Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

PROGRAM HIBAH PENELITIAN


DEPARTEMENTEKNIK KIMIA FT UGM
TAHUN 2019

Optimasi Geopolimer Fly Ash Menggunakan Aktivator Padat


dari Silika Geotermal dan Fly Ash

DIAJUKAN OLEH:
Prof. Ir. I Made Bendiyasa, M.Sc., Ph.D.

DEPARTEMENTEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
LAPORAN
PROGRAM HIBAH PENELITIAN
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FT UGM
TAHUN 2019
1. JUDUL PENELITIAN : Optimasi Geopolimer Fly ash Menggunakan
Aktivator Padat dari Silika Geotermal dan Fly ash
2. JENIS PENELITIAN : Terapan
PENELITI UTAMA

a. Nama lengkap : Prof. Ir. I Made Bendiyasa, M.Sc., Ph.D.


b. NIP : 19491231 197603 1 004
: Pembina/GB/IVE
c. Pangkat/Jabatan/Golongan Mineral Processing
:
d. Bidang Spesialisasi Jalan Plemburan Gg. Cucak Rowo No.I, Sariharjo,
:
e. Alamat Rumah Ngaglik, Sleman

3. LABORATORIUM : Laboratorium Keramik dan Komposit


4. NAMA MAHASISWA YANG : 1. Faaza Ihda Fairuza (S1)
TERLIBAT 2. Naala Sa’dan (S1)
6. JANGKA WAKTU PENELITIAN : 1 Mei s/d 30 Oktober 2019
7. BIAYA YANG DIAJUKAN : Rp 10.000.000,00

Yogyakarta, 28 Oktober 2019

Koordinator Peneliti

Prof. Ir. I Made Bendiyasa, M.Sc., Ph.D.


NIP. 19491231 197603 1 004
I. INTISARI
Produksi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik Indonesia masih bertumpu pada
PLTU yang menyumbang sekitar 50% dari total elektrifikasi nasional. Produksi listrik
menggunakan batubara menghasilkan 4,4 juta ton/tahun limbah abu dengan komposisi fly
ash sebanyak 80-90%. Selain dari PLTU, pembangkit listrik dari panas bumi juga
menghasilkan limbah kerak silika yang menurunkan efisiensi perpindahan panas antar pipa
pada proses pabrik listrik geotermal. Silika geotermal mengandung SiO2 amorf yang bersifat
reaktif. Sifat reaktif dari SiO2 amorf dapat digunakan sebagai reagen pembuatan Na2SiO3
yang berfungsi sebagai aktivator pada geopolimer. Namun, masih terdapat mineral-mineral
logam pengotor pada silika geotermal yang mengandung unsur-unsur K, Na, Fe, Ca, dan Al.
Maka dari itu silika geotermal dicuci menggunakan HCl dan aquadest untuk melarutkan
pengotor-pengotor pada silika geotermal. Aktivator dibuat dengan melakukan kalsinasi pada
campuran silika geotermal dan NaOH pada suhu 400°C, 500°C, dan 650°. NaOH dan silika
geotermal dicampur dengan rasio massa 2:1, 5:3, dan 1:1. Berdasarkan analisis XRD dari
aktivator pada berbagai suhu diperoleh bahwa fase amorf dari aktivator akan menurun
dengan naiknya suhu kalsinasi. Aktivator kering dicampurkan dengan fly ash dengan
penambahan air dan dicetak dalam cetakan 5x5x5 untuk dilakukan uji kuat tekan. Pengujian
kuat tekan dilakukan menggunakan alat Universal Testing Machine sehingga diperoleh nilai
kuat tekan tertinggi berada pada geopolimer dengan aktivator 1:1 dan suhu kalsinasi 400oC
memiliki nilai kuat tekan paling tinggi.

