PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESESUAIAN KURIKULUM
PENDIDIKAN DASAR DAN TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN KURIKULUM DI
NEGARA LAIN SERTA YANG SUDAH DISARANKAN OLEH UNESCO
Disusun oleh:
No. Nama NIM
1. Amelia Fatma Sari 122180095
2. Mohamad Fat’an Al Iman 122180096
3. Kevin Yogatama 122180100
4. Kezia Heidi Christyasari 122180101
5. Reynaldi Wocaksono 122180103
6. Aziizah Ulfi Khoirunnisaa 122180106
B. Definisi Kurikulum
Kurikulum Menurut UU. No. 20 Tahun 2003 “kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.”
F. Kurikulum UNESCO
Pendidikan merupakan kebutuhan primer manusia, yang memang harus dipenuhi
sampai kapanpun dan dimanapun. Tanpa pendidikan seorang manusia akan sulit untuk
berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan begitu pendidikan harus betul – betul
diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
UNESCO adalah organisasi PBB yang bergerak dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan telah mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dna masa depan yang
perlu dikembangkanoleh seluruh lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan
formal. Empat pilar yang dimaksud adalah:
1. Learning to Know (Belajar untuk tahu)
Suatu pembelajaran itu tidak hanya sekedar dibaca dan hasil akhir dari
pembelajaran itu, melainkan berorientasi dalam proses pembelajaran , belajar itu untuk
mengetahui, memeperdalam dan memanfaatkan pengetahuan itu sendiri. Dalam
pelaksanaannya banyak pandangan atau perspektif mengenai learning to know. Namun
yang utama adalah tenaga pendidik diarahkan sebagai fasilitator yang dapat menuntun atau
mengarahkan para peserta didik dalam pemecahan masalah, berdialog, dan pengembangan
pengetahuan ataupun ilmu tertentu.
2. Learning to do (belajar untuk terampil melakukan sesuatu)
Learning to do secara umum berarti belajar berkarya untuk megembangkan potensi
yang dimiliki, selain itu ada juga definisi mengenai belajar berkarya yaitu pertma Belajar
adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil
dari pengalaman atau latihan yang diperkuat, kedua berkarya artinya mengerjakan suatu
pekerjaan sampai menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang. Lalu apa
sebenarnya pengertian dari learning to do secara lebih jelas berikut ini hakikat dari
learning to do.
Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) adalah sebuah aspek
psikomotorik yang harus diberikan kepada anak didik. Aspek psikomotorik ini dapat
diterjemahkan dalam segala kegatan belajar – mengajar.
Proses pembelajaran dalam konsep learning to do adalah peserta didik harus mau
dan mampu (berani) mengaktualisasi keterampilan yang dimilikinya, selain bakat dan
minat yang telah dimiliki sejak awal. Berani mengaktualisasi minat dan bakatnya, berarti
peserta didik diarahkan untuk menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
Kelebihan yang dimiliki harus senantiasa diasah untuk meningkatkan kemanfaatannya
(menambah keterampilannya) dan juga pengetahuan akan kekurangan yang dimiliki
memberikan sebuah tantangan untuk memperbaiki sehingga peserta didik nantinya akan
menjadi manusia yang lebih unggul dimasa yang akan datang.
Selanjutnya yang dapat mengajarkan mengenai learning to do adalah sekolah
sebagai lembaga pendidikan yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk dapat
mengembangkan potensi yang dimilki peserta didik, salah satunya yaitu Sekolah
Menengah kejuruan (SMK) yang mengajarkan pada siswa tidak hanya pengetahuan saja
tetapi juga mengembangkan keterampilan yang nantinya mempersiapkan peserta didik
untuk dapat bersaing di dunia kerja. Jadi initinya bahwa learning to do lebih menekankan
pada pengembangan keterampilan dan potensi yang dimilki peserta didik serta merupakan
aktualisasi dari learning to know.
3. Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang)
Erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan,
tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang aktif, proses
pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi.
Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran tenaga pendidik sebagai pengarah sekaligus
fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri peserta didik secara maksimal.
4. Learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama)
Learning to live together dalam bahasa Indonesia artinya belajar untuk bisa hidup
bersama , maksudnya yaitu dengan terus belajar kita akan terus mendapatkan wawasan
yang baru mengenai sesuatu hal kita tidak ketahui sebelummnya.
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa learning to live together lebih
menekankanindividu untuk dapat hidup bersama, dan untuk dapat merealisasikan hal
tersebut perlu adanya hal hal dibawah ini
1. Memahami diri sendiri, satu sama lain dan dunia
2. Menggunakan teknologi baru secara kritis
3. Mencari tempat kita di masyarakat
4. Membangun dunia lebih layak dan lebih adil
Dan dalam mencapai keberhasilan yang diinginkan, yaitu dapat hidup bersama
tanpa adanya rasa keberatan atau ketidaknyamanan pada diri sendiri pastilah terdapat
masalah-masalah demi terciptanya kehidupan bersama tersebut, dan masalah-masalah itu
di antaranya :
1. Menemukan orang lain dengan menemukan diri sendiri
2. Mengadopsi perspektif kelomppok etnis, agama dan social lainnya
3. Berpartisipasi dalam proyek dengan orang-orang dari kelompok
4. Mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan ketegangan dan konflik.
Dalam mengatasi hal tersebut perlu adanya pendidikan, karena learning to live
together lebih menekankan individu untuk dapat hidup berasana dimasyarakat sebagi salah
atu contohnya, maka institusi lembaga pendidikan masyarajatlah yang dpat mengatasi hal
tersebut. Institusi pendidikan masyarakat adalah suatu lembaga pendidikan, yang berguna
sebagai fasilitator dari masyarakat suatu daerah atau suatu wilayah, yang tentunya
bertujuan untuk memfasilitasi pembelajaran. Dan di dalam institusi pendidikan masyarakat
terdapat tiga tingkatan pendidikan, yaitu Pendidikan Dasar, Pendidikan Menegah dan
Pendidikan Tinggi.
Kelebihan dan kekurangan dari kurikulum yang diterapkan pemerintah Indonesia dan yang di
sarankan oleh UNESCO yaitu.
Kelebihan kurikulum yang di terapkan di Indonesia (2013)
1. Siswa di tuntut aktif dalam kegiatan belajar di sekolah.
2. Penilaian.nya lebih merata di semua aspek seperti, religi,praktek,sikap dll
3. Ditanamkannya nilai2 budi pekerti di semua mata pelajaran
4. Terlihat jelasnya persaingan antar siawa dalam meraih prestasi.
Kekurangan kurikulum 2013.
1. Banyak oknum guru yang memanfaatkan kurikulum tersebut untuk bermalas-malasan.
Karena guru hanya sebagai fasilisator.
2. Kurangnya guru yang memiliki kemampuan yang memadai.
3. Apa bila ada siswa yang pasif maka anak tersebut bisa tertinggal materi oleh teman lain.
4. Banyak guru yang belum siap dengan kurikulum 2013 tersebut.
Kelebihan kurikulum yang di sarankan UNESCO.
1. Di tuntut untuk memahami materi/tidak hanya menghafalkan.
2. Siswa di kembangkan sesuai bakat dan minatnya.
3. Siswa di latih untuk percaya diri.
4. Di tuntut untuk mendalami informasi dan teknologi.
Kekurangan kurikulum yang di sarankan UNESCO.
1. Kurangnya penekanan nilai nilai agama.
2. Kurangnya tenaga pengajar yang berkompeten dalam kurikulum tersebut.
3. Kurangnya fasilitas penunjang kurikulum tersebut di sekolah sekolah tertentu.
Pentingnya kurikulum di dalam civitas akademika yaitu ibarat kurikulum bagaikan ruh dari
civitas akademika yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar. Baik atau tidaknya civitas
akademika tergantung pada kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah. Segala bentuk kegiatan,
mata pelajaran, sistem penilaian, cara mengajar dll, di tentukan berdasarkan kurikulum. jadi,
berhasil atau gagalnya pendidikan di suatu negara, sebagian besar dipengaruhi oleh kurikulum
yang di terapkan di negara tersebut. Contohnya Indonesia, kita sudah mengalami 7 kali pergantian
kurikulum yaitu sejak kurikulum 1968 hingga sekarang yaitu kurikulum 2013.
Dengan adanya pergantian kurikulum tersebut diharapkan seiring berjalannya waktu.
Kurikulum di negara Indonesia berkembang dan lebih baik dari kurikulum sebelum sebelum nya.
Sekarang, di Indonesia kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013. Dimana pada
kurikulum tersebut siswa diharapkan aktif di kelas mencari materi atau memecahkan masalah
tentang materi yg dipelajari saat itu. Dan guru hanya sebagai pemebantu siswa saat siswa
mengalami kesulitan. Hal ini membuat siswa lebih mandiri, dan belajar berusaha memecahkan
suatu masalah. Meskipun masih ada kekurangannya, tetapi kurikulum ini lebih baik jika
dibandingkan kurikulum sebelum.nya dimana kurikulum sebelumnya siswa masih di beri materi
langsung oleh guru. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan kurikulum akan mempengaruhi
kegiatan civitas akademika di suatu negara.
Jadi baik atau tidaknya pendidikan di suatu negara sebagian besar di pengaruhi oleh
kurikulum pendidikan di negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA