Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEPUASAN PASIEN BPJS RAWAT JALAN

(MMIK)

Dosen Pengampu :

SETYO WIBUDI

DISUSUN OLEH :

1. SRI UTAMI 029.01.33.17


2. ZULFILIANA 037.01.33.17
3. FITRIYANI YUNINGSIH 038.01.33.17

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

STIKES TARUMANAGARA

TAHUN 2019
GAMBARAN KEPUASAN PESERTA BPJS KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN
KESEHATAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA
BOGOR TAHUN 2014

Abstrak
Penelitian ini membahas gambaran serta hubungan umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dan status kepesertaan dengan kepuasan pasien peserta BPJS Kesehatan terhadap
pelayanan kesehatan rawat jalan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor. Rancangan
penelitian adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan potong lintang. Pengumpulan data
dilakukan melalui kuesioner dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat
dan bivariat uji Chi-Square. Hasil penelitian menggambarkan kepuasan pasien sebesar 93,9%
dan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur, pekerjaan, dan status
kepesertaan, dengan kepuasan pasien.

Description of BPJS Kesehatan Patient Satisfaction in Outpatient Healthcare of


Palang Merah Indonesia Hospital Bogor 2014

Abstract
The focus of this study is descibe and discusses an overview as well as the relationship of
age, sex, education, employment, and membership status with BPJS Kesehatan patient
satisfaction to outpatient healthcare of Palang Merah Indonesia Hospital Bogor. The study design
is descriptive quantitative with cross sectional approach. Data was collected by questionaires,
they were analyzed by univariate and bivariate Chi-Square test. The result of this research shows
that 93,9% of the patient are satisfied with hospital service. Beside, there is a significant
realtionship between age, employment, and membership status, with patient satisfaction.
Pendahuluan

Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1dinyatakan bahwa setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dari pasal ini kita tahu bahwa negara
memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan warga negaranya. Pemerintah sudah membuat
sebuah kebijakan tentang jaminan kesehatan yang merupakan komponen darisub sistem
pendanaan kesehatan, sebagai langkah untuk menjalankan amanat undang-undang
dasar dalam menjamin kesehatan setiap warga negara. Jaminan kesehatan tersebut dirumuskan
dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SistemJaminan Sosial Nasional (SJSN),
bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 UU SJSN. Pada tahun 2011, aturan
lebih lanjut tentang pelaksanaan jaminan kesehatan dikeluarkan dengan dilahirkannya Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 60 ayat (1)
UU BPJS ini mengamanatkan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tepat pada
tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan sendiri adalah transformasi dari PT. Askes.
Keberadaan BPJS Kesehatan diharapkan mampu mencapai target universal coverage
pada tahun 2019. Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan
kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Untuk
menunjang terwujudnya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk (universal coverage) serta
terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat, maka penyelenggaraannya dilakukan dengan
penunjukan fasilitas penyelenggara pelayanan kesehatan.
Satu tahun berjalannya program jaminan kesehatan nasional, keberlangsungan BPJS
Kesehatan mengalami pro-kontra di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berhubungan dengan
kepuasan yang dirasakan langsung oleh masyarakat yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan
terhadap pelayanan yang mereka terima, baik di kantor BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan
tingkat pertama, atau pun fasilitas kesehatan lanjutan. Banyak manfaat, namun juga ada
keluhannya. Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur, menyebutkan bahwa BPJS
mendapatkan 86 persen kepuasan dari masyarakat hasil ini melebihi target kepuasan yang
hendak dicapai BPJS Kesehatan, yaitu 75%. Sementara hasil survei kepuasan peserta BPJS
Kesehatan yang dilakukan oleh lembaga riset Myriad Research Committedpada penghujung
tahun 2014 mendapatkan hasil kepuasan peserta secara nasional mencapai 81%, dengan tingkat
kepuasan berobat ke Puskesmas 80%, klinik 80%, dan RS Swasta mencapai 83%. Namun
permasalahan BPJS juga dialami masyarakat, dimulai dari sosialisasi BPJS yang masih kurang,
antrian yang lama pada proses pengurusan kartu BPJS di kantor BPJS Kesehatan, proses rujukan
yang berbelit-belit, bahkan penolakan pasien oleh rumah sakit karena sudah kepenuhan pasien.
Pengukuran kepuasan dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kualitas mutu pelayanan
kesehatan yang sudah diberikan selama satu tahun berjalannya program JKN, baik oleh BPJS
Kesehatan sebagai penyelenggaranya ataupun fasilitas kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor merupakan salah satu rumah sakit
swasta di Bogor sebagai fasilitas kesehatan lanjutan, bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
Kantor Cabang Bogor. Pada bulan Mei 2014, RS PMI Bogor menjadi 1 dari 12 rumah sakit
swasta terpilih dari 12 wilayah Divisi Regional BPJS Kesehatan yang mendapatkan penghargaan
dari BPJS Kesehatan karena dinilai memiliki jalinan kemitraan yang baik dengan BPJS
Kesehatan serta telah menunjukkan loyalitas dan komitmennya dalam melaksanakan program
JKN (faskes.bpjs-kesehatan.go.id, 12 Oktober 2014) .Jumlah kunjungan pasien BPJS di RS PMI
yang melonjak menunjukkan adanya kemudahan akses pelayanan kesehatan, namun persoalan
yang muncul kemudian adalah jumlah pasien yang banyakmenuntut pasien harus mengantri lama
di loket pendaftaran, pemeriksaan, dan pengambilan obat.Kejadian ini penulis temui langsung
saat melakukan observasi pada bulan Deember 2014.Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
utilisasi faskes oleh peserta.Adapun jumlah kunjungan pasien rawat jalan Poliklinik Reguler RS
PMI lima tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 1.Jumlah Kujungan Pasien Rawat Jalan RS PMI Bogor Tahun 2010-2014

