Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS PEMEROLEHAN BAHASA IBU DAN BAHASA KEDUA

MASYARAKAT DI DAERAH WISATA JOGJAKARTA

Oleh : Yeni (1302772) dan Yanti Avianti (1303096)

Abstrak

Penelitian ini menganalisis tentang pemerolehan bahasa ibu dan bahasa kedua yang
digunakan oleh masyarakat Jogjakarta di daerah kawasan wisata Candi Borobudur, Keraton
Jogjakarta, dan Malioboro. Penelitian ini menitikberatkan kepada bahasa ibu dan bahasa
kedua apa yang dikuasai, bagaimana penggunaan dan cara pemerolehan bahasa ibu dan
bahasa kedua tersebut. Berdasarkan penggunaan bahasanya dibedakan menjadi dua yaitu
penggunaan secara aktif dan penggunaan secara pasif. Baik penggunaan secara aktif maupun
pasif digunakan untuk keperluan tertentu misalnya melakukan aktivitas sehari-hari,
berbicara dengan wisatawan asing, dan lain-lain. Selanjutnya, berdasarkan cara pemerolehan
bahasa di sini yaitu apakah mempelajarinya melalui pendidikan formal atau melalui
pendidikan informal. Responden dalam penelitian ini berjumlah lima orang. Berdasarkan
hasil analisis data bahasa ibu yang paling banyak dikuasai adalah bahasa Jawa dan bahasa
kedua yang dikuasai mayoritas bahasa Inggris meskipun penggunaannya ada yang secara aktif
dan ada pula yang pasif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis.
Kata kunci: pemerolehan, bahasa ibu, bahasa kedua

A. Latar Belakang
Istilah pemerolehan bahasa (language acquition) biasanya diikuti oleh kata
pertama atau kedua. Sehingga dikenal istilah pemerolehan bahasa pertama (PB1) atau first
language acquition dan pemerolehan bahasa kedua (PB2) atau second language acquition.
Pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan segala aktifitas seseorang dalam
menguasai bahasa ibunya. Kegiatannya dapat melalui pendidikan formal atau informal.
Untuk istilah formal dan informal ini Harding & Riley (dalam
http://media.diknas.go.id/media/document/5199.pdf) menyebutnya dengan “learning a
language at school atau tutored or classroom acquition” dan “learning a language at

1
home”. Di sisi lain, pemerolehan bahasa kedua biasanya berlangsung setelah
seseorang menguasai atau mempelajari bahasa pertama.
Pemerolehan bahasa asing sebagai bahasa kedua bagi pembelajar dewasa ini bukan
merupakan hal yang mudah karena dalam diri mereka sudah tertanam kaidah bahasa
ibu mereka (B1). Begitu juga dalam pengajaran bahasa asing seperti bahasa Inggris dan
bahasa Jepang ataupun bahasa asing lainnya. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa Inggris
dan bahasa Jepang ataupun bahasa asing lainnya mempunyai tingkat kesulitan yang cukup
tinggi karena mempunyai banyak perbedaan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu
mereka. Sehingga kesulitan bahasa asing ini benar-benar dirasakan oleh pembelajar orang
Indonesia dalam penggunaannya seperti pada tensis, kosakata dan diksi, kata bantu dan
lain-lain. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis bermaksud mengadakan penelitian
pemerolehan bahasa ibu dan bahasa kedua di daerah wisata Jogjakarta.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bahasa ibu dan bahasa kedua apa yang
dikuasai, bagaimana penggunaan dan cara pemerolehan bahasa ibu dan bahasa kedua
tersebut.

C. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini berjumlah lima orang responden yang memiliki profesi
yang berbeda-beda seperti pedagang, guide, dan guru yang rata-rata usinya 20-40 tahun.

D. Cara Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan melalui cara-cara seperti berikut:

1. Menentukan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan selama tiga hari dari tanggal 10-12 Juni 2014.
2. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai pemerolehan bahasa ibu
dan bahasa kedua masyasrakat di daerah wisata Jogjakarta.
3. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini terinci dalam angket yang secara garis
besar meliputi hal-hal sebagai berikut:

2
ANGKET PEMEROLEHAN BAHASA IBU DAN BAHASA KEDUA

Nama Desa/Kampung/Kota/Kabupaten :
Mayoritas bahasa yang dipakai penduduk :
1. Jenis kelamin : 1. Pria 2. wanita
usia tahun
2. Bahasa Ibu : 1. Bali 2. Jawa 3. Minang
5. Indonesia 6. Lain-lain ( )
3. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Bahasa Ibu ( )
2. Bahasa kedua ( )
4. Pendidikan Terakhir :
1. SD 2. SMP 3. SLTA 4. D3 5. S1
6. S2 7. S3 8. Lain-lain ( )
5. Pekerjaan :
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Swasta ( )
3. Wiraswasta ( )
4. Tidak bekerja
5. Lain-lain ( )
6. Bahasa yang digunakan sehari-hari :
1. Bali 2. Jawa 3. Minang 4. Indonesia
5. Lain-lain ( )
7. Bahasa kedua yang dikuasai (aktif/pasif)
1. Bali ( aktif / pasif )
2. Jawa ( aktif / pasif )
3. Minang ( aktif / pasif )
4. Indonesia ( aktif / pasif )
5. Lain-lain ( ) ( aktif / pasif )
8. Bahasa asing yang dikuasai (aktif/pasif)
1. Inggris ( aktif / pasif )

3
2. Belanda ( aktif / pasif )
3. Jerman ( aktif / pasif )
5. Jepang ( aktif / pasif )
6. Lain-lain ( ) ( aktif / pasif )
9. Cara pemerolehan bahasa asing :
Bahasa asing yang dikuasai Bahasa Jepang, Bahasa Inggris
1. Pendidikan non-formal (kursus)
Lama kursus : tahun bulan minggu
2. Pendidikan formal (sekolah)
1. SLTP 2. SLTA 3. D3 4. S1 5. S2 6. S3 7.
Lain-lain ( )
3. Lain-lain ( )
10. Pada saat seperti apa, bahasa kedua itu digunakan ?
1. Berbicara dengan keluarga
2. Melakukan aktivitas sehari-hari
3. Berbicara dengan teman
4. Lain-lain ( )
11. Pada saat seperti apa, bahasa asing itu digunakan ?
1. Berbicara dengan wisatawan asing
2. Menggunakan dalam perkuliahan
3. Berbicara dengan dosen asing
4. Lain-lain ( )
12. Suara Anda dalam mempelajari bahasa kedua/asing.

