Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

APRESIASI PUISI “TERBUKA BUNGA” KARYA AMIR HAMZAH


DAN NOVEL “OLENKA” KARYA BUDI DARMA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keterampilan Bahasa dan
Sastra Indonesia
Dosen pengampu : Prof. Dr. Sty. Slamet, M.Pd

Disusun oleh:

Dhita Murdaya
K7117054
Kelas 4A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat


menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam kita
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan
umat islam didunia.

Dengan terwujudnya makalah ini yang membahas mengenai


apresiasi puisi tahun 1945 dan novel kontemporer. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan informasi, pelajaran dan ilmu yang
bermanfaat bagi pembacanya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna oleh karena


itu di harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi
kesempurnaan makalah berikutnya.

Surakarta, 10 Juni 2019


Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………i

DAFTAR ISI ……………………………………………...…….…………..ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………..……….1

B. Rumusan Masalah …………………………………………….…….…...2

C. Tujuan Penulisan ……………………………………………….…….….2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Puisi ‘45 …………...……..…………........………...……...……3

B. Apresiasi Puisi “Terbuka Bunga” …………………...…...........................4

C. Hakikat Novel Kontemporer …………………………………………….8

D. Analisis Unsur Novel “Olenka” ……………………………………..…10

E. Apresiasi Novel “Olenka” ……………………………………………...18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………….........28

B. Saran …………………….…………………………………………..….29

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dnegan
ekspresi dan penciptaan. Sedangkan karya sastra adalah karya yang
diciptakan oleh manusia hasil dari refleksi pikiran manusia yang
dituangkan dalam bentuk tulisan, maupun gambar. Hasil karya sastra
dalam bentuk tulisan misalnya : novel, puisi, cerpen, dll. Semua hasil
karya sastra sangat menarik untuk dikaji.
Karya sastra melalui pendekatan struktural seperti yang dikatakan
Cuddon, kritik objektif berarti kritik yang menekankan pada struktur karya
sastra itu sendiri dengan kemungkinan membebaskan dari dunia perang
(1979:662). Selanjutnya bahwa kritik objektif merupakan kritik yang
menempatkan karya sastra sebagai suatu yang mandiri, otonom dan
mempunyai dunia sendiri, kajiannya lebih instrinsik, mengkaji hal-hal
yang ada dalam karya sastra itu sendiri (Abraham dalam Esten, 1987:13).
Dalam penulisan sajak atau puisi, setiap penyair
mempersembahkannya dengan gaya bahasa sendiri. Dan gaya bahasa juga
menjadikan sebuah karya itu bermutu tinggi di mata pembaca atau
apresiator, biasanya gaya bahasa itu bergantung kepada pengalaman, ilmu
dan kemahiran berbahasa yang dimiliki tiap individiu. Dalam menganalisis
puisi, dapat menggunakan dua model analisis, yaitu pendekatan terhadap
karya sastra melalui empat kritik (kritik mimetik, pragmatik,, ekspresif,
serta kritik objektif), lalu analisis yang kedua adalah analisis puisi
berdasarkan bentuk dan isinya.
Sedangkan novel adalah sebagai cipta sastra yang mengandung
unsur-unsur kehidupan, pandangan-pandangan atau pemikiran dan
renungan tentang keagamaan, filsafat, berbagai masalah kehidupan, media
pemaparan yang berupa kebahasaan maupun struktur wacana serta unsur-
unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra sebagai
suatu teks 10 (Aminudin, 2002: 38). Secara singkat novel adalah cipta

1
sastra dengan berbagai masalah kehidupan manusia dan kebahasaan
sebagai media pemaparnya, sedangkan dalam buku The American College
Dictonary dikemukakan bahwa novel adalah suatu cerita prosa fiktif dalam
panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan
kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan
yang agak kacau atau kusut (Tarigan, 1984: 164). Jadi, novel adalah cerita
prosa fiktif yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan yang dapat
mewakili kehiduapan yang sebenarnya dalam suatu alur atau keadaan yang
sangat kacau.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengangkat bahasan mengenai
puisi ’45 karya Amir Hamzah, dan novel kontemporer berjudul “Olenka”
karya Budi Dharma.

B Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat mengenai puisi ’45?
2. Bagaimana analisis unsur puisi “Terbuka Bunga”?
3. Bagaimana apresiasi puisi “Terbuka Bunga”?
4. Bagaimana hakikat mengenai novel kontemporer?
5. Bagaimana analisis unsur novel”Olenka”?
6. Bagaimana apresiasi novel “Olenka”?

C Tujuan Penulisan
1. Unutuk menjelaskan hakikat puisi ’45.
2. Untuk menjelaskan analisis unsur puisi “Terbuka Bunga”.
3. Untuk menjelaskan apresiasi puisi “Terbuka Bunga”.
4. Untuk menjelaskan hakikat novel kontemporer.
5. Untuk menjelaskan analisis unsur novel “Olenka”
6. Untuk menjelaskan apresiasi novel “Olenka”

2
BAB II

PEMBAHASAN

A Hakikat Puisi “45


Puisi angkatan 45 memiliki perbedaan dengan puisi angkatan
sebelumnya (Balai Pustaka dan Pujangga Baru. Puisi angkatan ’45 lebih
realistik dibandingkan dengan Angkatan Pujangga Bary yang romantik
idealistik. Semangat patriotik yang ada pada sebagian besar sastrawan
Angkatan’45 tercermin dari sebagian besar karya-karya yang dihasilkan
oleh para sastrawan tersebut. Angkatan ini mempunyai konsepsi
“Humanistic Universal”, artinya kemanusiaan di seluruh dunia. Jadi, tidak
hanya terbatas pada kemanusiaan Indoneisa saja. Konsep ini dapat dilihat
dan dibaca dalam Surat Kepercayaan Gelanggang yang disusun tanggal 18
Februari 1950.
Pada waktu inilah lahir penyair muda yaitu Chairil Anwar yang
pada zaman Jepang memberi pemberontakan dengan puisinya “Aku”,
dimana Chairil ini menunjukkan seorang seniman adalah tanda kehidupan
yang melepas bebas. Chairil Anwar memberi warna baru pada khazanah
kesusastraan Indonesia. Ia memberi serangan terhadap bentuk lama.
Perang dan revolusi telah memberikan perubahan bagi bangsa Indonesia,
termasuk mengubah pendangan hidup sastrawan Indonesia. Duna mereka
tidak lagi indah, tetapi penuh kepahitan, penderitaan, pengorbanan,
perjuangan seperti yang dikehendaki oleh revolusi. Ratapan seperti
Pujanggan Baru yang merintih, menangis tersedu-sedu tidak lagu ditemui
pada diri Chairil. Ia lebih mengedepankan realitas penderitaan kepahitan
dan pengorbanan. Sehingga ia disebut sebagai pelopor lahirnya Angkatan
’45 karena karya-karya puisinya yang terkenal menggebu-gebu, bermutu,
dan sangat menggambarkan suasana kemerdekaan pada saat itu.

