Dosen Pembimbing
Alfiyatul Azizah, Lc., M.Ud.
Oleh :
-Fata Aflaha (G100180030)
-Aldila Luthfiana R. (G100180028)
-Safa Aulia Al Haq (G100180006)
-Anisa Nur Fauziyah (G100180007)
1
Daftar isi
BAB I .................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB II................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 4
KESIMPULAN ................................................................................................................. 17
1
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mukjizat. Al-
qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-
dasar hukum yang mencangkup segala hal.
Mempelajari isi al-qur’an akan menambah wawasan dan memperluas
pandangan dan pengetahuan,meningkatkan prespektif baru dan selalu
menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauhnya lagi, kita akan lebih
yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah
senagai penciptanya.
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat banyak sekali keunikan-
keunikan dan makna makna yang tersirat dalam ayat-ayat nya. Begitu juga
dengan persoalan tikrar atau pengulangan ayat-ayat dalam al-Qur’an.
Diperoleh banyak fungsi dan hikmah dari bentuk ini, salah satunya
adalah ta’kid dan tajdid bagi sebelumnya. Sebagai contoh, pengulangan
kisah-kisah dalam al-Qur’an mengenai nabi-nabi dan umat terdahulu.
Imam Qutaibah menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam kurun
waktu yang tidak singkat, tentunya keberagaman kabilah yang ada
dikomunitas arab waktu itu cukuplah banyak, sehingga jika tidak ada
pengulangan ayat, maka bisa jadi hikmah dan ibrah dari berbagai kisah
tersebut hanya terbatas pada kaum tertentu saja. Dengan kata lain, tanpa
tikrar dalam al-Qur’an, kisah-kisah yang sarat hikmah tersebut hanya akan
menjadi sekedar kisah basi yang hanya bisa dikenang.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk membahas lebih jauh
mengenai tikrar fi al-Qur’an berikut dengan kaidah-kaidah yang berkaitan
dengannya. Maka dalam makalah kali ini, akan coba dijelaskan lebih jauh
mengenai hal tersebut.
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi tikrar fii al-qur’an?
2. Apa saja fungsi tikrar ?
3. Apa saja kaidah-kaidah tikrar dalam al-qur’an?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui definisi tikrar dalam al-qur’an.
2. Agar mengethui fungsi tikrar.
3. Agar mengetahui kaidah-kaidah tikrar dalam al-qur’an.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tikrar dalam Al-Qur’an
1. Secara bahasa :
Kata Tikrar ( ) اﻟﺘﻜﺮارadalah masdar dari kata kerja " " ﻛﺮرyang
merupakan rangkaian kata dari huruf ر-ر- ك. yang artinya mengulang
atau mengembalikan sesuatu berulangkali
2. Secara istilah :
" " اﻋﺎدة اﻟﻠﻔﻆ او ﻣﺮادﻓﮫ ﻟﺘﻘﺮﯾﺮ اﻟﻤﻌﻨﻰ
mengulangi lafal atau yang sinonimnya untuk menetapkan (taqrir)
makna.
selain itu, ada juga yang memaknai tikrar dengan " ذﻛﺮ اﻟﺸﻲء ﻣﺮﺗﯿﻦ
" ﻓﺼﺎﻋﺪا
menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal
terhadap sebuah makna secara berulang.
4
Artinya :
“Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain
di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah:
"Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.
Pengulangan jawaban dalam ayat tersebut merupakan penetapan
kebenaran tidak adanya Tuhan(sekutu) selain Allah.
2. Sebagai Ta’kid (penegasan) dan menuntut perhatian lebih ( ُ تأ ْ ِك ْيد ٌ َو ِزيَادَة
)التّ ْن ِب ْي ِه
Pembicaraan yang diulang mengandung unsur penegasan atau
penekanan, menurut imam al-Suyuthi penekanan dengan menggunakan
pola tikrar setingkat lebih kuat dibanding dengan bentuk ta’kid. Hal ini
karena tikrar terkadang mengulang lafal yang sama, sehingga makna yang
dimaksud lebih mengena.
Contoh dalam Q.S. al-Mu’min (40 ): 38-39:
ُ ) َيا قَ ْو ِم ِإنَّ َما َه ِذ ِه ْال َح َياة83( الرشَا ِد َ ون أ َ ْه ِد ُك ْم
َّ س ِبي َل ِ َُوقَا َل الَّذِي آ َ َمنَ َيا قَ ْو ِم ات َّ ِبع
)81( ار ْال َق َر ِار َ ع َو ِإ َّن ْاْلَ ِخ َرة َ ِه
ُ َي د ٌ الدُّ ْنيَا َمتَا
Artinya:
“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah Aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah
negeri yang kekal”.
Pengulangan kata “yaa qaumi” pada kedua ayat diatas yang maknanya saling
berkaitan, berfungsi untuk memperjelas dan memperkuat peringatan yang
terkandung dalam ayat tersebut.
3. Pembaruan terhadap penyampaian yang telah lalu ()الَتجْ دِيد ُ ِل َع ْه ِد ِه
contoh, dalam Q.S. al-Baqarah : 89
علَى
َ َِق ِل َما َمعَ ُه ْم َو َكانُوا ِم ْن قَ ْب ُل يَ ْست َ ْف ِت ُحونٌ ّ صد َّ اب ِم ْن ِع ْن ِد
َ اَّللِ ُم ٌ َ َولَ َّما َجا َء ُه ْم ِكت
)31( َعلَى ْال َكافِ ِرين َ الَّذِينَ َكفَ ُروا فَلَ َّما َجا َء ُه ْم َما
َّ ُع َرفُوا َكفَ ُروا بِ ِه فَلَ ْعنَة
َ ِاَّلل
5
Artinya :
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa
yang ada pada mereka, Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan
Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang
kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya.
Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.”
penjelasan lain.
C. Macam-Macam Tikrar
Tikrar (pengulangan) dibagi menjadi dua macam :
1. Tikrar al Lafdzi, yaitu pengulangan redaksi ayat di dalam al Qur’an
baik berupa huruf-hurufnya, kata ataupun redaksi kalimatnya dan
ayatnya.
a. Contoh pengulangan huruf. Pengulangan huruf ةpada akhir kata di
beberapa surah An Nazi‘at ayat 6-14:
ارهَا
ُ صَ ) أَ ْب3( ٌاجفَة ٌ ُ) قُل7( ُالرا ِدفَة
ِ وب يَ ْو َمئِ ٍذ َو َّ ) تَتْبَعُ َها6( ُاجفَة ِ الر َّ ف ُ يَ ْو َم ت َ ْر ُج
َ ) أ َ ِإذَا ُكنَّا ِع91( ) َيقُولُونَ أ َ ِإنَّا لَ َم ْرد ُودُونَ ِفي ْال َحا ِف َر ِة1( ٌخَا ِش َعة
)99( ً ظا ًما ن َِخ َرة
)98( ٌ احدَة ِ ي زَ ْج َرة ٌ َو َ ) فَإ ِ َّن َما ِه92( ٌ قَالُوا ِت ْل َك ِإذًا َك َّرة ٌ خَا ِس َرة
َّ فَإِذَا ُه ْم ِبال
(94) ِسا ِه َرة
6
b. Contoh pengulangan kata, dapat dilihat pada surah Al-Fajr ayat 21-
22:
7
D. Kaidah- Kaidah Tikrar
1. Kaidah pertama
ِ ّالمتَ َع ِل
ق ْ قَ ْد يَ ِرد ُ ال ِت ّ ْك َرار ِلت َ َعدُّ ِد
Artinya:
Terkadang Adanya pengulangan karena banyaknya hal yang berkaitan
dengannya (maksud yang ingin disampaikan).
dikalangan mereka. Hal ini bertolak belakang dari realitas metode al-Qur’an
sesuatu. Olehnya itu, al-Qur’an oleh sementara orang dinilai kacau dalam
sistematikanya.
Namun pertanyaan ini telah dijawab oleh para ilmuan Islam, bahwa
bentuk pengulangan dalam al-Qur’an adalah bukan hal yang sia-sia dan tidak
memiliki arti. Bahkan menurut mereka setiap lafal yang berulang tadi memiliki
kaitan erat dengan lafal sebelumnya. Sebagai contoh ayat-ayat dalam Q.S. al-
Rahman : 22-27
Artinya :
Tidak terjadi pengulangan antara dua hal yang berdekatan dalam kitabullah.
Maksud dari kata “mutajawirain” dalam kaidah ini adalah pengulangan
ayat dengan lafal dan makna yang sama tanpa fashil diantara keduanya.
Sebagai contoh pada QS. Al-Fatihah :1-3
)8(الر ِحي ِْم َّ )2( َ) ا َ ْل َح ْمدُ ِ هَّللِ َربّ ِ ْالعٰ لَ ِميْن9(الر ِحيْم
َّ الرحْ مٰ ِن َّ الرحْ مٰ ِن بِس ِْم ه
َّ ِاَّلل
Ibn Jarir mengatakan bahwa kaidah ini justru nerupakan hujjah terhadap
orang-orang yang berpendapat bahwa basmallah merupakan bagian dari surah
al-Fatihah, karena jika demikian, maka dalam Al-Qur’an terjadi pengulangan
ayat dengan lafal dan makna yang sama tanpa adanya pemisah yang
maknanya dengan makna kedua ayat yang berulang tersebut.
Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa ayat 2 dari surah Al-Fatihah :
)2( َا َ ْل َح ْمدُ ِ هَّللِ َربّ ِ ْالعٰ لَ ِميْن
Adalah fashl (pemisah) diantara kedua ayat tersebut, maka hal ini dibantah
oleh para ahli ta’wil dengan alasan bahwa ayat “arrahmanirrahim” adalah ayat
yang diakhirkan lafalnya tapi ditaqdimkan maknanya. Makna secara utuhnya
adalah :
9
الحمد هللا الرحمن الرحيم رب العا لمين ملك يوم الدين
Dari contoh diatas, maka benarlah kaidah ini, bahwa dalam Al-Qur’an tidak
terdapat pengulangan yang saling berdekatan.
3. Kaidah Ketiga
ان
ِ الم َع
ْ ف ِ َف بَيْنَ ْاْل َ ْلف
ِ اظ ِإ ََّل ِ ِْل ْختِ َل ُ َلَيُخَا ِل
Artinya:
“Tidak ada perbedaan lafal kecuali adanya perbedaan makna”.
Contohnya dalam qur’an surah alKafirun ayat 2-4:
)4( عبَدْت ُ ْم َ ) َو ََل أَنَا8( ُعابِدُونَ َما أ َ ْعبُد
َ عابِدٌ َما َ ) َو ََل أ َ ْنت ُ ْم2( َََل أ َ ْعبُدُ َما ت َ ْعبُدُون
Artinya :
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah.”
Lafadz َ ََل أَ ْعبُدُ َما تَ ْعبُد ُونdan َو ََل أَنَا َعابِدٌ َما َعبَدْت ُ ْمsepintas memiliki arti yang sama,
namun ternyata memiliki perbedaan makna yang mendalam.
Lafadz َ ََل أ َ ْعبُد ُ َما ت َ ْعبُد ُونmemiliki makna bahwa Nabi Muhammad saw. tidak
menyembah berhala pada waktu tersebut dan akan datang. Sedangkan lafadz َو ََل
أَنَا َعابِد ٌ َما َعبَدْت ُ ْمlafadz ini menegasikan Nabi Muhammad menyembah berhala-
berhala yang telah lebih dulu mereka sembah.
Itulah yang dimaksud oleh kaidah ini, tidak ada perbedaan lafal kecuali terdapat
perbedaan makna didalamnya. Kedua lafal ini mempertegas unsur kemustahilan
– dulu, selalu dan selamanya – Muhammad tidak akan menyembah tuhan kaum
Quraiys (berhala).[19] Penyebutan salah satu lafal saja tidak bisa mencakup
semua makna tersebut.
4. Kaidah Keempat
ُشي ُء في ِاْل ْستِ ْف َه ِام إِ ْستِ ْبعَادا ً لَه
َّ ب ت َ َك َّر َر ال
ُ العَ َر
Artinya :
Kaum Arab senantiasa mengulangi sesuatu dalam bentuk pertanyaan
untuk menunjukan mustahil terjadinya hal tersebut.
10
Sudah menjadi kebiasaan dikalangan bangsa arab dalam menyampaikan
suatu hal yang mustahil atau kemungkinan kecil akan terjadi pada diri seseorang.
Maka bangsa arab mempergunakan bentuk ( )إستفهامpertanyaan tanpa
menyebutkan maksudnya secara langsung. Maka dipergunakanlah pengulangan
guna menolak dan menjauhkan terjadinya hal itu. Contohnya jika si-A kecil
kemungkinan atau mustahil untuk pergi berperang, maka dikatakan
kepadanya ()أنت تجاهد؟ أأنت تجاهد؟. Pengulangan kalimat dalam bentuk istifham
pada contoh tersebut untuk menunjukkan mustahil terjadinya fi’il dari fa’il.
Seperti contoh dalam QS. Al-Mu’minun : 35
)82(ظا ًما أَنَّ ُك ْم ُم ْخ َر ُجون
َ أَيَ ِعدُ ُك ْم أَنَّ ُك ْم إِذَا ِمت ُّ ْم َو ُك ْنت ُ ْم ت ُ َرابًا َو ِع
Artinya :
“Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan
telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu Sesungguhnya akan dikeluarkan
(dari kuburmu)?”
Kalimat "انكم "ايعدكمkemudian diikuti oleh kalimat ` "انكم
"مخرجونmengandung arti mustahilnya kebangkitan setelah kematian. Ayat ini
merupakan jawaban dari pengingkaran orang-orang kafir terhadap adanya hari
akhir.
5. Kaidah Kelima
علَي ِاْل ْعتِنَاء ُ التِ ْك َر
َ ار َيدُ ُّل
Artinya:
“ Pengulangan menunjukkan perhatian atas hal tersebut”.
Sebagai contoh dari aplikasi kaedah ini Q.S. Al-Naba’ (78):1-5:
11
Surah diatas bercerita tentang hari kiamat yang waktu terjadinya
diperdebatkan banyak orang. Dalam surah tersebut lafal كل سيعلمونdiulang dua
kali menunjukkan bahwa hal yang diperdebatkan tersebut benar-benar tidak
akan pernah bisa diketahui tepatnya.
6. Kaidah Keenam
Artinya:
“Jika hal yang berbentuk nakirah (umum/tidak diketahui) mengalami
pengulangan maka ia menunjukkan berbilang, berbeda dengan hal yang
bentuknya ma‘rifah (khusus/diketahui).”
Dalam kaedah bahasa arab apabila isim (kata benda) disebut dua kali atau
berulang , maka dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu:
(1) keduanya adalah isim al-nakirah,
-maka ism kedua bukanlah yang pertama, dengan kata lain maksudnya
menunjukkan pada hal yang berbeda.
Contoh pada QS. Ar-Rum : 54
ش ْي َبةً يَ ْخلُ ُق َ ٍض ْعفٍ قُ َّوة ً ث ُ َّم َج َع َل ِم ْن َب ْع ِد قُ َّوة
َ ض ْعفًا َو َ اَّللُ الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن
َ ض ْعفٍ ث ُ َّم َج َع َل ِم ْن َب ْع ِد َّ
)24( ِير ُ َما َيشَا ُء َو ُه َو ْال َع ِلي ُم ْالقَد
Artinya:
12
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi
Maha Kuasa.”
Lafal ضعفاpada ayat diatas terulang tiga kali dalam bentuk nakirah yang
menurut kaedah bila terdapat dua ism al-nakirah yang terulang dua kali maka
yang kedua pada hakekatnya bukanlah yang pertama. Dengan demikian, ketiga
lafal dha‘if memiliki makna yang berbeda-beda.
Menurut al-Qurtubi dalam tafsirnya al-Jami‘ li al-Ahkam al-Qur’an,
arti ضعفاpertama adalah terbentuknya manusia dari نطفة ضعيفةsperma yang lemah
dan hina, kemudian beranjak ke fase kedua yaitu حالة الضعيفة في الطفولة والصغر.
(keadaan manusia yang lemah pada masa awal kelahiran), kemudian ditutup
dengan fase ketiga yaitu (“ )حالة الضعيفة في الهرم والشيخوخةkeadaan lemah saat usia
senja dan jompo”.
13
(3) Pertama ism al-nakirah dan kedua ism al-ma‘rifah.
Dalam hal ini keduanya memiliki arti yang sama, sebagai contoh dalam
Q.S. al-Muzammil (73): 15-16 :
ع ْو ُن ً س
َ َ) فَع92( وَل
َ صى فِ ْر َ س ْلنَا إِلَى فِ ْر
ُ ع ْونَ َر َ علَ ْي ُك ْم َك َما أ َ ْر ً س
َ وَل شَا ِهدًا ُ س ْلنَا إِلَ ْي ُك ْم َر
َ إِنَّا أ َ ْر
)96(ًسو َل فَأ َ َخ ْذنَاهُ أ َ ْخذًا َوبِيل ُ الرَّ
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah)
seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah
mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun. Maka Fir'aun mendurhakai
Rasul itu, lalu Kami siksa Dia dengan siksaan yang berat.”
14
Artinya :
Lafal ( )الساعةpada ayat diatas terulang sebanyak dua kali, yang pertama
Dalam kasus ini lafal yang disebutkan kedua pada hakikatnya bukanlah
yang pertama. Pengertian ini dapat diketahui dari siya>q al-kala>m dimana yang
pertama berarti (يوم الحسابhari kiamat) sedangkan yang kedua lebih terkait dengan
waktu.
َ ) قُ ْرآَنًا27( َاس فِي َهذَا ْالقُ ْرآ َ ِن ِم ْن ُك ِّل َمث َ ٍل لَعَلَّ ُه ْم يَتَذَ َّك ُرون
َ ع َربِيًّا
غي َْر ذِي ِ َّض َر ْبنَا ِللنَ َولَقَ ْد
)23( َِع َوجٍ لَعَلَّ ُه ْم يَتَّقُون
Artinya :
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al-Qur’an ini setiap
macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (ialah) al-Qur’an dalam
bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa”
Lafalh ( )القرآنpada ayat di atas juga terulang sebanyak dua kali, yaitu
pertama dalam bentuk ism al-ma`rifah dan yang kedua dalam bentuk isim al-
nakirah.
Dalam kasus ini yang dimaksud dengan al-Qur’an yang disebut kedua,
hakikatnya sama dengan “al-Qur’an” yang disebutkan pertama
15
7. Kaidah Ketujuh
Artinya:
Jika ketetapan dan jawaban (keterangan) bergabung dalam satu lafal maka
hal itu menunjukkan keagungan (besarnya) hal tersebut.
Artinya:
16
BAB III
KESIMPULAN
Kaidah kaidah tafsir diperlukan oleh para mufassir dalam menafsirkan
ayat-ayat al-qur’an. Dalam makalah ini telah dibahas mengenai tikrar fii al-qur’an
yang artinya adalah pengulangan – pengulangan dalam al-Qur,an. Pada bab tikrar
ini ada tiga bahasan, yaitu definisi tikrar, fungsi tikrar dan kaidah-kaidah tikrar.
Definisi tikrar adalah pengulangan, fungsi tikrar ada empat yaitu sebagai
taqrir (penetapan), ta’zhim (pengagungan), ta’kid (penegasan), dan tajdid terhadap
sebelumnya. Sedangkan kaidah tikara ada tujuh yang masing - masing ada
pengaplikasiannya dalam al-Qur’an.
17
DAFTAR PUSTAKA
KM. Abdul Gaffar, S. M. (2012, Januari 28). islamic sains. Diambil kembali dari
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2012/01/v-
behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
18