Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

LUKA BAKAR

Disusun Oleh:
Abritho Zaifar
Aisha Emilirosy Roekman
Camilla Sophi
Faishal Farras Yanfannas
Frisky Maulida
Hansen Yonathan
Putri Nurra Kusumawardhany Hakim
Sellina Windri

MODUL ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
AGUSTUS 2019
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama pasien (inisial) : An. MS


Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 15 Desember 2015
Umur : 3 tahun 8 bulan
No. rekam medis : 00232608
Alamat : Jl Wisma Tajur RT 5 RW 10
Nama Wali : Marsinah
Status Wali : Ibu Pasien
Pembayaran : BPJS

1.2. KELUHAN UTAMA

Pasien datang dengan luka bakar pada dada, perut, dan kedua tangan 30 menit SMRS.

1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien laki laki 3 tahun 8 bulan, saat ini pada hari perawatan ke 4 datang dengan keluhan awal
luka bakar yang dialami 30 menit SMRS. Luka bakar pertama dialami pasien pada pukul 11.30
(8/8/19) saat sedang bermain bersama temannya dan baju pasien tidak sengaja terbakar oleh korek
api yang dipercikan, dan membakar baju pasien di bagian depan, mengenai dada, perut dan juga
pinggang pasien. Kedua tangan pasien ikut terbakar saat berusaha memadamkan api. Pasien
menangis dan berlari ke arah ibunya, yang lalu memadamkan api dengan cara menebah-nebah dan
membuka baju pasien. Api pada baju pasien berhasil terpadamkan, dan total waktu pasien terbakar
adalah kurang dari 10 detik. Pemberian air, salep, odol maupun pertolongan pertama pada area
terbakar oleh ibu pasien disangkal. Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian yang terkena api, dan
dikatakan bernafas lebih cepat, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Awalnya ibu mengatakan
tempat yang terbakar berwarna merah muda, dengan bagian kulit yang terkelupas dan muncul
bintil-bintil lepuh berisi air pada bagian tepi luka. Pasien langsung dibawa dan sampai ke
Puskesmas terdekat pada pukul 12.00 dan disiramkan cairan infus pada bagian yang terbakar serta
dipakaikan salep untuk luka bakar nya, dan dirujuk ke RS Budi Asih. Dikarenakan alat yang tidak
memadai di RS Budi Asih, pasien dirujuk ke RSUD Kabupaten Tangerang dan tiba pada pukul
13.00. Di IGD RSUD Kabupaten Tangerang dikatakan luka terbakar pasien disiram lagi dengan
cairan infus, kulit yang mengelupas dibersihkan dan lalu area yang terbakar dibungkus dengan
plastik, dan menerima cairan infus sebanyak 500 ml KA-EN 1B x2/ hari, pasien juga dilakukan
foto rontgen dada dan pada tanggal 10/8/2019 kemarin telah dilakukan tindakan debridement
dengan jadwal operasi lanjutan pada tanggal 12/8/2019.

1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat asma, alergi, penyakit jantung bawaan, penyakit paru, riwayat perdarahan lama, kuning,
pucat berulang, serta gangguan pertumbuhan dan riwayat pembedahan disangkal. Pasien
merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dan berjarak 12 tahun dari kehamilan sebelumnya, pasien
dilahirkan pervaginam pada usia gestasi 38 minggu di rumah sakit dan langsung menjalani rawat
gabung bersama ibu tanpa ada nya komplikasi.

1.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat asma, alergi, penyakit jantung, paru, penyakit gangguan perdarahan, dan diabetes pada
keluarga disangkal.

1.6 RIWAYAT SOSIO-EKONOMI

Pasien tinggal dirumah milik sendiri bersama kedua orang tua dan kakak laki laki nya yang
berumur 15 tahun. Sehari harinya pasien diasuh oleh ibu pasien yang merupakan ibu rumah tangga.
Saat ini pasien makan 3 kali sehari berupa nasi, sayur daging porsi ¾ dari yang dimakan orang tua
pasien, disertai susu formula sebanyak 1-2 x per hari.

1.7 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2019

1.7.1 Tanda-Tanda Vital


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 107 kali / menit
Pernapasan : 32 kali / menit
Suhu : 36.8C
Keadaan umum : Sakit Sedang
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan : 97 cm
Berat badan : 13.7 kg
Indeks masa tubuh : 14.6 kg/m2
Weight for age : 0 > Z > -2
Height for age : 0 > Z > -1
Weight for height : 0 > Z > -1 gizi baik

1.7.2 Status Generalis


- Kulit : Terdapat luka bakar pada kedua pergelangan tangan pasien, tidak
ada ruam ruam atau benjolan
- Kepala : Normosefal, tidak terdapat nyeri tekan pada sinus
- Rambut : Rambut berwarna hitam, persebaran rambut merata, tidak terdapat
alopecia, rambut tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik. Pupil isokor, refleks
cahaya +/+
- Telinga : Tidak terdapat kelainan bentuk telinga, tidak ada tofus,
liang telinga lapang, tidak terdapat serumen
- Hidung : Tidak terdapat kelainan bentuk hidung. Liang hidung lapang, tidak
ada deviasi septum. Tidak ada edema pada konka. Nasal polip tidak ada.
- Tenggorok : Tonsil T1/T1, tidak hiperemis. Arkus faring simetris
- Gigi dan Mulut : Mukosa bibir basah. Tidak terdapat stomatitis ataupun tanda
peradangan lainnya
- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Tidak terdapat
pembesaran pada kelenjar tiroid
- Dada : Terdapat dressing pada seluruh bagian dada
- Jantung : Bunyi jantung S1-S2 normal, tidak terdapat murmur maupun
gallop
- Paru : Bunyi nafas vesikular, tidak ada ronchi, wheezing maupun stridor
- Abdomen : Terdapat dressing pada seluruh regio abdomen
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, terdapat luka bakar grade I pada
kedua pergelangan tangan, edema tidak ada

1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (8 Agustus 2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12.8 g/dL 13.2-17.3

Hematokrit 35 % 37-43

Jumlah Leukosit 22.93 (H) 10^3/uL 5-10

Jumlah Trombosit 302 10^3/uL 150-400

GDS 128 mg/dl

Fungsi Hati

SGOT 38 U/l 0-50

SGPT 11 U/l 0-40

Fungsi Ginjal

Ureum darah 14 mg/dl 0-50

Kreatinin darah 0.4 mg/dl 0.0-1.3

eGFR 193 ml/min/1.73m


Masa Protrombin

Hasil 15.0 detik 12.8-15.9

Control PT 14.5

INR 1.04

APTT

Hasil 41.1 mmol/l 135-147

Kontrol APTT 31.0 mmol/l 3.1-5.1

Elektrolit Darah

Natrium 138 mmol/l 135-147

Kalium 3.9 mmol/l 3.1-5.1

Klorida 104 mmol/l 95-108

Pemeriksaan Rontgen Toraks (8 Agustus 2019)


Foto Klinis
1.9 DAFTAR MASALAH

1. Luka bakar pada 15% tbsa grade 2-3

2.0 RENCANA TATA LAKSANA


-Pertahankan balutan
-Rencana debridement lanjutan senin 12/8/2019
-KA-EN 1B 500 ml x 2 , PCT drop 180 mg x 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Etiologi
Luka bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh
(flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), akibat serangan listrik, akibat bahan- bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).
Sekitar 55% dari kasus luka bakar disebabkan oleh api, diikuti oleh air mendidih pada 40%
dan sisanya oleh bahan kimia dan listrik.1

2.2 Patogenesis
Luka bakar dapat memicu timbulnya efek sistemik dan lokal yang dapat menimbulkan
nekrosis koagulatif pada jaringan yang terkena. Kedalaman luka bakar ditentukan dari
temperatur dari agen yang menyebabkan luka bakar, jenis penyebab luka bakar, dan durasi
paparan penyebab luka bakar.1,2

2.2.1 Respon Lokal


Transfer energi yang berlebihan akan pertama kali merusak jaringan superficial kulit,
sehingga jaringan yang terletak lebih dalam dari kulit akan terlindungi dari efek transfer energi
tersebut. Setelah kerusakan pada kulit terjadi, respons lokal terhadap kerusakan tersebut akan
menyebabkan jejas pada jaringan-jaringan yang lebih dalam dari kulit.1,2
Gambar 1. Derajat Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman1

Luka bakar pada kulit dibagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan zona
hiperemia.3
1. Zona koagulasi: Zona koagulasi merupakan jaringan mati yang membentuk parut,
terletak di pusat luka terdekat dengan sumber panas. Jaringan pada zona ini mengalami
kerusakan yang irreversible karena telah terjadi koagulasi nekrosis.
2. Zona stasis: Merupakan zona disekitar zona koagulasi yang mengalami kerusakan
sedang. Tujuan utama dari resusitasi luka bakar adalah meningkatkan perfusi pada
daerah ini dan mencegah kerusakan yang irreversible. Adanya infeksi, edema, atau
kurangnya perfusi dapat membuat kehilangan jaringan total dan rusak irreversible.
3. Zona hiperemia: Area terluar dari zona luka bakar, di mana ditemukan vasodilasi yang
disebabkan oleh inflamasi dari jaringan sekitar luka bakar. Zona tersebut terdiri dari
jaringan-jaringan yang viabel, di mana proses penyembuhan dapat dimulai dan
umumnya memiliki resiko minimal untuk nekrosis.
Ketiga zona tersebut bersifat tiga dimensi dan kehilangan jaringan di zona stasis akan
membuat luka semakin dalam dan lebar.

2.2.2 Respon Sistemik


Efek sistemik yang ditimbulkan dihasilkan dari pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada
daerah kerusakan yang terjadi setelah luka bakar mencapai kurang lebih 30% TBSA (total
body surface area).4

Perubahan Kardiovaskular
Respon tubuh yang tipikal terjadi setelah adanya thermal insult adalah peningkatan
permeabilitas kapiler dan menyebabkan terjadi nya ekstravasasi cairan dan protein ke
kompartment interstitial. Selain itu, pelepasan TNF-a menyebabkan kontraktilitas miokard
menurun. Ditambah dengan kehilangan cairan dari luka, berkurangnya volume plasma,
cardiac output dan urine output serta perfusi pada perifer tubuh sehingga menimbulkan
hipotensi dan hipoperfusi organ. 1,2,4

Perubahan Respiratorik
Mediator inflamasi dapat menyebabkan bronkokonstriksi dan mengakibatkan respiratory
distress syndrome.1,2,4

Perubahan Metabolik
Terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 2-3 kali lipat, terutama pada pasien luka bakar
dengan TBSA > 40 %. Keadaan ini sangat penting untuk membutuhkan nutrisi enteral segera
untuk mengurangi katabolisme dan keutuhan usus.1,2,4

Perubahan Imunologik
Terjadi down regulation sistem imun tidak spesifik baik secara humoral atau selular.4
Gambar 2. Efek Sistemik Pada Luka Bakar.2

2.3 Diagnosis
Klasifikasi dari luka bakar ditentukan dari kedalaman luka. Pada awal nya, luka bakar dapat
dibagi menjadi derajat I (superficial burn), derajat II (partial thickness burn), derajat III (full-
thickness burn) dan derajat IV (sampai tulang dan sendi)
1. Derajat I: pada luka bakar derajat I, kerusakan hanya terjadi pada epidermis dan terasa
hangat, berwarna merah, dan nyeri saat disentuh. Contoh dari luka bakar derajat 1
adalah sunburn
2. Derajat II: pada luka bakar derajat II, luka terjadi pada epidermis dan dermis, yang
dapat bervariasi menjadi superficial atau deep dermis. Contoh dari luka bakar derajat
II adalah luka bakar dari menyentuh objek yang panas atau air mendidih.
3. Derajat III: pada luka bakar derajat III, luka bakar terjadi pada seluruh ketebalan kulit
dan juga strukur subkutan. Pada luka bakar ini tidak terdapat atau minimal rasa nyeri,
dengan luka yang berwarna putih atau cokelat dan terasa leathery.
2.4 Tatalaksana
Pada pasien dengan luka bakar, prioritas tata laksana adalah memastikan jalan napas,
menghentikan proses luka bakar, dan mendapatkan akses intravena. Kemudian, dapat
dilakukan tatalaksana lanjutan yaitu dengan anamnesis pasien, menentukan luas luka bakar,
dan kedalaman luka bakar. Tatalaksana selanjutnya adalah untuk menilai secondary survey.6

2.7.1 Prinsip pertolongan pertama


2.7.1.1 Menghentikan proses luka bakar
Tahap pertama dari penghentian luka bakar adalah melepaskan seluruh pakaian
pasien dengan berhati-hati. Permukaan tubuh yang terluka kemudian diirigasi
dengan air untuk kemudian di tutup dengan linen yang bersih, kering, dan hangat
untuk mencegah hipotermia.6
2.7.1.2 Jalan napas (airway)
Memastikan jalan napas pada pasien telah bebas sangat penting dikarenakan luka
bakar dapat mengakibatkan terjadinya edema pada saluran pernapasan atas yang
meningkatkan risiko obstruksi. Risiko ini dapat dipengaruhi oleh ukuran dan
kedalaman luka bakar, luka bakar yang mencakup kepala dan wajah, luka bakar
pada mulut, dan cedera inhalasi.6
2.7.1.2 Breathing
Semua pasien luka bakar harus menerima oksigen 100% melalui masker non-
rebreathing yang dilembabkan pada saat penerimaan. Masalah pernapasan
dianggap sebagai masalah ketika mempengaruhi sistem pernapasan di bawah
pita suara. Ada beberapa cara agar luka bakar dapat membahayakan pernapasan.
● Pembatasan pernafasan secara mekanis: Luka bakar lingkar dada dengan
ketebalan kulit penuh atau penuh dapat membatasi perjalanan dada dan
mencegah ventilasi yang memadai. Ini mungkin memerlukan escharotomies
● Cedera ledakan: Jika terjadi ledakan, paru-paru dapat mempersulit ventilasi.
Cedera penetrasi dapat menyebabkan tension pneumothorax, dan ledakan
itu sendiri dapat menyebabkan kontusio paru-paru dan trauma alveolar.
● Menghirup asap: Produk-produk pembakaran, meskipun didinginkan pada
saat mereka mencapai paru-paru, bertindak sebagai iritasi langsung ke paru-
paru, menyebabkan bronkospasme, peradangan, dan
bronchorrhea.Manajemen non-invasif dapat dilakukan dengan pemberian
nebuliser dan ventilasi tekanan positif dengan beberapa tekanan akhir
ekspirasi positif. Namun, pasien mungkin memerlukan periode ventilasi,
karena ini memungkinkan oksigenasi yang memadai
● Carboxyhaemoglobin: Karbon monoksida berikatan dengan
deoksihemoglobin dengan afinitas oksigen 40 kali lipat. Ia juga berikatan
dengan protein intraseluler, khususnya jalur sitokrom oksidase. Dua efek ini
menyebabkan hipoksia intraseluler dan ekstraseluler. analisis gas darah
akan mengungkapkan asidosis metabolik dan peningkatan kadar
karboksihemoglobin tetapi mu tidak menunjukkan hipoksia. Perawatan
dengan 100% oksigenngkin, yang memindahkan karbon monoksida dari
protein terikat enam kali lebih cepat daripada oksigen atmosfer. Pasien
dengan kadar carboxyhaemoglobin lebih besar dari 25-30% harus diberi
ventilasi. Terapi hiperbarik jarang praktis dan belum terbukti
menguntungkan.
● Reference
○ Hettiaratchy S, Papini R. Initial management of a major burn: I--
overview. BMJ. 2004;328(7455):1555-7.
2.7.1.3 Akses intravena
Pada pasien dengan luka lebih dari 20% luas permukaan tubuh perlu untuk
dilakukan resusitasi dengan akses vena perifer. Pada pasien dengan luka bakar
<30% TBSA, pemberian 2 akses intravena cukup untuk penanganan pasien,
namun pada pasien dengan TBSA lebih besar dibutuhkan akses sentral. Pada
kondisi luka bakar menutupi kulit yang tidak terbakar, diperlukan untuk infus
ditempatkan pada kulit yang terbakar ke dalam vena yang dapat diakses
(dianjurkan ekstremitas atas). Pada pasien dengan intubasi, dibutuhkan akses
arteri. Larutan kristaloid isotonik masih menjadi pilihan untuk terapi inisial (ie.
Ringer laktat), dikarenakan komponennya yang mengandung sodium, kalium,
kalsium, klorida, dan laktat. Pasien anak dengan berat badan <15 kg,
membutuhkan tambahan infus dekstrosa karena penyimpanan glikogen yang
inadekuat.6
Berdasarkan formula Parkland, pasien luka bakar membutuhkan ringer laktat 2-
4 mL/kgBB/%TBSA dalam 24 jam pertama guna memastikan sirkulasi aliran
darah dan perfusi renal yang adekuat. ½ dari perhitungan ini diberikan pada 8
jam pertama, dan ½ lagi diberikan dalam 16 jam kedepan.6
Kemudian dilakukan pemantauan pada urinary output per jam dengan target 0.5
ml/kgBB/jam pada pasien dewasa, dan 1 ml/kgBB/jam untuk anak <30 kg. Jika
target urin output tidak tercapai, laju cairan harus ditingkatkan sampai target
tercapai. Jika urin output diatas target, laju cairan harus diturunkan.6
2.7.1.4 Eskarotomi
Eskarotomi diindikasikan pada pasien luka bakar lingkar ekstremitas yang
mengganggu (full-thickness) dan dapat mengganggu ventilasi pasien. Hal ini
dilakukan di samping tempat tidur menggunakan pisau bedah atau elektrokauter,
untuk melepas eskar agar perfusi kembali membaik. Insisi dilakukan hanya
sampai mencapai eskar, dan tidak mencapai fascia.6

2.7.2 Tatalaksana lanjutan


2.7.2.1 Anamnesis
Anamnesis yang dapat digali pada pasien dengan luka bakar yang telah
mendapatkan pertolongan pertama, meliputi:6
● Kronologis terjadinya luka bakar merupakan informasi yang penting untuk
menentukan adanya asosiasi dengan cedera bentuk lainnya (ie. ketika
berusaha menghindar dari kebakaran, patah tulang atau cedera sistem lain
akibat ledakan).
● Menanyakan waktu terjadinya luka bakar.
● Lokasi terjadinya luka bakar (ie. ruang tertutup berpotensi cedera inhalasi
atau cedera otak).
● Riwayat penyakit pada pasien (ie. Diabetes, hipertensi, penyakit jantung,
penyakit paru, penyakit ginjal).
● Riwayat alergi maupun terapi obat yang sedang dikonsumsi pasien saat
kejadian.
● Mencari tau apakah ini kecelakaan atau kejadian yang sengaja dilakukan.
● Status imunisasi tetanus
2.7.2.2 Luas luka bakar

Figur 1.0 - Prinsip The Rule of Nines yang dapat dilakukan untuk menilai luas permukaan
tubuh.6

Saat menentukan luas luka bakar, dibutuhkan untuk menilai luas permukaan
tubuh yang terbakar dengan menggunakan The Rule of Nines. Berdasarkan hal
ini, diketahui bahwa luas permukaan tubuh pasien dewasa dengan anak berbeda,
dimana ditemukan proporsi yang lebih besar pada luas permukaan kepala anak
dibandingkan dewasa.6
2.7.2.3 Kedalaman luka bakar

A). Cedera luka bakar parsial-ketebalan B). Cedera luka bakar ketebalan sebagian.
dangkal.

C). Luka bakar parsial, ketebalan penuh. D). Cedera bakar ketebalan penuh.
Figur 1.1 - Kedalaman luka bakar.6

Kedalaman luka bakar merupakan pemeriksaan yang penting untuk menentukan


keparahan luka bakar, menentukan rencana terapi untuk luka, dan prediksi status
fungsional dan kosmetik pasien. Berdasarkan ketebalannya:6
● Ketebalan sebagian: Merah atau berbintik, disertai pembengkakan dan
adanya blister. Permukaan tampak basah, sangat sensitif terhadap udara.
● Ketebalan penuh: Tampak gelap dan kasar, kulit terlihat putih tembus
cahaya atau lilin, kering, permukaan tidak sakit, terdapat sedikit
pembengkakan pada jaringan yang terbakar.

2.7.3 Tatalaksana lainnya


● Melakukan pemeriksaan fisis (secondary survey) secara sistematis untuk
menentukan keterlibatan organ lain yang terasosiasi dari luka bakar.6
● Pemeriksaan penunjang:
○ Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui persentase hematokrit yang
dapat menggambarkan ada atau tidaknya dehidrasi pada pasien akibat
terjadinya ekstravasasi cairan. Hematokrit yang meningkat
mengindikasikan adanya penurunan volume plasma sehingga sel darah
merah menjadi lebih terkonsentrasi.
○ Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch
Data ini penting untuk diperoleh agar apabila suatu saat pasien memerlukan
transfusi darah.
○ Analisa gas darah dengan nilai HbCO
Nilai dari analisa gas darah dapat menjadi parameter dari trauma inhalasi
terutama pada pasien luka bakar akibat api. Pada kasus-kasus luka bakar,
hipoksemia arteri dan penurunan kadar saturasi oksihemoglobin adalah
penemuan yang sering. Namun penemuan dengan level
karboksihemoglobin rendah tidak dapat memastikan tidak terjadinya
inhalasi asap, karena waktu paruh yang singkat yaitu sekitar 4 jam atau
kurang.
○ Serum glukosa
Serum glukosa penting untuk diperiksa pada pasien dengan luka bakar
karena seringkali terjadi peningkatan kadar serum glukosa akibat respon
sistemik berupa peningkatan metabolisme. Selain itu, pasien dengan
peningkatan serum glukosa juga diindikasikan untuk pemberian insulin.
○ Elektrolit
Pada pasien luka bakar, kehilangan cairan dan elektrolit terjadi akibat
hilangnya fungsi kulit sebagai pelindung dari kehilangan cairan dan
elektrolit. Sebuah studi menemukan bahwa kadar serum natrium dapat
menjadi patokan untuk menghitung kebutuhan cairan resusitasi dan
rumatan.
○ Foto polos torak
Foto polos toraks diindikasikan pada pasien-pasien yang diintubasi dan/atau
dicurigai mengalami inhalasi asap. Namun selain foto polos toraks, foto
pada bagian tubuh lain juga dapat diindikasikan untuk menelaah cidera lain
yang bersangkutan.
● Menilai sirkulasi perifer pada luka bakar sirkumferensial: Tujuan dilakukan hal ini
adalah untuk mengesampingkan sindrom kompartmen (terjadinya peningkatan
tekanan pada kompartemen, yang menghalangi perfusi organ). Perlu dilakukan
adalah lepas semua perhiasan pada ekstremitas pasien, kaji status sirkulasi distal,
cek sianosis, cek capillary refill time, gejala neurologis progresif.6
● Insersi NGT: Dilakukan pada pasien yang mengalami mual, muntah, distensi
abdomen, ataupun luka bakar >20% TBSA untuk menghindari risiko aspirasi.
● Pemberian pengobatan (ie. Narkotika, analgesia, sedatif): Pada pasien yang
mengalami luka bakar yang parah, dapat ditemukan kondisi gelisah dan ansietas
akibat hipoksemia ataupun hipovolemia. Maka dari itu analgesia dan sedatif dengan
dosis kecil dapat diberikan melalui rute IV.
● Pemberian antibiotik: Indikasi pemberian antibiotik hanya untuk mengobati
infeksi, bukan untuk profilaksis.6

Figur 1.2 - Kedalaman luka bakar.(Toronto)

2.8 Indikasi rujuk


Berdasarkan The American Burn Association, tipe luka bakar yang dapat dirujuk adalah:6
1. Luka bakar partial-thickness dan full-thickness pada TBSA >10% pada setiap pasien.
2. Luka bakar partial-thickness dan full-thickness yang melibatkan wajah, telinga, mata,
tangan, kaki, genitalia dan perineum.
3. Luka bakar fulll-thickness dalam berbagai ukuran pada semua kelompok umur.
4. Luka bakar listrik yang signifikan (ie. cedera petir).
5. Luka bakar bahan kimia yang signifikan.
6. Cedera penghirupan.
7. Luka bakar pada pasien dengan kondisi komorbid yang dapat mempersulit perawatan,
memperpanjang pemulihan, serta mempengaruhi kematian.
8. Pasien luka bakar yang mengalami trauam dengan risiko morbiditas dan mortalitas.
9. Pasien anak dengan luka bakar yang ditangani pada Rumah Sakit dengan peralatan tidak
adekuat.
10. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan dukungan sosial dan emosional (ie. Dugaan
penganiayaan).
BAB III
PEMBAHASAN

Luka bakar didefinisikan sebagai cedera pada kulit dan jaringan sekitarnya, dapat
disebabkan oleh suhu, listrik, radiasi atau bahan kimia. Berdasarkan kasus, pasien merupakan anak
laki-laki berumur 3 tahun 8 bulan dengan riwayat terbakar oleh korek api yang dipercikan hingga
membakar baju pasien bagian depan, mengenai dada, perut dan pinggang hingga kedua tangan
ketika berusaha memadamkan api. Pasien terbakar dengan durasi kurang dari 10 detik yang
dipadamkan oleh Ibu dari pasien dan baju pasien kemudian dilepas. Setelah itu, pasien mengeluh
rasa nyeri pada luka dan nafas menjadi cepat. Luka kemudian berwarna merah muda, dengan kulit
terkelupas dan muncul bintil-bintil lepuh berisi air pada bagian tepi luka. Terdapat dua area luka
pada pasien yaitu pada bagian dada depan dan tangan kanan kiri dengan persentase luka bakar
mencapai 15% dari total permukaan tubuh. Apabila dilihat berdasarkan luka bakar pada pasien,
dapat dilihat luka pada bagian dada merupakan luka dengan grade III karena pada luka ditemukan
luka berwarna putih, tanpa bulli, dan pada pemeriksaan saat disentuh tidak ada sensasi nyeri karena
ujung saraf bebas sudah tidak ada lagi. Sehingga, dapat dikatakan pasien mengalami luka bakar
derajat III. Sementara itu, berdasarkan penampilan luka pada tangan pasien, dapat dikatakan luka
bakar merupakan luka bakar dengan derajat IIa dengan warna merah muda, kemerah-merahan
disertai dengan pengelupasan kulit. Pada sentuhan pasien merasakan nyeri sehingga dapat
disimpulkan adanya hipersensitivitas terhadap sentuhan akibat luka bakar. Untuk luas luka bakar
yang dialami, pada pasien ini diperkirakan mengalami luka bakar sebanyak 15%. Pada bagian dada
anterior, pasien mengalami luka bakar hampir setengah dari seluruh luas permukaan dada (13%),
dan terdapat beberapa luka bakar kecil pada bagian tangan sebanyak 2% dari luas permukaan tubuh
dan jika dijumlahkan totalnya adalah 15% luas permukaan tubuh.
Pasien kemudian saat sesampainya di puskesmas disiram cairan infus pada bagian luka
terbakar dan diberikan salep untuk luka bakar serta dirujuk ke RS. Budi Asih namun tidak
diberikan tatalaksana lanjutan. Berdasarkan tatalaksana, pertolongan pertama yang dapat
dilakukan adalah untuk menghentikan proses luka bakar dengan cara menjauhkannya dari sumber
luka bakar. Dalam hal ini, pakaian pasien langsung dilepaskan oleh sang Ibu. Setelah itu,
pertolongan yang dilakukan adalah mendinginkan luka bakar dengan cara irigasi dengan air yang
efektif pada 20 menit pertama untuk melepaskan dari bahan berbahaya serta mengurangi nyeri dan
edema dengan menstabilkan sel mast dan melepaskan histamin. Pada pasien ini, tidak ada
tatalaksana langsung yang diberikan di rumah pada pasien selama 20 menit pertama, dan
pendinginan luka bakar dilakukan 30 menit setelahnya. Pasien juga tidak dilakukan penutupan
luka bakar dengan menggunakan tutupan luka yang lembut, tidak menempel, kedap dan transparan
yang seharusnya dilakukan untuk mencegah infeksi serta penguapan yang dapat menyebabkan
dehidrasi dan syok hipovolemik. Selain mencegah penguapan cairan, penutupan dari luka bakar
juga dapat memperbaiki rasa nyeri yang dirasakan pasien. Berdasarkan tatalaksana, seharusnya
pasien dapat diberikan resusitasi cairan berupa pemasangan akses IV dan pemberian analgesic
sebelum kemudian dirujuk ke RSUD Kabupaten Tangerang. Setelah dirujuk, pasien kemudian
diberikan tatalaksana lanjutan yaitu penyiraman luka kembali menggunakan cairan infus,
pembersihan luka serta penutupan luka menggunakan plastik. Pemantauan dari tanda-tanda shock
terus dilakukan dengan melihat produksi urin setelah pemasangan kateter urin dan pemberian
cairan dilanjutkan berdasarkan klinis pasien. Pemberian antibiotik tidak diindikasikan pada pasien
dengan luka bakar kecuali ada bukti terjadinya infeksi. Selain itu, pasien juga dipasangkan NGT
yang disambungkan dengan suction untuk mencegah terjadinya aspirasi jika pasien merasa mual
dan muntah. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan untuk melihat kerusakan organ akibat luka
bakar adalah pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, analisis gas darah.
Berdasarkan indikasinya, pasien dapat dirawat jalan apabila luka bakar derajat II hanya
menutupi kurang dari 10% total permukaan tubuh dewasa atau luka bakar derajat II menutupi
kurang dari 5% total permukaan tubuh anak-anak atau tidak terdapat komorbid. Sementara,
indikasi rujuk ke Unit Luka Bakar (ULB) adalah pada pasien dengan usia kurang dari 5 tahun atau
lebih dari 60 tahun, luka bakar pada wajah, tangan atau perineum, trauma inhalasi, trauma kimia
lebih dari 5% total permukaan tubuh, trauma listrik atau trauma panas tekanan tinggi, trauma
akibat kekerasan, luas kulit pada anak-anak berusia kurang dari 16 tahun dengan persentase lebih
dari 5% dan dewasa diatas 16 tahun apabila mencakup 10% dari total permukaan luas tubuh. Tak
hanya itu, kondisi komorbid seperti kehamilan, imunosupresi, gangguan jantung, fraktur, trauma
kepala juga merupakan indikasi rujuk ke ULB. Pada pasien ini, sudah terdapat indikasi rujukan ke
ULB dengan usia pasien dibawah 5 tahun dengan luka bakar pada tangan dan luas luka mencapai
lebih dari 5% dari total permukaan tubuh.
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien laki-laki, usia 3 tahun 8 bulan datang dengan luka bakar pada 15% total body surface area
grade 2-3. Pasien diberikan tata laksana berupa pemeliharaan balutan, rencana debridement pada
Senin, 12 Agustus 2019, serta pemberian cairan KaEN-1B sebanyak 2 x 500 ml dan paracetamol
drop 3 x 180 mg.

Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia at bonam
Ad sanationam : bonam

Referensi
1. Thorne C, Grabb W, Smith J, Beasley R, Aston S, Bartlett S et al. Grabb and Smith's plastic
surgery. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Hettiarachy, S. Dziewulsky, P. Patophysiology and types of burns. 2015. The British Medical
Journal. Jun 12; 328(7453): 1427–1429.
3. Kaddoura, I. Burn injury: review of pathophysiology and therapeutic modalities in major burns.
2017.Ann Burns Fire Disasters. June 17; 30(2): 95–102.
4. Warby, R. and Maani, C. (2019). Burns Classification. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539773/ [Accessed 12 Aug. 2019].
5. Nielson, C. B., Duethman, N. C., Howard, J. M., Moncure, M., & Wood, J. G. (2017). Burns:
Pathophysiology of Systemic Complications and Current Management. Journal of burn care &
research : official publication of the American Burn Association, 38(1), e469–e481.
6. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual. 2013.
ACS Committee on Trauma. 9th edition. 323-40.
7. Vojvodic M and Young A. Toronto Notes Comprehensive Medical Reference and Review for
MCCQE and USMLE II. 2014. Toronto, Canada. 30th edition. 15-20.

Anda mungkin juga menyukai