Anda di halaman 1dari 31

I.

JUDUL :
Titrasi Penetralan (Asidi–Alkalimetri) dan Aplikasinya
II. TANGGAL PERCOBAAN : Jumat, 11 November 2016
III. WAKTU PERCOBAAN : 13.00-15.30 WIB
IV. TUJUAN :
1. Membuat dan menentukan standarisasi larutan asam
2. Menentukan kadar NaHCO3 dalam soda kue
V. DASAR TEORI
Bermacam-macam zat asam dan basa, baik organik maupun anorganik dapat
ditentukan dengan titrasi asam basa.Juga banyak contoh yang analitnya dapat
diubah secara kimia menjadi asam atau basa dan kemudian ditentukan kadarnya
dengan titrasi asam-basa.
Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam
basa.Reaksi ini menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral.Dasar reaksi pada
titrasi penetralan ini adalah reaksi antara ion hydrogen (H+) yang bersifat asam
dan ion hidroksida (OH-) yang bersifat basa dan membentuk air yang bersifat
netral, reaksi ini termasuk reaksi netralisasi.Reaksi ini dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (Asam) dengan penerima proton (basa).
𝐻++ 𝑂𝐻−→𝐻2𝑂
Ada dua macam reaksi penetralan, yaitu :
 Asidimetri
Titrasi penetralan yang melibatkan larutan basa dengan asam yang
diketahui konsentrasinya. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara
kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan larutan baku asam.
 Alkalimetri
Titrasi penetralan yang melibatkan larutan asam dengan basa yang
diketahui konsentrasinya. Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-
senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa.
Macam-macam reaksi penetralan yaitu:
1) Penetralan asam kuat oleh basa kuat
Titik ekivalen terjadi pada saat pH larutan 7, dimana asam dan basa
tepat habis bereaksi. Untuk menunjukkan titik ekivalen dapat digunakan
indikator metil merah, metil orange, bromtimol biru atau fenolftalein
Indikator-indikator tersebut menunjukkan perubahan warna pada sekitar
titik ekivalen. Fenolftalein lebih sering digunakan karena memberikan
perubahan warna yang lebih tajam disekitar titik ekivalen.
2) Penetralan asam lemah oleh basa kuat
Titik ekivalen berada diatas 7, yaitu antara 8 dan 9. Lonjakan
perubahan pH antara pH ± 7 sampai pH ± 10. Sebagai indikator digunakan
fenolftalein, karena jika menggunakan metil merah akan terjadi perubahan
warna sebelum tercapai titik ekivalen.
3) Penetralan basa lemah oleh asam kuat.
Titik ekivalen berada dibawah 7, lonjakan perubahan pH antara
pH ± 7 sampai pH ± 4. Sebagai indikator digunakan metil merah (trayek ;
4,2 - 6,3)
Indikator asam basa sebagai zat petunjuk derajat keasaman larutan senyawa
organik struktur rumit yang berubah warnanya bila pH larutan berubah. Misalnya,
mejil jingga berwarna merah jika dalam larutaan yang memiliki pH dibawah 3,1
dan akan berubah menjadi kuning dalam larutan yang memiliki pH diatas 4,4.
Pada rentang pH 3,1 sampai dengan 4,4 membentuk campuran warna dari merah
ke kuning.

Aplikasi titrasi penetralan


Salah satu contoh aplikasi titrasi penetralan yaitu titrasi pada natrium
bikarbonat (NaHCO3) atau soda kue.
Senyawa ini disebut juga baking soda (soda kue), Sodium bikarbonat,
natrium hidrogen karbonat, dan lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang
sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa
ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk
gaskarbon dioksida, yang menyebabkan roti "mengembang".
Pada keadaan dingin NaHCO3 murni tidak dapat memberikan warna pada
indikator fenolftalein sehingga tidak dapat dititrasi dengan menggunakan
indikator fenolftalein. NaHCO3dapat dititrasi dengan asam standart dan metil
orange akan digunakan sebagai indikatornya. (Hamilton,1960)
Pada saat NaHCO3atau Na2CO3ditetesi indicator metil orange, larutan
berwarna kuning muda dikarenakan NaHCO3atau Na2CO3yang bersifat basa yaitu
diatas trayek pH metil orange (>4,4). Namun saat dititrasi dengan HCl dan
mencapai titik akhir, larutan berubah menjadi asam dikarenakan adanya H+
berlebih.H+ berlebih tersebut bereaksi dengan indikator metil orange dan
menghasilkan perubahan warna menjadi jingga kemerahan yang menandakan
bahwa larutan tersebut menjadi asam.
Pada reaksi NaHCO3dengan HCl :
HCO3- + H3O+ → H2CO3 + H2O
NaHCO3(aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + CO2(g) + H2O (l)
Pada reaksi Na2CO3dengan HCl :
Na2CO3(aq) + 2HCl (aq) → 2NaCl (aq) + 2H2O (l) + CO2 (g)
Perlakuan tersebut berlaku pada titrasi penetralan pada ion karbonat untuk 1
indikator
Namun terdapat titrasi penetralan pada ion karbonat untuk 2 indikator
yaitu fenolftalein dan metil orange.Pada penentuan campuran karbonat, ion
karbonat dititrasi dalam dua langkah:
CO32- + H3O+1 → HCO3- + H2O (dengan indikator phenolftalein)
HCO3- + H3O+ → H2CO3 + H2O (dengan indikator metil orange)
Ion karbonat adalah basa, tetapi ion ini bergabung dengan ion hidrogen dalam
2 tahap yaitu:
CO32- + H3O+1 → HCO3- + H2O..................................................(1)
HCO3- + H3O+ → H2CO3 + H2O..................................................(2)
Fenolftalein, dengan skala pH 8,0 sampai 9,6adalah indikator yang cocok
1
untuk titik akhir pertama, karena pH sebuah larutan NaHCO3 adalah 2 (𝑝𝐾𝑎1 +

