Anda di halaman 1dari 14

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Anjing merupakan hewan hasil domestikasi yang digunakan manusia untuk
membantu manusia dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, seperti pelacak,
penggembala, hingga penjaga (Dharmojono 2003). Peran anjing sebagai hewan
peliharaan dan hewan pekerja cukup erat kaitannya dengan kehidupan manusia.
Tingkat kedekatan yang tinggi antara manusia dengan anjing menimbulkan peluang
yang tinggi pada manusia untuk dapat tertular penyakit dari anjing yang bersifat
zoonotik. Pemelihara anjing diwajibkan untuk selalu memperhatikan kesehatan dan
perawatan anjing.
Anjing sebagai makhluk hidup tidak lepas dari ancaman berbagai penyakit.
Salah satu agen penyakit yang dapat menyerang anjing adalah parasit. Penyakit
parasitik merupakan masalah yang paling umum ditemukan pada hewan anjing.
Parasit terdiri dari ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang
hidup di luar tubuh inang, sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di
dalam tubuh inang. Endoparasit yang sering dijumpai pada anjing dan bersifat
zoonotik diantaranya adalah cacing jantung Dirofilaria immitis. Penyakit
endoparasit pada manusia ini disebut sebagai Human Pulmonary Dirofilariasis
(HPD). Penyakit ini bersifat asimptomatik namun terkadang ditandai dengan gejala
klinis berupa batuk, sakit dada, demam dan efusi pleura (Reddy 2013).
Prevalensi penyakit cacing jantung bervariasi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah umur, jenis kelamin, ras, dan manajemen
pemeliharaan anjing. Status epidemiologi dirofilariasis terus mengalami perubahan
yang mana kejadian dirofilariasis di daerah endemis terus mengalami peningkatan
dan bahkan telah terjadi penyebaran ke daerah yang sebelumnya bebas
dirofilariasis. Hal ini dapat terjadi akibat adanya penyebaran oleh arthropoda yang
memiliki kontribusi yang tinggi terhadap penyebaran penyakit parasit zoonotik di
Asia Tenggara (Irwin dan Jefferies 2004).
2

Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan obat-obatan yang
dapat digunakan untuk penyakit cacing jantung (Dirofilaria immitis) serta pengaruh
penggunaanya.

TINJAUAN UMUM

Dirofilaria immitis
Dirofilaria imminitis merupakan cacing pipih yang tergolong sebagai cacing
nematoda cenderung berwarna putih dan memiliki ukuran untuk jantan 12-20 cm,
sedangkan cacing betina 25-31 cm. Cacing betina bersifat vivivar, yang vulvanya
dekat ujung anterior cacing. Menurut Fan et al. (2001), menyatakan bahwa cacing
ini dapat berkembang luas di daerah tropis, subtropis, hingga beriklim sedang.
Cacing jantung ini dapat ditularkan menginfeksi manusia dalam bentuk mikrofilaria
melalui perantara vektor gigitan nyamuk (Genchi et al. 2007). Berbagai jenis
nyamuk dapat menularkan bentuk mikrofilaria cacing dari anjing ke manusia
berasal dari genus Aedes aegypti, Aedes albopictus, Anopheles subalbatus, dan
Culex quinquefasciatus (Karmil 2002).
Dirofilaria immitis merupakan penyebab penyakit parasit yang serius pada
anjing. Cacing tersebut hidup pada arteri pulmonalis dan ventrikel kanan, sehingga
disebut sebagai cacing jantung. Cacing Dirofilaria immitis selain menginfeksi
anjing, juga menginfeksi kucing, serigala, rubah, coyote (Canis latrans), ferret,
tikus air, singa laut, coatimundi, macan tutul salju, berang-berang, oncilla, dan
orangutan. Cacing Dirofilaria immitis juga dilaporkan menginfeksi manusia (Lee
et al. 2000). Menurut McCall et al. (2005) kasus Dirofilaria immitis diperkirakan
seperempat juta kasus telah di diagnosis di Amerika Serikat. Angka prevalensi
berubah secara signifikan dari 1.4% meningkat menjadi 21-42%. Golongan anjing
yang terinfeksi mulai dari jenis anjing kesayangan sampai anjing liar seperti coyote.
Kasus serupa juga telah dilaporkan kejadiannya di Indonesia dengan prevalensi
yang cukup tinggi sebesar 25-57% yaitu di wilayah Jakarta, Bogor, dan Bali
(Fitriawati 2009).
3