RAWAT 2010 2011 2012 2013 2014


JALAN
JUMLAH 135160 104047 105408 103140 134567

Adanya kenaikan jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2014 dari tahun 2013
sebesar 31427, diduga dipicu oleh pelaksanaan program JKN sejak tanggal 1 Januari 2014.
Jumlah kunjungan pasienrawat jalan RS PMI Bogor pada tahun 2014 tampak pada tabel 2.
Tabel 2.Jumlah Kunjungan Pasien BPJS Rawat Jalan RS PMI Bogor Bulan Januari-
November Tahun 2014

BULAN Jumlah pasien


BPJS
Januari 4179
Februari 4207
Maret 5523
April 6417
Mei 7156
Juni 8123
Juli 6734
Agustus 9636
September 10860
Oktober 10911
November 10988
Jumlah 84734

Sumber: Data Rekam Medis RS PMI 2014

Hal ini menjadi tantangan bagi penyelenggara layanan kesehatan bahwa peningkatan pasien
sejatinya harus tetap memperhatikan kualitas layanan yang diberikan.Dengan terjadinya
peningkatan jumlah kunjungan dari bulan ke bulan di unit rawat jalan RS PMI Bogor pada tahun
2014, diharapkan sejalan dengan kepuasan pasien terhadap kualitas layanan. Manfaat dari kartu
BPJS Kesehatan yang diluncurkan pada 1 Januari 2014 diduga menjadi pemicu kenaikan jumlah
kunjungan pasien rawat jalan RS PMI Bogor tersebut.Belum adanya penelitian yang mengukur
seberapa besar kepuasan pasien pengguna kartu BPJSKesehatan di unit rawat jalan RS PMI
Bogor, membuat penulis melakukan penelitian ini. Disamping adanya keluhan masyarakat yang
disampaikan kepada penulis saat penulis melakukan observasi di RS PMI.
Penelitian ini adalahdiperolehnya informasi tentang kepuasan pasien peserta BPJS Kesehatan
terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan di RS PMI Bogor tahun 2014.Khususnya, untuk
mendapatkangambaran karakteristik pasien rawat jalan Peserta BPJS Kesehatan seperti umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status kepesertaan di RS PMI Bogor tahun 2014, untuk
mendapatkan gambaran kepuasan pasien rawat jalan Peserta BPJS Kesehatan terhadap pelayanan
kesehatan di RS PMI Bogor tahun 2014, dan untuk mendapatkanhubungan antara karakteristik
pasien rawat jalan Peserta BPJS Kesehatan dengan kepuasan di RS PMI Bogor tahun 2014

Tujuan Teoritis

Menurut J. M. Juran (1998) , ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam manajemen
mutu untuk mencapai outputberupa customer satisfacton and loyalty(kepuasan dan kesetiaan
pelanggan dalam pemanfaatan suatu produk).Dua hal itu adalah features of products(keunggulan
produk) dan freedom from deficiencies(bebas dari segala kekurangan). Features harus mampu
memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga tercapai kepuasan pelanggan. Dalam kasus ini proses
manajemen mutu yang dilakukan berorientasi pada pendapatan (income). Maksudnya adalah,
bila kualitas suatu produk baik maka akan meningkatkan kepuasan pelanggan, sehingga
menigkatkan pendapatan. Biasanya, untukmembuat sebuah produk dengan kualitas terbaik akan
membutuhkan cost yang besar juga. Freedom from deficienciesmaksudnya adalah bebas dari
segala keeroran yang menyebabkan pengulangan kerja (rework), kegagalan hasil kerja,
ketidakpuasan pelanggan, klaim pelanggan, dan sebagainya. Dalam hal ini mutu berorientasi
pada biaya (biaya perbaikan produk), semakin baik kualitas produk makan akan kecil biaya
perbaikannya (cost less).
Yang mempengaruhi kepuasan adalah karakteristik pasien dan karakteristik pemberi
pelayanan. Dari beberapa teori tentang karakteristik pasien yang mempengaruhi kepuasan
terhadap pelayanan, yaitu:
1.UmurDalam penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2009) didapatkan bahwa ada
hubungan antara umur dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan
kesehatan teranyak juga ada pada umur yang lebih tua (lansia), seperti yang ditemukan pada
penelitian Asnawi (2009), Hutabarat (2013), dan Yulianti (2013). Jackson, Chamberlin, dan
Kroenkdalam Cloud (2003) mengatakan bahwa pasien tua (≥ 65 tahun) cenderung merasa lebih
puas dari pada pasien muda. Perhitungan umur berdasarkan kematangan biologis menurut
Departemen Kesehatan (2009) adalah sebagai berikut:
Masa balita: 0-5 tahun
Masa kanak-kanak: 5-11 tahun
Masa remaja awal tahun: 12-16 tahun
Masa remaja akhir: 17-25 tahun
Masa dewasa awal: 26-35 tahun
Masa dewasa akhir: 36-45 tahun
Masa lansia awal: 46-55 tahun
Masa lansia akhir: 65 tahun keatas
World Health Organization (WHO)menggolongkan lagi masa lanjut usia ke dalam empat
kelompok, yaitu:
Usia pertengahan (middle age):45-59 tahun
Lanjut usia (elderly):60-74 tahun
Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun
2. Jenis Kelamin (gender)
Pada penelitian Asnawi (2009), Hutabarat (2013), Nurman (2000), dan Yulianti (2013),
ditemukan bahwa responden terbanyak adalah perempuan. Nurman (2000) mendapatkan
adanya hubungan jenis kelamin denga tingkat kepuasan. Gary Lee Cloud (2003) dalam
disertasinyamenemukan bahwa perempuan cenderung memiliki penilaian lebih terhadap
fasilitas kesehatan dibandingkan laki-laki. Jenis kelamin hanya dibedakan menjadi dua, yaitu
laki-laki dan perempuan.
3. PendidikanMenurut Tucker (2002), faktor individu yang positif memiliki hubungan
dengan kepuasan pasien adalah status kesehatan dan pendidikan. Pasien dengan pendidikan
rendah memiliki kepuasan lebih tinggi dari pada pasien dengan pendidikan tinggi (Cloud,
2003).Nurman (2000) juga mendapatkan adanya hubungan status pendidikan dengan tingkat
kepuasan.Mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembanganpeserta didik dan
kemampuan yang dikembangkan. Dalam undang-undang ini, jenjang pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar (enam tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di Sekolah Menengah
Pertama atau sederajat), pendidikan menengah (tiga tahun di Sekolah Menengah Umum/
Kejuruan/ Keagamaan/ Kedinasan/ Luar biasa), dan pendidikan tinggi (kelanjutan pendidikan
menengah untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan akademik dan
profesional, seperti perguruan tinggi atau sederajat)
4. Pekerjaan
Pada penelitian Nurman (2000) diadapatkan bahwa responden dengan penghasilan rendah
cenderung lebih puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima daripada responden yang
berpenghasilan tinggi. Sementara pada penelitian Hutabarat (2013) dan Yulianti (2013) tidak
didapatkannya hubungan signifikan antara status pekerjaan dengan kepuasan terhadap
pelayanan kesehatan.Jenis pekerjaan di Indonesia diatur dalam Klasifikasi Baku Jenis
Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002 yang mengelompokkan beragam jenis pekerjaan baik di
sektor formal atau pun informal berdasarkan aturan tertentu (tingkat dan spesialisasi
keahlian) sesuai dengan International Standard Classification of Occupations (ISCO) 1988.
Golongan pokok kerja ini adalah pejabat lembaga legislatif, pejabat tinggi, dan manajer,
tenaga profesional, teknisi dan asisten tenaga profesional, tenaga tata usaha, tenaga usaha
jasa dan usaha penjualan di toko dan pasar, tenaga usaha pertanian dan peternakan, tenaga
pengolahan dan kerajinan Ybdi, operator dan perakit mesin, pekerjaan kasar, tenaga
kebersihan, dan tenaga Ybdi, serta anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian
Negara RI.
5. Status KepesertaanPada penelitian Hidiati dalam Fitriyani (2009), menyatakan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara status kepesertaan dengan tingkat kepuasannya.
Sementara dari hasil penelitian oleh Fitriyani (2009) sendiri tidak didapatkan adanya
hubungan bermakna antara status kepesertaan dengan tngkat kepuasan. Yang dimaksud
dengan status kepesertaan dalam penelitian ini adalah pasienPeserta Bantuan Iuran (Mantan
Jamkesmas/ Jamkesda),Pekerja Penerima Upahyaitu mantan Askes/ Jamsostek/ TNI/ Polri,
dan Pekerja Bukan Penerima Upah, yaitu peserta yang membayar sendiri iuran BPJS
Kesehatan sesuai kelas perawatannya, yang bukan mantanJamkesmas/ Jamkesda, juga bukan
mantan Askes/ Jamsostek/ TNI/ Polri.Dari beberapa pandangan ahli mengenai kepuasan
pasien terhadap pelayanan kesehatan dan dimensi kualitas jasa pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut:
1.Responsiveness

