Anda di halaman 1dari 19

“Tikrar Fii Qur’an”

Makalah disusun guna memenuhi tugas kuliah


Qowaid Tafsir

Dosen Pembimbing
Alfiyatul Azizah, Lc., M.Ud.

Oleh :
-Fata Aflaha (G100180030)
-Aldila Luthfiana R. (G100180028)
-Safa Aulia Al Haq (G100180006)
-Anisa Nur Fauziyah (G100180007)

ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

1
Daftar isi

Daftar isi ............................................................................................................................. 1

BAB I .................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 3

C. Tujuan .................................................................................................................... 3

BAB II................................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 4

A. Definisi Tikrar dalam Al-Qur’an ........................................................................ 4

B. Fungsi Tikrar ........................................................................................................ 4

C. Macam-Macam Tikrar ......................................................................................... 6

BAB III ............................................................................................................................. 17

KESIMPULAN ................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

1
BAB I

PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mukjizat. Al-
qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-
dasar hukum yang mencangkup segala hal.
Mempelajari isi al-qur’an akan menambah wawasan dan memperluas
pandangan dan pengetahuan,meningkatkan prespektif baru dan selalu
menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauhnya lagi, kita akan lebih
yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah
senagai penciptanya.
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat banyak sekali keunikan-
keunikan dan makna makna yang tersirat dalam ayat-ayat nya. Begitu juga
dengan persoalan tikrar atau pengulangan ayat-ayat dalam al-Qur’an.
Diperoleh banyak fungsi dan hikmah dari bentuk ini, salah satunya
adalah ta’kid dan tajdid bagi sebelumnya. Sebagai contoh, pengulangan
kisah-kisah dalam al-Qur’an mengenai nabi-nabi dan umat terdahulu.
Imam Qutaibah menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam kurun
waktu yang tidak singkat, tentunya keberagaman kabilah yang ada
dikomunitas arab waktu itu cukuplah banyak, sehingga jika tidak ada
pengulangan ayat, maka bisa jadi hikmah dan ibrah dari berbagai kisah
tersebut hanya terbatas pada kaum tertentu saja. Dengan kata lain, tanpa
tikrar dalam al-Qur’an, kisah-kisah yang sarat hikmah tersebut hanya akan
menjadi sekedar kisah basi yang hanya bisa dikenang.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk membahas lebih jauh
mengenai tikrar fi al-Qur’an berikut dengan kaidah-kaidah yang berkaitan
dengannya. Maka dalam makalah kali ini, akan coba dijelaskan lebih jauh
mengenai hal tersebut.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi tikrar fii al-qur’an?
2. Apa saja fungsi tikrar ?
3. Apa saja kaidah-kaidah tikrar dalam al-qur’an?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui definisi tikrar dalam al-qur’an.
2. Agar mengethui fungsi tikrar.
3. Agar mengetahui kaidah-kaidah tikrar dalam al-qur’an.

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Tikrar dalam Al-Qur’an
1. Secara bahasa :
Kata Tikrar (‫ ) اﻟﺘﻜﺮار‬adalah masdar dari kata kerja " "‫ ﻛﺮر‬yang
merupakan rangkaian kata dari huruf ‫ر‬-‫ر‬- ‫ ك‬. yang artinya mengulang
atau mengembalikan sesuatu berulangkali
2. Secara istilah :
" ‫" اﻋﺎدة اﻟﻠﻔﻆ او ﻣﺮادﻓﮫ ﻟﺘﻘﺮﯾﺮ اﻟﻤﻌﻨﻰ‬
mengulangi lafal atau yang sinonimnya untuk menetapkan (taqrir)
makna.
selain itu, ada juga yang memaknai tikrar dengan " ‫ذﻛﺮ اﻟﺸﻲء ﻣﺮﺗﯿﻦ‬
‫" ﻓﺼﺎﻋﺪا‬
menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal
terhadap sebuah makna secara berulang.

Definisi tikrar fii al-qur’an yaitu pengulangan redaksi kalimat atau


ayat dalam al-Qur’an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya
ataupun
maknanya dengan tujuan dan alasan tertentu.
B. Fungsi Tikrar
1. Sebagai taqrir (penetapan)
Dikatakan, ucapan jika terulang berfungsi menetapkan ( ‫الك ََل ُم ِإذَا تَك ََّر َر‬
‫ )تَقَ َّر َر‬. Allah swt. telah memperingatkan manusia dengan mengulang-
ulang kisah nabi dan umat terdahulu, nikmat dan azab, begitu
juga janji dan ancaman. Maka pengulangan ini menjadi satu ketetapan
yang berlaku.
Contoh pada QS. al-An‘am : 19

ِ ‫اَّلل آ َ ِل َهةً أ ُ ْخ َرى قُ ْل ََل أ َ ْش َهد ُ قُ ْل إِنَّ َما ُه َو إِلَهٌ َو‬


ٌ ‫احد‬ ِ َّ ‫أَئِنَّ ُك ْم لَت َ ْش َهدُونَ أ َ َّن َم َع‬
)91( َ‫َو ِإنَّ ِني َب ِري ٌء ِم َّما ت ُ ْش ِر ُكون‬

4
Artinya :
“Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain
di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah:
"Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.
Pengulangan jawaban dalam ayat tersebut merupakan penetapan
kebenaran tidak adanya Tuhan(sekutu) selain Allah.

2. Sebagai Ta’kid (penegasan) dan menuntut perhatian lebih ( ُ ‫تأ ْ ِك ْيد ٌ َو ِزيَادَة‬
‫)التّ ْن ِب ْي ِه‬
Pembicaraan yang diulang mengandung unsur penegasan atau
penekanan, menurut imam al-Suyuthi penekanan dengan menggunakan
pola tikrar setingkat lebih kuat dibanding dengan bentuk ta’kid. Hal ini
karena tikrar terkadang mengulang lafal yang sama, sehingga makna yang
dimaksud lebih mengena.
Contoh dalam Q.S. al-Mu’min (40 ): 38-39:
ُ ‫) َيا قَ ْو ِم ِإنَّ َما َه ِذ ِه ْال َح َياة‬83( ‫الرشَا ِد‬ َ ‫ون أ َ ْه ِد ُك ْم‬
َّ ‫س ِبي َل‬ ِ ُ‫َوقَا َل الَّذِي آ َ َمنَ َيا قَ ْو ِم ات َّ ِبع‬
)81( ‫ار ْال َق َر ِار‬ َ ‫ع َو ِإ َّن ْاْلَ ِخ َرة َ ِه‬
ُ َ‫ي د‬ ٌ ‫الدُّ ْنيَا َمتَا‬
Artinya:
“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah Aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah
negeri yang kekal”.
Pengulangan kata “yaa qaumi” pada kedua ayat diatas yang maknanya saling
berkaitan, berfungsi untuk memperjelas dan memperkuat peringatan yang
terkandung dalam ayat tersebut.
3. Pembaruan terhadap penyampaian yang telah lalu (‫)الَتجْ دِيد ُ ِل َع ْه ِد ِه‬
contoh, dalam Q.S. al-Baqarah : 89

‫علَى‬
َ َ‫ِق ِل َما َمعَ ُه ْم َو َكانُوا ِم ْن قَ ْب ُل يَ ْست َ ْف ِت ُحون‬ٌ ّ ‫صد‬ َّ ‫اب ِم ْن ِع ْن ِد‬
َ ‫اَّللِ ُم‬ ٌ َ ‫َولَ َّما َجا َء ُه ْم ِكت‬
)31( َ‫علَى ْال َكافِ ِرين‬ َ ‫الَّذِينَ َكفَ ُروا فَلَ َّما َجا َء ُه ْم َما‬
َّ ُ‫ع َرفُوا َكفَ ُروا بِ ِه فَلَ ْعنَة‬
َ ِ‫اَّلل‬

5
Artinya :
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa
yang ada pada mereka, Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan
Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang
kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya.
Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.”

Pengulangan kata ‫فلما جاءهم‬pada ayat diatas untuk mengingatkan atau

mengembalikan bahasan pada inti pembicaraan yang sebelumnya terpisah oleh

penjelasan lain.

4. Sebagai ta‘zim (menggambarkan agung dan besarnya satu perkara).


Contoh dalam QS. al-Qari’ah : 1-3

) 8 ( ُ ‫عة‬ ِ َ‫اك َما ْالق‬


َ ‫ار‬ َ ‫) َو َما أَد َْر‬2( ُ‫عة‬ ِ َ‫) َما ْالق‬9( ُ‫عة‬
َ ‫ار‬ ِ َ‫ْالق‬
َ ‫ار‬
Dari contoh diatas telah dipaparkan dalam kaidah bahwa salah satu
fungsi dari tikrar atau pengulangan adalah untuk menggambarkan
besarnya hal yang dimaksud.

C. Macam-Macam Tikrar
Tikrar (pengulangan) dibagi menjadi dua macam :
1. Tikrar al Lafdzi, yaitu pengulangan redaksi ayat di dalam al Qur’an
baik berupa huruf-hurufnya, kata ataupun redaksi kalimatnya dan
ayatnya.
a. Contoh pengulangan huruf. Pengulangan huruf ‫ ة‬pada akhir kata di
beberapa surah An Nazi‘at ayat 6-14:

‫ارهَا‬
ُ ‫ص‬َ ‫) أَ ْب‬3( ٌ‫اجفَة‬ ٌ ُ‫) قُل‬7( ُ‫الرا ِدفَة‬
ِ ‫وب يَ ْو َمئِ ٍذ َو‬ َّ ‫) تَتْبَعُ َها‬6( ُ‫اجفَة‬ ِ ‫الر‬ َّ ‫ف‬ ُ ‫يَ ْو َم ت َ ْر ُج‬
َ ‫) أ َ ِإذَا ُكنَّا ِع‬91( ‫) َيقُولُونَ أ َ ِإنَّا لَ َم ْرد ُودُونَ ِفي ْال َحا ِف َر ِة‬1( ٌ‫خَا ِش َعة‬
)99( ً ‫ظا ًما ن َِخ َرة‬
)98( ٌ ‫احدَة‬ ِ ‫ي زَ ْج َرة ٌ َو‬ َ ‫) فَإ ِ َّن َما ِه‬92( ٌ ‫قَالُوا ِت ْل َك ِإذًا َك َّرة ٌ خَا ِس َرة‬
َّ ‫فَإِذَا ُه ْم ِبال‬
(94) ِ‫سا ِه َرة‬

6
b. Contoh pengulangan kata, dapat dilihat pada surah Al-Fajr ayat 21-
22:

22(‫صفًّا‬ َ ُ‫) َو َجا َء َرب َُّك َو ْال َملَك‬29( ‫ض دَ ًّكا دَ ًّكا‬


َ ‫صفًّا‬ ُ ‫ت ْاْل َ ْر‬
ِ ‫َك َّل ِإذَا د ُ َّك‬
c. Contoh pengulangan ayat terdapat pada surahar Rahman:

.‫فَبِأَﱢي آَلِء َربﱢُكَما تَُكﱢذبَاِن‬


Ayat ini berulang kurang 31 kali dalam surah tersebut.

2. Tikrar al Ma’nawi, yaitu pengulangan redaksi ayat di dalam al Qur’an


yang pengulangannya lebih di titik beratkan kepada makna atau
maksud dan tujuan pengulangan tersebut. Sebagai contoh surah al
Baqarah ayat 238:

َ ‫صل ِة ْال ُو ْس‬


(283( َ‫طى َوقُو ُموا ِ ََّّللِ قَانِتِين‬ ِ ‫صلَ َوا‬
َّ ‫ت َوال‬ َّ ‫علَى ال‬ ُ ِ‫َحاف‬
َ ‫ظوا‬

As Salat al Wusta yang disebut dalam ayat diatas adalah


pengulangan makna dari kata as Salawat sebelumnya, karena masih
merupakan bagian darinya. Adapun penyebutannya sebagai
penekanan atas perintah memeliharanya.
Selain seperti contoh diatas, bentuk tikrar seperti ini biasanya
dapat dilihat ketika al Qur’an bercerita tentang kisah-kisah umat
terdahulu, menggambarkan azab dan nikmat, janji dan ancaman dan
lain sebagainya.

7
D. Kaidah- Kaidah Tikrar

1. Kaidah pertama

ِ ّ‫المتَ َع ِل‬
‫ق‬ ْ ‫قَ ْد يَ ِرد ُ ال ِت ّ ْك َرار ِلت َ َعدُّ ِد‬

Artinya:
Terkadang Adanya pengulangan karena banyaknya hal yang berkaitan
dengannya (maksud yang ingin disampaikan).

Adanya pengulangan beberapa ayat al-Qur’an disurah dan tempat yang

berbeda menyisakan pertanyaan dibenak para ilmuan sekaligus bahan perdebatan

dikalangan mereka. Hal ini bertolak belakang dari realitas metode al-Qur’an

sendiri yang dalam penjelasannya terkesan singkat padat dalam mendeskripsikan

sesuatu. Olehnya itu, al-Qur’an oleh sementara orang dinilai kacau dalam

sistematikanya.

Namun pertanyaan ini telah dijawab oleh para ilmuan Islam, bahwa

bentuk pengulangan dalam al-Qur’an adalah bukan hal yang sia-sia dan tidak

memiliki arti. Bahkan menurut mereka setiap lafal yang berulang tadi memiliki

kaitan erat dengan lafal sebelumnya. Sebagai contoh ayat-ayat dalam Q.S. al-
Rahman : 22-27

َ ‫) َولَهُ ْال َج َو ِار ْال ُم ْن‬28( ‫ان‬


‫شآَتُ فِي‬ ِ َ‫ي ِ آ َ ََل ِء َر ِبّ ُك َما ت ُ َك ِذّب‬ّ َ ‫) فَ ِبأ‬22( ‫ان‬ ُ ‫يَ ْخ ُر ُج ِم ْن ُه َما اللُّؤْ لُؤُ َو ْال َم ْر َج‬
ُ‫) َويَ ْب َقى َوجْ ه‬26( ‫ان‬ ٍ َ‫علَ ْي َها ف‬
َ ‫) ُك ُّل َم ْن‬22( ‫ان‬ ّ َ ‫) فَ ِبأ‬24( ‫ْالبَحْ ِر َك ْاْلَع َْل ِم‬
ِ َ‫ي ِ آ َ ََل ِء َر ِبّ ُك َما ت ُ َك ِذّب‬
23 )‫ان‬ ّ َ ‫) فَ ِبأ‬27( ‫اْل ْك َر ِام‬
ِ َ‫ي ِ آ َ ََل ِء َر ِبّ ُك َما ت ُ َك ِذّب‬ ِ ْ ‫َر ِبّكَ ذُو ْال َج َل ِل َو‬
Artinya :
“Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan? Dan kepunyaanNya lah bahtera-bahtera yang
Tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan?. Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.
8
ّ َ ‫) فَبِأ‬
ِ َ‫ي ِ آَ ََل ِء َربِّ ُك َما ت ُ َك ِذّب‬
Dalam surah di atas terdapat ayat yang berbunyi (‫ان‬
berulang lebih dari 30 kali yang kesemuanya menuntut adanya ikrar dan
pernyataan rasa syukur manusia atas berbagai nikmat Allah. Jika dilihat, tiap
pengulangan ayat ini didahului dengan penjelasan berbagai jenis nikmat yang
Allah berikan kepada hambanya . Jenis nikmat ini pun berbeda-beda, maka setiap
pengulangan ayat yang dimaksud, berkaitan erat dengan satu jenis nikmat. Dan
ketika ayat tersebut berulang kembali, maka kembalinya kepada nikmat lain yang
disebut sebelumnya. Inilah yang dimaksud oleh kaidah, bahwa terkadang
pengulangan lafal karena banyaknya hal yang berkaitan dengannya.
2. Kaidah Kedua

.‫لم يقع في كتاب هللا تكراربين متجورين‬

Artinya :
Tidak terjadi pengulangan antara dua hal yang berdekatan dalam kitabullah.
Maksud dari kata “mutajawirain” dalam kaidah ini adalah pengulangan
ayat dengan lafal dan makna yang sama tanpa fashil diantara keduanya.
Sebagai contoh pada QS. Al-Fatihah :1-3

)8(‫الر ِحي ِْم‬ َّ )2( َ‫) ا َ ْل َح ْمدُ ِ هَّللِ َربّ ِ ْالعٰ لَ ِميْن‬9(‫الر ِحيْم‬
َّ ‫الرحْ مٰ ِن‬ َّ ‫الرحْ مٰ ِن‬ ‫بِس ِْم ه‬
َّ ِ‫اَّلل‬

Ibn Jarir mengatakan bahwa kaidah ini justru nerupakan hujjah terhadap
orang-orang yang berpendapat bahwa basmallah merupakan bagian dari surah
al-Fatihah, karena jika demikian, maka dalam Al-Qur’an terjadi pengulangan
ayat dengan lafal dan makna yang sama tanpa adanya pemisah yang
maknanya dengan makna kedua ayat yang berulang tersebut.
Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa ayat 2 dari surah Al-Fatihah :
)2( َ‫ا َ ْل َح ْمدُ ِ هَّللِ َربّ ِ ْالعٰ لَ ِميْن‬

Adalah fashl (pemisah) diantara kedua ayat tersebut, maka hal ini dibantah
oleh para ahli ta’wil dengan alasan bahwa ayat “arrahmanirrahim” adalah ayat
yang diakhirkan lafalnya tapi ditaqdimkan maknanya. Makna secara utuhnya
adalah :

9
‫الحمد هللا الرحمن الرحيم رب العا لمين ملك يوم الدين‬

Dari contoh diatas, maka benarlah kaidah ini, bahwa dalam Al-Qur’an tidak
terdapat pengulangan yang saling berdekatan.
3. Kaidah Ketiga
‫ان‬
ِ ‫الم َع‬
ْ ‫ف‬ ِ َ‫ف بَيْنَ ْاْل َ ْلف‬
ِ ‫اظ ِإ ََّل ِ ِْل ْختِ َل‬ ُ ‫َلَيُخَا ِل‬
Artinya:
“Tidak ada perbedaan lafal kecuali adanya perbedaan makna”.
Contohnya dalam qur’an surah alKafirun ayat 2-4:
)4( ‫عبَدْت ُ ْم‬ َ ‫) َو ََل أَنَا‬8( ُ‫عابِدُونَ َما أ َ ْعبُد‬
َ ‫عابِدٌ َما‬ َ ‫) َو ََل أ َ ْنت ُ ْم‬2( َ‫ََل أ َ ْعبُدُ َما ت َ ْعبُدُون‬
Artinya :
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah.”
Lafadz َ‫ ََل أَ ْعبُدُ َما تَ ْعبُد ُون‬dan ‫ َو ََل أَنَا َعابِدٌ َما َعبَدْت ُ ْم‬sepintas memiliki arti yang sama,
namun ternyata memiliki perbedaan makna yang mendalam.
Lafadz َ‫ ََل أ َ ْعبُد ُ َما ت َ ْعبُد ُون‬memiliki makna bahwa Nabi Muhammad saw. tidak
menyembah berhala pada waktu tersebut dan akan datang. Sedangkan lafadz ‫َو ََل‬
‫ أَنَا َعابِد ٌ َما َعبَدْت ُ ْم‬lafadz ini menegasikan Nabi Muhammad menyembah berhala-
berhala yang telah lebih dulu mereka sembah.
Itulah yang dimaksud oleh kaidah ini, tidak ada perbedaan lafal kecuali terdapat
perbedaan makna didalamnya. Kedua lafal ini mempertegas unsur kemustahilan
– dulu, selalu dan selamanya – Muhammad tidak akan menyembah tuhan kaum
Quraiys (berhala).[19] Penyebutan salah satu lafal saja tidak bisa mencakup
semua makna tersebut.
4. Kaidah Keempat
ُ‫شي ُء في ِاْل ْستِ ْف َه ِام إِ ْستِ ْبعَادا ً لَه‬
َّ ‫ب ت َ َك َّر َر ال‬
ُ ‫العَ َر‬
Artinya :
Kaum Arab senantiasa mengulangi sesuatu dalam bentuk pertanyaan
untuk menunjukan mustahil terjadinya hal tersebut.

10
Sudah menjadi kebiasaan dikalangan bangsa arab dalam menyampaikan
suatu hal yang mustahil atau kemungkinan kecil akan terjadi pada diri seseorang.
Maka bangsa arab mempergunakan bentuk (‫ )إستفهام‬pertanyaan tanpa
menyebutkan maksudnya secara langsung. Maka dipergunakanlah pengulangan
guna menolak dan menjauhkan terjadinya hal itu. Contohnya jika si-A kecil
kemungkinan atau mustahil untuk pergi berperang, maka dikatakan
kepadanya (‫)أنت تجاهد؟ أأنت تجاهد؟‬. Pengulangan kalimat dalam bentuk istifham
pada contoh tersebut untuk menunjukkan mustahil terjadinya fi’il dari fa’il.
Seperti contoh dalam QS. Al-Mu’minun : 35
)82(‫ظا ًما أَنَّ ُك ْم ُم ْخ َر ُجون‬
َ ‫أَيَ ِعدُ ُك ْم أَنَّ ُك ْم إِذَا ِمت ُّ ْم َو ُك ْنت ُ ْم ت ُ َرابًا َو ِع‬

Artinya :
“Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan
telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu Sesungguhnya akan dikeluarkan
(dari kuburmu)?”
Kalimat "‫انكم‬ ‫"ايعدكم‬kemudian diikuti oleh kalimat ` ‫"انكم‬
"‫مخرجون‬mengandung arti mustahilnya kebangkitan setelah kematian. Ayat ini
merupakan jawaban dari pengingkaran orang-orang kafir terhadap adanya hari
akhir.
5. Kaidah Kelima
‫علَي ِاْل ْعتِنَاء‬ ُ ‫التِ ْك َر‬
َ ‫ار َيدُ ُّل‬
Artinya:
“ Pengulangan menunjukkan perhatian atas hal tersebut”.
Sebagai contoh dari aplikasi kaedah ini Q.S. Al-Naba’ (78):1-5:

َ ‫) َك َّل‬8( َ‫) الَّذِي ُه ْم فِي ِه ُم ْخت َ ِلفُون‬2( ‫ع ِن النَّبَإ ِ ْالعَ ِظ ِيم‬


)4( َ‫سيَ ْعلَ ُمون‬ َ )9( َ‫سا َءلُون‬ َ َ ‫ع َّم يَت‬َ
َ ‫ث ُ َّم َك َّل‬
(2(‫سيَ ْعلَ ُمون‬
Artinya :
“Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?. Tentang berita yang besar. yang
mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak kelak mereka akan mengetahui,.
Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.”

11
Surah diatas bercerita tentang hari kiamat yang waktu terjadinya
diperdebatkan banyak orang. Dalam surah tersebut lafal ‫كل سيعلمون‬diulang dua
kali menunjukkan bahwa hal yang diperdebatkan tersebut benar-benar tidak
akan pernah bisa diketahui tepatnya.

Sifat-sifat Allah swt. yang kerap berulang kali dalam al-Qur’an


pada setiap surah menegaskan pentingnya untuk mengetahui dan kewajiban
mengimaninya. Begitu juga dengan berbagai kisah umat terdahulu sebagai contoh
yang sarat pesan dan hikmah.

6. Kaidah Keenam

‫ف ْال َم ْع ِرفَ ِة‬


ِ ‫ ِب ِخ َل‬,ُ‫علَي الت َّ َعدُّد‬ ْ َّ‫ت دَل‬
َ ‫ت‬ ْ ‫النَّ ِك َرة ُ ِإذَا ت َ َك َّر َر‬

Artinya:
“Jika hal yang berbentuk nakirah (umum/tidak diketahui) mengalami
pengulangan maka ia menunjukkan berbilang, berbeda dengan hal yang
bentuknya ma‘rifah (khusus/diketahui).”

Dalam kaedah bahasa arab apabila isim (kata benda) disebut dua kali atau
berulang , maka dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu:
(1) keduanya adalah isim al-nakirah,
-maka ism kedua bukanlah yang pertama, dengan kata lain maksudnya
menunjukkan pada hal yang berbeda.
Contoh pada QS. Ar-Rum : 54
‫ش ْي َبةً يَ ْخلُ ُق‬ َ ٍ‫ض ْعفٍ قُ َّوة ً ث ُ َّم َج َع َل ِم ْن َب ْع ِد قُ َّوة‬
َ ‫ض ْعفًا َو‬ َ ‫اَّللُ الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن‬
َ ‫ض ْعفٍ ث ُ َّم َج َع َل ِم ْن َب ْع ِد‬ َّ
)24( ‫ِير‬ ُ ‫َما َيشَا ُء َو ُه َو ْال َع ِلي ُم ْالقَد‬
Artinya:

12
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi
Maha Kuasa.”
Lafal ‫ضعفا‬pada ayat diatas terulang tiga kali dalam bentuk nakirah yang
menurut kaedah bila terdapat dua ism al-nakirah yang terulang dua kali maka
yang kedua pada hakekatnya bukanlah yang pertama. Dengan demikian, ketiga
lafal dha‘if memiliki makna yang berbeda-beda.
Menurut al-Qurtubi dalam tafsirnya al-Jami‘ li al-Ahkam al-Qur’an,
arti ‫ضعفا‬pertama adalah terbentuknya manusia dari ‫نطفة ضعيفة‬sperma yang lemah
dan hina, kemudian beranjak ke fase kedua yaitu ‫حالة الضعيفة في الطفولة والصغر‬.
(keadaan manusia yang lemah pada masa awal kelahiran), kemudian ditutup
dengan fase ketiga yaitu (‫“ )حالة الضعيفة في الهرم والشيخوخة‬keadaan lemah saat usia
senja dan jompo”.

(2) keduanya ism al-ma’rifah,


bahwa yang kedua pada hakekatnya adalah yang pertama kecuali
terdapat qarinah yang menghendaki makna selainnya,
contohnya pada QS. Al-Fatihah 6-7 :
َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََل الضَّالِّين‬
َ ‫ب‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
ِ ‫ضو‬ َ َ‫ط الَّذِينَ أ َ ْن َع ْمت‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫ص َرا‬ َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬
ِ )6( ‫يم‬ َ ‫ص َرا‬
ّ ِ ‫ا ْه ِدنَا ال‬
)7(
Artinya :
Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.
Lafal sirat yang terdapat pada ayat di atas terulang dua kali, pertama dalam
bentuk ism al-ma’rifah yang ditandai dengan memberi kata sandang alif
lam ‫الصراط‬dan kedua dalam bentuk ma’rifah juga, yang ditandai dengan
susunan id}a>fah ‫صراط الذين‬. maka ism yang disebut kedua sama dengan yang
pertama.

13
(3) Pertama ism al-nakirah dan kedua ism al-ma‘rifah.
Dalam hal ini keduanya memiliki arti yang sama, sebagai contoh dalam
Q.S. al-Muzammil (73): 15-16 :
‫ع ْو ُن‬ ً ‫س‬
َ َ‫) فَع‬92( ‫وَل‬
َ ‫صى فِ ْر‬ َ ‫س ْلنَا إِلَى فِ ْر‬
ُ ‫ع ْونَ َر‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم َك َما أ َ ْر‬ ً ‫س‬
َ ‫وَل شَا ِهدًا‬ ُ ‫س ْلنَا إِلَ ْي ُك ْم َر‬
َ ‫إِنَّا أ َ ْر‬
)96(ً‫سو َل فَأ َ َخ ْذنَاهُ أ َ ْخذًا َوبِيل‬ ُ ‫الر‬َّ
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah)
seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah
mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun. Maka Fir'aun mendurhakai
Rasul itu, lalu Kami siksa Dia dengan siksaan yang berat.”

Menurut M. Quraish Shihab, dalam ayat ini Allah memberitahukan kepada


kaum Quraish bahwa ia telah mengutus Muhammad untuk menjadi saksi atas
mereka sebagaimana Allah mengutus kepada Fir’aun seorang rasul yaitu nabi
Musa as. Kemudian mereka ingkar dan mendurhakai nabi Musa as. dan
menjadikan patung sapi menjadi sembahannya. Berdasarkan kaedah yang ketiga
ini, maka yang dimaksud dengan rasul pada penyebutan kedua adalah sama
dengan yang pertama, yaitu nabi musa. Jadi makna nabi pada ayat 15 yang diutus
kepada Fir’aun adalah juga nabi yang diingkarinya pada ayat setelahnya.

(4) Pertama ism al-ma‘rifah dan kedua ism al-nakirah.


kaidah yang berlaku tergantung kepada indikatornya (qarinah). Olehnya
itu ia terbagi ke dalam dua:
a. Indikator menunjukkan bahwa keduanya memiliki makna yang
berbeda. Hal ini seperti yang ditunjukkan oleh firman Allah dalam
Q.S. al-Rum (30): 55:

)22( َ‫ع ٍة َكذَلِكَ َكانُوا يُؤْ فَ ُكون‬


َ ‫سا‬ َ ‫عةُ يُ ْق ِس ُم ْال ُمجْ ِر ُمونَ َما لَبِثُوا‬
َ ‫غي َْر‬ َّ ‫َويَ ْو َم تَقُو ُم ال‬
َ ‫سا‬

14
Artinya :

“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa;


Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". seperti
Demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran).”

