Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien di Ruang ICU

Nurlaily Afianti1, Ai Mardhiyah2


1
RS Hasan Sadikin, 2Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email: nurlaily.afianti@gmail.com

Abstrak

Gangguan tidur pasien kritis di ruang Intensive Care Unit dapat mengakibatkan terganggunya fungsi kekebalan
tubuh, menurunkan kemampuan otot inspirasi pernafasan, terganggunya sistem metabolisme, terganggunya regulasi
sistem saraf pusat dan kondisi psikologis pasien yang berdampak terhadap waktu perawatan berkepanjangan.
Foot Massage merupakan salah satu terapi komplementer yang aman dan mudah diberikan dan mempunyai efek
meningkatkan sirkulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, meningkatkan rentang gerak sendi, mengurangi rasa sakit,
merelaksasikan otot dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Tujuan penelitian ini teridentifikasinya perbedaan
pengaruh skor kualitas tidur pada kelompok kontrol dan perlakuan. Penelitian quasi eksperimental ini menggunakan
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok dilakukan penilaian pretest dan postest.
Jumlah sampel sebanyak 24 pasien. Instrumen kualitas tidur menggunakan Richard Campbell Sleep Quationare
(RCSQ). Data dianalisis dengan uji t berpasangan dan uji t tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukan pada
kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang bermakna rerata skor kualitas tidur (p = 0,150), sedangkan pada
kelompok perlakuan, terdapat perbedaan yang bermakna rerata skor kualitas tidur (p=0,002). Adapun selisih skor
kualitas tidur pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan terdapat perbedaan secara bermakna (p= 0,026).
Simpulan penelitian ini skor kualitas tidur pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok kontrol,
sehingga disarankan foot massage dijadikan evidence based di rumah sakit sebagai salah satu terapi komplementer
yang dapat dijadikan intervensi mandiri keperawatan untuk membantu mengatasi gangguan tidur pasien kritis.

Kata kunci: Foot massage, ICU, kualitas tidur.

The effect of Foot Massage on Sleep Quality of in ICU Rooms’ Patients

Abstract

Sleep disorders of critical patients in the Intensive Care Unit can result in impaired immune function, decrease
respiratory muscle capacity, disruption of metabolic system, disruption of central nervous system regulation and
psychological condition of patients impacting on long treatment period. Foot Massage is one of the complementary
therapies that is considered safe and easy to administer and has the effect of improving circulation, removing
the rest of the metabolism, increasing the range of motion of the joints, reducing the pain, relaxing muscles
and providing comfort to the patient. The purpose of this study is to identify differences in the effect of sleep
quality score on control and treatment groups. This quasi experimental study used a control group and a treatment
group where each group performed a pretest and posttest assessment. The sample size was 24 patients. Sleep
quality instrument used Richard Campbell Sleep Questionnaire (RCSQ). Data were analyzed by paired t test
and unpaired t test. The results showed that there was no significant difference in sleep quality score (p = 0,150),
while in the treatment group, showed that there was a significant difference on sleep quality score (p = 0,002).
The difference of sleep quality score in control group and treatment group was significantly different (p = 0,026).
Therefore, it can be concluded that sleep quality scores in the intervention group were higher than in the control
group, thus foot massage is suggested to be used as evidence-based in hospitals as one of the complementary
therapies that can be used as self-care interventions to help overcome patients with critical sleep disorder.

Keywords: Foot massage, ICU, sleep disorder.