𝑝𝐾𝑎2 ) atau 8,35. Metil orange, dengan skala pH 3,1 sampai 4,4 cocok untuk titik
akhir yang kedua. Sebuah larutan CO2 jenuh mempunyai pH sekitar 3,9.
Hubungan untuk
Bahan Milimol bahan yang ada
identifikasi kualitatif
NaOH 𝑣2 = 0 𝑀 × 𝑣1
Na2CO3 𝑣1 = 𝑣2 𝑀 × 𝑣1
NaHCO3 𝑣1 = 0 𝑀 × 𝑣2
NaOH + Na2CO3 𝑣1 > 𝑣2 𝑁𝑎𝑂𝐻 ∶ 𝑀 × (𝑣1 − 𝑣2 )
𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 ∶ 𝑀 × 𝑣2
NaHCO3 + Na2CO3 𝑣1 < 𝑣2 𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ∶ 𝑀 × (𝑣2 − 𝑣1 )
𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 ∶ 𝑀 × 𝑣1
VI. ALAT DAN BAHAN
 Alat
1. Neraca analitik 1 buah
2. Labu ukur 250 mL 1 buah
3. Labu ukur 1 L 1 buah
4. Pipet gondok 10 mL 1 buah
5. Buret 1 buah
6. Statif 1 buah
7. Klem 1 buah
8. Erlenmeyer 3 buah
9. Gelas ukur 10 mL 1 buah
10. Gelas kimia 100 mL 1 buah
11. Corong 1 buah
12. Spatula 1 buah
13. Botol roll film 3 buah
14. Pipet tetes 4 buah
 Bahan
1. Soda kue 3,6 gram
2. Air suling secukupnya (±1000 mL)
3. Indikator metil orange 2-3 tetes
4. HCl pekat murni ± 9mL
5. Na2CO3 ± 1,3 gram
VII.CARA PELAKSANAAN
 Membuat Larutan Asam Klorida ± 0,1N

HCl Pekat Murni


 Diukur 9 mL menggunakan gelas ukur

 Dimasukkan kedalam labu ukur 1L yang sudah


beerisi 500 mL air suling
 ditambah air suling sampai batas meniscus
 Dijungkir balik/dikocok hingga homogen

HCl ± 0,1 N
 Standarisasi HCl

HCl 0,1 N 5 mL

 Dibilaskan pada buret sebanyak 3 kali


 Buret diisi dengan HCl hingga 2-3 ml diatas batas 0 pada buret
 Keran buret dibuka hingga HCl keluar dan tepat pada batas 0

HCl pada Buret

Padatan Na2CO3
 Ditimbang sebanyak ± 1,3 gr dengan botol timbang
 Dipindahkan dalam labu ukur ukuran 250 mL
 Dilarutkan dengan air suling
 Diencerkan sampai tanda batas
 Dihomogenkan
Larutan Na2CO3
 Diambil 10 mL dengan pipet
 Dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 mL
 Ditambahkan 10 mL air suling
 Ditambahkan 3 tetes indikator metil jingga
Larutan
Na2CO3berwarna
kuning muda
 Diletakkan dibawah buret dengan kertas putih sebagai alasnya
 Dititrasi dengan HCl pada buret yang telah disiapkan
Larutan berwarna
jingga kemerahan
 Dicatat volume HCl
 Dilakukan pengulangan titrasi sebanyak 3 kali
 Dihitung konsentrasi rata-rata HCl

Konsentrasi rata-
rata HCl
 Aplikasi titrasi penetralan (penentuan NaHCO3 pada soda kue)

Soda Kue (NaHCO3)

 Ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 3,6 gr


 Dimasukkan pada labu ukur 250 mL
 Dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 mL
Larutan tidak
berwarna

 Diambil dengan pipet


 Diukur volumenya sebanyak 10 mL
 Dimasukkan dalam Erlenmeyer
 Ditambah 3 tetes indikator metil jingga
Larutan berwarna
kuning muda

 Dititrasi dengan HCl standart


Larutan berwarna
jingga kemerahan

 Dicatat volume HCl


 Dilakukan pengulangan titrasi sebanyak 3 kali
 Dihitung konsentrasi rata-rata NaHCO3

Konsentrasi rata-rata
NaHCO3

Reaksi :
1. Pada proses standarisasi HCl
Na2CO3 (aq) + 2HCl (aq) → 2NaCl (aq) + H2O (l) + CO2 (g)
2. Pada proses penentuan kadar NaHCO3
NaHCO3(aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
3. Reaksi pada proses titrasi
CO32- + H3O+ → HCO3- + H2O
HCO3- + H3O+ → H2CO3 + H2O
H2CO3 (aq) → CO2 (g) + H2O (l)
VIII. PRANCANGAN PERCOBAAN
Urutan
Rangkaian percobaan Keterangan
rangkaian
1 Dilakukan penimbanagn suatu zat yang akan
digunakan untuk praktikum, seperti Na2CO3
dan NaHCO3. Tahapan penimbangan yaitu
dibuka kaca pada neraca analitik, dimasukkan
roll film untuk tempat zat/padatannya, kaca
ditutup kembali, di tekan tombol Tare untuk
mengenolkan. Setelah nol, dibuka kaca dan
dimasukkan zat ke dalam roll film untuk
ditimbang. Pengambilan dengan spatula.
Diukur hingga didapat massa yang
diinginkan. Jangan lupa kaca ditutup kembali
2 Setelah didapatkan padatan zat yang akan
diuji, kemudian padatan dilarutkan dengan
aquades kedalam labu ukur. Mula-mula
pengisian aquades sampai setengah volume
labu ukur kemudian dihomogenkan.
Kemudian ditambah aquades lagi hingga
mencapai batas meniskus. Kemudian larutan
dijungkir balik agar homogen.
3 Setelah didapatkan larutan dari zat Na2CO3
atau NaHCO3, dilakukan pengambilan
sebanyak 10 mL dengan menggunakan pipet
gondok agar diperoleh volume yang tepat
terutama pengambilan larutan NaHCO3
Karena larutan NaHCO yang akan diuji atau
dihitung kadarnya, sehingga harus tepat.
Pengambilan larutan dengan pipet gondok
dengan cara, mengeluarkan semua udara,
ujung pipet dimasukkan dalam larutan,
kemudian diputar keatas gear yang ada pada
samping Pro-pipet untuk menyedot larutan.
Sedangkan untuk mengeluarkan, dengan cara
memutar kebawah gear pada samping Pro-
pipet.
Namun untuk pengambilan Na2CO3 tidak
perlu menggunakan pipet gondok, cukup
dengan pipet tetes dan diukur pada gelas
ukur. Karena larutan Na2CO3 digunakan
untuk standarisasi.
4 Kemudian buret diisi dengan HCl sebagai
titran dengan menggunakan corong dan pada
posisi keran terbuka agar cairan dapat keluar.
Pengisian dilebihkan diatas batas nol
kemudian di keluarkan melalui keran dan
dihentikan saat HCl benar-benar pada skala
nol, agar dan tidak ada udara yang tersisa
dalam buret
Sedangkan untuk titrat, sebelumnya diberi 3
tetes indikator metil jingga yang dapat
membantu menentukan titik akhir titrasi.
5. Pada saat titrat berubah warna, maka titik
akhir telah tercapai. Mengetahui hal tersebut,
titrasi dihentikan, dicatat volumenya. Pada
penentuan volume titran pastikan mata tegak
lurus dengan skala pada buret dan lihat pada
cekung bawah larutan tersebut.

