A. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu menerapkan praktik
kesehatan dan keselamatan di tempat bekerja.
B. TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui buku informasi menerapkan
praktik kesehatan dan keselamatan di tempat bekerja ini guna memfasilitasi
peserta sehingga pada akhir diklat diharapkan memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Mengikuti prosedur kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan pengendalian
risiko.
2. Berkontribusi untuk berpartisipasi dalam pengaturan manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja.
3. Menerapkan praktik-praktik kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
MENGIKUTI PROSEDUR KERJA UNTUK MENGIDENTIFIKASI BAHAYA
DAN PENGENDALIAN RISIKO
Pengertian lain dari keselamatan kerja adalah merupakan sarana utama untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang
berupa luka/cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda dan kerusakan
peralatan/mesin dan lingkungan secara luas (Tarwaka, 2008).
Sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air maupun di udara. Tempat-tempat kerja demikian
tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri,
pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Keselamatan
kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang maupun
jasa (Suma’mur, 1996).
Kesehatan kerja sebagai suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat berkaitan
dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka,
2008).
a) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setingi-
tingginya.
b) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas factor manusia dalam
produksi (Suma’mur, 1996).
Berikut adalah pengertian dan definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
tersebut :
a) Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat.
b) Agar sumber-sumber produksi dapat diakui dan digunakan secara aman
dan efisien.
c) Agar proses produksi dapat berjalan dengan lancer tanpa hambatan apapun
(Suma’mur, 1996).
Bahaya merupakan suatu kondisi, baik yang ada maupun yang berpotensi,
yang dengan sendirinya atau berinteraksi dengan kondisi lainnya, dapat
menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan atau diharapkan seperti
kematian, cidera manusia, kerusakan fasilitas dan hilangnya fasilitas (Budi
Santoso, 1999).
Hazard adalah sumber atau situasi yang mempunyai daya potensial untuk
mengakibatkan cidera atau gangguan kesehatan, kerusakan alat, kerusakan
lingkungan tempat kerja atau kombinasi dari hal-hal tersebut (Cross Jane,
1998).
Pengertian lain dari potensi bahaya ( hazard) adalah sesuatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau
bahkan dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian (Tarwaka, 2008).
Setiap proses produksi, peralatan/mesin, dan tempat kerja yang digunakan
untuk menghasilkan suatu produk selalu mengandung potensi bahaya
tertentu yang jika tidak mendapatkan perhatian khusus dapat menimbulkan
kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan
proses atau juga berasal dari luar proses. Potensi bahaya dapat
mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada:
a) Manusia, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap
pekerjaan.
b) Properti termasuk peralatan kerja dan mesin-mesin.
c) Lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun lingkungan di
luar perusahaan.
d) Kualitas produk barang dan jasa.
e) Nama baik perusahaan (Company’s Public Image ).
b) Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika
tidak digunakan sesuai dengan funsginya, tidak adanya latihan penggunaan
alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada
perawatan dan pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar
bagian dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi seini mungkin
(Syukri Sahab, 1997).
c) Bahan
Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan antara
lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan
kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, mengakibatkan
kelainan pada janin, bersifat racun dan radio aktif.
d) Proses
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan.
Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya, dalam prosesnya
digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan bahan kimia berbahaya yang
memperbesar risiko bahayanya. Dari proses ini kadang-kadang timbul asap,
debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau
tertimpa bahan. Hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat
kerja. Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan
(Syukri Sahab, 1997).
e) Cara Kerja
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan orang
lain di sekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain: cara kerja yang
mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta
tumpahan bahan berbahaya. Cara mengangkat dan mengangkut yang salah
mengakibatkan cedera, memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan
cara memakai yang salah.
4. Identifikasi Bahaya
5. Penilaian Risiko
Menurut Tarwaka (2008) risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya
kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi
tertentu.
Besarnya nilai risiko yang diperoleh digunakan sebagai dasar dalam melakukan
tindakan perbaikan untuk mencegah kecelakaan kerja yang sama terulang dan
untuk mengetahui bahaya yang harus mendapat perhatian lebih dahulu. Hasil
analisis potensi bahaya dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:
a) Evaluasi sejauh mana diperlukan perubahan mesin atau peralatan yang jadi
objek analisa serta perbaikan desain teknik.
b) Perbaikan metode kerja.
c) Mempersiapkan instruksi kerja.
d) Mempersiapkan peraturan keselamatan kerja atau panduan untuk objek
yang diteliti (Syukri Sahab, 1997).
d) Prioritas Risiko
6. Pengendalian Risiko
Pengendalian merupakan metode untuk menurunkan tingkat faktor bahaya dan
potensi bahaya sehingga tidak membahayakan. Apabila suatu risiko terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka
pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai
batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar
yang berlaku.
Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian risiko, harus
mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat
diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tenaga
kerjanya. Cara pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:
Menurut Bennet N.B. Silalahi dan Rumandang B. Silalahi (1995) bahwa pokok
peningkatan kesadaran K3 di kalangan karyawan adalah:
a) Pengertian, pelatihan, penyuluhan, dan motivasi pekerja.
b) Contoh kerja.
c) Teladan kerja.
d) Dasar keselamatan kerja.
e) Pelaksanaan kerja.
f) Tanggung jawab kerja.
g) Keinsyafan.
h) Pengamatan lingkungan.
i) Kebiasaan/perilaku.
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan benar.
Ketentuan APD sebagai berikut:
a) Memberi perlindungan adekuat terhadap bahaya yang spesifik.
b) Berat alat seringan mungkin.
c) Dipakai secara fleksibel.
d) Bentuk menarik.
e) Tahan lama.
f) Memenuhi standar.
g) Tidak menimbulkan bahaya tambahan karena salah penggunaan.
h) Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakai.
i) Suku cadang mudah didapat (A. Siswanto, 1983).
a. Pengumpulan data :
Denah/Peta Lokasi Perusahaan.
Kebijkan K3.
Struktur Organisasi Perusahaan.
Diagram Alir Proses.
Prosedur, Instruksi Kerja serta peralatan yang digunakan.
Komposisi Tenaga Kerja.
Daftar Fasilitas Umum dan Fasilitas Penunjang Operasional Perusahaan.
Daftar mesin tenaga dan produksi.
Daftar pesawat uap dan bejana tekan yang digunakan
Daftar alat berat dan kendaraan operasional yang digunakan.
Daftar bahan baku.
Daftar produk.
Daftar sampah, limbah dan emisi yang dihasilkan.
Laporan Insiden sebelumnya.
Masukan/informasi dari tenaga kerja ataupun pihak ke-3 di luar
Perusahaan.
Aktivitas keamanan, lalu-lintas, lingkungan dan situasi darurat.
Perizinan, Perundang-undangan dan kontrak dengan pihak ke tiga.
Daftar pihak lain yang beraktivitas di wilayah Perusahaan.
Perubahan Manajemen, dsj.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa prosedur merupakan
tahapan yang dilakukan dari berbagai kegiatan pada suatu operasi tertentu
berdasarkan urutan waktu dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan secara
berulang-ulang .
Manfaat prosedur kerja K3 ini tidak hanya berdampak pada karayawan akan
tetapi juga berdapak pada perusahaan itu sendiri. Berikut ini manfaat yang bisa
diambil jika perusahaan itu menerapkan prosedur kerja K3.
a. Pekerja merasa aman melakukan pekerjaannya dan perusahaan juga
diuntungkan karena tidak harus mengeluarkan biaya penyembuhan terhadap
karyawan yang celaka akbit kerja.
b. Hemat waktu-karena kawayan tidak harus berpikir panjang dan hanya
mengikuti prosedur yang telah diterapkan.
Sebenarnya masih banyak manfaat yang bisa didapatkan baik itu oleh
perusahaan atau pun karyawan dengan adanya prosedur kerja K3 yang jelas.
Sedangkan untuk instruksi kerja, menurut ISO 9001; 2000 Instruksi Kerja adalah
dokumen mekanisme kerja yang mengatur secara rinci dan jelas urutan suatu
aktifitas yang hanya melibatkan satu fungsi saja sebagai pendukung Prosedur
Mutu atau Prosedur Kerja.
Secara prinsip instruksi kerja menguraikan bagaimana satu langkah dalam suatu
prosedur dilakukan. Terkadang penulisan prosedur sangat panjang sehingga
tidak rinci penguraiannya sehingga memerlukan penjelasan yang lebih detail dan
rinci dengan menggunakan instruksi kerja. Namun terkait pembuatan instruksi
kerja masih terdapat perdebatan, instruksi kerja dibuat untuk menjelaskan
bagian dari prosedur secara rinci namun juga terdapat juga beberapa pendapat
ahli yang mengatakan bahwa instruksi kerja dapat dibuat apabila belum ada
prosedur standar yang dibuat. Namun dalam hal ini penulis termasuk yang
mendukung bahwa instruksi kerja merupakan bagian dari prosedur. Apabila
belum ada prosedurnya, maka tentunya perlu dibuat terlebih dahulu. Tidak
semua prosedur memerlukan instruksi kerja. Apabila prosedur sudah cukup jelas
menggambarkan proses maka tentunya tidak diperlukan instruksi kerja.
Kita pernah melihat suatu pekerjaan itu diselesaikan tetapi kecelakaan masih
juga terjadi. Setelah di investigasi ternyata pekerja tersebut telah mengikuti
prosedur kerja yang diberikan oleh perusahaan. Setelah ditemukan akar
permasalahannya, ternyata prosedur kerja yang disosialisasikan tidak
mempertimbangkan segi keselamatannya sehingga kecelakaan pun terjadi.
e. Kontraktor :
Kriteria pemilihan kontraktor.
Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.
Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.
d. Kontraktor :
Persyaratan kriteria kinerja K3.
Persyaratan pelatihan maupun kompetensi keahlian terhadap personel di
bawah kendali kontraktor.
Persyaratan pemeriksaan peralatan/ perlengkapan/ bahan/ material
kontraktor.
a) Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan
seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu,
harta benda atau property maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu
proses kerja atau yang berkaitan dengannya.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga,
kapan dan di mana yang dapat menimbulkan cedera fisik terhadap orang, dan
atau kerusakan atau kerugian harta benda atau kerusakan atau pencemaran
lingkungan (PT. United Tractors Tbk., 2010).
Kecelakaan terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu sumber energi
atau bahan baku yang melampaui NAB dari bahan atau struktur. Sumber energi
ini dapat berupa tenaga mekanis, kinetis, kimia, listrik, dan lain sebagainya
(Sucofindo, 1998).
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal, yaitu unsafe act (tindakan
yang tidak aman) dan tindakan unsafe condition ( kondisi yang tidak aman ).
Oleh karena itu sumber daya manusia dalam hal ini memegang peranan
penting dalam penciptaan keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga kerja yang
mau membiasakan dirinya dalam keadaan aman dan melakukan pekerjaan
dengan aman akan sangat membantu dalam memperkecil angka kecelakaan
kerja (Suma’mur, 1996).
b) Jika api tidak padam, panggil teman terdekat dan segera hubungi kepala
gedung (fire marshall).
2) Penyelamatan Diri
a) Buat rencana penyelamatan diri, dengan menentukan sedikitnya dua
jalur keluar dari setiap ruangan. Ini bisa melalui pintu ataupun jendela,
jadi perhatikan apakah pembatas ruangan akan mengganggu rencana
ini. Buatlah denah penyelamatan diri.
d) Keluarlah dari pintu atau jendela yang terdekat menuju ke tempat yang
aman. Pastikan bahwa pintu dapat dengan cepat dibuka pada kondisi
darurat, demikian pula jika harus melalui jendela.
e) Apabila terjebak api, pastikan balut tubuh anda dengan selimut tebal
yang dibasahi. Ini hanya dilakukan sebagai pilihan terakhir apabila tidak
ada jalan lain kecuali menerobos kobaran api.
f) Keselamatan diri :
2) Tanah
3) Air
4) Dan lain-lain.
Co2
Busa
Hermatic
2) Hidrant kebakaran
4) Diberi tanda yang menunjukkan tentang adanya apar dengan warna merah
Catatan:
Pada posisi yang sama di setiap lantai,
Pegang ujung slang pada sisi betina dan lemparkan gulungan slang
ke arah api;
Bila kurang panjang, tambah lagi dan sambungkan satu dengan
lainnya;
2) Pegang Nozle:
Ambil posisi dengan benar (kuda-kuda) setelah siap beri kode agar
air segera dialirkan;
Tangan kiri pegang ujung nozle, tangan kanan pada pangkal nozle
sambil dijepit dengan ketiak.
3) Mengalirkan Air:
Keuntungan:
Mudah didapat dalam jumlah banyak;
Kelemahan:
Tidak bisa untuk kebakaran listrik;
Untuk kebakaran minyak harus dengan cara spray dan teknik yang benar;
Penanggulangan Kebakaran :
Tindakan Pencegahan/Preventif
Segala upaya yang dilakukan agar kebakaran tidak terjadi kebakaran :
1) Memberikan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan;
10) Bila akan menutup tempat kerja, periksa dahulu hal-hal yang dapat
menyebabkan kebakaran.
Tindakan Pemadaman/Represif
Tindakan yang dilakukan untuk memadamkan kebakaran sebagai upaya
memperkecil kerugian yang ditimbulkan dan mencegah agar kebakaran tidak
meluas.
Sistem Pemadaman
Sistem Isolasi
Cara pemadaman dengan tidak memberi oksigen pada benda yang terbakar
Menutup dengan karung basah;
Sistem Urai
Cara pemadaman dengan membagi-bagi benda yang terbakar menjadi bagian
kecil sehingga api mudah dikendalikan. Bila sistem isolasi dan pendinginan
tidak dapat dilakukan.
Terjadinya Api :
Persenyawaan Tiga Unsur :
Panas
Udara
2) Mudah dikendalikan
3) Menguntungkan
Kebakaran :
1) Tidak dibutuhkan
2) Sulit dikendalikan
3) Merugikan
Kebakaran :
Suatu peristiwa yang disebabkan dari api yang tidak dapat dikendalikan atau
dikuasai baik besar maupun kecil, disengaja atau tidak dan menimbulkan
kerugian harta benda, cacat bahkan korban jiwa manusia.
Sebab Kebakaran :
1) Kelalaian.
3) Peristiwa alam.
4) Disengaja/ulah manusia.
Akibat Kebakaran :
1) Menghambat kelancaran pemerintahan/pembangunan.
3) Timbulnya pengangguran.
10. Penjagaan Seluruh Area Kerja Tetap Bersih dan Bebas dari
Gangguan
Berikut beberapa akibat dari pengaturan tempat kerja yang tidak rapi dan
bersih:
Tempat kerja yang padat.
Kesulitan mencari perkakas, material.
Dapat menimbulkan stress.
Untuk menciptakan suasana kerja yang bersih dan rapi, berikut beberapa tips
yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan kerja:
Mari kita dimulai sedini mungkin, karena “Kebersihan adalah Sebagian dari
Iman”. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Patuhi aturan
Aturan yang telah disepakati, bisa berjalan dengan baik apabila setiap orang
berusaha mematuhi kesepakatan tersebut.
Beberapa rambu untuk pintu darurat banyak tersedia dalam berbagai macam
dan desain. Rambu dengan lampu aliran listrik dan dilengkapi dengan lampu
darurat (baterai) adalah merupakan pilihan yang terbaik tetapi dengan biaya
yang cukup mahal. Walau bagaimanapun yang paling utama adalah
pemahaman akan pentingnya beberapa hal tersebut di atas pada sebuah
bangunan produksi yang berisiko besar terjadinya kebakaran ataupun
bencana yang lain.
Merekrut Ahli K3
Umum untuk
merencanakan
Tidak ada kecelakaan Sistem
kerja yang Manajemen
menghilangkan Keselamatan dan
waktu kerja tenga Kesehatan Kerja
Februari
1. kerja melebihi 2x24 dan HRD
2013
jam dan atau Penerapannnya
terhentinya proses serta melakukan
melebihi shift identifikasi
berikutnya bahaya dan
rencana
pengendalian
terhadapnya
Membentuk Panitia
Pembina
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
(P2K3) sesuai
perundang-undangan
Pimpinan
yang berlaku untuk Maret 2013
Perusahaan
mendukung
berjalannya
penerapan Sistem
Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Menyediakan sumber
daya yang
dibutuhkan sesuai
identifikasi bahaya
Juni 2013 HRD
dan perencanaan
penerapan Sistem
Manajemen
Keselamatan dan
No Sasaran Program Jadwal Kewenangan
Kesehatan Kerja
Melaksanakan
kerjasama dengan
rumah sakit terdekat
sebagai rujukan
penanganan Maret 2013 HRD
kecelakan kerja
ataupun keadan
darurat di tempat
kerja
Menyediakan kantin
tenaga kerja dan
bekerja sama dengan
HRD dan
jasa katering
Mei 2013 Ahli K3
penyedia makanan
Umum
sehat dengan harga
yang terjangkau oleh
tenaga kerja
Melaksanakan
pendidikan dan
pelatihan
Meningkatkan
Keselamatan dan
pengetahuan tenaga
Kesehatan Kerja
kerja mengenai HRD dan Ahli
3. sesuai dengan Juni 2013
Keselamatan dan K3 Umum
kebutuhan,
Kesehatan Kerja di
keahlian dan
tempat kerja
kompetensi
tenaga kerja
secara rutin baik
No Sasaran Program Jadwal Kewenangan
dilaksanakan
sendiri maupun
pihak luar
Menjalin kerjasama
dengan dinas-dinas
terkait yang memiliki HRD dan
kewenangan khusus Mei 2013 Ahli K3
untuk memberikan Umum
pelatihan/pendidikan
K3 di tempat kerja
Melaksanakan
audit internal
Sistem
Manajemen
Keselamatan
Kerja minimal
setiap enam
bulan sekali
Meningkatkan dan ataupun jika ada
Januari
4. memelihara kinerja kondisi yang P2K3
2014
K3 Perusahaan memerlukan
tindakan audit
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
baik secata
internal maupun
eksternal
Nama Perusahaan
Logo
Nama Terang
Pimpinan Perusahaan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan tata
kelola atas adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan
agar mereka merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya,
sehingga dapat berkonsentrasi secara penuh, dan mampu bekerja secara
produktif. SMK3 tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan atau menjadi bagian integral dari keseluruhan sistem manajemen
perusahaan. Masalah keselamatan dan kesehatan karyawan dapat berpengaruh
terhadap produkstivitas kerja mereka. Artinya adalah bahwa keselamatan dan
kesehatan karyawan dapat mempengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan
perusahaan (Suparyadi, 2015:379).
Guna melaksanakan SMK3 diperlukan biaya. Besar atau kecilnya biaya yang
dikeluarkan ini sangat relative. Namun, hal yang sangat penting dan perlu
disadari adalah bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan, karyawan memiliki
posisi sentral dan peranan yang vital. Manajemen perlu menyadari bahwa tanpa
karyawan, manajemen tidak akan mampu berbuat banyak dalam upaya
mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu, masalah keselamatan dan
kesehatan kerja bagi karyawan perlu dikelola secara sistematik agar terarah
dengan baik, supaya benar-benar dapat diwujudkan adanya jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan (Suparyadi, 2015:380).
Tujuan
Berdasarkan Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), yang
dinyatakan bahwa SMK3 memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terencana, terstruktur, dan terintegrasi.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
Manfaat
a. Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan nyaman;
b. Lebih produktif;
c. Berkurangnya risiko terjadinya kecelakaan dan gamgguan kesehatan;
d. Berkurangnya risiko kerugian yang lebih besar;
e. Terbebas dari sanksi;
f. Kebijakan;
g. Dibentuk ortanisasi SMK3;
h. Perencanaan secara terintegrasi;
i. Pembagian wewenang;
j. Tanggung jawab organisasi atau perusahaan dan individu secara
proporsional;
k. Dukungan anggaran yang cukup;
l. Pengawasan dan pengendalian internal.
Banyak perusahaan yang tidak peduli pada keselamatan dan kesehatan kerja
para karyawannya, sehingga berakibat pada sering terjadinya kecelakaan kerja
dan gangguan kesehatan pada para karyawan, sesungguhnya yang merugi
bukan hanya karyawan itu sendiri dan keluarganya, tetapi perusahaan juga
sangat merugi. Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan atau
memberi santunan, yang mana biaya ini tidak perlu dikeluarkan apabila tidak
terjadi kecelakaan kerja atau gangguan kesehatan pada karyawannya. Di
samping itu, apabila kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan pada karyawan
itu berakibat meninggalnya karyawan atau karyawan tersebut tidak mampu
bekerja semula lagi, maka kerugian perusahaan akan menjadi makin besar
karena karyawan itu merupakan investasi paling mahal dan sangat penting.
Perusahaan harus merekrut karyawan baru, melatih dan mengembangkannya
agar dapat memiliki kualitas kompetensi seperti karyawan yang meninggal atau
karyawan yang sudah tidak mampu bekerja seperti semula lagi itu (Suparyadi,
2015:377-378).
Kita menyadari bahwa unsur manusia dalam sebuah organisasi itu bernilai sangat
tinggi karena memiliki peran yang sentral dalam setiap gerak langkah organisasi;
merupakan sumber daya organisasi yang “pengadaannya” memerlukan biaya
yang sangat mahal, seperti untuk perekrutan, seleksi dan pengujian, pelatihan
dan pengembangan; serta merupakan satu-satunya sumber daya organisasi yang
dari waktu ke waktu mampu memberikan kontribusi yang makin meningkat
seiring makin meningkatnya kualitas kompetensi yang dimilikinya. Oleh karena itu,
sebagian ahli manajemen sumber daya manusia menyebut unsur manusia dalam
sebuah organisasi sebagai modal atau human capital. Ketidaksadaran atas begitu
krusial dan berharganya unsur manusia dalam organisasi nampak pada perilaku
organisasi yang tidak mengelola unsur manusia ini secara baik, antara lain dalam
hal menjamin keselamatan dan kesehatan kerja para karyawannya (Suparyadi,
2015:377).
Tenaga kerja merupakan asset perusahaan yang harus diberi perlindungan oleh
pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), mengingat ancaman bahaya
yang berhubungan dengan suatu pekerjaan. Kualitas pekerja dapat dipengaruhi
oleh salah satunya yaitu dengan pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang baik, karena kecelakaan kerja dapat menyangkut masalah
produktivitas. Peraturan perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
merupakan salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan kerja yang
penerapannya menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi
lingkungan kerja. (Silaban, 2008:35).
Kasus tersebut hanya sebagian kecil dari sejumlah kasus kecelakaan kerja yang
terjadi di Indonesia. Sejak tahun 2007, angka kecelakaan kerja di Indonesia
terus mengalami peningkatan. Data dari Jamsostek menyebutkan pada tahun
2007 terjadi sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun
2009 sebanyak 96.314 kasus, tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus, tahun 2011
mencapai, 99.491 kasus (sumber: https: //nasional.inilah.com/ read/ detail/
1839600/ 99-ribu-kasus-kecelakaan-kerja-di-2011#.UQoEnpaOzDo).
Seperti yang di lansir dari news.detik.com, kasus pekerja proyek Kali Ciliwung
yang tertimpa paku bumi Oktober 2016 silam dapat menjadi contoh bahwa faktor
mekanis dan lingkungan dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Kejadian tersebut
terjadi di proyek Kali Ciliwung, Bukit Duri RT 10/12, Tebet, Jakarta Selatan. Dari
informasi yang didapat, kecelakaan terjadi ketika Muaf Jaelani (korban) sedang
mengarahkan crane untuk memasang paku bumi. Namun sling yang mengikat
paku bumi yang akan dipasang terlepas dari crane. Muaf yang berdiri di
dekat crane pun tidak dapat menghindar. Paku bumi tersebut kemudian menimpa
korban. Akibat dari kecelakaan tersebut, Muaf mengalami luka-luka yang cukup
parah dan kaki kanan nya putus hingga paha.
Muaf Jaelani dikenal sebagai pekerja yang cukup berhati-hati dan selalu
menggunakan pakaian pengaman yang lengkap sebelum memulai pekerjaan nya.
Namun faktor mekanis yang tak diduga dapat menjadi pemicu kecelakaan yang
fatal. Meskipun begitu, kecelakaan yang dialami oleh Muaf tidak di biarkan begitu
saja. Korban dengan segera dilarikan ke Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jalan
Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Berbagai penanganan medis dilakukan untuk
mengobati luka-luka yang di alami Muaf termasuk mengamputasi kaki kanan
korban.
Meskipun begitu, Muaf Jaelani merupakan salah satu korban kecelakaan kerja
yang cukup beruntung karena namanya tercantum dalam salah satu pekerja yang
terdaftar dalam program perlindungan BPJSTK program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) di Kantor Cabang Salemba. Menurut Direktur Utama BPJSTK Agus
Susanto, semua biaya pengobatan Muaf ditanggung oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK). Ia juga memastikan bahwa seluruh
pengobatan dibiayai sampai korban pulih dan untuk cacat yang dialami oleh
korban juga akan diberikan santunan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada.
Budaya keselamatan dalam bekerja akan menjadi lebih efektif apabila komitmen
dilaksanakan secara nyata dan terdapat keterlibatan langsung dari pekerja dan
pengusaha dalam upaya keselamatan kerja. Keterlibatan pekerja dalam
keselamatan kerja tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, berupa
keaktifan pekerja dalam kegiatan K3, memberikan masukan mengenai adanya
kondisi berbahaya di lingkungan, menjalankan dan melaksanakan kegiatan
dengan cara yang aman, memberikan masukan dalam penyusunan prosedur dan
cara kerja aman, dan mengingatkan pekerja lain mengenai bahaya K3 (Ramli,
2010).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan Hak Asasi Manusia (HAM)
yang dimiliki oleh seluruh pekerja yang bekerja. Kemungkinan terjadinya sebuah
kecelakaan kerja atau penyakit yang ditimbulkan oleh suatu pekerjaan dan
berakibat kematian, atau kemungkinan para pekerja mengalami cacat dan tidak
bisa bekerja, dapat menurunkan produktivitas kerja pekerja tersebut dan dapat
mempengaruhi perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran yang dimiliki
oleh para pekerja maupun perusahaan akan pentingnya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus
selalu dihimbau dan dipahami oleh para pekerja maupun pengusaha.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1996 tentang SMK3, sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan K3, dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja, dan guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Tempat kerja yang di maksud adalah tempat kerja di darat, dalam tanah,
permukaan air, dalam air, maupun di udara dengan unsur dilakukan usaha, ada
tenaga kerja yang bekerja, dan ada sumber bahaya. Dasar hukum dari peraturan
menteri tersebut antara lain pasal 5,20, dan 27 ayat (2) UUD 1945 ; pasal 86, 87
Paragraf 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; UU No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pelaksanaan yang dibagi
menjadi Peraturan Khusus dan Peraturan Pemerintah, termasuk Peraturan
Menteri.
Selain itu, karyawan atau tenaga kerja juga dapat menolak jika syarat
keselamatan diragukan atau tidak tersedia, sebagai contoh saat diperintahkan
melakukan pekerjaan di atas ketinggian namun perlengkatan keselamatan
seperti safety harness tidak tersedia (Sumber : www.darmawansaputra.com).
B. Keterampilan yang diperlukan dalam Berkontribusi untuk
Berpartisipasi dalam Pengaturan Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
1. Menjelaskan definisi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
2. Menginformasikan isu-isu kesehatan dan keselamatan kerja kepada aparat
yang berwenang sesuai dengan prosedur tempat kerja yang relevan;
3. Melakukan kontribusi kepada manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di
tempat kerja sesuai dengan kebijakan dan prosedur organisasi dan dalam
lingkup tanggung jawab dan kompetensi karyawan;
4. Mengidentifikasi Dokumen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, memeriksa
dokumen tersebut secara periodik, dan menindaklanjuti rekomendasinya;
5. Meninjau kembali mengenai klarifikasi kewajiban, prosedur dan praktik-praktik
kesehatan dan keselamatan kerja.
Prosedur bekerja dengan aman dan teratur pada umunya sudah dibuat
berbentuk tata teratur ketentuan keperilakuan (code of conduct) pada tiap-tiap
perusahaan.
Semua bentuk tingkah laku dan peristiwa yang mencurigakan mesti dilaporkan
baik dengan cara tercatat ataupun lisan kepada pihak yang berwenang di
perusahaan untuk di tindaklanjuti kepada pihak berwajib.
b. Pengusaha adalah :
Orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri.
Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya.
Orang, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
d. Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka
bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya, baik darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Pihak pengusha atau perusahaan melakukan prosedur bekerja dengan aman dan
tertib dengan cara :
a) Menetapkan standar K3;
c) Menetapkan peraturan-peraturan;
b. Faktor lingkungan fisik tenaga kerja, seperti mesin, gedung, ruang, peralatan;
Jika terjadi hal-hal yang tidak seperti biasanya, ganjil, atau aneh, segera
laporkan kepada pihak yang berwenag (atasan atau kepolisian), baik secara
tertulis maupun secara lisan.
CONTOH KASUS
Kasus :
Bau gas tercium di sebuah supermarket di Jakarta, yang menyebabkan
karyawan pinggsan.
Cara Penyelesaian:
Bagian keamanan seharusnya selalu mengecek secara rutin semua ventilasi dan
mengantisipasi adanya kebocoran gas.
Kasus: :
Seorang ilmuwan, ahli biologi, dan peneliti mengadakan ekspedisi penjelajahan
ke dalam laut untuk menyelidiki perihal ikan paus dan ikan hiu. Ternyata tanpa
diduga dia diserang oleh ikan hiu sehingga kehilangan tangannya sampai putus.
Cara Penyelesaian :
Keadaan di dalam air/laut memang sangat tidak terduga dan ganas. Jangan
karena merasa ahli dan berpengalaman, mengabaikan faktor keselamatan. Oleh
karena itu, peneliti harus menggunakn sarana pengaman yang lengkap dan
pengawalan.
Kasus: :
Helicopter superpuma yang sedang diperbaiki di lapangan terbang Pondok
Cabe, Banten mengalami kecelakaan. Padahal pesawat itu hanya terbang di
atas permukaan tanah sekitar satu meter lalu jatuh. Baling-balingnya menimpa
dan menewaskan dua orang teknisinya dan pilotnya luka.
Cara Penyelesaian :
Kecelakaan sering terjadi secara tidak terduga. Para teknisi seharusnya tidak
berada di dekat pesawat terbang untuk mengantisipasi jika ada kecelakaan.
Selain itu, semua peralatan pengaman harus dipersiapkan.
b) Corrosive (Korosif)
Bahan dan formulasi dengan notasi corrosive adalah merusak jaringan hidup.
Jika suatu bahan merusak kesehatan dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat
diprediksi karena karakteristik kimia bahan uji, seperti asam (pH <2)>11,5),
ditandai sebagai bahan korosif. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.
Bahaya : korosif atau merusak jaringan tubuh manusia.
Contoh : klor, belerang dioksida.
Keamanan : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata.
c) Toxic (Beracun)
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya toxic dapat
menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada
konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut
(ingestion), atau kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan beracun jika memenuhi kriteria berikut:
LD50 oral (tikus) 25 – 200 mg/kg berat badan.
LD50 dermal (tikus atau kelinci) 50 – 400 mg/kg berat badan.
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu 0,25 – 1 mg/L.
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap 0,50 – 2 mg/L.
Frase-R untuk bahan beracun yaitu R23, R24 dan R25.
Bahaya : toksik; berbahaya bagi kesehatan bila terhisap, terteln atau
kontak dengan kulit, dan dapat mematikan.
Contoh : arsen triklorida, merkuri klorida
Kemananan : hindari kontak atau masuk dalam tubuh, segera berobat ke
dokter bila kemungkinan keracunan.
Sedangkan Bahan dan formulasi dengan notasi irritant atau kode Xi adalah tidak
korosif tetapi dapat menyebabkan inflamasi jika kontak dengan kulit atau selaput
lendir. Frase-R untuk bahan irritant yaitu R36, R37, R38 dan R41
Kode Xn (Harmful)
Bahaya : menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh,
Contoh : peridin
Kemanan : hindari kontak dengan tubuh atau hindari menghirup, segera
berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
Kode Xi (irritant)
Bahaya : iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan.
Contoh : ammonia dan benzyl klorida.
Keamanan : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata.
e. Kontraktor :
Kriteria pemilihan kontraktor.
Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.
Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.
Prinsip Dasar
Adapun prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat tersebut
diantaranya:
1) Pastikan anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah atau
kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum kita
menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau
masih dalam bahaya.
2) Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efisien.
Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumber daya yang ada baik
alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila anda bekerja dalam
tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.
4) Pendarahan.
Pendarahan yang keluar pembuluh darah besar dapat membawa kematian dalam
waktu 3 sampai 5 menit. Dengan menggunakan saputangan atau kain yang
bersih tekan tempat pendarahan kuat-kuat kemudian ikatlah saputangan tadi
dengan dasi, baju, ikat pinggang, atau apapun juga agar saputangan tersebut
menekan luka-luka itu. Kalau lokasi luka memungkinkan, letakkan bagian
pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh.
2) Response (Respon)
Pastikan Kondisi Kesadaran Korban. Periksa kesadaran korban dengan cara
memanggil namanya jika anda kenal, atau bersuara yang agak keras di dekat
telinga korban, jika tidak ada respon juga, tepuk pundak korban perlahan namun
tegas, berikan rangsangan nyeri (misalnya mencubit bagian telinga korban). Jika
korban masih tidak ada respon, segara panggil bantuan medis, dan lakukan
tahap selanjutnya, karena anda masih mempunyai waktu untuk menunggu
bantuan medis datang.
Penanganan:
Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi shock;
mengganti elektrolit yang lemah;
Mengenal dan mengatasi komplikasi yang ada;
Memberantas penyebabnya;
Rutinlah minum jangan tunggu haus.
3) Asma yaitu penyempitan/gangguan saluran pernafasan.
Gejala:
Sukar bicara tanpa berhenti, untuk menarik nafas;
Terdengar suara nafas tambahan;
Otot Bantu nafas terlihat menonjol (di leher);
Irama nafas tidak teratur;
Terjadinya perubahan warna kulit (merah/pucat/kebiruan/sianosis)
Kesadaran menurun (gelisah/meracau).
Penanganan:
Tenangkan korban;
Bawa ketempat yang luas dan sejuk;
Posisikan ½ duduk;
Atur nafas;
Beri oksigen (bantu) bila diperlukan.
Penanganan:
Istirahatkan korban;
Beri minuman hangat;
beri obat bila perlu;
Tangani sesuai penyebab.
Penanganan:
Tenangkan korban;
Istirahatkan;
Posisi ½ duduk;
Buka jalan pernafasan dan atur nafas;
Longgarkan pakaian dan barang barang yang mengikat pada badan;
Jangan beri makan/minum terlebih dahulu;
Jangan biarkan korban sendirian (harus ada orang lain didekatnya).
8) Mimisan yaitu pecahnya pembuluh darah di dalam lubang hidung karena suhu
ekstrim (terlalu panas/terlalu dingin)/kelelahan/benturan.
Gejala:
Dari lubang hidung keluar darah dan terasa nyeri;
Korban sulit bernafas dengan hidung karena lubang hidung tersumbat oleh
darah;
Kadang disertai pusing
Penanganan:
Bawa korban ke tempat sejuk/nyaman;
Tenangkan korban;
Korban diminta menunduk sambil menekan cuping hidung;
Diminta bernafas lewat mulut;
Bersihkan hidung luar dari darah;
Buka setiap 5/10 menit. Jika masih keluar ulangi tindakan Pertolongan
Pertama.
Potensi bahaya (hazard) adalah setiap kondisi, situasi kerja, bahan atau proses
yang berpotensi menyebabkan kerugian materi/ peralatan, kecelakaan ataupun
penyakit terhadap manusia, termasuk bayi yang ada dalam kandungannya, dan
sebagainya.
Kita kenal apa yang disebut hirarki pengontrolan potensi bahaya (yang juga
sebagai Filosofi Keselamatan Kerja)
Elimination (Meniadakan) prioritas utama;
Substitution (Mengurangi tingkat bahaya);
Administrative control (membuat daftar in/out );
Equipment enginnering controls (baricade, signs, etc.).
1. Taat asas, tanggung jawab, cermat dan teliti dalam menerapkan prosedur
kesehatan dan keselamatan kerja setiap waktu dalam pekerjaan sehari-hari;
6. Taat asas dan tanggung jawab dalam melaporkan secara langsung situasi yang
secara potensial berbahaya, meliputi kegagalan dan peralatan berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Referensi
a. Suma’mur, 1987. Kesehatan Kerja dan Pencegahan Kesehatan. Jakrta: Haji
Mas Agung.
b. Wuryantari S. & Puspitasari D., 2007. Keamanan, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Depok: Arya Duta.
B. Referensi Lainnya
A. Daftar Peralatan/Mesin
B. Daftar Bahan
1. Instruktur …
1. .. 2. Asesor …
3. Anggota …