Kata kunci: silika geotermal, abu terbang, geopolimer, aktivator kering, silika amorf
II. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pembangkit Listrik Tenaga Uap masih menjadi pemasok listrik yang terbesar di
Indonesia saat ini. PLTU menyumbang kebutuhan listrik sebesar 30.208,23 megawatt dari
total penyediaan listrik sebesar 60.789,98 megawatt (Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral, 2018).
Saat ini pembuatan semen maupun beton membutuhkan banyak energi dan selalu
meningkatkan emisi CO2 yang besar di atmosphere. Saat ini Industri semen menduduki
peringkat pertama dari sektor industri yang memberikan dampak pada peningkatan emisi gas
CO2 yang berasal dari 2 sumber yaitu penggunaan energi dan proses kalsinasi dalam
produksinya. Secara umum industri semen di Indonesia mempunyai instensitas emisi CO2
sebesar 0,833 ton CO2/ton semen. Alternatif unutuk mengurangi peningkatan emisi CO2
dari produksi semen adalah geopolimer ramah lingkungan yang dibuat dari material limbah
pabrik. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai geopolimer adalah limbah fly
ash atau abu sisa pembakaran batubara.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap membutuhkan batu bara sebagai bahan bakar dengan
batu bara yang dibutuhkan sebanyak 166,2 juta ton per tahun. Sisa hasil pembakaran dengan
batubara menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan bottom ash (5-10%).
Persentase abu (fly ash dan bottom ash) yang dihasilkan adalah fly ash (80-90%) dan bottom
ash (10-20%). Geopolimer sering disebut dengan ‘blended cement’. Biasanya dibuat dengan
fly ash dimana emisi CO2 yang dihasilkan lebih sedikit yaitu sebesar 10%-15%. (Atmaja, I,
G, 2015).
Sebagai bahan konstruksi, geopolimer dari fly ash merupakan salah satu alternatif dari
semen Portland yang diperkirakan akan mentumbang gas CO2 sebanyak 1490 juta ton/tahun
di atmosfer pada tahun 2020 (Andrew, 2018). Geopolimer dari fly ash sudah banyak diteliti
dan dikembangkan dengan cara mencampurkan fly ash dengan larutan alkali sebagai
aktivator. Larutan yang biasa digunakan adalah NaOH dan Na2SiO3 sehingga terbentuk pasta.
Pencampuran dengan fly ash dengan larutan aktivator dinilai tidak efektif karena larutan
aktivator yang biasa digunakan merupakan larutan pekat dan memiliki viskositas yang tinggi
sehingga sulit untuk dipindahkan dan diaplikasikan di lapangan. Perlu adanya bahan
alternatif pengganti semen Portland yang ramah lingkungan dan mudah untuk dibuat di
lapangan dengan hanya menambahkan bahan dengan air.
Sodium silicate (waterglass) memiliki harga yang relatif mahal jika dibandingkan dengan
bahan konstruksi. Sodium silicate dapat dibuat dengan cara mencampurkan NaOH dan
bahan mengandung silika dalam furnace (Davidovits, 2015). Pembuatan sodium silicate dari
silika geothermal memiliki nilai tambah dari dari segi ekonomis maupun lingkungan.

III. TUJUAN PENELITIAN


1) Menentukan campuran silika dengan NaOH yang menghasilkan geopolimer dengan kuat
tekan maksimum/
2) Mengetahui suhu kalsinasi campuran silika dengan NaOH yang menghasilkan
geopolimer dengan kuat tekan maksimum.
IV. METODOLOGI
4.1.Bahan
1) Fly ash diperoleh dari PLTU Tanjung Jati B
2) Silika Geotermal diperoleh dari PLTP Geodipa Dieng
3) Sodium Hidroksida (NaOH) Teknis diperoleh dari Genera Labora
4) Air diperoleh dari Laboratorium Teknologi Keramik dan Komposit
5) Aquadest diperoleh dari Laboratorium Teknologi Keramik dan Komposit
6) Larutan HCl 0,7N diperoleh dari Laboratorium Teknologi Keramik dan Komposit
4.2.Rangkaian alat

Keterangan :
1. Moveable Cross Head
2. Meja Sampel
3. Indikator Kuat Tekan
4. Ruang Sampel
5. Sampel Geopolimer

Gambar 4.1. Rangkaian Alat Uji Kuat Tekan


4.3.Cara Kerja
1) Proses Preparasi Fly Ash

Fly ash yang diperoleh dari PLTU Tanjung Jati B kg dihancurkan dengan
palu hingga berukuran pasir halus. Setelah itu fly ash yang telah dihancurkan
dengan palu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC selama 5 jam. Fly
ash yang telah dikeringkan dihancurkan dengan ball mill. Setelah itu fly ash
diayak mesin ayak untuk mendapatkan ukuran -100 mesh. Fly ash dengan ukuran
+150 mesh di-recycle ke dalam ball mill agar diperoleh fly ash dengan ukuran -
200 mesh.

2) Proses Pencucian Silika Geotermal


Silika Geotermal (SG) dicuci dimasukkan ke dalam gelas beker dan
ditambahkan larutan HCl sebanyak 2,5 kali dari SG. Campuran diaduk selama 20
menit dan didiamkan selama 24 jam. Silika Geotermal disaring dan dipisahkan
dari larutan menggunakan kain mori. Setelah itu SG dibilas kembali
menggunakan aquadest sebanyak 2 kali dan disaring kembali menggunakan kain
mori.
3) Proses Preparasi Silika Geotermal

Silika geotermal yang telah dicuci (SGC) dikeringkan menggunakan oven


o
dalam suhu 100 C selama 7 jam. SGC yang sudah kering dihancurkan
menggunakan ball mill selama 2 jam. Setelah itu SGC diayak hingga diperoleh
ukuran -200 mesh.

4) Pembuatan aktivator
Natrium hidroksida (NaOH ) dan SGC yang telah dihaluskan dicampur
dengan perbandingan massa 1:1, 5:3, dan 2:1. Masing-masing campuran
dipanaskan menggunakan furnace dengan variasi suhu 400 oC, 500 oC, dan 650 oC.
Aktivator didiamkan dalam eksikator dan dihaluskan hingga berukuran -100 mesh.
Setelah cukup dingin, aktivator kering dihaluskan menggunakan ball mill hingga
berukuran -150 mesh.
5) Pembuatan geopolimer
Aktivator dengan fly ash yang telah dihaluskan dicampur dengan
perbandingan 1:4. Air ditambahkan pada campuran kering sebanyak 20% massa
dari campuran lalu diaduk sampai pasta geopolimer terbentuk. Pasta dimasukkan
ke dalam cetakan kubus 5x5x5 cm2 dan didiamkan selama 28 hari.
6) Analisis kuat tekan
Geopolimer yang telah berumur 28 hari dilakukan uji kuat tekan dengan
menggunakan alat universal testing machine.
7) Analisis XRD
Analisis kristalinitas dilakukan dengan X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD)
yang berada di Laboratorium Kimia Anorganik, Fakultas MIPA, UNY.
8) Analisis komponen
- Analisis komponen fly ash dilakukan menggunakan X-Ray Fluorescence
Spectroscopy (XRF) yang berada di LPPT UGM
- Analisis komponen pada silika geotermal (SG) dan silika geotermal pencucian
(SGC) dilakukan dengan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX) yang
berada di Laboratorium Analisis dan Instrumentasi, Departemen Teknik
Kimia, UGM.
4.4.Analisis Data
a. Analisis Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat geopolimer berumur 28 hari
dengan menggunakan Universal Testing Machine yang berada di Laboratorium
Bahan Bangunan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, UGM. Kuat tekan
dari geopolimer dihitung dengan persamaan (1).

𝑃𝑚
𝜎𝑐 = (1)
𝑃𝑥𝐿

Dengan,𝜎𝑐 = kuat desak sampel (kg/cm2)


Pm = beban maksimum pembacaan (kg)
P = Panjang mortar (cm)
L = Lebar mortar (cm)
b. Analisis Pembacaan XRD
Analisis XRD dibantu menggunakan software Match! 3 sebagai alat
pengecek kesamaan peak data percobaan dengan peak referensi pada jurnal.
Berdasarkan hasil analisis komponen EDX, dapat diketahui kemungkinan unsur
yang muncul dalam silika geothermal dan aktivator. Unsur yang tidak terdapat
dalam EDX tidak digunakan sebagai referensi peak untuk mempermudah
pencarian kesamaan peak database dan data percobaan. Pengamatan kesamaan
peak dilakukan secara kuantitatif (melalui sistem otomatis dari komputer) dan
kualitatif (melalui judgement yang dilihat secara kasat mata).
c. Analisis Kristalinitas XRD
Analisis kristalinitas digunakan untuk menghitung fraksi fase kristal dan
amorf yang ada dalam SGC dan aktivator. Fraksi fase kristalin dan amorf
diketahui dengan menghitung intensitas dari peak kristal spesifik (Bohn, 2017).
Batas bawah atau baseline dari peak referensi fase kristal ditandai dengan kaki
dari peak fase kristal. Luas baseline merupakan intensitas difraksi fase amorf.

Gambar 4.2. Grafik Pembacaan Kristalinitas XRD


Kristalinitas dari suatu bahan dicari menggunakan perbandingan intensitas
difraksi fase kristal dengan difraksi total XRD.
Kristalinitas dihitung seperti persamaan (2) dan (3).
𝐼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐼𝑎𝑚𝑜𝑟𝑓 + 𝐼𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑛 (2)
𝐼𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑛
𝑋𝑐 = (3)
𝐼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

dengan, Itotal : Intensitas total difraksi XRD


Iamorf : Intensitas difraksi fase amorf
Ikristalin : Intensitas difraksi fase kristalin
Xc : Derajat kristalinitas
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Analisis Komponen Bahan Baku
Bahan baku yang diteliti adalah fly ash yang diperoleh dari PLTU Tanjung Jati B dan
silika geotermal yang diperoleh dari Geo Dipa Dieng. Fly ash yang digunakan sebagai
bahan baku geopolimer dianalisis menggunakan XRF. Hasil analisis fly ash ditampilkan
pada tabel 1, dari hasil tersebut fly ash PLTU Tanjung Jati B dapat dikategorikan dalam
fly ash tipe C. Fly ash tipe C merupakan fly ash dengan komposisi CaO lebih dari 10%.
Tabel 5.1 Hasil Analisis XRF pada Fly Ash PLTU Tanjung Jati B
Komponen Konsentrasi
(% massa)
SiO2 37,6
Al2O3 12,5
Fe2O3 20,8
CaO 20,7
K2 O 1,97
SO3 2,07
TiO2 1,28
P2O5 1,89
NiO 0,116
MnO 0,175
Lain-lain 0,899
Silika Geotermal dianalisis dengan menggunakan Energy Dispersive X-ray
Spectrophotometry (EDX) untuk diketahui komponennya. Dari analisis, silika
geotermal sebelum pencucian (SG) diperoleh kandungan silika sebesar 75,949 %
dengan kandungan pengotor seperti K2O, Al2O3, CaO, dan Fe2O3. Pada pembacaan
hasil analisis EDX diperoleh pengotor Cl sebesar 16,225 %. Komponen Cl yang
terbaca diasumsikan sebagai NaCl. Garam NaCl terbentuk dari air laut yang
tercampur di perut bumi sumber air panas (Svavarsson dkk, 2014). Catatan ini
diperkuat dengan bukti peak kecil NaCl pada hasil analisis XRD SG (Gambar 5.1).
Silika Geotermal yang telah dicuci (SGC) memiliki komposisi SiO2 sebesar 94,336 %.
Pencucian SG dengan HCl berfungsi untuk memurnikan SiO2 dari pengotor-
pengotornya. Dari hasil percobaan, diperoleh kemurnian SiO2 dari silika geotermal
hasil pencucian dengan HCl 0,7 N (SGC) memiliki kenaikan dari 75,949 % menjadi
94,336%.