Perlakuan hampir sama pada Na2CO3 maupun NaHCO3


X. ANALISIS dan PEMBAHASAN
Percobaan yang kami lakukan yaitu percobaan Asidi-Alkalimetri (titrasi
penetralan) dengan aplikasinya yaitu penentuan kadar NaHCO3 dalam soda kue
bermerk “Merak”. Tujuan dari praktikum tersebut adalah membuat dan
menentukan standarisasi larutan asam yang akan digunakan untuk menitrasi soda
kue nantinya, dan menentukan kadar NaHCO3 dalam soda kue. Reaksi
penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa. Dasar
reaksi pada titrasi penetralan ini adalah reaksi antara ion hydrogen (H+) yang
bersifat asam dan ion hidroksida (OH-) yang bersifat basa dan membentuk air
yang bersifat netral, reaksi ini termasuk reaksi netralisasi. Reaksi ini dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (Asam) dengan penerima proton
(basa). Pada percobaan tersebut, termasuk jenis titrasi penetralan asidimetri,
karena pada percobaan tersebut melibatkan larutan basa dengan asam yang telah
diketahui konsentrasinya (larutan baku asam). Asam yang digunakan pada
percobaan kali ini adalah HCl.
Untuk menentukan kadar NaHCO3 pada soda kue dilakukan percobaan
sebagai berikut:

1. Pertama-tama menstandarisasi larutan HCl 0,1 N


Sebelumnya dapat dijelaskan bahwa proses titrasi adalah menentukan
molaritas asam ataupun basa. Pada basa Na2CO3 dan NaHCO3 digunakan titran
yaitu HCl dikarenakan Na2CO3 dan NaHCO3 merupakan basa lemah yang hanya
bisa dititrasi dengan asam kuat seperti HCl. Penggunakan asam kuat HCl juga
dimaksudkan karena HCl, tidak volatile, bersifat stabil dan hanya korosif pada
Cu, steinless steel (MSDS, HCl). Dan bukan merupakan oksidator maupun
reduktor kuat sehingga tidak merusak kerja indicator yang digunakan.
Sebelum percobaan dilakukan langkah pertama adalah membersihkan alat-
alat yang akan digunakan seperti, corong, labu ukur 250 mL, gelas ukur, gelas
kimia, pipet tetes, pipet gondok dan erlenmeyer dengan menggunakan air dan
kemudian dikeringkan, hal ini dilakukan agar tidak ada zat-zat pengotor atau zat-
zat sisa sebelumnya yang berkemungkinan dapat mengganggu dan
mempengaruhi reaksi sehingga hasil reaksi tidak sesuai dengan teori. Namun
untuk buret, cara pembersihannya yaitu dengan cara membilas buret
menggunakan HCl 0,1 N sebanyak 3 kali. Larutan HCl dimasukkan pada buret
melalui lubang atas yang telah diberi corong serta dengan posisi keran pada
buret terbuka dan terdapat gelas kimia dibawahnya agar HCl 0,1 N tersebut
dapat keluar dan ditampung dalam gelas kimia tersebut. Hal itu ditujukan agar
pada buret benar-benar larutan HCl 0,1 N bukan larutan atau zat sisa-sisa atau
pengotor yang lain yang nantinya berkemungkinan dapat mengganggu proses
penitrasian. Kemudian pengisisan dibuat melebihi skala nol dan mengeluarkanya
melalui ujung buret agar benar-benar tidak ada udara didalam buret tersebut.
Pengeluaran dihentikan hingga larutan HCl tepat pada skala 0,1 N. Penglihatan
skala juga pada posisi mata pengamat tegak lurus dengan skala pada buret dan
dipastikan batas skala nol mengenai cekung bawah pada larutan agar diperoleh
nilai skala yang tepat.
Setelah alat benar-benar bersih, mula mula dilakukan penimbangan massa
padatan Na2CO3 anhidrat murni yang berbentuk Kristal halus berwarna putih
sebanyak ± 1,3 gram dengan menggunakan neraca analitik. Hal tersebut
dilakukan karena neraca analitik memiliki ketelitian yang cukup tinggi dan dapat
menimbang zat atau benda sampai batas kecil yaitu 0,0001 gram. Penimbangan
dan pengambilan Na2CO3 dengan spatula dan tidak dengan perlakuan khusus,
karena sifat Na2CO3 yang tidak bersifat volatile, stabil dan tidak korosif pada
benda bahan kaca (MSDS Na2CO3). Penimbangan Na2CO3 dengan cara menaruh
roll film didalam neraca analitik sebagai tempat padatan Na2CO3 nantinya,
kemudian ditekan tombol yang berfungsi untuk meng-nolkan massa. Hal itu
bertujuan agar massa yang kita peroleh yaitu massa padatan Na2CO3 itu sendiri,
bukan massa Na2CO3 dengan roll film tersebut.
Setelah padatan Na2CO3 ditimbang, diperoleh massa Na2CO3 yaitu 1,3000
gram . Kemudian padatan Na2CO3 dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL
dengan menggunakan corong. Kemudian dimasukkan air suling/aquades,
penuangan aquades dengan cara dituang memutar pada corong yang
dimaksudkan untuk melarutkan sisa-sisa padatan Na2CO3 yang masih menempel
pada corong agar dapat pula masuk kedalam labu ukur. Pengisian aquades yaitu
hingga setengah volume labu ukur yaitu 125 mL, setelah itu dihomogenkan.
Setelah terlihat homogen, ditambah aquades lagi hingga sampai tanda batas
meniskus pada labu ukur atau sampai volumenya 250 mL aquades . Pada saat
volume hampir mencapai batas meniskus, pemberian aquades dengan
menggunakan pipet tetes secara hati-hati agar tidak sampai melebihi batas
meniscus karena untuk keakuratan konsentrasi larutan yang dibuat dan agar
tidak terjadi kesalahan konsentrasi. Karena keakuratan tersebut berpengaruh
terhadap percobaan yang akan dilakukan selanjutnya. Kemudian dihomogenkan
dengan cara menjungkir balikkan labu ukur sampai tidak terlihat bintik putih
atau serbuk yang ada pada labu ukur atau mungkin agar padatan Na2CO3 yang
mungkin ada pada dinding labu ukur dapat ikut larut. Massa Na2CO3 dibuat 1,3
gram dan volume dibuat 250 mL agar diperoleh normalitas sebesar 0,1 N yang
digunakan untuk menstandarisasi HCl agar diperoleh harga normalitas HCl yaitu
0,1 N dengan perhitungan berikut:
𝑛𝑒𝑞 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
N Na2CO3 = =
𝑉 𝐵𝑒×𝑉
1,3000 𝑔𝑟
= 52,995×0,25 𝑚𝐿