Patofisiologi
Dirofilaria pertama masuk ke tubuh inang melalui gigitan nyamuk dalam
stadium L3 (stadium infektif) dan berubah jadi L4 di bawah kulit bekas gigitan
nyamuk, setelah seminggu atau dua minggu. Lalu mereka berimigrasi ke otot toraks
atau abdomen dan berubah menjadi L5 (predewasa) setelah 45-60 hari setelah
gigitan pertama. Setelah 75-120 hari setelah infeksi, cacing predewasa memasuki
aliran darah dan dibawa terus sampai pada arteri pulmonari (Gambar 1). Setelah itu,
mereka menjadi cacing dewasa, bertambah besar secara ukuran, dapat bereproduksi
dan menghasilkan larva yang disebut microfilaria (Atkins et al. 2016).

Gambar 1 Siklus hidup cacing jantung (Dirofilaria immitis)

Keparahan secara patologis pada anjing dipengaruhi oleh banyaknya cacing,


respon imun inang, durasi dari infeksi yang terjadi, serta aktivitas dari inang
tersebut. Cacing jantung dewasa akan mengakibatkan trauma secara mekanik yaitu
mengiritasi tunika intima dari pembuluh darah. Hal ini akan menstimulasi respon
imun inang menyebabkan endarteritis, termasuk infiltrasi dari eosinophil dalam
jumlah yang banyak. Infeksi yang terjadi lama (disebabkan oleh iritasi langsung,
cacing yang mati, respon imun) akan menyebabkan lesi kronik dan lama-kelamaan
menimbulkan jaringan parut atau ‘scars’. Anjing yang aktif akan lebih mungkin
untuk mengalami hipertensi pulmonari dibanding yang tidak aktif. Infestasi cacing
yang tinggi biasanya akan mengakibatkan sindrom vena cava. Selain itu, anjing
berukuran kecil tidak dapat menolerir infeksi sebaik anjing yang berukuran besar
4

karena ukuran cacing yang cukup besar sedangkan ruang pada pembuluh darah
lebih kecil dari ukuran cacingnya (Atkins et al. 2016).

Anthelmintik
Anthelmintik merupakan senyawa yang berfungsi membasmi cacing
sehingga dikeluarkan dari saluran pencernaan, jaringan atau organ tempat cacing
berada dalam tubuh hewan (Permin et al. 1998). Secara umum, terdapat 2 golongan
anthelmintik yaitu vermifuga dan vermisida. Vermifuga merupakan senyawa-
senyawa yang dapat melumpuhkan cacing di dalam usus kemudian dikeluarkan
dalam keadaan hidup. Vermisida adalah anthelmintik yang bekerja dengan
membunuh cacing parasitik di dalam tubuh (Mutschler 1991).
Berdasarkan mekanisme kerja, anthelmintik dikelompokan kedalam lima
kelompok. Kelompok pertama yaitu anthelmintik yang bekerja langsung dengan
menimbulkan kondisi nekrosis, paralisis dan kematian cacing seperti, pirantel
pamoat. Kelompok kedua bekerja dengan menimbulkan iritasi dan kerusakan
jaringan pada cacing, seperti heksilresorsinol. Kelompok ketiga bekerja dengan
menimbulkan efek mekanisme perpindahan dan penghancuran cacing akibat proses
fagositosis seperti praziquantel. Kelompok keempat bekerja melalui mekanisme
depolarisasi otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls dengan menghambat
enzim asetilkolinesterase sehingga cacing akan mati karena peningkatan kontraksi
otot cacing, seperti levamisol. Kelompok anthelmintik kelima bekerja dengan
mempengaruhi metabolisme cacing dalam menghambat proses penyerapan glukosa
dan mempercepat penggunaan glikogen yang menyebabkan terganggunya proses
pembentukan energi dan mengakibatkan cacing akan mati karena kehilangan energi
seperti albendazol (Siswandono dan Soekardjo 2000).
Kriteria anthelmintik yang ideal untuk hewan diantaranya adalah
menghasilkan hasil yang efektif dalam penyembuhan beberapa penyakit
kecacingan, indeks terapi luas terhadap beberapa jenis penyakit yang diakibatkan
oleh infeksi tunggal maupun campuran, mudah dalam pemberian seperti dapat
diberikan secara peroral, ekonomis atau biayanya yang relatif terjangkau (Siregar
2003).
5

Antihipertensi
Terapi obat antihipertensi dilakukan dengan tujuan awal pengobatan
penurunan tekanan darah, dan tujuan akhir adalah untuk menghindarkan komplikasi
juga memperbaiki kualitas dan memperpanjang hidup. Ada beberapa hasil
penelitian yang memberikan data bahwa menurunkan tekanan darah dengan
beberapa obat seperti Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI),
angiotensin receptor blockers (ARB), ß-blocker, Calcium Channel Blockers
(CCB), dan antidiuretikum akan mengurangi komplikasi yang disebabkan
hipertensi. Antidiuretikum bekerja dengan menurunkan volume darah yaitu dengan
meningkatkan pengeluaran garam dan air pada ginjal. Selain itu, diuretik juga
berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh darah sebagai penurunan kadar
Na yang membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin (Tjay dan Rahardja
2007).

Antiinflamasi
Antiinflamasi didefinisikan sebagai golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan
oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi, panas dan
interaksi antigen-antibodi (Houglum et al. 2005). Berdasarkan mekanisme kerja
obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu obat antiinflamasi
golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat
antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat
pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan 2007).
Obat-obat antiinflamasi yang banyak beredar di masyarakat adalah non-steroid anti
inflammatory drug’s (NSAID) (Kee dan Hayes 1996).

Antibiotik
Antibiotik didefinisikan sebagai suatu senyawa organik hasil metabolisme
dari mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan dan bahkan mematikan mikroorganisme lain akibat aktivitas
6

sejumlah kecil senyawa antibiotik tersebut. Antibiotik memiliki kegunaan


yang sangat luas dibidang farmasi dan pertanian dan dibedakan atas antibiotik
yang bersifat anti bakteri atau anti mikroba, anti jamur dan anti tumor. Antibiotik
kombinasi Macrocyclic Lactone (ML) dan doksisiklin, melarsomine
dihydrochloride merupakan contoh antibiotik yang sering digunakan dan efektif
untuk membunuh cacing (American Heartworm Society 2012).

Vitamin
Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di
makanan dalam jumlah yang sedikit, dan berpengaruh besar terhadap fungsi
metabolisme yang normal (Dorland 2006). Pemberian curcumin pada
hewan dapat mengurangi stres dan meningkatkan nafsu makan (Parakkasi 1999).

METODE PEMERIKSAAN

Physical Examination
Physical Examination terdiri dari anamnesis, sinyalemen, dan status
present. Anamnesis merupakan langkah pertama yang bertujuan mencari tahu
riwayat hewan secara lengkap. Selanjutnya sinyalemen merupakan tanda pengenal
ataupun identitas hewan. Status present terdiri atas penilaian gizi atau perawatan,
tempramen, habitus, suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi respirasi, dan adaptasi
lingkungan. Langkah selanjutnya pemeriksaan tiap regio yang terdiri dari regio
kepala dan leher, toraks, abdomen dan ekstremitas.

Radiografi
Radiografi toraks dilakukan untuk pemeriksaan trakea, paru-paru, jantung,
esofagus, diafragma, costae, ruang pleura dan toraks. Pemeriksaan radiografi toraks
yang digunakan pada kasus ini dua adalah posisi lateral dorsoventral (DV) dan left
7

lateral recumbency. Pasien ditempatkan di atas plat khusus yang berisi film
kemudian sinar-x ditembakkan pada regio toraks pasien.

Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiogram merupakan sinyal fisiologi yang dihasilkan oleh
aktivitas kelistrikan jantung. Sinyal ini direkam dengan perangkat
elektrokardiograf, merupakan perangkat keras yang berfungsi mencatat aktifitas
listrik dari sebuah jantung. Prinsip kerja elektrokardiograf bekerja dengan
mengukur perbedaan potensial listrik pada tubuh manusia. Jantung memiliki
parameter fisiologi dengan tegangan 0.1-5.0 (mV) dan frekuensi maksimal
pengamatan 300 Hz. Dalam standar monitoring, pengamatan bandwidth yang
digunakan lebih kecil yaitu 0.03-15.92 Hz (Naazneen et al. 2013).

Uji Serologis ELISA


ELISA bertujuan untuk mendeteksi antigen dan antibodi. ELISA deteksi
antibodi digunakan untuk mendeteksi respon antibodi akibat paparan infeksi
Dirofilaria. Uji ini memiliki kelemahan yaitu akurasi rendah dan dapat terjadi cross
reaction dengan parasit lain, misalnya Dipetalonema reconditum. ELISA deteksi
antigen digunakan untuk mendeteksi antigen yang dihasilkan oleh Dirofilaria
immitis dewasa. Kelemahan dari uji ini adalah tidak dapat mendeteksi infeksi yang
kurang dari enam bulan.

Knott’s Test
Centrifuge tube diisi darah sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan 10 ml
formalin 2%. Larutan tersebut disentrifugasi 10 menit pada kecepatan 1500rpm
kemudian dipisahkan antara endapan dan supernatannya. Endapan yang diperoleh
kemudian diteteskan pada gelas objek dan ditambahkan methylen blue dengan
perbandingan 1:1. Gelas objek ditutup dengan cover glass dan diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 10x10.
8

PCR Test
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR
(polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Keuntungan dari teknik ini
DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga
memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Penerapan PCR
banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah
dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR atau reaksi berantai
polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens
tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA.
Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang
diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Mordechai 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anamnesis dan Sinyalemen


Seekor Greyhound Spanyol (Spanish galgo) jantan berumur 5 tahun dengan
berat badan 13 kg datang ke klinik Vilnius pada januari 2017 dengan gejala klinis
lesu dan kehilangan sejumlah besar lemak dan otot.

Dirofilariasis
Dirofilaria immitis memerlukan kondisi yang nyaman untuk
perkembangannya. Dirofilariasis subkutan menyebar lebih cepat di daerah non-
endemik daripada endemik (Genchi et al. 2011). Penyakit dirofilariasis paling
sering berakhir mematikan karena perkembangan cacing dewasa dalam sistem
kardiovaskular. Sebagian besar kasus infeksi dirofilariasis subkutan tidak
menunjukkan gejala, oleh karena itu anjing yang terinfeksi Dirofilaria immitis
dapat menjadi sumber infeksi selama beberapa tahun. Anjing yang terinfeksi
9

Dirofilaria immitis sering mengalami tanda-tanda klinis dan dirujuk ke klinik


hewan di mana perawatan yang tepat disediakan dan penularan penyakit dapat
dicegah (Genchi et al. 2011).
Karena siklus hidup parasit yang rumit, penyakit Dirofilariasis adalah kronis
dan tidak menunjukkan gejala pada tahap utama perkembangan. Dokter hewan di
daerah non-endemik kurang memiliki pengalaman dalam mengidentifikasi
penyakit, oleh karena itu sebagian besar kasus tidak terdiagnosis, anjing epidemi
mikrofilariasis sering tidak mendapatkan perawatan yang tepat dan menjadi sumber
infeksi (McCall et al. 2008).

Gejala Klinis
Pemeriksaan klinis yang dilakukan pada anjing kasus tersebut
menunjukkan gejala klinis lesu dan terdapat perubahan yaitu kehilangan
sejumlah besar lemak dan otot. Menurut (Colville 1991). Kondisi infeksi
Dirofilaria yang sedang sampai parah, anjing akan kehilangan berat badan,
rambut kasar, batuk kronis, mudah lelah, dyspnoe, suara jantung yang abnormal,
hepatomegali, syncope, hydrotoraks, ascites, suara jantung yang abnormal, dan
right-sided congestive heart failure (gagal jantung sebelah kanan) (Colville
1991).

Diagnosis
Tahapan diagnosis yang dilakukan pada kasus anjing yang dibawa ke
klinik Vilnius adalah dengan melihat gejala klinis yang muncul, radiografi, uji-
uji laboratorium adalah ELISA dan Knott’s test. Pemeriksaan radiografi pada
bagian toraks dan ekokardiografi untuk mengetahui fungsi jantung tidak
menunjukkan kelainan. Hasil uji ELISA adalah positif antigen cacing betina dari
Dirofilaria immitis. Pemeriksaan Knott’s test juga ditemukan mikrofilaria dalam
darah. Sampel yang diperiksa menggunakan PCR menunjukan fragmen DNA
dari Dirofilaria immitis.
10

Prognosis
Anjing yang terjangkit penyakit cacing jantung pada kasus ringan hingga
sedang dengan perawatan yang tepat memiliki prognosis baik atau fausta (Genchi
2005). Anjing yang terinfeksi dapat sukses diobati dengan memberikan pengobatan
simptomatik terlebih dahulu jika ia menunjukkan gejala penyakit, kemudian
membunuh semua cacing dewasa dan belum dewasa sambil menjaga efek samping
pengobatan tersebut seminimal mungkin.