Tabel 5.2. Hasil Analisis EDX Silika Geotermal Sebelum (SG) dan Setelah
Pencucian (SGC)

Silika Geothermal Sebelum 1.1. Silika Geotermal Setelah


Pencucian (SG) Pencucian (SGC)
Komponen Konsentrasi Komponen Konsentrasi
(% massa) (% massa)
SiO2 75,949 SiO2 94,336
Cl 16,225 Fe2O3 2,058
K2 O 3,067 K2 O 1,043
Al2O3 2,615 SO3 0,946
SO3 1,007 Al2O3 0,705
CaO 0,657 CaO 0,393
Fe2O3 0,387 Lain-lain 0,519
Lain-lain 0,093
5.2.Analisis XRD Silika Geotermal

(NaCl)
(NaCl)

Gambar 5.1. Hasil Analisis XRD Silika Geotermal Sebelum Pencucian (SG)

Gambar 5.2. Hasil Analisis XRD Silika Geotermal Setelah Pencucian dengan
HCl (SGC)
Difraktogram dari SG (Gambar 5.1) dan SGC (Gambar 5.2) menunjukkan hasil
yang mirip dengan adanya bukit pada refleksi 2θ dengan rentan 16o hingga 40o
dengan puncak pada 23o, hal ini menunjukkan adanya silika dengan fase amorphous
dari kedua bahan tersebut (Mansha et al., 2011). SG (gambar 5.1) memiliki peak
rendah pada refleksi 32o dan 46o yang mengindikasikan masih terdapat mineral
Halite (NaCl) dalam fase kristalin (Addala et al., 2013). Pencucian SG yang
dilakukan dengan asam klorida berfungsi untuk melarutkan mineral-mineral logam K,
Mn, Ca, dan Al. Setelah itu dilakukan pembilasan dengan aquadest yang dapat
melarutkan NaCl.
5.3.Analisis XRD Aktivator

(NMS)
c (NMS): Sodium metasilicate

(NMS)
(NMS)

(NMS)
(NMS) (NMS) (NMS)
(NMS)

(NMS) (NMS)

Gambar 5.3. Hasil Analisis XRD Aktivator 1:1 dengan Suhu Kalsinasi 400 oC
dengan Pencucian

(NMS)
(NMS): Sodium metasilicate

(NMS)
(NMS)

(NMS) (NMS)
(NMS)
(NMS) (NMS)

(NMS)

Gambar 5.4. Hasil Analisis XRD Aktivator 1:1 dengan Suhu Kalsinasi 400 oC
dengan Pencucian
(C)

(NMS) (NMS): Sodium metasilicate

(C) : Cristobalite

(NMS)
(NMS)

(NMS)
(NMS) (NMS) (NMS)

(C)
(C) (C) (NMS)

Gambar 5.5. Hasil Analisis XRD Aktivator 1:1 dengan Suhu Kalsinasi 400 oC
dengan Pencucian

Gambar 5.4 dan 5.5 merupakan hasil analisis XRD pada aktivator 1:1
dengan suhu 400 oC dan 500 oC. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada suhu
kalsinasi 400 oC dan 500 oC terbentuk sodium metasilicate (Na2SiO3) dalam fase
kristalin.

Sodium metasilicate (Na2SiO3) terbentuk dari reaksi antara NaOH dengan


SiO2 (Davidovits, 2015). Pada suhu 650 oC (Gambar 5.5) terdapat pembentukan
kristal cristobalite low ditandai dengan adanya peak 2θ yang tingi pada 22,3o dan
peak rendah pada 28,6 ͦ; 31,6 ͦ; dan 36,3 ͦ (Nieuwenkamp, 1977). Hasil XRD
aktivator pada semua suhu tidak ditemukan bukit 2θ pada
rentan 16 ͦ hingga 40 ͦ yang merupakan fingerprint dari mineral SiO2 amorf.
Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar SiO2 amorf sudah terkonversi
menjadi fase lain. SiO2 terdeteksi dalam bentuk lain seperti Na2SiO3 ataupun
cristobalite low. Na2SiO3 yang terbentuk terdiri dari fase kristalin dan fase amorf
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, aktivator 1:1 pada suhu kalsinasi
400 oC memiliki fraksi fase amorf yang paling banyak dengan nilai 78,04 %. Pada
suhu kalsinasi 500 oC dan 650 oC terjadi penurunan fraksi amorf. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu kalsinasi maka konversi pembentukan
fase kristal akan semakin besar.

