Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 21 UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG 05 MEI 2018 ISBN 978-602-52451-0-7

BAHASA INDONESIA GOES GLOBAL: PENGAJARAN BIPA


(BAHASA INDONESIA UNTUK PENUTUR ASING)
BERLANDASKAN TEORI BEHAVIORISM, INNATISM, DAN INTERACTIONISM

Dwi Ratnasari

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris


Universitas PGRI Palembang
e-mail: dwiratnasari6@gmail.com

Abstract — The Indonesian Language Teaching Program for Foreigners (BIPA) is increasingly
widespread both in BIPA training institutions in Indonesia as well as in BIPA training institutions
overseas. This development indicates that currently Indonesian language has started to reach the
interest of foreigners both residing in Indonesia and overseas with various purposes. Unfortunately,
as foreigners, they often make mistakes in Indonesian language. Due to the misuse of Indonesian
language by foreigners, there needs to be a deeper study about what factors that cause foreigners
make mistakes in the use of Indonesian language and about how to teach Indonesian language to
foreigners by considering the theories of language acquisition, i.e. behaviorism, innatism, and
interactionism. The purpose of this paper is to briefly describe the factors that cause foreigners
make mistakes in the use of Indonesian language and the theories of language acquisition, namely
behaviorism, innatism, and interactionism.

Keywords — pengajaran, pembelajar, instruktur, BIPA, behaviorism, innatism, interactionism

Abstrak — Program pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) semakin marak
dilaksanakan baik di lembaga-lembaga pelatihan BIPA dalam negeri maupun di lembaga-lembaga
pelatihan BIPA luar negeri. Perkembangan ini menunjukkan bahwa saat ini Bahasa Indonesia
sudah mulai dilirik dan diminati oleh penutur asing baik yang berada di Indonesia maupun di luar
negeri dengan berbagai tujuan. Namun sebagai penutur asing, mereka seringkali melakukan
kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Dengan adanya masalah berupa kesalahan penggunaan
Bahasa Indonesia oleh penutur asing ini, perlu adanya sebuah kajian yang lebih dalam tentang
faktor–faktor yang menyebabkan penutur asing melakukan kesalahan dalam berbahasa Indonesia
dan tentang bagaimana sebaiknya mengajarkan Bahasa Indonesia kepada penutur asing dengan
mempertimbangkan teori-teori pemerolehan bahasa, yaitu teori behaviorist, innatist, dan
interactionist.Tujuan dari makalah ini adalah untuk memaparkan secara singkat faktor–faktor yang
menyebabkan penutur asing melakukan kesalahan dalam berbahasa Indonesia dan teori-teori
pemerolehan bahasa, yaitu teori behaviorist, innatist, dan interactionist.

Kata Kunci — pengajaran, pembelajar, instruktur, BIPA, behaviorist, innatist, interactionist

——————————  ——————————

PENDAHULUAN

S aat ini, Bahasa Indonesia sudah mulai dilirik dan


diminati negara-negara lain dengan berbagai
yang mengajarkan Bahasa Indonesia. Kenyataan ini
mengantarkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
tujuan. Peneliti Bahasa dari Balai Bahasa Jawa dengan jumlah penutur terbesar ke-5 di dunia setelah
Timur, Yani Paryono, menyatakan bahwa saat ini Bahasa Tiongkok, Inggris, India, dan Spanyol.
Bahasa Indonesia sudah diajarkan di 46 negara di Penutur-penutur asing mulai mempelajari
kawasan Asia, Amerika, Afrika, Eropa, maupun Timur Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan
Tengah. Dari ke-46 negara tersebut, Bahasa berbagai tujuan. Namun sebagai penutur asing,
Indonesia terbanyak diajarkan di Australia dan mereka sering kali melakukan kesalahan dalam
Jepang. Di Australia, Bahasa Indonesia merupakan berbahasa Indonesia, terutama saat memproduksi
bahasa asing ke-4 yang disejajarkan dengan Bahasa kata-kata. Sebuah penelitian tentang kesalahan
Mandarin, Prancis, Jepang, dan Belanda. Bahkan di penggunaan Bahasa Indonesia oleh penutur asing
Australia, terdapat lebih dari 500 lembaga pendidikan dilaksanakan oleh Yuliwati Lim (1993) sebagaimana