(Kesulitan, daya tarik dan manfaat)

Kesulitan :
Daya tarik :
Manfaat :

13. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan :

4
E. Metode dan Teknik Penelitian

Untuk menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut, penulis menggunakan


metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui interview. Kemudian
pengolahan datanya dilakukan berdasarkan alur sebagai berikut;
1. Menentukan objek penelitian
2. Melakukan interview dalam bahasa Jawa Halus dan bahasa Indonesia dengan
pertanyaaan yang sudah ditentukan
3. Mentranskripsikan dan menganalisi hasil interview
4. Menyimpulkan hasil penelitian dan membuat laporan

F. Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Pemerolehan Bahasa Kedua


Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam
otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.Untuk dapat melakukan kajian tentang
pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa
dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama (first laguage acquisition) yang biasa
disebut dengan bahasa ibu atau B1 dan pemerolehan bahasa kedua (second laguage acquisition)
yaitu kajian tentang bagaimana pembelajaran mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia
memperoleh bahasa ibunya.
Mengikuti penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia
memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti. Teori pertama
menyebutkan bahwa manusia memperoleh bahasanya secara alami. Teori ini kemudian dikenal
dengan istilah Nativist Theory. Sedangkan teori kedua, menyatakan bahwa manusia memperoleh
bahasa melalaui proses mempelajari, dan teori kedua ini dikenal dengan Learning Theory.

a. Nativist Theory

Nativist Theory adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa
secara alami, teori ini kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopori oleh leneberg
dan chomsky. Hipotesis nurani lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa yang
digunakan anak dalam memperoleh bahasanya yang kemudian dijadikan bahan penelitian oleh
kedua pelopor tersebut. Hasil penelitan tersebut adalah sbb:

a) Semua anak normal akan memperoleh bahasa ibunya asalkan dia dikenalkan dengan
5
bahasa itu.
b) Pemerolehan bahasa tidak ada hubungan nya dengan kecerdasan
c) Kalimat yang digunakan anak cenderung tanpa menggunakan gramatikal, tidak lengkap
dan jumlahnya sedikit.
d) Hanya manusia yang bisa berbahasa.
e) Perkembangan bahasa anak sejalan dengan perkembangan lain.
f) Struktur bahasa sangat rumit, kompleks dan istimewa.
Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir
sudah dibekali genetik untuk berbahasa, maka hipotesis naluri berbahasa merupakan suatu
asumsi yag menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau
dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus dari organisme manusia.
Hipotesis ini menekankan bahwa ada nya suatu benda yang dibawa manusa sejak lahir yaitu
language acquisition device (LAD ). Cara kerja dari LAD ini bisa dijelaskan apabila sejumlah
ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa ditangkap atau diberikan kepada LAD, maka
LAD akan membentuk masukan itu menjadi tata bahasa formal sebagai keluaran.

b. Learning teory

Teori yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari. Teori ini
lahir dari pakar psikologi dari harvard B.f Skiner. Skiner adalah seorang tokoh behaviorisme
yang menyatakan bahasa adalah perilaku verbal. Behaviorisme adalah aliran psikologi yang
mempelajari tentang perilaku yang nyata yang bisa diukur secara objektiv.
Blomfeed dalam bukunya “ language” dalam parera (1986: 80) menerapkan pikiran-pikiran
pokok behaviorisme dalam analias bahasa sebagai berikut:
- Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik.
- Orang harus bisa membedakan antara sesuatu yang mendahului bahasa, bahasa dan
peristiwa yang mengikuti bahasa.
- S r s R
r : merupakan respon pengganti
s : merupakan stimulus pengganti
- Bloom Field lebih menekankan proses mekanisme bahasa bukan proses mentalisme.
Skinner mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi sebagai satu respon berkondisi
terhadap stimulus-stimulus tersembunyi baik yang internal maupun yang eksternal. Hal ini bisa
6
dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam
perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati
oleh manusia. Karena itulah kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajaran bahasa
pengkondisian opera. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dibentuk
oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.
Sebagai penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana seorang
bayi mulai berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem sistem bunyi bahasa ibunya,
semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada didunia ini, akan
tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang
ada pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang
akhirnya dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.

2. Pembelajaran Bahasa

a.Pengertian Pembelajaran Bahasa


Abdoel chaer (2002 : 242) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mengacu pada
hipotesis pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang anak memperoleh bahasa pertamanya
(B1). Pembelajaran bahasa diyakini bahwa bahasa kedua dapat dikuasai hanya dengan proses
belajar, dengan cara sengaja dan sadar. Dalam pemerolehan bahasa kedua beranggapan bahwa
bahasa kedua yaitu sesuatu yang diperoleh baik secara formal dan informal.
Pembelajaran bahasa mengacu pada penguasaan bahasa kedua yang dilakukan secara
formal maupun informal, dan nampaknya pembelajaran bahasa lebih ke pendidikan formal.

b. Tipe Pembelajaran Bahasa


Elis (dalam Chaer 2002 : 242) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu
tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas.
Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan
pembelajaran berlangsung didalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat
billingual dan multi lingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe
naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama yang berlangsung secara
ilmiah, sehingga pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.
Kedua, yang bersifat formal berlangsungdi dalam kelas dengan guru, materi dan alat-alat
yang sudah dipersiapkan, pembelajaan bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau
7
sadar, pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya lebih baik dari pada pembelajaran yang
dilakukan secara naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak, ada berbagai penyebab atau faktor
yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam Chaer. 2002 : 144)
meskipun studi tentang metedologi belajar bahasa kedua (atau bahasa asing) telah sedemikian
lama dengan biaya yang cukup besar, tetapi belum banyak mengubah cara orang belajar bahasa.

c. Sejarah Perkembangan Bahasa


Chaer (2002 : 244 -245) menyatakan adanya pembelajaran bahasa sejak adanya intraksi
antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda pembelajaran bahasa yang
berlangsung tanpa perubahan. Pandangan yang berarti, dalam arti perubahan pandangan dan
inovasi baru dimulai tahun 1880.
Nurhadi (dalam Chaer, 2002 : 245) dalam sejarah perkembangan ada empat tahap
penting yang dapat diamati sejak 1880 sampai dasawarsa 80-an.
1. Tahap pertama, priode antara 1880 – 1920 pada tahap ini terjadi rekontruksi bentuk-bentuk
metode langsung, metode langsung ini pada awal masehi, diterapkan di sekolah-sekolah. Selain
itu, dikembangkan metode bunyi (phonetic method).
2.Tahap kedua, periode antara 1920-1940 pada masa ini terbentuk forum belajar bahasa asing
yang kemudian menghasilkan aplikasi metode-metode yang bersifat kompromi, semua ini
merupakan perluasan dari teknik-teknik pengajaran membaca yang sudah ada, yang dikaitkan
dengan tujuan-tujuan pengajaran bahasa yang lebih khusus.
3. Tahap ketiga periode antara 1940-1970, yang kemunculanya dilatarbelakangi oleh
peperangan, dimana orang mencari metode bahasa asing yang paling cepat dan efisien untuk
berkomunikasi.
- Periode 1940-1950, ditandai dengan lahirnya metode, pada periode itu dalam dunia
linguistik muncul pendekatan linguistik, pendekatan ini merupakan imbas dari lahirnya
pandangan strukturalis dalam bidang kebebasan.
- Periode 1950-1960, ditandai dengan munculnya metode audiolingual dan metode
audiovisual sebagai keberhasilan. Metode ini lahir dari kaum behavioris dan akibat adanya
penemuan alat-alat bantu belajar bahasayang menjadi landasan utama teori stiulus
responsnya B.F skinner. Selain itu muncul minat terhadap kajian psikolinguistik.
- Periode 1960-1970, awal turunya metode audiobillingual dan audiovisual dan mulai
populernya analisis kontrastif, yang berusaha mencari landasan teori dalam pengajaran
bahasa. Karena hasil studi psikolinguistikdan pandangan Noamchomsky (Dalam chaer,
8
2002 : 246) menyiratkan bahwa kedua metode itu yang bersandar pada teori stimulus
respons atau model tubian dan imitasi dalam pembelajaran bahasa itu tidak logis.
4.Tahap keempat, periode antara 1970-1980, periode yang paling inovatif dalam pembelajaran
bahasa kedua, konsep dan hakekat belajar bahasa dirumuskan kembali, kemudian diarahkan
pada pengembangan sebuah model pengembangan sebuah model pembelajaran yang efektif dan
efisien yang dilandasi oleh teori yang kokoh.
Akhir dari periode ini munculnya satu pendekatan komunikasi dalam penbelaran bahasa.

d. Hipotesis-hipotesis Pembelajaran Bahasa


Hasil yang dicapai oleh para pakar pembelajaran bahasa sampai saat ini belum bisa disebut
sebagai teori karena belum teruji dengan mantap. Oleh karena itu, masih lebih umum disebut
dengan hipotesis. Diantara hipotesis-hipotesis terkait pembelajaran bahasa adalah: (1) Hipotesis
kesamaan antara B1(bahasa pertama) dan B2 (bahasa kedua); (2) Hipotesis Kontrastif; (3)
Hipotesis Krashen; (4) Hipotesis bahasa antara; dan (5) Hipotesis Pijinisasi. Secara singkat,
kelima hipotesis tersebut akan dibicarakan dibawah ini.
a). Hipotesis Kesamaan antara B1 dan B2
Hipotesis ini menyatakan adanya kesamaan pada proses belajar B1 dan B2, yakni pada urutan
pemerolehan stuktur bahasa. Menurut hipotesis ini pula unsur-unsur bahasa dapat diperoleh
dengan urutan-urutan yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan diperoleh terlebih
dahulu, baru kemudian unsur kebahasaan lain. Namun, dalam hal penguasaan lafal, anak-anak
menguasai B1 dengan pelafalan yang baik dan secara alamiah sedangkan pada B2 kurang
sempurna. Memang hal ini belum terbukti kebenarannya.
b).Hipotesis Kontrastif
Hipotesis ini dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957). Hipotesis ini
menyatakan bahwa kesalahan yang muncul dalam belajar B2 adalah karena perbedaan antra B1
dan B2 dan kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh kesamaan oleh B1 dan B2. Hipotesis
ini juga menyatakan bahwa seorang yang belajar bahasa ke-2 seringkali melakukan transfer B1
ke dalam B2. Transfer ini dapat terjadi pada semua tingkat kebahasaan: tata bunyi, tata bentuk
kata, tata kalimat maupun tata kata ( leksikon ). Dalam hal ini bisa terjadi transfer positif, yaki
jika stuktur B1 dan B2 sama dan ini akan menimbulkan kemudahan. Dapat juga terjaditransfer
negatif, yakni jika struktur B1 dan B2 tidak sama dan hal ini akan menimbulkan kesulitan.
Adanya pikiran bahwa B1 mempengaruhi pembelajaran B2 membuat para pakar berusaha

9
mendeskripsikan struktur B1 dan B2 agar dapat meprediksi kesukaran dan kemudahan yang
akan dialami dalam mempelajari B2 itu.
c). Hipotesis Krashen
Berkenaan dengan proses pemerolehan bahasa, Stephen Krashen mengajukan sembilan hipotesis
yang saling berkaitan. Sembilan hipotesis tersebut adalah:
1. Hipotesis Pemerolehan dan Belajar
Menurut hipotesis ini, dalam penguasaan suatu bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan
(acquisition) dan belajar (learning). Pemerolehan adalah penguasaan melalui cara bawah sadar
atau alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang terencana. Sebaliknya, yang dimaksud dengan
belajar adalah usaha sadar secara formal dan eksplisit untuk menguasai bahasa yang dipelajar
terutama yang berkenaan dengan kaidah-kaidah bahasa.
2. Hipotesis Urutan Alamiah
Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam proses pemerolehan bahasa anak-anak memperoleh
unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diprediksi. Urutan ini bersifat alamiah.
Hasil penelitian menunjukan adanya pola pemerolehan unsu-unsur bahasa yang relatif stabil
untuk bahasa pertama, bahsa kedua, maupun bahasa asing.
3. Hipotesis Monitor
Hipotesis monitor ini menyatakan adanya hubungan antara proses sadar dan proses bawah sadar
dalam pemerolehan bahasa. Proses sadar menghasilkan hasil belajar dan proses bawah sadar
menghasilkan pemerolehan. Kita dapat berbicara dalam bahasa tertentu adalah karena sistem
yang kita miliki sebagai hasil dari pemerolehan, dan bukan hasil dari belajar. Semua kaidah tata
bahasa yang kita hafalkan tidak selalu membantu kelancaran dalam berbicara. Kaidah tata
bahasa yang kita kuasai ini hanya berfungsi sebagai monitor saja dalam pelaksanaan
(performansi) berbahasa. Jadi, ada hubungan erat antara hipotesis ini dengan hipotesis
pemerolehan dan belajar. Pemerolehan menghasilkan pengetahuan implisit (intake) sedangkan
belajar menghasilkan pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa.
4. Hipotesis Masukan
Menyatakan bahwa seseorang menguasai bahasa melalui masukan (input) yang dapat dipahami,
dengan memusatkan perhatian pada pesan atau isi, bukan pada bentuk. Hal ini berlaku pada
semua orang, dewasa ataupun anak-anak yang sedang belajar bahasa. Hipotesis ini juga
menyatakan bahwa kegiatan mendengarkan untuk memahami isi wacana sangat penting dalam
proses pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa secara aktif akan datang pada waktunya
nanti.
10
5. Hipotesis Afektif ( Sikap )
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dengan kepribadian dan motivasi tertentu dapat
memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik dibanding orang dengan kepribadian dan sikap
yang lain. Contoh: seseorang dengan kepribadian terbuka dan hangat akan lebih berhasil
dibanding orang dengan kepribadian yang agak tertutup.
6. Hipotesis Pembawaan ( Bakat )
Hipotesis ini menyatakan bahwa bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan
keberhasilan belajar B2. Krashen meynatakan bahwa sikap secara langsung berhubungan
dengan pemerolehan B2, sedangkan bakat berhubungan dengan belajar. Mereka yang mendapat
nilai tinggi dalam test bakat bahasa, pada umumnya berhasil baik dalam test tata bahasa. Jadi,
aspek ini banyak berkaitan dengan belajar, bukan dengan pemerolehan.
7. Hipotesis Filter Afektif
Hipotesis ini meyatakan bahwa sebuah filter yang bersifat afektif dapat menahan masukan
sehingga seseorang tidak atau kurang berhsil dalam usahanya memperoleh B2. Filter itu dapat
berupa kepercayaan diri yang kurang, situasi yang menegangkan, sikap defansif dan sebagainya.
Filter afektif ini lazim disebut mental block.
8. Hipotesis Bahasa Pertama
Hipotesis ini menyatakan bahwa bahasa pertama anak akan digunakan untuk mengawali ucapan
dalam B2, selagi penguasaan B2 belum tampak. Jika seorang anak pada tahap permulaan belajar
B2 dipaksa untuk menggunakan atau berbicara dalam B2, maka ia akan mengunakan kosa kata
dan aturan tata bahasa pertamanya. Oleh karena itu, sebaiknya guru tidak terlalu memaksa
siswanya untuk menggunakan B2 yang sedang dipelajarinya. Berilah kesempatan kepada anak
untuk mendapatkan input yang bermakna dan mengurangi filter afektifnya. Dengan demikian,
penguasaan bahasa kedua dengan sendirinya akan berkembang pada waktunya.
9. Hipotesis Variasi Individual Penggunaan Monitor
Hipotesis ini berkaitan dengan hipotesis monitor. Menyatakan bahwa cara seseorang memonitor
penggunaan bahasa yang dipelajarnya ternyata bervariasi. Ada yang terus menerus secara
sistematis menggunakannya, adapula yang tidak pernah menggunakannya. Diantara keduanya
adapula yang menggunakan monitor itu sesuai dengan keperluan dan kesempatan.
Ada orang yang tidak peduli dengan aturan tata bahasa, artinya orang seperti itu tidak pernah
menggunakan monitornya. Dia tidak peduli apakah kalimat yang digunakannya itu benar atau
salah, yang pentig ia dapat mengungkapkan idenya dalam bahasa yang dipelajari. Model seperti
inilah yang umumnya lebih cepat dalam belajar bahasa.
11
d). Hipotesis Bahasa Antara
Bahasa antara (interlanguage) merupakan bahasa/ujaran yang digunakan orang yang sedang
belajar B2 pada suatu tahap tertentu sewaktu dia belum dapat menguasai dengan baik dan
sempurna B2 itu. Bahasa antara ini memiliki ciri B1 dan B2 dan bersifat khas, mempunyai
karakteristik tersendiri yang tidak sama dengan B1 dan B2.
Bahasa antara ini merupakan produk dari strategi seseorang dalam belajar B2. Artinya, bahasa
ini merupakan kumpulan atau akumulasi yang terus-menerus dari suatu proses pembentukan
pengauasaan bahasa.
e). Hipotesis Pijinisasi
Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam proses belajar B2 selain terbentuk bahasa antara juga
terbentuk bahasa Pijin (Pidgin), yakni sejenis bahasa yang digunakan oleh satu kelompok
masyarakat dalam wilayah tertentu yang berada didalam dua bahasa tertentu. Bahasa pijin ini
digunakan untuk keperluan singkat dalam masyarakat yang masing-masing memiliki bahasa
sendiri. Jadi, bisa dikatan bahasa pijin ini tidak memiliki penutur asli (Chaer dan Agustina
1995).
f). Transfer dan Interferensi
Chaer (2002:261) Dalam pembelajaran bahasa kedua, bahasa pertama “ dapat menganggu”
penggunaan bahasa pertama pembelajar. Pembelajar akan cenderung mentrasfer unsur bahasa
pertamanya ketika melaksanakan bahasa kedua. Akibatnya terjadilah apa yang ada dalam kajian
sosiolinguistik disebut Interferensi, campur kode dan kekhilafan (error). Penggunaan atau
pentrasferan unsur bahasa pertama lama kelamaan akan berkurang, sejalan dengan taraf
kemampuan bahasa kedua. Interferensi bisa terjadi pada semua tataran bahasa yakni; Fonologi,
Sintaksis, Morfologi dan Leksikon. Secara teoritis tidak akan ada orang yang mempunyai
kemampuan bahasa kedua sama baiknya dengan kemampuan bahasa pertama. Pembelajaran
bahasa pertama terjadi setelah seseorang pembelajar menguasai dan menuranikan bahasa
pertamanya, maka, mau tidak mau, bahasa pertama yang telah dinuranikan akan “menganggu”
ketika pembelajar menggunakannya.k[5
]
3. Posisi Pemerolehan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa

Dalam pembelajaran bahasa tentulah seorang pembelajar telah memiliki modal awal, yakni
bahasa ibu yang diperoleh melalui proses pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa, yakni proses
yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau
12
bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua
setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa
pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembelajar yang lebih dewasa dapat memperoleh
bahasa kedua lebih cepat dibandingkan pembelajar muda pada setting non tutorial(Snow dalam
Gleason dan Ratner) Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pembelajar dewasa juga
bermasalah dalam hal aksen yang sudah terpola B1 sehingga pemerolehan B2 juga terpengaruh.
Untuk waktu yang diperlukan dalam mempelajari bahasa kedua, pengajar asing beranggapan
bahwa diperlukan waktu lebih banyak untuk mempelajari bahasa yang jauh daripada yang dekat
perbedaannya dengan B1 sebagai hasil dari pemerolehan bahasa.
Baik peneliti bahasa anak maupun ahli psikolinguistik mengemukakan bahwa kondisi
pemerolehan B2 menyerupai B1. Pengajar bahasa asing menekankan pada perbedaan yang
diakibatkan pengetahuan awal tentang B1, sedangkan bahasawan menekankan adanya
perbedaan pembelajaran B2 yang melampaui masa pembelajaran emas dibandingkan B1.teori
sosiokultur memandang bahwa pemerolehan B1 dan B2 ditunjang kebutuhan komunikatif dan
social.
Pengajar bahasa asing dan bahasawan mengungkapkan adanya efek transfer dari B1 ke B2.
Sama halnya dengan pendapat ahli psikolinguistik dan teoisi sosiokultur tentang adanya
kecendrungan dalam pemrosesan bahasa dan menggunakan pengetahuan tentang aturan bahasa.
Peneliti bahasa anak tidak mengungkapkan adanya pengaruh B1kecuali adanya pengaruh proses
pembelajaran area kesulitan tertentu pembelajaran B2.
Baik bahasawan maupun peneliti bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap
B2. Peneliti bahasa anak, di pihak lain lebih mengangkat kasus pengurangan penggunaan
bahasa dan sebaliknya memandang efek positif mempelajari B2 dengan cara membandingkan
dengan B1.ahli psikolinguistik mendokumentasikan adanyadwibahasawan yang dapat
menggabungkan system B1 dan B2, meskipun dengan adanya perbedaan dalam hal kecepatan
pemrosesan B1 dan B2.
Pendapat yang dilontarkan para pengajar asing, peneliti bahasa anak, bahasawan, ahli
psikolinguistik dan teorisi sosiokultur diatas menunjukkan adanya keberagaman minat dalam
aspek yang berbeda terkait dengan fenomna pemerolehan dwibahasa dan pemerolehan B2.
Diharapkan dimasa yang akan datang peneliti lain akan dapat menggabungkan dua atau tiga dari
perspektif tersebut yang menitikberatkan pada peran pembelajar, lingkungan dan konteks social
13
yang lebih luas untuk memahami apa sebenarnya pemerolehan B2 dan bagaimana pembelajar
memperolehnya.

G. Analisis Data

Penelitian pemerolehan bahasa ibu dan bahasa kedua dilakukan di daerah wisata
Jogjakarta antara lain daerah wisata Candi Borobudur, Keraton Jogjakarta, dan Malioboro.
Penelitian ini diselenggarakan selama tiga hari dari tanggal 10-12 Juni 2014. Hari pertama
tanggal 10 Juni 2014 penelitian dilakukan di daerah wisata Candi Borobudur. Di tempat ini
kami mendapatkan responden yang berprofesi sebagai seorang pedagang. Dia berjualan tas
motif batik khas Jogjakarta. Pedagang ini bernama Sri, usianya 30 tahun dan berasal dari
daerah Pandowoharjo, Sleman. Pendidikan yang dikenyam Sri hanya sampai SLTA. Di
daerah tempat Sri tinggal mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Jawa. Bahasa yang
sering dipakai Sri dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa ibu bahasa Jawa dan bahasa
keduanya bahasa Indonesia. Bahasa indonesia ini digunakan secara pasif hanya untuk
keperluan tertentu saja dan dalam kesehariannya memakai bahasa Jawa yang merupakan
bahasa ibu. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, ada bahasa Inggris sebagai
bahasa asing yang dikuasai namun sayangnya penggunaannya pasif. Pemerolehan bahasa
asing bahasa inggris tersebut hanya didapatnya saat mengeyam bangku SLTP dan SLTA.
Bahasa tersebut hanya dipakai saat berjualan untuk menawarkan barang dagangannya
kepada wisatawan asing. Menurut Sri ketika mempelajari bahasa kedua atau asing memiliki
kesulitan tersendiri yaitu susah menghafal kosakata bahasa Inggris yang begitu banyak
jumlahnya. Namun, dibalik kesulitan tersebut ada daya tarik dan manfaat tersediri dapat
menguasai bahasa kedua atau bahasa asing tersebut meskipun hanya percakapan sederhana
yang dipakai. Daya tariknya dapat belajar bahasa asing dan manfaat yang dapat dipetik
yaitu dapat menawarkan sekaligus mempromosikan barang dagangannya kepada pembeli
baik wisatawan domestik maupun asing. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan
kadang-kadang digunakan Sri yaitu kata “Looking-Looking”. Kata-kata ini digunakan
untuk menarik para wisatawan asing agar melihat barang dagangannya dan dia dapat
menawarkan barang dagangannya juga.

Responden kedua yang ditemui di Candi Borobudur adalah seorang guide. Dia
bernama Gito, usianya 35 tahun. Dia tinggal di daerah Karangmojo, Gunungkidul.
Pendidikan terakhir Gito S1 dan setelah lulus dia bekerja sebagai Guide. Mayoritas bahasa

14
yang dipakai penduduk disekitar Gito tinggal adalah bahasa Jawa. Bahasa yang sering
dipakai dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa ibu memakai bahasa Jawa dan bahasa
kedua memakai bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua ini dipakai
secara aktif untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Selain bahasa Indonesia, Gito juga
menguasai bahasa asing yaitu bahasa Jepang yang diperolehnya saat belajar di bangku
kuliah. Bekal kuliah ini menghantarkannya menjadi seorang guide. Dia menggunakan
bahasa asing bahasa Jepang tersebut ketika berbicara dengan wisatawan asing. Baginya
kesulitan mempelajari bahasa asing yaitu pelafalan (hatsuon) bahasa Jepang yang susah
diucapkan dan juga dialek (hougen) yang berbeda-beda. Daya tarik dengan menguasai
bahasa asing yaitu dapat bercakap-cakap menggunakan bahasa Jepang dengan orang
Jepang dan dapat mengetahui dan memahami budaya Jepang. Manfaatnya yang benar-
benar terasa dengan menguasai bahasa asing ini yaitu semakin memperlancar bahasa
Jepangnya sebagai seorang guide. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-
kadang digunakan yaitu kata “Sou desu ne”.

Penelitian hari kedua tanggal 11 Juni 2014 dilakukan di daerah wisata Keraton
Jogjakarta. Di tempat ini kami dipandu oleh seorang pemadu wisata yang mengerti seluk-
beluk tentang keraton Jogjakarta. Kami dijelaskan dengan detail semua cerita yang ada di
keraton Jogjakarta tersebut. Beliau bernama Martinah, usianya 39 tahun. Pendidikan
terakhir S1. Dia tinggal di daerah sekitar kota Jogjakarta saja dan mayoritas penduduk
disekelilingnya memakai bahasa Jawa. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan
sehari-hari ada dua yaitu bahasa ibu memakai bahasa Jawa dan bahasa keduanya yang
dikuasainya bahasa Indonesia dan digunakan secara aktif. Martinah menguasai bahasa
asing bahasa Inggris. Selain bertugas sebagai pemandu wisatawan asing, dia juga bertugas
memandu wisatawan domestik. Ketika dia bertugas untuk memandu wisatawan domestik
yang berkunjung ke Keraton pasti dia menggunakan bahasa Indonesia untuk berbicara
bahasa dengan wisatawan domestik tersebut. Bahasa Indonesia juga digunakannya untuk
berbicara dengan teman. Dia menggunakan bahasa asing saat memandu wisatawan asing
yang mengunjungi Keraton dan menjelaskannya memakai bahasa Inggris. Baik bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua digunakannya secara aktif. Cara
pemerolehan bahasa asing tersebut didapatnya melalui pendidikan non formal (kursus)
selama 1 tahun dan juga pendidikan formal di bangku kuliah. Kata-kata bahasa asing yang
masih ingat dan kadang-kadang digunakan yaitu kata “OK Alright”. Kata-kata ini selalu

15
diucapkannya disela-sela memandu wisatawan baik wisatawan asing maupun wisatawan
domestik. Kesulitan ketika mempelajari bahasa asing yaitu ketika bertemu dengan
dialek/style bahasa Inggris yang bermacam-macam, misal British Style atau American
Style. Dibalik kesulitan tersebut ada daya tarik dan manfaat yang juga dipetiknya. Daya
tariknya dapat berkomunikasi dengan orang asing tanpa terkendala dengan bahasa.
Sedangkan manfaatnya dia mendapatkan pengalaman baru dengan bertemu dengan orang
asing dan belajar dari budaya bangsa lain.

Di Keraton Jogjakarta kami sempat bertemu dengan rombongan guru dari Malaysia
yang sama-sama mengunjungi tempat tersebut. Salah satu dari rombongan guru tersebut
berbincang-bincang dengan kami. Beliau bernama Muhammad Ali, usianya 40 tahun dan
tinggal di daerah Serawak, Malaysia. Mayoritas penduduk yang tinggal disana memakai
bahasa Melayu. Pendidikan terakhir yang ditempuhnya sampai pada tingkat S1. Bahasa
yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-harinya yaitu bahasa Melayu sebagai bahasa
ibu dan bahasa keduanya bahasa Inggris. Baik bahasa Melayu maupun bahasa Inggris ini
digunakan secara aktif. Bahasa asing tersebut diperolehnya di pendidikan formal ketika
belajar di Perguruan Tinggi di Malaysia. Penggunaan bahasa Melayu hanya digunakan saat
berbicara dengan keluarga sedangkan bahasa asing digunakannya saat berbicara dengan
guru asing dan juga ketika mengajar di kelas. Kesulitan saat mempelajari bahasa asing
baginya adalah kadang-kadang kalau menemukan kosakata baru susah untuk mengingatnya
secara langsung. Daya tariknya yang diperoleh dapat bertukar pikiran dan pengalaman.
Manfaatnya dapat berkomunikasi banyak hal dengan orang lain khusunya orang asing.
Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan yaitu kata “Yes, I
see”

Pada hari ketiga tanggal 12 Juni 2014 penelitian dilakukan di daerah Malioboro.
Responden yang kami temukan di daerah ini yaitu seorang pedagang baju. Pedangan itu
bernama Sholikin, usianya 27 tahun. Dia tinggal di daerah Bantul dan mayoritas penduduk
disekitarnya menggunakan bahasa Jawa. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan
sehari-hari yaitu bahasa ibu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sebagai bahasa keduanya
yang digunakan secara keperluan tertentu saja yang mengaharuskan memakai bahasa
Indonesia. Sholikin hanya lulusan SLTP. Setelah lulus dia langsung bekerja sebagai
pedagang karena mengikuti warisan keluarganya yang mayoritas sebagai pedagang.
Walaupun hanya lulusan SLTP, Sholikin menguasai bahasa asing yang diperolehnya saat
16
belajar di bangku SLTP tersebut yaitu bahasa Inggris tapi penggunaan bahasa Inggris ini
pasif hanya untuk menawarkan barang dagangannya kepada wisatawan asing. Ada kendala
ketika dia mempelajari bahasa asing tersebut yaitu kesulitan menghafalkan tata bahasa
bahasa Inggris. Selain ada kesulitan ada daya tarik dalam mempelajari bahasa asing
tersebut yaitu dapat menarik pelanggan wisatawan asing agar membeli barang
dagangannya. Manfaat yang diperolehnya dapat berkomunikasi dengan orang asing dan
menambah wawasan diri. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang
digunakan yaitu kata “Mister atau madam”. Kata-kata ini dilontarkannya agar para
wisatawan asing tersebut bersedia bertandang ke tokonya untuk melihat-lihat barang
dagangannya dan diharapkan dapat menarik minat dari para wisatawan asing tersebut untuk
membeli barang dagangannya.

H. Simpulan

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat disimpulkan bahwa mayoritas


masyarakat Jogjakarta yang berada di daerah wisata memiliki bahasa ibu bahasa Jawa,
bahasa kedua yang dikuasai bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia ini ada yang
digunakan secara aktif dan juga ada yang pasif. Selain bahasa Indonesia ada bahasa asing
yang juga merupakan bahasa kedua. Bahasa asing yang dikuasai oleh masyarakat di sekitar
daerah wisata Jogjakarta rata-rata bahasa Inggris dan penggunaannya ada yang aktif dan
ada juga yang pasif. Bahasa Inggris digunakan secara aktif oleh pemandu wisata (guide)
sedangkan para pedagang di daerah wisata Jogjakarta menggunakan bahasa Inggris secara
pasif. Ada satu responden yang berprofesi sebagai pemandu wisata (guide) di daerah wisata
candi Borobudur yang menguasai bahasa asing bahasa Jepang dan mampu
menggunakannya secara aktif. Dari cara pemerolehan bahasa asing dapat dilihat bahwa
rata-rata diperoleh melalui pendidikan formal. Ada yang memperolehnya saat belajar di
bangku SLTP, SLTA, dan Universitas. Ada satu responden yang memperoleh bahasa asing
selain di pendidikan formal juga dari pendidikan non formal (kursus) selama 1 tahun.
Dilihat dari data yang terkumpul, aktif atau pasifnya penggunaan bahasa kedua
tergantung dari mana koresponden mendapatkan kemampuan bahasa kedua tersebut.
Pendidikan formal, bagaimanapun menjadi nilai plus untuk seseorang mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik, sehingga ia bisa percaya diri menjalankan aktivitasnya sebagai
guide ataupun sebagai guru, sehingga hal tersebut membuat dia termotivasi untuk menimba
pengalaman, mengetahui kebudayaan, dan mengembangkan kemampuan berbahasanya
17
lebih dalam dibanding koresponden yang kemampuan berbahasanya terbatas pada
kepentingan penjualan barang dagangannya.

I. Daftar Pustaka

http://media.diknas.go.id/media/document/51.pdf
Taufiq. (2013, April). Teori-teori Pemerolehan Bahasa dan Hipotesisnya. Diperoleh 21
Juni 2014, dari http://www.taufiqslow.com/2013/04/teori-teori-pemerolehan-bahasa-dan.html

18
LAMPIRAN-LAMPIRAN:

ANGKET PEMEROLEHAN BAHASA IBU DAN BAHASA KEDUA

Responden 1 : Sri
Nama Desa/Kampung/Kota/Kabupaten : Pandowoharjo, Sleman
Mayoritas bahasa yang dipakai penduduk : Bahasa Jawa
2. Jenis kelamin : Wanita (30 tahun)
2. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
3. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
2. Bahasa kedua : Bahasa Indonesia
4. Pendidikan Terakhir : SLTA
5. Pekerjaan : Pedagang
6. Bahasa yang digunakan sehari-hari : Bahasa Jawa
7. Bahasa kedua yang dikuasai : Bahasa Indonesia (pasif)
8. Bahasa asing yang dikuasai : Bahasa Inggris (pasif)
9. Cara pemerolehan bahasa asing : Pendidikan formal (SLTA)
10. Pada saat seperti apa, bahasa kedua itu digunakan :
Keperluan tertentu yang mengharuskan memakai bahasa kedua bahasa Indonesia
11. Pada saat seperti apa, bahasa asing itu digunakan :
Saat menawarkan barang dagangannya kepada wisatawan asing
12. Suara Anda dalam mempelajari bahasa kedua/asing.

Kesulitan : susah menghafal kosakata bahasa Inggris yang begitu banyak jumlahnya
Daya tarik : dapat belajar bahasa asing meskipun hanya percakapan sederhana
Manfaat : dapat menawarkan sekaligus mempromosikan barang dagangannya
kepada pembeli baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing
13. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan :

Looking-looking

19
Responden 2 : Gito
Nama Desa/Kampung/Kota/Kabupaten : Karangmojo, Gunungkidul
Mayoritas bahasa yang dipakai penduduk : Bahasa Jawa
1. Jenis kelamin : Pria (35 tahun)
2. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
3. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
2. Bahasa kedua : Bahasa Indonesia
4. Pendidikan Terakhir : S1
5. Pekerjaan : Guide
6. Bahasa yang digunakan sehari-hari : Bahasa Indonesia
7. Bahasa kedua yang dikuasai : Bahasa Indonesia (aktif)
8. Bahasa asing yang dikuasai : Bahasa Jepang (aktif)
9. Cara pemerolehan bahasa asing : Pendidikan formal (S1)
10. Pada saat seperti apa, bahasa kedua itu digunakan :
Melakukan aktivitas sehari-hari
11. Pada saat seperti apa, bahasa asing itu digunakan :
Berbicara dengan wisatawan asing
12. Suara Anda dalam mempelajari bahasa kedua/asing.

Kesulitan : pelafalan (hatsuon) dan dialek (hougen) bahasa Jepang yang susah
Daya tarik : dapat bercakap-cakap menggunakan bahasa Jepang dengan orang
Jepang dan dapat mengetahui dan memahami budaya Jepang
Manfaat : semakin memperlancar bahasa Jepangnya sebagai seorang guide
13. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan :

Sou desu ne

20
Responden 3 : Martinah
Nama Desa/Kampung/Kota/Kabupaten : Jogja kota
Mayoritas bahasa yang dipakai penduduk : Bahasa Jawa
1. Jenis kelamin : Wanita (39 tahun)
2. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
3. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
2. Bahasa kedua : Bahasa Indonesia
4. Pendidikan Terakhir : S1
5. Pekerjaan : Pemandu Wisata Keraton Jogjakarta
6. Bahasa yang digunakan sehari-hari : Bahasa Indonesia
7. Bahasa kedua yang dikuasai : Bahasa Indonesia (aktif)
8. Bahasa asing yang dikuasai : Bahasa Inggris (aktif)
9. Cara pemerolehan bahasa asing : Pendidikan non formal/kursus selama 1 tahun
Pendidikan formal (S1)
10. Pada saat seperti apa, bahasa kedua itu digunakan :
Melakukan aktivitas sehari-hari dan berbicara dengan teman dan
11. Pada saat seperti apa, bahasa asing itu digunakan :
Berbicara dengan wisatawan asing
12. Suara Anda dalam mempelajari bahasa kedua/asing.

Kesulitan : dialek/style bahasa Inggris yang bermacam-macam


Daya tarik : dapat berkomunikasi dengan orang asing tanpa terkendala dengan bahasa
Manfaat : mendapatkan pengalaman baru dengan bertemu dengan orang asing dan

belajar dari budaya bangsa lain.

13. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan :

OK Alright

21
Responden 4 : Muhammad Ali
Nama Desa/Kampung/Kota/Kabupaten : Serawak, Malaysia
Mayoritas bahasa yang dipakai penduduk : Bahasa Melayu
1. Jenis kelamin : Pria (40 tahun)
2. Bahasa Ibu : Bahasa Melayu
3. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Bahasa Ibu : Bahasa Melayu
2. Bahasa kedua : Bahasa Inggris
4. Pendidikan Terakhir : S1
5. Pekerjaan : Guru
6. Bahasa yang digunakan sehari-hari : Bahasa Melayu
7. Bahasa kedua yang dikuasai : Bahasa Inggris (aktif)
8. Bahasa asing yang dikuasai : Bahasa Inggris (aktif)
9. Cara pemerolehan bahasa asing : Pendidikan formal (S1)
10. Pada saat seperti apa, bahasa kedua itu digunakan :
Berbicara dengan teman
11. Pada saat seperti apa, bahasa asing itu digunakan :
Saat mengajar di kelas dan berbicara dengan guru asing
12. Suara Anda dalam mempelajari bahasa kedua/asing.

Kesulitan : kalau menemukan kosakata baru susah untuk mengingatnya secara langsung
Daya tarik : dapat bertukar pikiran dan pengalaman
Manfaat : dapat berkomunikasi banyak hal dengan orang lain khusunya orang asing
13. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan :

Yes, I see

22
Responden 5 : Sholikin
Nama Desa/Kampung/Kota/Kabupaten : Bantul
Mayoritas bahasa yang dipakai penduduk : Bahasa Jawa
3. Jenis kelamin : Pria (27 tahun)
2. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
3. Bahasa yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
1. Bahasa Ibu : Bahasa Jawa
2. Bahasa kedua : Bahasa Indonesia
4. Pendidikan Terakhir : SLTP
5. Pekerjaan : Pedagang
6. Bahasa yang digunakan sehari-hari : Bahasa Jawa
7. Bahasa kedua yang dikuasai : Bahasa Indonesia (pasif)
8. Bahasa asing yang dikuasai : Bahasa Inggris (pasif)
9. Cara pemerolehan bahasa asing : Pendidikan formal (SLTP)
10. Pada saat seperti apa, bahasa kedua itu digunakan :
Keperluan tertentu yang mengharuskan memakai bahasa kedua bahasa Indonesia
11. Pada saat seperti apa, bahasa asing itu digunakan :
Saat menawarkan barang dagangannya kepada wisatawan asing
12. Suara Anda dalam mempelajari bahasa kedua/asing.

Kesulitan : susah menghafal kosakata bahasa Inggris dan menghafalkan tata bahasa
bahasa Inggris
Daya tarik : dapat menarik pelanggan wisatawan asing agar membeli barang
Dagangannya
Manfaat : dapat berkomunikasi dengan orang asing dan menambah wawasan diri
13. Kata-kata bahasa asing yang masih ingat dan kadang-kadang digunakan :

Madam/Mister

23

Anda mungkin juga menyukai