Anda di halaman 1dari 49

PRAKTIKUM FTS

SUSPENSI ANTASIDA

OLEH :

SHAFIRA ARDI MANGESTI NIM 15137

AKFAR 3 B

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

November 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang, tanpa kesehatan
maka kita tidak dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan lancar, maka
diperlukan pola hidup yang teratur, sehat dan asupan yang memenuhi cakupan gizi
yang diperlukan oleh tubuh kita. Kebanyakan orang tidak memperhatikan pola
makan yang teratur. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti padatnya
pekerjaan seseorang, stress, dan masih banyak faktor yang lain.
Akhir-akhir ini banyak orang yang sering mengalami sakit maag. Sakit maag
atau tukak lambung, atau dalam bahasa kedokteran disebut dispepsia, adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri ulu hati, atau perasaan tidak nyaman yang
berasal dari saluran cerna atas, disertai dengan perasaan cepat kenyang atau bahkan
kehilangan nafsu makan, sendawa, mual sampai muntah. Sakit maag terjadi akibat
tingginya kadar asam di dalam lambung yang menyebabkan iritasi pada dinding
lambung, hingga menimbulkan gejala nyeri pada perut. Dampak yang dirasakan
penderita biasanya adalah merasakan perih atau sebah pada perut.
Sakit maag dapat terjadi secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat, waktu yang
lama (kronik), atau karena kondisi khusus seperti adanya penyakit lain.
Kebanyakan orang mengkonsumsi obat maag ketika rasa sakit maag terasa. Hampir
semua obat untuk mengatasi rasa sakit maag yang terdapat di pasaran di dalamnya
mengandung antasida. Antasida mengandung senyawa magnesium hidroksida dan
aluminium hidroksida sebagai zat aktif yang diberikan secara oral (diminum) untuk
mengurangi rasa perih akibat suasana lambung yang terlalu asam untuk
menetralkan asam lambung. Sesuai dengan namanya golongan obat ini berfungsi
untuk melawan atau mengurangi tingkat keasaman lambung akibat produksi asam
lambung berlebih.
Konsumen lebih suka mengkonsumsi obat maag dalam bentuk cair karena
dirasa lebih cepat dalam menyembuhkan sakit. Obat maag yang biasa dikonsumsi
merupakan bentuk sediaan obat suspensi. Suspensi merupakan salah satu contoh
sediaan cair yang secara umum dapat di artikan sebagai suatu sediaan cair yang
mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase
cair.
Alasan bahan obat di formulasikan dalam bentuk sediaan suspensi yaitu bahan
obat memiliki kelarutan yang kecil atau sukar larut, tetapi diperlukan dalam bentuk
sediaan cair untuk memenuhi kebutuhan pasien yang sukar menelan obat dan dapat
dikonsumsi oleh anak-anak. Sediaan suspensi dapat diterima baik oleh konsumen,
jika dibandingkan dengan bentuk larutan penggunaan sediaan suspensi lebih efisien
karena dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Penampilan kemasan, rasa, dan warna dari sediaan obat jenis suspensi ini juga dapat
menjadi daya tarik tersendiri oleh konsumen.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengaplikasikan produksi sediaan suspensi yang mengandung zat


aktif antasida dengan fungsi sebagai penetralisir lambung yang sesuai dengan
standar mutu fisik sediaan suspensi.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Memahami konsep awal sediaan suspensi antasida sebagai obat maag
b. Melaksanakan praformulasi sediaan suspensi antasida sebagai obat maag
c. Melaksanakan produksi sediaan suspensi antasida sebagai obat maag sesuai
dengan CPOB
d. Melakukan evaluasi dengan melakukan uji mutu fisik sediaan suspensi
antasida sebagai obat maag
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Masyarakat sebagai konsumen
a. Baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi sediaan tablet, pil,
kapsul dan yang lainnya terutama bagi anak-anak
b. Rasa pahit dari obat dapat tertutupi

1.3.2 Bagi Mahasiswa sebagai produsen


a. Dapat menambah wawasan mengenai pembuatan sediaan suspensi
b. Mengetahui cara produksi sediaan suspensi sesuai standar mutu fisik
sediaan
c. Mengembangkan kreatif dan inovatif peneliti untuk merancang formulasi
sediaan serta dapat mengaplikasikan formulasi di dunia kerja.

1.3.3 Bagi Institusi


Manfaat yang diterima oleh institusi adalah institusi semakin dikenal oleh
masyarakat karena memiliki mahasiswa yang berkompeten pada bidangnya.

1.3.4 Bagi Industri Farmasi


Manfaat yang diterima oleh industri farmasi adalah dengan dilakukannya
formulasi sediaan suspensi bagi skala industri dapat menambah kuantitas dan
daya saing industri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penyakit


2.1.1 Definisi
Maag atau radang lambung atau tukak lambung adalah gejala penyakit yang
menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang
menyebabkan sakit, mulas, dan perih pada perut. Dalam dunia kedokteran juga
disebut dispepsia.
Dispepsia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas atau dada yang biasanya timbul setelah makan.

2.1.2 Penyebab
Penyebab terjadinya penyakit maag adalah :
1. Makan tidak teratur atau terlambat makan
Biasanya secara tidak sadar menunggu hingga rasa lapar melilit perut, baru
makan dan ketika makan dengan porsi besar.
2. Adanya bakteri yang bersarang di dalam lambung yaitu bakteri
Helycobacter Pylori.
Bakteri Helycobacter pylori hidup dibawah lapisan selaput lendir dinding
bagian dalam lambung. Fungsi lapisan lendir ini sebenarnya adalah sebagai
pelindung dari kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung.
Infeksi yang diakibatkan oleh bakteri ini menyebabkan peradangan pada
dinding lambung yang disebut dengan Gastritis.
3. Perokok aktif.
Lebih banyak merokok dibanding dengan mengkonsumsi asupan makanan
yang bergizi. Rokok secara tidak langsung dapat menjadi salah satu
penyebab maag.
4. Faktor psikis
Stress juga merupakan salah satu penyebab timbulnya maag. Stress
membuat keadaan lambung semakin parah dari sebelumnya. Jika tidak
dapat mengontrol, stress juga dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan.
5. Kurang istirahat
Tidak dapat membagi waktu dengan tepat. Tidak dapat memanfaatkan
waktu untuk bekerja, istirahat, dan makan. Sehingga penyakit lambung
dapat datang tiba-tiba dan cukup menyiksa.
6. Efek samping dari penggunaan obat-obat tertentu.
Penyakit maag juga dapat dipengaruhi oleh obat-obatan kimia yang
digunakan. Salah satu obat yang dapat menyebabkan maag adalah aspirin
atau obat penghilang rasa nyeri sehingga apabila sering digunakan dapat
menimbulkan efek samping yaitu maag.
7. Makan makanan tidak sehat.
Apabila asupan makanan yang dikonsumsi terlalu pedas dan asam bisa
meningkatkan asam lambung yang akan menyebabkan luka pada lambung dan
sakit maag terjadi. Bukan hanya itu saja, namun tekstur makanan yang keras
atau sulit dicerna juga dapat menjadi faktor penyebab penyakit maag. 8. Minum
minuman yang tidak sehat.
Minuman yang dapat menyebabkan penyakit maag yaitu minuman yang
dapat menyebabkan batu ginjal, seperti minuman yang mengandung
alkohol, kafein, ataupun soda.

2.1.3 Gejala
Gejala yang terjadi pada saat sakit maag adalah :
1. Perut kembung.
Gejala yang biasa dialami oleh penderita adalah perut kembung, hal ini
terjadi karena lambung yang banyak terisi oleh gas yang dihasilkan oleh
lambung.

2. Terasa sering lapar.


Karena pola makan yang tidak teratur, penderita akan terasa sering lapar.
3. Sering sendawa
Hal ini terjadi karena gas yang dihasilkan oleh lambung, sehingga orang
yang lebih sering bersendawa kemungkinan gejala penyakit maag.
4. Mual dan muntah.
Penderita maag akan merasakan mual pada bagian perut dan juga muntah.
5. Merasakan perih pada bagian perut dan juga dada.
Dari banyaknya gejala yang muncul, yang paling mudah dikenali adalah
rasa perih pada bagian perut dan dada. Jika seseorang merasakan salah satu
dari ciri tersebut salah satu ciri dari gejala penyebab maag, maka segera
konsultasikan pada dokter.

2.1.4 Akibat
Akibat yang ditimbulkan adalah perut terasa perih atau sebah, merasa mual dan
ingin muntah, dan kondisi tubuh akan menjadi letih.

2.1.5 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Atur jadwal makan
Lebih baik jika sudah waktu jam makan, segeralah lakukan makan. Dengan
menunda waktu makan rasa lapar akan hilang, namun hanya bertahan sesaat
dan perut akan terasa sangat kelaparan. Hal ini dapat memicu untuk makan
dengan porsi besar, dan makan jenis makanan apapun untuk dikonsumsi.
Oleh karena itu, menunda jadwal makan akan menjadi pemicu sakit maag.
2. Tidak makan besar di awal makan.
Untuk mengawali makan yang baik, tidak langsung dengan memakan
makanan dengan porsi yang berlebihan, seperti nasi. Karena dengan makan
berat di awal, akan membuat tubuh mencerna makanan lebih lama.
Sebaiknya mengawali makan makanan yang mudah di cerna oleh tubuh
seperti buah.
3. Makanan berserat
Makanan-makanan yang berserat akan lebih mudah di cerna oleh tubuh,
tetapi makanan yang berserat juga tidak berarti makanan yang mengandung
serat yang berlebih. Makanan berserat yang baik untuk mencegah penyakit
maag adalah makanan yang mengandung cukup serat, seperti buah dan
sayur.
4. Tidak makan sebelum tidur.
Makan sebelum tidur tidak baik di karenakan makanan tidak dapat di cerna
dengan baik dan juga akan menyebabkan asam lambung naik. Sebaiknya
hanya meminum air putih untuk menghilangkan rasa lapar sebelum tidur.

2.1.6 Pengobatan

Sakit maag akan sembuh jika ditangani sesuai dengan penyebab yang
mendasarinya. Penting untuk mengetahui dan mengatasi penyebab dasar maag
karena kadang-kadang kondisi radang yang baru bisa kambuh kembali.
Obat yang biasanya dikonsumsi untuk mengobati sakit maag adalah jenis obat
dengan bentuk liquid, seperti suspensi. Karena bentuk sediaan suspensi lebih cepat
meredakan penyakit maag karena mudah di absorbsi dalam lambung..

2.2 Zat Aktif


2.2.1 Definisi

Zat Aktif Obat adalah unsur dalam obat yang memiliki khasiat menyembuhkan
penyakit. Antasida adalah obat yang digunakan untuk menetralkan asam lambung.
Digunakan untuk mengobati penyakit pada saluran pencernaan yang diakibatkan
oleh asam lambung, seperti tukak pada esophagus, lambung atau usus dengan gejala
seperti nyeri lambung, mual, dan muntah.

Umumnya antasida merupakan basa lemah, biasanya terdiri dari zat aktif yang
mengandung alumunium hidroksida atau karbonat, magnesium hidroksida atau
karbonat, dan kalsium. Terkadang antasida dikombinasikan juga dengan simetikon
yang dapat mengurangi kelebihan gas.

2.2.2 Khasiat Zat Aktif


Digunakan untuk mengobati penyakit pada saluran pencernaan yang
diakibatkan oleh asam lambung, menetralkan asam lambung.
2.2.3 Mekanisme Kerja
Antasida bekerja dengan cara menetralkan kondisi “terlalu” asam tersebut,
selain itu antasida juga bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim pepsin
yang aktif bekerja pada kondisi asam, enzim ini diketahui juga berperan dalam
menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan manusia.

2.2.4 Efek Samping


Umumnya antasida tidak menimbulkan efek samping bila diminum sesuai
anjuran. Efek samping yang utama antasida dengan zat aktif Alumunium hidroksida
adalah konstipasi (sembelit). Alumunium juga dapat menyebabkan hipofosfatemia
(kekurangan fosfat) bila digunakan secara terus menerus. Sedangkan antasida
dengan zat aktif Magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare dan dapat
meningkatkan kadar magnesium dalam darah pada pasien gagal ginjal. Sehingga
kedua zat aktif ini sering dikombinasikan agar efek samping dapat diminimalisir.

2.2.5 Kontra Indikasi


Antasida sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan kondisi gagal ginjal,
ketidakseimbangan elektrolit atau ion tubuh, adanya gejala radang usus buntu, dan
pada pasien pascaoperasi perut.

2.2.6 Cara penyimpanan


Antasida harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, hindarkan dari
cahaya matahari langsung. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

2.2.7 Interaksi Obat


Antasida dapat memengaruhi penyerapan obat lain di dalam saluran cerna.
Akibatnya efek terapi dari obat yang dipengaruhinya tersebut dapat bertambah atau
berkurang.
Contoh obat :
1. Antasida-antipertensi, Kaptopril.
Antasida dapat mengikat kaptopril sehingga penyerapannya berkurang
sampai dengan 45% yang mengakibatkan berkurangnya efek penurunan
tekanan darah dari kaptopril. Minumlah 1 jam sebelum makan dan antasida
1 jam setelah makan.
2. Antasida-antihipertensi, Nifedipin.
Antasida dapat mempermudah penyerapan nifedipin, akibatnya efeknya
akan bertambah dan timbul efek sampingnya. Minumlah antasida 1 jam
sebelum makan dan nifedipin 1 jam setelah makan.
3. Antasida-antibiotika.
Antasida dapat mengurangi penyerapan antibiotika seperti ampisilin,
amoksisilin, siprifloksasin, isinoazid, rifampisin nitrofurantoin, ofloksasin,
dan tetrasiklin. Minumlah antibiotika 1 jam sebelum makan dan antasida 1
jam setelah makan.

