DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR SINGKATAN
PRAKATA
(Belum diedit)
Monografi Sistematika Tumbuhan Jatropha merupakan buku ilmiah di
bidang Sistematika Tumbuhan. Informasi yang disajikan dalam buku ini
merupakan hasil penelitian tesis saya (penulis pertama), dengan judul “Studi
Taksonomi Jatropha di Jawa”. Nama kedua dan ketiga dicantumkan sebagai
penulis merupakan bentuk penghargaan setinggi-tingginya kepada beliau berdua
yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan tesis.
Penelitian monografi Jatropha merupakan penelitian yang mengkaji secara
mendalam tentang sistematika Jatropha yang terdistribusi di Jawa. Untuk itu
dalam buku ini disajikan Jatropha terkait taksonomi dan kekerabatan dengan
menggunakan ciri morfologi, mikromorfologi, dan anatomi. Selain itu juga
disajikan informasi penting lainnya tentang distribusi dan habitat serta manfaat
spesies dan infraspesies Jatropha.
Buku ini ditujukan bagi mahasiswa S1 Pendidikan Biologi dan Biologi
untuk mempelajari Sistematika atau Taksonomi Tumbuhan. Melalui buku ini,
mahasiswa dapat memperoleh gambaran tentang permasalahan taksonomi seperti
masalah tata nama, publikasi nama ilmiah, tipe tata nama, deskripsi, kunci
identifikasi, dan kajian kekerabatan. Selain itu, buku ini bisa dimanfaatkan
mahasiswa sebagai salah satu contoh publikasi hasil penelitian Sistematika
Tumbuhan dalam bentuk monografi.
Materi dalam buku ini disajikan dalam sebelas bab, meliputi pendahuluan,
bahan dan metode, marga Jatropha, bukti taksonomi, deskripsi, kunci identifikasi,
kajian kekerabatan, distribusi dan habitat, manfaat dan penutup. Pembahasan
setiap spesies atau infraspesies dilengkapi dengan gambar sketsa untuk
memperjelas informasi. Di samping itu, agar lebih memahami isi yang terkandung
dalam buku ini, dilengkapi dengan daftar singkatan dan glosarium.
Akhirul kata, saya berharap buku ini bermanfaat bagi mahasiswa dan bagi
siapa saja yang tertarik di bidang Sistematika Tumbuhan.
RINGKASAN
I. PENDAHULUAN
II. BAHAN DAN METODE
A. Sampel
B. Pengamatan ciri morfologi
C. Pengamatan ciri anatomi daun
D. Pengamatan ciri anatomi plasenta
E. Analisis kekerabatan
III. Jatropha
A. Sejarah Jatropha
Jatropha berasal dari Afrika, pada masa 4.000 tahun sebelum Masehi
(SM). Bijinya sering ditemukan di makam-makam Mesir yang kemudian
dibudidayakan oleh Raja Firaun. Berawal dari negara Mesir, kemudian tanaman
ini menyebar sepanjang Mediterania dan diseluruh wilayah Asia beriklim tropis.
Jatropha merupakan tanaman liar setahun (annual) yang dapat ditemukan di hutan,
tanah kosong, di daerah pantai, dan sering dikembangbiakkan dalam
perkebunan. Tanaman ini tergolong tanaman perdu, memiliki daun tunggal
menjari antara 7-9, dan berdiameter 10-40 cm. Jatropha mengandung senyawa
yang sangat beracun. Spesies Jatropha secara tradisional telah digunakan dalam
pembuatan keranjang, penyamakan dan produksi pewarna. Sebutan untuk pohon
jarak di Indonesia berbeda-beda di setiap daerah. Di Jawa Barat disebut 'Kaliki'.
Di Sumatra, jarak dikenal dengan nama Dulang ada juga yang menyebutnya
dengan Gloah. Di Madura, jarak disebut dengan Kalĕkĕ (Cai et al., 2010).
Jatropha dibudidayakan di daerah subtropika dan tropika pada ketinggian
antara 0-800 mdpl. Tanaman jarak pada kondisi tersebut dapat tumbuh dengan
baik bahkan di daerah equator dapat tumbuh sampai ketinggian 2750 mdpl dengan
suhu optimum 20-26˚C. Tanaman jarak tersebar pada area bercurah hujan rendah
(300-700mm/tahun).
Beberapa varietas Jathropa yang dapat ditemukan diberbagai negara
diantaranya yaitu:
1. Jatropha acanthophylla Loefgr.
2. Jatropha bullockii E.J.
3. Jatropha cardiophylla (Torr.) Müll.
4. Jatropha cathartica Terán & Berland.
5. Jatropha chamelensis Pérez-Jiménez.
6. Jatropha curcas L.
7. Jatropha gossypiifolia L.
8. Jatropha multifida L.
9. Jatropha nudicaulis Benth.
10. Jatropha podagrica Hook.
C. Kekerabatan Jatropha
Tanaman jarak termasuk Famili Euphorbiaceae. Genus Jatropha memiliki 170
spesies dan dari jumlah tersebut enam spesies yang ada di Indonesia yaitu
Jatropha curcas L., Jatropha gossypiifolia, Jatropha integerrina Jacq, Jatropha
multifida, Jatropha podagrica Hook, dan Jatropha montana Willd. digunakan
Jatropha curcas L. merupakan salah satu spesies Jatropha spp. yang berpotensi
sebagai sumber bahan bakar nabati pengganti minyak bumi terutama untuk
produksi biodiesel (King et al. 2009; Harimurti dan Sumangat 2011; Tasma
2017). Adanya bahan bakar dari minyak biji jarak pagar diharapkan mampu
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis minyak bumi yang
sifatnya tidak dapat diperbaharui (Messmer et al., 1995).
Selain jarak pagar, terdapat anggota genus Jatropha yang memiliki kadar
minyak tinggi, tetapi pada umumnya dibudidayakan sebagai tanaman hias, di
antaranya jarak bali atau bottleshrub plant (J. podagrica Hook.), jarak cina atau
coral plant (J. multifida), jarak ulung atau bellyache bush (J. gossypifolia L.),
spicy jatropha (J. integerrima Jacq.), dan red physic nut (J. montana Willd.).
Jarak bali memiliki kadar minyak dalam biji lebih dari 50% sehingga cocok untuk
dijadikan sebagai tanaman donor sifat minyak tinggi, jarak cina memiliki ukuran
buah besar, sedangkan bellyache bush memiliki sifat toleran terhadap cekaman
salinitas dan kekeringan (Ratha dan Paramathma, 2009). Anggota genus Jatropha
tersebut sangat potensial sebagai sumber gen tertentu yang jika dikombinasikan
dengan jarak pagar dapat menghasilkan varietas unggul baru jarak berkadar
minyak tinggi (Nugroho et al. 2017).
Selama ini, karakterisasi materi genetik umumnya dilakukan berdasarkan
karakter morfologi. Karakter morfologi merupakan wujud nyata keragaman
fenotip, akan tetapi karakter ini merupakan hasil interaksi antara genotipe dan
lingkungannya sehingga seringkali sulit untuk membedakan apakah karakter
tersebut bersifat genetis atau lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh
(Hartati et al. 2009; Surahman et al. 2009). Sementara itu, karakterisasi
berdasarkan marka molekuler memberikan hasil yang lebih presisi karena tidak
dipengaruhi oleh lingkungan (Risliawati et al. 2015). Karakterisasi berdasarkan
marka molekuler menjadi informasi pelengkap dalam karakterisasi materi genetik
secara morfologi, sehingga analisis keragaman genetik Jatropha spp. selama ini
umumnya dilakukan berdasarkan marka molekuler seperti yang telah dilaporkan
oleh Satyawan dan Tasma (2011), Mastan et al. (2012), dan Nugroho et al. (2017).
D. Biologi Reproduksi
Bunga tanaman jarak terbentuk pada ujung cabang (flos terminalis), jumlah
bunga yang terbentuk banyak sehingga disebut planta multiflora dan berkumpul
membentuk suatu rangkaian bunga atau disebut bunga majemuk atau malai bunga
(inflorescentia). Pada ujung dari malai atau ibu tangkai bunga diakhiri dengan
pembentukan bunga sehingga ibu tangkai bunga memiliki pertumbuhan yang
terbatas, oleh karena itu tergolong bunga majemuk terbatas (inflorescentia
definita). Bunga majemuk tanaman jarak tersusun oleh satu bunga betina yang
dikelilingi oleh banyak bunga jantan secara berselang-seling (Chen et al., 2010).
Bagian-bagian bunga pada bunga jarak ternyata tidak lengkap sehingga tergolong
dalam tanaman berbunga tidak sempurna (flos incompletus). Setiap individu
bunga betina dan jantan tumbuh dan berkembang terpisah atau berkelamin tunggal
(unisexualis) dan berumah satu (monoecious) (Hasnam, 2008).
Pembungaan tanaman jarak dipengaruhi oleh rangsangan internal maupun
eksternal. Copeland (2001) menyatakan faktor eksternal yang mempengaruhi
terbentuknya bunga adalah suhu, panjang hari, dan senyawa kimia. Hambali et al.
(2006) menyatakan produksi bunga dan biji dipengaruhi oleh curah hujan dan
unsur hara. Hasnam (2008) menambahkan terpenuhinya nutrisi dan air pada
tanaman dapat memacu pembentukan bunga. Sebagai tanaman monoecious yaitu
bunga betina dan bunga jantan berada pada satu malai (infloresen), masing-
masing bunga mengalami pemasakan pada waktu yang berbeda. Hartati (2009)
menyatakan adakalanya bunga jantan mekar terlebih dahulu dari bunga betina
(protandri), namun pada kondisi lain bunga betina mekar lebih dahulu dari bunga
jantan (protogini), akan tetapi tipe protandri lebih sering dijumpai daripada tipe
protogini.
Tanaman jarak melakukan penyerbukan secara silang. Hal ini dikarenakan
jarak merupakan tipe tanaman yang monoecious, sehingga polen selalu berasal
dari bunga lain walaupun dalam satu tanaman (Hasnam, 2008). Tanaman jarak
juga dapat melakukan penyerbukan sendiri dengan bantuan serangga (lebah
madu), semut, dan beberapa tipe kutu yang berfungsi sebagai vektor polen
(Hartati, 2009). Pada saat serbuk sari jatuh di kepala putik, maka serbuk sari akan
berkecambah dan membentuk tabung sari. Tabung sari akan tumbuh melalui
jaringan tangkai putik (stilus) menuju ke bakal biji (ovul). Di dalam kantong
embrio akan terjadi pembuahan ganda yaitu satu gamet jantan (sperma) dari
tabung sari akan bergabung dengan sel telur membentuk embrio dan satu gamet
jantan lagi akan bergabung dengan dua inti kutub membentuk jaringan endosperm
(Sumanto, 2006).
A. Uji Klorofil
B. Uji Kromatografi
C. Uji Paradermal
VII. DISKUSI
A. Jatropha curcas
B. Jatropha gossypiifolia
C. Jatropha Podagrica
Jatropha podagrica adalah tanaman yang berasal dari Amerika tropis, namun
saat ini telah dibudidayakan secara luas di negara tropis di seluruh dunia.
Jatropha podagrica dapat ditemukan di Australia, Kepulauan Hawaii, Afrika
Selatan, Mozambik, Zambia dan bagian yang lebih hangat dari Asia. Spesies ini
tumbuh di Kepulauan Caroline umumnya di semak-semak di sekitar rumah
dengan ketinggian 350 m dpl. Perbungaan muncul pada bulan Februari, April,
Juli, Agustus, dan Oktober. Sedangkan pembentukan buah pada bulan Februari,
Maret, Juli, Agustus, dan Oktober.
Wilayah distribusi Jatropha podagrica di Indonesia terdapat di daerah yang
memiliki curah hujan yang hanya 700-1200 mm per tahun. Daerah tersebut dinilai
sangat sesuai untuk pengembangan tanaman jarak meliputi bagian timur Aceh,
Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Flores, Sulawesi
utara, dan Sulawesi Selatan.
XI. MANFAAT
D. Jatropha curcas
E. Jatropha gossypiifolia
F. Jatropha Podagrica
Jatropha podagrica digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai
penyakit termasuk infeksi kulit, penyakit menular seksual seperti gonore, penyakit
kuning dan demam. Bagian tanaman dari Jathropa podagrica digunakan sebagai
antipiretik, diuretik, koleretik, dan pencahar. Tanaman ini juga memiliki
kandungan obat dan pestisida, termasuk digunakan sebagai analgesik, antiradang,
antimikroba, antitumor dan antifeedant serangga (Hossain, et al., 2012).
Pada penelitian fitokimia, ekstrak metanol mentah dari kulit batang Jatropha
podagrica diisolasi asam japodic, erytrinasinate, n-hexacosane, ß-amyrin, lupeol
palmitate, quercetin, apigenin, vitexin, isovitexin, rutin, tetramethylpyrazine,
podacline podacycline B dan asam 3-asetilaleuritolik. Penelitian lain juga
melaporkan isolasi dari enam senyawa fraxidin, fraxetin, scoparone, asam
3acetylaleuritolic ß-sitosterol dan sitosterone dari Jatropha podagrica. Berbagai
bagian tanaman dari Jatropha podagrica telah diteliti secara kimia dan banyak
senyawa termasuk flavonoid, steroid, alkaloid dan diterpenoid yang telah diisolasi
dari tanaman ini menghasilkan zat antimikroba, antikanker, nematicidal,
antibiotik, antiinflamasi, dan lain-lain (Abdullah, et al., 2012).
Jathropa podagrica dikenal memiliki sifat diuretik dan digunakan untuk
mengobati hematuria. Pemanfaatan tanaman Jathropa podagrica di beberapa
negara berbeda-beda. Di Indonesia dan Cina, bagian akar dari tanaman ini
digunakan untuk mengobati gigitan ular. Di Brazil, biji dari buah Jathropa
podagrica digunakan untuk mengusir cacing usus, dan daunnya dibakar untuk
mengasapi rumah melawan serangga kutu busuk. Selain itu, tanaman ini juga
digunakan dalam pengobatan alami, terutama dalam pengobatan homeopati.
Getahnya mengandung Jatrophine alkaloid yang memiliki sifat anti-kanker. Hal
itu juga digunakan sebagai aplikasi eksternal untuk mengobati penyakit kulit dan
rematik. Jus yang diekstrak dari daun Jatropha podagrica digunakan di beberapa
negara sebagai aplikasi eksternal untuk penyakit wasir (Damme, 2011).
Tanaman Jatropha podagrica juga digunakan untuk mengurangi
pembengkakan, menghilangkan rasa sakit dan untuk mendetoksifikasi gigitan
ular, sedangkan di Ghana dan Nigeria, tanaman ini digunakan sebagai antipiretik,
diuretik, koleretik, dan pencahar. Di Meksiko dan Amerika Serikat bagian barat,
digunakan untuk menyamak kulit dan menghasilkan pewarna merah. Dalam
pengobatan populer, getah dari Jatropha podagrica digunakan untuk luka yang
terinfeksi, infeksi kulit, dan kudis (Kosasi, et al., 1989).
XII. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA