Penginderaan Jauh 5
Penginderaan Jauh 5
MODUL 5
KLASIFIKASI CITRA DENGAN METODE SPECTRAL ANGLE MAPPER DAN
SPECTRAL FEATURE FITTING
Tanggal: 18 Oktober 2018
1. Pendahuluan
1.1 Tujuan Praktikum
● Mencari dan mengklasifikasikan nilai mineral Buddingtonite dan Kaolinite dengan
metode Spectral Angle Mapper.
● Mencari dan mengklasifikasikan nilai mineral Alunite dengan metode Spectral Feature
Fitting.
● Mencari perbedaan dari klasifikasi citra metode Spectral Angle Mapper dengan Spectral
Feature Fitting.
2.1 Tahapan
2.1.1 Klasifikasi dengan metode Spectral Angle Mapper
1. Buka Aplikasi ENVI
Dalam praktikum ini dilakukan penklasifikasian data citra dimana dicari piksel-piksel
pada citra tersebut yang mengandung objek berupa Buddingtonite, Kaolinite, dan Alunite di
daerah pegunungan Cuprite, Nevada Selatan. Objek-objek tersebut berupa batuan mineral yang
terkandung dalam penutupan lahan dimana masing-masing memiliki fitur absorbsi yang unik dan
detail pada panjang gelombang 2 um hingga 2.25 um. Klasifikasi objek Buddingtonite
menggunakan metode Spectral Angle Mapper sedangkan klasifikasi objek Alunite menggunakan
metode Spectral Feature Fitting.
Data awal yang digunakan berupa data citra Multispektral bernama
CupriteReflectance.dat yang berasal dari citra reflektansi dengan sensor AVIRIS atau Airborne
Visible Infrared Imaging Spectrometer yang berasal dari data NASA/JPL-Caltech yang diambil
pada tanggal 8 Agustus 2011. Citra ini sudah terkoreksi secara atmosferik beserta geometrik.
Citra ini memiliki kesalahan pada panjang gelombang 1.26-1.56nm (Band 98-128) dan
1.76-1.96nm (Band 148-170).
Data lainnya yang dipakai adalah data RoI atau Region of Interest dari objek
Buddingtonite dan Kaolinite bernama CupriteMineralROIs.xml yang merupakan daerah yang
sudah diketahui nilai dan area objeknya. Kemudian juga dipakai data spektrum referensi objek
Alunite berasal dari database spektral dari aplikasi ENVI yang merupakan hasil pengukuran dari
NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL) dan California Institute of Technology.
Dalam klasifikasi Spectral Angle Mapper atau yang bisa disingkat dengan SAM dimulai
dengan pemilihan rentang band citra yang akan diklasifikasikan dari band 174 hingga band 218
karena objek mineral memiliki karakteristik absorbsi yang unik di rentang ini beserta terlepas
dari pengaruh uap air. Kemudian metode ini membandingkan spektrum citra di setiap piksel citra
dengan spektrum referensi yang dimiliki oleh objek tertentu sehingga dapat ditentukan piksel
mana saja yang mengandung objek yang sama/mirip dengan referensi. Spektrum referensi
tersebut berasal dari data RoI objek Buddingtonite dan Kaolinite. Perbandingan tersebut
dilakukan dengan mentransformasi nilai spektrum pada citra dan referensi menjadi nilai vektor
yang berada di n-dimensi spektral (n merupakan jumlah band yang digunakan). Kemudian dicari
sudut spektral hasil perpotongan nilai vektor spektrum citra di setiap piksel dengan rata-rata nilai
vektor pada spektrum referensi. Sehingga dihasilkan sudut perpotongan tiap piksel pada citra
dengan nilai yang berbeda-beda dimana semakin kecil nilai sudut spektral yang terbentuk (atau
semakin gelap warna pikselnya) maka semakin persis/sama pula objek pada spektrum citra
dengan objek pada spektrum referensi. Kemudian terdapat pula maximum angle (radians) yang
digunakan sebagai kontrol kualitas dan pembatas kelas klasifikasi. Seluruh piksel yang memiliki
nilai sudut spektral di bawah maximum angle dapat masuk ke kelas yang sama sesuai dengan
referensi. Selain menghasilkan sudut spektral perpotongan antar vektor beserta hasil klasifikasi,
SAM juga merepresentasikan output rule yang menjelaskan tingkatan nilai atau besaran sudut
spektral perpotongan vektor di seluruh piksel citra dari yang paling rendah hingga yang paling
tinggi.
Dalam klasifikasi Spectral Feature Fitting atau yang bisa disingkat dengan SFF dimulai
dengan proses Continuum Removal dimana dilakukan normalisasi setiap spektrum citra dengan
membandingkannya dengan kurva kontinyu (pencocokan convex hull) sehingga dapat
menghasilkan suatu common baseline atau rentang band berisikan nilai dan posisi dari fitur
absorbsi yang unik yang akan digunakan dalam klasifikasi. Atau dapat dibilang
perbandingkan/pengurangan spektrum yang sudah ter-absorbsi dengan spektrum normal yang
belum ter-absorbsi sehingga dihasilkan skala absorbsi dari nilai 0 hingga 1. Kemudian metode ini
membandingkan fitur absorbsi yang unik dari suatu spektrum citra di setiap piksel citra dengan
spektrum referensi yang dimiliki oleh objek tertentu sehingga dapat ditentukan piksel mana saja
yang mengandung objek yang sama/mirip dengan referensi. Spektrum referensi tersebut berasal
dari data spektrum Alunite dari spectral library viewer. Hasil dari metode klasifikasi ini berupa
citra skala dan citra RMS. Citra skala merupakan citra dengan setiap pikselnya mengandung nilai
skala tertentu dimana semakin tinggi nilai skalanya (dan semakin terang warna pikselnya) maka
semakin tinggi pula kesamaan yang dimiliki oleh spektrum citra terhadap spektrum referensi.
Citra RMS merupakan citra dengan setiap pikselnya mengandung nilai kesalahan RMS tertentu
yang merupakan hasil perhitungan least-square dari perbandingan spektrum citra dengan
spektrum referensi dimana semakin tinggi rendah nilainya (dan semakin gelap warna pikselnya)
maka semakin rendah pula nilai kesalahan RMSnya. Untuk mencari hasil klasifikasi piksel citra
yang memiliki spektrum sama/mirip dengan spektrum referensi dibutuhkan adanya scatter plot
atau sebuah grafik yang dapat digunakan untuk melihat suatu pola hubungan antara 2 variabel
yang berupa citra skala dan citra RMS sehingga dapat diketahui piksel mana yang memiliki skala
kemiripan yang paling tinggi dan nilai kesalahan RMS yang paling rendah. Scatter plot ini pula
dapat digunakan sebagai kontrol kualitas dan batas-batas kelas hasil klasifikasi.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari hasil klasifikasi metode SAM dan SFF dapat disimpulkan bahwa kedua metode
tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dari data awal yang digunakan, algoritma proses
klasifikasi, data yang dihasilkan, beserta bentuk kontrol kualitas atau pembatas rentang kelas.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut pula ada yang merupakan keuntungan maupun kekurangan
dari kedua metode. Namun jika dilihat dari kecocokan metode dalam mengklasifikasikan objek
mineral, metode SFF lah yang paling baik karena algoritmanya berdasarkan kepada fitur absorbsi
yang dimiliki oleh objek dimana objek yang memiliki fitur absorbsi yang paling detail dan unik
adalah objek mineral.
3.2 Saran
Terimakasih banyak
Daftar Referensi
Fyfe S. K., 2004. Hyperspectral Studies of new South Wales Seagrasses with Particular
Emphasis on the Detection of Light Stress in Eelgrass Zostera Capricorni, University of
Wollongong, Australia
n