= 0,0981 𝑁
Dengan harga Bilangan ekivalen Na2CO3 yang diperoleh dari berat molekul (Mr
Na2CO3) dibagi jumlah jumlah kation univalen pada Na2CO3 yaitu jumlah Na+
pada Na2CO3 yaitu 2 dari reaksi berikut:
Na2CO3 → 2Na+ + CO32-
Yang mana nantinya HCl tersebut digunakan untuk menitrasi dan
menentukan kadar NaHCO3 pada soda kue. Perubahan fasa Na2CO32- dari padat
menajdi cairan yaitu sebagai berikut:
Na2CO3 (s) + H2O (l) → Na2CO3 (aq)
Setelah larutan Na2CO3 0,1 N siap, kemudian diambil sebanyak 10 mL
dengan pipet tetes. Saat penggunaan pipet hal yang harus diperhatikan adalah
kebersihan pipet. Pipet tidak boleh kotor ataupun dipakai bergantian untuk
mengambil senyawa lain supaya tidak ada kontaminasi yang dapat
mempengaruhi reaksi. Penggunaan pipet tetes dengan cara menekan terlebih
dahulu karet pada pipet tetes untuk mengeluarkan udaranya kemudian
melepaskannya pada saat ujung pipet telah tercelup pada larutan. Cara tersebut
merupakan prosedur penggunaan pipet tetes yang benar, karena jika kita salah
melakukannya seperti mencelupkan dahulu ujung pipet pada larutan dan
menekan karet pada pipet, hal tersebut menyebabkan udara masuk pada larutan,
yang mana jika larutan itu bereaksi pada gas oksigen maka akan mengakibatkan
ledakan. Tetapi untuk larutan Na2CO3 memiliki sifat stabil dan tidak korosif.
Setelah dipipet, Na2CO3 0,1 N diukur dengan gelas ukur gelas ukur yang
memiliki ketelitian cukup tinggi. Gelas ukur harus kering dari larutan lain
supaya tidak terjadi kesalahan saat mengukur. Kemudian, dimasukkan kedalam
erlenmeyer dan ditambahkan aquades sebanyak 10 mL. Penambahan aquades
lagi memiliki beberapa tujuan, tujuan pertama yaitu untuk menjadikan Na2CO3
berubah menjadi NaHCO3. Dikarenakan H2O yang bersifat amfoter yang bisa
menjadi basa ataupun asam tergantung dengan siapa dia bereaksi (Amfoterisme,
wikipedia). Jika dia bereaksi dengan basa lemah Na2CO3, maka H2O akan
bertindak sebagai asam dan Na2CO3 akan terurai menjadi NaHCO3 yang mana
sesuai dengan tujuan praktikum ini yaitu menentukan kadar NaHCO3. Reaksinya
yaitu:
CO32- + H3O+ → HCO3- + H2O
Tujuan kedua yaitu memudahkan pengamatan pada saat proses titrasi nantinya,
karena jika hanya 10 mL larutan maka perubahan warna nantinya sulit untuk
diamati karena terlalu sedikit. Oleh karena itu ditambahkan aquades 10 mL agar
volume larutan jadi lebih banyak yaitu 20 mL. Pengambilan larutan Na2CO3
hanya 10 mL dimaksudkan karena jika pengambilan dibuat banyak, maka
nantinya akan membutuhkan HCl yang banyak pula untuk menapai titik ekivalen
dan titik akhir (perubahan warna), sehingga sama saja dengan pemborosan
bahan. Setelah siap, disiapkan larutan Na2CO3 0,1 N pada 3 erlenmeyer karena
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan kemudian diambil data rata-rata
volume HCl dan rata-rata normalitas HCl nantinya. Percobaan dilakukan
pengulangan dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih tepat dan akurat.
Setelah larutan Na2CO3 0,1 N telah siap pada erlenmeyer, larutan Na2CO3
ditambah indikator metil jingga sebanyak 3 tetes. Tujuan pemakaian indicator
untuk mempermudah dalam menentukan titik akhir titrasi. Pemilihan indikator
pada titrasi tersebut karena metil jingga, karena metil jingga merupakan
indikator yang hanya dapat berkerja pada suasana asam, sedangkan pada proses
penitrasian basa lemah Na2CO3 dengan asam kuat HCl akan diperoleh larutan
akhir yang bersuasan asam yang mana sesuai dengan indikator asam untuk
menentukan perubahan warna atau tercapainya titik akhir. Selain itu, karena
metil jingga merupakan indikator pH yang sering digunakan dalam titrasi
karena perubahan warnanya yang jelas dan kontras serta dia dapat berubah
warna pada pH sedikit asam, maka biasa digunakan dalam titrasi asam. (metil
jingga, wikipedia). Rentan pH pada metil jingga adalah 3,1 sampai dengan 4,4
yang mana rentan titik ekivalen titrasi tersebut terdapat dalam rentan pH metil
jingga. Pada saat larutan Na2CO3 0,1 N dalam erlenmeyer diberi indikator metil
jingga, larutan berubah warna dari yang tidak berwarna menjadi berwarna
kuning muda yang menadakan bahwa pH larutan tersebut yaitu diatas 4,4.
Pengambilan indikatro metil jingga dengan menggunakan pipet tetes pada
umumnya dan tidak dengan perlakuan khusus dikarenakan sifat indikator metil
jingga yang stabil, tidak volatile (MSDS metil jingga).
Setelah Na2CO3 0,1 N diberi indikator, kemudian larutan dititrasi dengan
HCl 0,1 N pada buret, dengan posisi pada bagian bawah erlenmeyer diberi kertas
putih agar perubahan warna larutan titrat dapat diamati dengan jelas.
Titrat dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari
kuning muda menjadi merah. Pada proses titrasi, basa Na2CO3 dengan asam
HCl, maka OH- pada basa dan H+ pada asam akan membentuk air (H2O)
Na2CO3(aq) + 2HCl (aq) → 2NaCl (aq) + H2O (l) +CO2(g)
CO32- + H3O+ → HCO3- + H2O
Pada saat sedikit asam yang ditambahkan atau sebelum titik ekivalen
tercapai maka, terdapat OH- berlebih dan H2O yang membuat larutan masih tetap
basa sehingga indikator metil jingga yang hanya bekerja pada suasana asam
yaitu bereaksi dengan kelebihan H+, masih belum aktif karena tidak adanya H+
pada larutan. Sehingga masih belum memberikan perubahan warna pada titarsi.
Namun pada saat titik akhir, ditandai dengan terjadinya perubahan warna.
Perubahan warna tersebut dihasilkan dari reaksi basa Na2CO3 dengan kelebihan
asam HCl, maka OH- pada basa dan H+ pada asam akan membentuk air (H2O)
dan terdapat sisa atau kelebihan H+ yang tidak berikatan dengan OH-. Kelebihan
H+ tersebut membuat larutan berubah menjadi bersuasana asam dan kelebihan
H+ tersebut mengaktifkan indikator metil jingga dan bereaksi dengannya yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah yang menandakan larutan
tersebut bersuasana asam. Perubahan tersebut juga menandakan bahwa larutan
sudah bersifat asam sesuai dengan kerja indicator metal jingga yaitu semakin
rendah pH pada larutan maka warna larutan berubah mendekati kearah merah.
Metil jingga memiliki perubahan warna seiring dengan meningkatnya pH
yaitu merah ke kuning. Sehingga bila HCl yang ditambahkan, perubahan warna
akan menuju ke arah merah karena pH akan semakin turun / menjadi asam.
Dengan terjadinya perubahan warna, menandakan titik akhir telah tercapai
dan menandakan bahwa titik ekivalen juga telah tercapai. Namun pada dasarnya
titik ekivalen tidak dapat diketahui secara titrasi konvensional karena
dipengaruhi oleh kerja indikator yang hanya dapat bekerja pada kelebihan H+
atau OH-. Titik ekivalen yaitu titik dimana jumlah mol larutan yang dititrasi
sama dengan jumlah mol larutan penitrasi. Titik akhir yaitu terjadi pada saat
perubahan warna terjadi. Setelah didapat perubahan warna menjadi merah,
kemudian titrasi pun dihentikan dan dicatat jumlah HCl 1N yang dibutuhkan.
Pada saat menitrasi juga dibuat perubahan warna sepudar mungkin atau tidak
terlalu pekat yang bertujuan agar didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh dengan
titik ekivalen.
Pada reaksi titrasi tersebut juga dihasilkan gas CO2. Namun pada
percobaan titrasi yang telah dilakukan, keberadaan gas CO2 tidak nampak. Hal
tersebut dikarenakan pada saat menitrasi, praktikan menggoyang-goyangkan
erlenmeyer(titrat) secara terus menerus dan sedikit agak cepat dan kuat yang
dimaksudkan agar larutan tersebut homogen. Sehingga pada saat dihasilkan
gelembung CO2 tidak dapat dilihat atau diamati dengan jelas. Selain itu,
dikarenakan konsentrasi titrat yang kecil atau larutan yang dititrasi encer,
sehingga gas yang dihasilkan sedikit bahkan hampir tidak dapat diamati dengan
jelas. Sehingga hanya dapat diamati perubahan warnanya saja.
Untuk 3 kali pengulangan proses titrasi Na2CO3 0,1 N dengan HCl
diperoleh volume HCl yaitu pengulangan pertama sebanyak 8,6 mL,
pengulangan ke-2 sebanyak 9,1 mL dan pengulangan ke-3 sebanyak 9 mL
sehingga diperoleh rata-rata volume HCl yaitu 8,9 mL. Dengan diketahui
volume HCl tersebut dapat digunakan untuk menentukan normalitas HCl dengan
menggunakan rumus perhitungan Normalitas campuran sebagai berikut:
𝑉Na2 CO3 × 𝑁Na2 CO3 = 𝑉𝐻𝐶𝑙 × 𝑁𝐻𝐶𝑙
Didapatkan normalitas HCl dari ketiga pengulangan yaitu pengulangan
pertama 0,1141 N, pengulangan ke-2 0,1078 N, pengulangan ke-3 0,1090 N.
diperoleh rata-rata normalitas HCl yaitu 0,1103 N yang nantinya digunakan
untuk menitrasi dan menentukan kadar NaHCO3 pada soda kue.
Perbedaan volume tersebut disebabkan karena beberapa kesalahan yang
dilakukan pada saat titrasi. Pertama, kurang tepatnya menutup kran pada buret
saat titik akhir titrasi sehingga menyebab ketidakakuratan volume titran yang
dibutuhkan. Kedua ,kurang telitinya praktikan dalam melihat skala volume buret
pada saat melakukan titrasi.

