Anda di halaman 1dari 19

 Muhammad Nuzul MSD(15115026) GD4104 INDERAJA LINGKUNGAN TUGAS KE-5

MODUL 5
KLASIFIKASI CITRA DENGAN METODE SPECTRAL ANGLE MAPPER DAN
SPECTRAL FEATURE FITTING
Tanggal: 18 Oktober 2018

1. Pendahuluan
1.1 Tujuan Praktikum
● Mencari dan mengklasifikasikan nilai mineral Buddingtonite dan Kaolinite dengan
metode Spectral Angle Mapper.
● Mencari dan mengklasifikasikan nilai mineral Alunite dengan metode Spectral Feature
Fitting.
● Mencari perbedaan dari klasifikasi citra metode Spectral Angle Mapper dengan Spectral
Feature Fitting.

1.2 Definisi Singkat Materi Modul


Hiperspektral adalah banyaknya jumlah band panjang gelombang yang terukur antara 100
- 500, dengan perbedaan panjang gelombang 5 nm. Citra hiperspektral mengukur radiasi
pantulan dalam satu seri panjang gelombang yang sempit dan kontinu, dibanding dengan
multispektral sehingga materi yang sejenis secara spektral dapat dibedakan dan informasi
berskala sub piksel atau yang lebih akurat dan detail dapat diekstraksi. Sehingga bisa dibilang
citra hiperspektral memiliki resolusi spektral yang lebih tinggi daripada citra multispektral.
Klasifikasi adalah pengelompokan individu atau set pixel untuk mewakili beberapa fitur,
kelas atau materi yang plotkan berdasarkan ciri oleh serangkaian (umumnya kecil) dari DNS
untuk setiap band yang dimonitor oleh sensor .dan kemudian dianalisis secara statistic untuk
menentukan derajat keunikan pixel-pixel tersebut terhadap tanggapan spektral objek dan
dikelompokkan dalam klaster. Klasifikasi citra metode terbimbing (Supervised), analis terlebih
dahulu diharuskan menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas
lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra
mengenai daerah-daerah penelitian. Nilai-nilai pixel dalam daerah contoh tersebut kemudian
digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenai pixel yang lain. Daerah yang memiliki
nilai pixel sejenis akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi
dalam metode ini analis mengidentifikasi kelas informasi terlebih dulu yang kemudian akan
digunakan untuk menentukan kelas spectral yang mewakili kelas informasi tersebut.
Spectral Angle Mapper merupakan salah satu jenis klasifikasi terbimbing spectral
berbasis fisik yang menggunakan sudut n-D untuk mencocokkan pixel untuk spektrum referensi.
Algoritma yang digunakan adalah dengan menentukan kesamaan nilai spectral antara dua
spektrum sehingga dapat dihitung sudut antara kedua nilai spektrum tersebut dan
memperlakukannya sebagai vektor dalam ruang dimensi yang sama dengan jumlah band.
Klasifikasi tersedia memerlukan input berupa Region of Interest (RoI) sebagai dasar bagi
algoritma untuk mengkelaskan suatu objek. RoI tersebut dapat berupa titik, garis, maupun
area.
Contoh lain dari klasifikasi terbimbing adalah ​Spectral Feature Fitting yang merupakan
metode klasifikasi yang membandingkan fitur absorbsi yang unik dari suatu spektrum citra di
setiap piksel dengan spektrum referensi yang dimiliki oleh objek tertentu sehingga dapat
ditentukan piksel mana saja yang mengandung objek sama/mirip dengan referensi dengan
pengaturan nilai skala dan RMS tertentu.
2. Pembahasan

2.1 Tahapan
2.1.1 Klasifikasi dengan metode Spectral Angle Mapper
1. Buka Aplikasi ENVI

Gambar 2.1 Tampilan awal aplikasi ENVI


2. Pada bagian atas, klik “File”, lalu klik “Open”. Pada tabel yang muncul, pilih
“CupriteReflectance.dat” dan “CupriteMineralROIs.xml”, lalu klik “Open”. Pada tabel
“Data Manager” yang muncul, klik “CupriteMineralROIs.xml”, lalu klik “Load
Greyscale”. Hal ini dilakukan untuk membuka data citra satelit yang akan diolah beserta
data ROI atau training/sample area yang merupakan kelas dan contoh area yang sudah
diinterpretasi.

Gambar 2.2 Tampilan posisi Open

Gambar 2.3 Tampilan nama file yang akan dipilih


Gambar 2.4 Tampilan Data Manager
3. Pada bagian “Toolbox”, cari dan pilih “Spectral Angle Mapper Classification”.

Gambar 2.5 Tampilan posisi Toolbox


4. Pada tabel “Classification Input File”, pili data citra “CupriteReflectance.dat”. Lalu klik
“Spectral Subset”. Pada tabel “File Spectral Subset”, pilih nomor band 174 hingga 218,
klik “Add Range”, lalu klik “Ok”. Kembali pada tabel “Classification Input File”, klik
“Ok”. Hal ini dilakukan untuk melakukan klasifikasi secara supervised dengan metode
“Spectral Angle Mapper” pada citra tertentu dan dengan band tertentu.

Gambar 2.6 Tampilan pemilihan citra


Gambar 2.7 Tampilan pemilihan band
5. Pada tabel “Endmember Collection” yang muncul, klik “Import”, lalu klik “from
ROI/EVF from input file”.

Gambar 2.8 Tampilan tabel Endmember Collection


6. Pada tabel “Select Region for Stats Calculation” yang muncul, pilih “Buddingtonite” dan
“Kaolinite”, lalu klik “Ok”. Hal ini dilakukan untuk pemilihan kelas dan contoh area
interpretasi citra yang berguna untuk proses klasifikasi.

Gambar 2.9 Tampilan pemilihan ROI


7. Pada tabel “Spectral Angle Mapper Parameter” yang muncul, pada bagian “Maximum
Angle (radians)”, masukkan angka “0.04”. Kemudian klik “Preview” untuk melihat hasil
klasifikasi. Pilih nama dan tempat penyimpanan file hasil klasifikasi dengan nama
“CupriteSAMClass.dat” dan pilih nama dan tempat penyimpanan rule file hasil
klasifikasi dengan nama “CupriteSAMRule.dat”.

Gambar 2.10 Tampilan pengaturan klasifikasi

2.1.2 Klasifikasi dengan metode Spectral Feature Fitting


1. Lakukan hal yang sama pada poin 1 dan 2 pada bagian pertama.
2. Pada bagian “Toolbox”, cari dan pilih “Continuum Removal”.

Gambar 2.11 Tampilan posisi Toolbox


3. Pada tabel yang muncul, pilih data citra “CupriteReflectance.dat”, lalu klik “Ok”. Pada
tabel yang muncul, pilih nama dan tempat penyimpanan file dengan nama
“CupriteReflectanceCR.dat”.
Gambar 2.12 Tampilan pemilihan citra

Gambar 2.13 Tampilan pemilihan nama dan tempat penyimpanan file


4. Pada bagian “Layer Manager”, klik kanan pada citra hasil “Continuum Removal” atau
citra “CupriteReflectanceCR.dat”, klik “Profiles”, dan klik “Spectral”.

Gambar 2.14 Tampilan posisi spectral


5. Pada tabel yang muncul, masukkan range sumbu x 2000-2500 dan range sumbu y 0.9-1.

Gambar 2.15 Tampilan spektral data citra


6. Pada bagian atas, klik “Display”, lalu klik “Spectral Library Viewer”. Pada tabel yang
muncul, klik “usgs (1994)”, lalu klik “mineral_asd_2151.sli”, lalu klik “Alunite HS295”.

Gambar 2.16 Tampilan Spectral Library Viewer

Gambar 2.17 Tampilan posisi Alunite


7. Pada bagian “Toolbox”, cari dan pilih “Spectral Feature Fitting”.

Gambar 2.18 Tampilan posisi Toolbox


8. Pada tabel “Spectral Feature Fitting” yang muncul, pilih data citra
“CupriteRflectanceCR.dat”, lalu klik “Spectral Subset”. Pada tabel yang muncul, pilih
nomor band 174 hingga 200, lalu klik “Ok”. Kembali pada tabel “Spectral Feature
Fitting”, klik “Ok”.
Gambar 2.19 Tampilan pemilihan citra

Gambar 2.20 Tampilan pemilihan band


9. Pada tabel “Endmember Collections” yang muncul, klik “Import”, lalu klik “from Plot
Windows”. Pada tabel yang muncul, pilih semua data spektral yang ada di windows, lalu
klik “Ok”. Kembali pada tabel “Endmember Collections”, klik “Apply”. Pada tabel yang
muncul, pilih nama dan tempat penyimpanan file dengan nama “CupriteSFF.dat”.

Gambar 2.21 Tampilan posisi from Plot Windows


Gambar 2.22 Tampilan pemilihan data sample

Gambar 2.23 Tampilan pemilihan nama dan tempat penyimpanan file


10. Pada bagian atas, klik “Views”, lalu klik “Two Vertical Views”. Hal ini dilakukan untuk
melihat visualisasi dua citra secara langsung.

Gambar 2.24 Tampilan posisi Two Vertical Views


11. Pada bagian atas, klik “File”, lalu klik “Open”. Pada tabel yang muncul pilih data citra
hasil “Spectral Feature Fitting” atau citra “CupriteSFF.dat”, lalu klik “Ok”. Pada tabel
“Data Manager” yang muncul, susun pemilihan visualisasi band scale “CupriteSFF.dat”,
lalu klik “Load Data”.

Gambar 2.25 Tampilan posisi Open


Gambar 2.26 Tampilan posisi CupriteSFF

Gambar 2.27 Tampilan pemilihan visualisasi band scale


12. Pada bagian atas, klik “File”, lalu klik “Open”. Pada tabel yang muncul pilih data citra
hasil “Spectral Feature Fitting” atau citra “CupriteSFF.dat”, lalu klik “Ok”. Pada tabel
“Data Manager” yang muncul, susun pemilihan visualisasi band RMS “CupriteSFF.dat”,
lalu klik “Load Data”.

Gambar 2.28 Tampilan posisi Open

Gambar 2.29 Tampilan posisi CupriteSFF


Gambar 2.30 Tampilan pemilihan visualisasi band RMS
13. Pada bagian atas, klik “Views”, lalu klik “Link Views”.

Gambar 2.31 Tampilan posisi Link Views

Gambar 2.32 Tampilan tabel Link Views


14. Pada bagian atas, klik “Display”, lalu klik “2D Scatter Plot”. Pada tabel yang muncul,
buatlah poligon yang mengelilingi grafik bagian kiri atas atau yang memiliki nilai scale
tinggi dan nilai RMS rendah.

Gambar 2.33 Tampilan posisi 2D Scatter Plot


Gambar 2.34 Tampilan grafik perbandingan scale dengan RMS
2.2 Analisis

Dalam praktikum ini dilakukan penklasifikasian data citra dimana dicari piksel-piksel
pada citra tersebut yang mengandung objek berupa Buddingtonite, Kaolinite, dan Alunite di
daerah pegunungan Cuprite, Nevada Selatan. Objek-objek tersebut berupa batuan mineral yang
terkandung dalam penutupan lahan dimana masing-masing memiliki fitur absorbsi yang unik dan
detail pada panjang gelombang 2 um hingga 2.25 um. Klasifikasi objek Buddingtonite
menggunakan metode Spectral Angle Mapper sedangkan klasifikasi objek Alunite menggunakan
metode Spectral Feature Fitting.
Data awal yang digunakan berupa data citra Multispektral bernama
CupriteReflectance.dat yang berasal dari citra reflektansi dengan sensor AVIRIS atau Airborne
Visible Infrared Imaging Spectrometer yang berasal dari data NASA/JPL-Caltech yang diambil
pada tanggal 8 Agustus 2011. Citra ini sudah terkoreksi secara atmosferik beserta geometrik.
Citra ini memiliki kesalahan pada panjang gelombang 1.26-1.56nm (Band 98-128) dan
1.76-1.96nm (Band 148-170).
Data lainnya yang dipakai adalah data RoI atau Region of Interest dari objek
Buddingtonite dan Kaolinite bernama CupriteMineralROIs.xml yang merupakan daerah yang
sudah diketahui nilai dan area objeknya. Kemudian juga dipakai data spektrum referensi objek
Alunite berasal dari database spektral dari aplikasi ENVI yang merupakan hasil pengukuran dari
NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL) dan California Institute of Technology.
Dalam klasifikasi Spectral Angle Mapper atau yang bisa disingkat dengan SAM dimulai
dengan pemilihan rentang band citra yang akan diklasifikasikan dari band 174 hingga band 218
karena objek mineral memiliki karakteristik absorbsi yang unik di rentang ini beserta terlepas
dari pengaruh uap air. Kemudian metode ini membandingkan spektrum citra di setiap piksel citra
dengan spektrum referensi yang dimiliki oleh objek tertentu sehingga dapat ditentukan piksel
mana saja yang mengandung objek yang sama/mirip dengan referensi. Spektrum referensi
tersebut berasal dari data RoI objek Buddingtonite dan Kaolinite. Perbandingan tersebut
dilakukan dengan mentransformasi nilai spektrum pada citra dan referensi menjadi nilai vektor
yang berada di n-dimensi spektral (n merupakan jumlah band yang digunakan). Kemudian dicari
sudut spektral hasil perpotongan nilai vektor spektrum citra di setiap piksel dengan rata-rata nilai
vektor pada spektrum referensi. Sehingga dihasilkan sudut perpotongan tiap piksel pada citra
dengan nilai yang berbeda-beda dimana semakin kecil nilai sudut spektral yang terbentuk (atau
semakin gelap warna pikselnya) maka semakin persis/sama pula objek pada spektrum citra
dengan objek pada spektrum referensi. Kemudian terdapat pula maximum angle (radians) yang
digunakan sebagai kontrol kualitas dan pembatas kelas klasifikasi. Seluruh piksel yang memiliki
nilai sudut spektral di bawah maximum angle dapat masuk ke kelas yang sama sesuai dengan
referensi. Selain menghasilkan sudut spektral perpotongan antar vektor beserta hasil klasifikasi,
SAM juga merepresentasikan output rule yang menjelaskan tingkatan nilai atau besaran sudut
spektral perpotongan vektor di seluruh piksel citra dari yang paling rendah hingga yang paling
tinggi.
Dalam klasifikasi Spectral Feature Fitting atau yang bisa disingkat dengan SFF dimulai
dengan proses Continuum Removal dimana dilakukan normalisasi setiap spektrum citra dengan
membandingkannya dengan kurva kontinyu (pencocokan convex hull) sehingga dapat
menghasilkan suatu common baseline atau rentang band berisikan nilai dan posisi dari fitur
absorbsi yang unik yang akan digunakan dalam klasifikasi. Atau dapat dibilang
perbandingkan/pengurangan spektrum yang sudah ter-absorbsi dengan spektrum normal yang
belum ter-absorbsi sehingga dihasilkan skala absorbsi dari nilai 0 hingga 1. Kemudian metode ini
membandingkan fitur absorbsi yang unik dari suatu spektrum citra di setiap piksel citra dengan
spektrum referensi yang dimiliki oleh objek tertentu sehingga dapat ditentukan piksel mana saja
yang mengandung objek yang sama/mirip dengan referensi. Spektrum referensi tersebut berasal
dari data spektrum Alunite dari spectral library viewer. Hasil dari metode klasifikasi ini berupa
citra skala dan citra RMS. Citra skala merupakan citra dengan setiap pikselnya mengandung nilai
skala tertentu dimana semakin tinggi nilai skalanya (dan semakin terang warna pikselnya) maka
semakin tinggi pula kesamaan yang dimiliki oleh spektrum citra terhadap spektrum referensi.
Citra RMS merupakan citra dengan setiap pikselnya mengandung nilai kesalahan RMS tertentu
yang merupakan hasil perhitungan least-square dari perbandingan spektrum citra dengan
spektrum referensi dimana semakin tinggi rendah nilainya (dan semakin gelap warna pikselnya)
maka semakin rendah pula nilai kesalahan RMSnya. Untuk mencari hasil klasifikasi piksel citra
yang memiliki spektrum sama/mirip dengan spektrum referensi dibutuhkan adanya scatter plot
atau sebuah grafik yang dapat digunakan untuk melihat suatu pola hubungan antara 2 variabel
yang berupa citra skala dan citra RMS sehingga dapat diketahui piksel mana yang memiliki skala
kemiripan yang paling tinggi dan nilai kesalahan RMS yang paling rendah. Scatter plot ini pula
dapat digunakan sebagai kontrol kualitas dan batas-batas kelas hasil klasifikasi.

Perbedaan SAM dengan SFF


Klasifikasi metode Spectral Angle Mapper dan Spectral Feature Fitting memiliki
perbedaan yang signifikan pada data awal yang digunakan, algoritma yang dipakai, data yang
dihasilkan, beserta kontrol kualitasnya. Dalam metode SAM berdasarkan pada perbedaan
reflektansi spektrum citra dengan spektrum referensi sedangkan pada metode SFF berdasarkan
pada perbedaan fitur absorbsi unik dari spektrum citra dengan spektrum referensi. Pada metode
SAM, pemilihan rentang band untuk klasifikasi sepenuhnya tergantung pengguna, sedangkan
pada metode SFF rentang band harus memiliki karakteristik absorbsi yang khusus dan detail.
Kemudian kontrol kualitas atau pembatas kelas hasil klasifikasi dari metode SAM hanya
memiliki satu variabel yaitu sudut perpotongan vektor. Sedangkan pada metode SFF memiliki
dua variabel kontrol kualitas atau pembatas kelas hasil klasifikasi berupa citra skala dan citra
RMS.
Tingkat ketelitian hasil dari klasifikasi Spectral Angle Mapper dan Spectral Feature
Fitting tidak bisa dibandingkan atau tidak bisa diungkapkan bahwa mana hasil klasifikasi yang
lebih detail ataupun yang tidak. Hal ini dikarenakan oleh pengaturan tingkat ketelitian dari
klasifikasi SAM berdasarkan pada Maximum Angle (radians) sedangkan pada klasifikasi SFF
berdasarkan pada nilai Scale dan RMS. Semakin kecil nilai Maximum Angle (radians)-nya maka
semakin tinggi pula ketelitian hasil klasifikasi SAM. Semakin besar nilai Scale dan semakin
kecil nilai RMS maka semakin tinggi pula ketelitian hasil klasifikasi SFF. Maka dari itu nilai
Maximum Angle (radians) dan Scale-RMS tidak bisa dikonversikan satu sama lain.
Penggunaan klasifikasi metode SAM dan SFF memiliki perbedaan lainnya dimana
masing-masing metode memiliki keuntungan dan kekurangan yang berbeda-beda pula.
Keuntungan yang dimiliki oleh metode SAM adalah algoritma yang digunakan dimana
dapat mudah, cepat, dan tidak terlalu kompleks untuk mencari persamaan spektrum citra dengan
spektrum referensi sehingga metode ini dapat digunakan oleh pengguna awam. Lalu, dalam
proses klasifikasi dapat menghasilkan banyak kelas sekaligus. Lalu, metode SAM pula
menetapkan pengaruh dari efek shading/bayangan sehingga menonjolkan karakteristik
reflektansi citra target. Kemudian, dalam perhitungan algoritmanya tidak digunakan panjang
vektor spektral namun hanya arahnya saja sehingga dihasilkan sudut spektral. Hal ini
mengakibatkan hasilnya tidak terpengaruh oleh parameter yang tidak diketahui dan efek albedo
sehingga nilai akhirnya akan tetap sama untuk setiap nilai iluminasi yang berbeda.
Kekurangan yang dimiliki oleh metode SAM adalah dalam penggunaan data referensi
dari RoI, bisa saja terdapat objek lain yang mempunyai karakteristik spektral sama dengan
referensi sehingga menyulitkan pembedaan dan pengenalannya pada citra. Kemudian bisa saja
spektrum yang dimiliki oleh contoh objek RoI tidak bisa mewakili seluruh objek yang berada di
citra atau bisa dibilang terdapat objek yang sama namun memiliki spektrum yang berbeda dan
tidak terklasifikasi. Metode SAM hanya bisa dipakai pada citra hiperspektral yang sulit didapat
karena adanya permasalahan pencampuran/pembauran spektral. Permasalahan ini muncul akibat
kesalahan over-estimasi dan under-estimasi klasifikasi kelas spektral karena terdapat banyak
objek yang bersifat heterogen dalam satu piksel. Sehingga semakin kecil resolusi spasial citra
maka permasalahan ini akan meningkat.
Keuntungan yang dimiliki oleh metode SFF adalah metode ini berguna untuk
penggabungan hasil pengukuran spektrometer pada objek tertentu dengan database spektral.
Klasifikasi metode SFF paling cocok mengklasifikasi objek mineral seperti Alunite karena
metode tersebut berbasiskan pada fitur absorbsi yang dimiliki oleh objek dimana salah satu objek
yang memiliki rentang absorbsi yang sangat unik dan detail adalah objek mineral. Metode SFF
dapat menggunakan data citra non-hiperspektral.
Kekurangan yang dimiliki oleh metode SFF adalah proses klasifikasi yang terlalu lama
dan hanya bisa menghasilkan satu kelas saja dalam sekali proses. Metode SFF tidak dapat
digunakan pada citra yang berupa daerah dengan variasi topografi yang tinggi sehingga terdapat
banyak shading/bayangan yang mempengaruhi hasil akhir klasifikasi. Dalam SFF pengguna
harus mengetahui rentang band mana saja yang digunakan untuk klasifikasi atau yang memiliki
fitur absorbsi yang unik dimana jika salah akan mengakibatkan hasil citra yang sudah dilakukan
continuum removal memiliki nilai yang lebih dari satu (seharusnya nilainya dari 0 hingga 1). Hal
tersebut juga akan terjadi jika spektrum referensi (endmember) yang digunakan tidak tepat
dimana objek yang dicari/diklasifikasi berbeda objeknya atau jenisnya dengan yang ada di
referensi. Contoh, dalam Spektral Library Viewer terdapat beberapa jenis Alunite seperti Alunite
AL706 NA__, Alunite GDS82 NA82, Alunite GDS84 Na03, dan masih banyak lagi. Dalam
penggunaan spektrum referensi yang berasal dari spectral library, spektrum referensi objek
tertentu tidak bisa dianggap benar-benar merepresentasikan seluruh spektrum objek pada citra.
Hal ini dikarenakan kondisi alam pada saat pengambilan data referensi dengan kondisi alam di
citra yang akan diklasifikasi bisa saja berbeda atau dapat dibilang resolusi temporalnya antara
citra dengan referensi sangatlah jauh. Perbedaan kondisi alam tersebut dapat berupa kondisi
topografi, suhu, tekanan atmosfer, arah sinar matahari, kelembaban, dan lain-lain. Maka dari itu
tidak akan ditemukan hasil klasifikasi objek yang memiliki spektrum yang sama persis dengan
referensi, jika hal tersebut terjadi maka terdapat kesalahan dalam proses klasifikasi.

 
3. Penutup

3.1 Kesimpulan

Dari hasil klasifikasi metode SAM dan SFF dapat disimpulkan bahwa kedua metode
tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dari data awal yang digunakan, algoritma proses
klasifikasi, data yang dihasilkan, beserta bentuk kontrol kualitas atau pembatas rentang kelas.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut pula ada yang merupakan keuntungan maupun kekurangan
dari kedua metode. Namun jika dilihat dari kecocokan metode dalam mengklasifikasikan objek
mineral, metode SFF lah yang paling baik karena algoritmanya berdasarkan kepada fitur absorbsi
yang dimiliki oleh objek dimana objek yang memiliki fitur absorbsi yang paling detail dan unik
adalah objek mineral.

3.2 Saran
Terimakasih banyak

Daftar Referensi
Fyfe S. K., 2004. Hyperspectral Studies of new South Wales Seagrasses with Particular
Emphasis on the Detection of Light Stress in Eelgrass Zostera Capricorni, University of
Wollongong, Australia
n

Anda mungkin juga menyukai