B Apresiasi Puisi “Terbuka Bunga”


Pada makalah kali ini akan diapresiasi puisi berjudul “Terbuka
Bunga” karya Amir Hamzah.

TERBUKA BUNGA
Karya Amir Hamzah

3
Terbuka bunga dalam hatiku!
Kembang rindang disentuh bibir kesturimu
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah
bunga lampau, kekasihku
Bunga sunting hatiku, dalam masa mengembara menanda dikau
Kekasihku ! inikah bunga sejati yang tiadakan layu?

1. Tema
Puisi “Terbuka Bunga”, merupakan puisi yang bertemakan
perasaan jatuh cinta ketika orang ini dulunya pernah merasakan
sakitnya patah hati. Contohnya “dengan mengelopaknya bunga ini,
layulah bunga lampau. Kekasihku”. Mengibaratkan perasaan yang
kembali berbunga-bunga dan berharap bahwa bunga yang baru ini tidak
akan pernah layu atau tidak akan pernah membuat ia terluka lagi.
2. Perasaan Penyair (feeling)
Perasaan (feeling) merupakan sikap penyair terhadap pokok
persoalan yang ditampilkannya. Dalam puisi “Terbuka Bunga” ini,
dapat digambarkan perasaan penyair yang sedang berbahagia karena
telah mendapatkan tambatan hati yang baru setelah sebelumnya ia
merasakan sakitnya patah hati.
3. Nada dan Suasana
Yang dimaksud dengan nada dalam dunia perpuisian adalah
sikap sang penyair terhadap pembacanya atau dengan kata lain sikap
sang penyair terhadap para penikmat karyanya. Dalam puisi “Terbuka
Bunga” ini, penyair menyajikan puisi yang bersifat membahagiakan
bagi siapa saja yang membacanya. Hal ini, akan membawa penikmat
atau pembaca terbawa suasana bahagia dalam puisi tersebut.
4. Amanat (Pesan)
Amanat yang terkandung dalam puisi “Terbuka Bunga” yakni,
jangan bersedih ketika pernah jatuh atau pernah merasakan sakit hati
karena gagal dalam percintaan. Karena, tuhan telah menyiapkan jalan
hidup pendamping hidup yang terbaik bagi hamba-Nya.
5. Diksi atau Pilihan Kata
Dalam puisi “Terbuka Bunga”, penyair telah cermat memilih kata-
kata, karena kata-kata yang ditulis telah dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi, dalam rima dan irama serta lainyya, dan kedudukan
kata dalam keseluruhan puisi tersebut. Pilihan kata yang telah tepat ini
dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, nada suatu
puisi dengan tepat.
6. Imajinasi

4
Dalam puisi “Terbuka Bunga”, dengan menarik perhatian
pembacanya melalui kata-kata dan daya imajinasi akan memunculkan
sesuatu yang lain yang belum pernah dirasakan oleh pembaca
sebelumnya. Di dalam puisi ini, penyair menggunakan imajinasi visual,
dimana imajinasi ini menyebabkan pembaca seolah-olah seperti melihat
sendiri apa yang dikemukakan atau diceritakan oleh penyair. Di dalam
puisi ini, penyair seolah-olah mlihat bunga yang sedang mengelopak
dengan indahnya, hal ini pun dapat diimajnasikan oleh pembaca.
7. Kata Konkret
Dengan adanya kata konkret dalam puisi “Terbuka Bunga”, para
penikmat sastra akan merasakan sensasi yang berbeda. Para penikmat
sastra akan menganggap bahwa mereka benar-benar melihat,
mendengar, merasakan, dan mengalami segala sesuatu yang dialami
oleh sang penyair.
8. Majas atau Bahasa Figuratif
Dalam puisi “Terbuka Bunga” digunakan bahasa figuratif,
karena bahasa figuratif dapa digunakan untuk mengkonsenntrasikan
makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang
banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Dalam puisi ini menggunakan majas personifikasi, dimana terdapat
kata-kata yang mengkiaskan benda dengan manusia.
Misalkan, “Melayah-layah mengintip restu senyumanmu”
9. Rima
Dalam puisi “Terbuka Bunga”, digunakan rima dengan bunyi
vokal yang sama diakhir kalimat, yaitu bunyi vokal “u”. Adanya rima
ini dimaksudkan untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi
sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca.
10. Ritma
Dalam puisi “Terbuka Bunga”, digunakan ritma allegro,
dimana terdapat kata yang bervokal tiga yang menyebabkan irama
cepat, ritma andante yang menyebabkan irama lambat. Penggunaan
ritma ini agar terdapat pertentangan bunyi, tinggi-rendah, panjang-
pendek, keras-lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-
ulang sehingga membentuk keindahan.
11. Tipografi atau Perwajahan
Dalam puisi “Terbuka Bunga”, tampak bahwa puisi tersebut
tersusun atas kata-kata yang membentuk larik-larik puisi. Larik-larik
itu disusun ke bawah dan terikat dalam bait-bait. Untuk judul dari puisi
ini ditulis dengan jelas menggunakan huruf capital dengan rapih.

5
12. Kepengarangan Amir Hamzah
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika
masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane,
Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “Mabuk” dan “Sunyi”
yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Selain itu,
sajak-sajaknya juga dipublikasikan di rubrik sastra Panji Pustaka
asuhan Sutan Takdir Alisyahbana. Selain menulis sajak, Amir Hamzah
juga menulis prosa dan esai tentang kesusastraan. Sajak-sajak Amir
Hamzah cenderung terlihat lebih ke gaya sastra Timur.
Sejak dimuat di majalah Timboel, karya sastra Amir Hamzah
terus muncul di berbagai media massa, misalnya di majalah Pudjangga
Baroe, Pandji Poestaka, dan lain-lain. Nama Amir Hamzah mulai
dikenal, dan lingkungan pergaulannya dengan kalangan sastrawan pun
mulai berlangsung intensif. Beberapa sastrawan yang semasa dengan
Amir Hamzah antara lain Armijn Pane, Sanusi Pane, Sutan Takdir
Alisyahbana, Muhamaad Yamin, Suman Hs, JE. Tatengkeng, HB.
Jassin, dan lainnya.
Mungkin pencapaian karya sastra Amir Hamzah bukan
pencapaian terbaik dari suatu kelompok yang mengkhususkan diri
dalam mencari kemudian menemukan semacam puitika yang lain
sebagaimana yang terjadi di Barat. Namun begitu, tidak dapat
dihindarkan bahwa ada semacam ikatan maupun komitmen para
beberapa pemrakarsa majalah Poedjangga Baroe yaitu, Armijn Pane,
Sutan Takdir Alisyahbana, dan Amir Hamzah sendiri untuk memajukan
bahasa Indonesia. Penerbitan majalah Poedjangga Baroe sendiri juga
merupakan perwujudan komitmen hal tersebut.
Amir Hamzah mewariskan dua buah kumpulan sajak
karangannya, yaitu Buah Rindu dan Nyanyi Sunyi. Sutan Takdir
Alisyahbana mengatakan, banyak pengamat yang menilai bahwa
Nyanyi Sunyi bukan hanya merupakan puncak pencapaian kreatif
Amir Hamzah, namun juga menjadi salah satu puncak bagi
kepenyairan Indonesia. Antologi puisi Nyanyi Sunyi menjadi pemula
bagi sajak-sajak kemudian yang membahasakan kesunyian.
Kumpulan sajak Amir Hamzah yang lain, yaitu Buah Rindu,
sebenarnya cenderung merupakan semacam catatan biografi. Meskipun
buku kumpulan puisi ini terbit lebih belakangan dibanding Nyanyi

6
Sunyi, namun proses penulisannya lebih dahulu dibanding puisi-puisi
pada Nyanyi Sunyi. Sajak-sajak dalam kumpulan puisi Nyanyi Sunyi
adalah sajak-sajak yang sublim dengan lebih melukiskan pergulatan
eksistensial sang penyair. Melalui Nyanyi Sunyi itulah kehidupan
menjadi semacam ruang filosofis yang sunyi.
Para peneliti dan kritikus sastra yang menyimpulkan dua hal
tentang bahasa puisi Amir Hamzah. Di satu sisi, ia seolah-olah terikat
pada bahasa Melayu, namun di sisi lain Amir Hamzah juga sangat
bebas ketika memasukkan beberapa kata yang berasal dari bahasa
Jawa, Kawi, atau Sansekerta. Ketika membaca sajak-sajak Amir
Hamzah, tak jarang pembaca akan menemui beberapa kata yang bukan
berasal dari bahasa Melayu, misalnya dewangga, dewala, sura,
prawira, estu, ningrum, padma, cendera, daksina, purwa, jampi, sekar,
alas, maskumambang, dan lain sebagainya.
Amir Hamzah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan,
18 prosa liris, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa
terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu adalah 160 tulisan. Jumlah
karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur yang
merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari
jumlah itu, ada juga beberapa tulisan yang tidak sempat
dipublikasikan.

C Hakikat Novel Kontemporer


Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar
rekaan, yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang
pengarang, dan mengandung nilai-nilai hidup, dioelah dengan teknik
kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.
Novel kontemporer adalah novel yang hidup pada masa kini atau
novel yang hidup pada waktu yang sama. Novel yang berusaha bergerak
mendahului keadaan zamannya. Novel yang menyimpang dari semua
sistem penulisan fiksi yang ada selama ini atau yang bersifat konvensional.
Novel yang menggarap masalah fiksi dan batin dengan pola yang aneh
tetapi suasana dan imaji yang sangat menakjubkan.
Untuk novel kontemporer dapat diwakili oleh karya Iwan
Simatupang, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, dan Budi Darma,
memperlihatkan adanya kesamaan tema yang mengangkat masalah
kterasingan manusia modern dan kehidupan yang absurb. Identitas tokoh

7
menjadi tidak penting yang ditandai dengan penamaan Tokoh Kita (dalam
novel-novel Iwan Simatupang) atau cukup disebutkan lelaki setengah
baya, penjaga kuburan, buruh pabrik, walikota, pensiunan dan beberapa
nama jabatan atau status sosial yang dapat berlaku untuk siapa saja. Latar
tempat dan latar waktu juga tidak mengacu pada tempat dan waktu
tertentu, sehingga dapat berlaku di mana dan kapan saja. Alur yang ada
dalam novel konvensional selalu harus didasari pada rangkaian peristiwa
yang mempunyai pertalian hubungan sebab-akibat (kausalitas), dalam
novel tahun 1970-an itu tidak lagi berlaku.
Segala peristiwa bisa tumpang-tindih taka da hubungan sebab-
akibatnya. Peristiwa yang dihasilkan lakuan dan pikiran disajikan seketika
secara serempak, seolah-olah peristiwa itu datang saling menyergap.
Akibatnya peristiwa itu seperti tidak jelas lagi juntrungannya. Model
novel-novel yang seperti inilah yang kemudia disebut sebagai novel arus
kesadaran, sebuah aliran dalam sastra yang menekankan cerita melalui
pikiran, perasaan, dana lam bawah sadar tokoh-tokohnya. (Purba:2001)
Novel kontemporer muncul dilatarbelakangi oleh adanya suatu
pergeseran sikap berfikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan
estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik di bidang
puisi, prosa, maupun drama. Periode 70-an telah memperlihatkan
pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain; wawasan estetik,
pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak
mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusaha untuk
menjadikannya karya sastra modern.

D Analisis Unsur Novel “Olenka”


1. Unsur Instrinsik
a. Tema
Dalam novel “Olenka” ini menceritakan tentang kepahitan
hidup seorang yang sudah berkeluarga sehingga mengakibatkan
terjadinya perselingkuhan. Perselingkuhann ini terjadi karena
olenka itu tidak merasa cocok dengan suaminya. Hal ini terbukti
dalam penggalan novel berikut ini :
“pada suatu malam tilpun saya bordering. Olenka mengatakan
bahwa Wayne dan Steven disuruhnya berlibur ke Stoneville di
Negara bagian Illionis. Dia mengundang saya untuk memastikan
kepergian mereka….” (Olenka:40-42)

8
“Dia sengaja minum the dan kopi pahit untuk mengingatkan bahwa
kehidupannya tidak selalu enak, dia senang merayakan
kesengsaraan dengan minuman pahit …”
“kadang-kadang saya merasa, bahwa dalam usahanya untuk
menghindarkan kesengsaraan, dia justru mencari kesengsaraan.
Seperti yang pernah dikatakannya sendiri, seluruh hidupnya
merupakan rangkaian perayaan untuk melupakan kesengsaraan
dengan mengingatkan diri, bahwa dia tidak akan terlepas dari
kesengsaraan. Jalan untuk membebaskan dirinya dari kesengsaraan
adalah selalu menyadari bahwa kesengsaraan selalu ada” (Olenka :
196)
Dari penggalan cerita-cerita tersebut, terlihat jelas bahwa novel
tersebut mengangkat tema mengenai kepahitan hidup.
b. Tokoh dan Penokohan
Dalam novel “Olenka” bahwa tokoh yang ada yaitu adalah
saya (Fanton Drummond) dan Olenka. Selain kedua tokoh tersebut
ada dua tokoh yang menjadi tokoh sampingan yaiu suami Olenka
yang bernama Wayne Danton dan anak Olenka bernama Steven.

1) Funton Drummond
Mempunyai keinginan yang kuat, tidak pernah lelah
mengejar pelabuhan cintanya. Namun, pengejarannya selalu
berakhir dengan kesia-siaan.
Bukti : “Memang untuk dapat melihat diri kita sendiri dengan
benar kita tidak selayaknya menkadi narkisus. Untuk menjadi
lebih agung, kita tidak perlu menonton firi kta sebagai jagoan
dalam novel-novel picisan. Seperti yang dikatakan oleh orang-
orang Yunani Kuno, kita memerlukan “catharsis”. Yaitu rasa
mual terhadap diri kita sendiri. Roquentin dalam novel “Sarte
La Nausee” juga merasakan “supreme degout de moi”,
demikian juga Fanton Drummond menjelang akhir novel
Olenka. Mata mereka menembus tubuh mereka, dan mereka
tahu apa yang berkecamuk di dalamnya”. (Olenka:224)
Faton Drummond adalah seorang yang abnormal yang
jatuh hati pada wanita yang telah menikah. Tetapi sering tergoda
Fanton Drummond untuk mengehentikannya karena suara
khotbah seorang pendeta pinggir jalanan yang masuk ke
telinganya.

9
Bukti : “Rupanya pendeta-pendeta jalanan merasa kurang puas
atas usahanya dia mengerahkan dua orang konco aplosan…”
(Olenka ; 42)
“….ternyata jerit-jerit mereka menelusup kehati saya pada
waktu berpisah dengan olenka, saya memutuskan untuk tidak
menemuinya lagi.” (Olenka:42)
Fanton Drummond juga seorang yng tidak memiliki
prinsip hidup, dengan mudah dia selalu merubah keyakinannya.
Bukti : “ Dia mendekati saya setelah saya panggil. Kemudian
dia berkata. “rasanya sata tidak sabar dimuatnya cerpen saya”,
lalu dia menyeringai”. (Olenka:99)
“Saya menjawab, “rasanya tidak sabar saya menunggu
kesempatan untuk meninju mulut sampean”. (Olenka:99)
“Lalu saya meninju mulutnya. Dia terpelanting, steven ikut
terpelanting”. (Olenka:99)
Dan watak terakhir Fanton Drummond adalah sosok
orang yang temperamental atau orang yang mudah marah hanya
karena Wayne memberitahukan kegelisahan hatinya yang tidak
sabar menunggu dimatnya cerpen, tetapi Funton Drummond
merasa bahwa Wayne berkata seperti itu menganggap bahwa ia
telah menyombongkan diri dan menganggap remeh dirinya
(Fanton Grummond).
2) Olenka
Egois karena itu terlihat jika Olenka telah memiliki suami, tetapi
dia malah menyukai orang lain dan memutuskan untuk
selingkuh. Hal ini terlihat dari penggalan novel berikut ini,
“pada suatu malam tilpun saya bordering. Olenka mengatakan
bahwa Wayne dan Steven disuruhnya pergi berlibur ke
Stoneville di Negara bagian Illinois. Dia mengundang saya
untuk memastikan kepergian mereka…” (Olenka:40-42)
3) Wayne Danton
Penuh imajinasi, dan penyayang
Bukti : “seperti biasa, Wayne tetap lontang-lantung dengan
anaknya di kawasan tulip tree”. (Olenka:23)
“Menurut Olenka daya imajinasi Wayne tidak perlu diragukan
lagi. Dan kebringasan daya imajinasinya sudah dapat dibuktikan
melalui cerpenyya yang sudah terbit”. (Olenka:64)
4) Jane
Periang dan suka memuji orang

10
Bukti : “semua kata-katanya disertai pujian itu, menunjukkan
kekagumannya pada Olenka”. (Olenka:101)

5) Mary Bentley
Periang, suka berbicara yang membuatnya gembira
Bukti : memborong seluruh percakapan. Apapun bagiannya
dapat dijadikan bahan percakapan.” (Olenka : 104)
6) Mary Carson
Orang yang dewasa dan ramah
Bukti : “segala tindakannya pertanda bahwa dia takut membuat
kesalahan. Dia lebih suka mendengar, tersenyum, mengangguk,
menggeleng, dan sesekali tempo berkata, mungkin saya tidak
tahu pasti”. (Olenka:104)
c. Sudut Pandang
Dalam novel “Olenka”, sudut pandang yang dipakai oleh penulis
adalah sudut pandang orang pertama. Hal ini dapat dilihat dari
penggalan novel berikut ini :
“Pertemuan saya dengan seseorang yang kemudian saya ketahui
bernama Olenka….” (Olenka : 11)
Alasan : karena di dalam novel ini tokoh utama atau yang paling
dominan yaitu tokoh saya, jadi novel ini menggunakan sudut
pandang orang pertama.
d. Setting / Latar
1) Latar Tempat
Dalam novel “Olenka” ini ada beberapa latar tempat yang
disajikan oleh pengarang. Novel ini berlatar tempat di
Bloomington. Hal ini terlihat dalam penggalan novel berikut ini :
“….hampir setengah jam listrik sebagian besar Bloomington
mati”. (Olenka:28)
Kemudian selanjutnya dan latar ini merupakan latar yang paling
dominan. Terutama di sekitar Apartemen Tulip Tree. Hal ini
dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini :
“….memang dia sering menunggu bis di depan Tulip Tree…”
(Olenka:13)
Alasan : terlihat jelas bahwa dari kutipan diatas bahwa novel ini
berlatar di Tulip Tree.
Kemudai novel ini juga berlatar tempat di negara bagian
Kentucky, Indianapolis dan Chicago. Hal ini dapat dilihat dari
penggalan novel berikut :

11
“….setelah ganti sekian truck, saya mencari negara bagian
Kentucky”. (Olenka:80)
“Dalam perjalanan ke Chicago saya mampir di Indianapolis…”
(Olenka:104)
2) Latar Waktu
Waktu yang terjadi dalam novel “Olenka” yaitu pada tahun 1983.
Sesuai dengan tahun novel ini selesai dibuat oleh Budi Dharma.
Alasan : karena dalam novel ini pengarang menyisipkan gambar
tempat kerja dimana Olenka bekerja. Dan gambarnya itu pada
tahun 1983.
3) Latar Suasana
Dalam novel “Olenka” ini, suasananya sangat miris. Karena, ada
seorang perempuan yang sudah mempunyai suami, tetapi
berpaling ke hati yang lain. Dan yang lebih parahnya lagi
perempuan itu sudah melakukan perzinaan.
e. Alur
Novel “Olenka” menggunakan alur campuran. Secara keseluruhan,
alur novel ini adalah alur maju, tetapi pada bagian-bagian tertentu
ada peristiwa yang diceritakan mundur.
1) Pengenalan situasi cerita
Awal cerita dari novel ini berawal ketika tokoh saya bertemu
dengan seorang perempuan itu akhirnya namanya diketahui oleh
tokoh saya, nama dari perempuan adalah Olenka. Hal ini

2) Menuju adanya konflik


Bahwa tokoh saya mulai mencintai olenka dimana olenka sudah
mempunyai istri. Dan kemudian setelah mereka selalu
berkomunikasi akhirnya mereka berdua aling mencintai dan
akhirnya mereka melakukan hubungan intim atau melakukan
perzinaan. Hal ini dapat dilihat dalam penggalan novel berikut
ini:
“… sering dia merasa tidak puas saya handuki, dan
mempersilahkan tangan telanjang saya untuk berperan sebagai
handuk kedua. Katanya tangan saya hangat, nikmat, dan
menyengat.” (Olenka: 42)
3) Puncak konflik
Ketika tokoh Olenka pergi kemudian tokoh saya merasa bahwa
dia itu sangat kehilangan sosok Olenka. Dan tak hanya tokoh
saya yang merasa kehilangan sosok Olenka tapi juga tokoh

12
Wayne karena Wayne tidak ada lagi yang menghidupi dan
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Wayne mencari kerja dan tak
ada satupun pekerjaan yang menerimanya. Hal ini dapat dilihat
dari penggalan berikut ini:
“Pada saatnya nanti, kita harus berpisah…”(Olenka: 55)
“Olenka tidak pernah kembali. Akhirnya wayne juga
gelisah…”(Olenka: 88)
4) Penyelesaian
Akhir cerita ini bahwa tokoh saya itu berpikiran bahwa dia tidak
berjodoh dengan tokoh Olenka dan M.C. Tokoh saya tidak
menyesal dengan nasib yang diterimanya dan dia pun tidak
kecewa. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut ini:

“saya tidak menyesal, tidak kecewa…”(Olenka: 213)

Alasan: Fanton ketika dapat kiriman surat dari Olenka hatinya


sangatlah senang. Tapi Fanton menunggu surat selanjutnya
datang tapi tidak membuat hatinya senang jadi dirinya mencari
Marry untuk dinikahinya ketika dia bertemu Marry si Fanton
tidak jadi menikahi si Marry karena si Marry cacat seumur hidup.
Dia pulang dalam keadaan sedih ditambah lagi kesedihannya
ketika mendengar bahwa Olenka masuk rumah sakit. Kemudian
dia langsung mencari Olenka pergi ke rumah sakit dimana
Olenka dirawat. Tapi apa setelah sampai di rumah sakit dia tidak
bertemu dengan Olenka bahwa Olenka telah tiada untuk
selamanya. Tapi atas ketidaksampaiannya untuk menikahi Olenka
dan M.C. Fanton tidaklah menyesal dan tidaklah kecewa.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasanya itu sulit dimengerti dan sangat lincah dalam
merangkainya. Tetapi dalam hal untuk memahami alurnya itu sangat
sulit karena dilihat dari alurnya itu campuran dan jika dilihat dari
bahasanya itu terdapat beberapa macam bahasa. Terdapat bahasa
Indonesia melayu, kemudian bahasa jawa, dan satu lagi bahasa
inggris.
g. Amanat
Dalam novel ini amanat yang bisa diambil adalah sebagai berikut:

13
1) Janganlah engkau berselingkuh bila engkau sudah mempunyai
suami.
Hal ini bisa dilihat dalam penggalan novel berikut ini:
“pada suatu malam tilpun saya berdering. Olenka mengatakan
bahwa wayne dan steven disuruhnya pergi berlibur ke Stoneville di
Negara bagian Illinois. Dia mengundang saya untuk memistakan
kepergian mereka…” (Olenka: 40-42)
“… sering dia merasa tidak puas saya handuki, dan mempersilahkan
tangan telanjang saya untuk berperan sebagai handuk kedua.
Katanya tangan saya hangat, nikmat, dan menyengat.” (Olenka: 42)

Terlihat jelas dalam penggalan novel tersebut bahwa seorang wanita


yang sudah mempunyai suami tapi dia melakukan perzinaan.

2) Kejarlah cinta tapi jangan mengejar cinta orang yang sudah punya
suami
Hal ini dapat dilihat dalam tokoh saya yang dimana dia selalu tidak
putus semangat untuk mengejar cintanya Olenka. Dalam penggalan
novel berikut ini:
“ Memang untuk dapat melihat diri kita sendiri dengan benar kita
tidak selayaknya menjadi narkisus. Untuk menjadi lebih agung, kita
tidak perlu menonton diri kita sebagai jagoan dalam novel-novel
picisan. Seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yunani Kuno, kita
memerlukan “catharsis”, yaitu rasa mual terhadap diri kita sendiri.
Roquentin dalam novel Sartre La Nausee juga merasakan “supreme
degout de moi,” demikian juga Fanton Drummond menjelang akhir
novel Olenka. Mata mereka menembus tubuh mereka, dan mereka
tahu apa yang berkecamuk di dalamnya.” (Olenka: 224)
Bila mengejar cinta itu janganlah mengejar cinta yang sudah milik
orang lain pada akhirnya nanti kalian akan jatuh juga.
2. Unsur Ekstrinsik
a. Kepengarangan Amir Hamzah
Sebagai seorang pengarang, seperti yang diakuinya,
kecenderungan Budi Dharma adalah melihat masa kini dan masa
depan, bukan masa lalu. Hal inilah yang membuatnya selalu tidak
bersemangat jika harus membaca kembali tulisan-tulisan lamanya.

14
Ketidakbahagiaan Budi Dharma terhadap karya-karya
lamanya tak bisa dilepaskan dari obsesinya di pengujung 1960 dan
awal 1970, yakni mesin tulis. Di era yang menurutnya serba sukar,
meski ia waktu itu telah menjadi dosen, mesin tulis bukan barang
yang mudah ia dapatkan. Kesulitan ini membuatnya terobsesi. Dan
saat akhirnya mendapatkan mesin tulis, ia pun menulis dan menulis.
Pikiran Budi Dharma mirip dengan yang dikatakan Pramoedya
Ananta Toer. Penulis Tetralogi Buru itu mengaku tidak pernah
memaca ulang karya-karyanya. Ia menulis dan melepaskan begitu
saja anak-anak rohaninya ke jalanan, hidup bebas bersama para
pembaca dan menemui takdirnya masing-masing.
Meski cenderung kurang menyukai masa lalu, dalam hal ini ia
menengok kembali tulisan-tulisan lamanya. Namun, Budi Dharma
juga tetap merasa bahwa masa lalu ada manfaatnya. Ini setidaknya
hadir dalam Olenka (1983) dan Rafilus (1988).
b. Kekurangan
Novel “Olenka” terlalu sulit untuk dimengerti dan juga alurnya yang
sulit untuk dipahami, menjadikan penikmat sastra yang masih
pemula atau yang masih awam harus membaca berulang kali agar
paham mengenai isi dari novel ini.
c. Kelebihan
Novel “Olenka” bercirikan khas barat yang sangat menarik untuk
dibaca. Novel dengan cetakan buku yang modern, menyajikan
banyak kisah yang rumit dan banyak hal yang menginspirasi dari
novel ini.

E Apresiasi Novel “Olenka”


1. Gaya Kata (diksi)
Diksi dalam novel Olenka bervariasi. Di dalam novel Olenka
didominasi oleh kata konotatif, kemudian kata dengan objek alam, kata
bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa, kata
sapaan dan nama diri, serta kata vulgar.
Beberapa contoh diksi dalam novel Olenka, antara lain:
a. Dalam setiap pertemuan, baik dia maupun saya tidak dapat
menghindarkan diri untuk tidak menjadi binatang. (hlm. 47).
Pada data di atas, kata binatang menggambarkan perbuatan Olenka
dan Fanton yang seperti binatang, melakukan hubungan intim yang

15
terlarang, tidak peduli dengan tempat, situasi maupun keadaan.
Tingkah laku binatang digambarkan tidak tahu tempat,
sembarangan, tidak tahu malu. Dalam hal ini pembaca akan
memperoleh kesan lebih dalam sehingga dapat membayangkan
lebih jelas perbuatan Olenka dan Fanton.
b. Latar belakang Budi Darma yang merupakan keturunan orang Jawa
dan lahir di Jawa mendorong munculnya peyisipan kata, frase
dalam novel tersebut.
1) Entah mengapa saya bertanya, “Apakah mereka bukan anak
sampean?” (hlm. 4).
Pada data di atas, pengarang memanfaatkan sebutan atau
panggilan sapaan untuk orang lain dalam bahasa Jawa. Kata
sampean merupakan bentuk sapaan untuk orang yang sebaya
agar lebih menghormati, bisa juga digunakan untuk sapaan
pada orang yang belum dikenal.
2) Lebih kurang sepuluh hari yang lalu, katanya, ibu mereka
minggat tanpa sebab. (hlm. 5).
Kata minggat adalah suatu pernyataan bahasa Jawa yang
berarti pergi tanpa pamit.

c. Ada pula penggunaan kata vulgar


Nadanya kosong, tetapi saya merasakan sakit hati mendengar
istilah “perempuan pelancongan”, seolah-olah tanpa sadar dia
menuduh Olenka sebagai sundal. (hlm. 84).
Pada data di atas, terlihat penggambaran sosok Olenka sebagai
sundal oleh Wayne. Kata sundal yang berarti perempuan murahan
atau pelacur, digunakan pengarang untuk menimbulkan makna
tertentu.
2. Gaya Kalimat
Di dalam novel Olenka, pengarang menggunakan gaya kalimat
yang bervariasi. Ada penggunaan kalimat langsung, kalimat majemuk,
kalimat sederhana yang hanya terdiri dari satu kalimat, susunan
kalimat ada yang panjang. Dalam novel ini, pengarang juga
menggunakan banyak kalimat dalam bahasa asing yang mengutip dari
berbagai sumber. Pengarang mencantumkan terjemahan dalam bahasa

16
Indonesia maupun penjelasannya yang diletakkan di dalam tanda
kurung maupun pada kalimat berikutnya.
Selain itu, pengarang juga mengemas novel tersebut dengn
kalimat-kalimat yang menyisipkan kisah, pemikiran, dan renungan
para tokoh filsafat, penyair, penulis, dan pelukis sehingga pembaca
dituntut untuk berpikir dan merenung mendalam dalam membaca
novel tersebut.
Beberapa contoh gaya kalimat dalam novel ini, antara lain:
a. Penggunaan kalimat langsung:
“Apakah sampean pernah ke Chicago, Fanton?”
“Tidak”.
“Ke Rockfield negara bagian Illinois, Fanton Drrummond?”
“Tidak”.
“Ke Peoria negara bagian Illinois, Fanton?”
“Tidak”.
“Ke Springfield negara bagian Illinois, Drummond Fanton?”
“Tidak”. (hlm. 27).
b. Penggunaan kalimat dalam bahasa inggris
Seperti yang dikatakan John Donne, “this cannot be said a sin,
nor shame”. Kita tidak dapat menganggap percampuran darah
sebagai dosa ataupun memalukan, demikianlah kata John Donne.
(hlm. 75).
3. Gaya Wacana
Gaya wacana dalam novel Olenka sebagian besar dengan
memanfaatkan sarana retorika yaitu repetisi. Beberapa contoh gaya
wacana repetisi dalam novel Olenka, antara lain:
a. Saya juga sering merasa dia lari menyeberangi padang rumput
atau melompat dari satu pohon ke pohon lain. Kadang-kadang
saya juga merasa dia menarik baju saya, menjewer kuping saya,
atau mendenguskan napas di belakang leher saya. Bahkan,
kadang-kadang saya merasa dia menyelinap di bawah selimut
saya, sambil menggelitik saya. Kalau saya bangun, dia lari
sambil member pertanda supaya saya mengejar. (hlm. 6).

17
Pada data di atas terdapat klausa yang diulang-ulang. Hal ini
untuk menegaskan tentang perasaan yang dirasakan oleh Fanton
Drummond setelah bertemu dengan Olenka.
b. Kali ini saya meninju hidungnya. Dia terpelanting lagi. Setelah
membersihkan darah dari hidungnya, dia bangkit lagi. Sikapnya
menunjukkan keinginannya untuk saya tinju lagi. Maka saya
meninju dagunya. Di terpelanting lagi. Darah dari mulutnya
keluar lebih banyak. Di membersihkan darah tersebut sebentar,
kemudian bangkit lagi. Matanya seolah-olah berkata, “Kalau
sampean berani, silakan tinju lagi!” Lalu saya meninju
hidungnya. Dia terpelanting lagi. Setelah mengusap darah dari
hidungnya, dia bangkit lagi. Kali ini saya meninju mulutnya.
(hlm. 104).

Pada data di atas, terdapat kalimat yang diulang-ulang. Hal ini


untuk menegaskan bahwa Wayne tidak berdaya tetapi juga
menantang saat Fanton meninjunya berkali-kali.
4. Bahasa figuratif
Di dalam novel Olenka, pengarang memanfaatkan bahasa figurative
yang bervariasi. Adapun bahasa figuratif yang digunakan oleh
pengarang yaitu majas, idiom, dan peribahasa.
a. Majas
Beberapa majas yang digunakan oleh pengarang dalam novel
Olenka yaitu majas antiklimaks, simile, personifikasi,
polisindenton, hiperbola, retorik, repetisi. Berikut beberapa
contohnya.
1) Majas Antiklimaks
Dia juga berada di lift bersama tiga anak jembel, masing-masing
berumur lebih kurang enam, lima, dan empat tahun. (hlm. 4).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang mengenai umur tiga
anak jembel yang dilihatnya di lift. Umur ketiga anak jembel
dijelaskan oleh pengarang secara berturut-turut, semakin lama
semakin rendah tingkatannya yaitu enam, lima, dan empat
tahun.
2) Majas Simile

18
Kadang-kadang saya ingin memperlakukan tubuhnya seperti
sebuah peta. (hlm. 20).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang mengenai
keinginan Fanton memperlakukan tubuh Olenka seperti peta.
Peta menunjukkan berbagai tempat, lokasi, kota, negara yang
dapat ditelusuri bagian-bagiannya. Dalam hal ini tubuh Olenka
dibandingkan seperti peta yang dapat diteliti dan ditelusuri
bagian-bagiannya.
3) Majas Personifikasi
Sebuah lukisan yang sangat sederhana, tetapi menyiratkan
proses keseluruhan tumbangnya pohon dan luka-luka yang
diderita oleh jembatan. (hlm. 25).
Pada data di atas, pengarang memaparkan tentang jembatan
yang menderita luka-luka. Secara logika yang bisa merasakan
luka-luka adalah manusia. Penagarang memaparkan hal itu agar
cerita tersebut lebih hidup.
4) Majas Polisidenton
Dia berdiri, kemudian lari menuju jembatan, meneliti jembatan
sebentar, berjalan hilir mudik beberapa kali, kemudian kembali
lagi. (hlm. 25).
Pada data di atas terdapat kata penghubung yang dipakai pada
hal atau keadaan secara berturut-turut. Hal ini untuk
menegaskan tentang apa yang dilakukan Olenka secara berturut-
turut.

5) Majas Hiperbola
Pada suatu hari setelah untuk kesekian kalinya melihat Wayne,
saya pulang dengan hati terbakar. (hlm. 78).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang mengenai keadaan
hati Fanton yang terbakar oleh amarah. Dalam hal ini berarti
sakit, perih, marah.
6) Majas Retorik
Bukankah nanti pada saatnya sampean merasa bahwa sampean
tidak diperlukan lagi oleh mereka, dan akhirnya merasa
kehilangan mereka? (hlm. 96).

19
Pada data di atas, pengarang memunculkan pertanyaan
mengenai perasaan Fanton kelak jika tidak diperlukan dan
kehilangan anak-anaknya, yang jelas-jelas akan dirasakannya.
7) Majas Repetisi
Kalau dapat melakukannya demikian, saya akan
menggulungnya, kemudian membukanya di atas ranjang, atau di
atas meja, atau di atas lantai, atau di atas rerumputan. (hlm. 20).
Pada data di atas, terdapat kata atau yang diulang-ulang. Hal ini
untuk menegaskan bahwa Fanton dapat memperlakukan Olenka
di mana saja.
b. Idiom
Di dalam novel Olenka, pengarang memanfaatkan idiom untuk
mengungkapkan makna tertentu. Contoh beberapa idiom yang
digunakan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Dia selalu tampak merasa rendah diri, kurang berani
berhadapan dengan siapa pun, dan tampak mencuri-curi kalau
akan melihat sesuatu. (hlm. 8).
Pada data di atas, terdapat frase rendah diri adalah ungkapan
yang digunakan untuk menyatakan sifat seseorang yang berarti
malu, tidak percaya diri. Pengarang menggambarkan
penampilan fisik dan tingkah laku Wayne yang menunjukkan
sifat rendah diri.
2) Makin bersungguh-sungguh saya mendengarkannya, makin
tampak kecurigaannya bahwa saya hanya pura-pura
mendengarkannya dan menganggap omongannya sebagai
isapan jempol. (hlm. 11).
Pada data di atas, terdapat frase isapan jempol adalah ungkapan
yang berarti perkataannya hanya omong kosong, bohong
belaka. Pengarang menggambarkan perkataan Wayne dianggap
oleh Fanton hanya bohong belaka.
c. Peribahasa
Di dalam novel Olenka juga terdapat peribahasa. Pengarang
menggunakan peribahasa untuk menciptakan makna yang
mendalam dalam ceritanya. Berikut salah satu peribahasa yang
terdapat dalam novel Olenka.

20
Ketergantungannya bukannya sebagai anak terhadap ayah atau
binatang terhadap pawang tetapi anak buta terhadap tongkatnya.
(hlm. 67).
Pada data di atas, terdapat peribahasa anak buta terhadap
tongkatnya yang berarti hilang akal, tak tentu apa yang akan
diperbuat. Dalam hal ini pengarang menggambarkan bagaimana
sikap Steven yang tergantung pada Wayne karena ia mengalami
kelainan atau gangguan, bisa juga keterbelakangan.
5. Citraan
Di dalam novel Olenka, terdapat pula citraan. Citraan yang
digunakan pengarang bervariasi. Adapun citraan tersebut yaitu
citraan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pencecapan,
gerakan, serta intelektual. Beberapa contoh citraan dalam novel
Olenka sebagai berikut.
a. Citraan Penglihatan
Orang ini jangkung dan agak botak. (hlm. 8).
Pada data di atas terlihat gambaran mengenai ciri atau sosok
Wayne. Pembaca seolah-olah melihat sosok Wayne yang
mempunyai tubuh jangkung dan kepala agak botak.
b. Citraan Pendengaran
Kepak-kepak sayap mereka indah bunyinya. (hlm. 97).
Pada data di atas, terdapat kata yang menggambarkan suatu bunyi
yang dapat di dengar yang berasal dari kepak-kepak sayap. Bunyi
yang ditimbulkan dari kepak-kepak sayap itu terdengar indah.
c. Citraan Penciuman
Sementara, bau daun berguguran melesat dari pekarangan melalui
jendela. (hlm. 201).
Pada data di atas, terdapat kata bau yang menggambarkan indera
penciuman. Pengarang menggambarkan Fanton yang mencium
bau daun yang masuk ke dalam rumah. Bau daun berguguran
merupakan bau daun yang kering, layu, mati yang menumpuk
sehingga menimbulkan bau.
d. Citraan Perabaan
Katanya tangan saya hangat, nikmat, dan menyengat. (hlm. 39).

21
Pada data di atas, digambarkan adanya citra perabaan. Olenka
yang merasakan tangan Fanton hangat, nikmat dan menyengat.
Dalam hal ini pembaca seperti merasakan tangan yang hangat,
nikmat dan menyengat.
e. Citraan Pencecapan
Saya menyesal mengapa saya pernah membiarkan dia mengunyah
bibir saya, dan melahap kuping saya. (hlm. 234).
Pada data di atas, terlihat adanya citra pencecapan. Pembaca
seperti merasakan bibir dikunyah, dan kuping dilahap pada tokoh
Fanton.

f. Citraan Gerakan
Kalau dapat melakukannya demikian, saya akan menggulungnya,
kemudian membukanya di atas ranjang, atau di atas meja, atau di
atas lantai, atau di atas rerumputan. (hlm. 20).
Pada data di atas, digambarkan mengenai gerak sehingga pembaca
seperti merasakan gerakan menggulung, membuka tubuh Olenka.
g. Citraan Intelektual
“Objek harus merupakan proses bergerak dan proses perhubungan
dengan segala sesuatu disekitarnya,”katanya. (hlm. 26).
Pada data di atas, terlihat penggambaran bahwa suatu objek
terlihat dari aktivitas gerak yang dihubungkan dengan keadaan
atau segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini
pengarang menghidupkan dan membangkitkan imajinasi pembaca
sehingga intelektualitas pembaca terangsang dan timbul asosiasi-
asosiasi pemikiran dalam dirinya.

Di dalam novel Olenka, keseluruhan kisah dikemas oleh pengarang


dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran tokoh bernama Fanton
Drummond. Fanton dikisahkan terus berada dalam kebimbangan, penuh
ketidakpastian yang terus berusaha mencari jati dirinya, berusaha menemukan
eksistensinya. Selain itu, juga terdapat pemikiran-pemikiran dari tokoh
Olenka. Rentetan pemikiran tokoh Fanton dan Olenka ini dikaitkan dan

22
didukung dengan adanya kisah, pemikiran, dan renungan para tokoh filsafat,
penyair, penulis dan pelukis.
Di dalam novel ini, terdapat cukup banyak kutipan yang diambil oleh
pengarang dari para tokoh filsafat, dengan didukung adanya catatan kaki di
halaman terakhir novel ini. Kisah dalam novel ini juga didukung adanya
berbagai potongan surat kabar yang dijadikan ilustrasi dengan diberi
keterangan. Berikut contohnya.
Seperti Roquentin, yang dengan terang-terangan menyatakan, “Je
n’avais pas le droit d’exister”, saya tidak mempunyai hak untuk ada. Tidak
seharusnya alam semsta memiliki saya sebagai benda yang berada di
dalamnya. Akan tetapi, sekaligus saya juga berpendapat, saya tidak
mempunyai hak untuk meniadakan diri saya. Saya sudah terlanjur ada tanpa
saya minta, dan bukan sayalah yang mempunyai hak untuk meniadakan diri
saya. (hlm. 232).

23
BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan
Puisi angkatan ’45 lebih realistik dibandingkan dengan Angkatan
Pujangga Bary yang romantik idealistik. Semangat patriotik yang ada pada
sebagian besar sastrawan Angkatan’45 tercermin dari sebagian besar
karya-karya yang dihasilkan oleh para sastrawan tersebut. Angkatan ini
mempunyai konsepsi “Humanistic Universal”, artinya kemanusiaan di
seluruh dunia. Jadi, tidak hanya terbatas pada kemanusiaan Indoneisa saja.
Dalam penulisan sajak atau puisi, setiap penyair
mempersembahkannya dengan gaya bahasa sendiri. Dan gaya bahasa juga
menjadikan sebuah karya itu bermutu tinggi di mata pembaca atau
apresiator, biasanya gaya bahasa itu bergantung kepada pengalaman, ilmu
dan kemahiran berbahasa yang dimiliki tiap individiu. Dalam menganalisis
puisi, dapat menggunakan dua model analisis, yaitu pendekatan terhadap
karya sastra melalui empat kritik (kritik mimetik, pragmatik,, ekspresif,
serta kritik objektif), lalu analisis yang kedua adalah analisis puisi
berdasarkan bentuk dan isinya.
Novel kontemporer adalah novel yang hidup pada masa kini atau
novel yang hidup pada waktu yang sama. Novel yang berusaha bergerak
mendahului keadaan zamannya. Novel yang menyimpang dari semua
sistem penulisan fiksi yang ada selama ini atau yang bersifat konvensional.
Novel yang menggarap masalah fiksi dan batin dengan pola yang aneh
tetapi suasana dan imaji yang sangat menakjubkan.
Dalam analisis unsur novel “Olenka”, penulis menganalisis unsur
instrinsik, yang berupa : tema, tokoh dan penokohan, latar (tempat, waktu,
dan suasana), alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Untuk unsur
ekstrinsiknya, penulis menganalisis kepengarangan Budi Dharma,
kekuranga novel, dan kelebihan novel.

Dalam apresiasi novel “Olenka”, penulis menjelaskan mengenai


diksi, gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figurative, dan citraan. Novel
“Olenka” memiliki gaya diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan
citraan yang kaya dan variatif. Gaya diksi memanfaatkan kata konotatif,
kata dengan objek alam, kata bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan

24
dari bahasa Jawa, kata sapaan dan nama diri, serta kata vulgar. Gaya
kalimat memanfaatkan kalimat langsung, kalimat majemuk, serta kalimat
dalam bahasa asing yang dikutip dari berbagai sumber. Gaya wacana
memanfaatkan sarana retorika repetisi. Bahasa figuratif memanfaatkan
beberapa majas, idiom, dan peribahasa. Di dalam novel Olenka
mengandung dimensi filsafat. Dalam hal ini, keseluruhan kisah dikemas
oleh pengarang dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran
tokoh yang berhubungan erat dengan konsep eksistensialisme.

B Saran
Melalui makalah ini, penulis berharap kepada para pembaca agar
dapat menjadikan makalah ini sebagai rujukan serta sumber dalam proses
belajar mengajar dan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai
materi apresiasi puisi ’45, analisis unsur novel kontemporer, dan apresiasi
novel kontemporer, serta dapat meningkatkan keterampilan pembaca
dalam membaca sastra. Terima kasih pula saya ucapkan untuk segala kritik
dan saran yang diberikan demi kesempurnaan makalah yang akan datang.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru


Algensindo
Cuddon, J.A. 1979. A Dictionary of Literary Terms. Great Britain: W&J Mackay
Limitd, Chtham
Esten, Mursal. 1987. Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa
Herman, J Waluyo. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga: Widya Sari
Press
Purba, Antilan.2001. Sastra Indonesia Kontemporer. USU Press. Medan
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

26
27

Anda mungkin juga menyukai