2. Selanjutnya pada penentuan kadar NaHCO3


Percobaan penentuan kadar NaHCO3 hampir sama dengan percobaan pada
standarisasi HCl.
Sebelum percobaan yang kedua ini dilakukan langkah pertama adalah
membersihkan alat-alat yang akan digunakan seperti, corong, labu ukur 250 mL,
gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, pipet gondok dan erlenmeyer yang
sebelumnya telah digunakan untuk menstandarisasi HCl dengan larutan Na2CO3.
Pembersihan dengan menggunakan air dan kemudian dikeringkan, hal ini
dilakukan agar tidak ada zat-zat pengotor atau zat-zat sisa sebelumnya yang
berkemungkinan dapat mengganggu dan mempengaruhi reaksi sehingga hasil
reaksi tidak sesuai dengan teori. Namun untuk buret tidak perlu dibersihkan dan
hanya perlu mengisi kembali dengan HCl 0,1 N hingga larutan tepat pada skala
nol untuk menitrasi soda kue. Pada proses pengisisan dibuat melebihi skala nol
dan mengeluarkanya melalui ujung buret agar benar-benar tidak ada udara
didalam buret tersebut. Pengeluaran dihentikan hingga larutan HCl tepat pada
skala 0,1 N. Penglihatan skala juga pada posisi mata pengamat tegak lurus
dengan skala pada buret dan dipastikan batas skala nol mengenai cekung bawah
pada larutan agar diperoleh nilai skala yang tepat.
Setelah alat benar-benar bersih, mula mula dilakukan penimbangan massa
soda kue bermerk “Merak” (NaHCO3) berbentuk serbuk halus berwarna putih
sebanyak ± 3,6 gram dengan menggunakan neraca analitik. Hal tersebut
dilakukan karena neraca analitik memiliki ketelitian yang cukup tinggi dan dapat
menimbang zat atau benda sampai batas kecil yaitu 0,0001 gram. Penimbangan
dan pengambilan NaHCO3 dengan spatula dan tidak dengan perlakuan khusus,
karena sifat NaHCO3 yang tidak bersifat volatile, stabil dan tidak korosif pada
benda bahan kaca (MSDS NaHCO3). Sifat tersebut hampir menyerupai sifat
pada Na2CO3. Penimbangan NaHCO3 dengan cara menaruh roll film didalam
neraca analitik sebagai tempat padatan NaHCO3 nantinya, kemudian ditekan
tombol yang berfungsi untuk meng-nolkan massa. Hal itu bertujuan agar massa
yang kita peroleh yaitu massa padatan NaHCO3 itu sendiri, bukan massa
NaHCO3 dengan roll film tersebut.
Setelah padatan NaHCO3 ditimbang, diperoleh massa NaHCO3 yaitu
3,6000 gram . Kemudian padatan NaHCO3 dimasukkan kedalam labu ukur 250
mL dengan menggunakan corong. Kemudian dimasukkan air suling/aquades,
penuangan aquades dengan cara dituang memutar pada corong yang
dimaksudkan untuk melarutkan sisa-sisa padatan NaHCO3 yang masih
menempel pada corong agar dapat pula masuk kedalam labu ukur. Pengisian
aquades yaitu hingga setengah volume labu ukur yaitu 125 mL, setelah itu
dihomogenkan. Setelah terlihat homogen, ditambah aquades lagi hingga sampai
tanda batas meniskus pada labu ukur atau sampai volumenya 250 mL aquades.
Pada saat volume hampir mencapai batas meniskus, pemberian aquades dengan
menggunakan pipet tetes secara hati-hati agar tidak sampai melebihi batas
meniskus karena untuk keakuratan konsentrasi larutan yang dibuat dan agar
tidak terjadi kesalahan konsentrasi. Karena keakuratan tersebut berpengaruh
terhadap percobaan yang akan dilakukan selanjutnya.. Kemudian dihomogenkan
dengan cara menjungkir balikkan labu ukur sampai tidak terlihat bintik putih
atau serbuk yang ada pada labu ukur atau mungkin agar padatan NaHCO3 yang
mungkin ada pada dinding labu ukur dapat ikut larut.
Setelah larutan NaHCO3 siap, kemudian diambil sebanyak 10 mL dengan
pipet gondok. Pipet tidak boleh kotor ataupun dipakai bergantian untuk
mengambil senyawa lain supaya tidak ada kontaminasi yang dapat
mempengaruhi reaksi. Pengambilan dengan menggunakan pipet gondok agar
diperoleh volume NaHCO3 yang tepat 10 mL karena pipet gondok merupakan
alat ukur kuantitatif dengan tingkat ketelitian tinggi, yang ditandai dengan
bentuknya yang ramping pada penunjuk volume dan hanya ada satu ukuran
volume. Penggunaan pipet gondok dengan cara memasang Pro-pipet pada
bagian atas pipet kemudian memasukkan ujung pipet kedalam larutan NaHCO3
hingga tercelup sempurna. Hal tersebut dimaksudkan agar nanti tidak ada udara
yang masuk. Pada Pro-pipet terdapat bundaran pipih seperti gear pada bagian
sampingnya, bagian tersebut bertujuan untuk mengeluar-masukkan cairan atau
larutan. Untuk mengambil larutan denagn cara gear diputar keatas dengan
menggunakan ibu jari, jika ingin mengeluarkan larutan atau cairan, hanya perlu
memutar kebawah gear tersebut dengan ibu jari. Setelah siap gear pada Pro-
pipet diputar keatas hingga cairan melebihi batas meniskus namun tidak sampai
cairan masuk dalam Pro-pipet. Setelah itu pipet diangkat dari larutan, lalu
larutan dikeluarkan secara perlahan dengan cara memutar kebawah gear pada
Pro-pipet hingga tepat pada batas meniskus pada pipet gondok. Setelah didapat
larutan sebanyak 10 mL, larutan tersebut dimasukkan kedalam erlenmeyer.
Namun tidak perlu dilakukan penambahan 10 mL aquades karena larutan
tersebut sudah pada jenis larutan NaHCO3. Disiapkan larutan NaHCO3 pada 3
erlenmeyer karena dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan kemudian
diambil rata-rata volume HCl dan rata-rata kadar dari NaHCO3 nantinya.
Percobaan dilakukan pengulangan dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih
tepat dan akurat.
Setelah larutan NaHCO3 telah siap pada erlenmeyer, larutan NaHCO3
ditambah indikator metil jingga sebanyak 3 tetes. Tujuan pemakaian indicator
untuk mempermudah dalam menentukan titik akhir titrasi. Pemilihan indikator