Maksud variabel inimenurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10) adalah
kecepatan pelayanan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien dengan memberikan
pelayanan sesuai dengan prosedur yang ada Menurut Duggirala, Rajendra, & Anantharaman
(2008), satu hal harus diperhatikan dalam proses administrasi adalah keterlambatan (delay)
dalam setiap pelayanan yang ada. Keterlambatan ini tidak hanya menyebabkan
ketidakpuasan pasien tetapi juga kemarahan.

2.Reliability

Menurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10), varibel ini berbicara tentang
kemampuan petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu
dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Menurut Gronroos dalam Muninjaya (2011: 8),
pengguna jasa pelayanan kesehatan harus memahami resiko yang akan mereka hadapi jika
memilih jasa pelayanan yang ditawarkan oleh dokter. Dalam hal ini dokter dapat dipercaya
karena pengalaman dan reputasinya. Badri, dkk (2009) berpendapat bahwa aspek reliability
akan mempengaruhi kepuasan pasien. Pengukuran mutu pelayanan kesehatan menurut
Institute of Medicine (IOM 2001) salah satunya adalah layanan kesehatan yang diberikan
tepat waktu.

3.Emphaty and Equity

Menurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10), kriteria ini terkait dengan rasa
kepedulian dan perhatian khusus petugas kesehatan kepada setiap pasien, memahami
kebutuhan mereka, dan memberikan kemudahan bagi pasien untuk mendapatkan akses
kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki rasa empati dan perhatian khusus kepada pasien
(Badri, dkk., 2008), termasuk di dalamnya adalah kemampuan komunikasi petugas
kesehatan. Naidu (2009) juga mendapatkan bahwa kepedulian dokter akan mempengaruhi
kepuasan pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam hal equity, IOM (2001) mengartikan
bahwa layanan kesehatan yang diterima pasien haruslah sama, tanpa ada pembedaan
perlakuan dari petugas kesehatan terhadap umur, status kepesertaan, jenis kelamin, dan
terhadap variabel sosial demografi lainnya.

4.Safety and Assurance

Menurut IOM (2001), pelayanan harus diniatkan dan dilakukandalam rangka membantu
pasien, bukan untuk menyakitinya. Menurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10),
variabel ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan, sehingga
pasien tidak merasa khawatir atas resiko yang akan mereka terima sebagai dampak dari
tindakan medis yang diberikan. Jager dan Plooy (2007) pada penelitiannya tentang Service
Quality Assurance and Tangibility for Public Health Care in South Africa, mengungkapkan
bahwa hal paling penting pada aspek assurance adalah personal safetydan friendliness yang
ditunjukkan dan diberikan oleh petugas kesehatan. Penelitian Naidu (2009) juga
mendapatkan pentingnya seorang petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan secara
profesional dan memberikan keamanan bagi pasiennya.

5.Tangibility

Menurut Jager dan Plooy (2007),dua aspek tangibility yang secara signifikan mempengaruhi
kepuasan pasien adalah masalah kebersihan dan ketersedian peralatan atau perlengkapan
medis. Variabel ini melihat kepuasan pasien dari sisi fasilitas fisik di rumah sakit, yang
termasuk di dalamnya adalah kebersihan, perawatan dan ketersediaan pelayanan seperti
ruang tunggu, ruang uji diagnosis, kamar bedah (ruang operasi), ruang perawatan, dan
sebagainya. Lingkungan menjadi added value terhadap fungsi rumah sakit itu sendiri, yang
meliputi fasilitas fisik, peralatan, gedung, penampilan pegawai, dan sarana komunikasi.
Penelitian Badri, dkk. (2009) dan Naidu (2009) juga mendapatkan bahwa aspek lingkungan
dan infrastruktur memiliki porsi cukup besar terhadap kepuasan pelayanan. Metode
PenelitianPenelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional (potong lintang), yaitu melihat dan menilai keadaan responden pada satu saat
pengamatan, dengan menggunakan lembar pertanyaan (kuesioner). Pengambilan data
penelitian ini dilakukan di unit rawat jalan RS PMI Bogor selama satu minggu pada bulan
Januari 2015. Pelaksanaan penelitian dimulai dari survei penelitian, pengambilan data di
lapangan, dan pengolahan data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien unit
rawat jalan yang merupakan peserta BPJS Kesehatan dan berobat ke RS PMI Bogor selama
tahun 2014 (Januari-November). Sampel untuk penelitian ini adalah pasien unit rawat jalan
RS PMI Bogor yang mendapat manfaat BPJS Kesehatan (PBI, PPU, dan PBPU), sudah
melakukan pendaftaran, mendapat pemeriksaan dokter dan pelayanan obat, serta mampu
menjawab pertanyaan di dalam kuesioner (usia minimal 14 tahun).

Penelitian ini melibatkan Peserta BPJS Kesehatan yang berobat di unit rawat jalan RS PMI
Bogor, yang berumur 14 tahun atau lebih. Data pasien yang diambil adalah yang melakukan
rawat jalan, baik yang baru pertama kali ataupun yang sudah pernah sebelumnya. Selanjutnya
dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner untuk kemudian diolah melalui software SPSS
16.0 for windows. Pengolahan data penelitian dari lembar kuesioner yang sudah diisi oleh
responden dilawali dengan tahapan editing isian kuesioner apakah jawaban yang ada sudah
lengkap, jelas, dan konsisten. Selanjutnya data dicoding, yaitu merubah data berbentuk huruf
menjadi angka atau bilangan. Kemudian, setelah semua kuesioner terisi dengan baik dan
benar serta sudah dicoding,data akan diproses agar data yang sudah dientri bisa dianalisis.
Tahapan berikutnya adalah cleaning (pembersihan data), yaitu pengecekan kembali data yang
sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Data pun akhirnya siap diolah dengan
menggunakan software SPSS 16.0 for windows. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Univariat, untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi variabel independen dan


dependen, yaitu karakteristik responden (pasien) dan dimensi kepuasan pasien.
2. Bivariat, untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen, serta
mengidentifikasi variabel independen yang bermakna terhadap variabel dependen dengan
uji Chi Square (x2) Hasil Penelitian Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
distribusi responden rawat jalan RS PMI sebagai peserta BPJS Kesehatan berdasarkan
umur bahwa responden terbanyak adalah kelompok lansia ( > 45 tahun) dengan jumlah
66 orang (66,7 %) dan kelompok dewasa (≤ 45 tahun) berjumlah 33 orang (33,3 %).
Distribusi berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa responden terbanyak adalah
kelompok perempuan dengan jumlah 57 orang (57,6 %) dan kelompok laki-laki
berjumlah 42 orang (42,4 %). Dari variabel pendidikan responden terbanyak adalah lulus
SMA dengan jumlah 31 orang (31.3 %), sementara lulusan SD sebanyak 29 orang (29.3),
lulusan akademi/ perguruan tinggi sebanyak 22 orang (22.2), dan lulusan SMP sebanyak
17 orang (17.2 %).Pekerjaan responden terbanyak adalah kelompok pensiunan/
pengangguran/ RT dengan jumlah 64 orang (64.6 %), sementara kelompok pekerjaan
swasta berjumlah 23 orang (23.2 %), PNS ada 7 orang (7.1%), wirausaha sebanyak 4
orang (4.0%), dan paling sedikit adalah TNI/Polri sebanyak 1 orang (1.0%). Kepuasan
pasien terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan RS PMI Bogor digambaran dengan
memberikan penilaian “sangat puas”, “puas”, “sedang”, “tidak puas”, dan “sangat tidak
puas” disesuaikan dengan pertanyaan dan variabel pelayanan kesehatannya, yaitu
responsiveness, raliability, emphaty & equity, safety & assurnce, dan tangibility.
Selanjutnya, untuk jawaban sangat puas dan puas akan dikategorikan sebagai “puas” dan
jawaban sedang, tidak puas, serta tidak puas penulis kategorikan ke dalam “tidak puas”.
Alasan kenapa “sedang” termasuk dalam kategori tidak puas adalah karena berdasar hasil
wawancara yang penulis lakukan dengan responden melalui pengisian kuesioner, pilihan
“sedang” mengarah pada jawaban “kurang puas” dan menjadi batas kepuasan dengan
standar yang lebih tinggi.Distribusi kepuasan responden terhadap responsiveness adalah
puas, sebesar 51,50% dan tidak puas 48,50%. Nilai kepuasan responden terhadap
reliability adalah puas, sebesar 89,90% dan tidak puas 10,10%, nilai kepuasan responden
terhadap emphaty & equity adalah puas, sebesar 92,9%dan tidak puas 7,1%, nilai
kepuasan responden terhadap safety & assurance adalah puas, sebesar 97,0% dan tidak
puas 3,0%, dan nilai kepuasan responden terhadap tangibility adalah puas, sebesar 96,0%
dan tidak puas 4,0%. Dari lima variabel kepuasan ini didapatkan bahwa jumlah
responden yang puas lebih besar daripada tidak puas, yaitu 93,9%.Untuk hasil analisi
bivariat didapatkan adanya hubungan bermakna antara umur, pekerjaan, dan status
kepesertaan terhadap kepuasan pasien. Sementara jenis kelamin dan pendidikan tidak ada
hubungan bermakna dengan kepuasan terhadap pelayanan.
Pembahasan

