Makalah Pembuatan Tempe Bioteknologi Rhi
Makalah Pembuatan Tempe Bioteknologi Rhi
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe mempunyai
beberapa khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare, mempercepat
proses penyembuhan duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat menurunkan
kadar kolesterol, dapat mengurangi toksisitas, mencegah anemia, menghambat
penuaan, serta mampu menghambat resiko jantung koroner, penyakit gula, dan
kanker. Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan dasar kedelai juga
diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam hal ini
kapang.
Pembuatan tempe dikenal beberapa macam laru atau inokulum yang dapat
digunakan. Penggunaan laru yang baik sangat penting untuk menghasilkan tempe
menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe diiris-iris tipis, dikeringkan dengan
Menurut Hidayat (2012), Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase
yaitu :
1. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam
lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan
terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga
menunjukkan masa yang lebih kompak.
2. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe
dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam
lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah
sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia,
terbuat dari kedelai. Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering
dicuci, direndam semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air
rendam dibuang. Kedelai lalu dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan,
ditaburkan dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam
panci yang dangkal dan didiamkan pada suhu 300C selama 20 - 24 jam. Dalam waktu
itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur. Sekarang tempe siap
untuk dikosumsi. (Wirakartakusumah, dkk; 1992).
3.2.1. Bahan:
1. Biji kedelai sebanyak 1 kg
2. Ragi Tempe 1 sendok makan
3.2.2. Alat:
1. Panci,
2. kompor gas,
3. tampah,
4. tapisan,
5. sendok nasi,
6. ember,
7. pembungkus, terdiri dari
a. Kulit Pisang
b. Plastik
8. serbet.
9. lilin
1. Kedelai direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam.
2. Setelah direndam sehari semalam dalam air rendaman, lalu kulit ari kedelai
dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji terbelah.
3. Kedelai yang telah dibuang kulitnya direbus lagi dengan air baru dan bersih
selama ± 30 menit sampai titik didih tercapai. Kemudian rebusan kedelai
ditiriskan pada tampah yang beralaskan daun Pisang, lalu didinginkan.
4. Setelah rebusan kedelai dingin dan mulai kering, taburkan bibit tempe (ragi)
sebanyak 1 sendok makan untuk 1 kg kedelai yang telah di siapkan sampai
benar-benar merata.
5. Kedelai yang sudah dicampur bibit tempe, di lakukan 2 perlakuan yang
berbeda dalam pembungkusan :
6. Perlakuan pertama, dibungkus dengan daun pisang yang telah dilayukan.
7. Perlakuan yang kedua, kedelai yang telah diberikan ragi dibungkus dengan
menggunakan plastic, setelah kedelai masuk dalam plastic ujung dari plastic
di rekatkan dengan cara mendekatkan ujung dari plastic yang tebuka kea pi
dari lilin. Setelah plastic tertutup bagian sisi dari plastic tersebut di lubangi
menggunakan jarum atau lidi.
8. Setelah itudisimpan selama dua hari.
9. Pengamatan dilakukan pada hari kedua, untuk melihat hasil yang didapatkan
dari pembuatan Tempe.
Akan tetapi dari data yang ditemukan, kami mengalami kegagalan dalam
pembuatan Tempe ketika membuatnya dengan bungkus plastic, dari kedua data yang
didapatkan ini kami sementara menyimpulkan bahwa daun pisang lebih cock dalam
pembuatan Tempe. Tempe yang dibuat dengan menggunakan bahan plastic sebagai
pembungkus sudah membusuk pada hari kedua pengamatan, dimana seharusnya pada
jangka waktu hari tersebut diharapkan yang terjadi adalah bentuk Tempe yang
diinginkan.
Sesuai dengan data dan informasi ilmiah yang kami dapatkan, pada proses
fermentasi tempe terdiri atas tiga fase yaitu : (a). Fase pertumbuhan cepat ini
berlangsung 0 sampai 30 jam pertama, terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas,
penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, dengan terbentuknya miselia pada
permukaan biji yang semakin lebat setelah fase ini lalu masuk pada fase kedua
(b)Fase transisi yang berlangsung setelah 30 jam pertama sampai 50 jam fermentasi
berlangsung yang merupakan fase optimal fermentasi tempe yang siap untuk
dipasarkan. Setalah 50 jam tempe masuk pada (c) Fase pembusukan atau
fermentasi lanjut yang terjadi akibat proses ini adalah terbentuknya ammonia, yang
artinya tempe pada jangka waktu ini jika tidak mendapatkan perlakuan yang baik
akan segera membususk.
Pada percobaan yang telah kami lakukan yang terjadi adalah pada Tempa
yang dibungkus dengan bahan pembungkus berupa plastic telah membusuk pada hari
kedua yang masi dalam jangka waktu 48 jam fermentasi yang seharusnya pada
waktu-waktu tersebut Tempe dalam keadaan optimal atau paling baik. Ini jelas
membuktikan plastic yang digunakan tidak terlalu cocok dalam pengolahan tempe,
apalagi dengan pengolahan yang tidak higienis, termasuk tidak cocok untuk produksi
sekala rumahan.
Sementara itu daun pisang merupakan bahan organik yang memiliki sifat
kontaminan alami yang ada pada daunnya. Macam bakteri yang sering ada pada
permukaan daun adalah Bacillus cereus, B.Subtilis, Lacotbacillus acidophilus sp.,
Staphylococcus aureus, S.epidermidis, pseudomonas sp.,Corynebacterium
sp.,Micrococcus sp. Kapang yang sering ada adalah Mucor mucedo, Aspergillus
niger, A.flavus, penicilium expansum,Rhizopus stolonifer (Supardi dan Sukamto,
1999). Sejak dulu daun pisang digunakan oleh masyarakat jawa sebagai pembungkus
makanan terutama tempe, hal ini disebabkan karena membungkus tempe dengan daun
pisang sama halnya dengan menyimpan tempe dalam ruang gelap dimana hal itu
adalah salah satu syarat ruang fermentasi.
1. Tempe merupkan salah satu produk bioteknologi terbuat dari singkong yang
difermentasikan oleh Rhizopus oligosporus.
2. Peran Rhizopus oligosporus dalam pembutan tempe adalah Rhizopus akan
menggunakan Oksigen dan menghasilkan CO2 yang akan menghambat
beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan menghambat
pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan
antibiotikayang dapat menghambat pertumbuhan banyak mikrobia.
3. Untuk pembungkusan tempe sebaiknya menggunakan bahan daun pisang,
untuk menghindari tepe yang dibuat tidak cepat membusuk.
4. Cita rasa tempe kedelai ditentukan oleh jenis kedelainya dan ditentukan juga
oleh jenis pembungkus yang digunakan selama fermentasi. Selama ini yang
kita ketahui ada dua jenis pembungkus tempe, yaitu plastik dan daun pisang.
Kemasan plastik memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta
dapat diberi warna, sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang
terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan
makanan yang dikemas. Daun pisang memiliki kelebihan pembungkus alami
yang tidak mengandung bahan kimia, mudah ditemukan, mudah di lipat dan
memberi aroma sedap.
5.2 Saran
a) Sebaiknya dalam praktikum pembuatan tempe ,alat dan bahan yang akan
digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan kemudian disterilkan agar
pembuatan tempe dapat berhasil kita lakukan.
b) Sebagai pembaca umum, diharapkan laporan ini dapat menambah wawasan
anda menjadi lebih luas lagi dalam hal pembuatan tempe
http://eliskomariah.blogspot.com/2013/04/karya-ilmiah-bahaya-plastik-bagi.html
http://faishalibnu.blogspot.com/2013/03/laporan-pembuatan-tempe.html
http://www.slideshare.net/reenha/lap3-pembuatan-tempe?related=4
http://artha-harianja.blogspot.com/2013/06/makalah-pemanfaatan-bioteknologi-
untuk.html
http://www.google.co.id