pada titrasi tersebut, karena metil jingga merupakan indikator yang hanya dapat
berkerja pada suasana asam, sedangkan pada proses penitrasian basa lemah
NaHCO3 dengan asam kuat HCl akan diperoleh larutan akhir yang bersuasan
asam yang mana sesuai dengan indikator asam untuk menentukan perubahan
warna atau tercapainya titik akhir. Selain itu, karena metil jingga merupakan
indikator pH yang sering digunakan dalam titrasi karena perubahan warnanya
yang jelas dan kontras serta dia dapat berubah warna pada pH sedikit asam,
maka biasa digunakan dalam titrasi asam. (metil jingga, wikipedia). Rentan pH
pada metil jingga adalah 3,1 sampai dengan 4,4 yang mana rentan titik ekivalen
titrasi tersebut terdapat dalam rentan pH metil jingga. Pada saat larutan NaHCO3
dalam erlenmeyer diberi indikator metil jingga, larutan berubah warna dari yang
tidak berwarna menjadi berwarna kuning muda yang menadakan bahwa pH
larutan tersebut yaitu diatas 4,4. Pengambilan indikatro metil jingga dengan
menggunakan pipet tetes pada umumnya dan tidak dengan perlakuan khusus
dikarenakan sifat indikator metil jingga yang stabil, tidak volatile (MSDS metil
jingga)
Setelah NaHCO3 diberi indikator, kemudian larutan dititrasi dengan HCl
0,1 N pada buret, dengan posisi pada bagian bawah erlenmeyer diberi kertas
putih agar perubahan warna larutan titrat dapat diamati dengan jelas.
Titrat dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari
kuning muda menjadi merah. Pada proses titrasi, basa NaHCO3 dengan asam
HCl, maka OH- pada basa dan H+ pada asam akan membentuk air (H2O)
NaHCO3(aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + CO2(g) + H2O (l)
HCO3- + H3O+ → H2CO3 + H2O
H2CO3(aq) → CO2(g) + H2O (l)
Pada saat sedikit asam yang ditambahkan atau sebelum titik ekivalen
tercapai maka, terdapat OH- berlebih dan H2O yang membuat larutan masih tetap
basa sehingga indikator metil jingga yang hanya bekerja pada suasana asam
yaitu bereaksi dengan kelebihan H+, masih belum aktif karena tidak adanya H+
pada larutan. Sehingga masih belum memberikan perubahan warna pada titarsi.
Namun pada saat titik akhir, ditandai dengan terjadinya perubahan warna.
Perubahan warna tersebut dihasilkan dari reaksi basa NaHCO3 dengan kelebihan
asam HCl, maka OH- pada basa dan H+ pada asam akan membentuk air (H2O)
dan terdapat sisa atau kelebihan H+ yang tidak berikatan dengan OH-. Kelebihan
H+ tersebut membuat larutan berubah menjadi bersuasana asam dan kelebihan
H+ tersebut mengaktifkan indikator metil jingga dan bereaksi dengannya yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah yang menandakan larutan
tersebut bersuasana asam. Perubahan tersebut juga menandakan bahwa larutan
sudah bersifat asam sesuai dengan kerja indicator metal jingga yaitu semakin
rendah pH pada larutan maka warna larutan berubah mendekati kearah merah.
Metil jingga memiliki perubahan warna seiring dengan meningkatnya pH
yaitu merah ke kuning. Sehingga bila HCl yang ditambahkan, perubahan warna
akan menuju ke arah merah karena pH akan semakin turun/ menjadi asam
Dengan terjadinya perubahan warna, menandakan titik akhir telah tercapai
dan menandakan bahwa titik ekivalen juga telah tercapai. Namun pada dasarnya
titik ekivalen tidak dapat diketahui secara titrasi konvensional karena
dipengaruhi oleh kerja indikator yang hanya dapat bekerja pada kelebihan H+
atau OH-. Titik ekivalen yaitu titik dimana jumlah mol larutan yang dititrasi
sama dengan jumlah mol larutan penitrasi. Titik akhir yaitu terjadi pada saat
perubahan warna terjadi. Setelah didapat perubahan warna menjadi merah,
kemudian titrasi pun dihentikan dan dicatat jumlah HCl 1N yang dibutuhkan.
Pada saat menitrasi juga dibuat perubahan warna sepudar mungkin atau tidak
terlalu pekat yang bertujuan agar didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh dengan
titik ekivalen.
Pada reaksi titrasi tersebut juga dihasilkan gas CO2. Namun pada
percobaan titrasi yang telah dilakukan, keberadaan gas CO2 tidak nampak. Hal
tersebut dikarenakan pada saat menitrasi, praktikan menggoyang-goyangkan
erlenmeyer(titrat) secara terus menerus dan sedikit agak cepat dan kuat yang
dimaksudkan agar larutan tersebut homogen. Sehingga pada saat dihasilkan
gelembung CO2 tidak dapat dilihat atau diamati dengan jelas. Selain itu,
dikarenakan konsentrasi titrat yang kecil atau larutan yang dititrasi encer,
sehingga gas yang dihasilkan sedikit bahkan hampir tidak dapat diamati dengan
jelas. Sehingga hanya dapat diamati perubahan warnanya saja.
Untuk 3 kali pengulangan proses titrasi NaHCO3 dengan HCl diperoleh
volume HCl yaitu pengulangan pertama sebanyak 16 mL, pengulangan ke-2
sebanyak 16 mL dan pengulangan ke-3 sebanyak 16 mL sehingga diperoleh rata-
rata volume HCl yaitu 16 mL. Dengan diketahui volume HCl tersebut dapat
digunakan untuk menentukan normalitas NaHCO3 dengan menggunakan rumus
perhitungan Normalitas campuran sebagai berikut:
𝑉NaHCO3 × 𝑁NaHCO3 = 𝑉𝐻𝐶𝑙 × 𝑁𝐻𝐶𝑙
Didapatkan normalitas NaHCO3 dari ketiga pengulangan yaitu
pengulangan pertama 0,1765 N, pengulangan ke-2 0,1765 N, pengulangan ke-3
0,1765 N. diperoleh rata-rata normalitas NaHCO3 yaitu 0,1765 N yang nantinya
digunakan untuk menghitung kadar dari NaHCO3 pada soda kue merek “Merak”
tersebut dengan menggunakan rumus:
𝑁𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝑉𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝐵𝑒
Kadar NaHCO3 = × 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(𝑚𝑔)