Lafal (‫ )الساعة‬pada ayat diatas terulang sebanyak dua kali, yang pertama

menunjukkan isim ma‘rifah sedang kedua menunjukkan isim al-nakirah.

Dalam kasus ini lafal yang disebutkan kedua pada hakikatnya bukanlah

yang pertama. Pengertian ini dapat diketahui dari siya>q al-kala>m dimana yang

pertama berarti ‫(يوم الحساب‬hari kiamat) sedangkan yang kedua lebih terkait dengan

waktu.

b. Indikator yang menyatakan bahwa keduanya adalah sama,


contohnya firman Allah dalam Q.S. al-Zumar (39): 27-28:

َ ‫) قُ ْرآَنًا‬27( َ‫اس فِي َهذَا ْالقُ ْرآ َ ِن ِم ْن ُك ِّل َمث َ ٍل لَعَلَّ ُه ْم يَتَذَ َّك ُرون‬
َ ‫ع َربِيًّا‬
‫غي َْر ذِي‬ ِ َّ‫ض َر ْبنَا ِللن‬َ ‫َولَقَ ْد‬
)23( َ‫ِع َوجٍ لَعَلَّ ُه ْم يَتَّقُون‬

Artinya :

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al-Qur’an ini setiap
macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (ialah) al-Qur’an dalam
bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa”

Lafalh (‫ )القرآن‬pada ayat di atas juga terulang sebanyak dua kali, yaitu
pertama dalam bentuk ism al-ma`rifah dan yang kedua dalam bentuk isim al-
nakirah.
Dalam kasus ini yang dimaksud dengan al-Qur’an yang disebut kedua,
hakikatnya sama dengan “al-Qur’an” yang disebutkan pertama

15
7. Kaidah Ketujuh

‫اذا اتحد الشرط والجزاء لفظا دل على الفخامة‬

Artinya:

Jika ketetapan dan jawaban (keterangan) bergabung dalam satu lafal maka
hal itu menunjukkan keagungan (besarnya) hal tersebut.

Maksud dari kaidah diatas kembali kepada lafal yang dimaksud,


jika terjadi pengulangan dengan lafal yang sama - penyebutan yang
pertama sebagai satu ketetapan sedang penyebutan yang kedua sebagai
jawaban (keterangan) dari ketetapan tersebut, maka itu menunjukkan
besarnya hal yang dimaksud.

Contoh QS. Al-Haqqah : 1-2

)2( ُ‫) َما ْال َحاقَّة‬9( ُ‫ْال َحاقَّة‬

Artinya:

“Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu ?.”

Dari contoh diatas, lafal yang menjadi ketetapan (mubtada’) dan


keterangan (khabar) adalah lafal yang sama. Kata “ ‫ ” الحاقة‬diulang dan
bukan menggunakan lafal “ ‫” ماهي ؟‬, pengulangan lafal mubtada’ sebagai
jawaban atau keterangan seperti ini, menurut Ibn al-Dausy bermaksud
sebagai pengagungan dan menggambarkan besarnya hal tersebut.

16
BAB III

KESIMPULAN
Kaidah kaidah tafsir diperlukan oleh para mufassir dalam menafsirkan
ayat-ayat al-qur’an. Dalam makalah ini telah dibahas mengenai tikrar fii al-qur’an
yang artinya adalah pengulangan – pengulangan dalam al-Qur,an. Pada bab tikrar
ini ada tiga bahasan, yaitu definisi tikrar, fungsi tikrar dan kaidah-kaidah tikrar.

Definisi tikrar adalah pengulangan, fungsi tikrar ada empat yaitu sebagai
taqrir (penetapan), ta’zhim (pengagungan), ta’kid (penegasan), dan tajdid terhadap
sebelumnya. Sedangkan kaidah tikara ada tujuh yang masing - masing ada
pengaplikasiannya dalam al-Qur’an.

17
DAFTAR PUSTAKA

KM. Abdul Gaffar, S. M. (2012, Januari 28). islamic sains. Diambil kembali dari
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2012/01/v-
behaviorurldefaultvmlo.html?m=1

Mufron, A. (2014). Pengantar Ilmu Tafsir dan Qur'an. Yogyakarta: Lingkar


Media.

Rahman, D. (1998). Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Qur'an. Bandung: mizan.

18

Anda mungkin juga menyukai