Dalam hasil kepuasan keseluruhan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang


diterima adalah 93,9%. Angka ini melewati batas capaian kepuasan yang diharapkan
BPJS Kesehatan pada tahun 2014 sebesar 75%. Hasil ini juga lebih tinggi dari hasil
survei lembaga riset Myriad Research Committed pada penghujung tahun 2014, yang
mendapatkan hasil kepuasan peserta secara nasional sebesar 81%. Berdasar angka
komplain/keluhan yang penulis dapatkan dari 99 responden, setidaknya 36 responden
yang mengeluhkan beberapa bentuk pelayanan yang diterima,

Tabel 3.Keluhan Pasien BPJS Rawat JalanRS PMI Bogor

Keluhan frekuensi
Ada calo pendaftaran 2
Antrian kurang tertib 1
Antrian lama 11
Antrian lama,ada calo 1
Antrian lama,pelayanan 1
kurang,pemeriksaan satu hari full
Antrian lama,perawat kurang ramah 2
Antrian lama,waktu tunggu dokter lama 1
Antrian obat lama 1
Antrian obat lama,ada calo 1
Antrian pndaftara buruk 1
Antrian pendaftaran lama 3
Antrian pendaftaran lama,ada calo 1
Antrian pendaftaran membludak 1
Antrian penuh 1
Dokter tidak memberi waktu konsul 1
Obat tidak ada 1
Obat tidak sesuai resep dokter 1
Pelayanan lambat 1
Petugas kurang ramah,waktu tnu lama,obat 1
tidak sesuai resep dokter
Proses lama 1
Prosesnya lama 1
Sistem antrian buruk,ada calo 1
Total 36

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 66 pasien lansia, yang puas terhadap
pelayanan kesehatan ada 65 orang (98,5%), sementara dari 33 pasien dewasa, yang puas
terhadap pelayanan kesehatan adalah 28 orang (84,8%). P value yang didapatkan adalah
0,015 , kecil dari 0,05 sehingga uji ini menggambarkan bahwa ada hubungan bermakna
antaraumur dengan kepuasan pelayanan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Jackson, Chamberlin, dan Kroenke dalam Cloud (2003) yang mengatakan
bahwa pasien tua (≥ 65 tahun) cenderung merasa lebih puas dari pada pasien
muda.Dalam studi yang dilakukan oleh Naidu (2009) tentang Factors Affecting Patient
Satisfaction and Halthcare Quality,varibel sosiodemografi yang secara poitif memiliki
hubungan dengan kepuasan pasien, salah satunya adalah umur.

