Contoh Kasus Pelanggaran Etika Profesi Insinyur

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Nama : Vina Puji Wismaningtyas

NIM : H75215034
Prodi : Teknik Lingkungan

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Profesi Insinyur: Kasus Meluapnya Lumpur Lapindo

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa


menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo
Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006.
Tragedi ‘Lumpur Lapindo’ dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini menjadi suatu
tragedi ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk
dan kawasan industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga
50 ribu meter kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar).
Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar
maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur: genangan hingga setinggi 6 meter pada
pemukiman; total warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa; rumah/tempat tinggal yang rusak
sebanyak 1.683 unit; areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha; lebih dari
15 pabrik yang tergenang menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan lebih dari 1.873
orang; tidak berfungsinya sarana pendidikan; kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi;
rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon); terhambatnya ruas
jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro
(Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa
Timur.
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan
Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan
dengan Kecamatan Gempol (kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi pusat semburan
hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi
gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Lokasi semburan lumpur tersebut
merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama
di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya
Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta
api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi, Indonesia.
Terdapat tiga aspek yang menyebabkan meluapnya lumpur lapindo. Aspek pertama yaitu
Aspek Ekonomis. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo Brantas Inc. diduga dengan
sengaja menghemat biaya operasional dengan tidak memasang casing. Melalui berbagai
penerbitan di jurnal ilmiah menganggap dan menemukan fakta bahwa penyebab semburan
adalah kesalahan operasi yang dilakukan oleh Lapindo. Lapindo telah lalai memasang casing,
dan gagal menutup lubang sumur ketika terjadi loss dan kick, sehingga Lumpur akhirnya
menyembur. (Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297
kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi). Aspek yang kedua yaitu Aspek Teknis.
Berdasarkan aspek teknis, pemicu semburan lumpur dinyatakan oleh adanya pengaruh gempa
tektonik Yogyakarta yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Dan aspek yang ketiga yaitu aspek
politik dimana Pemerintah menggunakan otoritasnya sebagai penguasa kedaulatan atas sumber
daya alam memberikan kontrak izin sebagai legalitas usaha kepada Lapindo.

Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan PT. Lapindo Brantas

Dari kasus tersebut diketahui bahwa PT. Lapindo Brantas telah melanggar UU nomor 8
tentang pokok pokok kepegawaian dimana kode etik profesi tidak sesuai pedoman sikap, tingkah
laku dan pembuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. PT. Lapindo
Brantas telah juga melanggar syarat-syarat dalam suatu profesi dimana seharusnya kode etik
yang harusnya dilakukan adalah mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi, namun yang
dilakukan oleh PT. Lapindon Brantas malah sebaliknya. Selain itu, apa yang dilakukan PT.
Lapindo Brantas tidak sesuai dengan sapta darma yaitu insinyur Indonesia senantiasa
menguatamakan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo
tidak mempedulikan keselamatan warga yang terkena lumpur yang meluap. Hingga kini, masih
banyak warga di sekitar daerah luapan lumpur yang belum mendapat ganti rugi dari PT. Lapindo
Brantas.

Kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas merupakan penyabab utama meluapnya
lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo malah berdalih dan enggan untuk
bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika profesi apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo
Brantas jelas telah melanggar etika profesi insinyur. Dimana PT. Lapindo Brantas telah
melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya
bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial. Dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan pengeboran di Sidoarjo, kebanyakan ahli hanya berpikir kaku yang
hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa pernah peduli implikasi dari teknologi yang
mereka gunakan di masyarakat. Mereka yang awalnya bertujuan untuk menyejahterakan
masyarakat malah sebaliknya menyusahkan masyarakat dan juga menyulitkan pemerintah karena
banyaknya dana yang harus ditanggung oleh pemerintah. Eksploitasi besar-besaran yang
dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan
bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan
penyelamatan dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan. Hal
yang dilakukan oleh PT. Lapindo telah melanggar prinsip – prinsip etika yang ada,

Anda mungkin juga menyukai