86 JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Pendahuluan pada kardiovaskular yaitu penyakit jantung


koroner dan stroke, pada pernafasan
Pasien yang dirawat di ruang Intensive Care dapat mengakibatkan hiperkapnia hingga
Unit (ICU), merupakan pasien-pasien yang hipoventilasi, gangguan metabolik yang
mengalami gangguan fungsi tubuh yang dapat terjadi terhadap toleransi glukosa, pelepasan
mengancam kehidupannya, dengan kondisi insulin, sekresi hormon pertumbuhan dan
tidak stabil, sangat rentan terhadap serangan kortisol, pengaturan nafsu makan oleh leptin
ataupun stresor, dan juga berbagai macam dan gerlin, dan mempengaruhi kualitas
masalah karena biasanya pasien mengalami tidur. Pengaruh yang terjadi pada sistem
gangguan lebih dari satu sistem di tubuhnya imun dapat meningkatkan resiko infeksi
serta kondisi pasien sendiri yang sulit untuk karena perubahan pada fungsi sel limfosit,
diprediksi (Alspach, 2006). Pasien dengan sel polinuklear sel-sel pembunuh alami, dan
kondisi tersebut disebut juga dengan pasien inflamasi sitokonin (seperti IL-1, IL-6 dan
kritis. TNF) hal ini dapat menyebabkan dampak
Ruang perawatan intensif merupakan kerusakan organ dan peningkatan mordibitas
bagian dari rumah sakit, dengan staf khusus (Romero-Bermejo, 2014).
dan peralatan khusus, ditujukan untuk Tidur merupakan salah satu kebutuhan
observasi dan terapi pasien penyakit kritis dasar manusia dimana kepentingannya sama
yang dapat mengancam jiwa apabila tidak dengan kebutuhan dasar lainnya. Tidur
mendapatkan intervensi medis. Pasien yang berkualitas baik dapat meningkatkan
kritis biasanya mengalami gangguan pada kesejahteraan psikologis dan sangat penting
multi sistem yang melibatkan gangguan untuk penyembuhan dan kelangsungan hidup
pada organ pernapasan, kardiovaskuler dan pasien dengan penyakit kritis (Richard,
neurologi (Robertson & Al-Haddads, 2013). Crow, Codhill, & Turnock, 2007; Kozier,
Berdasarkan definisi tersebut maka pasien Erb, Berman, & Snyder, 2010).
yang dirawat diruang intensif adalah pasien Menurut National Hearth, Lung and
– pasien dengan kondisi kritis, penyakit Blood Institute (2011), tidur memberikan
yang kompleks dan rentan terhadap berbagai istirahat yang dibutuhkan oleh jantung dan
stressor. sistem vaskuler. Selama tidur non-REM,
Pasien yang dirawat di ruang ICU detak jantung dan tekanan darah semakin
mengalami perubahan pada tidurnya dimana lambat begitu juga ketika masuk kedalam
pasien yang mengalami sakit kritis mengalami kondisi tidur lebih dalam.
jam tidur singkat sehingga membuat pasien Kualitas tidur tidak selalu berhubungan
mengalami kesulitan pencapaian REM dan dengan kuantitas tidur dimana kualitas tidur
tidur yang dalam, mengakibatkan pasien dikaitkan dengan sesuatu yang dirasakan
mudah terbangun (Weinhouse & Schwab, secara subjektif yaitu kemudahan pasien
2006). Pada pasien yang mengalami untuk tidur, kemampuan memelihara tidur,
perawatan di ruang ICU banyak pasien total waktu tidur, bangun tidur diawal. Selain
yang memiliki pengalaman gangguan tidur, itu, beberapa hal yang dilaporkan terkait
penyebabnya diantaranya akibat kebisingan, dengan kualitas tidur diantaranya perasaan
intervensi yang diberikan serta pengobatan gelisah di malam hari, perasaan cemas dan
(Elliott, McKinley, Cistulli & Fien, 2013). tegang, membutuhkan ketenangan saat
Pasien sakit kritis menunjukkan fragmentasi mencoba untuk tidur. Kualitas tidur yang baik
tidur dimana efek yang ditimbulkan akan berhubungan dengan berbagai hasil positif
memengaruhi fungsi kekebalan tubuh, sistem seperti kesehatan yang lebih baik, kurang
metabolisme, regulasi sistem saraf pusat, dan kantuk di siang hari, kesejahteraan yang
kondisi psikologis. Sehingga tidur penting lebih besar dan fungsi psikologis yang lebih
untuk proses pemulihan homeostasis integral baik. Kualitas tidur yang buruk salah satunya
(Weinhouse & Schwab, 2006). menggambarkan gejala insomnia kronis
Masalah gangguan tidur pada pasien (Harvey, Stinson, Whitaker, Moskovitz &
kritis dapat menyebabkan konsekuensi Virk, 2008).
serius. Konsekuensi dari kualitas tidur yang Seseorang yang mengalami kurang tidur
buruk diantaranya meningkatkan gangguan memiliki banyak konsekuensi neurobiologis.

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 87


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Jika dalam satu malam seseorang melewati konvensional yang direkomendasikan


hari tanpa tidur maka terjadi penurunan oleh penyelenggara kesehatan, seperti
kemampuan otak, perubahan perilaku akupunktur, teknik pijatan pada tubuh, mind
yang paling terlihat adalah meningkatnya body techniques, pijat, dan metode lain
kecenderungan untuk jatuh tertidur, bahkan yang dapat membantu meringankan gejala
ketika orang tersebut berjuang untuk tetap dan meningkatkan fisik serta mental. Selain
terjaga. Sebaliknya, jika pada malam itu, pijatan kaki selama 10 menit dapat
berikutnya kekurangan tidur dimodifikasi dan memberikan efek yang baik pada tubuh
mengembalikan waktu tidur seperti biasanya (Deng & Cassileth, 2005; Potter & Perry,
maka yang terjadi memicu pemanjangan tidur 2011).
malam hari, peningkatan tidur gelombang Penanganan gangguan tidur pasien di
lambat, dan peningkatan tidur REM (Drouot ICU dapat diatasi dengan mengatur sistem
& Quentin, 2015). pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan
Gangguan tidur di ICU disebabkan oleh lingkungan yang tepat dalam membantu
banyak faktor, diantaranya lingkungan, pasien menimbulkan perasaan tenang
kebisingan, pencahayaan, kegiatan perawat, dan nyaman (Engwall, Fridh, Johansson,
penyakit yang diderita, tindakan keperawatan, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang
terapi obat, dan ventilasi mekanik (Weinhouse digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur
& Schwab, 2006; Talwar, Liman, Greenberg, dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
Feinsilver, & Vijayan, 2008). lingkungan yaitu menurunkan suara
Untuk mendapatkan kualitas tidur percakapan staf, menurunkan pencahayaan,
yang memadai, pasien bisa mendapatkan mengatur kegiatan rutin perawatan dimalam
pengobatan baik farmakologi maupun non hari (Hardin, 2009).
farmakologi. Penggunaan obat-obatan pada Massage therapy (MT) adalah suatu
pasien di ICU diketahui memiliki dampak teknik yang dapat meningkatkan pergerakan
yang dapat mengganggu pada tidur dan beberapa struktur dari kedua otot dan jaringan
pola sirkadian, dimana ketika malam hari subkutan, dengan menerapkan kekuatan
mengalami penurunan kualitas tidur. Beberapa mekanik ke jaringan. Pergerakan ini dapat
hal yang mengakibatkan gangguan tidur pada meningkatkan aliran getah bening dan aliran
pasien di ICU diantaranya lingkungan, obat- balik vena, mengurangi pembengkakan
obatan, penggunaan ventilator, penyakit dan memobilisasi serat otot, tendon dengan
yang diderita oleh pasien (Hardin, 2009). kulit. Dengan demikian, massage therapy
Pada pasien kritis yang menjalani perawatan dapat digunakan untuk meningkatkan
di ruang ICU dan mengalami gangguan relaksasi otot untuk mengurangi rasa sakit,
tidur, umumnya digunakan sedasi untuk stres, dan kecemasan yang membantu
meminimalkan kegelisahan dan nyeri yang pasien meningkatkan kualitas tidur dan
dapat mengganggu kebutuhan tidur pasien kecepatan pemulihan. Selain itu, massage
tersebut. therapy dapat meningkatkan pergerakan
Penanganan gangguan tidur pada pasien pasien dan pemulihan setelah operasi, yang
kritis dengan farmakoterapi menurut Asnis, memungkinkan pasien untuk melakukan
Thomas, dan Henderson (2016) dan Food aktivitas sehari-hari (Anderson & Cutshall,
and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2007). Massage tidak hanya mengurangi
2005 menyetujui penggunaan semua hipnotik emosi, gugup, tapi juga mempertahankan
tanpa membatasi durasinya, diantaranya keseimbangan yang baik dari saraf vagus
adalah benzodiazepin, nonbenzodiazepine, dan simpatik. Hal ini baik untuk mencegah
ramelteon, sinequan dosis rendah, dan stres dengan mengurangi kecemasan (Zhou,
suvorexant. Pada umumnya yang digunakan Zhang, & Li, 2013)
di ICU adalah golongan benzodiazepin, Dari beberapa penelitian menggambarkan
diantaranya lorazepam, midazolam, dan bahwa foot massage adalah salah satu metode
diazepam (Oldham & Pisani, 2015). yang paling umum dari terapi komplementer.
Terapi lain yang digunakan adalah Terapi pijat dan refleksi merupakan
terapi komplementer, yang merupakan pendekatan terapi manual yang digunakan
terapi tambahan umtuk membantu terapi untuk memfasilitasi penyembuhan,

88 JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

kesehatan, dan dapat digunakan oleh perawat denyut nadi, kelelahan, dan suasana hati
di hampir setiap pelayan perawatan (Kaur, setelah intervensi tersebut dilakukan. Pada
Kaur, & Bhardwaj, 2012). tindakan foot massage berarti sentuhannya
Mekanisme foot massage yang dilakukan dapat merangsang oksitosin yang merupakan
pada kaki bagian bawah selama 10 menit neurotransmiter di otak yang berhubungan
dimulai dari pemijatan pada kaki yang dengan perilaku seseorang, dengan kata
diakhiri pada telapak kaki diawali dengan lain sentuhan merangsang produksi hormon
memberikan gosokan pada permukaan yang menyebabkan perasaan aman dan
punggung kaki, dimana gosokan yang berulang menurunkan stres serta kecemasan (Mac
menimbulkan peningkatan suhu diarea Donald, 2010 & Zak, 2012).
gosokan yang mengaktifkan sensor syaraf Foot Massage adalah manipulasi jaringan
kaki sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh ikat melalui pukulan, gosokan atau meremas
darah dan getah bening yang mempengaruhi untuk memberikan dampak pada peningkatan
aliran darah meningkat, sirkulasi darah sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan
menjadi lancar (Aditya, Sukarendra & Putu, memberikan efek relaksasi (Potter & Perry,
2013). Foot massage mengaktifkan aktifitas 2011).
parasimpatik kemudian memberikan sinyal Menurut Puthusseril (2006), foot
neurotransmiter ke otak, organ dalam tubuh, massage mampu memberikan efek relaksasi
dan bioelektrik ke seluruh tubuh. Sinyal yang yang mendalam, mengurangi kecemasan,
di kirim ke otak akan mengalirkan gelombang mengurangi rasa sakit, ketidaknyamanan
alfa yang ada di dalam otak (Guyton, 2014). secara fisik, dan meningkatkan tidur
Impuls saraf yang dihasilkan saat melakukan pada seseseorang. Foot massage dapat
foot massage diteruskan menuju hipotalamus memberikan efek untuk mengurangi
untuk menghasilkan Corticotropin Releasing rasa nyeri karena pijatan yang diberikan
Factor (CRF). CRF merangsang kelenjar menghasilkan stimulus yang lebih cepat
pituitary untuk meningkatkan produksi sampai ke otak dibandingkan dengan rasa
Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga sakit yang dirasakan, sehingga meningkatan
medulla adrenal memproduksi endorfin. sekresi serotonin dan dopamin. Sedangkan
Endorfin yang disekresikan ke dalam efek pijatan merangsang pengeluaran
peredaran darah dapat mempengaruhi endorfin, sehingga membuat tubuh terasa
suasana hati menjadi rileks (Ganong, 2008). rileks karena aktifitas saraf simpatis menurun
Menurut Aziz (2014) Gelombang alfa (Field, Hernandez-Reif, Diego, & Fraser,
akan membantu stres seseorang, sehingga 2007; Gunnarsdottir & Jonsdottir, 2007).
stress akan hilang dan menjadikan orang Morton dan Fonatin (2009) menunjukkan
tersebut merasa rileks dan membantu bahwa penanganan gangguan tidur saat ini
kontraksi otot untuk mengeluarkan zat bisa menggunakan terapi nonfarmakologi.
kimia otak (neurotransmitter) menstimulasi Perawat dituntut agar dapat memberikan
RAS (Reticular Activating System) untuk perawatan nonfarmakologi yang tidak
melepaskan seperti hormone serotin, memiliki pengaruh negatif dan dapat
asetilkolin dan endorphine yang dapat melengkapi terapi farmakologi yang selama
memberikan rasa nyaman dan merelaksasi. ini sudah diberikan dalam perawatan pasien.
Kemudian rasa rileks dan perasaan nyaman Untuk kondisi pasien di ruang ICU
yang dirasakan dapat menurunkan produksi intervensi foot massage menjadi pilihan
kortisol dalam darah sehingga memberikan karena kaki mudah diakses tanpa memerlukan
keseimbangan emosi, ketegangan pikiran reposisi dari pasien dan juga massage pada
serta meningkatkan kualitas tidur (Azis, kaki, selain merangsang sirkulasi dapat
2014). menurunkan edema dan latihan pasif
Kaur, Kaur, dan Bhardwaj (2012) untuk sendinya, serta melalui intervensi ini
menyatakan bahwa foot massage yang perawat dapat memberikan rasa nyaman dan
dilakukan selama 5 menit pada pasien sakit kesejahteraan bagi pasien (Puthuseril, 2006;
kritis dapat memberikan efek meningkatkan Prapti, Petpichetchian & Chongcharoen,
relaksasi karena adanya perubahan pada 2012). Tindakan foot massage memiliki
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, pertimbangan biaya rendah, kemungkinan