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitriyani (2009) tentang
Analisis Tingkat kepuasan Peserta Askes Sosial bahwa didapatkan hubungan bermakna
antara umur dengan kepuasan. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Hutabarat (2013) tentang Gambaran Kepuasan Peserta Kartu Jakarta Sehat,
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kepuasan, begitu pula pada
penelitian Nurman (2000) tentang Kepuasan Paien Jaminan Terhadap Pelayanan Rawat
Jalan RSUD Bekasi, bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan tingkat
kepuasan, dan penelitian Yulianti (2013) tentang Analisis Kepuasan Pasien Unit Rawat
Jalan di RS Bhakti Yudha Depok, bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur
dengan tingkat kepuasan.
Berdasarkan hasil analisis, dari 57 pasien perempuan, yang puas terhadap
pelayanan kesehatan ada 52 orang (91,2%), sementara dari 42 pasien laki-laki yang puas
adalah 41 orang(97,6%). P value yang didapatkan besar dari 0,05 yaitu 0,24 sehingga
tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin pasien dengan kepuasan pelayanan
yang diterima. Hasil ini sama seperti hasil penelitian yang ditemukan pada pasien yang
menggunakan KartuJakarta Sehat di unit rawat jalan RS UKI (Hutabarat, 2013), bahwa
tidak ada hubungan jenis kelamin dan kepuasan pelayanan. Pada penelitian Yulianti
(2013) juga didapatkan tidak adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin denga
kepuasan pasien, begitu juga pada penelitian Fitiriyani (2009) bahwa tidak ada hubungan
jenis kelamin dengan kepuasan. Namun hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
ditemukan Nurman (2000) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Gary Lee Cloud (2003)
tentang “Key patient characteristics influencing customer satisfaction in community
health centers”yang berdasar hasil analisisnya, laki-laki memiliki kepuasan lebih tinggi
dari pada perempuan.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa, 22 pasien yang lulus akademi/PT yang
merasa puas terhadap pelayanan ada 18 orang (81,8%), dari 31 lulusan SMA yang merasa
puas ada 30 orang (96,8%), dari 17 responden lulusan SMP yang merasa puas ada 17
orang (100%), dan dari 29 responden lulusan SD yang merasa puas ada 28 orang
(96,6%). Didapatkan p value 0,0056, sehingga menurut uji statistik hasil ini menunjukkan
tidak ada hubunganbermaknaantara pendidikanresponden dengan status kepuasan
pelayanan. Meskipun uji statistik menyebutkan tidak ada perbedaan kepuasan pada
karakteristik pendidikan, ditemukan bahwa jumlah responden puas meningkat dengan
semakin rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil yang didapatkan oleh Hutabarat (2013) dan Yulianti (2013) bahwa tidak ada
hubungan pendidikan dengan tingkat kepuasan pasien. Menurut Tucker (2002), faktor
individu yang positif memiliki hubungan Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM,
2015 dengan kepuasan pasien adalah status kesehatan dan pendidikan. Pasien dengan
pendidikan rendah memiliki kepuasan lebih tinggi dari pada pasien dengan pendidikan
tinggi (Cloud, 2003).Hasil penelitian Naidu (2009) mendapatkan bahwa varibel
sosiodemografi yang secara poitif memiliki hubungan dengan kepuasan pasien salah
satunya adalah pendidikan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 7 orang pasien yang bekerja sebagai PNS
dan 1 orang TNI/Polri, yang merasa puas terhadap pelayanan adalah 100%. Untuk
responden yang berprofesi swasta sebanyak 23 orang, yang merasa puas ada 21
orang(91,3%), dari 4 responden berprofesi wirausaha yang merasa puas ada 2 orang
(50%), dan dari 64 responden yang pensiunan/ pengangguran/ RT yang merasa puas ada
62 orang (96,9%). Didapatka p value 0,004 sehingga hasil ini menunjukkan ada
hubunganbermaknaantara pekerjaan responden dengan status kepuasan pelayanan. Hasil
ini sesuai dengan hasil yang ditemukan Nurman (2000) bahwa ada hubungan antara
pendapatan dengan tingkat kepuasan. Semakin tinggi pendapatan, pasien cenderung
semakin tidak puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, begitupun sebaliknya.
Namun tidak sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (2013) dan Yulianti (2013), yang
mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan tingkat kepuasan.Hasil
analisis memperlihatkan bahwa dari 33 pasien PBI, yang puas terhadap pelayanan adalah
semuanya, 33 orang (100%), dari 33 pasien Non PBI yang puas juga semuanya, 33 orang
(100%), dan dari 33 pasien peserta BPJS mandiri yang puas ada 27 orang (81,8%).
Dengan p value yang didapatkan adalah0,002 maka hasil ini menunjukkanada hubungan
bermakna antara status keesertaan pasiendengan status kepuasan pelayanan. Hasil ini
sesuai dengan hasil penelitian Hidiati dalam Fitriyani (2009) bahwa ada hubungan
bermakna antara status kepesertaan dengan tingkat kepuasan, namun tidak sesuai dengan
Fitriyani (2009) bahwa tidak ada hubungan status kepesertaan dengan kepuasan pasien.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.Kepuasan pasien peserta BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan di Rs
PMI Bogor adalah sebesar 93,9%, sedangkan yang menyatakan tidak puas akan layanan
sebesar 6,1%.Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
2.Kepuasan pasien terhadap aspek kecepatan pelayanan ,responsiveness,adalah sebesar
51,50%, sedangkan yang tidak puas ada 48,50%.
3.Kepuasan pasien terhadap aspek ketepatan pelayanan ,reliability,adalah sebesar 89,90%,
sedangkan yang tidak puas ada 10,10%.
4.Kepuasan pasien terhadap aspek emphaty & equityadalah sebesar 92,9%, sedangkan yang
tidak puas 7,1%.
5.Kepuasan pasien terhadap aspek safety & assuranceadalah sebesar 97,0%, sedangkan yang
tidak puas ada 3,0%.
6.Kepuasan pasien terhadap aspek tangibility adalah sebesar 96,0%, sedangkan yang tidak
puas ada 4,0%
7.Dalam hasil analisis uji bivariat diketahui bahwa yang memiliki hubungan bermakna
dengan kepuasan pasien adalah umur, pekerjaan, dan status kepesertaan.
8.Dalam hasil analisis uji bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis
kelamin dan pendidikan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan di
RS PMI Bogor.
9.Berdasar hasil wawancara penulis dengan responden, beberapa keluhan yang disampaikan
adalah perihal kecepatan pelayanan di pendaftaran seperti sistem antrian pendaftaran yang
tidak baik serta adanya para “calo” tiket pendaftaran, waktu tunggu pelayanan yang lama
(dari pendaftaran, pemeriksaan, dan pengambilan obat), ketidaksesuain resep yang dituliskan
dokter dengan yang diberikan petugas, dan adanya cost sharingyang dikeluarkan pasien
dalam range 7000-84.000

Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran kepuasan peserta BPJS Kesehatan terhadap
pelayanan kesehatan rawat jalan di RS PMI Bogor, maka ada beberapa saran yang bisa
dipertimbangkan, yaitu:Bagi RS PMI Bogor:
1.Membuat sistem pendaftaran dengan perjanjian jadwal pemeriksaan pada H-1 sebelum
pasien berobat ke rumah sakit.
2.Perihal adanya calo tiket pendaftaran, sebaiknya dibuatkan aturan bahwa yang berhak
melakukan pendaftaran adalah pihakkeluarga pasien. Praktiknya, petugas pendaftaran
memeriksakan kartu identitas berupa KTP dan Kartu Keluarga si pendaftar saat di loket
pendaftaran.
3.Di loket pendaftaran perlu ditambahkan kursi tunggu untuk pasien.
4.Perlu dilakukan maintananceterhadap fasilitas dan sarana yang menunjang pelayanan
BPJS Kesehatan.
5.Disemua poliharusdisediakan tempat untuk konsultasi pasien dengan dokter.
6.Pihak manajemen rumah sakit harus memastikan semua petugas rumah sakit
mendapatkan info dan pemahaman tentang jaminan pelayanan kesehatan lanjutan yang
diselenggarakan BPJS Kesehatan agar informasi yang diterima pasien sesuai dengan
pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan yang berlaku.

Bagi BPJS Kesehatan:


1.Melakukan penguatan komitmen faskes terhadap Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang
telah disepakati. Apabila faskes menjalankan pelayanan terhadap peserta BPJS dengan
baik maka diberikan apresiasi, apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai maka harus
dilakukan teguran.
2.Menyediakan kotak keluhan di depan BPJS Centerdan loket pendaftaran untuk difollow
upselama minimal sebulan sekali sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap rumah
sakit.
3.Menaruh klausul perizinan ke dalam perjanjian dengan faskes tingkat lanju atau
meminta perizinan faskes agar BPJS Kesehatan diberikan spaceuntuk menaruh
pengumuman atau informasi resmi dari BPJS Kesehatan, terutama di tempat-tempat
strategis seperti loket pendaftaran dan pengambilan obat.
4.Membuat pengumuman berupa banner/poster/ spaduk yang bertuliskan informasi
pasien BPJS tanpa iur biaya jika sesuai dengan prosedur dan indikasi medis.
5.Pertemuan atau rapat koordinasi antara BPJS CenterRS PMI dengan pihak rumah sakit
dua minggu sekali, untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan peserta BPJS
Kesehatan dan melakukan tindak lanjut untuk pelayanan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai