Analisis Kebijakan Pendidikan Kajian Teoritis Eksploratif Dan APlikatif PDF
Analisis Kebijakan Pendidikan Kajian Teoritis Eksploratif Dan APlikatif PDF
CP.PK003-2018
ISBN: 978-602-51920-9-8
Cetakan pertama, Desember 2018
Diterbitkan oleh:
CV CENDEKIA PRESS
NIB: 8120107982776
Komp. GBA Barat Blok C-4 No. 7 Bandung
Email: penerbit@cendekiapress.com
Website: www.cendekiapress.com
Anggota IKAPI
Pengantar v
Daftar Isi
Pengantar — iii
Daftar Isi — vii
Daftar Gambar — xi
Daftar Tabel — xiii
Daftar Isi ix
Bab VIII Kebijakan Pengelolaan Guru Sekolah Dasar (Studi
Kasus Kebijakan Pendidikan di Kabupaten Gorontalo
Provinsi Gorontalo)
A. Kebijakan Pengelolaan Guru Sekolah Dasar — 161
B. Kebijakan Riset Pengelolaan Guru Sekolah Dasar — 166
C. Kebijakan Pengelolaan Guru Sekolah Dasar di Kabupaten
Gorontalo — 168
D. Kesimpulan dan Saran — 178
Daftar Pustaka — 179
Lampiran — 283
Glosarium — 287
Tentang Penulis — 291
Konsep Dasar
Analisis Kebijakan Pendidikan
1. Kebijakan (Policy)
Istilah kebijakan (policy) seringkali diterjemahkan
dengan politik, aturan, program, keputusan, undang-
undang, peraturan, konvensi, ketentuan,kesepahaman, dan
rencana strategis lainnya. Beragam pandangan tentang istilah
kebijakan, Stephen J. Ball (2012) menyatakan policy as text
and discourse yang menarik untuk dielaborasi. Misalnya
penggunaan istilah diberbagai Negara yang beragam di
Inggris, policy berarti kebijakan; Latin politia, berarti politik;
Yunani, polis berarti Negara, Sanskrit, Pur berari kota; (Ali
Imron, 1996).
Ditelusuri lebih mendalam, kebijakan (policy) dalam
kamus bahasa Inggrís diartikan sebagai: 1) plan of action,
esp. one made by government, business company, etc; 2).
wise, sensible conduct. Dalam an English Reader’s Dictionary,
konsep policy diartikan sebagai; 1) a course of conduct based
on principle or advisability; 2) a contract of Insurance; 3) a form
of lottery (AS Hornby and EC Parnwell, 1969). Melengkapi
pemahaman kita tentang konsep kebijakan bisa merujuk pada
the new American Webster Dictionary, menjelaskan kebijakan
(policy) didefenisikan sebagai 1) metode pemerintahan
(method of government), sistem penilaian regulasi (system
of regulative measure), tata tertib (course of conduct); 2)
sagacity in management; 3) Dokumen perlindungan/jaminan (a
document containing a contract of insurance in full), Jaminan
kebijakan (insurance policy); 4) sebuah pemainan judi atau a
gambling game (Neufeldt, & Sparks, 2002). Dikomparasikan
dengan definisi kebijakan dalam Tim Revisi Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008), kebijakan dimaknai sebagai
kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, juga di pandang
sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar
rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, juga kepemimpinan
atau cara bertindak pemerintah, organisasi dan/atau sebagai
pernyataan cita-cita, tujuan (goal), prinsip (maksud) sebagai
garis pedoman dalam mencapai sasaran. Pengelompokkan
istilah kebijakan juga beraneka ragam penggunaan, antara
lain: 1) kebijakan as a label for a field of activity, 2) Kebijakan
as an expression of general purpose or desired state of affaers,
3) Kebijakan as specific proposals, 4) Kebijakan as decision of
government, 5)kebijakan as formal authorization, 6) policy as
a programme, 7) Kebijakan as output, 8) policy as a outcome,
9) policy as a theory or model, 10) policy as a process (Hogwood
dan Gun, 1986:13-9).
Keragaman pemahaman dan makna kebijakan di atas
juga ditopang dari perbedaan asal kata kebijakan di Negara-
Isu Utama
Isu Sekunder
Isu Fungsional
Isu Miror
Meta Problem
Tumpukan masalah
yang belum
Pencarian terstruktur Pendefinisian
Masalah Masalah
Pendefinisian dari
meta problem, yakni
Merupakan memilih/mengelom-
SITUASI MASALAH pokkan masalah:
isu publik MASALAH SUBSTANSI 1. Ekonomi
2. Sosial Budaya
3. Politik
4 Lain-lain
MASALAH
FORMAL
Pengendalian Spesifikasi
Masalah substantif
Masalah yang segera akan Masalah
ditangani sesuai
kemampuan
Pemerintah
(Diadaptasi dari pemikiran William N. Dunn, 2015, Public Policy Analysis, New York; Routledge)
Daftar Pustaka
Anders Handerger (2001), Whats is the Policy Problem?
Methodological Challenges in Policy Evaluation, London:
Sage Publication.
Dictionary, Oxford English, Oxford English Dictionary. Retrieved
May, 30, 2008.
Dunn, William N.,(2003), Pengantar Analisis Kebijakan Publik,
Edisi kedua Terjemahan Bahasa Indonesia, Gajah Mada
University Press.
Dunn, William N., (2004) Public Policy Analysis:An Introduction New
Jersey: Pearson Prentice Hall,
Dunn, William. N., (2015). Public policy analysis. Routledge; 711 Third
Avenue, New York USA.
Dwicaksono, A., & Setiawan, D (2013).. Monitoring Kebijakan
dan Anggaran Komitmen Pemerintah Indonesia dalam
Kesehatan Ibu. Bandung: Inisiatif.
Dye, Thomas. R. (1987). Organizing Power for Policy Planning. The
View From the Brookings Institution. Power elites and
organizations.
Fattah, Nanang,. (2013). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset.
Ginanjar , M. Hidayat, (2012) Kebijakan Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) antara Idealis dan Dilematis, Jurnal
Pendidikan Islam STAI Al-Hidayah Bogor;, Vol 1 No 2.
Perumusan Masalah
Analisis Kebijakan Pendidikan
Daftar Pustaka
Anderson, James E.2006. Public Policy Making, Sixth Edition,
Boston: Houghton Mifflin Company.
Berelson, B. (1976). Social science research on population: A review.
Population and Development Review, 219-266.
Cochran, C. L., & Malone, E. F. (2005). Public policy: Perspectives and
choices. United Kingdom, London: Lynne Rienner.
Dunn, William N., (2004) Analisa Kebijakan Publik. (Peny.: Muhadjir
Darwin). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Fattah, Nanang. (2013). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Hanisy, Asmad. (2013). Konsep dasar analisis kebijakan. Al Qodiri:
Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan, 4(1), 48-63.
Hasbullah. (2015), Otonomi Pendidikan:Kebijakan Otonomi Daerah
dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Howlett, M., Ramesh, M., & Perl, A. (2009). Studying public policy:
Policy cycles and policy subsystems (Vol. 3). Oxford:
Oxford University Press.
Implementasi
Kebijakan Pendidikan
TAHAPAN DIMENSI
• Penjabaran Kebijakan
INTERPRETASI
• Komunikasi-Sosialisasi/Diseminasi
1. Bentuk Organisasi Pelaksana Kebijakan
PROSES IMPLEMENTASI
2. Penetapan SOP
3. Penetapan Sumber Daya Keuangan dan
Peralatan
ORGANIZATION 4. Manajemen Pelaksanaan
5. Penyusun Program Kerja
6. Rincian Program Kerja
7. Penyususun Jadwal
PENYEDIA LAYANAN
APPLICATION • Hasil (Outcomes)
• Dampak (Impacts)
Daftar Pustaka
Agustino, Leo. (2006), Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: CV
Alfabeta.
Anderson, James E. (2006), Public Policy Making, Holt Rinehart &
Winston, New York.
Baedhowi. (2004), Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang
Pendidikan: Studi Kasus di Kabupaten Kendal dan Kota
Surakarta, Disertasi Departemen Ilmu Administrasi FISIP
Universitas Indonesia, Jakarta.
Bardach, E. (2006). Policy dynamics. New York: The Oxford handbook
of public policy.
Chustz, M. H., & Larson, J. S. (2006). Implementing change on the
front lines: A management case study of West Feliciana
Paris Hospital. Paris: Public Administration Review, 66(5),
725-729.
Edward III, George C., (1980), Implementation Public Policy,
Washington DC: Congresional Quarter Press.
Evaluasi
Kebijakan Pendidikan
Perundangan-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2015 tentang
Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah.
Bab VI
Sosialisasi
Kebijakan Pendidikan
Daftar Pustaka
Damsar. (2011), Pengantar Sosiologi Politik.Lampung: Kencana
Prenada
Horton, P.B dan C.L. Hunt. (1989). Sosiologi. (terjemahan, jilid 1).
Jakarta: Erlangga
http://lindrilinggar.blogspot.co.id/2014/05/makalah-administrasi-
pendidikan.html diakses tanggal 26 September 2017 pukul
08.23
Irianto, Yoyon Bahtiar, (2012) Kebijakan Pembaruan Pendidikan
(Konsep, Teori dan Model). Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Mead, Geoge Herbert, (1962), Mind, Self and Society, Chicago Charles
W. Morris, Ed: University of Chicago Press.
PNPM Mandiri Perkotaan, (2009), Sosialisasi.htm(http://www.P2Kp.
org/about.asp), diakses 31 Oktober 2009
Rawita, Ino Sutisno. (2013), Kebijakan Pendidikan., Solo: Kurnia
Kalam Semesta.
Sagala, Syaiful, (2009), Administrasi Pendidikan Kontemporer.
Bandung: alfabeta.
Penelitian
Kebijakan Pendidikan
(Sumber: Nugroho, 2009 dalam Sigit Purnomo, 2010 Penelitian Kebijakan Pendidikan)
Pe r b e d a a n l a i n ny a b i s a d i a m a t i d a r i p e l a k u
penelitian (researcher) kebijakan pada dasarnya terdiri
dari kaum akademisi atau ahli yang teruji dalam bidang
metodologi penelitian. Sedangkan analisis kebijakan
pendidikan pelakunya adalah para birokrat pendidikan atau
penyelenggara pendidikan sebagai penyusun kebijakan
sekaligus yang melaksanakan kebijakan itu. Penelitian
diasumsikan sebagai milik peneliti, sedangkan membuat
kebijakan merupakan garapan para birokrat atau politisi.
Kekhasan penelitian kebijakan pendidikan terletak
pada fokusnya, yaitu yang berorientasi pada tindakan untuk
memecahkan masalah pendidikan yang fundamental, jika
tidak diselesaikan akan memberikan efek negatif, diantaranya
fokus pada tema-tema yang menjadi perhatian utama publik,
misal masalah kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan,
anggaran pendidikan, dan sumber daya manusia pendidikan
lainnya. Namun belum ada juga ukuran pasti mengenai luas
atau sempitnya suatu masalah pendidikan yang akan diteliti.
Misal, kualitas pendidikan masih rendah dan dapat dilihat dari
2. Konseptualisasi Studi
Tahapan kedua melakukan konseptualisasi studi adalah
proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada kajian-
kajian kepustakaan yang relevan dari masalah yang diteliti.
Dalam tahapan konseptualisasi studi penelitian kebijakan
pendidikan, informasi yang diperlukan dimanfaatkan
untuk kepentingan: mengembangkan preliminary model
(paradigm penelitian), misalnya masalah pendidikan yang
akan menjadi fokus penelitian, merumuskan pertanyaan
penelitian secara spesifik, c) memilih tenaga peneliti atau
research investigators yang memenuhi kriteria dengan
masalah utama. Tim riset yang mengadakan penelitian dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: 1) tim inti, yang
terdiri atas ketua tim dan anggota peneliti serta asisten peneliti,
2) tenaga pengumpul data atau inumerator dan tenaga lain,
seperti tenaga teknis, tenaga administrasi, petugas lapangan
atau sebutan lain yang relevan.
