak sudah memahami simbol-simbol dan
konsep seperti bahasa dan angka sebagai representasi simbol.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembelajaran adalah :


1. Guru harus bertindak sebagai fasilitator, mengecek pengetahuan
yang dipunyai siswa sebelumnya, menyediakan sumber-sumber
belajar dan menanyakan pertanyaan yang bersifat terbuka
2. Siswa membangun pemaknaanya melalui eksplorasi, manipulasi dan
berpikir
3. Penggunaan teknologi dalam pengajaran, siswa sebaiknya melihat
bagaimana teknologi tersebut bekerja daripada hanya sekedar
diceritakan oleh guru.

Teori belajar ini sangat membebaskan siswa untuk belajar


sendiri yang disebut bersifat discovery (belajar dengan cara
menemukan). Di samping itu, karena teori ini banyak menuntut
pengulangan-pengulangan sehingga desain yang berulang-ulang tersebut
disebut sebagai kurikulum spiral Bruner. Kurikulum spiral ini menuntut
guru untuk memberi materi perkuliahan setahap demi setahap dari yang
sederhana sampai yang kompleks di mana suatu materi yang
sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara
terintegrasi dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian

112 ~Psikologi Pendidikan


seterusnya berulang-ulang sehingga tak terasa siswa telah mempelajari
suatu ilmu pengetahuan secara utuh

5. Lev Vygotsky (1896-1934)


Vigotsky adalah seorang filosof Rusia yang idenya mempunyai
peran penting dalam memahami budaya, interaksi sosial dan peranan
bahasa dalam perkembangan kognitif. Ia dipengaruhi oleh Pavlov dan
beranggapan bahwa perkembangan secara langsung dipengaruhi oleh
perkembangan sosial. Isitlah yang sering digunakan adalah : dampak
social, scaffolding, and zone of proximal development (ZPD).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif Piaget ,
konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa
belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial
maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah
diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Inti konstruktivis
Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Interaksi sosial dipelajari anak dari orang yang kemampuan
intelektualnya di atas kemampuan si anak seperti anak lain di atas
umurnya atau orang dewasa di sekitarnya. Guru berperan sebagai
pengarah dan pemandu kegiatan siswa dan mendorong siswa yang
mampu untuk bekerja mandiri.
Pembelajaran berdasarkan scaffolding yaitu memberikan
ketrampilan yang penting untuk pemecahan masalah secara mandiri
seperti berdiskusi dengan siswa, praktek langsung dan memberikan
penguatan. Guru yang memberikan bantuan penuh secara bertahap
justru akan mengurangi pemahaman siswa. Misalnya mengajari anak
mengendarai sepeda adalah bukan dengan memberi secara teoritis tetapi
langsung mempraktekkan menaiki sepeda.
Zone of proximal development (ZPD) adalah wilayah di mana
anak mampu untuk belajar dengan bantuan orang yang kompeten. Area
ini berada antara kemampuan anak belajar sendiri dan apa yang masih
mampu diupayakannya dengan bantuan orang lain. Penilaian belajar

Psikologi Pendidikan ~ 113


dilakukan dengan menggunakan cheklist, reviu teman atau pertanyaan.
Penerapan teknologi untuk belajar adalah dengan pemakaian visualisasi,
contoh grafis, pengalaman dunia nyata yang terkait dengan kebutuhan
siswa.

Aplikasi Teori Kognitif terhadap Pembelajaran Siswa


Misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi
pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis,
dan mengolah informasi dengan cermat serta kemampuan pemecahan
masalah. Pembelajaran didesain lebih berpusat pada peserta didik,
bersifat analitik, dan lebih berorientasi pada proses pembentukan
pengetahuan dan penalaran.
Berdasarkan pandangan kognitif tentang bagaimana
pengetahuan diperoleh atau dibentuk, belajar merupakan proses aktif
dari pembelajar untuk membangun pengetahuannya. Proses aktif yang
dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga keaktifan secara
fisik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara
aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan
yang dipelajari dengan pengetahuan (skemata) yang telah dimiliki
pembelajar dan ini berlangsung secara mental.
Menurut teori belajar kognitif, pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya,
bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Proses pembelajaran siswa merupakan pembentukan lingkungan belajar
yang dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau
prinsip-prinsip siswa berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses
internalisasi.
Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kognitif adalah sebagai
berikut.
(1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga
belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.

114 ~Psikologi Pendidikan


(2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua
mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat
diselesaikan dengan berbagai cara.
(3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan
relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk
memahami suatu konsep siswa melalui kenyataan kehidupan
sehari-hari.
(4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan
terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama
seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya
interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.
(5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan
tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
(6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga siswa
menjadi menarik dan siswa mau belajar.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah :
a. Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir
untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
b. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi
oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari
c. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi menjadi kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar
konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir
tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3)

Psikologi Pendidikan ~ 115


memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4)
memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Guru bukan sumber belajar utama dan bukan kepatuhan siswa
yang dituntut dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Evaluasi belajar bukan pada hasil tetapi pada
proses yang telah dilalui dan dijalani siswa dan lebih menfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalamannya. Bila
mengacu pada taksonomi Bloom, maka penilaian belajar bukan sekedar
menguji ingatan dan pemahaman siswa tetapi ditekankan pada hasil
analisis, sintesis, evaluasi serta kesimpulan siswa. Evaluasi juga ditujukan
terhadap kedalaman, keluasan pemakaian bahasa yang digunakan siswa
serta kejelasan, keruntutan pikirannya dalam mengemukakan gagasan
baik secara lisan maupun tulisan.
Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan teori kogitif
antara lain pada pelajaran bahasa seperti mengarang, menganalisis isi
buku; matematika, fisika kimia atau biologi : yaitu dengan metode belajar
yang berbasis masalah (studi kasus), eksperimen, IPS berupa observasi,
wawancara dan membuat laporannya. Kelas tidak didominasi oleh guru
yang berceramah tetapi penyediaan modul, tugas, praktikum, sarana
audio visual, ketyersediaan buku-buku di perpustakaan, akses internet,
diskusi, presentasi dan evaluasi dari teman serta guru.

Teori Belajar Humanistik


Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar
telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.

116 ~Psikologi Pendidikan


Tujuan utama para pendidik ialah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Para ahli
humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik
antara lain adalah : Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

a. Arthur Combs (1912 – 1999)


Bersama dengan Donald Snygg (1904 – 1967) mereka
mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna
atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak
bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka
enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting
mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain
hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila
ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha mengubah keyakinan
atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru
membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu, dengan kata lain
individulah yang memberikan arti kepada materi pelajaran itu. Sehingga
yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti
bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya (Gayne & Briggs, ).

Psikologi Pendidikan ~ 117


Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran
kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2)
adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.

b. Maslow
Teori Maslow didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri
individu ada dua hal:
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang,
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak hambatan untuk
berkembang.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis seperti terdapat pada
gambar berikut.

Pada diri masing-masing, orang mempunyai berbagai perasaan


takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki

118 ~Psikologi Pendidikan


dan sebagainya tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya
semua kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan
pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri( self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia
menjadi tujuh hierarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan
pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa
aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini
mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru
pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si
siswa belum terpenuhi.

c. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois,
Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama
tetapi akhirnya berpindah ke bidang psikologi. Ia
mempelajari Psikologi Klinis di Universitas Columbia
dan mendapat gelar Ph.D. pada tahun 1931.
sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester
Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar Profesor diterima di Ohio State tahun
1940. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and
Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-
Centered Therapy.

Psikologi Pendidikan ~ 119


Rogers membedakan dua tipe belajar yaitu :
i. kognitif (kebermaknaan)
ii. experiential (pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan
terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki
mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan
keinginan siswa. Kualitas belajar Experiential Learning mencakup:
keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran, yaitu :
1). Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2). Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3). Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang yang bermakna bagi siswa.
4). Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar
tentang proses
Dalam bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah
prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah:
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan
murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk
ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah
dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu
semakin kecil.

120 ~Psikologi Pendidikan


e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat
diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah
proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar
dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya,
baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat
memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih
mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan
mengeritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan
cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang
terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri
sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep
mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh
Aspy dan Roebuck (1975), mereka meneliti kemampuan para guru untuk
menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan
umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksankan interaksi yang sudah
dirancang
3. berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk
memantapkan kebutuhan segera dari siswa)
7. tersenyum pada siswa
Dari penelitian tersebut diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka
bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatnya upaya

Psikologi Pendidikan ~ 121


untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan
matematika yangkurangdisukai, mengurangi tingkat problem yang
berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada perlatan
sekolah, serta siswa-siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan
tingkat berpikir yang lebih tinggi

Aplikasi teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit
selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi
fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa
untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif
dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada
hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang
bersifat: jelas, jujur dan positif
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka, berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dari perilaku yang ditunjukkan
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk

122 ~Psikologi Pendidikan


bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses
belajarnya
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
siswa.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk


diterapkan untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung
jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,
norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Konsep Ki Hajar Dewantara dan implikasinya dalam


Pembelajaran
Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang
kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar
Dewantara, dilahirkan pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.
Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta.
Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), ia
meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dokter
Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia
kemudian menulis untuk berbagai surat kabar seperti
Sedyotomo, Midden Java, De Express dan Setelah
zaman kemedekaan, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Ki Hadjar bukan saja
seorang tokoh dan pahlawan pendidikan ini tanggal kelahirannya 2 Mei
oleh bangsa Indonesia dijadikan hari Pendidikan Nasional, selain itu

Psikologi Pendidikan ~ 123


melalui surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959 Ki Hadjar ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan
Nasional. Penghargaan lainnya yang diterima oleh Ki Hadjar Dewantara
adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada di tahun
1957.
Pihak penerus Perguruan Taman Siswa, sebagai usaha untuk
melestarikan warisan pemikiran beliau, mendirikan Museum Dewantara
Kirti Griya di Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau
karya-karya Ki Hajar sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam
kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau
konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa
hidup Ki Hajar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai
seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas
bantuan Badan Arsip Nasional.
Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka,
Raden Mas Suwardi Suyaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar
Dewantara dan semenjak saat itu beliau tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau
dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
menciptakan pendidikan yang mampu dijangkau masyarakat. RM Suwardi
bersama rekan-rekan seperjuangan mendirikan Perguruan Nasional
Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Perguruan itu bercorak nasional
dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa anak didik.
Dipilihnya bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai medan
perjuangan tidak terlepas dari "strategi" untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana; apabila
rakyat diberi pendidikan yang memadai maka wawasannya semakin luas,
dengan demikian keinginan untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan
semakin tinggi.
Buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan
bangsa secara keseluruhan yang di dalamnya banyak terdapat
perbedaan-perbedaan dan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut tidak
boleh membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan,

124 ~Psikologi Pendidikan


status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan
kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Karena Tuhan memberi
manusia kemerdekaan untuk mengembangkan diri dari ikatan alamiah
menuju tingkatan budaya.
Jadi kemerdekaan mengembangkan diri adalah hakikat dari
sebuah pendidikan sehingga pendidikan itu tidak dapat dibatasi oleh
tirani kekuasaan, politik atau kepentingan tertentu. Ini dibuktikan dengan
sejarah dimana tidak pernah ada pendidikan yang berhasil kalau tumbuh
di dalam alam keterkungkungan atau penjajahan. Pada masa pergerakan
dan perjuangan mencapai kemerdekaan, dia memiliki dasar pemikiran
yang sangat tepat, bagaimana cara sebuah bangsa dapat mencapai
kemerdekaan yaitu dengan memajukan pedidikan bagi rakyatnya secara
menyeluruh. Bahkan pantun ''Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian'' adalah ciptaan KH Dewantara untuk membakar semangat
perjuangan dalam pendidikan.
Sebenarnya pandangannya itu bukan hanya diterapkan pada
masa perjuangan mencapai kemerdekaan dan mempertahankan
kemerdekaan akan tetapi bisa juga diterapkan pada konteks saat ini
dalam mengisi kemerdekaan dengan hasil karya yang lebih gemilang bagi
bangsa dan negara. Karena bukan saja kemerdekaan secara politik yang
diproklamasikan tahun 45 akan tetapi dengan pendidikan juga untuk
memerdekakan bangsa dari penjajahan dalam bidang budaya, ekonomi,
sosial, teknologi, pendidikan, lingkungan, keamanan, dan sebagainya dari
pihak lain.
Pernyataan asas dari Taman Siswa berisi 7 pasal yang
memperlihatkan bagaimana pendidikan itu diberikan, yaitu untuk
menyiapkan rasa kebebasan dan tanggung jawab, agar anak-anak
berkembang merdeka dan menjadi serasi, terikat erat kepada milik
budaya sendiri sehingga terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan
tekanan dalam hubungan kolonial, seperti rasa rendah diri, ketakutan,
keseganan dan peniruan yang membuta. Selain itu anak-anak dididik
menjadi putra tanah air yang setia dan bersemangat, untuk menanamkan
rasa pengabdian kepada bangsa dan negara.

Psikologi Pendidikan ~ 125


Salah satu konsep belajar dan pembelajaran yang terkenal dari Ki
Hadjar Dewantara adalah konsep Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Semboyan atau asas tersebut
memiliki arti masing-masing sebagai berikut:
1) ing ngarsa sung tulada berarti di depan memberi teladan
2) ing madya mangun karsa diartikan ditengah menciptakan peluang
untuk berprakarsa.
3) tut wuri handayani mempunyai arti dari belakang memberikan
dorongan dan arahan.
Menurut Dewantara, dalam pendidikan manusia - nilai rohani
lebih tinggi dari nilai jasmani. Hal ini ditunjukkan langsung melalui
penampilannya yang sederhana, namun memiliki visi pendidikan yang
jauh maju ke depan namun panutan bagi seluruh siswanya. Siswa yang
bersekolah di taman siswa bukan ingin menjadi PNS, melainkan mandiri
dan melanjutkan perjuangan. Di Taman Siswa siswa dididik menjadi
manusia yang mandiri. Para siswanya diajarkan membuat tempe, tahu
atau salep. Di sini juga dibentuk klub debat sehingga alumni Taman
Siswa juga mahir dalam berdebat dan berpikir kritis. Tiap Rabu Wage
semua siswa dikumpulkan untuk mendengarkan ceramah dari sesepuh
Taman Siswa. Bung Karno pernah memberikan ceramahnya untuk
mengajak para gadis di Indonesia tak hanya mencapai cita-cita setinggi
langit, tetapi lebih dari itu yakni menggapai bintang di langit. Siswa juga
diajarkan untuk tidak banyak bicara, lebih banyak berbuat dan bertindak,
mandiri dan bertanggung jawab.

E. Kesimpulan
1. Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang
memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana
atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Dan belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu (siswa) untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.

126 ~Psikologi Pendidikan


2. Perbedaan antara belajar dan pembelajaran terletak pada
penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan
pada bahasan tentang siswa dan proses yang menyertai dalam
rangka perubahan tingkah lakunya. Pembahasan mengenai
pembelajaran lebih menekankan pada guru dengan segala
proses yang menyertai untuk melakukan perubahan perilaku
terhadap seseorang.
3. Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulus dengan respons. Adapun akibat adanya interaksi antara
stimulus dengan respons, siswa mempunyai pengalaman baru,
yang menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan
cara yang baru.
4. Belajar menurut teori belajar kognitif selalu didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana
tingkah laku itu terjadi. Psikologi gestalt berpendapat proses
pemerolehan pengetahuan didapat dengan memandang sensasi
secara keseluruhan sebagai suatu objek yang memiliki struktur
atau pola-pola tertentu, dengan demikian tingkah laku seseorang
bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang
ada di dalam suatu situasi. Ahli psikologi konstruktivis
berpendapat bahwa proses pemerolehan pengetahuan adalah
melalui penstrukturan kembali struktur kognitif yang telah dimiliki
agar bersesuaian dengan pengetahuan yang akan diperoleh
sehingga pengetahuan itu dapat diadaptasi.
5. Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Tujuan utama para pendidik ialah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.

Psikologi Pendidikan ~ 127


Soal :
1. Bandingkan teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistik !
2. Buatlah contoh penerapan masing-masing teori belajar tersebut
dalam bidang pendidikan !

Daftar Pustaka

Biggs, JB. 1985. The Role of Metalearning Study Process. British Journal
of Educational Psychology.55.185-212

Depdikbud. 1982/1983. Materi dasar pendidikan program bimbingan dan


konseling, di Perguruan Tinggi, Buku IIC, Psikologi Pendidikan.
Jakarta : Depdikbud.

Gulo,D. 1982. Kamus Psikologi. Cetakan I. Bandung: Tonis

Muhibbinsyah. 1997. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Irawan, P. Suciati, dan Wardani.1997. Teori Belajar, Motivasi, dan


Ketrampilan Mengajar, Jakarta : Depdikbud.
Reber,AS. 1988. The Penguin Dictionary of Psychology. Ringwood
Victoria. Penguin Books Australia Ltd.

Soemanto,W. 1998. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin


Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Tim Penulis Buku Psikologi Pendidikan. 1997. Psikologi Pendidikan,


Yogyakarta : UPP IKIP Yogyakarta.

Tuti Sukamto dan Udin Saripudin Winataputra, 1995. Teori Belajar dan
Model-model Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.

128 ~Psikologi Pendidikan


Bab 5
PENGUKURAN DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR

Tujuan Instruksional :
Setelah mahasiswa atau pernbaca mempelajari Bab V tentang
pengukuran dan penilaian hasil belajar, diharapkan dapat memahami
konsep tentang pengukuran dan penilaian hasil belajar, fungsi evaluasi,
sifat evaluasi, prinsip-prinsip evaluasi dan macam-macarn alat evaluasi.

A. Pengertian Pengukuran dan Penilaian


Dalam kehidupan sehari-hari antara pengertian pengukuran dan
penilaian sering dicampuradukkan oleh banyak orang. Hal itu terjadi
karena mereka banyak yang belum memahami apa itu pengukuran dan
penilaian. Karena itu pada bagian ini akan dikemukakan pengertian
pengukuran dan penilaian.
Menurut Sutrisno Hadi (1997) pengukuran dapat diartikan
sebagai suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar-kecilnya gejala.
Sedang menurut Remmers dkk (1960) memberikan rumusan sebagai
berikut : 'Measurement' berasal dari kata "to measure" yang berarti suatu
kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti luas, dimensi dan
kuantitas dari sesuatu dengan cara membandingkan terhadap ukuran
tertentu. Di samping itu ada yang mengartikan pengukuran sebagai
usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya,
pengukuran dapat berupa pengumpulan data tentang sesuatu.
Hasil pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang
kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan
eksistensi keadaan yang diukur. Namun demikian, hasil pengukuran itu

Psikologi Pendidikan ~ 129


sendiri belum dapat mengatakan apa-apa kalau hasil pengukuran
tersebut tidak ditafsirkan dengan jalan membandingkan dengan suatu
patokan atau norma atau kriteria tertentu.
Dalarn kegiatan belajar mengajar, pengukuran hasil belajar
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku
siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang
dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat pengukur. Hasil
pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pemyataan yang
mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa,
yang lebih dikenal dengan prestasi belajar. Contoh: Untuk mengungkap
kemarnpuan belajar siswa tentang maternatika, dipergunakan tes
maternatika yang terdiri 10 butir soal, setiap butir soal yang dijawab
benar diskor 1. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Anik mendapat skor 7 Dedi mendapat skor 6
Beni mendapat skor 4 Ema mendapat skor 5
Cica mendapat skor 10 Fani mendapat skor 6
Langkah ini merupakan kegiatan pengukuran. Skor 7, 4, 10 , 6,
5, dan 6 di atas, merupakan hasil pengukuran.
Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi
terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk
mengetahui tinggi-rendahnya atau baik-buruknya aspek tertentu. Hasil
pengukuran tidak akan dapat dinilai jika tanpa menggunakan norma
tertentu. Jadi semua usaha membandingkan hasil pengukuran terhadap
suatu bahan pembanding atau patokan atau norma disebut penilaian.
Seperti halnya contoh hasil pengukuran di atas, tidak ada artinya
bila tidak dibandingkan dengan norma tertentu untuk memberikan
penilaian. MisaInya dari hasil pengukuran tersebut diatas untuk
memberikan penilaian dipergunakan norma yaitu skor 6. Skor 6 ini untuk
menetapkan baik-buruknya atau tinggi-rendahnya kemampuan
menguasai mata pelajaran matematika. Adapun hasil penilaiannya
sebagai berikut:
Anik termasuk anak cukup pandai, Beni termasuk anak bodoh, Cica
termasuk anak sangat pandai, Dedi dan Fani termasuk anak sedang, Ema

130 ~Psikologi Pendidikan


termasuk anak kurang pandai. Sangat pandai, cukup pandai, sedang,
kurang pandai dan bodoh merupakan hasil penilaian. Skor di atas norma
dinilai baik atau tinggi sedang di bawah norma dinilai kurang atau
rendah. Jadi apabila kita akan mengadakan penilaian, maka kita harus
mernpunyai norma sebagai pembanding terhadap hasil pengukuran.
Berbicara mengenai masalah norma, secara garis besar ada dua
macam norma yaitu norma abstrak dan norma konkrit. Norma abstrak
adalah norma yang hanya ada pada benak si penilai, sehingga tidak
dapat diketahui oleh orang lain. Sedang norma konkrit adalah norma
nyata yang dapat diamati oleh orang lain dan dapat dipergunakan oleh
orang lain pula. Selanjutnya norma konkrit ada dua macam yaitu norma
ideal dan norma kelompok atau rerata. Norma ideal adalah skor
maksimal sebagal patokan atau norma, sedang norma kelompok
ditentukan berdasarkan hasil rerata skor pengukuran.
Dalam bidang pendidikan, untuk mengetahui tingkat kemampuan sesuatu
bagi siswa dapat dipergunakan:
1. Angka atau skor yang diperoleh kawan sekelasnya.
2. Batas penguasaan kompetensi terendah yang harus dicapai untuk
dapat dianggap lulus (batas lulus)
3. Prestasi anak itu sendiri di masa lampau
4. Kemampuan dasar anak itu sendiri.
Kaitannya dengan keseluruhan strategi dan proses belajar
mengajar, biasanya norma yang dipergunakan dalam rangka usaha
penilaian adalah hal-hal yang diturunkan dari tujuan-tujuan pengajaran
yang ingin dicapai melalui pengajaran. Norma tersebut dikenal dengan
istilah Penilaian Acuan Norma (Norm Reference Evaluation) dan Penilaian
Acuan Patokan ( Criterion Reference Evaluation).

1 . Penilaian Acuan Norma (PAN)


Penilaian Acuan Norma. disebut juga Penilaian Acuan Relatif atau
Penilaian Acuan Kelompok, yaitu penilaian yang dilakukan dengan
membandingkan hasil belajar seorang siswa terhadap hasil belajar siswa
lainnya dalarn kelompok. Patokan ini dapat dikatakan sebagai patokan

Psikologi Pendidikan ~ 131


apa adanya dalam arti bahwa patokan pembanding semata-mata diambil
dari kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran berlangsung.
Penilaian Acuan Norma pada dasarnya menggunakan kurve normal
dan hasil perhitungannya sebagai dasar penilaian. Dua kenyataan yang
ada dalam kurve normal yang dipakai untuk membandingkan atau
menafsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa yaitu angka
rerata (mean) dan angka simpang baku ( standard deviation). Patokan ini
bersifat relatif karena dapat berubah-ubah atau dapat bergeser ke atas
atau ke bawah sesuai dengan besamya dua kenyataan yang diperoleh di
dalam kurve normal itu. Karena itu patokan ini disebut Penilaian Acuan
Relatif, dan dikatakan juga sebagai Penilaian Acuan Kelompok karena
yang dijadikan pembanding bergantung kepada hasil yang dicapai oleh
kelompok yang dijadikan sasaran. Penetapan norma ini dilakukan setelah
diadakan pengukuran, karena norma yang ditetapkan sangat bergantung
hasil pengukuran pada suatu saat.

2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Penilaian Acuan Patokan artinya penilaian yang dilakukan dengan
membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
sebelum usaha atau kegiatan penilaian dilakukan, terlebih dahulu harus
ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-
angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Patokan
yang telah ditetapkan sebelum pengukuran atau penilaian dilakukan
biasanya disebut "batas lulus" atau "tingkat penguasaan minimum'.
Dengan demikian siswa yang dapat mencapai batas lulus dapat
menempuh atau mempelajari bahan selanjutnya, begitu pula sebaliknya
bagi siswa yang belum mencapai skor batas lulus agar memantapkan
belajarnya sehingga akhimya lulus.

B. Fungsi Evaluasi
Suryabrata (1986) menjelaskan fungsi evaluasi hasil belajar meliputi :

132 ~Psikologi Pendidikan


1. Fungsi Psikologis, yaitu agar siswa memperoleh kepastian tentang
status di dalam kelasnya. Di samping itu, bagi guru merupakan
suatu pertanggungjawaban sampai seberapa jauh usaha
mengajamya dikuasai oleh siswa-siswanya.
2. Fungsi Didaktis, bagi anak didik, keberhasilan maupun kegagalan
belajar akan berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya.
Sedang bagi pendidik, penilaian hasil belajar dapat menunjukkan
keberhasilan atau kegagalan mengajarnya termasuk di dalamnya
metode mengajar yang dipergunakan.
3. Fungsi Administratif, dengan adanya penilaian dalam bentuk rapor
akan dapat dipenuhi berbagai fungsi administratif yaitu:
a. Merupakan inti laporan kepada orang tua siswa, pejabat, guru
dan siswa itu sendiri.
b. Merupakan data bagi siswa apabila ia akan naik kelas, pindah
sekolah, maupun untuk melamar pekerjaan.
c. Dari data tersebut kemudian dapat berfungsi untuk menentukan
status anak dalam kelasnya.
d. Memberikan informasi mengenai segala hasil usaha yang telah
dilakukan oleh lembaga pendidikan.

Wuradji (1974) mengemukakan fungsi evaluasi ke dalam tiga golongan


yaitu:
1 . Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan murid
a. Untuk mengetahui kemajuan belajar
b. Dapat dipergunakan sebagai dorongan (motivasi) belajar
c. Untuk memberikan pengalaman dalam belajar.
2. Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan pendidik
a. Untuk menyeleksi murid yang selanjutnya berguna untuk
meramalkan keberhasilan studi berikutnya.
b. Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar murid, yang
selanjutnya berguna untuk memberikan bimbingan belajar
kepada murid.
c. Untuk pedoman mengajar

Psikologi Pendidikan ~ 133


d. Untuk mengetahui ketepatan metode mengaiar.
e. Untuk menempatkan murid dalam kelas (ranking, penjurusan,
kelompok belajar dan lainnya).
3. Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan organisasi atau
lembaga pendidikan :
a. Untuk mempertahankan standar pendidikan
b. Untuk menilai ketepatan kurikulum yang disediakan
c. Untuk menilai kemajuan sekolah yang bersangkutan.

Berikut ini akan dikemukakan tentang tujuan dan kegunaan


penilaian pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pengelolaan
kelas, proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan.
Menurut Thorndike dan Hagen (1961), tujuan dan kegunaan
penilaian pendidikan dapat diarahkan dalam pengambilan keputusan
yang menyangkut:
1. Pengajaran
2. Hasil belajar
3. Diagnosis dan usaha perbaikan
4. Penempatan
5. Seleksi
6. Bimbingan dan konseling
7. Kurikulum
8. Penilaian kelembagaan.

C. Sifat Evaluasi
Dalam aktivitas pendidikan kita banyak bergelut dengan hal-hal
yang bersifat abstrak seperti sikap, minat, bakat, kepandaian dan
kemampuan-kemampuan yang lainnya. Untuk mengetahui, mengungkap,
atau menilai hal-hal tersebut harus menggunakan instrumen yang sesuai
dengan hal yang akan diungkap. Karena penilaian pendidikan banyak
berkaitan dengan hal-hal yang abstrak, maka penilaian pendidikan
bersifat:

134 ~Psikologi Pendidikan


1 . Tidak langsung (Indirect)
Untuk mengetahui kemampuan matematika seorang siswa, kita
tidak dapat secara langsung mengamati keadaan siswa secara fisik
misalnya dilihat dari cara berpakaian yang rapi, atau dahinya yang lebar.
Tetapi untuk mengetahui kemampuan matematika siswa kita harus
melalui prosedur atau proses yang benar dan menggunakan instrumen
yang tepat sesuai dengan tujuan yang kita kehendaki. Karena. dalam
evaluasi harus melalui prosedur atau proses dan menggunakan alat yang
relevan, maka evaluasi bersifat tidak langsung (indirect).

2. Kuantitatif
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkaitan
dengan penilaian yang bersifat abstrak misalnya kemampuan berbahasa,
kemampuan matematikan, sikap, bakat, inteligensi dsb, namun dalam
praktekmya hal-hal yang bersifat abstrak tersebut dalam penilaiannya
selalu dikuantitatifkan, misaInya IQ = 100, kemampuan maternatika
diskor 8, kemampuan berbahasa di skor 7 dsb. Karena hal-hal yang
abstrak tersebut selalu dikuantitatifkan, maka evaluasi pendidikan
bersifat kuantitatif.

3. Relatif (tidak mutlak)


Evaluasi pendidikan bersifat relatif artinya setiap mengadakan
penilaian kemungkinan terjadi adanya perubahan, atau dengan kata lain
penilaian tidak selalu sama atau tetap dari satu waktu ke waktu. yang
lain. Misalnya seorang siswa yang mendapat skor matematika 9, tidak
selamanya bila ulangan atau ujian skornya 9.

4. Menggunakan unit-unit yang tetap


Sifat yang keempat penilaian pendidikan ialah menggunakan unit-
unit yang tetap artinya dalam mengungkap atau mengukur sesuatu
obyek akan selalu menggunakan satuan ukuran tertentu sesuai dengan
obyek yang dlukur atau dinilai misalnya IQ antara 100-110 termasuk
normal, IQ 80-99 termasuk lamban dan sebagainya.

Psikologi Pendidikan ~ 135


D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Agar penilaian pendidikan dapat mencapai sasarannya dalam
mengevaluasi pola tingkah laku yang dimaksudkan, maka harus
memperhatikan prinsip-prinsip berikut.

1. Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu


Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu artinya evaluasi harus
dilaksanakan secara terus menerus pada masa-masa tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar penilai memperoleh kepastian atau kemantapan dalam
mengevaluasi.
Bila ditinjau dari kapan atau di mana kita harus mengadakan
evaluasi, dan dimaksudkan untuk apa evaluasi tersebut diadakan dalam
keseluruhan proses pendidikan, maka evaluasi meliputi :
a. Evaluasi formatif yaitu penilaian yang dilakukan selama dalam
perkembangan dan proses pelaksanaan pendidikan. Karena itu
evaluasi formatif dikenal juga dengan evaluasi proses. Tujuan evaluasi
formatif ialah agar secara tepat dan cepat dapat membetulkan setiap
proses pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana.
b. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir
pelaksanaan proses pendidikan. Evaluasi ini disebut evaluasi
terhadap hasil pendidikan yang telah dilakukan oleh siswa atau
evaluasi produk.

2. Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif


Evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola
tingkahlaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan adalah
makna evaluasi secara komprehensif Untuk dapat melaksanakan evaluasi
secara komprehensif maka setiap tujuan pendidikan harus dijabarkan
sejelas mungkin sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan
pengukuran. Pengukuran di sini harus mampu mencerminkan butir-butir
soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan yang telah dijabarkan
secara tuntas.

136 ~Psikologi Pendidikan


3. Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
Pelaksanaan evaluasi harus obyektif artinya dalam proses
penilaian hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Jadi dalam menilai hasil pendidikan, penilai
tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai
kepada siswa. Dengan kata lain, evaluasi dikatakan obyektif apabila
penilai dalam memberikan penilaian terhadap suatu obyek hanya ada
satu interpretasi.

4. Dalam melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat pengukur yang


baik.
Agar evaluasi yang dilaksanakan itu obyektif, diperlukan
informasi atau bahan yang relevan. Untuk memperoleh informasi atau
bahan yang relevan diperlukan alat pengukur atau instrumen yang dapat
dipertanggungjawabkan atau memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik
adalah alat pengukur yang memenuhi persyaratan a). validitas, b).
reliabilitas, dan c). daya pembeda.

a. Alat pengukur harus valid


Validitas alat pengukur ialah kadar ketelitian alat pengukur untuk
dapat memenuhi fungsinya dalam menggambarkan keadaan aspek yang
diukur dengan tepat dan teliti. Sesuai dengan pengertian tersebut
Sutrisno Hadi (1997) juga mengemukakan bahwa mengenai masalah
validitas ada dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu kejituan dan
ketelitian. Jadi sesuai dengan pengertian validitas tersebut di atas ada
dua macam problem validitas yaitu:
1) Problem kejituan atau ketepatan
Suatu alat pengukur dikatakan jitu atau tepat bila ia dengan jitu
mengena pada sasarannya. Atau dengan kata lain seberapa jauh suatu
alat pengkur dapat mengungkap dengan jitu gejala atau bagian-bagian
gejala yang hendak diukur. Dengan demikian alat pengukur dianggap
memiliki kejituan apabila alat pengukur tersebut dapat mengerjakan

Psikologi Pendidikan ~ 137


dengan tepat fungsi yang diserahkan kepadanya, fungsi apa alat itu
dipersiapkan.
2) Problem ketelitian
Suatu alat pengukur dikatakan teliti jika ia mampu dengan
cermat menunjukkan ukuran besar-kecilnya gejala atau bagian-bagian
gejala yang diukur. Dengan kata lain seberapa jauh alat pengukur dapat
memberikan "reading" yang teliti, dapat menunjukkan dengan
sebenamya status atau keadaan gejala atau bagian-bagian gejala yang
diukur, misaInya meteran dapat dikatakan teliti jika suatu benda yang
panjangnya 10 meter ia katakan 10 meter, bukan kurang atau lebih dari
10 meter.

b. Alat pengukur halus reliabel


Pembicaraan reliabilitas alat pengukur berdasar pada seberapa
jauh suatu alat pengukur dapat menunjukkan kestabilan, kekonstanan,
atau keajegan hasil pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan reliabel
bila alat pengukur tersebut dikenakan terhadap subyek yang sama tetapi
pada saat yang berlainan atau kalau orang yang memberikan alat
pengukur itu berbeda hasilnya akan tetap sama. Sebagai contoh suatu
meteran yang dipergunakan untuk mengukur panjang suatu benda.
Meteran tersebut dapat dikatakan reliabel bila ia dipergunakan untuk
mengukur benda (X) menunjukkan hasil yang sama walaupun saat
pengukurannya berbeda dan orang yang melakukan pengukuran juga
berbeda.

c. Alat pengukur harus memiliki daya pembeda (diskriminatif)


Daya pembeda atau "discriminating power" soal adalah seberapa
jauh suatu butir soal mampu membedakan tentang keadaan aspek yang
diukur apabila keadaannya memang berbeda. Misalnya tes hasil belajar
dapat diketahui daya pembedanya bila tes tersebut mampu membedakan
antara dua orang atau lebih yang memang memiliki kemampuan belajar
yang berbeda. Dengan kata lain tes yang baik harus dapat membedakan
kemamapuan anak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.

138 ~Psikologi Pendidikan


Suatu butir soal yang sangat sukar, sehingga semua siswa tidak
dapat mengerjakannya dengan benar, berarti butir soal tersebut tidak
memiliki daya pembeda. Begitu pula sebaliknya butir soal yang sangat
mudah sehingga semua siswa dapat mengerjakan dengan benar, butir
soal tersebut juga tidak memiliki daya pembeda.
Di samping ketiga syarat pokok alat pengukur yang baik di atas,
masih ada syarat lain yaitu alat pengukur harus komprehensif, obyektif,
terstandar, dan praktis.

E. Alat Evaluasi
Untuk dapat mengevaluasi dengan baik, kita harus melakukan
pengukuran dengan baik pula. Untuk dapat mengukur dengan baik atau
tepat, kita harus menggunakan alat pengukur yang baik atau memenuhi
persyaratan. Adapun alat untuk mengukur atau mengevaluasi kegiatan
pendidikan khususnya hasil belajar pada garis besamya dapat dibedakan
dalam dua macam yaitu yang berupa tes dan non-tes.
Apabila yang dipergunakan sebagai alat pengukur adalah tes,
maka individu yang dievaluasi dihadapkan pada situasi yang telah
distandardisasikan sedemikian rupa sehingga semua individu yang dites
mendapat perlakuan yang sama. Dengan situasi yang terstandar tersebut
testee akan menerima perintah atau tugas yang sama, sehingga setiap
individu yang dites akan memperoleh skor tertentu sebagai
penggarnbaran dari hasil yang telah mereka laksanakan. Adapun ciri-ciri
situasi yang terstandar adalah sebagai berikut:
1 . Semua individu yang dites akan memberikan jawaban dari pertanyaan
dan perintah sama.
2. Semua individu akan mendapat perintah yang sama dan perintah
tersebut harus jelas sehingga semua individu memahami makna
perintah tersebut.
3. Cara koding terhadap hasil tes harus dibuat seragam sehingga
jawaban yang sama akan mendapat skor yang sama.

Psikologi Pendidikan ~ 139


4. Waktu dan penyelenggaraan tes juga harus seragam dalam arti setiap
individu mempunyai kesempatan dan waktu yang sama dalam
melaksanakan tugas atau dalam menerima pertanyaan.
Di sarnping individu dihadapkan dengan situasi yang terstandar,
ada sesuatu yang penting di dalam menggunakan skor. Skor di sini
berarti bilangan yang menunjukkan atau menggambarkan tindakan atau
"performance" individu yang dites. Karena dengan skor yang berupa
bilangan dapat memberikan kejelasan secara tepat tentang hasil
perbuatan dari individu yang dites. Dengan skor yang berapa angka,
akan diketahui adanya perbedaan prestasi diantara dua individu
walaupun perbedaannya kecil. Di samping itu dengan skor yang berupa
angka dimungkinkan hasil tindakan individu yang dites dapat dianalisis
secara statistik. Tanpa dilakukannya perhitungan-perhitungan secara
statistik tidak akan mungkin dapat diperoleh keputusan yang valid atau
tepat tentang efektivitas dari tes untuk memberikan keputusan tentang
pendidikan.
Apabila yang dipergunakan sebagai yang dievaluasi tidak
dihadapkan kepada situasi terstandar yaitu situasi yang diatur dan
dikendalikan sesuai dengan tujuan. Dengan non-tes situasi dibiarkan
berjalan seperti apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh tester.
Kegiatan-kegiatan pendidikan yang dapat dievaluasi dengan non-
tes misaInya tentang kerajinan, kelancaran berbicara di muka kelas,
aktivitas dalam diskusi dsb. Alat yang dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi antara lain pedoman wawancara, pedoman observasi,
dokwnentasi, angket dsb.
Berikut ini akan disajikan bagan tentang macam-macam alat
evaluasi pendidikan dalam bentuk diagram

140 ~Psikologi Pendidikan


Berikut ini akan disajikan keterangan khususnya alat evaluasi jenis tes:
a. Tes merupakan prosedur atau alat yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana yang telah
ditentukan, dan dengan cara serta aturan-aturan yang sudah
ditentukan. Untuk mengerjakan tes bergantung dari petunjuk yang
diberikan
b. Performance test (tes perbuatan) yaitu tes dalam bentuk perbuatan
atau tindakan tertentu. Dengan tes perbuatan testee ditugasi untuk
melakukan perbuatan atau tindakan tertentu seperti yang
dimaksudkan oleh tester. Contohnya tes keterampilan mengetik,
menari, menggambar, dan keterampilan dalam bidang olah raga.

Psikologi Pendidikan ~ 141


c. Verbal test (tes verbal) yaitu tes yang jawabannya diharapkan
dari testee berupa uraian dalam bentuk bahasa. Jawaban atau
respons tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa yang
diucapkan (lisan) dan dapat pula dinyatakan dalarn bentuk
bahasa tertulis.
d. Nonverbal test yaitu tes dalam bentuk bahasa isyarat atau
gerakan tertentu, sedang tugas testee mengartikan atau
menafsirkan gerakan atau isyarat yang diberikan oleh tester.
MisaInya tes yang dilaksanakan di sekolah luar biasa (bisu tuli),
dalam pendidikan kepramukaan dsb.
e. Essay test (tes subyektif) ialah suatu pertanyaan yang
jawabannya diharapkan dari testee berupa uraian menurut
kemampuan yang dimiliki. Pertanyaan-pertanyaan pada tes
subyektif biasanya menggunakan kalimat-kalimat pendek,
sedang jawaban yang diharapkan dari testee berupa uraian yang
panjang lebar dan bebas, dengan gaya bahasa serta susunan
kalimat masing-masing
f. Objective test (tes objektif) ialah tes yang disusun sedemikian
rupa sehingga jawaban yang diharapkan dari testee berupa kata-
kata singkat dan bahkan pada tipe tertentu cukup hanya
dengan memberikan tanda-tanda check (v), tanda silang (X) atau
lingkaran (0).
g. Supply test (tes menyajikan) ada dua tipe:
a. Short answer test (tes jawab singkat) disebut juga simple question
test merupakan pertanyaan tes yang disusun sedemikian rupa
sehingga jawaban yang diminta cukup hanya dengan kalimat
pendek saja, bahkan cukup dengan satu atau dua kata saja.
b. Completion test (tes melengkapi), tes, tipe ini merupakan
serangkaian kalimat, yang bagian-bagian penting dari kalimat
tersebut dikosongkan untuk diisi oleh testee.
8. Selection test (tes pilihan) ada lima tipe:
a. True-false test (tes benar-salah), butir-butir soalnya berupa
pernyataan-pernyataan, pernyataan-pernyataan tersebut ada

142 ~Psikologi Pendidikan


yang benar ada yang salah, Tugas testee adalah membenarkan
atau menyalahkan pernyataan tersebut dengan memberi tanda
silang atau menulis B bila benar atau S bila salah.
b. Multiple choice test (tes pilihan ganda), terdiri atas suatu
keterangan atau pemberitahuan tentang sesuatu pengertian
yang belum lengkap. Untuk melengkapinya testee harus memilih
satu diantara jawaban yang telah disediakan.
c. Matching test (tes menjodohkan) yaitu tes yang terdiri dari satu
seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing
pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri
jawaban. Tugas testee ialah mencari dan menjodohkan jawaban-
jawaban sehingga cocok atau sesuai dengan pertanyaannya.
d. Analogy test (tes analogi) merninta kepada teste untuk
menjawab soal-soal dengan mencari bentuk kesesuaiannya
dengan pengertian yang telah disebutkan terdahulu.
e. Rearrangement test (tes menyusun kembali), tes ini
memerintahkan kepada testee untuk menyusun rangkaian
pengertian atau urutan-urutan proses menurut tata cara yang
sebenamya dari suatu urutan yang sengaja dibuat tidak teratur.
Urutan tersebut dapat berupa urutan kronologis, urutan
kesukarannya, urutan panjangnya, beratnya, tingginya dsb.

F. Rangkuman
a Kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar merupakan kegiatan
yang berkesinambungan, artinya pengukuran tanpa penilaian tidak
ada artinya, sedang penilaian tanpa pengukuran terlebih dahulu akan
terjadi kesalahan.
b Banyak para ahli mengemukakan fungsi evaluasi hasil belajar menurut
klasifikasinya. Menurut Suryabrata (1986) fungsi evaluasi hasil belajar
dibedakan menjadi tiga yaitu fungsi psikologis, fungsi didaktis dan
fungsi administratif. Sedang menurut Wuradji (1974) fungsi evaluasi
hasil belajar dibedakan untuk kepentingan murid, kepentingan
pendidik, dan untuk kepentingan lembaga pendidikan. Lain halnya

Psikologi Pendidikan ~ 143


menurut Thorndike dan Hagen (1961), tujuan dan kegunaan evaluasi
hasil belajar diarahkan untuk mengambil keputusan yang
menyangkut: pengajaran, hasil belajar, diagnosis dan perbaikan,
penempatan, seleksi, bimbingan dan konseling, kurikulum, dan
penilaian kelembagaan.
c Banyak obyek evaluasi dalarn pendidikan itu sifatnya abstrak,
misalnya kemampuan, sikap, minat dan sebagainya. Karena itu
penilaian pendidikan bersifat tak langsung, kuantitatif, relatif, dan
menggunakan unit-unit yang tetap.
d Penilaian pendidikan akan mencapai sasarannya bila dalam
mengevaluasi memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Evaluasi harus kontinyu, artinya evaluasi harus dilaksanakan
secara terus menerus pada masa. tertentu. Sesuai dengan
tujuannya ada dua macain evaluasi yaitu evaluasi fonnatif dan
evaluasi surnatif.
2. Evaluasi harus komprehensif, artinya mampu memahami
keseluruhan aspok pola tingkahlaku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan pendidikan.
3. Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif, artinya dalam
menilai harus sesuai dengan kenyataannya, atau hanya ada satu
interpretasi.
4. Dalam mengadakan evaluasi hatus menggunakan alat yang baik,
artinya alat tersebut harus memenuhi persyaratan validitas,
reliabilitas dan daya pembeda.

e Alat evaluasi disebut juga alat pengukur. Untuk dapat mengukur


dengan tepat harus menggunakan alat pengukur yang baik dalam arti
memenuhi persyaratan. Alat pengukur hasil belajar pada garis
besarnya dibedakan menjadi dua yaitu alat pengukur yang berupa tes
dan nontes.

G. Tugas dan Latihan


I. Tugas: Diskusikan dalam keIompok kecil (3-4 orang) topik berikut:

144 ~Psikologi Pendidikan


a. Pentingnya hasil belajar anak didik itu dinilai.
b. Usaha-usaha agar evaluasi hasil belajar tepat mongenai
sasarannya.

II. Latihan soal:

1 . Informasi baik kuantitatif maupun kualitatif yang telah terkumpul


dalam
proses evaluasi digunakan sebagai bahan:
a. penimbang pengambilan kepulusan c. penilaian
b. laporan d. dokumentasi

2. Penilaian ialah tindakan untuk:


a. mengenakan suatu alat pengukur terhadap obyek
b. mengidentifikasi besar kecilnya gejala
c. memberikan interpretasi terhadap suatu objek
d. menetapkan cin-ciri gejala

3. Penilaian Acuan Patokan tepat digunakan dalam


a. tes sumatif c. tes formatif
b. tes unit /sisipan d. tes akhir

4. Penilaian Acuan Norma paling tepat digunakan untuk:


a. tes unit c. tes subsumatif
b. tes formatif d. tes sumatif

5. Validitas isi menunjuk pada pengertian:


a. lingkup materi yang diungkap
b. jurnlah butir soal dalam tes
c. kesejajaran soal dongan mated yang diukur
d. keseimbangan jumlah soal dengan bahan ujian.

Psikologi Pendidikan ~ 145


6. Menetapkan status anak di dalam kelas termasuk fungsi:
a. psikologis c. administratif
b. didaktis d. diagnosis

7. Suatu hasil penilaian dikatakan obyektif bila:


a. mampu mengukur aspek yang semestinya diukur
b. mampu menunjukkan perbedaan obyek yang sernestinya
berbeda
c. mampu menunjukkan hasil yang sama walau dikenakan pada
saat yang berbeda
d. d.hanya ada satu interpretasi.

