PAPER Polip Endometrium
PAPER Polip Endometrium
PENDAHULUAN
Polip endometrium ditandai dengan adanya perdarahan abnormal per vaginam, paling
umum menometroragia atau perdarahan bercak ringan pasca menopause. Polip tcrjadi dari
umur 29-59 tahun dengan kejadian terbanyak setelah umur 50 tahun. Insiden popil tanpa
gejala pada wanita pasca menopause kira-kira 10%.
Polip endometrium biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya
tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang
polip prolaps melalui scrviks. Secara makroskopis polip endometrium tampak sebagai massa
ovoid bcrukuran beberapa mill- meter hingga beberapa sentimeter, licin seperti beludru
berwarna merah hingga coklat. Secara histologis, polip endometrium mempunyai inti stroma
dengan jaringan pembuluh darah yang jelas sena permukaan mukosa endometrium yang
dapat melapisi komponen glanduler. Polip di bagian distal dapat menunjukkan perdarahan
stroma, sel-sel radang, ulerasi dan dilatasi pembuluh darah dilatasi. Kadang-kadang terjadi
poliposis multipel. Varian lain yang jarang adalah adenomioma bertangkai (dibedakan dengan
adanya pita penjalin otot polos). .
Diagnosis banding meliputi mioma submukosa, sisa produk konsepsi yang tertinggal,
kanker endometrium dan sarkoma campuran. Polip sensitif terhadap estrogen dan dapat
menjadi keganasan yang prognosisnya lebih baik dibandingkan kanker endometrium non
polipoid.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Polip endometrium ialah tumor jinak pada dinding endometrium yang merupakan
pertumbuhan aktif stroma dan kelenjar endometrium secara fokal, terutama pada daerah
fundus atau korpus uteri. Polip ini dapat tumbuh tunggal ataupun ganda dengan diameter atau
ukuran yang bervariasi mulai dari milimeter hingga sentimeter.
2
2.4 Manifestasi Klinis
Polip endometrium seringkali berupa penonjolan langsung dari lapisan endometrium
atau merupakan tumor bertangkai dengan pembesaran pada bagian ujungnya. Secara
makroskopis polip endometrium tampak sebagai massa ovoid berukuran beberapa milimeter,
licin seperti berudu, berwarna merah-kecoklatan. Secara histologis, polip endometrium
memiliki inti stroma dengan jaringan pembuluh darah yang jelas dengan vena permukaan
mukosa yang dapat melapisi komponen glanduler. Hampir sebagian besar penderita tidak
mengetahui atau menyadari keberadaan polip endometrial karena kelainan ini tidak
menimbulkan gejala spesifik. Pada umumnya polip terjadi secara asimptomatik dan
ditemukan secara tidak sengaja pada saat kuretase ataupun USG, tetapi beberapa dapat
diidentifikasi terkait dengan manifestasi klinis yang ditimbulkan diantaranya :
Perdarahan abnormal uterus
Nyeri perut , nyeri pelvik, atau dismenore
Infertil
Perdarahan di luar siklus yang nonspesifik menjadi gejala utama dari polip
endometrium. Pada wanita pre atau post menapause dengan polip endometrium, perdarahan
abnormal terjadi sekitar 68% kasus dan gejala yang paling umum dikeluhkan adalanya
adanya menorrhagia, haid tidak teratur, perdarahan post coital, perdarahan post menapause,
atau perdarahan intermenstrual. Ujung polip yang keluar dari ostium serviks dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan, nekrotik, dan peradangan. Polip endometrium memiliki
konsistensi yang lebih kenyal dan berwarna lebih merah dibandingkan polip serviks. Selain
perdarahan polip endometrium juga dapat menyebabkan timbulnya nyeri abdomen dan nyeri
pelvik. Gejala ini tidak begitu khas pada polip endometrium. Nyeri timbul karena gangguan
reaksi peradangan, infeksi, bekrosis, ataupun torsi polip endometrium bertangkai. Dismenore
dapat terjadi sebagai efek penyempitan kanalis servikalis oleh tangkai polip endometrium.
Polip endometrium sering dihubungkan dengan infertilitas, meskipun hubungan
kausalnya masih belum jelas. Hipotesis infertil, termasuk obstruksi mekanik menghambat
fungsi ostium dan mempengaruhi migrasi sperma, atau efek biokimia polip pada implantasi
atau perkembangan embrio. Yang terakhir ini mencerminkan temuan peningkatan kadar
metaloproteinase dan sitokin seperti interferon-gamma yang ditemukan pada polip bila
dibandingkan dengan jaringan rahim yang normal. Wanita dengan berbagai penyakit
intrauterin menunjukkan perubahan dalam matriks metaloproteinase dan sitokin
3
endometrium. Perubahan mediator biomekanik inilah yang diduga memiliki keterlibatan
terhadap penyakit intrauterine dan menyebabkan gangguan kesuburan.
2.5 Diagnosis
Apabila tangkai polip endometrium cukup panjang sehingga memungkinkan ujung
polip mengalami protursi keluar ostium serviks, maka hal ini dapat memudahkan klinisi
untuk menegakkan diagnosis. Berikut beberapa alat dan cara untuk mendiagnosis polip
endometrium.
Ultrasonografi transvaginal
Pada ultrasonografi transvaginal (TVUS), polip endometrium biasanya muncul sebagai
lesi hyperechoic/ echogenic dengan kontur reguler dalam lumen uterus. Ruang kistik
membesar sesuai dengan kelenjar endometrium dan dipenuhi oleh cairan protein yang dapat
dilihat dalam polip atau polip mungkin muncul sebagai penebalan endometrium nonspesifik
atau massa fokal di dalam rongga endometrium. Kadang kala, tampak seperti sarang tawon.
Dibandingkan dengan hiperplasia endometrium, polip hanya tampak menebal setempat,
sedangkan hiperplasia endometrium melibatkan seluruh bagian endometrium dengan
gambaran yang homogen. Temuan sonografi tersebut tidak spesifik untuk polip, dan kelainan
endometrium lainnya seperti fibroid submukosa mungkin memiliki fitur yang sama. Selain
penilaian lesi polip, vaskularisasi polip yang ditunjang oleh pembuluh-pembuluh darah
percabangan terminal dari arteri uterina dapat juga dinilai, yaitu dengan menggunakan USG
color-flow Doppler. USG ini dapat memvisualisasikan pembuluh arteri yang mensuplai polip
yang disebut sebagai pedicle artery sign dan memperbaiki keakuratan diagnosis polip
endometrium. Penambahan kontras intra uterine berupa Saline Infusion Sonography (SIS)
atau gel sonografi dapat menguraikan polip kecil endometrium yang terlewatkan pada saat
pemeriksaan TVUS.
4
TVUS tiga dimensi dan tiga dimensi SIS
Tiga dimensi ultrasonografi (3-D US) adalah teknik pencitraan non-invasif dengan
kemampuan untuk menghasilkan gambar rekonstruksi multiplanar melalui rahim dan kontur
eksternal. Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi yang lebih akurat antara endometrium
dan miometrium.
Diagnosis histologi
Blind Biopsy
Dilatasi Buta dan kuretase tidak akurat dalam mendiagnosis polip endometrium dan tidak
boleh digunakan sebagai metode diagnostik . Pemeriksaan ini dibatasi oleh sensitivitasnya
yang rendah jika dibandingkan dengan histeroskopi dengan biopsi. Teknik ini juga dapat
menyebabkan fragmentasi polip sehingga dapat membuat diagnosis histologis sulit
diinterpretasikan. Pada wanita menopause, hal ini terutama terjadi untuk polip, yang
cenderung lebih luas berdasarkan dengan permukaan yang tidak rata disebabkan oleh kista
tembus kecil yang ditutupi oleh endometrium atrofi. Pada pemeriksaan biopsi jaringan dapat
ditemukan gambaran histopatologi seperti bentuk kelenjar yang tidak beraturan, tangkai
fibrovaskular atau stroma berserat dengan penebalan dinding pembuluh darah, dan terkadang
dapat ditemukan metaplastis epitel skuamosa. Selain itu juga dapat dilihat dari hiperplasia
jaringan lokal yang terbatas pada jaringan polip, karsinoma intraepitel endometrium, dan
komponen mesenkim yang mengandung stroma endometrium, jaringan fibrosa, atau otot
polos.
5
Gambar 2.2 Histereskopi dengan kesan Polip Endometrium
6
(a) (b)
2.6 Penatalaksanaan
7
Konservasi dengan operasi
Dilatasi buta dan kuretase telah menjadi pilihan manajemen standar untuk perdarahan
uterus abnormal dan penyakit endometrium. Survei di Inggris pada tahun 2002 melaporkan
bahwa 2 % dari ginekolog menggunakan teknik dilatasi buta dan kuretase untuk pengelolaan
polip endometrium, dan 51% melakukan kuretase buta setelah histeroskopi untuk
menghilangkan polip. Bukti menunjukkan bahwa tindakan ini tidak begitu efektif dan
memiliki tingkat komplikasi yang signifikan (1:100 tingkat perforasi dan 1:200 tingkat
infeksi ). Terkait dengan studi pada penelitian Aclass II yang melaporkan penghapusan
lengkap polip endometrium dengan hanya menggunakan teknik dilatasi buta dan kuretase
hanya efektif pada 8 dari total 51 pasien atau sebesar 4%, sedangkan penambahan tang polip
meningkatkan ekstraksi lengkap menjadi 21 dari total 51 pasien (41 % ).
Sebuah studi penelitian menunjukkan bahwa 50% penyakit endometrium dapat
dihapuskan/dihilangkan, dan dalam banyak kasus tersebut banyak ditemukan penghapusan
yang tidak lengkap. Mengingat tingkat komplikasi yang rendah terkait dengan penghapusan
histeroskopi dan ketersediaannya yang luas, keamanan, dan kemampuan yang akan dilakukan
dalam pengaturan rawat jalan, dilatasi buta dan kuretase harus digantikan oleh teknik
visualisasi langsung dan penghapusan penyakit yang ditargetkan. TVUS-dipandu polipektomi
telah diusulkan sebagai perbaikan pada teknik dilatasi dan kuretase buta.
8
Penyelesaian perdarahan postpartum ketika terapi konservatif gagal untuk mengontrol
perdarahan.
Histerektomi mungkin diperlukan untuk kasus menorrhagia akut yang tidak dapat
tertangani secara konservatif.
2.7 Prognosis
Polip endometrium merupakan tumor jinak. Polip juga dapat berkembang menjadi
prakanker atau kanker. Sebagian besar polip mempunyai susunan histopatologik berupa
hiperplasia kistik, hanya sebagian kecil yang menunjukkan hiperplasia adenomatosa. Sekitar
0,5% dari polip endometrium mengandung sel-sel adenokarsinoma, dimana sel-sel ini akan
berkembang menjadi sel-sel kanker. Polip dapat meningkatkan resiko keguguran pada wanita
yang sedang menjalani perawatan fertilisasi in vitro. Jika pertumbuhan polip dekat dengan
saluran telur, maka akan menjadi penyulit untuk hamil.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. AAGL Practice Report : Practice Guidelines for The Diagnosis and Management
of Endomethrial Polyps..
8. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga, PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
10. Tjarks, Mary and Bradley J. Van Voorhis. 2000. Treatment for Endometrial
Polyps Volume 96. No.6. Department of Obstetrics and Gynecology, University
of Iowa College of Medicine, Iowa.
10
LAPORAN KASUS MYOMA UTERI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. LS
Usia : 38 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Minang
Alamat : Jalan medan area selatan
Usia : 43 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
No. RM : 32-22-21
II. ANAMNESA
Ny.LS, 38 tahun, P1A0, i/d Tn.MT, 43 tahun datang ke RS Haji Medan pada tanggal
15/10/2014 pukul 13.10 WIB dengan :
Telaah :
Pasien merupakan pasien kiriman dari poli kebidanan RS Haji Medan dengan diagnosa
mioma uteri. Pasien mengeluhkan terasa ada benjolan diperut bagian bawah yang tidak
nyeri sejak ± 2 – 3 bulan ini. Pasien juga mengeluhkan keluar darah pervaginam yang
banyak saat menstruasi sejak 1 bulan terakhir dan nyeri selama menstruasi. Darah yang
keluar bergumpal dan haid yang dialami lama, lebih dari 10 hari. Pasien juga mengaku
11
haidnya tidak teratur. Riwayat dikusuk(-), riwayat campur berdarah (-), keputihan (-) ,
BAB dan BAK normal.
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Haid :
Dismenorea (-)
Riwayat Kontrasepsi :-
Riwayat persalinan :
1. Anak laki-laki, aterm, BBL 3.200 gram, cara Persalinan Spontan Pervaginam,
ditolong oleh bidan, umur sekarang 15 tahun, hidup.
A. Status Present
Sens : CM Anemis : (-/-)
TB : 157 cm
BB : 65 kg
12
B. Status Generalisata
Kepala : Dalam Batas Normal
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-
Leher : KGB tidak teraba, TVJ normal
Portio : tampak licin, erosi (-), darah (-), keputihan (-), flour albus
(-), massa (-)
Vagina : dinding vagina normal, tanda – tanda peradangan (-), sekret (-), massa
(-)
Pemeriksaan Dalam (VT) :
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
VI. DIAGNOSA
Mioma uteri
13
VII. RENCANA TINDAKAN
Observasi keadaan umum dan vital sign pasien
Cek Darah rutin, fungsi ginjal, fungsi hepar dan gula darah, foto thorax, EKG
Lakukan tindakan operasi TAH-BSO pada tanggal 17 oktober 2014
Fungsi Ginjal
Ureum : 31 mg/dL 20-40 g/dL
Creatinin : 0,19 mg/dL 0,6-1 g/dL
- Tanggal: 17/10/2014
- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan kateter dan infuse terpasang baik.
- Dilakukan spinal anestesi, dilakukan tindakan antiseptic dan aseptic kemudian
abdomen ditutup dengan duck steril kecuali lapangan operasi.
- Dilakukan insisi pfanenstel mulai dari kutis, sub kutis, fascia digunting kekanan dan
kekiri, otot dikuakkan secara tumpul, peritoneum dijepit dengan pinset anatomis dan
14
di insisi kemudian dilebarkan keatas dan kebawah, evaluasi cavum abdomen tampak
uterus lebih besar dari biasa.
- Kemudian diputuskan untuk dilakukan TAH BSO, ligamentum rotundum dicleim dan
digunting, kemudian diikat, identifikasi ligamentum infundibulo pelvikum dikleim,
diinsisi dan diikat.
- Kedua arteri uterine dikleim dan di insisi dengan electrocauter dan dijahit.
Ligamentum sacrouterina dkleim dan di insisi dengan electrocauter kemudian diikat,
evaluasi perdarahan.
- Puncak vagina dijahit dengan vicryl no. 1 dan evaluasi perdarahan
- Dilakukan pencucian pada cavum abdomen, kemudian cavum abdomen ditutup lapis
demi lapis.
- KU ibu post TAH + BSO stabil
HR : 80 x/I sianosis :-
RR : 20 x/I dyspnoe :-
T : 36,50C oedem :-
15
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAB : (-)
BAK : (+) via kateter 400 cc
Flatus : (+)
Diagnosa : Post TAH + BSO a/i mioma uteri + H1
Terapi : -IVFD RL 20 gtt/i
-Injeksi Cefotaxime 1 g/12 jam
-Injeksi Metronidazol/12 jam
-Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
-Injeksi As.Traneksamat/12 jam
HR : 80 x/i sianosis :-
RR : 20 x/i dyspnoe :-
T : 36,50C oedem :-
P/V : (-)
BAB : (-)
Flatus : (+)
16
TD : 120/70 mmHg ikterik : -/-
HR : 80 x/i sianosis :-
RR : 20 x/i dyspnoe :-
T : 36,50C oedem :-
17
Flatus : (+)
Diagnosa : Post TAH + BSO a/i mioma uteri + H4
Terapi :-IVFD RL 20 gtt/i
-Cefadroxil 2x500mg
-Asam mefenamat 3x500mg
R/ Aff Infus
Follow up 5 tanggal 22/10/2014
S : -
O : sens : compos mentis anemis : -/-
HR : 80 x/i sianosis :-
RR : 20 x/i dyspnoe :-
T : 36,40C oedem :-
P/V : (-)
BAB : (-)
BAK : (+)
Flatus : (+)
18