Didapatkan kadar NaHCO3 dari setiap pengulangan yaitu pengulanagn


pertama sampai ketiga memiliki nilai kadar NaHCO3 sebesar 4,1183 %.
Sehingga diperoleh rata-rata kadar NaHCO3 pada soda kue merek “Merak”yaitu
4,1183 %.
Pada percobaa kedua ini diperoleh jumlah volume HCl untuk 3 kali
pengulangan yaitu sama, yang menandakan bahwa titrasi tersebut telah berjalan
dengan teliti, tepat dan akurat

XI. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan titrasi penetralan soda kue NaHCO3 yaitu bahwa:
 Normalitas HCl standart yang digunakan untuk menitrasi larutan
NaHCO3 yang terdapat pada soda kue merek “Merak” yaitu bernilai
0,1103 N
 Normalitas NaHCO3 dan kadar NaHCO3 dapa soda kue bermerk
“Merak” adalah 0,1765 N dan kadar sebesar 4, 1183%
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Amfoterisme. https://id.wikipedia.org/wiki/Amfoterisme.


diakses tanggal 17/11/2016. Pukul 16.50 WIB
Anonim. 2016. Metil Jingga. https://id.wikipedia.org/wiki/Metil_jingga.
diakses tanggal 16/11/2016. Pukul 19.20 WIB
Chang, Raymond. 2004. Kimia dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga
Day,R.A.,Underwood,A.L.(1999). Quantative Analysis (fifth ed).New York:
Prentice Hall. (terjemahan oleh A.Handayana P.(1989).Analisis Kimia
Kuantitatif (ed ke-5). Jakarta: Erlangga
Hamilton.F.Leicester. (1960). Calculations of Analytical Chemisty (sixth.ed).
Nee York:Mc Graw Hill Book Company,Inc.
Hadyana,P.A.(1989). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Penerbit Eralangga
(Terjemahan dari Day,Jr,R.A. (1986). Quantitative Analysis.(ed.5).
London:Prentice Hall
MSDS HCl
MSDS indikator metil orange
MSDS Na2CO3
MSDS NaHCO3
Setiarso, Pirim. Dkk. (2015). Petunjuk Praktikum Kimia Analitik 1 (DDKA).
Surabaya: Unesa press.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB

Surabaya, 18 November 2016

Mengetahui:
Dosen / Asisten Pembimbing Praktikan

(…………………………….) (………………………..)
JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa beda antara:
a. Larutan baku dan larutan standar?
b. Asidimetri dan alkalimetri?
Jawab:
a. Perbedaan antara larutan baku dengan larutan standar:
Larutan baku adalah larutan yang diketahui konsentrasinya
dari penimbangan secara teliti dan pengenceran pada volume
tertentu yang kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi
larutan standar, sedangkan larutan strandar adalah larutan yang
konsentrasinya telah ditetapkan dengan akurat.
b. Perbedaan antara asidimetri dengan alkalimetri:
Perbedaan antara asidimetri dan alkalimetri terletak pada
larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Untuk asidimetri
adalah titrasi penetralan yang melibatkan larutan basa dengan
larutan baku asam yang diketahui konsentrasinya sedangkan
alkalimetri adalah titrasi penetralan yang melibatkan larutan asam
dengan larutan baku basa yang diketahui konsentrasinya.
2. Berikan alasan penggunaan indikator pada titrasi di atas!
Jawab:
Karena pada saat titrasi antara HCl dengan Na2CO3 menggunakan
indikator metil jingga merupakan titrasi antara asam kuat dengan basa
lemah. Penambahan indikator metil jingga tersebut berfungsi untuk
menentukan titik akhir titrasi. Indikator metil jingga digunakan karena
larutan Na2CO3 apabila ditambahkan dengan larutan HCl yang
cenderung asam karena memiliki sifat keasaman dari HCl yang kuat
mendominasi titik akhir titrasi, sehingga metil jingga yang memiliki
rentang pH 3,1 – 4,4 cocok untuk digunakan dalam titrasi ini. Metil
jingga memiliki perubahan warna seiring dengan meningkatnya pH yaitu
dari merah ke kuning.
3. 1,2 gram sampel NaOH dan Na2CO3 dilarutkan dan dititrasi dengan 0,5
N HCl dengan indikator pp. Setelah penambahan 30 mL HCl larutan
menjadi tidak berwarna. Kemudian indikator metal jingga ditambahkan
dan dititrasi lagi dengan HCl. Setelah penambahan 5 mL HCl larutan
menjadi berwarna. Berapa prosentase Na2CO3 dan NaOH dalam sampel?
Jawab:
Diketahui : Massa NaOH = massa NaHCO3 = 1,2 gram
Mr.NaHCO3 = 84,008 gr/mol
Normalitas HCl = 0,5 N
V1= 30 mL
V2= 5 mL
Ditanya :
a) % Na2CO3
b) % NaOH
Reaksi yang terjadi :
I. Na2CO3 + HCl → NaHCO3 + NaCl
NaHCO3 + HCl → NaCl + H2O + CO2
Na2CO3 + 2 HCl →2 NaCl + H2O + CO2
II. NaOH + HCl → NaCl + H2O
V HCl sampai PP = 30 mL
V HCl untuk Na2CO3 = 2 x 5 mL = 10 mL
V HCl untuk NaOH = 30 mL – ½ (10 mL)
= 30 mL – 5 mL= 25 mL
Kadar Na2CO3
Mol Na2CO3 = M . V2
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙⁄𝑚𝐿 x 10 mL
= 2,5 mmol = 0,0025 mol
Massa Na2CO3 = 0,0025 mol x 106 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑜𝑙
= 0,265 gram
0,265 𝑔𝑟𝑎𝑚 Na2CO3
Kadar Na2CO3 = 𝑥 100 % = 22,083 %
1,2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar NaOH
Mol NaOH = M (V1 - V2)
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙⁄𝑚𝐿 (30 mL – 5 mL)
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙⁄𝑚𝐿 x 25 mL
= 12,5 mmol = 0,0125 mol
Massa NaOH = 0,0125 mol x 40 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑜𝑙
= 0,5 gram
0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑁𝑎𝑂𝐻
Kadar NaOH = 1,2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100 % = 41,67%

4. Pada pH berapa terjadi perubahan warna indikator pp?


Jawab:
Perubahan warna yang terjadi pada indikator pp berlangsung pada
rentang pH 8,0 - 9,6 dari tidak berwarna menjadi merah.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
 Standarisasi HCl dengan Na2CO3
Diket :
Massa Na2CO3 = 1,3000 gr
Mr Na2CO3 = 105,990 gr/mol
V Na2CO3 = 250 mL = 0,25 L
105,990 gr/mol
Be Na2CO3 = = 52,995
2

V1 HCl = 8,6 mL
V2 HCl = 9,1 mL
V3 HCl = 9 mL
8,6+9,1+9
V HCl rata-rata = = 8,9 mL
3

Ditanya :
N HCl : ?
Jawab :
𝑛𝑒𝑞 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
N Na2CO3 = =
𝑉 𝐵𝑒×𝑉
1,3000 𝑔𝑟
=
52,995 × 0,25 𝑚𝐿
= 0,0981 𝑁
1) Titrasi I
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 0,0981 N = 8,6 mL x N2
0,1141 N = N2 (HCl)
2) Titrasi II
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 0,0981 N = 9,1 mL x N2
0,1078 N = N2 (HCl)
3) Titrasi III
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 0,0981 N = 9 mL x N2
0,1090 N = N2 (HCl)
0,1141+0,1078+0,1090
N rata-rata HCl = = 0,1103 𝑁
3

 Menghitung NaHCO3
Diket :
Massa NaHCO3 = 3,6000 gr = 3600 mg
Mr NaHCO3 = 84 gr/mol
V NaHCO3 = 250 mL = 0,25 L
V1 HCl = 16 mL
V2 HCl = 16 mL
V3 HCl = 16 mL
16+16+16
V HCl rata-rata = = 16 mL
3
84 gr/mol
Be NaHCO3 = = 84
1

N HCl = 0,1103 N
Ditanya :
Kadar NaHCO3 (%) : ?
Jawab :
1) Titrasi I
VHCl x NHCl = V2 x N2
16 mL x 0,1103 N = 10 mL x N2
0,1765 N = N2 (NaHCO3)

𝑁𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝑉𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝐵𝑒


Kadar NaHCO3 = × 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(𝑚𝑔)

0,1765 N × 10 𝑚𝐿 × 84
= × 100 %
3600𝑚𝑔
= 4,1183 %
2) Titrasi II
VHCl x NHCl = V2 x N2
16 mL x 0,1103 N = 10 mL x N2
0,1765 N = N2 (NaHCO3)

𝑁𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝑉𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝐵𝑒


Kadar NaHCO3 = × 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(𝑚𝑔)
0,1765 N × 10 𝑚𝐿 × 84
= × 100 %
3600𝑚𝑔
= 4,1183 %
3) Titrasi III
VHCl x NHCl = V2 x N2
16 mL x 0,1103 N = 10 mL x N2
0,1765 N = N2 (NaHCO3)

𝑁𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝑉𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 ×𝐵𝑒


Kadar NaHCO3 = × 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(𝑚𝑔)

0,1765 N × 10 𝑚𝐿 × 84
= × 100 %
3600𝑚𝑔
= 4,1183 %

0,1765 N +0,1765 N +0,1765 N


N rata-rata NaHCO3 = = 0,1765 N
3
4,1183 % + 4,1183 % + 4,1183 %
Kadar rata-rata NaHCO3 (%) = = 4,1183 %
3
LAMPIRAN GAMBAR
1. Gambar alat – alat yang digunakan pada percobaan

Gelas kimia 50 mL
Erlenmeyer 250 mL
Pipet volum
Gelas Ukur
Corong
Pro pipet Labu Ukur

2. Standarisasi HCl dengan larutan baku Na2CO3

Serbuk ditaruh dalam labu ukur Penambahan aquades dalam labu ukur

Larutan Na2CO3 Pengukuran larutan Na2CO3

Pengukuran aquades Penambahan metil jingga pada larutan


Warna kuning setelah penambahan Penambahan HCl saat titrasi
metil jingga

Warna merah muda setelah dilakukan Pengukuran titrasi 1


titrasi

Pengukuran titrasi 2 Pengukuran titrasi 3

3. Penentuan kadar NaHCO3

Saat memasukkan soda kue dalam labu Penambahan aquades


ukur
Larutan soda kue Penggunaan pipet volum untuk
mengambil larutan soda kue dari labu
ukur

Warna kuning setelah penambahan Warna merah muda pada tabung 1


metil jingga setelah dititrasi dengan HCl

Warna merah muda pada tabung 2 Warna merah muda pada tabung 3
setelah dititrasi dengan HCl setelah dititrasi dengan HCl

Pengukuran pada buret setelah titrasi Tiga Erlenmeyer NaHCO3

Anda mungkin juga menyukai