2.3 Sediaan
2.3.1 Definisi
Suspensi adalah sediaaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila dikocok perlahan endapan harus
segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin
stabilitas tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan
dituang.
Menurut FI Edisi III, suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan
obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut , terdispersi dalam cairan pembawa.
Menurut FI Edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Menurut Formularium nasional Edisi II, suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan
atau tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa
yang ditetapkan.
2.3.2 Persyaratan
2.3.2.1 Persyaratan sediaan suspensi menurut FI edisi III adalah :
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
Partikel yang terdispersi harus mempunyai ukuran yang sama sehingga tidak
cepat mengendap pada wadah. Pengendapan seperti ini dapat
mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi
kembali.
2. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
Sediaan harus mudah didispersi kembali sehingga memudahkan
penggunaan pada pasien.
3. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi.
Agar nyaman digunakan dan tahan terhadap serangan mikroba.
4. Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi.
Dispersi tidak boleh terlalu kental agar mudah untuk dituang dan mudah
dikocok kembali.
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama

2.3.2.2 Persyaratan menurut FI edisi IV adalah :


1. Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba yang sesuai untuk melindungi kontaminasi
bakteri, ragi, dan jamur seperti yang tertera pada emulsa dengan beberapa
pertimbangan penggunaan pengawet antimikroba juga berlaku untuk
suspensi.

3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.


Untuk menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam pembawa,
hingga menjamin keseragaman dan dosis yang tepat.
2.3.3 Keunggulan dan Kelemahan
2.3.3.1 Keuntungan Bentuk Sediaan Suspensi
a) Baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, kapsul.
terutama untuk anak-anak.
Untuk kebanyakan pasien bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat
seperti kapsul, tablet, pil. Karena untuk mengonsumsi obat menjadi lebih
mudah dan keluwesan dalam pemberian dosis.
b) Memiliki homogenitas yang cukup tinggi
Karena sebelum dikonsumsi, sediaan suspensi harus dikocok terlebih
dahulu. Hal ini membuat sediaan suspensi memiliki homogenitas yang
cukup tinggi.
c) Lebih mudah di absorbsi dari pada tablet
Dengan bentuk yang cair atau liquid, maka lebih mudah di absorpsi dari
pada tablet, karna luas permukaan kontak dengan permukaan saluran cerna
tinggi.
d) Dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat.
Dengan adanya bahan-bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam sediaan
suspense, termasuk pemanis, menjadikan rasa tidak enak atau pahit dari
sediaan suspense tertutupi.
e) Dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air. Obat-
obatan tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tetapi stabil
bila disuspensikan. Dalam hal seperti ini suspense oral menjamin stabilitas
kimia dan memungkinkan terapi dengan cairan.

2.3.3.2 Kerugian Bentuk Sediaan Suspensi


a) Memiliki kestabilan yang rendah
Bentuk dari sediaan suspense yang cair, maka kestabilan dari sediaan
rendah. Karena sangat mudah terkontaminasi dengan mikroba-mikroba
ataupun bakteri.
b) Jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali, sehingga
homogenisitasnya menjadi buruk.
c) Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sulit untuk dituang.
Suspense harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel
yang terdispersi. Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak
menyulitkan pada saat penuangan dari wadah.
d) Ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan sediaan larutan
Keseragaman dosis dalam sediaan suspense sudah terjamin, namun ada
beberapa masalah dalam mempertahankan konsentrasi dosis aturan pakai.
Keakuratan dosis saat sediaan digunakan rendah.
e) Suspensi harus dilakukan pengocokan sebelum digunakan
Hampir semua suspense harus dikocok sebelum digunakan karena obat
cenderung mengendap, ini tidak hanya menjamin keseragaman preparat
tetapi yang lebih penting adalah bagi pemberian dosis yang tepat.
f) Pada saat penyimpanan kemungkinan perubahan sistem dispersi akan
meningkat apabila terjadi perubahan temperatur pada tempat penyimpanan.

2.3.4 Penggolongan macam-macam sediaan


1. Suspensi Oral
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal
Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit.
3. Suspensi Tetes Telinga
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi Oftalmik
Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikelpartikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan jika terdapat massa yang
mengeras atau terjadi penggumpalan.
5. Suspensi untuk Injeksi
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya
(syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam
larutan spinal.
6. Suspensi untuk Injeksi Terkonstitusi
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan
pembawa yang sesuai.

2.4 Praformulasi dan Formulasi


2.4.1 Praformulasi
2.4.1.1 Definisi
Praformulasi atau preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum, dan
formulasi yang artinya perumusan atau penyusunan. Di bidang farmasi
preformulasi dapat diartikan sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan
membuat formula suatu obat. Preformulasi meliputi pengkajian tentang
karakteristik atau sifat-sifat dari bahan obat dan bahan tambahan obat yang akan
diformulasi.

2.4.1.2 Tujuan
Membuat formula yang tepat sehingga menghasilkan produk akhir berupa
sediaan farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan.
Kenyamanan saat penggunaan seperti rasa yang tidak enak dari obat, bau yang tidak
enak, dan warna yang kurang menarik dapat ditutupi dengan adanya bahan-bahan
tambahan.
Kenyamanan saat digunakan penting untuk diperhatikan karena akan
mempengaruhi kepatuhan pemakai obat. Jika obat berasa tidak enak maka orang
akan tidak suka mengkonsumsinya. Kestabilan sediaan obat, selama penyimpanan,
sediaan obat harus tetap dalam keadaan yang stabil, tidak menampakkan tandatanda
kerusakan seperti : terjadi perubahan warna, bau, rasa, timbulnya kristal pada
permukaan tablet/kaplet, memisahnya air dan minyak pada sediaan krim/emulsi,
adanya endapan yang mengeras pada sediaan suspense.

2.4.1.3 Karakteristik Bahan


Antasida adalah obat yang digunakan untuk menetralkan asam lambung.
Umumnya antasida merupakan basa lemah, biasanya terdiri dari zat aktif yang
mengandung alumunium hidroksida atau karbonat, magnesium hidroksida atau
karbonat, dan kalsium. Terkadang antasida dikombinasikan juga dengan simetikon
yang dapat mengurangi kelebihan gas.
1. Aluminium hidroksida, sebagai zat aktif.
Pemerian
Bentuk : Serbuk amorf dengan beberapa agregat
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Rasa : tidak berasa
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan alcohol, larut dalam asam mineral dan
larutan alkali, suspense dalam air mempunyai ph tidak lebih dari 10.
Khasiat dan penggunaan
Menetralkan asam lambung. Menetralkan HCl dalam lambung dengan
membentuk daram Al(Cl)3 dan H2O.
Dosis
Sekali pakai = 500 – 1000 mg
Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, hindarkan dari cahaya matahari langsung.

Alasan penggunaan Aluminium hidroksida adalah karena aluminium


hidroksida memiliki daya menetralkan asam lambung lambat, tetapi masa kerjanya
lebih panjang. Alumunium ini bersifat demulsen dan adsorben. Dan juga absorbsi
makanan setelah pemberian alumunium dipengaruhi dan komposisi tinja tidak
berubah. Adsorben adalah obat yang secara fisik mampu menarik racun, gas dan
zat lain yang berbahaya untuk dikeluarkan dari tubuh. Demulsen adalah obat yang
berfungsi sebagai adsorben disertai efek mengurangi iritasi mukosa saluran cerna.

2. Magnesium hidroksida, sebagai zat aktif.


Pemerian
Bentuk : Serbuk, mengabsorbsi CO2 secara perlahan dari udara
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Rasa : tidak berasa
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan alcohol, kloroform, serta eter, larut dalam
asam encer.
Karakteristik kimia
pH sediaan yang digunakan adalah 7,3-8,5
Khasiat dan penggunaan
Menetralkan asam lambung.
Dosis
Sekali pakai = 500 – 700 mg.
Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, hindarkan dari cahaya matahari langsung.

Alasan penggunaan Magnesium hidroksida adalah karena antasida yang


mengandung magnesium relatif tidak larut air sehingga bekerja lebih lama bila
berada dalam lambung dan sebagian besar tujuan pemberian antasida tercapai.
2.4.1.4 Monografi Bahan Tambahan
1. PGA : (Pulvis Gummi Arabici, Handbook of Pharmaceutical Exipients
6th ed, halaman 1-3 )
Pemerian :
Acasia adalah serbuk putih atau kuning putih, tidak berbau,dan
mempunyai rasa lemah.
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian gliserin, dalam 20 bagian propilenglikol,
dalam 2,7 bagian air, dan praktis tidak larut dalam etanol 95%.
Khasiat : sebagai zat tambahan (suspending agent )
Kadar : 1% - 10%
Alasan pemilihan PGA sebagai bahan tambahan karena efektif mencegah
jamur dan bakteri, toksisitasnya kecil.

2. Nipagin (Methyl Paraben)


Pemerian : kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin, berwarna putih,
tidak berbau, berbau lemah, rasa sedikit membakar.
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dan dalam larutan alkili hidroksida Kadar
: Larutan oral dan suspensi 0,015-2% (excipient hal 310)

Alasan pemilihan nipagin sebagai bahan tambahan karena efektif mencegah


jamur dan bakteri sebagai pengawet air, toksisitasnya kecil.

3. Gliserin
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berbau, rasa manis, hanya
boleh berbau khas lemah, higroskopis, netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidal larut
dalam kloroform, dalam eter.
Alasan pemilihan gliserin sebagai bahan tambahan karena gliserin dapat
digunakan sebagai zat pembasah yang dapat mendesak lapisan udara yang ada
di permukaan partikel dan melapisi bahan obat sehingga menyebabkan sudut
kontak turun.

4. Sirupus Simplek (Sukrosa) (FI Edisi III, hal 725)


Pemerian
Warna: putih, tidak berwarna
Rasa: manis
Bau: tidak berbau
Bentuk : Hablur, masa hablur, bentuk kubus
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter.
Indikasi: Bahan sirupus simplex

5. Oleum Menthae Pip.


Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat
menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui
mulut.
Kelarutan : Dalam etanol 70% satu bagian dilarutkan dalam 3 bagian
volume etanol 70%

Alasan pemilihan Ol. Menthae Pip. Sebagai bahan tambahan karena Ol.
Menthae Pip. digunakan sebagai corigen odoris, dapat menutupi rasa pahit dari
bahan obat dan juga lebih disukai orang dewasa karena ada sensasi dingin.

6. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
2.4.2 Formulasi
2.4.2.1 Definisi
Formulasi merupakan suatu kegiatan dalam pembuatan sediaan dimana
menitikberatkan pada kegiatan merancang bahan yang diperlukan untuk membuat
sediaan tertentu yang meliputi nama dan takaran bahan

2.4.2.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya formulasi adalah untuk mengetahui ketersesuaian efek
terapi, Meningkatkan kestabilan obat, menghindari efek toksik, meningkatkan
penampilan obat.

2.4.2.3 Spesifikasi Bahan


1. Zat aktif
Zat Aktif Obat adalah unsur dalam obat yang memiliki khasiat
menyembuhkan penyakit.
2. Bahan tambahan:
a. Bahan pensuspensi / suspending agent
Berfungsi untuk memperlambat pengendapan, mencegah penurunan
partikel, dan mencegah penggumpalan resin, dan bahan berlemak.
Contoh untuk golongan polisakarida yaitu seperti gom akasia, tragakan,
alginat starc. Sedangkan pada golongan selulosa larut air yaitu seperti
metil selulosa, hidroksi etilselulosa, avicel, dan na-cmc.untuk golongan
tanah liat misalnya seperti bentonit, aluminium magnesium silikat,
hectocrite, veegum. Sementara itu untuk golongan sintetik seperti
carbomer, carboxypolymethylene, colloidal silicon dioxide.

b. Bahan pembasah (wetting agent) / humektan


Dalam pembuatan suspensi penggunaan zat basah sangat berguna
dalam penurunan tegangan antar muka partikel padat dan cairan
pembawa (Anief, 1994). Zat pembasah yang sering digunakan dalam
pembuatan suspensi adalah air, alkohol, gliserin (Ansel, 1989).
Zat-zat hidrofilik (sukar pelarut) dapat dibasahi dengan mudah oleh
air atau cairan-cairan polar lainnya sehingga dapat meningkatkan
viskositas suspensi-suspensi air dengan besar. Sedangkan zat-zat
hidrofobik (tidak sukar pelarut) menolak air, tetapi dapat dibasahi oleh
cairan-cairan nonpolar. Zat pada hidrofilik biasanya dapat
digabungmenjadi suspensi tanpa zat pembasah (Patel dkk, 1994).
c. Pemanis
Berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Misalnya sorbitol
dan sukrosa.
d. Pewarna dan pewangi
Kedua zat tambahan ini harus serasi. Misalnya vanili, buah-buahan
berry, citrus, walnut, dan lain-lain.
e. Pengawet
Sangat dianjurkan jika di dalam sediaan tersebut mengandung bahan
alam, atau bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan
tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan juga bila
sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang. Pengawet yang sering
digunakan adalah metil atau propil paraben, asam benzoat, chlorbutanol,
dan senyawa ammonium.
f. Antioksidan
Antioksidan arang digunakan pada sediaan suspensi kecuali untuk
zat aktif yang mudah terurai karena teroksidasi misalnya hidrokuinon,
asam galat, kasein, sisteina hidroklorida, dan juga timol.
g. Pendapar
Berfungsi untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,
meningkatkan kelarutan. Misalnya dapar sitrat, dapar fosfat, dapar
asetat, dan juga dapar karbonat.
h. Acidifier
Berfungsi untuk mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspensi,
memperbesar potensial pengawet, dan meningkatkan kelarutan.
Misalnya asam sitrat.
i. Flocculating agent
Merupakan bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc.
Misalnya polisorbat 80 (untuk surfaktan), tragakan (polimer hidrofilik),
bentonit (untuk clay), dan juga NaCl (untuk elektrolit).

2.4.2.4 Stabilitas Suspensi

Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel.
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :


1. Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan
hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas
penampangnya (dalam volume yang sama) akan semakin memperlambat
gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan
tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

2. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun(kecil).
Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turunnya partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan
menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya
akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspense tidak boleh
terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum " STOKES ".
Keterangan :
V = kecepatan aliran d
= diameter clad partikel p =
berat jenis dari partikel po
= berat jenis cairan g =
gravitasi η = viskositas
cairan

3. Jumlah partikel (konsentrasi)


Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering
terjadi benturan antara partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut,
oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.

4. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Sifat bahan tersebut merupakan sifat
alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi
dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila
partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan
pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat
saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya
membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking.
Kalau dililiat dari faktor-faktor tersebut diatas faktor konsentrasi dan sifat
dari partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena
konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel
merupakan sifat alam, yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran
partikel dan viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent
(bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).

Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
:
a. Bahan pensuspensi dari alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom atau
hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
campuran tersebut membentuk mucilage atau lendir. Dengan terbentuknya
mucilage maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah
stabilitas suspense. Kekentalan mucilage sangat dipengaruhi oleh panas, pH
dan proses fermentasi bakteri.

A. Termasuk galongan gom adalah :


1. Acasia ( pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya
antara pH 5-9. Dengan penambahan suatu zat yang menyebabkan pH
tersebut menjadi diluar 5-9 akan menyebabkan penurunan viskositas yang
nyata. Mucilago gom arab dengan kadar 35 % kekentalannya kira-kira sama
dengan gliserin. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam
suspensi harus ditambahkan zat pengawet (preservative).
2. Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartine mamilosa, dapat
larut dalam air tidak larut dalam alkohol, bersifat alkali. Ekstrak dari
chondrus disebut caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan.
Caragen merupakan derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh
bakteri, jadi perlu penambahan bahan pengawet untuk suspensi tersebut.
3. Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth
sangat lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya
dilakukan pemanasan. Mucilago tragacanth Iebih kental dari mucilago dari
gom arab. Mucilago tragacanth balk sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi
bukan sebagai emulgator
4. Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan
senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga
suspensi dengan algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang dipakai
sebagai suspending agent umumnya 1- 2%.

B. Golongan bukan gom


Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah Iiat. Tanah liat
yang sering dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada 3
macam yaitu bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liat
dimasukkan ke dalam air mereka akan mengembang dan mudah bergerak
jika dilakukan penggojokan. Peristiwa ini disebut tiksotrofi. Karena
peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan bertambah sehingga stabilitas dari
suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga
penambahan bahan tersebut ke dalam suspense adalah dengan
menaburkannya pada campuran suspensi. Kebaikan bahan suspensi dari
tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu atau panas dan fermentasi dari
bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan senyawa anorganik, bukan
golongan karbohidrat.
b. Bahan pensuspensi sintetis
Derivat selulosa termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol,
tylose), karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.
Dibelakang dari nama tersebut biasanya terdapat angka atau nomor,misalnya
methosol 1500. Angka ini menunjukkan kemampuan menambah viskositas dari
cairan yang dipergunakan untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya, berarti
kemampuannya semakin tinggi.
Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun, sehingga
banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan
pensuspensi, juga digunakan sebagai laksansia dan bahan penghancur atau
disintregator dalam pembuatan tablet.

2.5 Produksi
2.5.1 Definisi
Produksi adalah serangkaian kegiatan untuk membuat, merubah bentuk,
menambah bahan, menambah daya guna suatu bahan awal (raw material) menjadi
suatu sediaaan ruahan ataupun sediaan jadi sesuai dengan spesifikasi standar
nasional maupun internasional.

2.5.2 Komponen Produksi


2.5.2.1 Ruang Produksi
Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai
tempat dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi
berbagai macam kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan
spesifikasi khusus.
A. Spesifikasi ruang produksi
1. Konstruksi bangunan tahan bencana
Bangunan didesain tahan bencana, tidak goyang saat terjadi bencana gempa,
tidak roboh saat terjadi bencana banjir dan sebagainya.
2. Mendukung alur produksi one way
Ruangan didesain hanya untuk satu arah. Maksudnya adalah pintu masuk
dan pintu keluar dibedakan agar saat bekerja tidak terjadi saling senggol
atau saling bersimpangan saat melakukan produksi.
3. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan, dan higienitas
Ruangan dilengkapi dengan pengatur suhu, cahaya, tekanan serta higenitas
karena saat produksi kadang antara yang satu dengan yang lain akan berbeda
kadar cahaya serta suhu nya sehingga perlu dilakukan pengaturan sesuai
keperluan.
4. Ruang tidak bersudut
Hal ini dilakukan agar ruangan terhindar dari sarang binatang serta
debudebu yang biasanya banyak terdapat pada sudut ruanagan.
5. Berlapiskan epoksi
Epoksi berguna untuk melapisi lantai atau atap ruang, hal ini berguan karena
dengan epoksi lantai akan menjadi lebih bersih dan lebih kuat.
6. Terdapat interlock door
Ruang yang dilengkapi dengan interlock door ini adalah ruang yang jika
pada satu pintu dibuka, maka pintu lain akan tertutup secara otomatis, hal
ini karena agar tidak banyak mikroba atau udara yang tidak baik
(terkontaminasi) masuk kedalam ruang produksi

B. Macam-macam ruang produksi 1.


Berdasar kelas
Ruang kelas I, II, III, IV
a. Kelas I ( White Area ): jumlah partikel ( non patogen ) Ø ≥ 0,5 µm
maks. 100/ft3.
b. Kelas II ( Clean Area ): jumlah partikel ( non patogen ) Ø ≥ 0,5 µm
maks. 10.000/ft3.
c. Kelas III ( Grey Area ): jumlah partikel ( non patogen ) Ø ≥ 0,5 µm
maks. 100.000/ft3.
d. Kelas IV ( Black Area ): jumlah partikel ( non patogen ) Ø ≥ 0,5 µm
> 100.000/ft3 (dengan ventilasi udara memadai).
2. Berdasar label warna
Ruang kelas black, grey, black
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified
area) tetapi untuk kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang
dipantau. Termasuk didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu
terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool room),
kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik. b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang
termasuk dalam kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang
ganti dengan area produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas
sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black
area (dengan penutup kepala)
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang
masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang
pengemasan primer, ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang
preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang.
Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning
(pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi
ruang ganti pakaian grey dan airlock. d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF).
Ruangan yang masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan
untuk penimbangan bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk
produksi steril , background ruang filling , laboratorium mikrobiologi
(ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini
wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak
melepas partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang
ganti pakaian white dan airlock.

3. Berdasar nomer area


Ruang kelas 100, 1000, 10.000,100.000
Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D
dan E, dimana setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah
mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change rate.

Tabel pembagian kelas ruangan berdasarkan jumlah partikel


Hygine Kelas Jumlah partikel/m3
Zoning At rest In Operational
0,5 (µm) 5,0 (µm) 0,5 (µm) 5,0 (µm)
A 100 ≤ 3.520 ≤ 20 ≤ 3.520 ≤ 20
B 100 ≤ 3.520 ≤ 29 ≤ 352.000 ≤ 2.900
C 10.000 ≤ 352.000 ≤ 2.900 ≤ 3.520.000 ≤ 29.000
D 100.000 ≤ 3.520.000 ≤ 29.000 NS NS
E1 UC NS NS NS NS
E2 UC NS NS NS NS
E3 UC NS NS NS NS

Keterangan : UC = Unclassified
NS = No Specification

Kondisi at rest yaitu kondisi dimana tidak ada operator yang beraktivitas di dalam
ruangan, mesin dalam kondisi beroperasi, sedangkan kondisi in operational yaitu
kondisi dimana ada operator yang sedang bekerja di dalam ruangan dan kondisi
mesin sedang beroperasi.

2.5.2.2 Alat Produksi


Alat produksi adalah seperangkat instrumen yang digunakan untuk membuat,
mengolah ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan maupun
sediaan jadi dengan fungsi dan standar tertentu.
A. Spesifikasi alat produksi
1. Inert atau netral
Tidak bereaksi dengan bahan pembuatan tablet
2. Fungsi tetap ( stabil )
Selama digunakan tidak ada perubahan dalam jumlah produksi, baik
semakin bertambah atau semakin berkurang.
3. Mudah pengoprasian
Tidak menyusahkan pekerja dan pekerjaan menjadi lebih cepat
terselesaikan.
4. Terstandar dan terkalibrasi
Alat harus memenuhi standart dan terkalibrasi agar perhitungan bahan
selanjutnya dapat dilakukan dengan tepat dan akurat.
5. Maintenance
Adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk menjaga peralatan dalam
kondisi terbaik. Proses maintenance meliputi pengetesan, pengukuran,
penggantian, menyesuaian, dan perbaikan.

B. Macam-macam alat produksi


1. Berdasar kinerja alat: Alat otomatis dan manual
2. Berdasar Ukuran alat: Alat berat dan alat ringan
3. Berdasar bahan: Alat kaca, alat logam, alat porselin, alat karet, alat plastic

No Nama Alat Gambar Alat Fungsi


.
1. Neraca Untuk
(timbangan mengetahui
) berat suatu
timbangan.

2. Neraca Sebagai alat


analitik pengukur massa
.

3. Labu ukur Untuk


mengukur
volume dengan
volume tertentu.
4. Mengukur
volume.

Gelas ukur

5. Pipet ukur Mengambil


larutan dengan
volume rendah
(sampai 4 ml ).

6. Mengambil
larutan
dengan
Pipet volume tertentu
volume (5mL-50 mL).
7. Picnometer
Untuk
menghitung
massa jenis
cairan/ larutan.

8. Botol
timbang Untuk
menimbang
sample dan
mengetahui
bobot
konstantanya.

9. Erlenmewe
r untuk
menampung
filtrat hasil
penyaringan
serta
penampung titran
pada
proses titrasi dan
memanaskan
suatu larutan.
10. Beaker glass
(piala gelas) Untuk
mengaduk,
mencapur
dan
memanaskan
cairan.

11. Pipet tetes


Untuk
menambahkan
larutan secara
perlahan setetes
demi setetes.

12. Corong
pisah Untuk ekstarksi
dua larutan yang
tidak tercampur.

2.5.2.3 Personal

Personal produksi adalah praktisi produksi yang mengerjakan segala sesuatu


yang berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan tujuan akhir membuat suatu sediaan farmasi yang terstandar

A. Syarat-syarat menjadi praktisi produksi :


1. Sehat jasmani rohani
Tidak punya penyakit yang sering kambuh, sehingga mengganggu dalam
proses produksi.
2. Lebih diutamakan pria
Hal ini berhubungan dengan pekerja perempuan yang sering menggunakan
make up saat bekerja. Karena bahan kimia dalam make up dapat bereaksi
dengan udara dan bahan yang digunakan dalam produksi.
3. Kompeten
Pelaku produksi harus berkompeten, karena dalam produksi pelaku harus
mengetahui dengan benar cara produksi.
4. Menggunakan APD
Penggunaan APD penting untuk pelaku produksi karena agar terlindung dari
paparan bahan kimia berbahaya serta agar terlindung dari kecelakaan kerja.

B. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri A. Alat pelindung kepala


1. Topi pengaman ( safety helmet )
Berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda
benda
2. Topi / Tudung
Berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap, debu, kondisi iklim
yang buruk.
3. Tutup kepala
Berfungsi untuk melindungi kebersihan kepala dan rambut

B. Alat pelindung telinga


1. Sumbat telinga ( ear plug )
Berfungsi untuk melindungi telinga dari benda atau zat yang dapat
masuk ke telinga. Alat ini memberikan perlindungan yang paling efektif,
karena langsung dimasukkan ke dalam telinga.
2. Tutup telinga ( ear muff )
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat
yang bising. Alat ini dipakai diluar telinga dan penutupnya terbuat dari
sponge untuk memberikan perlindungan yang baik.
C. Alat pelindung muka dan mata
1. Pelindung mata, Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas)
2. Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat
bekerja (misal pekerjaan menggerinda)

D. Alat perlindungan pernafasan


Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat
dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

1. Masker partikel.

Masker partikel ini digunakan untuk menyaring partikel-partikel yang


bertebaran di udara sekitar, kemampuan masker partikel sesuai standar harus
mampu menyaring partikel hingga ukuran 0.3 mikron (micron). Jenis jenis
masker partikel ini juga terdapat bermacam-macam berdasarkan bahan
pembuatnya, yaitu mulai dari bahan fibre, dan kertas. Masker dengan bahan
fibre ini sangat banyak kita jumpai penggunaannya, mulai dari penggunaan
harian, untuk berkendara (riding masker), hingga untuk industri. Jenis masker
partikel ini adalah kategori disposable, yaitu apabila telah selesai digunakan
harus dibuang, atau apabila kemampuan menyaring dari masker tersebut telah
berkurang.

Pada produk masker partikel juga ada yang terbuat dari bahan
karbon aktif, kelebihan dari penggunaan bahan ini dapat menyaring
udara, sehingga udara yang terhirup menjadi lebih baik kualitasnya,
selain menyaring partikel tentunya.

Berbeda dengan masker jenis kertas, pada masker jenis ini memiliki
kemampuan dalam penyaringan udara yang lebih baik, karena dalam
segi bentuk dibuat rapi, menyesuaikan dengan lebar pada area wajah di
sekitar hidung dan mulut. Masker berbahan kertas ini memiliki kode
N95 dan N100, pemberian kode tersebut berdasarkan kemampuan dari
masker jenis kertas yang dapat menyaring virus yang tersebar di udara.
Selain itu masker dengan jenis bahan kertas juga dapat bertahan hingga
2 minggu dalam penggunaannya, berbeda dengan masker jenis fibre yang
bertahan hingga 4 jam saja dengan pemakaian kontinu.

2. Masker chemical (penjernih udara).


Masker jenis ini memiliki jenis filter yang berbeda dengan masker
jenis fibre, masker chemical umumnya memiliki filter yang terbuat dari
bahan carbon active yang berfungsi untuk menetralkan udara disekitar.
Masker chemical juga diciptakan berbagai tipe, berdasarkan zat kimia
yang dapat dinetralkannya. Contoh untuk penggunaan pada zat kimia
ringan, seperti ; penggunaan untuk pengecatan, polusi asap yang bersifat
ringan, dan pencemaran udara akibat gas / udara yang menyebabkan
timbulnya bau tidak sedap, dapat menggunakan bahan dengan kode NP
305, sedangkan NP 306 digunakan untuk pengunaan pada area yang
mengandung asap akibat dari proses kimiawi, dan oksidasi, seperti
pengelasan, asap akibat kebakaran dsb.

Gb. Masker partikel

Sedangkan tipe yang terdapat pada masker chemical berdasarkan


bentuknya terbagi menjadi 2 model, yaitu model single filter dan double
filter.

C. Pakaian kerja sebagai pelindung diri

Pakaian pelindung ummnya digunakan untuk melindungi tubuh dari benda


berbahaya, misal api, asap, bakteri, zat-zat kimia, dan yang lainnya.
1. Pakaian kerja khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya
tertentu seperti terhadap radiasi panas, terhadap radiasi mengion, terhadap
cairan dan bahan – bahan kimia.
2. Pakaian pelindung dipakai pada tempat kerja tertentu
Misalnya Apron (penutup / menahan radiasi), yang berfungsi untuk
menutupi sebagian atau seluruh badan dari panas, percikan api, pada suhu
dingin, cairan kimia, oli, dari gas berbahaya atau beracun, serta dari sinar
radiasi.
3. Tali / sabuk Pengaman
Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya
digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup
atau boiler.
4. Sarung Tangan
Fungsinya melindungi tangan dan jari – jari dari api, panas, dingin, radiasi,
listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, lecet dan infeksi.
5. Pelindung kaki
Fungsinya untuk melidungi kaki dari tertimpah benda – benda berat,
terbakar karena logam cair, bahan kimia, tergelincir, tertusuk.
6. Jas Hujan (Rain Coat)
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada
waktu hujan atau sedang mencuci alat).

Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman


yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan,
Keselamatan Kerja dan Lingkungan'). Namun demikian APD memiliki syarat –
syarat sebagai berikut :
1. Enak dipakai
Pakaian yang dipakai oleh pekerja harus senyaman mungkin. Bentuknya harus
cukup menarik. Alat yang dipakai harus fleksibel.
2. Tidak mengganggu
Tidak mengganggu pekerjaan seorang pekerja. Pakaian dan alat pelindung diri
harus seringan mungkin. Dan telah memenuhi standar yang telah ditentukan.
3. Memberikan perlindungan yang efektif sesuai dengan jenis bahaya tempat
kerja.
Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
menggunakannya

Menguasai GLP (Good Laboratory Practices) personal harus menguasai cara


pengorganisasian laboratorium dalam proses pelaksanaan pengujian, fasilitas,
tenaga kerja dan kondisi yang dapat menjamin agar pengujian dapat dilaksanakan,
dimonitor, dicatat dan dilaporkan sesuai standar nasional atau internasional serta
memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan. GMP (Good Manufacturing
Practices) personal harus menguasai cara produksi yang baik, GSP (Good Supplay
Practices) personal produksi harus menguasai tata cara pensuplaian yang baik.
Pekerja harus memiliki attitude baik, agar proses produksi berjalan lancar tanpa
adanya kecelakaan kerja karena kecertobohan pekerja akibat attitude yang kurang
baik.

2.5.2.4 Metode Produksi

Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut


1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam
mucilago yang telah terbentuk, kemudian diencerkan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk kedalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada
serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar
dibahasi. Mudah dan sukarnya serbuk dibasahi tergantung pada besarnya
sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak ± 90o,
serbuk akan mengambang diatas cairan, serbuk yang demikian disebut sifat
hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat
dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.

2. Metode Prespitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat
ini kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan
terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik
tersebut adalah etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol.

2.5.2.5 Sistem Pembentukan Suspensi


1. Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
Sifat umum partikel flokulasi, yaitu :
a. Partikel merupakan agregat yang bebas.
b. Sedimentasi terjadi cepat.
c. Sedimen terbentuk cepat.
d. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula.
e. Wujud suspensi kurang bagus sebab sedimentasi terjadi cepat dan di
atasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.
2. Sistem Deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen,
akan terjadi agresi, akan terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali.
Sifat umum partikel deflokulasi adalah :
a. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya.
b. Sedimentasi yang terjadi lambat,masing-masing partikel mengendap
terpisah daan partikel berada dalam ukuran paling kecil.
c. Sedimen terbentuk lambat
d. Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar
terdispersi kembali.
e. Wujud suspensi bagus karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama.
Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.
2.6 Evaluasi Mutu Fisik
2.6.1 Definisi
Evaluasi adalah tahapan akhir produksi di mana menekankan pada kegiatan
pemastian dan pemeriksaan sediaan telah sesuai dengan spesifikasi mutu standar
sediaan baik secara nasional maupun internasional.

2.6.2 Macam-macam Evaluasi


1. Organoleptis
Merupakan uji yang menggunakan alat indra meliputi bau, warna, rasa.
2. Homogenitas
Tingkat tercampurnya sediaan suspensi topikal secara merata. Prinsip
Evaluasi: Sediaan dioleskan pada permukaan kaca, diraba dan digosokkan
massa suspensi menunjukkan susunan yang homogen.
3. Uji daya sebar, kemampuan menyebarnya sediaan pada kulit.
4. Evaluasi laju sedimentasi, kecepatan pengendapan dari partikel-partikel
suspensi.
5. Volume sedimentasi
Endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan
pengocokan sedangkan agar menghasilkan suatu sistem homogen maka
penguurn volume endapan dan mudah mendispersi membentuk dua
prosedur evaluasi dasar yang paling umum (Patel dkk, 1994).
Volume sedimentasi yaitu mempertimbangkan rasio tinggi akhir
endapan (Hu) terhadap tinggi awal (Ho) pada waktu suspensi mengendap
dalam suatu kondisi standar.
F = Hu/Ho
Makin besar fraksi ini, makin baik kemampuan suspensinya (Lachman,
1994).
6. Waktu Redispersi
Daya kocok sedimen dapat dilakukan dengan gerak membalik susupensi
yang mengandung sedimen sebasar 900 kemudian dapat diukur waktunya
atau jumlah gerak membalik, yang dibutuhkan untuk mendispersikan
kembali seluruh partikel (Voight, 1995). Kemampuan suspensi untuk
menjaga agar dosis obat terdispersi secara merata diukur berdasarkan
kemampuannya untuk mendispersikan kembali suatu suspensi yang
mengendap. Endapan yang terbentuk selama penyimpanan harus mudah di
dispersikan kembali bila wadahnya dikocok, membentuk suspensi yang
homogen. Oleh karena itu pemeriksaan kemampuan redispersi sangat
penting dalam evaluasi stabilitas fisik suspensi. Penentuan redispersi dapat
ditentukan dengan cara mengkocok sediaannya dalam wadahnya secara
konstan dengan menggunakan pengocok mekanik. Kemempuan redispersi
baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan tangan maksimum 15
kali pengocokan.
7. Uji viskositas
Viskositas adalah kekentalan suatu cairan mempengaruhi pola kecepatan
aliran dari suatu cairan tersebut. Makin kental kecepatan alirannya makin
turun kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turunnya partikel yang terdapat didalamnya dengan menambah viskositas
cairan. Gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat
(Ansel, 1989). Viskositas suspensi menurut SNI adalah 37cp-396cp.
Prinsip evaluasi : Sebuah spindle dicelupkan kedalam sediaan yang akan
diukur viskositasnya. Gaya gesek antar permukaan spindle dengan cairan
akan menentukan tingkat viskositas sediaan.
8. Uji penetapan pH pH merupakan suatu penentu utama adalam kestabilan
suatu obat yang cenderung penguraian hidrolitik. Untuk kebanyakan obat
pH kestabilan optimum adalah pada situasi asam antara pH 5-6. Oleh karena
itu, melalui penggunakan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa yang
tidak stabil dapat ditinggikan (Ansel, 1989). pH standar suspensi menurut
Kulshreshta, Singh, dan Wall (2009) antara 5-7.
Prinsip Evaluasi : Berdasarkan perubahan warna pada kertas pH indikator
yang kemudian dibandingkan dengan warna standar pada berbagai pH.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Formula
Formula sediaan
Al(OH)3 2,7
Mg(OH)2 2,4
Gliserin 20%
PGA 5%
Syr. Simpleks 20%
Nipagin 0,1 %
Ol. Menthae pip. 3 tetes
Aqua Ad 60 mL
3.2 Perhitungan Dosis
1. Dosis efektif Al(OH)3
1
( 2 𝑥 2700) 1/2
4
𝑥 100 % = 84,4 %
100

2. Dosis efektif Mg(OH)2


1
( 𝑥 2400) 1/2
2 4
𝑥 100 % = 75 %
100

3.3 Perhitungan Bahan


Jumlah sediaan yang dibuat : 60 mL
No. Bahan Jumlah
1. Al(OH)3 2700 mg
2. Mg(OH)2 2400 mg
4. Gliserin 12 mL
5. Syr. Simplek 12 mL
6. PGA 3g
7. Nipagin 60 mg
8. Ol. Menthae pip. 3 tetes
9. Aquadest 29,84 Ml

Gliserin = 20 x 60 mL = 12 mL
100

Syr. Simpleks = 20 x 60 mL = 12 mL
100
Dengan perbandingan sukrosa : 60 x 12 mL = 7,2 g
100
Air : 40 x 12 mL = 4,8 mL
100

PGA = 5 x 60 mL = 3 g
100
Air untuk PGA = 1,5 x 3 = 4,5 mL

Nipagin = 0,1 x 60 mL = 0,06 g


100
Aquadest ad 60 mL

3.4 Alat dan Bahan


Alat Bahan
Beaker glass Al(OH)3
Mortir + Stamper Mg(OH)2
Cawan porselen Gliserin
Gelas arloji Syr. Simplek
Gelas ukur PGA
Sendok tanduk Nipagin
Penangas air Ol. Menthae pip.
Timbangan analitik Aquadest
Batang pengaduk
Pipet tetes

3.5 Prosedur Kerja


1. Siapkan alat dan bahan
2. Kalibrasi botol 60 ml
3. Timbang PGA 3 g
4. PGA dilarutkan sampai mengembang dengan air 4,5 ml
5. Timbang Mg(OH)2 2400 mg, masukkan ke dalam mortir
6. Timbang Al(OH)3 2700 mg, tambahkan ke dalam mortir, ad homogen
7. Timbang gliserin 12 g, masukkan ke dalam mortir, aduk ad homogen
8. Buat syr. Simplek 12 mL dengan perbandingan 60:40, tambahkan ke
dalam campuran di atas ad homogen
9. Timbang Nipagin 60 mg masukkan mortir. Ad homogen.
10. Masukkan ke dalam botol 60 ml dan tambahkan 3 tetes ol.menthae
pip.

11. Tambahkan aquadest ad tanda kalibrasi.

3.6 Prosedur Evaluasi


1. Uji Organoleptis
a) Bentuk :
b) Warna :
c) Essence :
2. Tes ph
a. Ambil beberapa ml sediaan larutan yang sudah jadi.
b. Masukkan dalam beaker glass
c. Tes ph larutan dengan ph meter
d. Jika ph terlalu asam, tambahkan asam ad ph yang diinginkan
e. Jika ph terlalu basa, tambahkan basa ad ph yang diinginkan.
3. Laju Sedimentasi
Alat : Gelas ukur
a) Masukkan suspense dalam gelas ukur
b) Tunggu hingga adanya endapan, catat hasil waktu terjadi endapan.

4. Uji viskositas
Alat : Viskometer
a) Dipasang spindel pada gantungan spindel
b) Diturunkan spindel sdemikian rupa sehingga batas tercelup dalam cairan
sample yang akan diukur viskositasnya.
c) Dipasang step kontak
d) Nyalakan rotor sambil menekan tombol
e) Dibiarkan spindel berputar dan melihat jarum merah pada sekalah
f) Dibaca angka yang ditunjukan oleh jarum tersebut untuk mengukur
viskositasnya.

5. Uji volume terpindahkan


Prinsip evaluasi
a) Pindahkan suspensi dari botol, dan lihat volumenya pada gelas ukur.
b) Hitung keseragaman volume dengan rumus :
Volume awal – volume pada gelas ukur x 100% =
Volume awal
c) Volume rata-rata suspensi yang diperoleh dari wadah tidak kurang
dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95%,
dari volume yang dinyatakan pada etiket.

Pengamatan Hasil Pengamatan

Volume Volume awal : mL


terpindahkan Volume akhir : mL

6. Uji waktu redispersi Prinsip


evaluasi :
a) Masukkan suspensi ke dalam botol kaca, kemudian diamkan hingga
mengendap sempurna.
b) Setelah mengendap sempurna, kocok suspensi hingga tidak terdapat
sisa endapan pada dasar botol.
c) Kemudian catat waktu redispersi sediaan.
BAB IV
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Organoleptis


Bentuk Warna Bau Rasa
Liquid Putih Leci Leci

Pembahasan :
Hasil yang diperoleh dari uji organoleptis telah sesuai dengan yang
diharapkan, dengan bentuk liquid yaitu suspensi, dan warna, rasa, serta bau
yang sesuai dengan essens yang digunakan.

4.2 Uji penetapan pH


Hasil dari uji penetapan pH adalah 7.

Pembahasan :
Hasil dari uji penetapan pH telah sesuai dengan standart pH untuk obat oral.

4.3 Uji volume terpindahkan


Hasil dari uji volume terpindahkan adalah :
Volume awal – volume pada gelas ukur x 100% =
Volume awal
60 𝑚𝑙 − 60 𝑚𝑙
𝑥 100 % = 0%
60 𝑚𝑙
Pembahasan :
Hasil yang diperoleh dari uji volume terpindahkan telah sesuai dengan
persyaratan. Volume yang diperoleh tidak lebih dari 100% dan tidak kurang
dari 95%.
4.4 Uji laju sedimentasi
Dalam waktu 5 menit terdapat adanya endapan tipis pada dasar gelas ukur.

Pembahasan :
Hasil uji yang diperoleh dapat dikatakan telah sesuai. Karena laju sedimentasi
terhitung lama, suspensi yang cepat mengendap dapat mempermudah
pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi kembali.

4.5 Uji waktu redispersi


Dalam waktu 20 detik dengan pengocokan sediaan suspense antasida dapat
terdispersi kembali.

Pembasahan ;
Hasil uji yang diperoleh telah sesuai dengan standart, bahwa sediaan suspense
harus dapat cepat terdispersi kembali tidak lebih dari 30 detik.

4.6 Uji viskositas


Hasil uji viskositas diperoleh waktu 37 detik dengan menggunakan alat
viskometer ostwold.

Pembahasan :
Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan standart, sediaan suspensi yang di
produksi sesuai dengan syarat suspensi yaitu kekentalan suspense tidak terlalu
tinggi sehingga mudah dituang dan dikocok kembali.

BAB V
KESIMPULAN

Hasil evaluasi sediaan suspensi antasida melalui uji organoleptis, uji


penetapan pH, uji volume terpindahkan, uji laju sedimentasi, uji viskositas, dan
waktu redispersi telah diperoleh hasil yang sesuai. Dapat diartikan bahwa sediaan
suspensi antasida layak digunakan.

Anda mungkin juga menyukai