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 89


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

komplikasi yang sedikit dan prosedur yang pasien yang dirawat diruang ICU RSUP. Dr.
mudah sehingga foot massage dianjurkan Hasan Sadikin Bandung. Sedangkan sampel
untuk perbaikan kualitas tidur (Oshvandi, penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria
Abdi1, Karampourian, Moghimbaghi & penelitian, kriteria inklusi: a). Kesadaran
Homayonfar, 2014). kompos mentis, b). Kooperatif, komunikatif
Upaya memperbaiki kualitas tidur dengan dan ada kontak mata, c). Hemodinamik
menggunakan Foot Massage di ruang ICU stabil sistolik 100-130 mmHg, diastolik
dimana secara kultur budaya massage 60-100 mmHg dan MAP >65 mmHg tanpa
dapat diterima, dan foot massage aman menggunakan golongan inotropik dan support
diberikan pada pasien di ruang ICU, selain seperti: dobutamin, dopamin, epineprin dan
tidak perlu merubah posisi pasien, massage norepineprin, d). Skala nyeri ringan dan
ini dapat memberikan rasa aman karena sedang (skala 1–10), e). Responden yang
kehadiran perawat yang kontak langsung menggunakan ventilator mode spontan
skin to skin terhadap pasien, sehingga hal ataupun yang tidak menggunakan ventilator
tersebut melandasi penulis untuk melakukan dan kriteria Ekslusi: a). Responden tidak
penelitian tentang pengaruh foot massage menggunakan analgetik narkotik dan sedatif,
terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang b). Responden yang mengalami fraktur,
ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. trauma, atau luka pada kaki, c). Responden
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dalam kondisi gelisah, d). Responden yang
pengaruh foot massage terhadap kualitas mempunyai manifestasi gejala trombosis
tidur pasien di ruang ICU RSUP Dr. Hasan vena dalam.
Sadikin Bandung. Besar Sampel pada penelitian ini Mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh
Oshvandi, Abdi, Karampurian, Homayonfar
Metode Penelitian (2014), maka besar sampel untuk tiap
kelompok adalah 11,5 dibulatkan menjadi 12
Rancangan penelitian yang digunakan dalam responden sedikitnya jumlah sampel untuk
penelitian ini adalah Quasi Experiment setiap kelompok. Dengan demikian maka
dengan pendekatan Pretest and Posttest besar sampel yang dipakai dalam penelitian
Control Group Design. Metode quasi ini adalah 24 responden, dengan uraian 12
experiment merupakan metode penelitian responden untuk kelompok intervensi dan 12
eksperimen dengan menggunakan kelompok responden untuk kelompok kontrol.
kontrol. Pada rancangan ini responden Penelitian ini dilaksanakan di ruang
penelitian dibagi secara acak menjadi dua Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr.
kelompok. Satu kelompok adalah kelompok Hasan Sadikin Bandung. Peneliti memilih
perlakuan, sedangkan kelompok lain adalah rumah sakit ini sebagai tempat penelitian
kelompok kontrol sebagai penguat (Dharma, dikarenakan Rumah Sakit Umum Pusat Jawa
2011). Barat merupakan rumah sakit rujukan tipe A
Pada rancangan ini sebelum peneliti terbesar di Jawa Barat dan memiliki fasilitas
melakukan intervensi pada semua kelompok atau ruang perawatan intensif dewasa
dilakukan pengukuran awal (pretest) untuk tersendiri. Ruang perawatan yang dipakai
mengetahui kualitas tidur awal responden penelitian adalah ruang perawatan General
sebelum diberikan intervensi. Selanjutnya Intensive Care Unit (GICU) lantai 2.
pada kelompok intervensi dilakukan foot Pengukuran pretest dilakukan pada pagi
massage sesuai dengan langkah-langkah hari jam 07.00 WIB, selanjutnya foot massage
yang telah direncanakan, sedangkan pada dilakukan pada malam hari menjelang pasien
kelompok kontrol tidak dilakukan foot tidur jam 19.00-21.00 WIB selama dua
massage. Setelah intervensi diberikan hari berturut-turut. Foot massage diberikan
dilakukan pengukuran akhir (posttest) pada selama 10 menit pada masing-masing bagian
semua kelompok untuk menentukan efek kaki sehingga total lama perlakuan 20 menit.
foot massage terhadap kualitas tidur pada Analisis uji homogenitas pada penelitian ini
responden (Dharma, 2011). berdasarkan usia, jenis kelamin, lama hari
Populasi dalam penelitian ini adalah rawat, riwayat gangguan tidur, nyeri, tingkat

90 JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

kecemasan, dan kebutuhan oksigen saat Uji homogenitas dilakukan dengan


dilakukan penelitian. Diketahui data sebagian menggunakan uji t independent (umur), uji Chi
besar usia responden penelitian pada dua Squere (jenis kelamin, nyeri, oksigenasi, dan
kelompok kontrol dan intervensi sebesar uji Fisher’s exact (lama hari rawat, riwayat
45,83% berada dalam rentang usia dewasa gangguan tidur, dan tingkat kecemasan)
awal 18-40 tahun, dimana jumlah responden didapatkan bahwa seluruh karekteristik
laki-laki lebih banyak dari perempuan yaitu responden pada penelitian ini homogen
54,16%. Selama penelitian didapatkan data atau tidak memiliki perbedaan dengan nilai
mayoritas pasien dirawat di ruang ICU signifikasi nilai p > 0,05. Instrumen yang
dengan lama hari rawat pasien di ruang ICU digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
< 7 hari sebanyak 75%. Berkaitan dengan isian yang berisi data sosial demografi, data
riwayat gangguan tidur hampir sebagian klinis responden, protokol perlakuan foot
besar pasien (87,5%) mengalami gangguan massage, dan kuesioner penilain kualitas
tidur, hal ini ditunjang dengan tingkat nyeri tidur menggunakan richard campbell sleep
yang dirasakan pasien 50% nyeri dengan questionnaire (RSCQ).
intensitas nyeri sedang dan sebanyak 62,5% Foot massage merupakan teknik dimana
pasien ICU mengalami tingkat kecemasan kedua kaki menerima beberapa teknik di
sedang. Bantuan oksigenasi yang digunakan berbagai posisi, dengan memijat lembut dan
pasien di ICU bervariasi, selama penelitian berirama untuk mendapatkan respon relaksasi
terdapat sebanyak 37,49% pasien terpasang (Puthusseril, 2006). Adapun langkah-langkah
ventilator. penatalaksanaan foot massage yang dilakukan

No Metode Langkah-langkah Foot Massage


1 Dengan menggunakan bagian tumit telapak tangan peneliti, peneliti
menggosok dan memijat telapak kaki pasien secara perlahan dari arah
dalam ke arah sisi luar kaki pada bagian terluas kaki kanan selama 15
detik.

2 Dengan menggunakan tumit telapak tangan peneliti di bagian yang


sempit dari kaki kanan, peneliti menggosok dan memijat secara perlahan
bagian telapak kaki pasien dari arah dalam ke sisi luar kaki selama 15
detik.

3 Pegang semua jari-jari kaki oleh tangan kanan, dan tangan kiri menopang
tumit pasien, kemudian peneliti memutar pergelangan kaki tiga kali
searah jarum jam dan tiga kali ke arah berlawanan arah jarum jam selama
15 detik.

4 Tahan kaki di posisi yang menunjukkan ujung jari kaki mengarah keluar
(menghadap peneliti), gerakan maju dan mundur tiga kali selama 15
detik. Untuk mengetahui fleksibilitas.

5 Tahan kaki di area yang lebih luas bagian atas dengan menggunakan
seluruh jari (ibu jari di telapak kaki dan empat jari di punggung kaki)
dari kedua belah bagian kemudian kaki digerakkan ke sisi depan dan ke
belakang tiga kali selama 15 detik.

6 Tangan kiri menopang kaki kemudian tangan kanan memutardan


memijat masing-masing jari kaki sebanyak tiga kali di kedua arah, untuk
memeriksa ketegangan (15 detik).

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 91


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

7 Pegang kaki kanan dengan kuat dengan menggunakan tangan kanan pada
bagian punggung kaki sampai ke bawah jari-jari kaki dan tangan kiri yang
menopang tumit. genggam bagian punggung kaki berikan pijatan lembut
selama 15 detik.

8 Posisi tangan berganti, tangan kanan menopang tumit dan tangan kiri yang
menggenggang punggung kaki sampai bawah jari kaki kemudian di pijat
dengan lembut selama 15 detik.

9 Pegang kaki dengan lembut tapi kuat dengan tangan kanan seseorang di
bagian punggung kaki hingga ke bawah jari-jari kaki dan gunakan tangan
kiri umtuk menopang di tumit dan pergelangan kaki dan berikan tekanan
lembut selama 15 detik.

10 Menopang tumit menggunakan tangan kiri dan dengan menggunakan


tangan kanan untuk memutar setiap searah jarum jam kaki dan berlawanan
arah jarum jam serta menerapkan tekanan lembut selama 15 detik.

11 Menopang tumit dengan menggunakan tangan kiri dan memberikan


tekanan dan pijatan dengan tangan kanan pada bagian sela-sela jari bagian
dalam dengan gerakan ke atas dan ke bawah gerakan lembut selama 15
detik.

12 Tangan kanan memegang jari kaki dan tangan kiri memberikan tekanan
ke arah kaki bagian bawah kaki menggunakan tumit tangan dengan
memberikan tekanan lembut selama 15 detik

pada pasien adalah sebagai berikut: Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa


nilai p = 0,150 (p value > 0,05). Nilai ini
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
Hasil Penelitian bermakna rerata skor kualitas tidur pada
kelompok kontrol.
Berdasarkan uji homogenitas dengan Berikut ini adalah perbedaan rerata skor
menggunakan uji t independent (umur), Uji kualitas tidur pada kelompok intervensi (foot
Chi Squere (jenis kelamin, nyeri, oksigenasi) massage menjelang tidur) pada pengukuran
dan Uji Fisher’s exact (lama hari rawat, saat pretest dan posttest. Analisis yang
riwayat gangguan tidur, tingkat kecemasan) digunakan adalah uji t-dependent.
didapatkan bahwa seluruh karakteristik Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
responden pada penelitian ini homogen nilai significancy 0,002 (p<0,05) hal tersebut
atau tidak memiliki perbedaan dengan nilai menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor
signifikasi p value > 0,05. kualitas tidur yang bermakna pada kelompok
Skor yang didapatkan dari pengukuran intervensi sebelum dan sesudah diberikan
sebagai indikator kualitas tidur saat pretest intervensi foot massage menjelang tidur
dan posttest. Peneliti menggunakan uji t selama 2 hari berturut-turut dengan lama
berpasangan (t dependent) untuk melihat pemijatan masing-masing kaki 10 menit.
perbedaan rerata skor kualitas tidur pada Hasil tersebut menunjukkan skor kualitas
kelompok kontrol. tidur lebih tinggi setelah diberikan perlakuan

92 JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Tabel 1 Distribusi Frekuensi, Persentase, dan Uji Homogenitas Karekteristik Responden


Kelompok Kontrol dan Intervensi (N = 24) di Ruang ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung Tahun 2016
Karekteristik Frekuensi (N) Persentase p value
Kontrol Intervensi (%)
Usia
Dewasa awal (18-40 6 5 45,83
Tahun)
Dewasa Menengah 5 4 37,5 0,376 ᵃ
(41-65 Tahun)
Dewasa Akhir > 65 1 3 16,67
Tahun
JenisKelamin
Laki-laki 6 7 54,16 1,000 ᵇ
Perempuan 6 5 45,83
Lama Hari Rawat
< 7 hari 8 10 75 1,000 ͨ
> 7 hari 4 2 25
Riwayat
GangguanTidur
Ya 10 11 87,5 1,000 ͨ
Tidak 2 1 12,5
Nyeri
Ringan 7 5 50 0,683 ᵇ
Sedang 5 7 50
Tingkat
Kecemasan
Ringan 5 3 33,3
Sedang 7 8 62,5 0,667 ͨ
Tinggi - 1 4,16
Oksigenasi
Binasal 4 4 33,3
Simple Mask 2 4 25
T-Piece 1 - 4,16 0,679 ᵇ
CPAP 2 2 16,66
CPAP+PS 3 2 20,83

foot massage. independent dengan varians sama dengan


Berikut ini merupakan distribusi hasil sebagai berikut;
perbedaan rerata skor kualitas tidur pada Berdasarkan data dari tabel 4 terlihat
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. bahwa terdapat perbedaan secara bermakna
Sebelumnya dilakukan uji homogenitas selisih rerata skor kualitas tidur pada
varians melalui uji Levene diketahui data kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
homogen (sig 0,365) maka untuk mengetahui Analisis yang digunakan adalah uji t tidak
perbedaan kualitas tidur pada kelompok berpasangan (t independent) hasil uji ini
kontrol dan intervensi menggunakan uji t memiliki nilai signifikan 0,026 (p<0,05).

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 93


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Tabel 2 Distribusi Rerata Skor Kualitas Tidur Kelompok Kontrol pada Pretest dan Posttest di
Ruang ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Kualitas Tidur Mean SD SE p value N
Pre 49,76 10,281 2,968 12
0,150
Post 52,49 7,940 2,292 12

Tabel 3 Distribusi Rerata Skor Kualitas Tidur Responden Pretest dan Posttest pada Kelompok
Intervensi Foot Massage di Ruang ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Kualitas Tidur Mean SD SE p value N
Pre 47,09 11,586 3,344 0,002 12
Post 60,69 8,861 2,558 12

Tabel 4 Analisis Perbedaan Rerata Skor Kualitas Tidur Pada Responden Kelompok Intervensi
dan Kontrol Di Ruang ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Kualitas Tidur Mean SD SE p value N
Postest
Kontrol 52,49 6,1305 1,7697 12
0,026
Intervensi 60,69 11,5323 3,3291 12

Pembahasan dari keluarga, kebisingan ruangan oleh suara


alat-alat medis dan komunikasi antar tenaga
Hasil penelitian kualitas tidur pada kesehatan.
kelompok kontrol di tampilkan pada tabel Hal ini ditunjang penjelasan Elliott,
2, memiliki nilai skor awal kualitas tidur McKinley, Cistuli dan Fien (2013) bahwa
responden 49,76 dan skor kualitas tidur pasien yang mengalami perawatan di
posttest 52,49. Pada kelompok tersebut skor ruang ICU mengalami gangguan tidur
kualitas tidur mengalami peningkatan sebesar dimana mereka memiliki kualitas tidur
2,73, setelah melalui uji t berpasangan (t yang kurang baik, penyebabnya bisa karena
dependent) mendapatkan nilai p = 0,150 kebisingan, tingkat pencahayaan, tindakan
(p value > 0,05), hal ini menunjukan tidak pelayanan medis, pengobatan serta intervensi
terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur keperawatan. Menurut Gabor et al (2003)
yang bermakna pada kelompok kontrol. kegiatan perawatan bagi pasien meliputi,
Tidak terdapatnya perbedaan yang kunjungan perawatan, penilaian tanda-
bermakna pada kelompok kontrol mungkin tanda vital dan pemberian obat-obatan yang
saja dipengaruhi oleh sebagian besar diberikan saat jam tidur. Sekitar 20% dari
responden kelompok kontrol mengalami tindakan keperawatan mengakibatkan pasien
tingkat kecemasan sedang dan adanya riwayat terbangun. Selain itu juga tidak jarang pasien
gangguan tidur selama perawatan di ruang terganggu tidurnya akibat perawat yang
ICU. Kemungkinan pula gangguan tidur memberikan tindakan keperawatan serta
disebabkan karena kecemasan. Kecemasan monitoring yang dilakukan setiap jamnya,
karena kondisi penyakit yang dialami, walaupun peralatan ICU canggih, sehingga
sebagian besar responden yang dirawat mengurangi manipulasi tangan terhadap
diruang ICU tidak hanya memiliki satu pasien yang sedang tidur (Pulak & Jensen,
diagnosa tetapi memiliki 2 atau > 2 diagnosa 2014).
klinis, gangguan tidur pada kelompok kontrol Sejalan dengan hasil penelitian
kemungkinan pula disebabkan rasa terisolasi yang dilakukan oleh Oshvandi, Abdil,

94 JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

Karampourian, Monghimbaghi dan Berdasarkan tabel 4, Adanya perbedaan


Homayonfar (2014) bahwa pada kualitas yang bermakna pada kelompok kontrol
tidur kelompok kontrol tidak mengalami dan intervensi melalui uji t independent
perbedaan yang bermakna (p>0,05) pada mendapatkan hasil p=0,026 (p<0,05).
pengukuran pretest dan posttest. Penelitian Penelitian ini dianggap bermakna dengan
Kashani (2014) menunjukkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara foot massage menjelang tidur
antara nilai rata-rata dari kualitas tidur pretest terhadap peningkatan skor kualitas tidur pada
dan posttest pada kelompok kontrol (p> 0,05). kelompok intervensi di Ruang ICU RSUP Dr.
Berdasarkan tabel 3, Adanya perbedaan Hasan Sadikin Bandung.
pada kelompok intervensi sebelum dan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
sesudah intervensi, diketahui bahwa nilai Kaur, Kaur, Bhardwaj (2012), intervensi foot
significancy 0,002 (p<0,05) hal tersebut massage berpengaruh terhadap penurunan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan denyut jantung ke arah normal dari responden
secara bermakna skor kualitas tidur pada yang diamatinya pada kelompok intervensi
kelompok intervensi sebelum dan sesudah menunjukkan rata-rata denyut jantung
diberikan intervensi foot massage. Adanya dan respirasi menurun. Pada pasien yang
perbedaan ini dipengaruhi oleh pemberian mendapatkan intervensi massage ditemukan
foot massage. penurunan tekanan darah sistolik hasilnya
Pemberian foot massage yang dimulai dari berdampak pada pengaktifan sisitem saraf
pemijatan kaki dan diakhiri dengan pemijatan parasimpatis yang akan mengakibatkan
telapak kaki merespon sensor syaraf kaki yang penurunan respon fisiologis sehingga pasien
kemudian pijatan pada kaki ini meningkatkan merasa lebih santai (Cambon, Dexheimer,
neurotransmiter serotonin dan dopamin yang Coe, 2006 ; Kaye, Kaye, Swinford, Baluch,
rangsangannya diteruskan ke hipotalamus Bawcom, Lambert, 2008).
dan menghasilkan Cortocotropin Releasing Rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
Factor (CRF) yang merangsang kelenjar dapat dikurangi dengan menggunakan
pituary untuk meningkatkan produksi massage dimana rangsangan pijitan mampu
Proopioidmelanocortin (POMC) dan mencapai otak lebih cepat dari rasa sakit
merangsang medula adrenal meningkatkan itu sendiri dampaknya terjadi peningkatan
sekresi endorfin yang mengaktifkan serotonin, dopamin dan penurunan substansi
parasimpatik sehingga terjadi vasodilatasi P serta peningkatan produksi endorfin selama
pada pembuluh serta memperlancar aliran pemijatan yang menghasilkan efek relaksasi
darah sehingga membantu otot-otot yang dan peningkatan tidur (Field, Hernandez-
tegang menjadi relaks sehingga RAS Reif, Diego, Fraser, 2007).
terstimulasi untuk melepaskan serotonin Beberapa manfaat foot massage
dan membantu munculnya rangsangan tidur menunjukkan bahwa foot massage merupakan
serta meningkatkan kualitas tidur seseorang elemen yang mudah dan memiliki pengaruh
(Aditya, Sukarendra & Putu, 2013;Guyton, besar. Menurut Trisnowiyanto (2012) dengan
2014; Aziz, 2014; Pisani, Friese, Gehlbach, memberikan massage pada area kaki dapat
Schwab,Weiunhouse & Jones, 2015). memperlancar sistem peredaran darah, karena
Pemilihan foot massage sebagai pijatan memberikan efek kenyamanan,
intervensi yang digunakan pada pasien kritis sedatif dan mampu merangsang sistem syaraf
dikarenakan kaki mudah diakses, pasien tidak dan meningkatkan aktifitas otot, sehingga
perlu dilakukan reposisi sehingga tidak akan pijatan pada kaki dapat mengendurkan otot-
mempengaruhi peralatan yang digunakan otot yang membuat pasien menjadi relaks.
oleh pasien, mampu merangsang sirkulasi Menurut Oshvandi, Abdi, Karampourian,
peredaran darah yang dapat membuat Moghimbaghi, & Homayonfar (2014)
suasana hati pasien menjadi nyaman, massage pada kaki memberi manfaat
relaks, dan memiliki pengaruh yang positif mengurangi kecemasan, stress dan nyeri yang
sehingga akan mempengaruhi kualitas tidur dirasakan oleh pasien, sekalipun massage
pasien (Oshvandi, Abdil, Karampourian, yang diberikan dalam waktu yang pendek
Monghimbaghi, Homayonfar, 2014). dan hanya pada bagian kaki saja, dapat

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 95


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

memberikan manfaat hati menjadi lebih NUR.0000270014.97457.d5.


tenang, stress berkurang dan peningkatan Asnis, G.M., Thomas, M., & Henderson,
pada tidur. M.A. (2016). Pharmacotherapy treatment
Dengan demikian intervensi foot massage options for insomnia: A primer for clinicians.
yang diberikan pada responden di ruang International Journal of Molecular Sciences,
ICU meliputi gerakan sentuhan, pijatan serta 17(1), 50.
mengurut kaki bagian bawah secara sistemik
dan ritmik akan mengurangi ketegangan Azis, M.T. (2014). Pengaruh terapi pijat
otot, menciptakan suasana relaks yang pada (massage) terhadap tingkat insomnia pada
akhirnya dapat memperbaiki kualitas tidur lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang
pasien. Gading Semarang. Jurnal keperawatan.

Badawi. (2009). Melawan dan Mencegah


Simpulan Diabetes : Panduan Hidup Sehat Tanpa
Diabetes. Yogyakarta : Araska.
Simpulan dalam penelitian ini adalah tidak
adanya perbedaan rerata skor kualitas tidur Deng, G., & Cassileth, B.R. (2005). Integrative
pada kelompok kontrol tetapi terdapat oncology: Complementary therapies for pain,
perbedaan secara bermakna pada kelompok anxiety and mood disturbance, CA career.
perlakuan. Foot massage memiliki pengaruh Journal Clinic, 55, 10–16.
positif terhadap kualitas tidur pasien di Ruang
ICU, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian
skor kualitas tidur pada kelompok intervensi keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
setelah mendapatkan perlakuan foot massage
secara signifikan dibandingkan dengan Drouot, X., & Quentin, S. (2015). Sleep
kelompok kontrol. Hal tersebut didukung neurobiology and critical care illness. Critical
oleh adanya perbedaan yang signifikan Care the Clinic, 31, 379–391.
skor awal pretest antara kelompok kontrol
dan kelompok intervensi dimana kelompok Elliott, R.M., McKinley, S.M., & Eagerm
intervensi memiliki skor kualitas tidur lebih D. (2010). A pilot study of sound levels in
rendah dari skor kualitas tidur kelompok an Australian Adult General Intensive Care
kontrol hal inilah yang menunjukkan bahwa Unit. Noise Health, 12(46), 26–36.
foot massage memiliki pengaruh yang kuat
dalam membatu memperbaiki kualitas tidur Engwalla, M., Fridha, I., Johansson, L.,
pasien di ruang ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bergbom, I., & Lindahl, B. (2015). Lighting,
Bandung. sleep and circadian rhythm: An intervention
study in the intensive care unit. Intensive and
Critical Care Nursing, 31, 325-335.
Daftar Pustaka
Field, T., Hernandez-Reif, M., Diego, M., &
Aditya, Sukarendra, & Putu. (2013). Pengaruh Fraser, M. (2007). Lower back pain and sleep
pijat refleksi terhadap insomnia pada lansia di disturbance are reduced following massage
Desa Leyengan Kecamatan Ungaran Timur therapy. Journal Bodywork & Movement
Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan. Therapies, 11(2), 141-5.
Alspach, J.G. (2006). Core curiculum for Ganong, W. F. (2008). Buku ajar fisiologi
critical care nursing (6th Edition). Missouri kedokteran (Edisi 22). Jakarta: EGC.
Sounders Elsevier.
Gunnarsdottir, T.J., & Jonsdottir, H. (2007).
Anderson, P.G., & Cutshall, A.M. (2007). Does the experimental design capture the
Massage therapy - A comfort intervention effects of complementary therapy? A study
for cardiac surgery patients. Clinical Nurse using reflexology for patients undergoing
Specialist, 21, 161-5. doi:10.1097/01. coronary artery bypass graft surgery. Journal

96 JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017


Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot Message terhadap Kualitas Tidur Pasien

clinic Nursing, 16(4), 777-85. Oshvandi, Kh., Abdi, S., Karampourian,


A., Moghimbaghi, A., & Homayonfar, Sh.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2014). Buku ajar (2014). The effect of foot massage on quality
fisiologi kedokteran (Edisi 12). Saunders, of sleep in ischemic heart disease patients
Elseveir. hospitalized in CCU. Iran Journal Critical
Care Nurse, 7(2), 66–73.
Hardin, K.A. (2009). Sleep in the ICU:
Potential mechanisms and clinical Potter & Perry. (2011). Fundamental of
implications. Chest, 136(1), 284-94. http:// nursing (Buku 1, Edisi 8). Jakarta: Salemba
dx.doi.org/10.1378/ chest.08-1546. Medika.

Harvey, A.G., Stinson, K., Whitaker, K. Pulak, L.M., & Jensen, L. (2014). Sleep in
L., Moskovitz, D., & Virk, H. (2008). The the Intensive Care Unit: A Review. Journal
subjective meaning of sleep quality: A of Intensive Care Medicine.
comparison of individuals with and without
insomnia. Sleep, 31(3), 383-393. Puthusseril, V. (2006). Special foot massage
as a complementary therapy in palliative care.
Kaur, J., Kaur, S., & Bhardwaj, N. (2012). Indian Journal of Palliative Care, 12(2), 71-
Effect of 'foot massage and reflexology' on 76.
physiological parameters of critically ill
patients. Nursing and Midwifery Research Richardson, A., Crow, W., Coghill, E., &
Journal, 8(3). Turnock, C. (2007) . A comparison of sleep
assessment tools by nurses and patients in
Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2010). Buku critical care. Journal Clininical Nursing, 16,
ajar fundamental keperawatan: Konsep, 1660–8.
proses & praktik (Volume 1, Edisi 7). Jakarta:
EGC. Robertson, L.C., & Al-Haddad, M. (2013).
Recognizing the critically ill patient.
MacDonald, K. (2010) The peptide that Anaesthesia and intensive care medicine,
binds: A systematic review of oxytocin and 14(1).
its prosocial effects in humans. Harvard
Review of Psychiatry, 18, 1-21. Romero-Bermejo, F.J. (2014). Sleep quality
in intensive care unit: Are we doing our best
Morton, P.G., & Fontaine, D.K. (2009). for our patients?. Indian Journal Critical
Critical care nursing: A holistic approach Care Medicine, 18, 191-2.
(9th Edition). Philadelphia: Lippincott Raven
Publisher. Trisnowiyanto, B. (2012). Instrumen
pemeriksaan fisioterapi & penelitian
National Center for Complementary and kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Alternative Medicine. (2009). Meditation:
An Introduction, U.S. Departement of Health Weinhouse, G.L., & Schwab, R.J. (2006)
and Human Services, D308. Sleep in the critically ill patient. SLEEP,
29(5), 707–716.
National Hearth, Lung and Blood Institute.
(2011). Zak, P. (2012) The moral molecule: The
source of love and prosperity. New York, NY:
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Penguin Group.
Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika. Zhou, X., Zhang, S., & Li, X. (2013).
Application of relaxation training and its
Oldham, M., & Pisani, M.A. (2015). Sedation enlightenment for nursing. Chinese Journal
in Critically Ill Patients. Critical Care The of Nursing, 39, 129–130.
Clinic. Vol:31 563–587

JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017 97

Anda mungkin juga menyukai