Tabel 5.3 Hasil Analisis XRD Aktivator 1:1 pada Berbagai Suhu Kalsinasi

Komposisi (% massa)
Fase Aktivator 1:1 Aktivator 1:1 Aktivator 1:1
Suhu 400 oC Suhu 500 oC Suhu 650 oC
Amorf 78,04 76,39 71,04
Sodium metasilicate 11,97 12,04 10,77
Crisobalite (SiO2) - - 4,69
Unidentified peak 9,9 11,57 13,50
Analisis Kuat Tekan Geopolimer menggunakan Aktivator dari NaOH dan Silika
Geotermal Dengan Pencucian

40.0
35.0
30.0
Suhu kalsinasi (oC)
Kuat Tekan (MPa)

25.0 400 Percobaan

20.0 500 Percobaan

15.0 650 Percobaan


400 Teori
10.0
500 Teori
5.0
650 Teori
0.0
0.50 0.70 0.90 1.10 1.30
Rasio molar Na2O/SiO2

Gambar 5.6. Hubungan Rasio Molar Na2O/SiO2 pada aktivator dengan Kuat
Tekan Geopolimer pada berbagai Suhu
Berdasarkan Gambar 5.6, diperoleh hasil bahwa kuat tekan geopolimer dari
masing-masing percobaan memiliki trend penurunan dengan bertambahnya rasio
Na2O/SiO2, menunjukkan bahwa penambahan NaOH pada aktivator tidak selalu
memberikan hasil kuat tekan yang optimum. Hal ini terjadi karena dengan
bertambahnya rasio Na2O/SiO2 pada aktivator akan membuat kandungan SiO2 amorf
semakin sedikit. Sedikitnya SiO2 amorf pada aktivator juga berpengaruh dengan
pembentukan ikatan polysialate (ikatan -Si-O-Al-O) karena konsentrasi SiO2 terlarut
juga ikut berkurang (Kalapathy et al. 2000).
Suhu kalsinasi aktivator juga berpengaruh dengan kuat tekan geopolimer.
Geopolimer yang dibuat dengan aktivator pada suhu kalsinasi 400 ͦC memiliki nilai
kuat tekan yang relatif lebih tinggi dari pada suhu 500 ͦC dan 650 ͦC. Hal ini
disebabkan karena aktivator dengan suhu kalsinasi 400 ͦC memiliki fase amorf
tertinggi dengan nilai 78,04 % diikuti dengan aktivator pada suhu kalsinasi 500 ͦ C dan
650 ͦC dengan jumlah fase amorf sebanyak 76,39 % dan 71,04 % (Tabel 3). Pada
aktivator dengan suhu kalsinasi 650 ͦC terbentuk mineral crsitobalite yang sukar larut
dalam air sehingga sulit terjadi pembentukan ikatan poly(sialate). Hal ini membuat
kekuatan mekanik dari geopolimer menggunakan aktivator dengan suhu 650 ͦC juga
lebih rendah daripada geopolimer dengan suhu kalsinasi aktivator 400 ͦC dan 500 ͦC.

a b

Gambar 5.7. Grafik Kontur Optimasi nilai Kuat Tekan Gepolimer terhadap
Rasio Molar Na2O/SiO2 pada aktivator dalam berbagai Suhu dalam Model
Kontur (a) dan 3D (b)

Berdasarkan Gambar 7, diperoleh hasil bahwa suhu kalsinasi dan rasio molar
Na2O/SiO2 berpengaruh terhadap kuat tekan geopolimer. Semakin tinggi suhu
kalsinasi akan menurunkan kuat tekan dari geopolimer dan semakin banyak rasio
molar Na2O/SiO2 juga akan menurunkan kuat tekan geopolimer. Berdasarkan data
yang diuji, kuat tekan optimum diperoleh dengan nilai 33,5 MPa pada rasio molar
Na2O/SiO2 0,56 dan suhu kalsinasi 400 ͦC .

5.4.Analisis Kuat Tekan Geopolimer menggunakan Aktivator dari NaOH dan Silika
Geotermal Tanpa Pencucian
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, nilai optimum dari kuat tekan
geopolimer dengan variasi suhu kalsinasi dan perbandingan Na:Si terpresentasikan
pada contour plot dan surface plot seperti pada Gambar 6 dan Gambar 7.
Contour Plot of Kuat Tekan vs Rasio, Suhu

0.525

0.500 Kuat
Tekan
< 15
0.475 15 – 20
20 – 25

Rasio
25 – 30
0.450 30 – 35
35 – 40
40 – 45
0.425 > 45

0.400

400 450 500 550 600 650


Suhu

Gambar 5.8 SContour


urface Plot
PlotofHubungan
Kuat Tekan vs Rasio,
antara Suhu Suhu dan Rasio
Variabel
Na:Si untuk Optimasi Kuat Tekan

50

40

Kuat Tek an
30
0.55
20
0.50
0

0.45 R asio
400
500 0.40
60
00
S uhu

Gambar 5.10 Surface Plot Hubungan antara Variabel Suhu dan Rasio
Na:Si untuk Optimasi Kuat Tekan
60.0
50.0

Kuat Tekan (MPa)


40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
350 450 550 650 750
Suhu Kalsinasi (°C)
A B C

Gambar 5.11. Hubungan Nilai Kuat Tekan vs Suhu pada Variasi


Rasio Na:Si

Berdasarkan Gambar 5.9 dan Gambar 5.10, dapat disimpulkan bahwa nilai
kuat tekan geopolimer dari fly ash optimum berada pada variasi suhu kalsinasi 400 °C
dan rasio molar Na2O/SiO2 sebesar 0,361 atau sebesar 12,5 M dengan nilai kuat tekan
sebesar 49,6 MPa.

Gambar 5.11 merupakan grafik hasil uji kuat tekan untuk sampel geopolimer
pada variasi suhu dan perbandingan Natrium : Silika Geotermal. Perbandingan massa
Natrium : Silika Geotermal pada percobaan ini yaitu 2:1 dengan kode sampel A
memiliki rasio Na:Si sebesar 0,541, perbandinga 5:3 dengan kode sampel B memiliki
rasio Na:Si sebesar 0,499 , dan perbandingan 1:1 dengan kode sampel C memiliki
rasio Na:Si sebesar 0,38. Variasi suhu kalsinasi diambil pada suhu 400°C, 500°C,
600°C dan 650°C.

Berdasarkan analisis kuat tekan yang telah dilakukan, pada semua variasi suhu
yang dipercobakan, sampel kode C memiliki nilai kuat tekan paling tinggi dibanding
dengan sampel kode A maupun B yaitu pada suhu 400°C sebesar 49,6 MPa, suhu
500°C sebesar 26,0 MPa, suhu 600°C sebesar 27,5 MPa dan pada suhu 650°C sebesar
36,9 MPa.
Gambar 8 tersebut juga menunjukkan tren data pada variasi suhu kalsinasi
aktivator. Pada seluruh variasi perbandingan massa Na dan Si diperoleh tren data yang
menurun untuk variasi suhu kalsinasinya. Nilai kuat tekan pada suhu 400°C,
geopolimer memiliki nilai kuat tekan yang paling besar daripada suhu kalsanasi 500°C
dan 650°C. Hasil tersebut sesuai dengan teori dikarenakan pada sampel dengan variasi
suhu kalsinasi 400°C, fase amorphous pada aktivator kering sebesar 72%, sedangkan
pada suhu yang lain lebih sedikit fase amorphnya.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Kuat tekan beton geopolimer paling optimum diperoleh pada perbandingan massa
NaOH dan Silika Geotermal sebesar 1:1 pada pembuatan aktivator padat.
2. Suhu kalsinasi dalam pembuatan aktivator mempengaruhi nilai kuat tekan geopolimer,
diperoleh suhu optimum yaitu 400°C.
3. Pencucian silika geothermal dengan laruta HCl 0,7 N tidak berpengaruh signifikan
pada pembuatan aktivator padat
VII. RENCANA PENGEMBANGAN

Geopolimer dengan metode pencampuran kering masih memiliki potensi untuk


dikembangkan secara luas. Konsep pembuatan aktivator padat dapat dibuat dengan
beberapa cara, salah satunya adalah dengan rute furnace. Selain rute furnace, terdapat
metode pembuatan aktivator dengan pelarutan yang dilanjutkan pengeringan. Pada
penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengetahui ikatan yang ada di geopolimer
dengan menggunakan FTIR.
DAFTAR PUSTAKA
Addala, S., Bouhdjer, L., Chala, A., Bouhdjar, A., Halimia, O., Boudinea, B. dan
Sebais, M., 2013, Structural and optical properties of a NaCl single crystal
doped with CuO nanocrystals, Chinise Phys. B, 22 (September), tersedia
pada:https://doi.org/10.1088/1674-1056/22/9/098103.
Andrew, R.M., 2018, Global CO 2 emissions from cement production , 1928 –
2017, 2213–2239.
Atmaja, I, G, D., 2015, Industri Semen dan Emisi Carbon Dioxude (CO2) di Pulau
Jawa, ISSN No. 1978-3787, 9 (1978), 63–65.
Bohn, A., 2017, X-ray diffraction as a tool for structural characterization of
cellulosic materials, Int. Train. Sch. Nanocellulose Charact., (January), 17–19.
Davidovits, J., 2015, Geopolymer chemistry & applications, tersedia
pada:https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2016.01.001.
Kalapathy, U., Proctor, A. dan Shultz, J., 2000, A simple method for production of
pure silica from rice hull ash, 73.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral., 2018, Outlook Energy Indonesia
2018, Jakarta, tersedia pada: https://www.esdm.go.id/id/publikasi/indonesia-
energy-outlook.
Mansha, M., Javed, S.H., Kazmi, M. dan Feroze, N., 2011, Study of Rice Husk
Ash as Potential Source of Acid Resistance Calcium Silicate, 2011 (July),
147–153.
Nieuwenkamp., 1977, Die Kristallstruktur des Tief-Cristobalits Si O2, Zeitschrift
für Krist. Krist. Krist. Krist.
Svavarsson, H.G., Einarsson, S. dan Brynjolfsdottir, A., 2014, Geothermics
Adsorption applications of unmodified geothermal silica, Geothermics, CNR-
Istituto di Geoscienze e Georisorse, 50, 30–34.
LAMPIRAN
REKAPITULASI LAPORAN KEUANGAN
HIBAH PENELITIAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FT UGM TAHUN 2019

JUDUL : Optimasi Geopolimer Fly Ash Menggunakan Aktivator Padat dari Silika Geotermal dan Fly Ash
TIM PENELITI : Prof. Ir. I Made Bendiyasa, M.Sc., Ph.D.
Naala Sa'dan (S1)
Faaza Ihda Fairuza (S1)
PENERIMAA
N
Hibah dari DTK FT UGM 10,000,000.00
10,000,000.00
PENGELUAR
AN
1 Biaya Analisis Laboratorium 2,080,000.00
2 Bahan Penelitian 463,700.00
3 Sewa Alat/Laboratorium -
4 Sarana Penunjang- Buku -
Buku Referensi
5 Alat Tulis Kantor 452,900.00
6 Biaya Perjalanan -
7 Biaya Komunikasi -
8 Lain-lain -
Jumlah Pengeluaran 2,996,600.00
Saldo 7,003,400.00
Yogyakarta,
Mengetahui/menyetujui Pembuat Laporan
Ketua Peneliti Pelaksana Adm Keuangan Penelitian

Prof. Ir. I Made Bendiyasa, M.Sc., Faaza Ihda Fairuza


Ph.D.
NIP. 19491231 197603 1 004 16/395185/TK/44477
Mengetahui
Ketua Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik UGM

Ir. Moh. Fahrurrozi, M.Sc., Ph.D.


NIP. 19650918199103 1 002

Anda mungkin juga menyukai