Secara lebih spesifik, dalam memilih investigators
ada tiga keputusan yang harus dibuat, yaitu: 1) untuk
3. Analisis Teknikal
Bila aktivitas -aktivitas preliminari pada tahap
konseptualisasi studi telah ditempuh dengan baik, berarti
peneliti kebijakan telah sampai kepada tahap siap memutuskan
penyelenggaraan penelitian kebijakan pendidikan dengan
merancang hal-hal teknis. Persoalannya sekarang adalah peneliti
kebijakan mesti bisa menjawab pertanyaan: bagaimana
cara penelitisn kebijakan itu dilaksanakan? Apakah kondisi
dapat dilakukan penelitian kebijakan pendidikan? Selama
kondisi belum memungkinkan, baik dilihat dari kesiapan
peneliti maupun dukungan lingkungan yang kondusif,
Penelitian Kebijakan Pendidikan tidak akan dapat dilakukan
secara baik. Sebelum keputusan penyelenggaraan penelitian
dilakukan, sekali lagi, perlu dipikirkan dengan matang .
Adapun analisis teknikal yang perlu dilakukan mencakup
penggunan metodologi (penjelasan lebih detail ada dalam sub
bahasan berikutnya), analisis data Analisis teknikal adalah
satu fase proses kerja penelitian kebijakan pendidikan yang
melibatkan aktivitas-aktivitas, yang secara analogi sama saja
5. Pelaksanaan Rekomendasi
Mendapatkan hasil dan kesimpulan dari penelitian
kebijakan pendidikan, peneliti dapat menerapkan prinsip
kontrol substansial (Majchrzak, 1984). Sebagian besar
informasi secara tipikal dikumpulkan, dianalisis dan penarikan
kesimpulan, selanjutnya dikomunikasikan dengan pembuat
kebijakan (study user). Untuk itu, peneliti harus dapat
menentukan dua hal, yaitu data apa yang dapat dianalisis
dan dengan teknik apa. Banyak rekomendasi disampaikan
untuk memudahkan peneliti kebijakan untuk menarik atau
menentukan kesimpulan dan hasil penelitian. Rekomendasi
ini harus mendapatkan perhatian serius bagi peneliti
kebijakan, agar hasil, kesimpulan dan rekomendasi studi
menjadi bermakna.
Peneliti kebijakan disarankan dapat menyajikan hasil
riset sesimpel mungkin, agar tidak sulit pahami dan apa yang
tersurat itulah adanya. Sepanjang dimungkinkan, peneliti
kebijakan tidak sekali-kali berusaha mengingkari saran ini.
Sungguhpun study user secara tipikal ingin mengetahui
secara mendalam, hasil studi untuk dapat mengevaluasinya
secara kritis, umumnya masyarakat tidak banyak mengerti tentang
statistik dan istilah-istilah teknisnya. Karena itu peneliti
kebijakan harus banyak memperoleh dan menyajikan hasil
penelitian yang dapat dengan mudah dimengerti oleh orang
kebanyakan atau lay people. Untuk itu, analisis data dapat
dikerjakan dengan cara-cara tertentu. Pertama, analisis data
Daftar Pustaka
Awdhana W., (1997), Metodologi Penelitian, Surabaya: Usaha
Nasional.
Danim, Sudarwan, (2005), Pengantar Studi Penelitian Kebijakan,
Jakarta; Bumi Aksara.
Dunn, William .N. (2003). Analisa Kebijakan Publik. (Peny.: Muhadjir
Darwin). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
James H.Mc Millan and Sally Schumacher, (2001), Research in
Education, United States; Long Man Inc.
Mayer, R.R.& Greenwood, E., (1984). The Design of Social Policy
Research. (terjemahan Sutan Zanti Arbi & Wayan Ardana).
Jakarta: Rajawali.
Nazir, M. (1985). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noeng, M. (2003). Metodologi Penelitian Kebijakan dan Evaluation
Research. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Nugroho, R. (2009). Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Nugroho, Riant. (2011). Publik Policy. Jakarta: Gramedia
Purnama, Sigit (2010), Penelitian Kebijakan Pendidikan (Education
Poliy Research), Makalah disampaikan pada kelas Program
Doktor Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri
Malang, 30 November 2010. UM; Malang
Kebijakan Pengelolaan
Guru Sekolah Dasar
(Studi Kasus Kebijakan Pendidikan
di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo)
5. In service training
In-service pelatihan diterima sebagai metode yang
efektif untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kepercayaan diri secara positif dari guru. lni adalah proses
yang digunakan guru untuk melanjutkan pendidikan setelah
mereka telah menerima sertifikasi dalam mengajar dan
bekerja secara profesional (Locke, 1984). Informasi Jaringan
Pendidikan di Uni Eropa (Eurydice) mendefinisikan pelatihan
sebagai kegiatan dan praktik di mana guru terlibat dalam
Jenis
No Kelebihan Kekurangan
Kebijakan
1 Assesmen Dapat mengetahui jumlah kebutuhan Tidak dapat direalisasikan secara langsung
kebutuhan guru yang dibutuhkan karena harus menunggu proses penganggaran
guru
Memperoleh alternatif pengganti dan Membutuhkan data yang akurat untuk melakukan
solusi mengatasi kekurangan guru proses assesmen
Proses implementasi membutuhkan waktu dan
dana yang cukup lama karena harus survey
kelapangan terlebih dahulu
Membutuhkan ahli dalam melakukan proses
analisis kebutuhan
Tidak semua pihak menerima hasil analisis
2 Multigrade Dapat mengatasi kekurangan jumlah Kemampuan guru belum merata
(kelas guru dan gedung sekolah
rangkap) Dapat menghemat waktu mengajar Membutuhkan pengelolaan waktu yang lebih
efektif
Guru lebih tertantang untuk lebih Membutuhkan kreativitas, inovatif dan
kreatif dalam proses pembelajaran kemampuan guru yang lebih
Tingkat pencapaian kurikulum tidak tuntas
Tidak dapat menghargai perbedaan individu siswa
3 Rolling Kekurangan jumlah guru dapat diatasi Secara geografis sekolah di wilayah saling
teacher berjauhan dan tersebar di beberapa wilayah
Memperoleh guru yang berkualitas Membutuhkan perencanaan yang lebih matang
Membantu guru untuk mencukupi Membutuhkan tenaga yang lebih fit karena
jumlah jam mengajar 24 jam/ harus berpindah-pindah mengajar
peminggu
Dapat meningkatkan kesejahteraan
guru karena memperoleh insentiv
Guru merasa tertantang untuk terus
mengembangkan kompetensinya
Kualitas pendidikan dapat disebarkan
kepada sekolah-sekolah tujuan
Suasana mengajar lebih fresh karena
guru sering berpidah-pindah
4 In-service Meningkatnya kemampuan dan Membutuhkan anggaran yang cukup besar
training kompetensi para guru
Pengelolaannya lebih efektif Kemungkinan akan banyak jam kosong di
sekolah karena ditinggalkan oleh guru untuk
mengikuti kegiatan training
Materi yang diterima tidak berkesinambungan
dan membuat peserta jenuh
Waktu pelaksanaannya sangat terbatas dan
peserta kurang inisiatif
Tidak semua guru memiliki kesempatan untuk
mengikuti kegiataan pelatihan tersebut.
2. Saran
Dari hasil analisis ini disarankan kepada pembuat
kebijakan agar sebelum mengeluarkan kebijakan harus
Daftar Pustaka
Ansar & Masaong. (2009). Asesmen Kebutuhan Guru dan Gedung
pada Pendidikan Dasar (SD/Mi, SMP/MTs) dalam Rangka
wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Gorontalo Provinsi
Gorontalo. Lemlit UNG.
Antoro, Billy. (2010). Sosialisasi SPM Pendidikan Harus Komprehensif.
Jakarta: Depdiknas.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo (2015), Murid,
Guru, dan Rasio Murid-Guru Sekolah Dasar (SD) di
Kabupaten Gorontalo, https://gorontalokab.bps.go.id/
statictable/2016/10/21/122/jumlah-sekolah-murid-guru-
dan-rasio-murid-guru-sekolah-dasar-sd-di-kabupaten-
gorontalo-2015.html (diakses, 4 Oktober 2018)
Baswedan, Anies, (Selasa 22 Desember 2015), Rumitnya Pengelolaan
Guru, Pontianak, Pontianakpost.co.id, diakses 15 April 2017
Bennet, N. O’Hare, E, Lee, J. (1983). Mixed-age classes in pimary
Schools: a Survey of Practice. British Educational Research
Journal 9 (1), 41-56.
Dirjen PMPTK. (2009). Peluncuran Program BERMUTU. Jakarta:
Depdiknas.
Kusumawati, Budi. (2009). Uji Coba Pemerintah Daerah di dalam
Mengelola Pendidik dan Tenaga Pendidik. Dalam Buletin
KKG/MGMP. Jakarta.
Litle, Angela .W. (1995). Multigrade teaching: a review, of research
and practice, Educational Research, serial No. 12 . London,
Overseas Development Administration.
Kebijakan
Desentralisasi Pendidikan
di Era Otonomi Daerah
198
Analisis Kebijakan Pendidikan
Sumber: Lampiran UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Disadari bahwa pemberian kuota yang lebih besar kepada
daerah untuk implementasikan pembangunan dibidang
pendidikan membawah beberapa dampak seperti bidang
perencanaan, adminitrasi, keuangan, kelembagaan, dan
sebagainya. Oleh sebab itu kesiapan daerah untuk bisa
memerankan peran yang lebih besar menjadi pusat dalam
implementasi otonomi pendidikan. Walaupun otonomi
pendidikan merupakan sebuah keharusan, namun dalam
faktanya implementasi otonomi pendidikan terlihat satu
tindakan yang terburu-buru dan kurang siap. Hal ini dapat
terlihat diberbagai persoalan yakni sumber daya manusia
(SDM) daerah, sarana dan prasarana yang kurang memadai,
manajemen pendidikan yang belum optimal dan lain
sebagainya.
Diantara persoalan yang dihadapai pendidikan di
daerah sekarang adalah menyangkut mutu lulusan yang
masih rendah, kekurangan guru dan kualifikasinya yang
tidak sesuai, ketidak merataan penyelenggaran pendidikan,
masalah relevansi, kurikulum dan hal-hal lain sebagainya,
ini merupakan suatu pekerjaan rumah yang cukup berat bagi
pemerintah daerah dalam kerangka pelaksanaan otonomi
daerah. Pemahaman dan komitmen yang kuat dari pemerintah
daerah tentang pendidikan sangat dibutuhkan sebagai upaya
menjawab permasalahan tersebut. Adapun kebijakan nasional
yang menjadi skala prioritas pemerintah mestinya mendapat
perhatian dari sekolah. Dengan demikian sekolah harapkan
memiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masyarakat
maupun pemerintah, karena keduanya merupakan pelaksana
pendidikan di sekolah.
1. Masalah Kurikulum
Dalam konteks desentralisasi pendidikan kurikulum
suatu lembaga pendidikan tidak hanya terdiri dari daftar
mata pelajaran yang diharapkan di dalam suatu jenis dan
jenjang pendidikan. Dalam makna yang luas kurikulum adalah
berisi kondisi yang telah menghasilkan suatu rencana atau
Daftar Pustaka
Abdul, Halim, (2001), Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah
Yogyakarta Penerbit UPP AMP YPKN
Abdulrahman, (1987), Beberapa Pemikiran tentang otonomi Daerah
Jakarta Media Sarana Press
Agrawal, Arun and Jesse Ribot, (2000), Accountability in
Decentralization, A Framework with South Asian and West
African Cases, Yale University: Departemen of Political
Science.
Ary, H. Gunawan, (1986) Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Bina Aksara
Azra, Azyumardi, (2000), Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi
Daerah Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam. Gontor.
ISID
Danuredjo, (1977), Otonomi Indonesia Ditinjau dalam Rangka
Kedaulatan. Jakarta Penerbit Laras.
Analisis Kebijakan
Program Pendidikan untuk
Rakyat (PRODIRA) dalam
Meningkatkan Partisipasi
Orang Tua Siswa dan
Masyarakat
A. Pendahuluan
Pendidikan instrumen penting dalam peningkatan dan
pengembangan sumber daya manusia Indonesia, hal ini tertuang
dalam amanat Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SPN), Pasal (3) fungsi dan tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa dan bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif dan mandiri.
Amanat undang-undang SPN memposisikan pendidikan
sebagai hal strategis. Landasan hukumnya, Undang-undang
Dasar 1945 amandemen IV pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar, negara membiayainya, (4) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) guna
memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan nasional.
Konsekuensinya, Pemerintah mengalokasi dana program
wajib belajar diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47
Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Wajar) adalah program
pendidikan minimal diikuti warga negara Indonesia atas
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal
7 ayat (4) Pemerintah Daerah dapat menetapkan kebijakan
meningkatkan jenjang pendidikan wajib belajar sampai
pendidikan menengah dan, (5) Pemerintah daerah dapat
mengatur pelaksanaan program Wajar, sesuai kondisi daerah
melalui Peraturan Daerah.
Atas dasar itu, Provinsi Gorontalo mengambil langkah
akseleratif, sesuai dengan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Gorontalo 2007-2025
menetapkan visi Gorontalo Maju dan Mandiri, melalui 3
(tiga) misi: 1) mewujudkan ketahanan ekonomi yang handal,
2) mewujudkan sumberdaya manusia yang handal; dan 3)
mewujudkan Pemerintah Daerah yang amanah. Turunannya
diimplementasikan melalui Perda No. 2 Tahun 2012 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Gorontalo 2012-2017, program prioritasnya pendidikan
dilaksanakan sampai tahun 2017, yakni penuntasan wajib belajar
9 Tahun dan rintisan Wajar 12 tahun, ada dalam Peraturan
Gubernur (Pergub) No. 9a Tahun 2012 tentang penyelenggaraan
pendidikan gratis melalui PRODIRA. Secara nasional program
pendidikan gratis di mulai tahun 2013, penganggaran Rintisan
Bantuan Operasional Sekolah (R-BOS) jadi lokomatif Program
Indonesia Pintar (PIP) digagas Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Mulkirom penanggungjawab PIP Kemendikbud
menjelaskan program Wajar 12 tahun secara nasional sudah
diterapkan sejak 2013, pola pendanaannya baru, untuk siswa.
Sejak tahun 2016 anggaran untuk menuntaskan wajib belajar 12
C. Metodologi
Pe n e l i t i a n d i l a k s a n a k a n di P rov i n s i G o ro n t a l o,
pertimbangannya, a) pelaksanaan kebijakan PRODIRA
merupakan program unggulan Pemerintah Provinsi Gorontalo
periode 2012-2017 dan 2017-2022, b) kebijakan PRODIRA ini
dilaksanakan di SMA/SMK/ MA/LB se Provinsi Gorontalo, c)
dukungan pengambil keputusan kebijakan PRODIRA yang
kooperatif dalam memberikan informasi dan data. Penelitian
ini menjangkau instansi terkait berkaitan dengan efektivitas
Sumber: Diolah Peneliti dari Data Primer Dikbudpora dan Kemenag Gorontalo, 2017
Sumber: Analisis peneliti dari data Dikbudpora Provinsi Gorontalo 2017 (lihat portal resmi penerimaan
peserta didik baru (PPDB) SMA Se-Provinsi Gorontalo, http://siap-ppdb.com).
PENGUMPULAN
PENYAJIAN
REDUKSI
KESIMPULAN-KESIMPULAN
Tabel 10.7 Rekapitulasi Hasil Skor Partisipasi Orang Tua Siswa dan
Masyarakat Konteks Budaya Huyula dalam Pembiayaan Pendidikan
Internet
http://edukasi.kompas.com, BOS SMA Dikucurkan, diakses tanggal
9 Oktober 2012.
https://psmk.kemdikbud.go.id, Kemdikbud upayakan wajib belajar
12 tahun melalui PIP, diakses kamis 15 September 2016.
http:// gorontaloprov.go.id, angka rata-rata lama sekolah di
Gorontalo melebih nasional, di akses tanggal 24 September
2017
Glosarium 289
Tentang Penulis