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018


311
yang dikutip oleh Astika (1995), mengambil sampel dalam belajar suatu bahasa. Faktor pertama adalah
dari peserta pelatihan Bahasa Indonesia di Sastya ciri khas (khusus) bahasa ibu atau bahasa pertama.
Wacana. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan Walaupun bahasa-bahasa di dunia ini mempunyai ciri
bahwa kesalahan yang dilakukan oleh penutur asing universal, yang memudahkan seseorang dalam
dalam berbahasa Indonesia ternyata hampir sama belajar bahasa lain, terdapat juga ciri khas pada
dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang setiap bahasa yang terkadang menyulitkan
Indonesia dalam berbahasa Inggris yang menjadi pembelajar bahasa dalam belajar bahasa lain. Ciri
bahasa asing di Negara Indonesia yaitu yang khas bahasa pertama yang dikuasai oleh pembelajar
menekankan pada proses pemerolehan bahasa. bahasa akan mempengaruhi seorang pembelajar
Dengan adanya masalah berupa kesalahan bahasa ketika ia belajar bahasa asing dengan ciri
penggunaan Bahasa Indonesia oleh penutur asing ini, khas yang berbeda dari bahasa pertamanya. Hal
perlu adanya sebuah kajian yang lebih dalam tentang yang akan muncul adalah adanya transfer negatif dari
faktor–faktor yang menyebabkan penutur asing bahasa pertama ke bahasa asing. Sebagai contoh,
melakukan kesalahan dalam berbahasa Indonesia Bahasa Indonesia memiliki ciri khas pada unsur
dan tentang bagaimana sebaiknya mengajarkan kosakatanya, seperti pengimbuhan (afiksasi). Menurut
Bahasa Indonesia kepada penutur asing dengan pengamatan penulis sebagai pengajar BIPA, kesulitan
mempertimbangkan teori-teori pemerolehan bahasa, fundamental yang sering dialami oleh pembelajar
yaitu teori behaviorism, innatism, dan interactionism. asing dalam belajar Bahasa Indonesia adalah
Makalah ini bertujuan membahas faktor–faktor kesulitan memahami proses pengimbuhan (afiksasi).
yang menyebabkan penutur asing melakukan Sebagai contoh, ketika pembelajar menemukan kata
kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Selain itu, yang sulit dalam suatu bacaan sederhana, ia tidak
akan dibahas juga tentang pengajaran Bahasa segera menemukan jalan keluarnya. Kamus yang
Indonesia untuk penutur asing (BIPA) dengan dianggap sebagai kunci untuk mencari arti dari kata
berlandaskan teori-teori pemerolehan Bahasa. yang sulit tersebut tidak bisa digunakan oleh
pembelajar BIPA. Masalahnya adalah karena
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENUTUR ASING pembelajar tidak memahami kata dasar dari kata
MELAKUKAN KESALAHAN DALAM BERBAHASA yang sulit tersebut. Artinya, untuk menggunakan
INDONESIA kamus, pembelajar BIPA harus belajar pembentukan
Menurut Dardjowidjojo (1995:1-10), kata Bahasa Indonesia terlebih dahulu. Sebagai
sebagaimana yang dikutip oleh Nugraha (2003), pembanding, ciri khas Bahasa Inggris terletak pada
terdapat faktor-faktor umum yang menjadi penyebab unsur kalimat atau pada tenses-nya. Faktor kedua
timbulnya masalah-masalah yang dialami oleh adalah individu pembelajar bahasa. Perbedaan
pembelajar asing dalam pembelajaran Bahasa individu pembelajar bahasa mempunyai pengaruh
Indonesia. Pertama, bentuk kelas individual sering terhadap keberhasilan belajar bahasa asing.
menimbulkan masalah bagi pembelajar. Hal ini Perbedaan yang dimaksud adalah faktor keyakinan
disebabkan kemampuan awal bahasa target atau individu dalam belajar bahasa, faktor keadaan afektif
bahasa tujuan yang dimiliki pembelajar tidak sama individu pembelajar bahasa, dan faktor-faktor umum
sehingga ada ketimpangan kemampuan di kelas. pembelajar bahasa, antara lain usia, bakat bahasa,
Kedua, bahan pembelajaran yang tidak sesuai gaya belajar, kepribadian pembelajar bahasa, dan
dengan tingkat penguasaan bahasa dan latar motivasi.
belakang pembelajar menimbulkan kesulitan Setyawati (2010), sebagaimana yang dikutip
tersendiri dalam pemahamannya. Ketiga, metode oleh Darsita (2001), mengutarakan bahwa kesalahan
pengajaran yang dipakai dalam pembelajaran tidak berbahasa dapat terjadi karena adanya banyak hal,
tepat. Keempat, kualifikasi pengajar relatif rendah. misalnya pengaruh bahasa pertama,
Kelima, penyelenggaraan pelatihan/kursus tidak kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa
terorganisir dengan baik. Kelima masalah tersebut yang dipakainya, dan pengajaran bahasa yang
mengakibatkan pembelajaran Bahasa Indonesia kurang sempurna.
kurang efektif dan pencapaian tujuannya kurang Richard (1997), sebagaimana yang dikutip
optimal. oleh Darsita (2001), mengemukakan bahwa ada tiga
Selain faktor-faktor umum di atas, Ellis kategori dari sumber kesalahan berbahasa. Pertama,
(1995:472), sebagaimana yang dikutip oleh Susanto adanya kesalahan interlingual atau interferensi
(2007), memberikan dua faktor utama yang bahasa pertama ketika memproses bahasa asing.
menyebabkan terjadinya kesalahan penutur asing Kedua, adanya kesalahan intralingual yang terjadi
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018
312
akibat belum pahamnya kaidah bahasa. Ketiga, teori behaviorist menekankan bahwa pembelajaran
kesalahan yang sering terjadi ketika pembelajar adalah proses pembentukan kebiasaan.
bahasa mencoba membangun hipotesis tentang Prinsip-prinsip berikut menggambarkan
bahasa sasaran berdasarkan pengalamannya yang prinsip-prinsip teori behaviorism:
terbatas mengenai bahasa sasaran. 1. Teori behaviorism berfokus pada bahasa lisan.
Artinya, media utama dari suatu bahasa adalah
TEORI-TEORI PEMEROLEHAN BAHASA lisan. Ucapan adalah bahasa. Ada banyak bahasa
Ada beberapa teori dasar yang tanpa bentuk tulisan karena kita belajar berbicara
menggambarkan bagaimana suatu bahasa itu sebelum kita belajar membaca dan menulis. Oleh
diperoleh, dipelajari, dan diajarkan. Teori behaviorism, karena itu, bahasa yang pertama adalah apa yang
innatism, dan interactionism adalah beberapa teori ini. diucapkan, dan bahasa yang kedua adalah apa
Teori-teori ini tidak hanya berlaku untuk pemerolehan yang ditulis. Itulah sebabnya bahasa lisan harus
bahasa asli atau bahasa pertama namun juga dapat memiliki prioritas dalam pengajaran bahasa.
berlaku untuk pemerolehan bahasa asing. Ketiga teori 2. Teori behaviorism adalah teori pengajaran dan
dasar pemerolehan bahasa ini tidak dapat dipisahkan pembelajaran bahasa yang berfokus pada
satu sama lainnya. Mereka saling melengkapi dalam pembentukan kebiasaan. Dengan kata lain,
memberikan solusi berbagai kasus pembelajaran pembelajaran bahasa adalah proses mekanis yang
bahasa. Di dalam makalah ini, ketiga teori ini akan mengarahkan pembelajar bahasa ke pembentukan
dijelaskan dari sudut pandang pemerolehan bahasa kebiasaan yang skema dasarnya adalah refleks
asing. terkondisi.
3. Rantai stimulus-respons (S-R) adalah kasus
Teori Behaviorism pengkondisian murni. Setiap stimulus memancing
Teori behaviorism menyatakan bahwa adanya respons, dan setiap respons menjadi
seseorang belajar bahasa lisan dari manusia lainnya penyebab munculnya stimulus. Proses ini berlanjut
melalui proses yang melibatkan peniruan, terus-menerus dengan cara ini.
penghargaan, dan latihan. Prinsip utama teori 4. Semua pembelajaran adalah proses pembentukan
behaviorism bergantung pada analisis perilaku kebiasaan sebagai hasil penguatan atau
manusia dalam interaksi stimulus-respons yang dapat penghargaan. Penguatan positif adalah
diamati dan hubungan di antara keduanya. Pada penghargaan, sementara penguatan negatif
dasarnya, teori behaviorism tentang stimulus- adalah hukuman. Ketika adanya stimulus, sebuah
response learning, terutama yang dikembangkan respon diberikan. Jika respons tersebut diperkuat
dalam model operant conditioning Skinner, secara positif oleh sebuah penghargaan, maka
menganggap bahwa semua pembelajaran adalah hubungan antara stimulus dan respon itu sendiri
proses pembentukan kebiasaan sebagai akibat akan kuat. Akhirnya akan menghasilkan
penguatan atau penghargaan (Rivers, 1968:73). Ini pengkondisian (conditioning). Bila respons
mengingatkan pada eksperimen Pavlov yang terhadap rangsangan diperkuat secara koheren,
mengindikasikan bahwa stimulus dan respon saling maka pembentukan kebiasaan terbentuk. Hal
bekerja sama. Menurut teori ini, seorang pembelajar inilah yang menyebabkan teori behaviorist dikenal
bahasa memperoleh suatu bahasa melalui kata-kata juga dengan sebutan teori habit-formation-by-
yang diulang oleh orang lain, dalam hal ini oleh orang reinforcement.
yang mengajarkannya. Ketika pembelajar bahasa 5. Pembelajaran, karena sifatnya yang terkondisi
mengulang kata-kata tersebut dengan benar, secara sosial, bisa sama untuk setiap pembelajar.
diberikanlah stimulus atau rangsangan berupa Dengan kata lain, setiap orang bisa belajar secara
penguatan atau penghargaan, yang kemudian hal ini sama jika kondisi, dimana pembelajaran
akan menghasilkan respon lebih lanjut dari berlangsung, adalah sama untuk setiap
pembelajar bahasa tersebut. pembelajar.
Melalui proses trial and error, di mana kata- Jelas bahwa pembelajaran bahasa dan
kata yang dapat diterima diperkuat dengan perkembangannya, bagi para behaviorists, adalah
penghargaan, dan kata-kata yang tidak dapat diterima masalah pengkondisian dengan cara meniru, berlatih,
tidak diperkuat dengan penghargaan, pembelajar menguatkan (reinforcement/reward), dan pembiasaan
bahasa secara bertahap belajar untuk membuat atau habituasi. Semua ini merupakan langkah-
pemisahan-pemisahan tentang kata-kata yang dapat langkah pemerolehan bahasa.
diterima dan yang tidak dapat diterima. Dalam hal ini,
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018
313
Teori Innatism informasi baru. Hanya ketika filternya rendah,
Para penganut innatism tidak melihat informasi baru akan diproses secara efisien dan
perkembangan bahasa sebagai sesuatu yang diintegrasikan ke dalam pengetahuan dasar yang
dipengaruhi oleh respons terhadap stimulus seperti dimiliki oleh pembelajar bahasa. Informasi baru ini
yang dilakukan para behaviorists. Chomsky berteori akan diolah dan dipahami oleh pembelajar bahasa,
bahwa semua manusia dilahirkan dengan perangkat dan proses ini dikenal sebagai comprehensible input
pemerolehan bahasa atau language acquisition hypothesis. Krashen menyatakan bahwa input harus
device (LAD) yang memberi mereka kemampuan didasarkan pada apa yang telah diketahui pembelajar
bawaan untuk memproses aturan-aturan linguistik. bahasa (input +1), dan setelah itu pembelajar bahasa
Menurut teori ini, anak-anak tidak hanya meniru suara mendekonstruksi dan memahaminya. Output atau
yang mereka dengar pada saat belajar bahasa, tapi performance seharusnya mencerminkan pemahaman
mereka juga menyusun tata bahasa dalam bahasa itu. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi, meaning
tersebut saat mereka melalui proses perkembangan harus diproses, dan kadang dinegosiasikan, oleh
alami. Namun, LAD ini akan sulit berfungsi setelah pembelajar bahasa sebelum input dapat dipahami
masa kritis untuk pembelajaran bahasa telah berlalu. dan output dapat dinilai benar.
Itulah alasan mengapa innatists percaya bahwa lebih Praktik pengajaran bahasa kedua dan
sulit untuk belajar bahasa di masa dewasa. Chomsky bahasa asing saat ini telah memasukkan berbagai
juga menetapkan dikotomi antara linguistic aspek innatism dengan pandangan bahwa para
competence (pengetahuan tentang sistem tata aturan pembelajar bahasa pertama kali akan menyerap
gramatikal yang diperoleh melalui penggunaan LAD), aturan tata bahasa yang mendasar dari bahasa yang
dan performance (manifestasi aturan grammatikal digunakan di sekitar mereka, yang pada awalnya
melalui komunikasi). tidak menekankan pengajaran yang jelas tentang
Krashen (1981) membangun konsep aturan-aturan linguistik dalam bahasa tersebut.
linguistic competence Chomsky dalam teori Proses belajar-mengajar, yang berpusat pada
bahasanya, yaitu monitor model. Monitor model pembelajar dengan penekanan pada domain afektif
secara luas dianggap sangat berpengaruh di bidang dan gagasan bahwa para pembelajar bahasa
pembelajaran bahasa kedua dan bahasa asing. membawa beberapa pengetahuan dasar dan
Krashen menggambarkan lima hipotesis utama, yang pengalaman ke dalam kelas mereka, akan memberi
membedakan antara proses pemerolehan arahan baru pada pedagogi bahasa.
(acquisition) dan pembelajaran (learning) yang
diperlukan untuk menginternalisasi bahasa baru. Teori Interactionism
Pemerolehan didefinisikan sebagai proses bawah Teori ketiga tentang pemerolehan bahasa
sadar (subconscious process) dimana para kedua dan bahasa asing berfokus pada penggunaan
pembelajar bahasa memperoleh (acquire) bahasa, bahasa dalam tindakan komunikatif yang lebih
seperti dalam konsep Chomsky tentang bagaimana menekankan pada fungsi bahasa dan
anak-anak memperoleh bahasa pertama mereka. penggunaannya dalam berbagai konteks.
Pengetahuan yang didapat tersebut kemudian Interactionists menyatakan bahwa ketika penutur-
memungkinkan mereka untuk menghasilkan bahasa. penutur asli berkomunikasi dengan pembelajar
Pembelajaran, di sisi lain, adalah usaha yang lebih bahasa, mereka memodifikasi bahasa mereka untuk
sadar untuk mengetahui struktur dan cara kerja suatu mengakomodasi kemampuan komunikatif dan tingkat
bahasa, yang sering dilakukan dalam setting pemahaman pembelajar bahasa. Pembelajar bahasa
pengajaran formal (seperti model competence juga menggunakan kemampuan bahasa mereka saat
Chomsky). Oleh karena itu, materi yang dipelajari mereka berkomunikasi dengan penutur asli, dan jika
(learned material) akan membantu pembelajar ada beberapa pesan yang tidak jelas selama proses
bahasa memonitor kebenaran pengetahuan yang komunikasi berlangsung, baik penutur asli maupun
diperoleh (acquired knowledge) dalam menghasilkan pembelajar bahasa tersebut akan menegosiasikan
bahasa (performance). Ini merupakan monitor makna dari pesan yang disampaikan. Selama proses
hypothesis-nya. komunikasi berlangsung, kesalahan-kesalahan
Hipotesis lain dalam monitor model Krashen bahasa yang dihasilkan oleh para pembelajar bahasa
mencakup affective filter hypothesis dimana dia dapat dikoreksi oleh mereka sendiri. Hymes (1972:
menyatakan bahwa pembelajaran terjadi bila tidak 269-293) berhipotesis bahwa melalui tindakan
ada penghalang atau filter (misalnya, lingkungan, berinteraksi dan berkomunikasi seperti ini, pembelajar
sosial, dan sikap) yang mempengaruhi asupan bahasa mendapatkan kemampuan berkomunikasi,
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018
314
atau istilah lainnya communicative competence peralatan di dalam kelas memadai dan berfungsi atau
(berbeda dengan linguistic competence Chomsky). tidak) dan bahan yang dirancang untuk proses
Menurut Hymes, mengetahui aturan gramatikal pembelajaran. Faktor keempat, proses belajar,
bahasa tidaklah cukup karena hal ini tidak menjamin mengacu pada berbagai cara belajar atau strategi
pembelajar bahasa memiliki kemampuan yang dipilih pembelajar dan operasi mental (mental
berkomunikasi secara efektif dalam berbagai konteks. operations) yang mereka butuhkan untuk
Kurikulum yang dibuat berdasakan teori menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Setelah keempat
interactionist ini akan menggunakan pendekatan faktor ini digabungkan, faktor kelima, yaitu hasil
komunikatif dalam pengajaran bahasa yang belajar, baru dapat dinilai.
menekankan pada penggunaan materi bahasa real- Kelima faktor ini, secara terpisah atau
life di dalam kelas dan penciptaan situasi yang di digabungkan, mempengaruhi pembelajaran (Stern,
dalamnya terdapat interaksi yang lebih bermakna 1984:337-341). Berkenaan dengan pengembangan
(meaningful interaction). Instruktur tidak pelajaran, Gambar 1 melukiskan bagaimana kelima
mengendalikan pembelajaran, tapi bertindak sebagai faktor ini dapat membentuk dasar yang harus
fasilitator. Contoh-contoh pendekatan komunikatif diperhatikan instruktur. Bergantung pada situasi unik
yang populer dalam pembelajaran bahasa kedua dan setiap kelas atau program, instruktur dapat memilih
bahasa asing adalah dengan menggunakan sendiri di antara faktor-faktor ini untuk lebih
kelompok belajar kolaboratif dan dengan difokuskan.
mengajarkan semua aspek komunikasi (listening,
speaking, reading, writing) secara terpadu di dalam
kelas.

PEMBAHASAN
Pertanyaan yang mungkin timbul saat ini
adalah bagaimana pengetahuan tentang teori-teori ini
bisa berguna untuk para pengajar bahasa. Di bagian
ini akan dibahas cara-cara praktis di mana
pengetahuan tentang teori-teori ini dapat membantu
para pengajar bahasa menyusun model pembelajaran
mereka. Model pembelajaran yang akan dibahas di
sini menggabungkan aspek behaviorism, monitor
Gambar 1 Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
model (innatism), dan interactionism. Bagian ini juga
akan membahas lima faktor, yang kebanyakan ahli
Kelima faktor ini telah disesuaikan dengan
bahasa percaya, dapat memberikan dampak cara
fitur monitor model Krashen untuk menghasilkan
belajar bahasa, yaitu konteks sosial (social context),
empat sel, seperti yang ditunjukkan pada model
karakteristik pembelajar (learner’s characteristics),
pembelajaran pada Gambar 2. Pencocokan faktor
kondisi belajar (learning conditions), proses belajar
dan fitur ini dilakukan untuk mempermudah instruktur
(learning process), dan hasil belajar (learning
merencanakan kelas/program dan untuk merancang
outcomes).
kegiatan yang memperkuat pembelajaran. Aliran dua
Faktor pertama, konteks sosial, di sini
arah panah menggambarkan pengaruh satu
mengacu pada atmosfer umum lingkungan belajar,
komponen model pada model yang berdekatan.
dinamika kelas, peluang interaksi pembelajar-
Setiap sel model akan dibahas secara terpisah.
pembelajar dan pembelajar-instruktur, dan persepsi
pembelajar tentang komitmen instruktur terhadap
pembelajaran mereka. Faktor kedua, karakteristik
pembelajar, mencakup keseluruhan aspek pribadi,
sosial, dan sikap. Ini termasuk usia rata-rata
pembelajar; pengalaman belajar, profesional, atau
kehidupan mereka sebelumnya atau saat ini; tingkat
kemampuan mereka dalam bahasa; dan motivasi
mereka untuk belajar. Faktor ketiga, kondisi belajar, Gambar 2 Model Instruksional
berkisar pada kondisi fisik kelas (misalnya kelas besar
atau kelas kecil, kelasnya panas atau dingin,
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018
315
Affective Filter/Social Context b. Mode of Instruction
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, filter Prinsip dasar yang mendukung filosofi
afektif yang rendah membantu menentukan pengajaran adalah bagaimana para instruktur berpikir
keberhasilan dalam belajar. Oleh karena itu, konteks bahwa pengetahuan yang mereka miliki dapat
sosial, di mana pembelajaran terjadi, seharusnya diberikan secara efektif kepada pembelajar. Hal ini
memberikan filter afektif yang rendah yang akan berdampak langsung pada bagaimana mereka
memasukkan input ke tingkat berikutnya. Suasana merencanakan suatu pembelajaran dan bagaimana
yang nyaman harus dirasakan saat para pembelajar mereka mengukur hasilnya. Misalnya, jika mereka
masuk ke kelas, dan diharapkan filter semakin rendah percaya bahwa pembelajar belajar dengan cara
saat pembelajaran berlangsung. Seperti penelitian melakukan (learning by doing), dengan kata lain,
yang dilakukan Helms (1995: 295-307) pada siswa pembelajar bahasa belajar dengan cara
ESL (English as a Second Language) yang dia survei menggunakan bahasa tersebut, instruktur akan
yang menemukan bahwa lingkungan belajar ideal menciptakan lingkungan kelas komunikatif yang
harusnya memiliki rasio siswa-guru yang kecil, berpusat pada pembelajar, sehingga pembelajar akan
ditambah dengan antusiasme, kesabaran, sambutan menggunakan kemampuan bahasa dan kemampuan
hangat, serta penerimaan dan perhatian secara berpikir kritisnya. Dalam hal ini, pembelajar bahasa
personal kepada setiap siswa. Hal ini dapat pula akan dapat membangun keterampilan lisan mereka
diterapkan dalam pembelajan bahasa-bahasa dengan memasukkan kosakata-kosakata baru.
lainnya, termasuk pembelajaran BIPA, di mana Aktifitas-aktifitas seperti ini menggarisbawahi
instruktur seharusnya dapat menciptakan rasa pandangan teori interactionist yang menyatakan
nyaman bagi pembelajar bahasa tersebut. Senyuman bahwa pembelajaran bahasa akan terjadi melalui
ramah, pendahuluan, penghilang rasa takut, dan komunikasi.
aktifitas ice-breaker yang tepat akan membantu
menurunkan filter dan membuat input dapat diterima c. Building on Prior Knowledge and Experience
oleh pembelajar dengan efektif. Adalah penting bagi instruktur membuat
hubungan antara materi yang mungkin sudah
Input/Learning Conditions diketahui oleh pembelajar bahasa dengan informasi
Di bawah ini adalah tiga contoh kondisi yang baru yang akan mereka terima. Dengan kata lain,
kondusif untuk belajar. sebaiknya perlu adanya placement test sebelum
kelas dimulai untuk mengukur tingkat kemahiran
a. Instructor’s Language pembelajar bahasa. Hal ini akan sangat membantu
Bahasa yang digunakan oleh instruktur dalam menentukan titik awal pembelajaran. Jika
dianggap sebagai hal penting dalam pembelajaran informasi ini tidak dapat diperoleh sebelum kelas
bahasa. Salah satu cara dalam mengajarkan bahasa dimulai untuk pertama kalinya, informasi tersebut
khususnya terhadap pembelajar pemula adalah dapat diperoleh dengan berbagai cara. Misalnya,
dengan berbicara secara perlahan agar membuat pada pertemuan pertama, instruktur dapat
pemahaman lebih mudah bagi pembelajar bahasa. menggunakan ice-braker yang berfungsi ganda.
Instruktur bahasa dapat menggunakan beberapa Fungsi pertama adalah dengan memberikan kegiatan-
bentuk obrolan teacher-talk yang dimodifikasi saat kegiatan sederhana dan fungsi kedua adalah dengan
berkomunikasi dengan pembelajar bahasa. Modifikasi memberikan kegiatan-kegiatan yang lebih sulit.
dapat berupa kecepatan yang lebih lambat ketika
berbicara atau penggunaan artikulasi yang jelas. Comprehension and Integration/Learner’s
Namun untuk pembelajar bahasa yang sudah mahir, Characteristics and Learning Process
instruktur dapat menggunakan bahasa dengan Menciptakan kondisi belajar yang benar
kecepatan normal, yang mencerminkan komunikasi seharusnya, secara teoritis, mengarah pada
asli dalam dunia nyata. Selain itu, untuk membantu pembelajaran yang sukses. Tetapi untuk memastikan
pemahaman pembelajar bahasa, instruktur dapat bahwa pembelajaran semacam itu terjadi atau suatu
mencoba untuk memberi pernyataan yang lebih jelas, input itu dipahami dan diintegrasikan ke dalam
serta lebih memilih menggunakan restatement dan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh
reformulation dari kalimat-kalimat yang dikeluarkan pembelajar bahasa, perlu adanya pemahaman
namun belum dipahami secara penuh oleh instruktur terhadap karakteristik dan cara belajar
pembelajar bahasa daripada menggunakan pembelajar bahasa. Karakteristik-karakteristik
pengulangan (repetition) kalimat yang sama. pembelajar bahasa di antaranya termasuk usia rata-
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018
316
rata, pengalaman sebelumnya, kemampuan bahasa, Harmondsworth, England: Penguin.
gaya belajar, dan strategi belajar. Pemahaman 5. Krashen, S. D. (1981). Second language
karakteristik pembelajar ini akan membantu instruktur acquisition and second language learning.
dalam menentukan topik atau minat yang relevan Oxford, England: Oxford University Press.
untuk digunakan dalam proses belajar-mengajar. 6. Nugraha, S. T. (2003). Kesalahan-kesalahan
berbahasa Indonesia pembelajar Bahasa
Output/Learning Outcomes Indonesia sebagai bahasa asing: Sebuah
Penilaian post-instruction adalah yang lebih penelitian pendahuluan.
umum dipakai setelah proses belajar-mengajar 7. Rivers, M. W. (1968). Teaching foreign language
berakhir. Jenis penilaian ini bersifat sumatif dan skills. Chicago: Chicago University Press.
biasanya digunakan untuk mengukur keberhasilan 8. Stern, H. H. (1984). Fundamental concepts of
pembelajaran yang telah terjadi, untuk menentukan language teaching. Oxford, England: Oxford
apakah pembelajar dapat naik ke level yang lebih University Press.
tinggi. 9. Susanto, G. (2007). Pengembangan bahan ajar
Disamping penilaian post-instruction, BIPA berdasarkan kesalahan Bahasa Indonesia
penilaian kelas atau penilaian whilst-instruction dapat pembelajar asing.
dijadikan sebagai tambahan penilaian. Penilaian ini
bersifat formatif karena dia memberikan informasi
tentang apa, seberapa banyak, dan seberapa baik
pembelajar telah belajar selama proses belajar-
mengajar sedang berlangsung, dan penilaian ini
mempersiapkan si pembelajar untuk penilaian
berikutnya, yaitu penilaian post-instruction.

KESIMPULAN
Pemahaman tentang faktor-faktor penyebab
penutur asing melakukan kesalahan dalam
berbahasa Indonesia dan pemahaman tentang teori-
teori pemerolehan bahasa diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan instruktur BIPA untuk
mengajar dengan lebih baik dan membantu penutur
asing untuk belajar Bahasa Indonesia dengan lebih
efektif.
Ketiga teori pemerolehan bahasa yang telah
dipaparkan secara singkat ini tentu memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Namun, ada
kekuatan dari masing-masing teori tersebut yang
apabila mereka digabungkan akan menghasilkan
pengajaran BIPA yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Astika, G. (1995). Penelitian Bahasa Indonesia
sebagai bahasa asing: Latar belakang, landasan
teoritis dan prosedur pengumpulan data.
2. Darsita. (2001). Penggunaan kalimat Bahasa
Indonesia oleh mahasiswa penutur bahasa asing.
3. Helms, C. M. (1995). Reaching out to the
international students through bibliographic
instruction. The Reference Librarian, 50(51), 295-
307.
4. Hymes, D. (1972). On communicative
competence. Dalam J. B. Pride & J. Holmes
(Eds.), Sociolinguistics (pp. 269-293).
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG©2018
317

Anda mungkin juga menyukai