Pengobatan
Pengobatan yang direkomendasikan adalah dengan memberikan injeksi
melarsomine dan doxycycline sebagai antibiotik yang sering digunakan dalam
kasus cacing jantung yang cukup efektif untuk membunuh mikrofilaria dan cacing
dewasa. Melarsomine dihydrochloride diberikan dengan dosis 2.5 mg/kg berat
badan via injeksi intramuskular pada otot lumbal. Rasa nyeri, demam, lesu dan
tremor mulai berkurang setelah 12 jam injeksi pertama dan setelah 24 jam gejalanya
hilang. Dua minggu setelah injeksi pertama melarsomine, berat badan anjing mulai
meningkat dan menjadi lebih aktif. Rutinitas pengobatan yang direkomendasikan
adalah dengan protokol tiga injeksi, dengan injeksi pertama diikuti setidaknya 30
hari kemudian (anjing dengan infeksi parah atau komplikasi pasca adultisida dapat
menunggu lebih lama untuk menyelesaikan terapi terlebih dahulu) dan dilanjutkan
dengan dua suntikan 24 jam terpisah dengan dosis sama. Aktivitas latihan anjing
dibatasi apabila dilakukan protokol pengobatan melarsomine. Tidak terlihat ada
efek samping setelah injeksi melarsomine kedua dan ketiga. Antibiotik yang
diberikan adalah doxycycline dengan dosis 10 mg/kg selama tiga puluh hari.
Kasus Dirofilaria immitis juga dapat diberikan pengobatan yang terdiri dari
obat antiinflammasi (Prednison 0.08 mg/kg 1 kali sehari, diberikan selama 5 hari),
obat antidiuretik (Furosemide 2 mg/kg 2 kali sehari, diberikan selama 5 hari), serta
pemberian curcumin bertujuan untuk meningkatkan kondisi tubuh dan nafsu makan
sehingga anjing dapat lebih aktif.
11

Penulisan Resep

KLINIK HEWAN
Drh : Amiruddin
Alamat : Jalan Babakan Lebak, No telp (08123456789)
Jam Praktik : Senin – Jumat (08.00 – 11.00 WIB)
SIP : 021/SIP/BG/2016
Bogor, 20 November 2019

R/ Doxycycline tab 130 mg


(ITER 2X) M.f pulv da in caps d.t.d. No. XX
Sbdd 1 caps pc__________________

R/ Melarsomine dihydrochloride No. I vial


S.pro.inj 0.67 ml__________________________

R/ Prednison tab 1.04 mg


M.f. pulv da In caps d.t.d. No. V
S1dd 1 caps p.c.___________________________

R/ Furosemide tab 26 mg
M.f. pulv da in caps d.t.d. No. X
Sbdd 1 caps p.c.__________________________

R/ Curcumin tab 26 mg
M. f. pulv da in caps d.t.d. No. X
Sbdd 1 tab p.c.___________________________

Jenis : Anjing
Breed : Greyhound
Nama : Philip
Nama Pemilik : Vivi
Alamat : Vilnius
Berat : 13 Kg

Manajemen

Komplikasi kasus Dirofilaria immitis dapat dikurangi dengan pembatasan


olahraga (tidak berjalan, tidak berlari, anjing harus tetap berada di dalam rumah
atau, dalam kasus tertentu, istirahat kandang) selama 30-40 (Vezzoni et al. 1992;
Rawlings dan McCall 1996). Operasi pengeluaran cacing satu per satu juga
merupakan pilihan untuk anjing dengan tingkat infeksi cacing yang berat serta yang
mempunyai risiko komplikasi post-adultisida berat. Hasil ekokardiografi arteri
12

pulmonalis perlu dilakukan untuk menentukan bahwa jumlah cacing cukup banyak
dan berada di lokasi yang dapat diakses. Pemberian antibiotik merupakan terapi
yang dapat dilakukan pada kasus Dirofilaria immitis (ESDA 2017).

SIMPULAN

Kasus Dirofilaria immitis pada anjing Greyhound Spanyol yang dibawa ke


klinik Vilnius setelah dilakukan pemeriksaan fisik, radiografi, echocardiography ,
uji ELISA, uji Knott’s test, dan PCR ditemukan mikrofilaria sehingga dapat
dikatakan anjing tersebut mengalami Dirofilariasis. Dirofilariasis dapat diobati
dengan pemberian Melarsomine dihydrochloride, Doxycycline, Prednisone,
Furosemide, dan Curcumin.

DAFTAR PUSTAKA

American Heartworm Society. Current guidelines for the diagnosis, prevention, and
management of heartworm (Dirofilaria immitis) infection in cats and dogs
2012. Diakses 20 November 2019. Tersedia pada:
https://heartwormsociety.org/images/pdf/2012-AHS-Feline-Guidelines.pdf

Atkins CE. 2003. Comparison of results of three commercial heartworm antigen


test kits in dogs with low heartworm burdens. J Am Vet Med Assoc. 222:
1221-1223.

Atwell RB. 1988. Caval syndrome. In: Boreman PFL, Atwell RB Eds. Dirofilariasis
Boca Raton. Batavia (USA): CRC Press Inc.

Bloomquist JR. 2003. Chloride channels as tools for developing selective


inseticides. Archives of Insect Biochemistry and Physiology. 54:
145-156.
Colville J. 1991. Diagnostic Parasitology for Veterinary Technicans. California
(US): American Veterinary Publications Inc.
13

Dharmojono. 2003. Anjing Permasalahan dan Pemecahan. Jakarta (ID): Penebar


Swadaya.

Fan CK, Su KE, Lin YH, Liao CW, Du WY, Chiou HY. 2001. Seroepidemiologic
Survey of Dirofilaria immitis Infection Among Domestic Dogs In Taipei
City and Mountain Aboriginal Districts In Taiwan (1998–1999). Vet.
Parasitol. 102: 113-120.

Fitriawati. 2009. Infeksi Cacing Jantung pada Anjing di Beberapa Wilayah Pulau
Jawa dan Bali: Faktor Risiko Terkait dengan Manajemen Kesehatan Anjing.
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Genchi C, Rinaldi R, Cascone C, Mortarino M, Cringoli G. (2005): Is heartworm


disease really spreading in Europe Vet. Parasitol. 133(2-3): 137-148.
Genchi C, Rinaldi L, Mortarino M, Genchi M, Cringoli G. 2007. Climate and
Dirofilaria Infection in Europe. Vet. Parasitol. 163: 286-292.

Houglum JE, Harrelson GL, Leaver-Dunn D. 2005. Principles of Pharmacology for


Athletic Trainers, Slack incorporated. Missouri (US): Elsevier Mosby.

Irwin PJ, Jefferies R. 2004. Arthropod-transmitted diseases of companion animals


in Southeast Asia. Trends Parasitol. 20(1): 27-34.

Karmil TF. 2002. Studi biologis dan potensi vektor alami Dirofilaria immitis
sebagai landasan penyiapan bahan hayati. [Disertasi]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana Institut Petanian Bogor.

Kee JL dan Hayes ER. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.


Jakarta (ID): EGC.

Lee KJ, Park GM, Yong TS, Im K, Jung SH, Jeong NJ, Lee WY, Yong SJ, Shin
KC. 2000. The first Korean case of human pulmonarydirofilariasis. Yonsei
Med. J. 41: 285–288.

McCall JW, Suprakorndej BS, Donoghue AR, Turnbull RK. 2001. Evaluation of
the performance of canine heartworm antigen test kits licensed for use by
veterinarians and canine heartworm antigen tests conducted by diagnostic
laboratories. Recent Advances in Heartworm Disease Symposium ’01.
Batavia, Illinois (USA): American Heartworm Society.
14

McDowell LR. 2000. Vitamins In Animal And Human Nutrition. 2nd Edition. Iowa
(USA): State University Press.

Mordechai E. 1999. Application of PCR The methodologies in Molecular


Diagnostic. Burlington Country (USA): Press Inc.

Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Bandung (ID): Penerbit ITB Bandung.

Naazneen M, Fathima S, Mohammadi SH, Indikar SL, Saleem A, Jebran M. 2013.


Design and Implementation Of EKG Monitoring And Heart Rate
Measurement System. International Journal Of Engineering Science And
Innovative Technology. 2(3): 456–465.

Reddy MV. 2013. Human dirofilariasis: an emerging zoonosis. Trop Parasitol. 3:


2–3.

Siregar CJP. 2003. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, Jakarta (ID): EGC.

Tjay TH dan Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo.

Vezzoni A, Genchi C, Raynaud IP. 1992. A parallel between experimentally


induced canine and feline heartworm disease. Veterinary Therapy XII Small
Animal Practice : WB Saunders Co.

Anda mungkin juga menyukai