8. Tes bentuk karangan. (essay tes) sering kali disebut tes subyektif
karena:
a. nilainya bergantung kepada kemampuan anak didik
b. subyek penilai mempengaruhi penilaiannya
c. peserta didik mempengaruhi penentuan nilainya penilai dan
yang dinilai, keduanya berpengaruh pada
d. penilaian

9. Berikut ini merupakan kelernahan tes subyektif (essay test)


a. mengernbangkan kernarnpuan monyatakan ide dengan bebas
b. mengembangkan kemampuan mengorganisasikan fakta
menjadi konsep
c. mengungkap materi pelajaran secara tuntas
d. mengembangkan kemampuan menciptakan pikiran orisional

10. Seorang guru minta kepada siswa untuk melaporkan kegiatan


mengamati pertumbuhan beberapa tanaman. Dalam hal ini guru
sedang mengukur:
b. kemampuan siswa melakukan tugas
c. tingkat kreatifitas dan kerajinan siswa
d. kemampuan dasar yang dimiliki siswa
e. aspek hasil belajar siswa dalam bidang studi IPA

146 ~Psikologi Pendidikan


H. Daftar Pustaka

Rernmers H.H. and Gage N.L1955. Educational Measurement and


Evaluation. New York : Harper.

Remmers, HH, Gage NL and Rummel JF. 1960. A. Practical


Introduction to Measurement and Evaluation. New York :
Harper & Row.

Suharsimi, AK, 1989. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina


Aksara.

Sumadi Suryabrata. 1986. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Sutrisno Hadi. 1997. Methodologi Research II. Yogyakarta: Yasbit.


Psikologi UGM.

Thorndike R.L., and Hagen Elizabeth. (1961). Measurement and


Evaluation in Psychology and Education, New York: John
Willey & Sons, Inc.

Wuradji. 1974. Teknik Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar.


Yogyakarta: terbitan sendiri

Psikologi Pendidikan ~ 147


Bab 6
DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab V ini diharapkan pembaca mampu
menjelaskan tentang pengertian diagnosis kesulitan belajar, kedudukan
diagnosis kesulitan belajar dalam proses pembelajaran, ciri-ciri peserta
didik berkesulitan belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan
belajar, pengenalan kesulitan belajar anak, prosedur pelaksanaan
diagnosis kesulitan belajar, pengajaran remedial dan program pengayaan
dalam proses pembelajaran.

A. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar


Dalam proses pembelajaran, tugas guru tidak hanya sekedar
menyampaikan atau mentransfer ilmu atau bahan pelajaran kepada
peserta didik. Guru sebagai pendidik dituntut untuk bertanggung jawab
atas perkembangan peserta didik. Karena itu guru dalam proses
pembelajaran harus memperhatikan kemampuan peserta didik secara
individual, agar dapat membantu perkembangan peserta didik secara
optimal. Kenyataan yang dapat kita jumpai bahwa tidak semua peserta
didik mampu menguasai bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Dengan kata lain, guru dalam mengajar sering menjumpai peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar. Karena itu guru dituntut memiliki
kemampuan mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar,
dan mencari faktor penyebab kesulitan belajar tersebut. Selanjutnya

148 ~Psikologi Pendidikan


diharapkan guru dapat menentukan teknik untuk membantu mengatasi
kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Kegiatan memahami
kesulitan belajar peserta didik ini dikenal dengan istilah diagnosis
kesulitan belajar.
Dalam pengertian diagnosis kesulitan belajar terdapat dua istilah
yang perlu dipahami terlebih dahulu yaitu istilah diagnosis dan kesulitan
belajar. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai
pengertian diagnosis antara lain, menurut Harriman dalam bukunya
Handbook of Psychological Term, diagnosis adalah suatu analisis
terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi
diagnosis di sini merupakan proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang
dipandang tidak beres atau bermasalah. Sedang dalam dunia kedokteran
diagnosis diartikan sebagai kegiatan untuk menentukan jenis penyakit
dengan meneliti gejala-gejalanya. Disamping itu Webster juga
mengemukakan pendapatnya bahwa diagnosis diartikan sebagai proses
menentukan hakikat kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian, dan
melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap
fakta-fakta yang dijumpai, yang selanjutnya untuk menentukan
permasalahan yang dihadapi. Dari beberapa pendapat para ahli tentang
diagnosis, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis adalah penentuan
jenis masalah atau kelainan atau ketidakmampuan dengan meneliti latar
belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang
tampak.
Setelah kita pahami pengertian diagnosis, selanjutnya kita bahas
mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu
gejala yang nampak pada peserta didik yang ditandai dengan adanya
prestasi belajar yang rendah atau di bawah norma yang telah ditetapkan.
Prestasi belajar peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, prestasi
belajarnya lebih rendah bila dibandingkan dengan prestasi belajar teman-
temannya, atau prestasi belajar mereka lebih rendah bila dibandingkan
dengan prestasi belajar sebelumnya.
Blassic dan Jones mengatakan bahwa kesulitan belajar itu
menunjukkan adanya suatu jarak antara prestasi akademik yang

Psikologi Pendidikan ~ 149


diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh peserta didik
(prestasi aktual). Selanjutnya Blassic dan Jones juga mengatakan bahwa
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah peserta didik yang
memiliki inteligensi normal, tetapi menunjukkan satu atau beberapa
kekurangan yang penting dalam proses belajar, baik dalam persepsi,
ingatan, perhatian ataupun dalam fungsi motoriknya. Dengan kata lain
bahwa peserta didik dikatakan mengalami kesulitan belajar bila prestasi
belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kapasitas inteligensinya.
Dengan demikian kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh peserta didik
yang inteligensinya rendah
Jadi kesulitan belajar yang dialami peserta didik tidak selalu
disebabkan oleh inteligensi atau angka kecerdasannya yang rendah.
Kesulitan atau hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat
berasal dari faktor fisiologik, psikologik, instrumen dan lingkungan
belajar. Kesulitan atau hambatan yang dialami peserta didik dalam proses
belajar akan mempengaruhi prestasi atau hasil belajar yang dicapai.
Setelah kita memahami pengertian diagnosis dan kesulitan
belajar, maka diagnosis kesulitan belajar dapat diartikan sebagai proses
menentukan masalah atau ketidak-mampuan peserta didik dalam belajar
dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan atau dengan cara
menganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang
nampak.
Kesulitan belajar pada setiap peserta didik, jenis, sifat maupun
manifetasinya tidak selalu sama, misalnya dua peserta didik yaitu Amin
dan Amat mempunyai permasalahan belajar yang sama yakni tidak
mempunyai buku teks yang dianjurkan oleh dosen atau gurunya. Apa
yang dilakukan oleh Amin dan Amat?. Ternyata Amin berusaha mencari
di perpustakaan atau pinjam kepada teman sampai buku yang dicari
tersebut diketemukan. Sedang Amat enggan mencari buku yang
dianjurkan dosen atau gurunya, akhirnya malah tidak belajar dengan
tekad tidak lulus atau mengulang. Dalam kenyataannya permasalahan
belajar yang sama akan ditanggapi, dirasakan, dan diatasi oleh peserta
didik secara berlainan. Begitulah uniknya peserta didik menghadapi

150 ~Psikologi Pendidikan


permasalahan belajar dalam proses pembelajaran. Untuk itu khususnya
guru atau pembimbing harus mencermati jenis, sifat dan manifestasi
kesulitan belajar peserta didik, sehingga dalam mengadakan pendekatan
kepada para peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih
tepat.
Berikut ini akan dikemukakan permasalahan belajar peserta didik
menurut Warkitri dkk. (1990) sebagai berikut:
1. Kekacauan Belajar (Learning Disorder) yaitu suatu keadaan di mana
proses belajar anak terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Anak yang mengalami kekacauan belajar potensi
dasarnya tidak diragukan, akan tetapi belajar anak terhambat oleh
adanya reaksi-reaksi belajar yang bertentangan, sehingga anak tidak
dapat menguasai bahan yang dipelajari dengan baik. Jadi dalam
belajar anak mengalami kebingungan untuk memahami bahan
belajar.
2. Ketidakmampuan Belajar (Learning Disability) yaitu suatu gejala anak
tidak mampu belajar atau selalu menghindari kegiatan belajar
dengan berbagai sebab sehingga hasil belajar yang dicapai berada di
bawah potensi intelektualnya.
3. Learning Disfunctions yaitu kesulitan belajar yang mengacu pada
gejala proses belajar yang tidak dapat berfungsi dengan baik,
walaupun anak tidak menunjukkan adanya subnormal mental,
gangguan alat indera ataupun gangguan psikologis yang lain.
Misalnya anak sudah belajar dengan tekun tetapi tidak mampu
menguasai bahan belajar dengan baik.
4. Under Achiever, adalah suatu kesulitan belajar yang terjadi pada
anak yang memiliki potensi intelektual tergolong di atas normal tetapi
prestasi belajar yang dicapai tergolong rendah. Dalam hal ini prestasi
belajar yang dicapai anak tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan
yang dimiliki.
5. Lambat Belajar (Slow Learner) adalah kesulitan belajar yang
disebabkan anak sangat lambat dalam proses belajarnya, sehingga
setiap melakukan kegiatan belajar membutuhkan waktu yang lebih

Psikologi Pendidikan ~ 151


lama dibandingkan dengan anak lain yang memiliki tingkat potensi
intelektual yang sama

B. Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar dalam Pembelajaran.


Keberhasilan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran
ditandai dengan penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan oleh
guru yang diwujudkan dalam bentuk nilai yang tinggi atau baik.
Sebaliknya peserta didik dikatakan belum berhasil dalam belajarnya atau
gagal dalam belajar yang diwujudkan dalam bentuk nilai yang rendah.
Artinya peserta didik belum mampu menguasai bahan pelajaran yang
diberikan oleh guru sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Peserta didik yang belum mampu menguasai bahan pelajaran
yang telah diberikan oleh guru harus mendapat perhatian khusus oleh
guru. Guru harus berusaha mambantu peserta didik yang belum mampu
menguasai bahan pelajaran dengan cara meneliti jenis dan letak
kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kaitannya dengan konsep belajar tuntas (mastery learning),
tingkat penguasaan bahan pelajaran biasanya ditetapkan antara 75 % -
90 %. Bila peserta didik belum mampu menguasai bahan pelajaran
seperti yang telah ditetapkan, maka peserta didik tersebut harus dibantu
sampai mencapai penguasaan bahan pelajaran seperti yang telah
ditetapkan. John B. Caroll (1968) mengatakan: apabila peserta didik
diberi kesempatan menggunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar,
dan mereka mengguanakan dengan sebaik-baiknya, maka mereka akan
mencapai tingkat hasil belajar seperti yang diharapkan. Jadi setiap
peserta didik yang memiliki kecakapan normal, apabila diberi waktu
cukup untuk belajar, mereka akan mampu menyelesaikan tugas-tugas
belajarnya selama kondisi yang tersedia menguntungkan. Lebih lanjut
Caroll mengatakan bahwa hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh:
1. Waktu yang tersedia untuk mempelajari bahan pelajaran yang telah
ditentukan
2. Usaha yang dilakukan peserta didik untuk menguasai bahan
pelajaran

152 ~Psikologi Pendidikan


3. Bakat yang dimiliki peserta didik
4. Kualitas pengajaran atau tingkat kejelasan pengajaran
5. Kemampuan peserta didik untuk dapat mendapat manfaat yang
optimal dari keseluruhan proses pembelajaran yang sedang dihadapi.

Kenyataan yang dihadapi guru, bahwa dalam proses


pembelajaran guru sering menjumpai peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Akhirnya, pada akhir pelajaran
peserta didik tidak mampu menguasai bahan pelajaran yang telah
diberikan oleh guru. Agar proses pembelajaran berhasil maka guru harus
berusaha menemukan letak dan jenis kesulitan belajar yang dialami oleh
peserta didiknya. Dengan demikian kedudukan diagnosis kesulitan belajar
dalam proses pembelajaran sangatlah penting demi keberhasilan proses
pembelajaran.

C. Peserta Didik Berkesulitan Belajar


Guru dalam proses pembelajaran akan menjumpai berbagai
macam perilaku peserta didik. Ada yang aktif mengikuti pelajaran, sering
bertanya, mencatat, rajin mengerjakan tugas, namun ada juga yang
masa bodoh, meninggalkan pelajaran, pasif tidak pernah bertanya, kalau
ditanya diam saja, tidak pernah mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.
Kalau kita cermati gejala-gejala tersebut sebetulnya menunjukkan
adanya hambatan atau kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik.
Kesulitan atau hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat
berwujud dalam berbagai macam gejala, baik gejala kognitif, afektif
maupun psikomotor.
Blassic dan Jones (1976) mengemukakan karateristik anak
yang mengalami kesulitan belajar dapat ditunjukkan dalam karakteristik
behavioral, fisikal, bicara dan bahasa, serta kemampuan intelektual dan
prestasi belajar.
Di samping itu Sumadi Suryobroto (1984) mengemukakan
bahwa peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dapat diketahu
malalui kriteria-kriteria yang sebenarnya merupakan harapan dan

Psikologi Pendidikan ~ 153


sekaligus kriteria tersebut merupakan indikator bagi terjadinya kesulitan
belajar. Adanya kesulitan belajar tersebut dapat diketahui atas dasar:
1. Grade level, yaitu apabila anak tidak naik kelas sampai dua kali.
2. Age level, terjadi pada anak yang umurnya tidak sesuai dengan
kelasnya. Misalnya anak umur 10 tahun baru kelas 2 SD.
Ketidaksesuaian kelas ini bukan karena keterlambatan masuk
sekolah, tetapi karena anak tersebut mengalami kesulitan belajar.
3. Intelligensi level, terjadi pada anak yang mengalami under achiever.
4. General level, terjadi pada anak yang secara umum dapat mencapai
prestasi sesuai dengan harapan, tetapi ada beberapa mata pelajaran
yang tidak dapat dicapai sesuai dengan kriteria atau sangat rendah.
Pada mata pelajaran yang prestasinya rendah inilah siswa dianggap
mengalami kesulitan belajar.
Lebih lanjut Sumadi Suryabrata menggambarkan ciri-ciri anak
yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan adanya gangguan:
aktivitas motorik, emosional, prestasi, persepsi, tidak dapat menangkap
arti, membuat dan menangkap symbol, perhatian, tidak dapat
memperhatikan dan tidak dapat mengalihkan perhatian, dan gangguan
ingatan.
Sedang Moh. Surya (1978) mengemukakan ciri-ciri anak yang
mengalami kesulitan belajar:
1. Menunjukkan adanya hasil belajar yang rendah.
2. Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan
3. Lambat dalam melakaukan tugas-tugas kegiatan belajar
4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar
Memperhatikan ciri-ciri peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar dari beberapa ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa peserta didik yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan
adanya gejala-gejala atau ciri-ciri sebagai berikut:
1. Prestasi belajarnya rendah artinya sekor yang diperoleh di bawah
sekor rata-rata kelompoknya.

154 ~Psikologi Pendidikan


2. Usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar tidak sebanding
dengan hasil yang dicapainya
3. Lamban dalam mengerjakan tugas dan terlambat dalam
menyelesaikan atau menyerahkan tugas.
4. Sikap acuh dalam mengikuti pelajaran dan sikap kurang wajar
lainnya
5. Menunjukkan perilaku menyimpang dari perilaku temannya yang
seusia, misalnya suka membolos, enggan mengerjakan tugas, tidak
dapat kerja sama dengan temannya, terisolir, tidak dapat
konsentrasi, tidak punya semangat dan sebagainya..
6. Emosional misalnya mudah tersinggung, mudah marah, pemurung,
merasa rendah diri dan sebagainya.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar


Latar belakang terjadinya kesulitan belajar atau ketidakberesan
dalam belajar banyak sekali macam ragamnya. Tetapi bila penyebab
kesulitan belajar itu dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperanan
dalam belajar, maka penyebab kesulitan belajar itu dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
pelajar (factor internal) yang meliputi: kemampuan intelektual, afeksi
seperti perasaan dan percaya diri, motivasi, kematangan untuk belajar,
usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar, kemampuan mengingat, dan
kemampuan pengindraan seperti melihat, mendengarkan, dan
merasakan (Fontana, 1981). Sedang faktor yang berasal dari luar pelajar
(faktor eksternal) meliputi factor-faktor yang berkaitan dengan kondisi
proses pembelajaran yang meliputi: guru, kualitas pembelajaran,
instrumen atau fasiltas pembejaran baik yang berupa hardware maupun
software serta lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan
alam.
Menyimak faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar
tersebut di atas, maka peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
atau ketidakberesan dalam belajar, ditunjukkan oleh hasil belajar yang

Psikologi Pendidikan ~ 155


rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti yang dikemukakan
oleh Noehi Nasution. (1992: 215)
1. rendahnya kemampuan intelektual anak
2. gangguan perasaan atau emosi
3. kurangnya motivasi untuk belajar
4. kurang matangnya anak untuk belajar
5. usia yang terlampau muda
6. latar belakang sosial yang tidak menunjang
7. kebiasan belajar yang kurang baik
8. kemampuan mengingat yang rendah
9. terganggunya alat-alat indera
10. proses belajar mengajar yang tidak sesuai dan
11. tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar.
Untuk lebih lengkapnya, marilah kita simak pandangan ahli lain
yang berkaitan dengan permasalahan belajar yang dialami peserta didik,
baik faktor internal maupun eksternal. Dimyati dan Mudjiono (1994: 228-
235) mengemukakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses
belajar sebagai berikut:
1. Sikap terhadap belajar
2. Motivasi belajar
3. Konsentrasi belajar
4. Mengolah bahan ajar
5. Menyimpan perolehan hasil belajar
6. Menggali hasil belajar yang tersimpan
7. Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja
8. Rasa percaya diri siswa
9. Inteligensi dan keberhasilan belajar
10. Kebiasaan belajar
11. Cita-cita siswa.

Sedang faktor eskternal yang berpengaruh terhadap proses


belajar meliputi:
1. Guru sebagai pembina siswa belajar

156 ~Psikologi Pendidikan


2. Prasarana dan sarana pembelajaran
3. Kebijakkan penilaian
4. Lingkungan sosial siswa di sekolah
5. Kurikulum sekolah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka faktor-faktor yang
mempengaruhi kesulitan belajar dapat disajikan dalam bentuk
diagram sebagai berikut:

Environment Input

Learning Teaching
Raw Input Process Output

Instrumental Input

Bagan: Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Keterangan:

Raw input : peserta didik


Learning Teaching Process : proses belajar mengajar atau proses
pembelajaran
Environmental input : faktor lingkungan
Instrumental input : sarana dan prasarana penunjang proses
belajar mengajar
Output : peserta didik sebagai hasil proses
pembelajaran

Psikologi Pendidikan ~ 157


Peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran tidak
selalu menunjukkan hasil yang optimum seperti yang diharapkan. Hal ini
sangat beergantung kepada peserta didik, lingkungan, sarana prasarana
yang dibutuhkan, dan interaksi ketiganya dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
pembelajaran seperti yang telah diuraikan di atas dapat menjadi
penyebab kesulitan belajar peserta didik.

E. Pengenalan Kesulitan Belajar Peserta Didik


Untuk membantu mengatasi kesulitan belajar peserta didik, kita
harus menentukan faktor penyebab dari kesulitan belajar tersebut.
Setelah faktor penyebab kesulitan belajar diketahui kita baru dapat
menentukan alternatif bantuan yang diberikan. Untuk dapat menentukan
kesulitan belajar peserta didik dengan tepat, maka kita harus
mengumpulkan data selengkap mungkin, baik dengan teknik non tes
maupun dengan teknik tes. Pembahasan secara rinci tentang teknik non
tes maupun teknik tes telah dibahas dalam mata kuliah Pemahaman
Individu Teknik Nontes dan Pemahaman Individu Teknik Tes Karena itu
berikut ini akan diuraikan teknik nontes maupun teknik tes untuk
mengenal kesulitan belajar peserta didik secara garis besarnya saja.
1. Teknik Nontes
Teknik nontes yang dimaksud di sini adalah teknik pengumpulan
data atau keterangan yang dilakukan dengan cara: wawancara,
observasi, angket, sosiometri, biografi, pemeriksaan kesehatan dan fisik,
dan dokumentasi.
a. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan cara untuk memperoleh
data atau keterangan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan
sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog atau tanya
jawab secara lisan. Wawancara dapat dilakukan secara langsung artinya
data yang dikumpulkan langsung diperoleh dari individu yang akan
dikumpulkan datanya. Sedang wawancara tidak langsung, data yang
akan dikumpulkan diperoleh dari orang lain yang dianggap mengetahui

158 ~Psikologi Pendidikan


tentang keadaan individu yang akan dikumpulkan datanya. Wawancara
dapat juga dilakukan sewaktu-waktu bila dianggap perlu ini disebut
dengan wawancara insidental. Sedang wawancara yang dilakukan secara
berencana pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya disebut
wawancara berencana.
Disamping itu ada juga wawancara bebas atau interview tak
terpimpin yaitu wawancara yang diadakan dengan tidak adanya
kesengajaan pada fihak interviewer (pewawancara) untuk mengarahkan
tanya jawab ke pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitiannya.
Proses wawancara di sini sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi baik
interviewer maupun interviewee (individu yang diwawancarai). Lain
halnya wawancara terpimpin, interviewer terikat oleh pedoman interview
atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Diantara
interview bebas dan interview terpimpin masing-masing mempunyai
kekurangannya, maka untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya
digunakan interview bebas terpimpin, maksudnya kadang-kadang bebas
kadang-kadang terpimpin.

b. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan menggunakan
alat indra terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Observasi yang akan dilakukan
telah dipersiapkan secara sistematis, baik mengenai waktunya, alatnya
maupun aspek-aspek yang akan diobservasi disebut observasi berencana.
Sedang observasi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan disebut
observasi insidental.
Ditinjau dari keterlibatan observer, ada observasi partisipasi yaitu
observasi yang dilakukan dengan cara, observer ikut ambil bagian dalam
kegiatan yang dilakukan observee (individu yang diobservasi). Sebaliknya
observasi non partisipasi, observasi dilakukan dengan cara observer tidak
ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan observee. Observer hanya
sebagai penonton (pengamat.

Psikologi Pendidikan ~ 159


Disamping itu ada juga observasi sistematik yaitu observasi yang
dilakukan dengan menggunakan kerangka yang memuat faktor-faktor
yang telah diatur kategorinya terlebih dahulu mengenai hal-hal yang
akan diobservasi. Sedang observasi nonsistematik, faktor-faktor yang
akan diobservasi belum disistematisasikan terlebih dahulu.
Berikut ini beberapa petunjuk bagi observer dalam mengadakan
observasi:
1) Observer perlu memahami terlebih dahulu apa yang akan
diobservasi dan jenis gejala apa yang perlu dicatat
2) Meneliti tujuan umum dan khusus, apakah sudah sesuai
dengan permasalahan yang akan diteliti, sehingga dapat
dijadikan dasar untuk menentukan apa yang harus
diobservasi.
3) Buatlah cara untuk mencatat observasi. Cara ini akan
menghemat waktu dan menyeragamkan tata kerja observasi
yang dilakukan terhadap banyak peristiwa.
4) Adakan dan batasi dengan tegas macam-macam tingkat
katergori yang akan digunakan
5) Adakan observasi sercermat-cermatnya dengan pencatatan
yang sudah disederhanakan.
6) Catatlah gejala-gejala secara terpisah.
7) Ketahuilah baik-baik alat-alat pencatat dan tata cara
mencatat sebelum melakukan observasi. (Alat pencatat
observasi: Anecdotal Record, Checklist, Rating scale, Catatan
berkala, dan Mechanical device)

c. Angket
Angket atau kuisener adalah alat pengumpul data yang berisi
daftar pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang
diselidiki atau disebut responden, secara tertulis.
Bila ditinjau dari cara menjawabnya ada angket langsung yaitu
angket yang diberikan kepada orang yang akan dikumpulkan datanya.
Sedang angket tidak langsung yaitu angket yang diberikan kepada orang

160 ~Psikologi Pendidikan


lain yang dianggap mengetahui keadaan orang yang akan dikumpulkan
datanya.
Ditinjau dari bentuk pertanyaannya angket dibedakan menjadi
tiga: Angket tertutup yaitu pertanyaan yang jawabannya sudah
disediakan sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai
dengan dirinya. Angket terbuka yaitu pertanyaan-pertanyaaan dalam
angket yang memberikan kesempatan kepada responden untuk
memberikan jawaban seluas-luasnya. Angket terbuka ini tepat digunakan
untuk mengungkap pendapat seseorang tentang sesuatu.
Mengingat angket tertutup dan terbuka mengandung banyak
kelemahan maka cara mengatasinya digunakan angket tertutup-
terbuka,yaitu angket yang terdiri dari angket tertutup, sehingga
responden tinggal memilih jawaban yang telah sediakan, namun bila
jawaban yang disediakan tidak ada yang sesuai menurut responden,
maka responden diberi kesempatan untuk mengemukakan jawaban
sesuai dengan keadaan responden.
Dalam pelaksanannya ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam menggunakan angket:
1) Gunakan angket dalam keadaan atau situasi yang setepat-
tepatnya
2) Tentukan terlebih dahulu tujuan kuisener/angket, baik tujuan
umum maupun khusus
3) Tentukan dan susunlah pertanyaan-pertanyaan sebaik-
baiknya:
a). Pertanyaan harus singkat dan jelas (mudah dimengerti)
b). Jangan sampai ada pertanyaan yang terulang (dobel)
c). Pertanyaan harus tegas, artinya jangan meragukan
responden
d). Pertanyaan jangan sampai menimbulkan pertanyaan.
e).Pertanyaan jangan sampai menimbulkan hal-hal yang
memalukan.

Psikologi Pendidikan ~ 161


4) Pertanyaan disusun menurut aspeknya atau kategorinya atau
golongan-golongannya, agar lebih sistematis sehingga
mudah menganalisisnya.
5) Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data dari
responden yang sesungguhnya, maka angket yang telah
tersusun sebelumnya diujicobakan terlebih dahulu untuk
mengetahui kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan baik
kesalahan redaksional maupun isi metari.

d. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu cara untuk mengetahui hubungan sosial
seseorang, yang sering disebut juga sebagai ukuran berteman
seseorang. Gambaran mengenai hubungan seseorang disebut sosiogram.
Baik tidaknya hubungan sosial seseorang dengan orang lain
dapat dilihat dari beberapa segi. Bimo Walgito, 1980: 72.
mengemukakan sebagai berikut:
1) Frekuensi hubungan, yaitu sering tidaknya anak atau
orang itu bergaul. Semakin sering individu bergaul, pada
umumnya individu itu makin baik dalam segi hubungan
sosialnya. Individu yang mengisolir diri, berarti individu
itu kurang sekali bergaul, hal ini menunjukkan bahwa
dalam segi pergaulannya kurang baik.
2) Intensitas hubungan, yaitu segi mendalam tidaknya anak
atau orang di dalam pergaulannya, yaitu intim tidaknya
mereka bergaul. Makin mendalam seseorang dalam
hubungan sosialnya dapat dinyatakan bahwa hubungan
sosialnya semakin baik.
3) Popularitas hubungan, yaitu banyak sedikitnya teman
bergaul, dapat digu-nakan sebagai kriteria pula untuk
melihat baik buruknya dalam hubungan sosialnya.
Semakin banyak teman di dalam pergaulannya, pada
umumnya dapat dinyatakan makin baik dalam hubungan
sosialnya.

162 ~Psikologi Pendidikan


e. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan
jalan mengutip dari sumber catatan yang sudah ada. Data tersebut
sangat berguna untuk dijadikan bahan kelengkapan informasi seseorang,
dengan jalan data yang telah didokumentasikan itu dianalisis secermat-
cermatnya.
Teknik mempelajari data yang telah didokumentasikan itu
disebut teknik studi dokumenter. Dengan teknik ini sebaiknya diadakan
cheking dengan menggunakan teknik-teknik yang lain sebagai bahan
pembanding terhadap data yang diperoleh dengan teknik documenter.

f. Pemeriksan Fisik dan Kesehatan


Pemeriksan fisik berkaitan dengan pengumpulan data yang
berkaitan dengan kondisi dan perkembangan fisik, misalnya kecacatan
yang dimiliki, bentuk tubuh dan wajah yang kurang menarik. Sedang
pemeriksan kesehatan berkaitan dengan masalah penyakit yang diderita
seseorang. Dalam hal ini peranan dokter sangat dibutuhkan dalam
memberikan informasi tentang kesehatan seseorang.

2. Teknik Tes
Teknik tes adalah teknik pengumpulkan data atau keterangan
yang dilakukan dengan memberikan tes. Tes adalah pertanyaan-
pertanyaan yang harus dujawab dan atau perintah-perintah yang harus
dijalankan, yang didasarkan atas jawaban testee terhadap pertanyaan-
pertanyaan atau melakukan perintah itu penyelidik mengambil
kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standar atau testee
yang lain (Sumadi Suryoboto, 1984).
Selanjutnya dalam hal ini tes dibedakan menjadi dua yaitu tes
hasil belajar dan tes psikologis. Tes hasil belajar adalah tes yang
dilakukan oleh guru untuk mengetahui pengu-asaan bahan pelajaran
yang telah disajikan dalam proses pembelajaran dalam bentuk ulangan,
ujian atau dalam bentuk evaluasi yang lain. Penyelenggaraan tes harus
dilakukan secara berencana dan memenuhi persyaratan tertentu. Hasil

Psikologi Pendidikan ~ 163


yang diperoleh peserta didik menggambarkan kemampuan peserta didik
dalam menguasai bahan pelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh
peserta didik juga dapat memberikan gambaran mengenai masalah atau
kesulitan belajar yang dihadapinya.
Tes psikologis adalah teknik pengumpulan data yang bersifat
potensial yaitu data tentang kemampuan yang belum nampak yang
dimiliki oleh seseorang, misalnya inteligensi, bakat, minat, kepribadian,
sikap, dan sebaginya. Tes psikologis hanya dapat dilakukan oleh orang
yang berkompeten. Tes psikologis merupakan tes yang sudah
distandarisasi, artinya tes psikologis sudah dtetapkan tingkat kesahihan
dan keterandalannya, sehingga tester tinggal menggunakannya sesuai
aturan dan petunjuk yang telah ditetapkan.

F. Prosedur Pelaksanaan Diagnosis Kesulitan Belajar


Guru dalam proses pembelajaran menghadapi peserta didik yang
beraneka ragam karakteristiknya, dan diantara mereka banyak
persamaan dan perbedaannya. Perbedaan peserta didik berkaitan
dengan kapasitas intelektual, keterampilan, motivasi, sikap, kemampuan,
minat, latar belakang kehidupan keluarganya dan lain-lainnya. Perbedaan
ini cenderung akan berakibat adanya perbedaan dalam belajar bagi
setiap peserta didik baik dalam kecepatan belajarnya maupun
keberhasilan belajar yang dicapainya. Dengan demikian dalam proses
pembelajaran selalu kita jumpai adanya peserta didik yang berhasil dan
ada peserta didik yang gagal karena mempunyai kesulitan dalam
belajarnya.
Bimbingan belajar bagi peserta didik yang gagal, guru atau
pembimbing harus berusaha mencari penyebab kegagalan yang dialami
peserta didik. Ketepatan pemberian layanan bimbingan belajar sangat
ditentukan oleh ketepatan menentukan masalah atau kesulitan belajar
yang dialami peserta didik. Maka ketepatan menentukan masalah atau
kesulitan belajar yang dialami peserta didik merupakan kunci
keberhasilan dalam memberikan layanan bimbingan belajar kepada
peserta didik.

164 ~Psikologi Pendidikan


Kegiatan untuk menentukan masalah atau kesulitan belajar
peserta didik ini disebut dengan diagnosis kesulitan belajar. Adapun
prosedur atau langkah-langkah melaksanakan diagnosis kesulitan belajar
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi peserta didik yang diperkirakan mengalami kesulitan
belajar
2. Melokalisasi letak kesulitan belajar
3. Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar
4. Meperkirakan alternative bantuan
5. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya
6. Tindak lanjut.
Selanjutnya marilah kita ikuti pembahasan mengenai langkah-
langkah atau prosedur diagnosis kesulitan belajar tersebut di atas, agar
kita mampu melaksanakan kegiatan diagnosis kesulitan belajar dengan
baik.
1. Mengidentifikasi Peserta Didik yang Diperkirakan Mengalami Kesulitan
Belajar.
Kegiatan di sini adalah menetapkan peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar, dengan cara mengenali latar belakang baik
psikologis maupun nonpsikologis. Kasus kesulitan belajar dapat diketahui
melalui:
a. Analisis Perilaku
Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dapat
diketahui melalui observasi atau laporan proses pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran dapat diketahui:
1). Cepat lambatnya menyelesaikan tugas.
Dalam proses pembelajaran, guru sering memberikan tugas
kepada peserta didik, baik tugas individual, kelompok ataupun
ujian selalu disertai penentuan batas waktu untuk
menyelesaikannya. Penentuan batas waktu untuk mengerjakan
tugas dapat dijadikan dasar untuk menentukan peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar.

Psikologi Pendidikan ~ 165


Dalam prakteknya guru harus mencatat waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas bagi masing-masing
peserta didik. Dengan demikian akan dapat diketahui peserta
didik yang selalu lebih cepat dalam menyelesaikan tugas, peserta
didik yang selalu tepat waktu dan ada juga peserta didik yang
selalu terlambat dalam menyelesaikan tugasnya atau melebihi
batas waktu yang telah ditentukan. Peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan belajar bila lama keterlambatan dan
frekuensi keterlambatannya paling banyak dalam menyelesaikan
tugas.
2). Kehadiran dan ketekunan dalam proses pembelajaran.
Kehadiran dan ketekunan dalam proses pembelajaran secara
tertib merupakan indikator bahwa peserta didik dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Sebaliknya peserta didik yang
sering absen, mbolos, tidak tekun, malas, acuh terhadap guru,
dapat diduga peserta didik tersebut mengalami kesulitan belajar.
3). Peranserta dalam mengerjakan tugas kelompok.
Pada mata pelajaran tertentu peserta didik sering dituntut
kemampuannya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
teman-temannya dalam satu kelompok, misalnya kemampuan
mengemukakan pendapat, bertanya, menyanggah, menolak atau
menerima pendapat teman lain dan sebagainya. Dengan
mengamati dan mencatat aktivitas peserta didik dalam
pembicaraan dengan segala kualifikasinya, kita akan memperoleh
gambaran tentang peranserta peserta didik dalam kelompoknya
dan dapat juga untuk menemukan peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
4). Kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosial
Pada mata pelajaran tertentu peserta didik dituntut untuk
mampu bekerja dalam kelompok. Untuk itu peserta didik
dituntut agar mampu bekerjasama, saling menerima, saling
percaya dan saling menyenangi diantara sesama anggota
kelompok. Karena itu guru harus mengetahui hubungan

166 ~Psikologi Pendidikan


sosialnya sehari-hari dalam kelas atau menggunakan sosiometri
untuk mengetahui hubungan sosial peserta didiknya (lihat
pembahasan tentang sosiometri)
b. Analisis Prestasi Belajar
Untuk mengetahui peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar dapat dilakukan dengan cara menghimpun dan menganalisis hasil
belajar serta menafsirkannya. Dalam menafsirkan hasil belajar peserta
didik harus digunakan norma, sedang norma yang digunakan untuk
menetukan baikburuknya hasil belajar peserta didik adalah Penilaian
Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Penilaian acuan
norma sering disebut norma kelompok yang ujudnya adalah skor rerata
yang dijadikan norma. Jadi peserta didik yang diduga mengalami
kesulitan belajar bila skor hasil belajar yang dicapai di bawah dan
semakin jauh dari rerata kelas atau kelompok. Sedang penilaian acuan
patokan merupakan skor minimal yang seharusnya dicapai oleh peserta
didik, sehingga peserta didik yang skor hasil belajarnya belum mencapai
syarat minimal dapat diduga mereka belum menguasai bahan pelajaran
yang seharusnya dikuasai. Dengan kata lain peserta didik yang skor hasil
belajarnya kurang dari syarat minimal dapat diduga mereka mengalami
kesulitan belajar, apalagi skor hasil belajar yang diperoleh lebih jauh dari
syarat minimal yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Melokalisasi Letak Kesulitan Belajar.


Setelah kita menemukan peserta didik yang diduga mengalami
kesulitan belajar, maka langkah berikutnya adalah menemukan di mana
letak kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Dalam hal ini dapat kita
lakukan dengan cara mengetahui dalam mata pelajaran atau bidang
studi apa kesulitan itu terjadi, kemudian aspek atau bagian mana
kesulitan belajar itu dirasakan oleh peserta didik.
Untuk menemukan bidang studi apa peserta didik mengalami
kesulitan belajar dapat dilakukan dengan cara membandingkan skor
prestasi yang diperoleh peserta didik dengan nilai rerata dari masing-
masing bidang studi. Apabila skor hasil belajar peserta didik di bawah

Psikologi Pendidikan ~ 167


skor rerata bidang studi, maka peserta didik tersebut diduga mengalami
kesulitan belajar dalam bidang studi tersebut.
Sedang untuk mengetahui aspek atau bagian mana kesulitan
belajar itu dirasakan oleh peserta didik dapat dilakukan dengan
memeriksa hasil pekerjaan tes. Apabila peserta didik tidak dapat
menjawab dengan benar atas pertanyaan mengenai pokok bahasan
tertentu, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik tersebut mengalami
kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan tersebut.

3. Menentukan Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Untuk menentukan faktor penyebab kesulitan belajar dapat
dilakukan dengan cara meneliti faktor-faktor yang ada pada diri peserta
didik (internal) dan factor-faktor yang berada di luar peserta didik
(eksternal) yang menghambat proses belajar dan atau pembelajaran.
Faktor internal penyebab kesulitan belajar peserta didik pada
garis besarnya bersumber pada aspek fisik yang meliputi kondisi dan
kesehatan tubuh misalnya kecacatan tubuh dan penyakit yang diduga
mengganggu belajarnya, dan aspek psikologis yang meliputi kecerdasan,
bakat, minat, kemampuan, kemauan, perhatian, dorongan, konsentrasi,
ketekunan dan keterampilan yang kurang memadai.
Sedang faktor eksternal penyebab kesulitan belajar peserta didik
pada garis besarnya besumber pada dua faktor yaitu faktor lingkungan
yang meliputi lingkungan sosial yang berupa manusia dan lingkungan
non-sosial yang berupa alam, dan faktor instrumen yang meliputi
fasilitas yang berupa perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware) serta guru yang kurang mendukung proses kegiatan belajar
peserta didik.

4. Memperkirakan Alternatif Bantuan


Langkah keempat ini merupakan langkah yang akan ditempuh
dengan cara menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:
a. Apakah peserta didik masih mungkin ditolong untuk mengatasi
kesulitannya?

168 ~Psikologi Pendidikan


Bila peserta didik tidak mungkin ditolong karena tingkat
kesulitannya yang berat, maka kita harus berusaha untuk
mencarikan jalan keluar yang tepat bagi peserta didik yang
bersangkutan, misalnya dengan menyarankan peserta didik
untuk pindah ke lembaga pendidikan yang lebih sesuai dengan
keadaannya.
b. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan
peserta didik? Memperkirakan kebutuhan waktu sangat penting
dalam kaitannya dengan efektivitas program bantuan dan
kegiatan yang lain.
c. Kapan dan di mana pertolongan dapat diberikan kepada peserta
didik?
d. Siapa yang dapat memberikan pertolongan? Dalam hal ini adalah
menentukan personil yang tepat untuk memberikan pertolongan,
karena harus disesuaikan dengan latar belakang kesulitan dan
faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh peserta
didik. Personalia yang dapat memberikan pertolongan kepada
peserta didik adalah konselor, guru bidang studi, atau ahli lain
misalnya dokter, psikolog dan ahli lain yang relevan. Dalam
menentukan personalia yang dapat membantu pemecahan
masalah yang dihadapi peserta didik harus mem-pertimbangkan
peranan atau sumbangan yang dapat diberikan oleh masing-
masing ahli dalam monolong peserta didik yang mengalami
kesulitan berlajar tersebut.

5. Menetapkan Kemungkinan Cara Mengatasinya.


Langkah ini merupakan langkah untuk menentukan batuan atau
usaha penyembuhan yang diperlukan peserta didik. Dalam menentukan
bantuan penyebuhan perlu dikomunikasikan atau didiskusikan dengan
berbagai fihak yang dipandang berkepentingan atau yang diperkirakan
akan terlibat dalam pemberian bantuan. Selanjutnya rencana pemberian
bantuasn yang akan diberikan kepada peserta didik harus disesuaikan
dengan jenis kesulitan yang dialami peserta didik.

Psikologi Pendidikan ~ 169


Bantuan dapat diberikan melalui program remedial atau
pengajaran perbaikan, layanan bimbingan dan konseling, program
referral yaitu mengirimkan peserta didik kepada ahli yang berkompeten
dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

6. Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan langkah terakhir kegiatan diagnosis
kesulitan belajar yng berupa kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Memberikan pertolongan kepada peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar, sebagai penerapan program bantuan yang
telah ditetapkan pada langkah sebelumnya.
b. Melibatkan berbagai fihak yang dipandang dapat memberikan
pertolongan kepada peserta didik
c. Mengikuti perkembangan peserta didik dan mengdakan evaluasi
terhadap bantuan yang telah diberikan kepada peserta didik
untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaktepatan bantuan yang
diberikan
d. Melakukan referral kepada ahli lain yang berkompeten dalam
manangani kesulitan yang dialami peserta didik.

G. Pengajaran Remedial dan Program Pengayaan dalam Proses


Pembelajaran.
Proses pembelajaran di sekolah, belajar merupakan kegiatan
pokok bagi peserta didik. Karena itu peserta didik harus memahami
bagimana cara belajar yang baik. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak
semua peserta didik mampu melakukan kegiatan belajar dengan baik
sehingga hasil belajarnyapun tidak memuaskan. Banyak peserta didik
yang mengalami kesulitan dalam belajar misalnya tidak mampu
menyerap bahan pelajaran dengan baik, tidak dapat konsentrasi dalam
belajar, tidak mampu mengerjakan tes dan sebagainya. Bagi peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar sehingga prestasi belajarnya
rendah, maka guru atau konselor sekolah sebagai personil yang
bertanggung jawab terhadap keberhasilan peserta didik, harus

170 ~Psikologi Pendidikan


memberikan layanan bimbingan belajar dengan baik. Pemberian layanan
bimbingan belajar bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
lebih dikenal dengan pengajaran remedial.
Selanjutnya bagaimana dengan peserta didik yang tidak
mengalami kesulitan belajar sehingga prestasi belajarnya selalu
memuaskan? Bagi peserta didik yang tidak mengalami kesulitan belajar
tidak berarti terus didiamkan saja, mereka juga perlu mendapatkan
penanganan tersendiri, kalau tidak mereka akan mengalami
penyimpangan karena kepuasan inteklektual mereka tidak terpenuhi.
Layanan bimbingan belajar bagi peserta didik yang tidak mengalami
kesulitan belajar ini lebih dikenal dengan pengajaran pengayaan atau
enrichement .
Berikut ini akan dibahas mengenai pengajaran remedial dan
program pengayaan sebagai bagian dari layanan bimbingan dan
konseling belajar.
1. Pengajaran Remedial dalam Pembelajaran
Pengajaran remedial merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam keseluruhan program pembelajaran. Melalui program pengajaran
remedial guru atau konselor berusaha mebantu peserta didik untuk
mencapai kesuksesan belajar secara optimal. Karena itu guru bidang
studi atau konselor harus mampu melaksanakan program pengajaran
remedial, karena bagaimanapun juga setiap proses pembelajaran di kelas
pasti ada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Pemahaman tentang program pengajaran remedial bagi guru
dan konselor adalah mutlak, maka berikut ini akan dibahas mengenai:
a. Pengertian Pengajaran Remedial
Remedial yaitu bentuk pengajaran yang bersifat kuratif (
penyembuhan) dan atau korektif (perbaikan). Jadi pengajaran
remedial merupakan bentuk khusus pengajaran yang bertujuan
untuk menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang
menjadi penghambat atau yang dapat menimbulkan masalah atau
kesulitan dalam belajar bagi peserta didik. Pengajaran remedial
merupakan pelaksanaan pengajaran khusus yang bersifat individual,

Psikologi Pendidikan ~ 171


yang diberikan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar, agar peserta didik mampu mengikuti pengajaran secara
klasikal sehingga mencapai hasil belajar secara optimal.
Dalam proses pembelajaran guru akan berhadapan dengan
peserta didik yang beraneka ragam kemampuannya, sehingga guru
akan menghadapi peserta didik yang berhasil mencapai prestasi
belajar dengan baik artinya mampu menguasai bahan pelajaran yang
disampaikan guru. Namun ada pula peserta didik yang tidak mampu
mencapai prestasi belajar seperti yang diharapkan dalam arti peserta
didik tidak mampu menguasai bahan belajar secara tuntas. Apabila
peserta didik yang tidak mampu menguasai bahan belajar ini
dibiarkan saja, maka akan mempengaruhi penguasaan bahan belajar
berikutnya, sehingga pembelajaran berikutnya akan semakin banyak
mengalami kesulitan dalam proses pembela-jarannya.
Pelaksanaan pengajaran remedial harus disesuaikan dengan
karakteristik kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Bantuan
yang diberikan lebih menekankan pada usaha perbaikan cara belajar,
cara mengajar, penyesuaian materi pelajaran dengan karakteristik
peserta didik, dan usaha untuk mengatasi hambatan atau
permasalahan yang dihadapi peserta didik. Jadi pengajaran remedial
adalah pengajaran khsusu yang beertujuan untuk memperbaiki atau
mengatasi semua faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar
peserta didik.
Menurut Warkitri dkk. (1990), pengajaran remedial sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran karena:
1) Tidak semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar
sesuai dengan kemamopuannya. Hal ini menunjukkan
adanya peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
2) Adanya kesulitan belajar berarti belum dapat tercapai
perubahan tingkahlaku siswa secara bulat sebagai hasil
belajar.

172 ~Psikologi Pendidikan


3) Untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut diperlukan
suatu teknik bimbingan belajar. Salah satu teknik
bimbingan belajar adalah pengajaran remedial.
Dengan demikian dalam pengajaran remedial guru atau konselor
harus mampu menciptakan situasi yang memungkinkan peserta didik
lebih mampu mengembangkan dirinya. Dalam arti peserta didik
dapat meningkatkan prestasi belajarnya seoptimal mungkin,
sehingga dapat memenuhi kriteria minimal melalui proses interaksi
yang berencana, terorganisasikan, dan terkontrol dengan
memperhatikan kondisi peserta didik serta daya dukung sarana dan
lingkungannya.

b. Tujuan dan Fungsi Pengajaran Remedial


Setelah memahami pengertian pengajaran remedial, maka
berikut ini akan dikemukakan pembahasan tentang tujuan dan fungsi
pengajaran remedial, seperti yang dikemukakan oleh (Warkitri dkk,
1990)
1). Tujuan pengajaran remedial
Secara umum pengajaran remedial bertujuan membantu siswa
mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pengajaran yang
telah ditetapkan dalam kurikulum. Jadi tujuan umum pengajaran
remedial sama dengan tujuan pengajaran reguler. Secara
khusus, tujuan pengajaran remedial adalah membantu siswa
yang mengalami kesulitan belajar agar mencapai prestasi yang
diharapkan melalui proses penyembuhan dalam aspek
kepribadian atau dalam proses belajar mengajar. Dalam
pengajaran remedial siswa dibantu untuk memahami kesulitan
belajar yang dihadapinya. Kemudian dibantu untuk mengatasi
kesulitan tersebut dengan cara memperbaiki cara belajar dan
sikap belajar yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar
secara optimal serta mampu melaksanakan tugas-tugas belajar
yang diberikan oleh guru.

Psikologi Pendidikan ~ 173


2). Fungsi Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan bagian penting dari keseluruhan
proses pembelajaran, mempunyai banyak fungsi dalam proses
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar,
antara lain fungsi korektif, pemahaman, penyesuaian,
pengayaan, akselerasi, dan terapeutik. Untuk lebih jelasnya ikuti
uraian berikut ini:
a) Fungsi korektif, adalah usaha untuk memperbaiki atau meninjau
kembali sesuatu yang dianggap keliru. Pengajaran remedial
mempunyai fungsi korektif, karena dalam pengajaran remedial
dilakukan perbaikan dalam proses pembelajaran. Proses
pembelajaran berkaitan dengan aspek perumusan tujuan,
penggunaan metode mengajar, materi, alat pelajaran, cara
belajar, evaluasi dan kondisi pribadi peserta didik. Karena itu
dalam pengajaran remedial setiap aspek proses pembelajaran
perlu ditinjau untuk mengadakan perbaikan agar mambantu
tercapainya hasil belajar yang optimal. Dalam pelaksanaannya
tidak semua aspek tersebut diperbaiki, hal ini bergantung pada
jenis dan sifat kesulitan yang dialami peserta didik.
b) Fungsi pemahaman. Dalam proses pengajaran remedial terjadi
proses pemahaman terhadap pribadi peserta didik, baik dari fihak
guru, pembimbing mupun peserta didik itu sendiri. Dalam
pengajaran remedial guru berusaha membantu peserta didik
untuk memahami dirinya dalam hal jenis dan sifat kesulitan
yang dialami, kelemaham dan kelebihan yang dimilikinya.
Pemahaman terhadap kesulitan yang dialami membantu peserta
didik dalam mengubah dan memperbaiki cara belajar, memilih
materi dan fasilitas belajar, sehingga pada akhirnya peserta didik
dapat melaksanakan tugas-tugas belajarnya dengan baik.
c) Fungsi penyesuaian. Dalam pengajaran remedial peserta didik
dibantu untuk belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuan
yang dimilikinya sehingga tidak merupakan beban bagi peserta
didik. Penyesuaian beban belajar memberikan peluang kepada

174 ~Psikologi Pendidikan


peserta didik untuk memperoleh prestasi belajar yang baik.. Hal
ini selanjutnya akan menjadi pendorong untuk belajar lebih giat,
karena mereka merasa mampu menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya.
d) Fungsi pengayaan. Dalam pengajaran remedial guru berusaha
membantu peserta didik mengatsi kesulitan belajar dengan
menyediakan atau menambah berbagai materi pengajaran yang
tidak atau belum disampikan dalam pengajaran biasa. Di
samping itu penggunaan metode mengajar serta alat pelajaran
dikembangkan agar peserta didik memperoleh hasil yang lebih
mendalam tentang bahan pengajaran tersebut. Hal ini
merupakan suatu pengayaan dalam proses pembelajaran.
e) Fungsi akselerasi. Akselerasi adalah usaha mempercepat
pelaksanaan proses pembelajaran dalam arti menamah waktu
dan materi pengajaran untuk mengejar kekurangan yang dialami
peserta didik. Jadi dalam pengajaran remedial guru
memeprcepat pengajaran dengan menambah frekuensi
pertemuan dan materi pengajaran.
f) Fungsi terapeutik. Pengajaran remedial mengandung unsur
terapeutik, karena secara langsung atau tidak langsung berusaha
menyebuhkan beberapa gangguan atau hambatan kepribadian
peserta didik. Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
kemungkinan dapat mengalami hambatan kepribadian, sehingga
dengan membantu mengatasi kesulitan belajar berarti mengatasi
hambatan kepribadian dan sebaliknya.

c. Pendekatan dan Metode Pengajaran Remedial


Pengajaran remedial merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam keseluruhan program pembelajaran, maka kita perlu memahami
berbagai pendekatan dan metode pengajaran remedial.
1). Pendekatan pengajaran remedial

Psikologi Pendidikan ~ 175


Pendekatan pengajaran remedial dibedakan menjadi tiga, yaitu
pendekatan yang bersifat kuratif, preventif, dan pengembangan.
a). Pendekatan kuratif dalam pengajaran remedial.
Pendekatan ini dilakukan setelah program pembelajaran yang
pokok selesai dilaksanakan dan dievaluasi, guru akan
menjumpai beberapa bagian dari peserta didik yang tidak
mampu menguasai seluruh bahan yang telah disampaikan.
Dalam hal ini guru harus mengambil sikap yang tepat untuk
memberikan layanan bimbingan belajar yang disebut dengan
pengajaran remedial. Sedang peserta didik yang hampir
berhasil dan yang berhasil dapat diberikan layanan pengajaran
pengayaan atau diarahkan ke program pembelajaran yang
lebih tinggi.
Pelaksanaan pendekatan kuratif dilakukan dengan
pengulangan, pengayaan dan pengukuhan, serta percepatan.
(1). Pengulangan (repetition), dapat dilakukan setiap akhir
jam pertemuan, akhir unit pelajaran atau setiap pokok
bahasan. Pelaksanaannya secara individual atau
kelompok. yang dapat diatur sebagai berikut:
Apabila hampir seluruh peserta didik mengalami kesulitan
yang sama, pengulangan dapat dilakukan pada jam
pertemuan kelas biasa dengan cara menerangkan
kembali bahan pelajaran dengan lebih jelas, atau dengan
memberikan latihan-latihan soal, yang selanjutnya diadakan
evaluasi lagi untuk mengetahui peningkatannya.
Apabila yang mengalami kesulitan belajar hanya
sebagian kecil dari seluruh peserta didik, pengulangan
dapat dilakukan pada jam pelajaran tambahan (jam
tertentu), atau dapat pula dengan cara memberikan
pekerjaan rumah dan diperiksa oleh guru.
Disamping itu diadakan kelas remedial bagi peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar dengan dibimbing oleh
guru bidang studi sampai peserta didik mancapai tingkat

176 ~Psikologi Pendidikan


penguasaan tertentu, yang selanjutnya digabung kembali
dengan teman-teman di kelasnya.
(2).Pengayaan dan pengukuhan (enrichment dan
reinforcement):
Layanan pengayaan ditujukan kepada peserta didik
yang mempunyai kelemah-an ringan dan secara
akademik mungkin peserta didik tersebut cerdas.
Program pengayaan ini dapat dilakukan dengan
memberikan tugas rumah atau tugas yang dikerjakan di
kelas pada saat pelajaran berlangsung.
(3). Percepatan (acceleration):
Layanan percepatan ini diberikan kepada peserta didik
yang berbakat tetapi menunjukkan kesulitan psikososial.
Pelaksanaan percepatan ini ada dua macam. Pertama,
bagi peserta didik yang berbakat dapat dinaikkan pada
kelas yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuannya,
tetapi status atau tingkat kelasnya tetap sama dengan
teman-teman seangkatannya
b). Pendekatan preventif dalam pengajaran remedial
Pendekatan preventif diberikan kepada peserta didik yang diduga
akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan program yang
akan ditempuh. Pendekastan preventif ini bertolak dari hasil
pretes atau evaluasi reflektif. Berdasarkan hasil pretes ini guru
dapat mengkla-sifikasikan kemampuan peserta didik menjadi
tiga golongan, yaitu peserta didik yang diperkirakan mampu
menyelesaikan program sesuai waktu yg disediakan, peserta
didik yang diperkirakan akan mampu menyelesaikan program
lebih cepat dari pada waktu yang ditetapkan, dan peserta didik
diperkirakan akan terlambat atau tidak dapat menyelesaikan
program sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan penggolongan tersebut maka teknik
layanan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Psikologi Pendidikan ~ 177


(1). Kelompok belajar homogen: Dalam kelompok ini
peserta didik diberi pelajaran, waktu dan tes yang
sama.
(2). Layanan Individual: pengajaranm disesuaikan dengan
keadaan peserta didik, sehingga setiap peserta didik
mempunyai program tersendiri. Mereka bebas belajar,
tetapi terikat oleh waktu yang telah ditetapkan, karena
mereka harus mengikut tes sumatif yang telah
ditetapkan.
(3).Layanan pengajaran dengan kelas khusus: peserta
didik mengikuti program pembelajaran yang sama
dalam satu kelas. Bagi peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam bidang tertentu disediakan kelas
khusus remedial. Dan bagi yang cepat belajarnya
disediakan paket program pengayaan. Setelah selesai,
mereka kembali ke dalam kelompok semula untuk
mengikuti pembelajaran bersama dengan teman-
teman sekelasnya.

c). Pendekatan pengembangan dalam pengajaran remedial


Pengajaran remedial yang bersifat pengembangan merupakan
upaya diagnostik yang dilakukan guru selama berlangsungnya
pembelajaran. Sasarannya agar peserta didik dapat segera
mengatasi hambatan-hambatan yang dialami selama mengikuti
pembelajaran. Dengan bantuan atau bimbingan selama
pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat menyelesaikan
program secara tuntas sesuai dengan criteria keberhasilan yang
ditetapkan.

2). Metode Pengajaran Remedial.


Metode pengajaran remedial merupakan metode yang
dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan kesulitan
belajar mulai dari langkah identifikasi kasus sampai dengan

178 ~Psikologi Pendidikan


langkah tindak lanjut. Metode yang dapat digunakan dalam
pelaksanaan pengajaran remedial yaitu:
a). Metode pemberian tugas: metode ini dilaksanakan
dengan cara memberi tugas atau kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar. Jenis dan sifat tugas yang diberikan harus
disesuaikan dengan jenis, sifat, dan latar belakang
kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Tugas
dapat diberikan secara individual ataupun kelompok.
Agar tugas yang diberikan kepada peserta didik betul-
betul dapat memperbaiki kesulitan belajar, maka tugas
tersebut harus dirancang secara baik dan terarah, ada
petunjuk cara mengerjakan, ada patokan penilaian
pengerjaan tugas. Penilaian dilakukan secara cermat
setelah tugas selesai, sehingga kemajuan yang dicapai
oleh peserta didik dapat diketahui. Dengan metode
pemberian tugas, peserta didik akan lebih memahami
keadaan dirinya, dapat memperluas bahan yang
dipelajari, dapat memperbaiki cara belajarnya. Hal ini
akan membantu meningkatkan prestasi belajar siswa.
b). Metode diskusi
Diskusi adalah suatu bentuk interaksi antarindividu
dalam kelompok untuk membahas suatu masalah.
Diskusi digunakan dalam pengajaran remedial untuk
memperbaiki kesulitan belajar dengan memanfaatkan
interaksi antarindividu dalam kelompok. Dalam kelompok
itulah peserta didik saling membantu dalam mengenal
dirinya, kesulitan yang dialami, memecahkan masalah,
mengembangkan kerjasama antar pribadi,
menumbuhkan kepercayaan diri dan memupuk rasa
tanggung jawab.

Psikologi Pendidikan ~ 179


c). Metode tanya-jawab
Tanya jawab dalam pengajaran remedial dilakukan
dalam bentuk dialog antara guru dengan peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar. Tanya jawab
dilakukan secara individual maupun secara kelompok
dengan peserta didik. Dalam pelaksanaannya seorang
guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar dan satu atau dua peserta
didik yang tidak mengalami kesulitan belajar untuk
membantu memecahkan masalah. Suasana tanya jawab
hendaknya diusahakan agar menyenangkan, terbuka,
penuh pemahaman, dan menggunakan tanya jawab
yang bersifat terapeutik. Keuntungan metode Tanya
jawab ini ialah terciptanya hubungan yang akrab antara
guru dan peserta didik, meningkatkan pemahaman diri
bagi peserta didik, meningkatkan mtovasi dan
menumbuhkan harga diri peserta didik.
d). Metode kerja kelompok
Kerja kelompok dalam pengajaran remedial diusahakan
agar terjadi interaksi diantara anggota dalam kelompok.
Kelompok sebaiknya hiterogen artinya dalam satu
kelompok terdiri dari pria dan wanita, peserta didik yang
tidak berkesulitan dan peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar. Metode kerja kelompok ini dapat
meningkatkan pemahaman diri masing-masing anggota,
minat belajar dan rasa tanggung jawab peserta didik.
e). Metode tutor sebaya
Tutor sebaya ialah peserta didik yang ditunjuk untuk
membantu temannya atau peserta didik lainnya yang
mengalami kesulitan belajar. Peserta didik yang ditunjuk
menjadi tutor sebaya harus memiliki kemampuan
akademik atau penguasaan materi pelajaran dan
memiliki keterampilan untuk membantu orang lain. Hal-

180 ~ P s i k o l o g i P e n d i d i k a n
hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
peserta didik yang akan dijadikan tutor sebaya:
(1) Mendapat persetujuan dari peserta didik yang
mengikuti program perbaikan, sehingga peserta
didik tidak merasa takut atau enggan bertanya
kepadanya.
(2) Mempunyai prestasi akademik yang baik, kreatif
dan dapat mene-rangkan bahan perbaikan yang
dibutuhkan oleh peserta didik yang mengikuti
program perbaikan.
(3) Tidak sombong, sabar, telaten, hubungan
sosialnya bagus, tidak pelit, dan suka menolong
sesama teman.
f). Metode pengajaran individual
Pengajaran individual dalam pengajaran remedial yaitu
proses pembe-lajaran yang hanya melibatkan seorang
guru dan seorang peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar. Metode ini sangat intensif karena
pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kesulitan
dan kemampuan peserta didik. Dengan demikian metode
pengajaran individual, pelayanan pembelajaran-nya akan
berbeda-beda diantara peserta didik yang satu dengan
yang lainnya. Pengajaran individual dalam pengajaran
remedial bersifat penyembuhan artinya memperbaiki
cara belajar, dengan mengulang bahan pelajaran yang
telah diberikan atau latihan mengerjakan soal atau
mungkin memberikan materi yang baru. Dalam hal ini
guru dituntut memiliki kemampuan membimbing, sabar,
telaten, sikap menerima, memahami keadaan peserta
didik, bertanggung jawab dan mempunyai wawasan luas
yang berkaitan dengan permasalahan berlajar peserta
didik. Disamping itu guru harus memiliki kamampuan

Psikologi Pendidikan ~ 181


untuk menciptakan suasana hubungan yang baik dengan
peserta didik dalam proses pengajaran remedial.

d. Pelaksanaan Pengajaran Remedial


Seperti yang telah dikemukakan oleh Warkitri dkk. (1990)
bahwa untuk melaksanakan pengajaran remedial harus mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
1). Penelaahan kembali kasus.
Langkah ini merupakan langkah penting sebagai titik
tolak krgiatan selanjutnya.. Langkah ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran yang jelas tentang kasus yang
dihadapi dan kemungkinan pemecahannya. Dalam langkah
ini guru diharapkan memperoleh gambaran tentang peserta
didik yang perlu mendapatkan layanan, tingkat kesulitan
yang dialami peserta didik, letak terjadinya kesulitan, bagian
ranah yang mengalami kesulitan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik.

2). Pemilihan alternatif tindakan


Berdasarkan temuan dan uraian pada langkah
pertama, maka dapat disimpulkan karakteristik kasus atau
permasalahan dan alternatif pemecah-annya. Karakteristik
kasus atau permasalahan yang dihadapi peserta didik dapat
digolongkan menjadi kasus yang berat, cukup berat dan
ringan. Kasus yang ringan yaitu apabila peserta didik belum
menemukan cara belajar yang baik.Kasus yang cukup berat
yaitu bila peserta didik telah mampu menemukan cara
belajar tetapi belum berhasil karena hambatan psikologis.
Kasus dikatakan berat bila siswa belum mampu meneukan
cara belajar yang baik dan memiliki hambatan emosional
Selanjutnya atas dasar karakteristik kasus yang ada,
maka guru harus memikirkan alternatif tindakan
pemecahannya.

182 ~Psikologi Pendidikan


(a) Apabila kasusnya ringan, tindakan yang ditempuh
adalah pemberian pengajaran remedial.
(b) Apabila kasusnya cukup berat atau berat, maka
sebelum melaksanakan pengajaran remedial,
peserta didik harus diberi layanan konseling untuk
mengatasi hambatan emosional yg mempengaruhi
kegiatan belajarnya.
3). Pemberian layanan khusus
Layanan khusus di sini maksudnya adalah layanan konseling,
yang bertujuan agar peserta didik yang mengalami kasus
atau permasalahan terbebas dari hambatan emosional,
sehingga dapat mengikuti pembelajaran secara wajar
Berikut ini kasus atau permasalahan peserta didik dan cara
mengatasi yang dapat ditangani oleh guru bidang studi:
a). Kasus kurang motivasi dan minat belajar, cara
mengatasinya: menghindar-kan peserta didik dari
pertanyaan-pertanyaan negative yang dapat
melemahkan semangat belajar, termasuk memarahi,
merendahkan, dan membandingkan dengan orang lain
yang lebih sukses. Disamping itu perlu diciptakan
suasana kompetitif yang sehat, mendorong agar lebih
berhasil dalam belajar pada waktu-waktu berikutnya,
memberikan hukuman yang bijaksana bila terjadi
kealpaan dan memberi hadiah baik verbal maupun
nonverbal atau material dan nonmaterial bila
memperoleh kesuksesan.
(b) Kasus sikap negatif terhadap guru, cara mengatasinya
dengan cara menciptakan hubungan yang akrab antara
guru dengan peserta didik dan antara peserta didik
dengan peserta didik lainnya, memberikan pengalaman
yang menyenangkan dan menciptakan iklim atau
suasana sosial yang sehat dalam kelas.

Psikologi Pendidikan ~ 183


(c) Kasus kebiasaan belajar yang salah, cara mengatasinya
menunjukkan cara belajar yang salah, memberikan
kesempatan untuk berlatih dan belajar dengan pola-pola
bel;ajar yang baru.
(d) Kasus ketidakcocokan antara keadaan pribadi dengan
lingkungan dan program studinya, cara mengatasinya
dengan cara memberikan layanan informasi tentang
pemilihan program studi dan cara belajarnya serta
prospek dari program studi yang dipilih oleh peserta
didik.

Untuk menilai keberhasilan langkah ketiga ini dapat


dilihat indikator-indikator berikut ini:
a. Menunjukkan minat untuk mencari pemecahan
masalahnya.
b. Menunjukkan kesediaan kerja sama dengan
pembimbing atau konselor.
c. Adanya sikap terbuka karena ketegangan mulai
berkurang
d. Mulai menmyadari masalahnya secara realistic.
e. Menunjukkan sikap positif dalam memilih langkah
pemecahan berikutnya.
f. Menunjukkan kesediaan utk mengadakan
penyesuaian terhadap lingkungan.

4). Pelaksanaan pengajaran remedial


Setelah langkah ketiga terpenuhi, selanjutnya pelaksanaan
pengajaran remedial. Adapun sasaran pokok langkah ini
adalah meningkatkan prestasi dan kemampuan peserta didik
dalam menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh guru.

184 ~Psikologi Pendidikan


5). Pengukuran kembali hasil belajar
Setelah pengajaran remedial selesai, selanjutnya diadakan
pengukuran terhadap perubahan pada diri peserta didik yang
bersangkutan. Pengukuran ini untuk mengetahui kesesuaian
antara rencana dengan pencapaian hasil yang diperolehnya.

6). Re-avaluasi dan re-diagnostik.


Hasil pengukuran pada langkah kelima ditafsirkan dengan
menggunakan cara dan kriteria seperti pada proses
pembelajaran yang sesungguhnya. Hasil penafsiran tersebut
akan menghasilkan tiga kemungkinan sebagai berikut:
a) Peserta didik menunjukkan peningkatan prestasi dan
kemampuan penyesuaiannya mencapai kriteria keberhasilan
minimum seperti yg diharapkan.
b) Peserta didik menunjukkan peningkatan prestasi dan
kemampuan penye-suaian dirinya, tetapi belum sepenuhnya
memadai kriteria kebehasilan minimum yang diharapkan.
c) Peserta didik menunjukkan perubahan yang berarti, baik
dalam prestasinya maupun kemampuan penyesuaian
dirinya.

Sebagai tindak lanjut dari pengajaran remedial ini ada


tiga kemungkinan kegiatan yang harus ditempuh guru yaitu:
a) Bagi peserta didik yang berhasil, diberi rekomendasi
untuk melanjutkan ke program pembelajaran utama
tahap berikutnya.
b) Bagi peserta didik yang belum sepenuhnya berhasil,
sebaiknya diberi pengayaan dan pengukuhan prestasi
sebelum diperkenankan melanjutkan ke program
selanjutnya
Bagi peserta didik yang belum berhasil, sebaiknya
dilakukan rediagnostik untuk mengetahui letak
kelemahan, kesalahan atau kekurangan pengajaran

Psikologi Pendidikan ~ 185


remedial yang telah dilakukan., sehingga mungkin perlu
adanya ulangan dengan alternatif yang sama atau
alternatif yang lain.

2. Program Pengayaan dalam Pembelajaran


Dalam proses pembelajaran guru disamping menemukan peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar dalam arti kurang menguasai
bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, akan menjumpai pula peserta
didik yang cukup menguasai bahan, tetapi ada pula peserta didik yang
mampu menguasai bahan pelajaran yang telah diberikan oleh guru.
Bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar atau kurang
menguasai bahan pelajaran yang telah diberikan oleh guru cara
mengatsinya dengan pengajaran remedial seperti yang telah dibahas di
atas, namun bagi peserta didik yang mempunyai kemampuan akademik
yang tinggi yang berarti tidak mengalami kesulitan belajar juga perlu
mendapat penanganan tersediri, yang dikenal dengan program
pengayaan dengan harapan peserta didik akan memperoleh kepuasan
intelektual. Karena itu pada bagian ini akan dibahas mengenai program
pengayaan dalam pembelajaran.
a. Pengertian Program Pengayaan
Program pengayaan dalam pembelajaran merupakan
kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik yang memiliki
kemampuan akademik yang tinggi yang berarti mereka adalah
peserta didik yang tergolong cepat dalam menyelesaikan tugas
belajarnya. Peserta didik yang tergolong cepat menyelesaikan
tugas belajarnya ini berarti akan banyak mempunyai waktu
kosong. Waktu kosong ini apabila tidak dimanfaatkan atau diisi
dengan kegiatan yang konstruktif, maka peserta didik ini akan
melakukan kegiatan yang distruktif misalnya mengganggu
teman-temannya yang belum menyelesaikan tugas belajarnya,
keluar kelas dengan berbagai alasan, bahkan sering mbolos atau
tidak masuk sekolah.

186 ~Psikologi Pendidikan


Mereka beranggapan bahwa tidak ikut pelajaran dapat
mengerjar letinggalannya, tetapi apabila hal ini berlarut-larut
akan merugikan mereka sendiri, akhirnya mereka akan
mengalami kesulitan belajar pula. Oleh karena itu peserta didik
yang mempunyai kemampuan akademik yang tinggi ini, waktu
kosong yang mereka miliki harus diisi dengan kegiatan yang
konstruktif misalnya membantu mengajari temanya yang
mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, disuruh mencari
berita dalam koran yang penting diketahui oleh peserta didik,
atau memberikan bacaan yang menunjang pelajaran atau
mempelajari bab berikutnya.
Kegiatan untuk mengisi kelebihan waktu bagi peserta
didik yang cepat menyelesaikan tugas belajarnya ini disebut
dengan program pengayaan.

b. Tujuan Program Pengayaan.


Dalam proses pembelajaran, bagi peserta didik yang
cepat menyelesaikan tugas belajarnya akan mempunyai
kelebihan waktu. Kelebihan waktu ini apabila tidak dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya justru akan merugikan dirinya sendiri,
seperti pepatah atau ajaran agama mengatakan “Waktu
bagaikan pedang, apabila mereka mampu
menggunakannya maka mereka akan selamat, tetapi
apabila mereka tidak mampu menggunakannya maka
pedang itu akan melukai dirinya sendiri”. Memperhatikan
ajaran ini maka pemanfaatan waktu kosong harus diperhatikan
dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.
Karena itu peserta didik yang cepat menyelesaikan tugas
belajarnya, akan banyak mempunyai kelebihan waktu. Kegiatan
untuk mengisi kelebihan waktu bagi peserta didik yang cepat
menyelesaikan tugas belajarnya ini dimaksudkan agar peserta
didik:

Psikologi Pendidikan ~ 187


1) Lebih menguasai bahan pelajaran dengan cara peserta
didik disuruh membuat ringkasan tentang materi mata
pelajaran yang telah disampaikan oleh guru, menjadi
tutor sebaya yaitu mengajari temannya yang belum
selesai tugasnya.
2) Memupuk rasa sosial karena perserta didik ini diminta
membantu temannya yang belum selesai tugas
belajarnya.
3) Menambah wawasan peserta didik yang berkaitan
dengan mata pelajaran yang diberikan guru dengan cara
membaca surat kabar, atau buku-buku di perpustakaan
dan sumber-sumber belajar lainnya.yang relevan dengan
mata pelajaran yang sedang diikuti.
4) Memupuk rasa tanggungjawab peserta didik dengan cara
melaporkan atau menyampaikan informasi yang
diperoleh melalui mambaca surat kabar atau buku-buku
di perpustakaan atau sumber informasi lainnya kepada
teman-temannya.

c. Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Program Pengayaan


Untuk melaksanakan program pengayaan, guru harus
menentukan kegiatan pengayaan yang tepat bagi peserta didik yang
cepat menyelesaikan tugas belajarnya, karena itu guru harus
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1) Faktor anak atau peserta didik: bagi guru atau pendidik
harus menyadari dan memahami bahwa peserta didik
disamping mempunyai beberapa kesamaan tetapi juga
mempunyai perbedaan-perbedaan yang sifatnya individual.
Karena itu dalam memberikan kegiatan pengayaan harus
memperhatikan sifat-sifat individual peserta didik misalnya
bakat, minat, hobbi dan keterampilan yang dimiliki peserta
didik.

188 ~Psikologi Pendidikan


2) Faktor kegiatan pengayaan: kegiatan pengayaan yang
diberikan oleh guru harus menunjang pengembangan
peserta didik secara optimal. Dalam hal ini kegiatan
pengayaan jangan sampai merugikan, menyusahkan,
memberatkan, dan menimbulkan kesulitan peserta didik.
Tetapi kegiatan pengayaan harus bermanfaat bagi peserta
didik dalam menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan
pembentukkan kepribadiannya.

3) Faktor waktu: kegiatan pengayaan untuk mengisi waktu


yang dimiliki peserta didik yang cepat menyelesaikan tugas
belajarnya sangat bervariasi, ada yang 25 menit, ada yang
15 menit dan sebagainya. Dalam hal ini guru harus memilih
kegiatan pengayaan yang tepat sesuai dengan waktu yang
tersedia bagi setiap peserta didik. Kenyataan ini menuntut
kemampuan dan kreativitas guru dalam mempersiapkan
kegiatan pengayaan.

d. Pelaksanaan Program Pengayaan


Program pengayaan dalam proses pembelajaran berisi kegiatan
pengayaan yang diperuntukkan bagi peserta didik yang cepat
menyelesaikan tugas belajarnya, karena mereka mempunyai kelebihan
waktu. Kegiatan pengayaan diberikan oleh guru bidang studi bersamaan
dengan pembelajaran bagi peserta didik yang sedikit kesulitan dan yang
mengalami kesulitan belajar. Apabila peserta didik yang sedikit kesulitan
belajarnya dan yang mengalami kesulitan belajar sudah menyelesaikan
tugas belajarnya sesuai dengan yang diharapkan, maka kegiatan
pengayaan dihentikan.
Selanjutnya seluruh peserta didik mengikuti pelajaran berikutnya
secara bersama-sama. Agar kegiatan pengayaan terlaksana dengan baik,
maka materi yang akan diberikan dan bentuk kegiatannya harus
dipersiapkan terlebih dahulu. Materi pengayaan harus disesuiakan
dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan di kelas, karena

Psikologi Pendidikan ~ 189


kegiatan pengayaan merupakan kegiatan untuk memperdalam materi
pelajaran bukan untuk menambah konsep baru. Kegiatan pengayaan
yang diberikan guru dapat disimak pada uraian tentang tujuan program
pengayaan.

H. Rangkuman
1. Dalam proses pembelajaran guru akan menjumpai peserta didik
yang cepat, cukup dan lamban menangkap materi pembelajaran.
Untuk itu guru harus memperhatikan kemampuan peserta didik
secara individual, agar dapat membantu peserta didik secara
optimal sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.

2. Kenyataan dalam praktik pembelajaran guru sering menjumpai


peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Karena itu guru
dituntut memiliki kemampuan mengenali peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar dan mencari factor penyebab
kesulitan belajar, yang selanjutnya memahami teknik untuk
membantu mengatasi kesulitan belajar yang dialami peserta
didik.

3. Guru harus mampu mengenali peserta didik yang mengalami


kesulitan belajar. Adapun cirri-ciri peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar antara lain prestasi belajarnya rendah, lamban
dalam mengerjakan tugas, terlambat menyelesaikan tugas,
sikapnya acuh dan tidak terarah, berperilaku menyimpang, dan
emosional.

4. Guru harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses


dan hasil belajar, karena kesulitan belajar akan bersumber pada
faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.

5. Setelah memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan


hasil belajar, diharapkan guru mampu membantu mengatasi

190 ~Psikologi Pendidikan


kesulitan belajar yang dialami peserta didik dengan program
pengajaran remedial dan program pengayaan bagi peserta didik
yang tidak mengalami kesulitan belajar.

I. Tugas dan Latihan


1. Tugas dalam kelompok kecil (4-5 orang)
a. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
b. Mengenali ciri-ciri peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar

2. Latihan soal
a. Jelaskan kedudukan diagnosis kesulitan belajar dalam proses
pembelajaran.
b. Mengapa seorang guru dituntut harus mampu melakukan
pengajaran remedial dan program pengayaan ?
c. Jelaskan fator-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar peserta didik
d. Jelaskan langkah-langkah atau prosedur diagnosis kesulitan
belajar
e. Jelaskan kegiatan-kegiatan pengajaran remedial dan
program pengayaan.

B. Daftar Pustaka

Bimo Walgito. (1980). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.


Yogyakarta: Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:


Depdikbud, Dirjen PT
.
Fontana, D. (1986). Psychology for Teachers. London: Mac. Millan
Publisher Ltd

Psikologi Pendidikan ~ 191


Good Thomas L. Brophy Jere E. (1980). Educational Psychology, A
Realistic Approach. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Noehi Nasution, dkk. (1992). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud


PPTKPT.

Sugihartono. (1982). Pokok-Pokok Bimbingan dan Konseling di Seklolah.


Yogyakarta: P3T IKIP Yogyakarta.

Suharsimi Arikunto.(1986). Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah


Pendekatan Evaluatif. Jakarta: Rajawali

Sumadi Suryobrata. (1984). Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali..

Warkitri, dkk. (1990). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta.


Depdikbud. UT.

192 ~Psikologi Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai