Anda di halaman 1dari 107

BIODATA PESERTA

Nama :

TTL :

Alamat :

Prodi :

Motto :

1
Sambutan Ketua Pengurus Rayon
PMII Dakwah & Komunikasi

‫علا ْيكُم او ارحْ امةُ ه‬


‫ّٰللاِ اوبا اركاات ُه‬ ‫س اَل ُم ا‬ َّ ‫ل‬
َّ ‫ اوالص اََّلةُ اوال‬،‫الديْن‬
‫س اَل ُم‬ ِ ‫علاى ا ُ ُم ْو ِر ال ُّد ْنياا او‬ ْ
ْ ‫ اوبِ ِه نا‬،‫ب العاالا ِميْن‬
‫ست ا ِع ْينُ ا‬ ِ ‫ا ْل اح ْم ُد ِ هّلِلِ ار‬
‫ ا ا َّما با ْع ُد‬،‫علاى ٰا ِل ِه اوصاحْ بِ ِه ااجْ ام ِعيْن‬
‫ او ا‬،‫س ِليْن‬ ‫اء اوا ْل ُم ْر ا‬
ِ ‫ف ْاْلا ْنبِيا‬ِ ‫علاى ااش اْر‬ ‫ا‬

Yang terhormat Pengurus Besar PMII, Pengurus Koordinator Cabang


PMII, Pengurus Cabang PMII, Pengurus Komisariat PMII, Pengurus Rayon
PMII seluruh Indonesia serta kader PMII seluruh pelosok Nusantara. Hamdan
wa syukran lillah Sholawat serta salam, tetap kami limpahkan kepada
junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan
kita didalam masa yang bodoh, masa yang rendah akal sampai kepada masa
yang terang benderang dan sangat kaya akan kekayaan berfikir yang biasa kita
dengar yaitu akal sehat.
Indonesia telah mengalami perjalanan panjang, sebagai sebuah negara
dan cita-cita yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang dasar
Republik Indonesia 1945, yaitu Indonesia sebagai negara yang kaya akan
sumber daya alam, negara yang adil, makmur, dan menjadi negara yang kaya
akan keadilan. Namun kenyataannya catatan sejarah menyebutkan
bahwasannya, sedikit perubahan-perubahan kecil yang berada dan diterima
oleh kedaulatan rakyat Negara Republik Indonesia. Dari sejak zaman
kepentingan politik, golongan yaitu seperti peristiwa G30S/PKI lengsernya
Soekarno, Soeharto atau bahkan lengsernya Gus Dur dan dinamika-dinamika
yang terjadi sampai saat ini.
Karena dinamika perpolitika yang diatas namakan satu kelompok dengan
pandangan Perspektif kelompok tersebut. Disini adanya PMII sebaiknya
memang harus bisa menjadi satu keterlibatan besar kita sebagai mahasiswa,
yang peka terhadap realitas sosial bukan hanya dengan IPK yang tinggi.

2
Namun, bagaimana kita menjadi mahasiswa dan khususnya yang akan
menjadi kader PMII Rayon Fakultas Dakwah dan Komunikasi disini,
sebagaimana kita harus bisa menyambung sosial dan komunikasi kepada
masyarakat kita. berangkat dari ideologi Ahlussunnah wal Jamaah sebagai
Manhajul Fikr dan Manhajul Harakah. disini PMII harus hadir mengawal
kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang sudah tertulis pada visi
misinya. Mari kita menjaga sama-sama Negara Republik Indonesia, yang
berkomitmen untuk menjaga Intelektualitas dan Rasionalitas demi terciptanya
kebenaran, kejujuran, kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan.
Jadi, mari kita terapkan ilmu-ilmu yang ada di PMII ini mulai dari
ASWAJA bagaimana kita memakai ASWAJA ini dalam manifestasi
kehidupan, nilai ke-Indonesiaan, nilai ke-Islaman, NILAI DASAR
PERGERAKAN itu semua harus kita lakukan bersama sama. demi
terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang benar – benar merdeka seratus
persen tanpa kekerasan, tanpa keserakahan dan tanpa kebobrokan moral yang
ada. Mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan. perbaikan yang tidak
terorganisir, akan dikalahkan kejahatan yang terorganisir. Kejahatan yang
merajalela karena disebabkan oleh banyak orang baik dan paham dengan
kejahatan itu hanya memilih untuk diam. Tetap semangat
Sekali Bendera Dikibarkan
hentikan Ratapan dan Tangisan
Tangan terkepal dan maju kemuka
Mundur Satu Langkah adalah sebuah bentuk Penghianatan.
‫وهللا الموفق إلى أقوم الطريق‬
‫والســــــــــــَلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬
Alby Rahmansyah
Ketua PMII Rayon Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Ampel Surabaya

3
Sambutan General Manager (GM)
Ketua SC MAPABA 2019

‫علا ْيكُم او ارحْ امةُ ه‬


‫ّٰللاِ اوبا اركاات ُه‬ ‫س اَل ُم ا‬
َّ ‫ل‬

Sanjung syukur teruntuk dzat yang maha luhur Allah SWT. yang
senantiasa memberikan kenikmatan sehingga kita tetap dalam kondisi sehat
dan senantiasa bersyukur kepada-Nya. Shalawat salam tetap tercurahkan
kepada Sang Revolusioner muslim sejati, Baginda Rasulullah Muhammad
SAW. yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua. Pada
kesempatan hari ini, PMII Rayon Dakwah dan Komunikasi kembali
melakukan proses kaderisasi awal, yakni Masa Penerimaan Anggota Baru
(MAPABA). Tema MAPABA yang kami angkat kali ini memang sengaja
kami relevansikan dengan kondisi saat ini. Dimana memang dapat dikatakan
sedang terjadi krisis akal sehat. Orang dengan mudahnya, dengan satu buah
jarinya mampu mengendalikan dunia. Pengendalian dunia itu bisa jadi positif
bisa jadi negatif. Maka siapapun yang mengendalikan dan siapa yang
dikendalikan harus paham betul bagaimana cara mengendalikan dan
dikendalikan.
Dengan satu buah jari, kita juga dapat menyebarkan informasi ke seluruh
pelosok negeri, dari seluruh sumber berita yang itu juga kadang kita tidak tahu
kebenarannya. Maka sebagai insan pergerakan, tugas kita hari ini adalah
memadukan antara semuanya, termasuk ilmu pengetahuan, teknlogi (IPTEK),
dan moral agama, ditempatkan dan disinergikan agar mampu menghadapi
kondisi saat ini. Maka, merawat intelektual penting kiranya untuk dilestrikan
dan dijaga sampai hari ini.
MAPABA adalah proses kaderisasi formal, pintu gerbang awal untuk
mahasiswa bisa mengenal PMII, dan diakui serta dianggap sebagai anggota
PMII. Tentu setelah ini ada proses yang lebih panjang, sampai nanti
4
menjelang Pelatihan Kader Dasar (PKD), bahkan setelah lulus nanti kita akan
mengingat bahwa kita berangkat dari PMII. Saya ucapkan selamat berproses
dan bergabung bersama sahabat-sahabat generasi penerus bangsa. Sekian
yang dapat saya sampaikan, mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada salah
dan kurang berkenan.
Sekali bendera dikibarkan, hentikan rapatan dan tangisan
Tangan terkepal dan maju ke muka
Mundur satu langkah adalah sebuah bentuk penghianatan.
Salam Pergerakan
‫هللا الموفق إلى أقوم الطريق‬
‫والســــــــــــَلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Fathimatuz Zahro
General Manager
(Ketua SC MAPABA 2019)

5
Sambutan Ketua Organizing Committe

‫علا ْيكُم او ارحْ امةُ ه‬


‫ّٰللاِ او اب اركاات ُه‬ ‫س اَل ُم ا‬
َّ ‫ل‬
Salam pergerakan!!!
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa menjaga,
melindungi, serta memberikan Rahmat yang tiada henti kepada kita semua.
Dan tak lupa, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita sang revolusioner sejati yaitu Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang
benderang yaitu addiinul islam.
Saya selaku ketua Panitia OC mengucapkan terimakasih banyak kepada
segenap pihak yang telah membantu mensukseskan acara MAPABA ini baik
calon anggota baru, OC, SC, RAYON dan tak lupa juga kepada
Sahabat/Sahabati Senior PMII. Saya berharap kepada para calon anggota
semoga senantiasa mempunyai semangat tinggi dalam berproses, serta
mengamalkan ilmu apapun yang akan di dapatkan selama berproses di PMII
ini. Dan yang terakhir,saya atas nama panitia mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila ada kinerja panitia yang kurang efektif sehingga
menyebabkan terganggunya kelancaran mapaba tahun ini,tapi panitia
berusaha sekeras mungkin untuk tetap bekerja agar mapaba kali ini tetap
lancar.
Sekali bendera dikibarkan Hentikan ratapan dan tangisan
Tangan terkepal dan maju kemuka Mundur satu langkah adalah sebuah
bentuk penghianatan
‫وهللا الموفق إلى أقوم الطريق‬
‫والســــــــــــَلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Adhitiya Hudha Pratama


(Ketua OC MAPABA 2019)
6
Syarat - Syarat Mencari Ilmu

‫سأ ُ ْن ِب ْيكا ع ْان امجْ ُم ْو ِعهاا ِبباياان‬


‫ااْلا ْلاتاناــــا ُل ا ْلعِـــ ْل ام اِْلَّ ِبســــــِت َّة ۞ ا‬
‫ط ْو ِل از امان‬ ْ ُ ‫ذُكااء اوحِ ْرص اواصْطِ باار اوبُ ْلغاة ۞ اوا ِْرشاا ُد ا‬
ُ ‫ست ااذ او‬

Artinya : Ingatlah...... kalian tidak akan mendapatkan ilmu yang


bermanfaat kecuali dengan 6 (enam) syarat, yaitu cerdas, semangat,
sabar, biaya, petunjuk ustadz dan waktu yang lama.

Yang Lebih penting daripada Ilmu

ُ ‫ب أ ا ْح او‬
۞‫ج ِمنَّا إِلاى اكثِيْر ِمنا اْل ِع ْل ِم‬ ِ ‫ناحْ ـنُ إِلاى قا ِليْــل مِ ــنا اْأل ا اد‬

“Kita lebih membutuhkan adab (meskipun) sedikit dibanding ilmu


(meskipun) banyak.”

[Adabul ‘Âlim wal Muta‘allim karya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari]

7
Ke-PMII-an
Dialektika Intelektual dalam PMII

A. Historitas PMII
PMII, atau yang disingkat dengan Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (Indonesian Moslem Students Movement), dalam bahasa jawanya
adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir dari rahim Departemen
perguruan Tinggi IPNU. PMII berdiri pada tanggal 17 April 1960 dengan latar
belakang situasi Politik tahun 60-an yang mengharuskan mahasiswa turut
andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik Indonesia. PMII lahir karena
menjadi sebuah kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman, Berdirinya
Organisasi PMII bermula adanya hasrat kuat mahasiswa NU untuk
mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah wal Jamaah.
Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab
berdirinya PMII:
1. Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu
1950-1959
2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang
ada
3. Pisahnya NU dari Masyumi
4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di organisasi HMI,
karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU
5. Kedekatan NU dengan salah satu partai politik yakni Masyumi yang nota
bene HMI sebagai underbouwnya
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan
rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun
pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya
organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan
tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak
8
pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus.
hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an
memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak
organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya.
misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI
dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung
dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin
mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan,
dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Keluarga
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) di Surakarta (1955), Persatuan
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (PMNU). IMANU (Ikatan Mahasiswa
Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh
pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak
keberadaannya. ini bisa kita pahami kenapa NU bertindak keras. sebab waktu
itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi
yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani yang lain? hal ini logis
seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU,
tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas
organisasi.
Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di
pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu
adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun
kecenderungan ini sudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran
menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang
kemudian departemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi
IPNU.

9
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di
kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU,
yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang
tergabung dalam IPNU,
Dari keputusan Konbes Kaliurang ini akhirnya dibentuk 13 sponsor
pendiri organisasi mahasiswa yang terdiri dari:
1. Cholid Mawardi (Jakarta)
2. Said Budairy (Jakarta)
3. M Sobich Ubaid (Jakarta)
4. M Makmun Syukri BA (Bandung)
5. Hilman (Bandung)
6. H Ismail Makky (Yogyakarta)
7. Munsif Nahrawi (Yogyakarta)
8. Nuril Huda Suady HA (Surakarta)
9. Laily Mansur (Surakarta)
10. Abd Wahad Jailani (Semarang)
11. Hisbullah Huda (Surabaya)
12. M Cholid Narbuko (Malang)
13. Ahmad Husain (Makassar)
Pada 19 Maret 1960 tiga dari tiga belas orang yaitu:
1. Hisbullah Huda (Surabaya)
2. M. Said Budairy (Jakarta )
3. Maksum Syukri BA (Bandung)
berangkat ke Jakarta untuk mengahadapi ketua umum partai NU K.H. Dr.
Idam Kholid agar diberi nasehat sebagai bekal atau pegangan pokok dalam
musyawarah mahasiswa Nahdyin. Bertepatan dengan itu, Ketua Umum
PBNU KH. Dr. Idam Kholid memberikan lampu hijau. Bahkan memberi
semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi

10
mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu
untuk ilmu, lebih penting lagi yaitu menjadi manusia yang cukup cakap
serta bertaqwa kepada tuhan Alloh SWT. Pesan ini disublimasi dalam
tujuan PMII yakni terbentuknya pribadi muslim yang berbudi luhur,
bertaqwa kepada Alloh, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam
pengamalan ilmu pengetahuannya.
maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU setelah
melakukan musyawarah pada tanggal 14-16 April 1960 di gedung Madrasah
Mu’alimin NU Wonokromo Surabaya (Sekarang SMA Khadijah) Surabaya.
Dengan menghasilkan keputusan :
1. Berdirinya Organisasi Mahasiswa Nahdliyin dan organisasi tersebut
diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII)
2. Penyusunan peraturan dasar PMII yang didalam Mukaddimahnya jelas
dinyatakan bahwa PMII merupakan kelanjutan/mata rantai dari
Departemen Tinggi IPNU-IPPNU
3. Persidangan dalam musyawarah mahasiswa Nahdliyin itu bertempat di
gedung madrasah Mualimin NU Wonokromo Surabaya di mulai tanggal
14-16 April 1960. Sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berdiri
tanggal 17 April 1960 dinyatakan sebagai hari lahir Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia.
4. Musyawarah juga memutuskan membentuk, Tiga Orang formatur yaitu
Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, A Chalid Mawardi sebagai ketua
I dan M. Said Budairi sebagai Sekretaris Umum PP PMII.
Nama PMII adalah usulan dari delegasi Bandung dan Surabaya, serta
mendapat dukungan dari Surakarta. Delegasi Yogyakarta mengusulkan nama
Perhimpunan Persatuan Mahasiswa Ahlusunnah wal Jamaah dan
Perhimpunan Mahasiswa Sunny, sedangkan utusan Jakarta mengusulkan
(IMANU) Ikatan Mahasiswa NU.

11
Akhirnya forum menyetujui nama “PMII”, singkatan dari Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia. Setelah melalui perdebatan apakah PMII itu
singkata dari Persatuan atau Perhimpunan, ternyata permasalahan
Mengerucut di Huruf P. Kemudia atas dasar pemikiran bahwa sifat mahasiswa
itu diantaranya harus aktif, dinamis, atau bergerak. Selanjutnya mendapatkan
awalan “Per” dan Akhiran “an, maka disepakati huruf “P” kependekan dari
Pergerakan.
B. Pengertian dan Makna Filosofis PMII
PMII singkatan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Berdasarkan namanya PMII terdiri dari empat kata yakni “Pergerakan”,
“Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Dimana “Pergerakan” memiliki
makna bahwa dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak
menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya.
“Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut
upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan
kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam
kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah, golongan generasi muda yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas
diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan
dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut
terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan
tanggung jawab individual baik sebagai hamba tuhan maupun sebagai warga
bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang
dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep
pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman,
islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya

12
tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka,
progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang
terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan
adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling
berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang
demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” yang terkandung dalam PMII adalah
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan
ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 1945 dengan kesadaran kesatuan dan
keutuhan bangsa dan negarayang diikat dengan kesadaran wawasan
nusantara.
C. Dinamika Organisasi PMII dengan NU
1. Dependensi
Melihat sejarah dan latar berdirinya PMII, dapat kita ketahui bahwa pada
awal berdirinya PMII, PMII terikat secara struktur dengan NU. Dan PMII
merupakan underbouw NU, namun pada akhir kekuasaan soekarno, PMII
tidak setia dengan Soekarno karena perilaku politiknya, khususnya dengan
sikap KH Wahan Hasbullah dan Dr. Idham Chalid selaku Ris Syuriah dan
ketua Tanfidziyah. PMII selaku elemen muda NU lebih dekat dengan Subhan
ZE yang sikap politiknya sangat anti Soekarno. Namun, kedekatan aktivis
PMII dengan Subhan ZE bukan berarti menampakkan sikap keberpihakan
atau power block politik Subhan, melainkan unsur idealism yang lebih kental.
Meskipun PMII dengan frontal menentang Soekarno, namun tidak di
ancam di bubarkan karena keyakinan Soekarno bahwa PMII masih dapat
dikendalikan. Karena PMII dianggap masih loyal terhadap tokoh-tokoh
konservatif NU yang berkolaborasi dengan dirinya. Padahal pada
kenyataannya PMII lebih dekat dengan kalangan tokoh NU yang progresif
dan anti Soekarno.

13
Memahami hubungan PMII, NU dan Soekarno harus di lihat dari tiga
sudut. Pertama, hubungan PMII dan NU, merupakan hubungan fungsional
organisatoris dimana PMII merupakan organisasi nahdliyin yang lahir dari
rahim NU yang di wujudkan dalam hubungan kelembagaan. Maka dari itu,
sikap NU secara otomatis merupakan sikap PMII, begitupun sebaliknya PMII
harus paralel dengan sikap NU. Namun, karena PBNU di pegang oleh tokoh
konservatif yang sejak awal tidak menyukai perilaku aktivis PMII, maka
ketika itu NU memutuskan tetap mendukung Soekarno, sedangkan PMII
justru mendukung Subchan ZE yang lebih dekat dengan aktivis PMII dan
sering melindungi PMII dari berbagai kritik para tokoh konservatif NU.
Hubungan NU dan Soekarno berawal dari kursi PNI dan NU pada awal
tahun 1950-an, dan sudah melewati sejarah yang panjang. Dalam menanggapi
kuasa Masyumi dan PSI serta partai lainnya Soekarno lebih percaya pada
tokoh-tokoh NU seperti KH. Wahab Hasbullah dan KH. Syaifuddin Zuhri.
Karena kedekatan hubungan ini, pada saat terjadi konflik pro orde baru,
tokoh-tokoh NU lebih mendukungSoekarno.
Hubungan PMII dengan Soekarno merupakan hubungan pelengkap.
PMII merupakan organisasi yang tidak menyukai perilaku Soekarno dan
PKI. Namun, Soekarno merupakan sahabat tokoh NU yang tetap harus di
hormati. Soekarno memiliki keyakinan bahwa PMII tidak akan pernah
melakukan gerakan “kontra revolusi” karena PMII di bimbing oleh NU dan
merupakan underbouw NU, namun pada kenyataannya PMII malah berani
melakukan pemberontakan terhadap Soekarno, padah PMII dianggap
organisasi mahasiswa yang dekat dengan Soekarno.
2. Indepedensi
Keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis pada pemilu 1972 sangat
mrugikan PMII sebagai organisasi mahasiswa. Akibatnya PMII banyak

14
mengalami kemunduran dalam segala aspek gerakannya. Hal ini juga
berakibat buruk pada berapa cabang PMII di daerah.
Kondisi tersebut membuat PB PMII untuk mengkaji ulang kiprahnya
yang selama ini di lakukan, khususnya dalam dunia politik praktis. Dengan
adanya beberapa pertimbangan yang mendalam, maka di cetuskan deklarasi
independen PMII di Munarjati pada musyawarah besar II tanggal 14-16 Juli
1972 di Lawang Malang, Jawa Timur. Terlibatnya PMII dalam dunia politik
praktis membuat PMII lupa bahwa ia adalah gerakan mahasiswa yang
sebenarnya jauh dari nilai-nilai status. Latar belakang pemikiran dan
motivasi tersebut, maka tanggal 14 Juli 1972 secara formal PMII berpisah
dengan NU secara struktural.
Menurut Otong Abdurrahman yang dikutip Moh. Fajrul Falakh (1988:
11), bahwa motivasi Independensi PMII sebagai berikut:
a. Independensi PMII merupakan proses rekayasa sosial PMII dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara,
b. Mahasiswa sebagai insan akademis harus menetukan sikap, ukurannya
adalah obyektifitas dalam mengemukakan ilmu, cinta kebenaran dan
keadilan,
c. PMII merasa canggung dalam menghadapi masalah-masalah Nasional
karena harus selalu melihat dan memperhatiakan kepentingan induknya
d. Untuk mengembangkan ideologinya, PMII mencoba memperjuangkan
sendiri, sebab dengan perubahan AD/ART yang tidak lagi dibatasi
secara formal oleh madzhab yang empat. Dengan demikian diharapkan
PMII dapat berkembang diperguruan tinggi umum dan lebih-lebih
agama.
e. sedangkan Secara politis sikap independen itu konon ada bergaining
antara tokoh PMII pada saat itu dengan pemerintah, dan ini terbukti
sejumlah tokoh PMII tersebut, seperti Zamroni, Abduh Paddare, Hatta

15
Musthofa, Said Budairi, tercatat sebagai orang yang mendirikan
deklarasi pemuda Indonesia yang kemudian menjadi KNPI (komite
Nasional Pemuda Indonesia).
3. Interdepedensi
Deklarasi Murnajati tidak dimaksudkan menciptakan garis damargasi
antara PMII di atu pihak dengan NU dipihak lain. Diantara keduanya
senantiasa terjalin hubungan yang dibangun diatas persamaan paham
keagamaan, pemikiran, sikap sosial, dan lain sebagainya. Oleh karena
itu, Kongres X PMII tahun 1991 di Jakarta melahirkan pernyataan
“Deklarasi Interdepedensi PMII-NU”.
a. Penegasan hubungan itu didasarkan pada pemikiran-pemikiran,
yakni Interdepedensi PMII-NU ditempatkan dalam konteks
keteladanan ulama (pewaris Nabi) dalam kehidupan keagamaan
dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
b. Adanya ikatan kesejarahan PMII-NU. Bagaimana pun, mayoritas
warga PMII berasal dari NU, secara langsung maupun tidak, akan
mempengaruhi perwatakan PMII secara umum,
c. Adanya kesamaan paham keagamaan PMII-NU. Sama-sama
mengembangkan Islam Aswaja (Tawassuth, I’tidal, Tasamuh,
Tawazun, dan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar) serta menganut pola
pikir, pola sikap, dan pola tindak secara selektif, akomodatif, dan
integratif (sesuai prinsip dasar almuhafadatu Alal Qadimis Shalih
Wal Akhzdu Biljadi al Aslah),
d. Adanya kesamaan persamaan kebangsaan, yakni Islam Indonesia,
dan
e. Adanya persamaan kelompok sasaran, yakni masyarakat kelas
menengah kebawah.

16
Sedangkan untuk merealisasikan interdepedensi PMII-NU, sekurang-
kurangnya terdapat prinsip-prinsip:
a. Ukhuwah Islamiah,
b. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar,
c. Mubadi Khoiru Ummah (langkah awal pembentukan umat terbaik),
d. Al Musawah (seimbang),
e. Hidup berdampingan dan berdaulat secara penuh
D. Trilogi PMII
Salah satu hasil kongres X PMII di Jakarta yaitu “Deklarasi Format
Profil PMII”. Deklarasi ini merupakan kristalisasi dan tujuan pergerakan
sebagaimana tercantum dalam AD/ART, yakni “Terbentuknya pribadi
muslim Indonesia yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah
SWT, cakap serta bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu
pengetahuannya”.
Ilmu menurut pandangan PMII adalah untuk diamalkan dan di abdikan
demi kemaslahatan umat, karena PMII insyaf dan sadar bahwa orang berilmu
tanpa di amalkan akan dapat azab dari Allah SWT. Begitu PMII insyaf dan
sadar bahwa organisasi yang baik adalah organisasi yang dapat memberi
manfaat bagi orang lain.
‫ب ا ْل ِع ْلم فا ْر ْيضاة عالى‬ ُ ‫ع ْْن ااناس اِ ْبنُ امالِك قا ال قاا ال ار‬
‫س ْول هللا صلى هللا عليه وسلـم ا‬
ُ ‫طلا‬
‫غ ْي ُرأ ْه ِل ِه اك ُمق ِِل ِد ا ْل اخناا ِزي ِْر ْلج ْاوه اارولالؤْ لُ اؤ اوالذَّه ا‬
‫اب‬ ‫ووضع ال ِع ْل ِم ِع ْن اد ا‬
ِ ‫سلِم‬
ْ ‫كُل ُم‬
Artinya :

“Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda:

Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada
orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungi babi dengan
permata, mutiara, atau emas”HR.Ibnu Majah

17
Dari hadits tersebut diatas mengandung pengertian, bahwa mencari ilmu
itu wajib bagi setiap muslim, kewajiban itu berlaku bagi laki-laki maupun
perempuan, anak-anak maupun orang dewasa dan tidak ada alasan untuk
malas mencari ilmu. Ilmu yang wajib diketahui oleh settiap muslim adalah
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tata cara peribadatan kepada Allah SWT.
Sedangkan ibadah tanpa ilmu akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan dan
ibadah yang salah tidak akan dapat diterima oleh Allah. Sedangkan orang
yang mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahui atau tidak
paham maka akan sia-sia. Maksudnya, ilmu itu harus disampaikan sesuai
dengan taraf berfikir si penerima ilmu, memberikan ilmu secara tidak tepat
diibaratkan mengalungkan perhiasan pada babi, meskipun babi diberikan
perhiasan kalung emas maka babi tetap kotor dan menjijikkan.
Sebagai organisasi mahasiswa PMII sadar bahwa dalam mengabadikan ilmu
pengetahuan dan khidmat perjuangannya memerlukan keahlian dan
profesionalitas secara bertahap, terencana dan menyeluruh.
Atas dasar itulah PMII membakukan dan menetapkan format
khidmatnya, berupa :
1. Moto PMII
Dzikir, Fikir, Amal Saleh
2. Tri Khidmat PMII
Taqwa, Intelektualitas, dan Profesionalitas
3. Tri Komitmen
Kejujuran, Kebenaran, dan Keadilan

E. Arti Lambang PMII

18
Lambang PMII diciptakan oleh H Said Budairi.
 Bentuk Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam
terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
 Bintang yang bertabur di dalamnya melambang ketinggian dan semangat
cita-cita yang selalu memancar.
 Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah SAW dengan
empat sahabat terkemuka (al-Khulafaur Rasyidun).
 Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang
berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah.
 Sembilan bintang dalam lambang itu dapat berati ganda. Pertama,
Rasulullah dan empat orang sahabat serta empat orang imam mazhab itu
laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan
tinggi, dan penerang umat manusia. Kedua, angka itu juga
menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di
Indonesia yang disebut Walisongo.
 Warna biru pada tulisan PMII menunjukkan kedalaman ilmu
pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru
juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan
Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan Nusantara.

19
 Biru muda yang menjadi warna dasar perisai sebelah bawah berati
ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti, dan takwa.
 Kuning sebagai warna dasar perisai bagian atas berarti identitas
kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambang kebesaran
dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong
masa depan.
F. Dialektika Intelektual dalam PMII
Apabila menelisik lebih dalam pada sisi historys, Ide dasar berdirinya
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dari adanya hasrat
kuat para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk suatu wadah (organisasi)
mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja). Sebelum
berdirinya PMII, sudah ada organisasi mahasiswa Nahdliyin, namun masih
bersifat lokal. Organisasi itu diantaranya Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama
(IMANU) berdiri pada Desember 1955 di Jakarta. Di Surakarta dirikan
Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) pada tahun yang sama.
Kemduian berdiri juga Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (PMNU) di
Bandung. Selain organisasi tersebut, ada pula mahasiswa Nahdliyin yang
tergabung pada Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang terwadahi pada
departemen perguruan tinggi.
Dari kegiatan MAPABA kali ini merupakan kaderisasi pelatihan yang
menanamkan dan menumbuhkan kembali rasa cinta kita terhadap dialektika-
dialektika yang dibalut dengan diskusi-diskusi rutin mengenai ilmu-ilmu yang
kerap kali tidak kita dapatkan dibangku kuliah. Forum kajian sering kali
mengadakan diskusi-diskusi yang membahas terkait hot news yang sedang
terjadi di Indonesia, tetapi forum kajian juga tidak lupa untuk membahas
materi-materi yang memang harus diberi pada anggota-anggota baru PMII
mengenai kurikulum-kurikulum yang haruslah para anggota baru

20
mengetahuinya yang diharapkan agar para anggota baru tidak akan melenceng
dari visi dan misi yang diinginkan oleh PMII sendiri.
Gerakan mahasiswa yang pada dasarnya berangkat dari individu yang
terpelajar harus di imbangi dengan gerakan intelektual, agar apa yang ingin di
raih tidak terkesan asal-asalan. Dalam suatu perspektif, geralakan intelektual
(intellectual movement) akan terbangun di atas trias tradition mahasiswa(tiga
tradisi). Pertama,tradisi diskusi (discussion tradition), gerakan mahasiswa
harus memperbanyak ruang diskusi. Diskusi akan membawa mahasiswa
menjadi memiliki cara berfikir rasional dan terpercaya. Lantaran itu, elemen
masyarakat secara umum akan menghargai isu-isu yang di usung oleh gerakan
mahasiswa. Seperti dalam menurunkan demonstrasi, elemen mahasiswa
harus mengkaji lebih detail apa, mengapa, akibat, latar belakang kebijakan
yang ditentang.
Kedua, tradisi menulis (writing tradition), aktivitas menulis merupakan
salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan
mahasiswa. Karena, mewacanakan isu-isu melalui media cetak dapat dibaca
oleh kalangan luas dalam artian lebih efektif untuk menyebarkan gagasan atau
wacana keseluruh kelompok persada nusantara, bahkan sampai ke manca
Negara. Hal ini bersinergi dengan gerakan mahasiswa Indonesia, meminjam
istilah Michel Fremerey (1976) “derakan korektif”, selain diorasikan melalui
mimbar bebas dalam aksi demonstrasi juga dapat diwujudkan bagi tokoh-
tokoh pergerakan mahasiswa dalam bentuk tulisan di media massa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Satrio Mundar bahwa dukungan
mahasiswa di Indonesia tidak bisa lepas dari dukungan penuh media massa
untuk mencapai hasil maksimum dalam perjuangan. Sebagai missal,
momentum penurunan rezim orde lama, gerakan mahasiswa didukung Koran
mahasiswa popular “mahasiswa Indonesia” atau ketika gerakan mahasiswa

21
menurunkan rezim orde baru didukung oleh beletin bergerak (media aksi
mahasiswa UI).
Ketiga, tradisi membaca (reading tradition), aktualisasi isu-isu sangat
penting bagi gerakan mahasiswa dalam bergerak. Begitu cepat pergeseran
berita dan opini publik, memaksa kita senantiasa membaca kalau tidak ingin
tertinggal. Sehingga kita mampu meng-up date isu-isu baru untuk
dimunculkan.

NILAI DASAR PERGERKAN (NDP)


Membumikan NDP dalam Keseharian Bermasyarakat, Bernegara, dan
Beragama

Kita mungkin masih ingat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang
kira-kira artinya: “Perbedaan di antara umatku adalah Rahmat”, perbedaan
yang kiranya difahami sebagai sebuah ragam pemikiran yang akan terjadi
nanti setelah beliau wafat. Mungkin kita juga masih mengingat bahwa suatu
saat beliau pernah bersabda ”Kalian semua lebih mengerti urusan kalian”,
sebuah stateman yang keluar karena kecerobohan dirinya yang menyuruh
seorang petani kurma untuk menyilangkan pohonnya sehingga hasil yang
didapatkan tidak sebagus yang diinginkan.Dengan fenomena seperti itu,
tentunya Islam sudah menjadi agama yang berkembang dengan beragam
pemikiran baik dalam hal profan atau sakral. Perkembangan peradaban yang
tiada tara dan menjadi sebuah aset penting bagi generasi berikutnya. Tetapi,
mengapa justru saat ini umat Islam mengalami gradasi pengetahuan.
Kebodohan dan pembodohan terus merajalela sehingga Islam kini identik
sebagai agama orang-orang yang bodoh dan miskin.

22
Zaman renaissance di barat, tepatnya kemunculan langit kebodohan yang
kelam itu. Masa dimana justru orang-orang barat yang notabene beragama
Kristen terlepas dari kejamnya belenggu agamawan yang menguras habis
seluruh pemikiran brilian di zaman abad pertengahan. Sebut saja, Nicolaus
Copernicus yang harus mati dipenggal karena menentang dogmatisme agama
saat itu yang mengatakan tentang bumi sebagai pusat alam semesta dan yang
lain berputar mengitari bumi serta mengatkan bahwa bumi ini berbentuk datar
sehingga bumi ini jika ditelusuri maka pasti ditemukan ujungnya. Seperti
itulah gambaran umat Islam saat ini. Gambaran yang sudah terjadi ratusan
tahun silam di barat. Fenomena seperti itu datang menyerang umat Islam saat
ini dan muncul berawal dari buku karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafudh
al-Falasifah, buku yang mengupas habis seluruh pemikirannya yang skeptis
terhadap pemikiran filsafat yang notabenenya memang spekulatif, walaupun
banyak filsuf lain menduga ia telah kehilangan konsistensi pemikiran karena
sebelumnya selama dua tahun ia belajar filsafat dan menulis buku berjudul
Al-Maqasid al-Falasifah yang justru memuji pemikiran filsafat yang kritis.
Sejak itulah umat Islam menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup
dan pemikiran ulama zaman dahulu adalah hal yang final dan tidak perlu
ditelaah kembali. Pengkultusan terhadap seseorang membuat semua kejayaan
masa lalu musnah tak tersisa, yang ada hanyalah kebodohan dan pembodohan
massal dan tidak tahu kapan berakhirnya.
Fenomena di atas cukup sebagai pembelajaran bagi kita, generasi muda
umat Islam, agar tidak terjadi lagi untuk ke sekian kalinya. Cukup lama sudah
kita terbelenggu oleh jahatnya pembodohan, kini saatnya kita mulai berfikir
kritis, apalagi jika kita adalah seorang kader organisasi pergerakan yang
sejatinya terus begeliat mencari makna. Dengan berfikir melalui paradigma
kritis-transformatif, kita akan terus berfikir bebas tanpa rasa takut akan
kehilangan esensi ke-Tauhid-an, karena di sini kita dituntut untuk berfikir free

23
from dan free for (bebas dari dan bebas untuk) tanpa melupakan bahwa harus
ada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Allah dan alam, karena
tanpa keharmonisan hubungan antara manusia, Allah dan alam, apalah artinya
seorang manusia.
Lebih lanjut, kita juga dituntut untuk berfikir dengan melihat demarkasi
(garis pemisah) yang tegas antara wilayah profan (keduniaan) dan sakral
(keagamaan), sehingga tidak ada lagi sekularisme (ateisme, tanpa Tuhan)
dalam berfikir, yang ada adalah sekularisasi (proses berfikir dengan batas
demarkasi antara wilayah profan dan sakral).
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi
kemahasiswaan berusaha menggali nilai- nilai moral yang lahir dari
pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk
rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Secara
historis, NDP PMII mulai terbentuk pasca Independensi PMII ketika
Mukernas III di Bandung (1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP
masih berupa kerangkanya saja, lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun,
hingga menjelang Kongres PMII VIII di Bandung, penyusunan tersebut
belum dapat diwujudkan. Hingga akhirnya saat Kongres PMII VIII di
Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan NDP
dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini
berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988
ketika Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.
NDP ini merupakan tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan
semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama.
Seluruh anggota dan kader PMII harus memahami dan menginternalisasikan
nilai dasar PMII baik secara personal maupun kolektif dalam medan
perjuangan sosial yang lebih luas, dengan melakukan keberpihakan yang

24
nyata melawan ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan tindakan-
tindakan negatif lainnya.
Secara esensial NDP adalah suatu sublimasi Nilai Keislaman dan
Keindonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah Wal
Jamaah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta
penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan
pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai Dasar Pergerakan
yang meliputi cakupan Akidah, syariah dan akhlak dalam upaya kita
memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya
memahami, menghayati dan mengamalkan islam tersebut PMII menjadikan
ahlusunah wal jamaah sebagai manhaj al fikr untiuk mendekonstruksikan
pemahaman agama.

Islam secara utuh dihayati dan diamalkan dengan mencapai setiap aspek,
baik aspek aqidah (Iman), syari’ah (Islam) maupun etika, akhlak, dan tasawuf
(Ihsan). NDP sebagai penegasan atas watak keindonesiaan organisasi. Di
Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang.
Dengan ahlussunnah wal jama’ah mengenal kemerdekaan, persamaan,
keadilan, toleransi, dan nilai perdamaian, maka kemajemukan etnis, budaya,
dan agama menjadi potensi bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan
MUKADDIMAH
Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga
pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan nilai baku yang kemudian
menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal
ini dibutuhkan di dalam memberikan kerangka, arti dan motivasi dan
wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa

25
saja yang akan dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan
sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
Insaf dan sadar bahwa semua itu adalah kejarusan bagi setiap fungsionaris
maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar
PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.

BAB I
ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
A. Arti :
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-
Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan
Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan
mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi
keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai
Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam
upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam
upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII
menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang
paling benar.
B. Fungsi
 Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang
harus dilakukan.
 Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi.
 Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan
bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.

26
C. Kedudukan :
 Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal
dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.
 Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.
BAB II
RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN
1. TAUHID :
Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam
sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.
Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-
perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan,
memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga
menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah
Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil,
dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala
bentuk pujaan dan penghambaan.
Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih
tinggi dari pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan
kepada yang ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak,
melandasi, memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup
keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam
perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-
nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan
merambah ke sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu,
Pergerakan telah memiliki Ahlussunnah wal jama'ah sebagai metode
pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.
2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH.

27
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam
bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat
kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.
Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan
berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia
memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan
sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat
yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah,
manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia
dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia
tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah,
terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang
didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai
hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh,
dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab
memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan
fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak
akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya
pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat
perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh.
Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian,
berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola
hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga
muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik
dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah
Kepada Allah.

28
Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang
ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun.
Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif
memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab
dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah - fitrah suci yang selalu
memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil
ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti
tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan
berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan
fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan
dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan
fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang
lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia
dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang
dikerjakan dengan niat yang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia
menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma'ul Husna.
Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk
memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari semua pola
tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai
yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan
secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan
maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah
alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan
hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi
kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu
dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata
tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha

29
Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya ini selalu tunduk pada sunnahNya,
pada keharusan universal atau takdir. Jadi manusia bebas berbuat dan
berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi
mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus
berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil
karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya,
karena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat
yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan
tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan
kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk
berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka
harus ditanggapi dengan lapang dada, qona'ah (menerima) karena disitulah
sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai
dengan sikap tawakkal kepadaNya.
3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia
menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan
Allah.
Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak
manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang
lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara
manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara.
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena
ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang
menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula
yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang
lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk
saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencari

30
dan mencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling
menghormati, bekerjasama, tolong menolong, menasehati, dan saling
mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap
kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha
mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian
dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan
selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat
nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang
bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut
dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan
kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan
potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan
potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna
kehadirannya di dunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi
dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan
dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan
kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus
berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan
kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu
sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing ,
berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk
diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan,
komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus
terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah.

31
Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa
dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta
berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam
kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara
adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya
permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna
membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan
terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan
paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan
kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat
manusia.
Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup
dalam persaudaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam ,
persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia
. Perilaku persaudaraan ini , harus menempatkan insan pergerakan pada posisi
yang dapat memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan
persaudaraan.
4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan
hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan
perbuatan Allah. Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia
dengan alam .
Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia.
Namun Allah menundukan alam bagi manusia , dan bukan sebaliknya . Jika
sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan

32
terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu
sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan
bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan
menegaskan dirinya. Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan
untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di
akhirat, di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala
aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis
yang tak terelakan. Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau
kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh.
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan
sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi dan
menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan
tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut.
Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam
kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan
manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan
manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk
kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam
kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa.
Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk
memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau
memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam
diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu;
karena alam ciptaan Allah bukanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan
memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk
mendayagunakannya.

33
Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah.
Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap
ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya.
Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah
itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan
aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan
ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan
pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks
ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap
masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek merupakan perwujudan fisik
dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk
memudahkan kehidupan praktis. Penciptaan, pengembangan dan penguasaan
atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia
menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran
bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut
menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kmanusiaan dan
kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring
perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan
keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang
tinggi

BAB III
PENUTUP
Itulah Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang
dipergunakan sebagai landasan teologis normatif, etis dan motivatif dalam
pola pikir, pola sikap dan pola perilaku warga PMII, baik secara perorangan
maupun bersama-sama dan kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu

34
dikaji dan dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu,
dipegang secara teguh dan dilaksanakan secara bijaksana.
Dengan Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang
berbudi luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam
mengamalkan ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang
sadar akan kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam
jaman yang selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh
rahmat dan berketuhanan.
Membumikan NDP dalam Keseharian Bermasyarakat, Bernegara, dan
Beragama
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang merupakan
organisasi keislaman yang berbasis pengkaderan dan bersifat keagamaan,
kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan professional
, (seharusnya) mempunyai peranan penting dalam mempertahankan Pancasila
sebagai ideologi Negara yang kemudian menjadi landasan dalam membentuk
karakter bangsa.
Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti
Radikalisasi, Intoleransi, Diskriminasi dan sebagainya, perlu memperoleh
perhatian khusus oleh para aktivis mahasiswa, khususnya PMII yang memang
memiliki kerangka atau acuan dalam segala aktivitas gerakan yang dilakukan.
Kerangka acuan tersebut harus menjadi titik pijak gerakan dalam menghadapi
berbagai permasalahan, termasuk dalam membentuk karakter
berkebangsaaan.
Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang notabene menjadi ideologi
alternatif dalam mengimbangi laju globalisasi, agar tercipta tatanan yang
seimbang “tanpa tekanan dan dominasi”. Keberadaan Aswaja –sebagai
ideologi yang ditawarkan- bisa mengadaptasi dengan situasi dan kondisi.
Terntunya, segala langkah perubahan yang diambil harus tetap berlandaskan

35
pada paradigma kaidah al-Muhafadzatu ala Qodim al-Sholih wa al-akhdzu bi
al-Jadid al-Ashlah, (meyamakan langkah dengan mempertahankan sebuah
tradisi yang kondisinya masih baik dan relevan dengan masa kini atau
berkolaborasi dengan nilai-nilai baru yang kenyataannya pada era kekinian
dan masa mendatang akan lebih baik).
Sementara Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang merupakan rumusan
nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta kenyataan
masyarakat dan negeri Indonesia, dengan kerangka pendekatan Ahlussunnah
wal-Jama’ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi,
memberi arah dan mendorong gerak organisasi, serta menjadi penggerak
setiap kegiatan organisasi dan kegiatan masing-masing anggota. Sebagai
ajaran yang sempurna, Islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah atau
menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan mengamalkan Iman
(aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan
tasawuf.
Sebagai tempat hidup dan mati, negeri maritim Indonesia merupakan
rumah dan medan gerakan organisasi. “Di Indonesia organisasi hidup, demi
bangsa Indonesia organisasi berjuang”. Sebagai tempat semai dan
tumbuh negeri Indonesia telah memberi banyak kepada organisasi. Oleh
sebab itu, organisasi dan setiap anggotanya wajib memegang teguh komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. NDP adalah penegasan
nilai atas watak keindonesiaan organisasi.
NPD PMII yang di dalamnya terdapat nilai ketuhanan (Tauhid), nilai ke-
hamba-an sebagai seorang makhluk yang berelasi dengan penciptanya
(Hablun minallah), nilai humanism (Hablun minannas), dan nilai kecitaan
terhadap alam dan tanah air (hablun minal alam). Dan Ahlussunnah wal
Jama’ah digunakan sebagai pendekatan berpikir (Manhaj al-Fikr) untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Pilihan atas

36
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai pendekatan berpikir dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam merupakan keniscayaan di tengah
kenyataan masyarakat Indonesia yang serba majemuk. Dengan Ahlussunnah
wal Jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al-Hurriyah), persamaan (al-
Musawah), keadilan (al-’Adalah), toleransi (Tasamuh), dan nilai perdamaian
(al-Shulh), maka kemajemukan etnis, budaya dan agama menjadi potensi
penting bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan. (Sekali lagi) terlebih
dalam rangka menjaga eksistensi pancasila di bumi Nusatara.

Ahlussunnah wal Jamaah


A. Latar Belakang
Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) merupakan bagian integral dari sistem
keorganisasian PMII. Dalam NDP (Nilai Dasar Pergerakan) disebutkan bahwa Aswaja
merupakan metode pemahaman dan pengamalan keyakinan Tauhid. Lebih dari itu,
disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap
anggota/kader organisasi kita. Akarnya tertananam dalam pada pemahaman dan
perilaku penghayatan kita masing-masing dalam menjalankan Islam.
Selama ini proses reformulasi Ahlussunnah wal Jama’ah telah berjalan, bahkan
masih berlangsung hingga saat ini. Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj
muncul gugatan terhadap Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebagai sebuah
madzhab. Padahal di dalam Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam
bidang fiqh. Selain itu, gugatan muncul melihat perkembangan zaman yang sangat
cepat dan membutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang
37
tersebut dan dari penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini
digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah wal-jama’ah sebagai manhaj al-fikr (metode
berpikir).
PMII melihat bahwa gagasan tersebut sangat relevan dengan perkembangan
zaman, selain karena alasan muatan doktrinal Aswaja selama ini yang terkesan terlalu
kaku. Sebagai manhaj, Aswaja menjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi
pengamalnya untuk menciptakan ruang kreatifitas dan menelorkan ikhtiar-ikhtiar baru
untuk menjawab perkembangan zaman.
Bagi PMII Aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukkan bahwa Islam adalah
agama yang sempurna bagi setiap tempat dan zaman. Islam tidak diturunkan untuk
sebuah masa dan tempat tertentu. Kehadirannya dibutuhkan sepanjang masa dan akan
selalu relevan. Namun relevansi dan makna tersebut sangat tergantung kepada kita,
pemeluk dan penganutnya, memperlakukan dan mengamalkan Islam. Di sini, PMII
sekali lagi melihat bahwa Aswaja merupakan pilihan paling tepat di tengah kenyataan
masyarakat kepulauan Indonesia yang beragam dalam etnis, budaya dan agama.
B. Pengertian Aswaja
Sebelum memahami sebuah pengertian, perlu diketahui bahwa Ahlussunnah wal
Jamaah telah dipaparkan oleh rasulullah melalui hadist yang menyebutkan pada suatu
saat umat akan terpecahkan menjadi kelompok dan golongan. Dalam pembahasan
terpecahnya umat Nabi Muhammad SAW menjadi 73 golongan terdapat dalam matan
(teks redaksional) hadis yang diambil dari riwayat Imam Thabrani sebagai berikut:
‫ وافترقت النصارى على إحدى أو اثنتين وسبعين‬، ‫افترقت اليهود على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة‬
:‫ ومن الناجية ؟ قال‬:‫ قيل‬.‫ الناجية منها واحدة والباقون هلكى‬،‫ وستفترق أمتي على ثَلث وسبعين فرقة‬، ‫فرقة‬
‫ قيل‬.‫أهل السنة والجماعة‬: ‫ ما انا عليه اليوم و أصحابه‬:‫» وما السنة والجماعة؟ قال‬
“orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71 atau 72 golongan,
orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku (kaum
muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang selamat dari padanya
satu golongan dan yang lain celaka. Ditanyakan ’Siapakah yang selamat itu?’

38
Rasulullah SAW menjawab, ‘Ahlusunnah wal Jama’ah’. Dan kemudian ditanyakan
lagi, ‘apakah assunah wal jama’ah itu?’ Beliau menjawab, ‘Apa yang aku berada di
atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah SAW dan
diamalkan beserta para sahabat)’
Dari hadis tersebut dapat diketahui dengan pasti bahwa istilah as Sunnah wal
jama’ah dan ahlussunnah wal jama’ah itu sudah dipergunakan pada zaman
Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidaklah benar anggapan seakan-akan timbulnya
kedua istilah tersebut dicari-cari atau merupakan reaksi dari adanya golongan syiah,
muktazilah, khawarij, dan sebagainya.
Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah
wal Jamaah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut yaitu :
a. Ahl yang mempunyai beberapa arti, yakni: Keluarga, pengikut, dan Penduduk.
b. As- Sunnah yang secara bahasa bermakna at-thariqah wa lau ghaira mardhiyah
(jalan, cara, atau perilaku walaupun tidak diridhai).
c. Al-Jamaah, berasal dari kata al-jam’u artinya mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian yang lain. Kata Jamaah juga berasal dari kata ijtima’ yaitu
perkumpulan. Jamaah yaitu juga diartikan sekelompok yang memiliki jumlah
banyak.
Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal Jama’ah berarti segolongan
orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Shahabat dan seterusnya.
1. Ahlussunnah wal Jamaah Ala Nahdhatul Ulama
Nahdlatul ‘Ulama merupakan ormas Islam pertama di Indonesia yang
menegaskan diri berfaham Aswaja. Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) yang
dirumuskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari juga tidak disebutkan definisi
Aswaja. Namun tertulis di dalam Qanun tersebut bahwa Aswaja merupakan sebuah
faham keagamaan dimana dalam bidang akidah menganut pendapat Abu Hasan Al-
Asy’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh menganut pendapat dari salah satu
madzhab empat (madzahibul arba’ah – Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan

39
Imam Hanbali), dan dalam bidang tasawuf/akhlak menganut Imam Junaid al-Baghdadi
dan Abu Hamid Al-Ghazali.
2. Ahlusunnah wal Jamaah Ala PMII
Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
meletakkan Aswaja sebagai manhaj al-fikr. Tahun 1997 diterbitkan sebuah buku
saku tulisan Sahabat Chatibul Umam Wiranu berjudul Membaca Ulang Aswaja (PB
PMII, 1997). Buku tersebut merupakan rangkuman hasil Simposium Aswaja di
Tulungagung. Konsep dasar yang dibawa dalam Aswaja sebagai manhaj al-fikr tidak
dapat dilepas dari gagasan KH Said Agil Siraj yang mengundang kontroversi,
mengenai perlunya Aswaja ditafsir ulang dengan memberikan kebebasan lebih bagi
para intelektual dan ulama untuk merujuk langsung kepada ulama dan pemikir utama
yang tersebut dalam pengertian Aswaja.
PMII memandang bahwa Ahlussunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang
memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan
berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleran. Aswaja bukan
sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip berpikir dalam menghadapi
persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial-kemasyarakatan; inilah makna
Aswaja sebagai manhaj al-fikr. PMII juga memaknai Aswaja sebagai manhaj al-
taghayyur al- ijtima’i yaitu pola perubahan sosial-kemasyarakatan yang sesuai dengan
nafas perjuangan rasulullah dan para sahabatnya. Pola perubahan ini akan kita lihat
nanti dalam arus sejarah peradaban masyarakat muslim. Inti yang menjadi ruh dari
Aswaja baik sebagai manhaful fikr maupun manhaj al-taghayyur al-ijtima’i adalah
sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah : ma ana ‘alaihi waashabi (segala
sesuatu yang akan datang dari rasul dan para sahanatnya).
C. Histori Aswaja
Memahami aswaja secara komprehensif tidak cukup dengan mengetahui
pengertiannya saja, akan tetapi harus mencari akar-akar historis yang
menunjukkan yang berkaitan dengan nilai normatifitasnya. Hal ini dilakukan

40
akan subtansi Aswaja dapat benar-benar ditemukan dan dapat dipertanggung
jawabkan bahwa Aswaja memang benar-benar faham yang benar bukan
hanya melalui lisan akan tetapi juga dari realitas kenyataan. Perpecahan umat
islam disebabkan awalnya dari faktor politik, ketika saat rasulullah wafat pada
2 Rabi’ul Awwal 11 H. Bahkan ketika itu jenazah rasulullah belum
dikebumikan, berlangsung rapat di Bani Saqifah. Membahas kedudukan Nabi
sebagai pemimpin Islam. Disana, ada suara: minna amir, wa minkum amir
(dari pihak kami ada seseorang pemimpin, dan dari kalian juga ada seseorang
pemimpin). Memang dalam pertemuan itu dihadiri oleh kelompok Anshar di
bawah pimpinan Sa’ad bin Ubadah dan kaum Muhajirin di bawah pimpinan
Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin al-Khatthab.
Setelah melewati perdebatan yang cukup sengit dimana kaum Anshar
mengajukan Sa’ad bin Ubadah dan kaum Muhajirin mengajukan Abu Bakar
dan Umar. Namun, pada akhirnya khalifah dipegang oleh Abu Bakar, hal itu
sesungguhnya karena wibawa nabi. Abu Bakar terpilih bukan karena
Intergritas pribadinya, melainkan lebih karena ia memiliki kedudukan
istimewa di sisi rasulullah, sebagai tsaniya itsnain fi al-ghar (orang kedua dari
dua orang yang bersembunyi dalam gua saat nabi dikejar dalam perjalanan
hijrah. Jadi, karena kedekatannya dengan rasulullah.
Kenyataan setelah tersiar rasulullah wafat dan digantikan Abu Bakar.
Hampir semua pendudukan Jazirah Arab menyatakan keluar, seluruh suku di
Tanah Arab membelot seketika itu juga. Hanya Madinah, Makkah dan Thaif
yang tidak menyatakan pembelotannya. Karena pemimpin tersebut dari suku
Quraisy. Begitu Abu Bakar sakit dan berwasiat kepada Umar sebagai Waliyy
al-ahd (putera mahkota), ketika itu pula muncul suara sumbang tentang
khalifah dari bani Umayah yang disana masih terdapat orang munafiq.
Mereka takut dengan kepemimpinan umar yang tegas dan umar tidak mudah
dikalahkan dan ditipu.

41
Selama sepuluh tahun, kelompok munafiqun dari bani umayyah terus
berusaha bagaimana menyingkirkan dan menghabisi Umar. Mereka berpikir
keras mencari jalan paling halus untuk membunuh Umar.pada akhirnya
menemukan modus rekayasa sangat cantik. Ketika itu bani umayah
mengajukan usul :
 Khalifah tampaknya, kita butuh ahli pedang, ahli bikin senjata
 Tetapi kita tidak memiliki seorang empu disini, jawab umar
 Kalau begitu datangkan saja dari luar. Kami punya calonnya, Abu
Luluah al-Majusy, namanya fairus, kita datangkan saja dia kesini.
Begitu diantaranya dialog yang terjadi. Setelah disetujui, didatangkan Abu
Luluah al-majusiy ke Madinah atas prakarsa orang-orang munafiq Bani
Umayah.
Meskipun Abu Luluah tidak masuk Islam, tetap beragama majusi dan ia
dikenakan Jizyah (pajak atas badan). Lalu ditiupkan hasutan hasutan dengan
coba usul kepada khalifah untuk tidak membayar jizyah akhirnya ia termakan
provokasi dan menghadap Umar. Ternyata usulannya ditolak oleh Umar. Dan
menimbulkan dendam pada diri Abu Lulu’ah. kesumat dan terus di provokasi
oleh orang-orang munafiqun Bani Umayah itu membawanya bertindak nekad.
Pada suatu hari ketika Umar sedang menjadi imam shalat Shubuh, Abu
Lu’luah menusuknya dari belakang sampai wafat.
Sebelum ajal Umar berwasiat seandainya Abu Ubaidah bin Jarroh masih
hidup, Khalifah akan saya berikan kepadanya. Karena ia sudah meninggal
Umar serahkan kepada enam tokoh pemimpin Islam sebagai formatur. Yaitu
Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin abi Waqas, Zubair bin
Awwam, Thalhah bin Zubair. dan Anak saya, Abdullah bin Umar, boleh
dimasukan, boleh memilih tetapi tidak boleh dipilih. Dari Bani Adiy cukup
saya saja menjadi khalifah. Abdurrahman tidak bisa maju karena ada yang
lebih senior yaitu Utsman yang sama dari Bani Umayah. Jadi tinggal Ali dan

42
Utsman. Akhirnya kunci berada di Abdurrahman bin Auf dengan memilih
Utsman setelah melalui lobi yang ketat. Wasiat umar selanjutnya yaitu empat
hari harus sudah ada keputusan. Harus sudah ada khalifah umat islam. lalu
musyawarah berjalan sangat Alot. Fanatisme kesukuan kembali menjadi dan
menjadi pertimbangan. Zubair tidak bisa maju karena ada Ali yang sama dari
bani Hasyim. Sa’ad bin Abi Waqas dari bani Zahrah peluangnya kecil karena
kurang berwibawa. Thalhah sama dari Bani adiy dan tidak boleh lagi menjadi
Khalifah.
Dengan naiknya Utsman banyak sekali orang munafiq dari bani umayah
dalam struktur pemerintahannya. Sekertaris khilafah direbut oleh Hakam bin
Umaiyah. Padahal ia karena suatu kesalahan besar, pernah diusir Rasulullah
dari Madinah. Sementara pendukung fanatik Ali mulai memperlihatkan
kekuatannya. Diantaranya yang paling menonjolkan mengkultuskan Ali
adalah Khudzaifah bin yaman, Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Farisi dan
Ammar bin Yasir. Dimasa awal pemerintahan Umar keadaan baik-baik saja
dan kemenangan ada dimana-mana. Akan tetapi masa-masa akhir ketika
usianya mulai lanjut. Utsman mulai kurang ingatan, dan Hakam menjadi
memiliki kekuasaan lebih besar dan mulailah ia mengganti beberapa gubernur
dan amil zakat. Disini Utsman mulai menyemai bibit-bibit perpecahan.
Detik-detik terjadinya pemberontakan yang berakhir dengan
terbunuhnya Khalifah Usman dapat dilihat dari beberapa segi. Pertama, rasa
tidak puas terhadap khalifah Usman semakin menjalar. Di Kufah dan
Bashrah rakyat bangkit menentang gubernur yang diangkat oleh Usman.
Di Mesir hasutan Abdullah bin Saba’ orang Yaman yang diklaim sebagai
orang Yahudi sangat provokatif dengan mendakwahkan hak Ali sebagai
khalifah yang sah. Keberhasilan propaganda jahat Abdullah bin Saba’
membuat jumlah kekuatan pemberontak bertambah banyak. Pertentangan
yang dilakukan penduduk kaum Kuffah, Mesir dan Bashrah terhadapa

43
kebijakan Usman semakin memanas. Mereka meminta Usman untuk segera
memecat para gubernur seperti Al-Wahid bin Uqbah. Akhirnya setelah
mendapat desakan terus-menerus Usman pun segera mencopot jabatan
mereka dan menggantinya dengan Sa’id bin Ash sebagai gubernur Kuffah dan
Muhammad bin Abu Bakar sebagai Mesir. Tindakan inipun dapat meredakan
ketegangan yang sempat terjadi sebelumnya. Namun, beberapa saat
kemudian peristiwa lain menghiasi ketegangan pada masa itu. Para
penentang Usman berbondong-bondong kembali mendatangi Usman
dengan kemarahannya dikarenakan mereka mendapati sebuah surat rahasia
yang ditujukan kepada Gubernur Mesir di mana isinya berupa perintah untuk
menangkap dan membunuh para penentang Usman. Surat berstempel Usman
bin Affan tersebut mengindikasi bahwa Usman tidak sepenuhnya mendukung
mereka dan Usman pun tidak mengakui bahwa ia yang menulisnya. Surat
yang dituduhkan berasal dari Usman ternyata diduga palsu. Begitu pula
munculnya surat yang dituduhkan dari Ali bin Abi Thalib yang isinya
mengajak kelompok-kelompok tersebut datang ke Madinah, juga surat
Thalhah dan Zubair yang mengajak kelompok Kufah dan Bashrah agar
bergerak ke Madinah adalah surat palsu. Tetapi karena situasi yang sudah
sangat memanas, mereka para demonstran makin berani bersikap kepada
Usman, mengurungnya di dalam rumah dan mengepungnya.
sahabat berusaha membelanya, seperti Hasan, Husein, Abdullah bin
Zubair, dan Abdullah bin Umar. Namun para pemberontak kian bertindak
berani dan menerobos masuk rumah setelah selama 40 (empat puluh) hari
mengepungnya. Kemudian beberapa mereka membunuh sang Khalifah
Usman bin Affan.
Dimadinah, para sahabat segera mengadakan rapat, termasuk didalamnya
Thalha, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abu Hurairah dan beberapa orang
lainnya. Hasil akhirnya berupa kesepakatan ba’iat Ali. Ali pun sah menjadi

44
Khalifah keempat. Hanya dari Syiria dan Syam yang menolak bai’at kepada
Ali. Para pemberontak Mesir, Kufah, dan Basrah, semua setuju dan berbaiat
kepada Ali.
Kebijakan Ali yang pertama adalah mencopot semua gubernur yang
diangkat oleh Utsman ketika itu juga termasuk Muawiyah bin Abi Sufyan.
Mendengan Utsman terbunuh. Aisyah yang berada di Makkah terprovokasi
dan menyiapkan pasukan untuk kemudian menuju madinah dan menuntut
agar Ali mengambil tindakan. Dari sinilah timbul peperangan antar saudara
sesama muslim yaitu Perang Jamal dan Shifin yang memunculkan beberapa
sekte sekte.
Perang Jamal antara Ali dan Aisyah membuat situasi sangat panas. Yang
menimbulkan suatu kelompok fanatik kepada Ali dan Fanatik kepada
Muawiyah. Kemudian muncul kelompok baru yang tengah-tengah. Dialah
Sa’id bin Abi Waqas dengan alasan tidak mau ikut-ikutan dalam masalah
politik dan tidak memihak kelompok Ali dan Aisyah. Tetapi memilih uzlah,
termasuk dalam kelompoknya yaitu Ibnu Umar dan Abu Hurairah. Akhirnya
perang jamal dimenangkan oleh kelompok Ali. Korban yang meninggal
mencapai 10.000 pasukan dari kedua belah pihak, termasuk Thalhah dan
Zubair.
Setahun kemudian, Muawiyah menyusun kekuatan untuk memberontak
Ali dengan mengerahkan pasukan lalu pecahlah Perang Shiffin. Namun dalam
peperangan kelompok Muawiyah yang sudah berada diposisi kalah,
Muawiyah dibisiki oleh Amru bin Ash yang seorang Ahli siasat yang piawai
dengan mengusulkan agar mengajak damai Ali. Setelah usulannya disetujui
Muawiyah. Amru bin Ash menginstruksikan pasukan Muawiyah agar
mengangkat Al-Quran tinggi-tinggi sebagai ajakan damai. Namun Ali paham
bahwa tindakan itu merupakan muslihat licik, oleh karena itu Ali
menginstruksikan agar panglimanya tidak mundur.

45
Akan tetapi didalam kelompok Ali sendiri memiliki sikap yang lain.
Dengan argumentasi, “mereka sudah mengajak damai” masak kita terus
menyerang. Pantaskah kita menyerang orang yang mengajak damai. Bahkan
kelompok ini mengancam bahwa jika tidak digubris maka nasib Ali akan
seperti Khalifah Utsman.
Terpaksa Ali menerima usulan tersebut dengan mengadakan Tahkim
yang terlaksana di bulan Shafar. Dari peristiwa tahkim(perundingan) di
Daumatul Jandal, khalifah Ali mengutus Abu musa Al Asyari sedangkan
Muawiyah mengutus Amr bin Ash. Dari perundingan abu musa al asyari dan
Amr bin Ash. Abu musa Al Asyari mengusulkan jika mereka berdua
mencopot dahulu siapa yang menjadi khalifah. Dan kemudian kita serahkan
kepada umat untuk memilih khalifah yang mereka inginkan. Lalu amr bin ash
setuju dengan pendapatnya dan memintah abu musa Al Asyari untuk
mengumumkan terlebih dahulu karena mendahulukan yang lebih tua. Tetapi
abu musa Al Asyari di khianati oleh amr bin ash karena tidak sesuai dengan
perundingan yang tadi. Saat itu, Ibnu Abbas dari kubu Ali bin Abu Thalib,
mencoba menasehati Abu Musa Al-Asy’ari dengan mengatakan, “Amru bin
Ash telah menipumu, jangan mau bicara duluan di depan hadirin. Biarkan
Amru bin Ash yang bicara duluan!” Namun Abu Musa Al-Asy’ari menolak
permintaan Ibnu Abbas.
Lalu di depan hadirin dari dua kubu yang berjumlah sekitar 800 orang,
Abu Musa Al-Asy’ari mengumumkan, “Kami berdua telah mencapai
kesepakatan, yang kami nilai sebagai kesepakatan yang terbaik untuk umat,
yaitu masing-masing dari kami berdua lebih dulu akan mencopot Ali bin Abu
Thalib dan Muawiyah dari jabatan khalifah. Setelah itu, menyerahkan kepada
umat Islam untuk memilih khalifah yang mereka sukai. Dengan ini, saya
nyatakan telah mencopot Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah”.

46
Dan seperti yang diduga Ibnu Abbas, begitu tiba giliran Amru Ash
berbicara, di depan semua hadirin, dia berkata, “Kalian telah mendengarkan
sendiri, Abu Musa Al-Asy’ari telah mencopot Ali bin Abu Thalib, dan saya
sendiri juga ikut mencopotnya seperti yang dilakukan Abu Musa Al-Asy’ari.
Dengan demikian, dan mulai saat ini juga, saya nyatakan bahwa
Muawiyah adalah khalifah, pemimpin umat. Muawiyah adalah pelanjut
kekuasaan Usman bin Affan dan lebih berhak menggantikannya”.
Mendengar pernyataan Amru bin Ash tersebut, Ibnu Abbas langsung
membentak Abu Musa Al-Asy’ari, yang menjawab “Saya mau bilang apa
lagi, tidak ada yang bisa saya lakukan, Amru bin Ash telah menipuku", dan
kemudian mulai mencaci dengan mengatakan, “Wahai Amru bin Ash, celaka
kamu, kamu telah menipu dan berbuat jahat”.
Dari sinilah kondisi semakin kacau balau dan umat Islampun mulai
terpecah menjadi firqah-firqah, setiap firqah melegtimasi eksistensinya
sendiri-sendiri merujuk pada Al-Quran dan Sunnah
Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan
tumbuhnya aliran aliran Teologi dalam Islam. Ketauhidan di Zaman Bani
Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di
kalangan umat Islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti
Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah. Pada zaman Bani Abbas ( 750-
1258M ) Filsafat Yunani dan Sains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah
Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa
mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan
senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah
mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis
tersebut. Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan
melahirkan berbagaipendapat controversial menyebabkan kaum tradisional

47
tidak menyukainya. Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan
Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
Mula-mula ialah untuk membuat penalaran logis oleh orang orang yang
melakukan pembunuhan ‘Utsm’an atau menyetujui pembunuhan itu. Jika
urutan penalaran itu disederhanakan, maka kira-kira akan berjalan seperti ini:
Mengapa ‘Utsman boleh atau harus dibunuh? Karena ia berbuat dosa besar
(berbuat tidak adil dalam menjalankan pemerintahan) padahal berbuat dosa
besar adalah kekafiran. Dan kekafiran, apalagi kemurtadan (menjadi kafir
setelah Muslim), harus dibunuh. Mengapa perbuatan dosa besar suatu
kekafiran? Karena manusia berbuat dosa besar, seperti kekafiran, adalah sikap
menentang Tuhan.
Maka harus dibunuh! Dari jalan pikiran itu, para (bekas) pembunuh
‘Utsman atau pendukung mereka menjadi cikal-bakal kaum Qadari, yaitu
mereka yang berpaham Qadariyyah, suatu pandangan bahwa manusia mampu
menentukan amal perbuatannya, maka manusia mutlak bertanggung jawab
atas segala perbuatannya itu, yang baik dan yang buruk. Para pembunuh
‘Utsman itu, menurut beberapa petunjuk kesejarahan, menjadi
pendukung kekhalifahan ‘Ali Ibn Abi. Ini disebutkan Sebagian besar
pasukan Ali, begitu pula mereka yang memerangi Ali dan mereka yang
bersikap netral dari peperangan itu bukanlah orang-orang yang membunuh
‘Utsman. Sebaliknya, para pembunuh ‘Utsman itu adalah sekelompok kecil
dari pasukan ‘Ali, sedangkan umat saat kekhalifahan ‘Utsman itu berjumlah
dua ratus ribu orang, dan yang menyetujui pembunuhannya seribu orang
sekitar itu. Tetapi mereka kemudian sangat kecewa kepada ‘Ali, karena
Khalifah ini menerima usul perdamaian dengan musuh mereka, Mu’awiyah
ibn Abu Sufyan, dalam “Peristiwa Shiffin” di situ ‘Ali mengalami kekalahan
di plomatis dan kehilangan kekuasaan “de jure”-nya. Karena itu mereka
memisahkan diri dengan membentuk kelompok baru yang kelak terkenal

48
dengan sebutan kaum Khawarij (al-Kahwarij, kaum Pembelot atau
Pemberontak).
Seperti sikap mereka terhadap ‘Utsman, kaum Khawarij juga
memandang ‘Ali dan Mu’awiyah sebagai kafir karena mengkompromikan
yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil). Karena itu mereka
merencanakan untuk membunuh ‘Ali dan Mu’awiyah, juga Amr ibn al-’Ash,
gubernur Mesir yang sekeluarga membantu Mu’awiyah mengalahkan Ali
dalam “Peristiwa Shiffin” tersebut. Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang
bernama Ibn Muljam, berhasil membunuh hanya ‘Ali, sedangkan Mu’awiyah
hanya mengalami luka-luka, dan ‘Amr ibn al-’Ash selamat sepenuhnya (tapi
mereka membunuh seseorang bernama Kharijah yang disangka ‘Amr, karena
rupanya mirip).
Karena sikap-sikap mereka yang sangat ekstrem dan eksklusifistik, kaum
Khawarij akhirnya boleh dikatakan binasa. Tetapi dalam perjalanan sejarah
pemikiran Islam, pengaruh mereka tetap saja menjadi pokok problematika
pemikiran Islam. Yang paling banyak mewarisi tradisi pemikiran Khawarij
ialah kaum Mu’tazilah. Mereka inilah sebenarnya kelompok Islam yang
paling banyak mengembangkan Ilmu Kalam seperti yang kita kenal sekarang.
Berkenaan dengan Ibn Taymiyyah mempunyai kutipan yang menarik dari
keterangan salah seorang ‘ulama’ yang disebutnya Imam ‘Abdull’ah ibn al-
Mubarak. Menurut Ibn Taymiyyah, sarjana itu menyatakan demikian: Agama
adalah kepunyaan ahli (pengikut) Hadits, kebohongan kepunyaan kaum
Rafidlah, (ilmu) Kalam kepunyaan kaum Mu’tazilah, tipu daya kepunyaan
(pengikut) Ra’y (temuan rasional).
Karena itu ditegaskan oleh Ibn Taymiyyah bahwa Ilmu Kalam adalah
keahlian khusus kaum Mu’tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran Mu’tazili
ialah rasionalitas dan paham

49
Qadariyyah. Namun sangat menarik bahwa yang pertama kali benar-
benar menggunakan unsur unsur Yunani dalam penalaran keagamaan ialah
seseorang bernama Jahm ibn Shafwan yang justru penganut paham
Jabariyyah, yaitu pandangan bahwa manusia tidak berdaya sedikit pun juga
berhadapan dengan kehendak dan ketentuan Tuhan. Jahm mendapatkan bahan
untuk penalaran Jabariyyahnya dari Aristotelianisme, yaitu bagian dari paham
Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu kekuatan yang
serupa dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal keadaan-keadaan umum
(universal) tanpa mengenal keadaan-keadaan khusus (partikular). Maka
Tuhan tidak mungkin memberi pahala dan dosa, dan segala sesuatu yang
terjadi, termasuk pada manusia, adalah seperti perjalanan hukum alam.
Hukum alam seperti itu tidak mengenal pribadi (impersonal) dan bersifat
pasti, jadi tak terlawan oleh manusia. Aristoteles mengingkari adanya Tuhan
yang berpribadi personal God. Baginya Tuhan adalah kekuatan maha dasyat
namun tak berkesadaran kecuali mengenai hal-hal universal. Maka mengikuti
Aristoteles itu Jahm dan para pengikutpya sampai kepada sikap mengingkari
adanya sifat bagi Tuhan, seperti sifat-sifat kasib, pengampun, santun, maha
tinggi, pemurah, dan seterusnya. Bagi mereka, adanya sifat-sifat itu membuat
Tuhan menjadi ganda, jadi bertentangan dengan konsep Tauhid yang mereka
akui sebagai hendak mereka tegakkan. Golongan yang mengingkari adanya
sifat-sifat Tuhan itu dikenal sebagai al-Nufat (“pengingkar” [sifat-sifat
Tuhan]) atau al-Mu’aththilah (“pembebas” [Tuhan dari sifat-sifat]) Kaum
Mu’tazilah menolak paham Jabiriyyah-nya kaum Jahmi. Kaum Mu’tazilah
justru menjadi pembela paham Qadariyyah seperti halnya kaum Khawarij.
Maka kaum Mu’tazilah disebut sebagai “titisan” doktrinal (namun tanpa
gerakan politik) kaum Khawarij. Tetapi kaum Mu’tazilah banyak mengambil
alih sikap kaum Jahmi yang mengingkari sifat-sifat Tuhan itu. Lebih penting
lagi, kaum Mu’tazilah meminjam metologi kaum Jahmi, yaitu penalaran

50
rasional, meskipun dengan berbagai premis yang berbeda, bahkan berlawanan
(seperti premis kebebasan dan kemampuan manusia). Hal ini ikut membawa
kaum Mu’tazilah kepada penggunaan bahan bahan Yunani yang dipermudah
oleh adanya membawa kaum Mu’tazilah kepada penggunaan bahan-bahan
Yunani yang dipermudah oleh adanya kegiatan penerjemahan buku-buku
Yunani, ditambah dengan buku-buku Persi dan India, ke dalam bahasa Arab.
Kegiatan itu memuncak di bawah pemerintahan al-Ma’mun ibn Harun al-
Rasyid. Penterjemahan itu telah mendorong munculnya Ahli Kalam dan
Falsafa Khalifah al-Ma’mun sendiri, di tengah-tengah pertikaian paham
berbagai kelompok Islam, memihak kaum Mu’tazilah melawan kaum Hadits
yang dipimpin oleh Ahmad ibn Hanbal (pendiri mazhab Hanbali, salah satu
dari empat mazhab Fiqh). Lebih dari itu, Khalifah al- Ma’mun, dilanjutkan
oleh penggantinya, Khalifah al-Mu’tashim, melakukan mihnah (pemeriksaan
paham pribadi, inquisition), dan menyiksa serta menjebloskan banyak orang,
termasuk Ahmad ibn Hanbal, ke dalam penjara. Salah satu masalah yang
diperselisihkan ialah apakah Kalam atau Sabda Allah, berujud al-Qur’an, itu
qadim (tak terciptakan karena menjadi satu dengan Hakikat atau Dzat Ilahi)
ataukah hadits (terciptakan, karena berbentuk suara yang
dinyatakan dalam huruf dan bahasa Arab)? Khalifah al-Ma’mun dan
kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Kalam Allah itu hadits, sementara kaum
Hadits berpendapat al-Qur’an itu qadim seperti Dzat Allah sendiri.
Pemenjaraan Ahmad ibn Hanbal adalah karena masalah ini. Mihnah itu
memang tidak berlangsung terlalu lama, dan orang pun bebas kembali. Tetapi
ia telah meninggalkan luka yang cukup dalam pada tubuh pemikiran Islam,
yang sampai saat inipun masih banyak dirasakan orang-orang Muslim.
Namun jasa al-Ma’mun dalam

51
membuka pintu kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan tetap diakui
besar sekali dalam sejarah umat manusia. Maka kekhalifahan al-Ma’mun
(198-218 H/813-833 M), dengan campuran
unsur-unsur positif dan negatifnya, dipandang sebagai salah satu tonggak
sejarah perkembangan pemikiran Islam,termasuk perkembangan Ilmu Kalam,
dan juga Falsafah Islam.” Dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Kalam
tidak lagi menjadi monopoli kaum Mu’tazilah. Adalah seorang sarjana dari
kota Basrah di Irak, bernama Abu al-Hasan al-Asy’ari (260-324 H/873-935
M) yang terdidik dalam alam pikiran Mu’tazilah (dan kota Basrah memang
pusat pemikiran Mu’tazili). Tetapi kemudian pada usia 40 tahun ia
meninggalkan paham Mu’tazilinya, dan justru mempelopori suatu jenis Ilmu
Kalam yang anti Mu’tazilah. Ilmu Kalam al-Asy’ar’i itu, yang juga sering
disebut sebagai paham Asy’ariyyah, kemudian tumbuh dan berkembang
untuk menjadi Ilmu Kalam yang paling berpengaruh dalam Islam sampai
sekarang, karena dianggap paling sah menurut pandangan sebagian besar
kaum Sunni.
Kebanyakan mereka ini kemudian menegaskan bahwa “jalan
keselamatan” hanya didapatkan seseorang yang dalam masalah Kalam
menganut al-Asy’ari. Seorang pemikir lain yang Ilmu Kalam-nya mendapat
pengakuan sama dengan al-Asy’ari ialah Abu Manshur al-Maturidi (wafat di
Samarkand pada 333 H/944 M). Meskipun terdapat sedikit perbedaan dengan
al-Asy ‘ari, khususnya berkenaan dengan teori tentang kebebasan manusia.
Al-Asy Ari dan al-Maturidi dianggap sebagai pahlawan paham Sunni, dan
system Ilmu Kalamnya dipandang sebagai “jalan keselamatan”, bersama
dengan sistem al-Asy’ari. Sangat ilustratif tentang sikap ini adalah pernyataan
Haji Muhammad Shalih ibn ‘Umar Samarani (yang populer dengan sebutan
Kiai Saleh Darat dari daerah dekat Semarang), dengan mengutip dan
menafsirkan Sabda nabi dalam sebuah hadits yang amat terkenal tentang

52
perpecahan umat Islam dan siapa dari mereka itu yang bakal selamat: Umat
yang telah lalu telah terpecah-pecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan
kelak kamu semua akan terpecah-pecah menjadi tujuh puluh tiga golongan,
dari antara tujuh puluh tiga itu hanya satu yang selamat, sedangkan yang tujuh
puluh dua semuanya dalam neraka. Adapun yang satu yang selamat itu ialah
mereka yang berkelakuan sepertiku dan para sahabatku
D. Problematika dan Tantangan Aswaja
Seiring berjalannya waktu, berbagai persoalan muncul untuk menguji
keberlangsungan aswaja utamanya di bumi nusantara. Munculnya faham Islam
Transnasional yang menginginkan kebangkitan islam melakukan berbagai cara yang
terkadang cukup ektrim untuk mewujudkan negara yang dicita-citakan. Mereka
memiliki keyakinan bahwa jika ingin islam kembali bangkit, maka semua elemen
harus kembali pada al Quran dan al Hadits. Semua aktifitas yang tidak bersumber dari
kedua sumber tersebut dianggap bid’ah dan haram untuk dilakukan. Wahabi pada masa
lalu mewakili islam kemudian dikenal sebagai puritan. Keinginan besar mereka adalah
kembali memurnikan ajaran agama dan abai terhadap tuntutan modernitas yang secara
realita tidak dapat dihindari. Faham ini mendapatkan tempat di Indonesia dengan
beragam bentuk organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatannya. Karena visi
misinya adalah membangun negara khalifah atau negara islam, terkadang tindakan
aliran kanan ini cenderung ekstrem dan anarkis. Diantara bentuk tindakan ekstrem
tersebut adalah melakukan bom bunuh diri yang diklaim sebagai jihad. Padahal
kenyataannya, hal ini hanya memperburuk citra islam dalam pandangan agama lain
yang mana mereka hanya akan menganggap bahwa bunuh diri karena agama hanyalah
sebuah tindakan frustasi dalam menghadapi tantangan zaman.
Selain itu, lahir pula sebuah faham yang berangkat dari gerakan
sederhana barat akibat revolusi Perancis. Gagasan ini ingin meneguhkan dan
mengangkat kaum proletar dalam melawan kaum borjuis. Liberalisme, pada
mulanya berangkat untuk menghilangkan sekat antara rakyat maupun

53
birokrat. Namun dalam perkembangannya, liberalisme mulai menjalar dan
menggerogoti masalah agama. Hingga pada akhirnya dalam pandangan orang
yang liberal semua agama dianggap sama. Bahakan liberalisme meniadakan
sekat kehidupan sosial masyarakat lainnya. Tidak hanya itu, liberalisme
bahkan juga menyerang sektor budaya maupun ekonomi. Bahkan parahnya,
liberalisme mulai memasuki ranah ideologi nusantara, pancasila, undang-
undang hingga peraturan daerah. Pancasila sebagai ideologi dan falsafah
negara yang memang ideal dengan masyarakat Indonesia berusaha
dihilangkan kesaktiannya.
Untuk itu merupakan tugas para pemuda khususnya kaum Intelektual
yang menjadi kader PMII untuk menjaga eksistensi dan keberlangsungan
aswaja agar tetap melestarikan faham aswaja di nusantara dengan senantiasa
mengamalkan dan menjaga nilai-nilai yang menjadi tolak ukur faham
Ahlussunah wal Jama’ah di tanah nusantara.
Reformulasi Aswaja menjadi Manhajul Fikr
Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
meletakkan Aswaja sebagai manhaj al-fikr. Tahun 1997 diterbitkan sebuah
buku saku tulisan Sahabat Chatibul Umam Wiranu berjudul Membaca Ulang
Aswaja (PB PMII, 1997). Buku tersebut merupakan rangkuman hasil
Simposium Aswaja di Tulungagung. Konsep dasar yang dibawa dalam
Aswaja sebagai manhaj al-fikr tidak dapat dilepas dari gagasan KH Said Agil
Siraj yang mengundang kontroversi, mengenai perlunya Aswaja ditafsir ulang
dengan memberikan kebebasan lebih bagi para intelektual dan ulama untuk
merujuk langsung kepada ulama dan pemikir utama yang tersebut dalam
pengertian Aswaja.
PMII memandang bahwa Ahlussunnah wal-jama’ah adalah orang-orang
yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek
kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan

54
dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan
prinsip berpikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus
urusan sosial-kemasyarakatan; inilah makna Aswaja sebagai manhaj al-fikr.
Sebagai manhaj al-fikr, PMII berpegang pada prinsip-prinsip tawasuth
(moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh
(toleran). Moderat tercermin dalam pengambilan hukum (istinbath) yaitu
memperhatikan posisi akal di samping memperhatikan nash. Aswaja memberi
titik porsi yang seimbang antara rujukan nash (Al-Qur’an dan al-Hadist)
dengan penggunaan akal. Prinsip ini merujuk pada debat awal-awal Masehi
antara golongan yang sangat menekankan akal (mu’tazilah) dan golongan
fatalis.
Sikap netral (tawazun) berkaitan sikap dalam politik. Aswaja
memandang kehidupan sosial-politik atau kepemerintahan dari kriteria dan
pra-syarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah rezim. Oleh sebab itu, dalam sikap
tawazun, pandangan Aswaja tidak terkotak dalam kubu mendukung atau
menolak sebuah rezim. Aswaja, oleh karena itu PMII tidak membenarkan
kelompok ekstrim yang hendak merongrong kewibawaan sebuah
pemerintahan yang disepakati bersama, namun tidak juga berarti mendukung
sebuah pemerintahan. Apa yang dikandung dalam sikap tawazun tersebut
adalah memperhatikan bagaimana sebuah kehidupan sosial-politik berjalan,
apakah memenuhi kaidah atau tidak.
Keseimbangan (ta’adul) dan toleran (tasamuh) terefleksikan dalam
kehidupan sosial, cara bergaul dalam kondisi sosial budaya mereka.
Keseimbangan dan toleransi mengacu pada cara bergaul PMII sebagai
Muslim dengan golongan Muslim atau pemeluk agama yang lain. Realitas
masyarakat Indonesia yang plural, dalam budaya, etnis, ideologi politik dan
agama, PMII pandang bukan semata-mata realitas sosiologis, melainkan juga
realitas teologis. Artinya bahwa Allah SWT memang dengan sengaja

55
menciptakan manusia berbeda-beda dalam berbagai sisinya. Oleh sebab itu,
tidak ada pilihan sikap yang lebih tepat kecuali ta’adul dan tasamuh..
A. Prinsip Aswaja manhaj
Berikut ini adalah prinsip-prinsip Aswaja dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi Aqidah, pengambilan hukum,
tasawuf/akhlak dan bidang sosial-politik.
1. Aqidah
Dalam bidang Aqidah, pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah
Ahlussunnah wal-Jama’ah diantaranya yang pertama adalah aqidah
Uluhiyyah (Ketuhanan), berkait dengan ikhwal eksistensi Allah SWT.
Pada tiga abad pertama Hijriyah, terjadi banyak perdebatan mengenai
Esksitensi sifat dan asma Allah SWT. Dimana terjadi diskursus terkait
masalah apakah Asma Allah tergolong dzat atau bukan. Abu Hasan Al-
Asy’ari (w. 324 H) secara filosofis berpendapat bahwa nama (ism) bukanlan
yang dinamai (musamma), Sifat bukanlah yang disifati (mausuf), sifat
bukanlah dzat. Sifat-sifat Allah adalah nama-nama (Asma’) Nya. Tetapi
nama-nama itu bukanlah Allah dan bukan pula selain-Nya.
Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-Imanan manusia adalah
Tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap
Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan Mematikan
kehidupan semesta alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu.
Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah
telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya.
Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat
manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan
akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin Nubuwwat
ini, ummat manusia harus meyakini dengan sepebuhnya bahwa Muhammad
SAW adalah utusan Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk umat

56
manusia. Dia adalah Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya
manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia
akan mendapat imbalan sesuai amal dan perbuatannya (yaumul jaza’). Dan
mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh amal perbuatan mereka selama
hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan
mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
2. Bidang Sosial Politik
Berbeda dengan golongan Syi’ah yang memiliki sebuah konsep negara dan
mewajibkan berdirinya negara (imamah), Ahlussunnah wal-jama’ah dan
golongan sunni umumnya memandang negara sebagai kewajiban fakultatif
(fardhu kifayah). Pandangan Syi’ah tersebut juga berbeda dengan golongan
Khawarij yang membolehkan komunitas berdiri tanpa imamah apabila dia
telah mampu mengatur dirinya sendiri. Bagi ahlussunnah wal jama’ah, negara
merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk menciptakan dan
menjaga kemashlahatan bersama (mashlahah musytarakah).
Ahlussunnah wal-Jama’ah tidak memiliki konsep bentuk negara yang
baku. Sebuah negara boleh berdiri atas dasar teokrasi, aristokrasi (kerajaan)
atau negara-modern/demokrasi, asal mampu memenuhi syarat-syarat atau
kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah negara. Apabila syarat-syarat
tersebut tidak terpenuhi maka gugurlah otoritas (wewenang) pemimpin
negara tersebut. Syarat-syarat itu adalah:
a. Prinsip Syura (musyawarah)
Negara harus mengedepankan musyawarah dalam mengambil segala
keputusan dan setiap keputusan, kebijakan dan peraturan. Salah satu ayat
yang menegaskan musyawarah adalah sebagai berikut:
“Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu itu adalah kenikmatan
hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi

57
orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka
bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami
berikan kepada mereka. Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka
diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. (QS Al-Syura, 42: 36-39)
b. Prinsip Al-‘Adl (Keadilan)
Keadilan adalah salah satu Perintah yang paling banyak ditemukan dalam
Al-Qur’an. Prinsip ini tidak boleh dilanggar oleh sebuah pemerintahan,
apapun bentuk pemerintahan itu. Berikut ini adalah salah satu ayat yang
memerintahkan keadilan.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS An-Nisa, 4: 58)
c. Prinsip Al-Hurriyyah (kebebasan)
Negara wajib menciptakan dan menjaga kebebasan bagi warganya.
Kebebasan tersebut wajib hukumnya karena merupakan kodrat asasi setiap
manusia. Prinsip kebebasan manusia dalam Syari’ah dikenal dengan Al-
Ushulul-Khams (prinsip yang lima), yaitu:
• Hifzhu al-Nafs (menjaga jiwa); adalah kewajiban setiap
kepemimpinan (negara) untuk menjamin kehidupan setiap warga negara;
bahwa setiap warga negara berhak dan bebas untuk hidup dan berkembang
dalam wilayahnya.

58
• Hifzhu al-Din (menjaga agama); adalah kewajiban setiap
kepemimpinan untuk menjamin kebebasan setiap orang memeluk, meyakini
dan menjalankan Agama dan Kepercayaannya. Negara tidak berhak
memaksakan atau melarang sebuah agama atau kepercayaan kepada warga
negara.
• Hifzhu al-Mal (menjaga harta benda); adalah kewajiban setiap
kepemimpinan untuk menjamin keamanan harta benda yang dimiliki oleh
warga negaranya. Negara wajib memberikan jaminan keamanan dan
menjamin rakyatnya hidup sesuai dengan martabat rakyat sebagai manusia.
• Hifzhu al-Nasl bahwa negara wajib memberikan jaminan terhadap
asal-usul, identitas, garis keturunan setiap warga negara. Negara harus
menjaga kekayaan budaya (etnis), tidak boleh mangunggulkan dan
memprioritaskan sebuah etnis tertentu. Hifzhu al-Nasl berarti negara harus
memperlakukan sama setiap etnis yang hidup di wilayah negaranya.
• Hifzh al-‘Irdh; jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi,
pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara. Negara tidak boleh
merendahkan warga negaranya karena profesi dan pekerjaannya. Negara
justru harus menjunjung tinggi dan memberikan tempat yang layak bagi setiap
warga negara.
Al-Ushulul Khams identik dengan konsep Hak Azazi Manusia yang lebih
dikenal dalam dunia modern – bahkan mungkin di kalangan ahlussunnah wal-
jama’ah. Lima pokok atau prinsip di atas menjadi ukuran baku bagi legitimasi
sebuah kepemerintahan sekaligus menjadi acuan bagi setiap orang yang
menjadi pemimpin di kelak kemudian hari.
d. Prinsip Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)
Bahwa manusia diciptakan sama oleh Allah SWT. Antara satu manusia
dengan mausia lain, bangsa dengan bangsa yang lain tidak ada pembeda yang
menjadikan satu manusia atau bangsa lebih tinggi dari yang lain. Manusia

59
diciptakan berbeda-beda adalah untuk mengenal antara satu dengan yang lain.
Sehingga tidak dibenarkan satu manusia dan sebuah bangsa menindas
manusia dan bangsa yang lain. Dalam surat Al-Hujuraat disebutkan:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.(Al-Hujuraat, 49: 13)
Perbedaan bukanlah semata-mata fakta sosiologis, yakni fakta yang
timbul akibat dari relasi dan proses sosial. Perbedaan merupakan keniscayaan
teologis yang Dikehendaki oleh Allah SWT. Demikian disebutkan dalam
surat Al-Ma’idah.
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu. (Al-Maidah; 5: 48)
Dalam sebuah negara kedudukan warga negara adalah sama. Orang-
orang yang menjabat di tubuh pemerintahan memiliki kewajiban yang sama
sebagai warga negara. Mereka memiliki jabatan semata-mata adalah untuk
mengayomi, melayani dan menjamin kemashlahatan bersama, dan tidak ada
privilege (keistimewaan) khususnya di mata hukum. Negara justru harus
mampu mewujudkan kesetaraan derajat antar manusia di dalam wilayahnya,
yang biasanya terlanggar oleh perbedaan status sosial, kelas ekonomi dan
jabatan politik.

60
Dengan prinsip-prinsip di atas, maka tidak ada doktrin Negara Islam,
Formalisasi Syari’at Islam dan Khilafah Islamiyah bagi Ahlussunnah wal-
Jama’ah. Sebagaimana pun tidak didapati perintah dalam Al-Qur’an, Sunnah,
Ijma’ dan Qiyas untuk mendirikan salah satu di antara ketiganya. Islam hanya
diharuskan untuk menjamin agar sebuah pemerintahan – baik negara maupun
kerajaan – harus mampu memenuhi 4 (empat) kriteria di atas.
3. Hukum
Hampir seluruh kalangan Sunni menggunakan empat sumber hukum yaitu:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
3. Ijma’
4. Qiyas
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum (istinbath
al-hukm) tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh. Sebagai sumber hukum
naqli posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an merupakan sumber hukum
tertinggi dalam Islam.
Sementara As-Sunnah meliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku
Rasul SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh para Shabat dan Tabi’in.
Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-hukm tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an, atau digunakan sebagai komplemen (pelengkap) dari apa yang
telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
As-Sunnah sendiri mempunyai tingkat kekuatan yang bervariasi. Ada
yang terus-menerus (mutawatir), terkenal (masyhur) ataupun terisolir (ahad).
Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut dilakukan oleh Ijma’ Shahabah.
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’ adalah
Kesepakatan kelompok legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) dan ummat
Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Atau

61
kesepakatan orang-orang mukallaf dari ummat Muhammada pada suatu masa
terhadap suatu hukum dari suatu kasus.
Dalam Al-Qur’an dasar Ijma’ terdapat dalam QS An-Nisa’, 4: 115 “Dan
barang siapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia
ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” Dan
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia..” QS Al-
Baqarah, 2: 143.
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad
para Ulama. Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu yang tak ada nash
hukumnya dengan hal lain yang ada nash hukumnya karena ada persamaan
‘illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.
4. Tasawuf
Imam Al-Junaid bin Muhammad Al-Baghdadi menjelaskan "Tasawuf
artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu, dan menghidupkan dirimu
dengan-Nya; Tasawuf adalah engkau berada semata-mata bersama Allah
SWT tanpa keterikatan apa pun."
Imam Abu Hamid Al-Tusi Al-Ghazali menjelaskan “Tasawuf adalah
menyucikan hati dari apa saja selain Allah… Aku simpulkan bahwa kaum sufi
adalah para pencari di Jalan Allah, dan perilaku mereka adalah perilaku yang
terbaik, jalan mereka adalah jalan yang terbaik, dan pola hidup mereka adalah
pola hidup yang paling tersucikan. Mereka telah membersihkan hati mereka
dari berbagai hal selain Allah dan menjadikannya sebagai saluran tempat
mengalirnya sungai-sungai yang membawa ilmu-ilmu dari Allah.”
“berada semata-mata bersama Allah SWT tanpa keterikatan apapun” kata
Imam Al-Junaid, lalu “menyucikan hati dari apa saja selain Allah.... Mereka

62
(kaum Sufi) telah membersihkan hati mereka dari berbagai hal selain Allah..,”
kata Imam Al-Ghazali. Seorang sufi adalah mereka yang mampu
membersihkan hatinya dari keterikatan selain kepada-Nya.
Ketidakterikatan kepada apapun selain Allah SWT adalah proses batin
dan perilaku yang harus dilatih bersama keterlibatan kita di dalam urusan
sehari-hari yang bersifat duniawi. Zuhud harus dimaknai sebagai ikhtiar batin
untuk melepaskan diri dari keterikatan selain kepada-Nya tanpa
meninggalkan urusan duniawi. Mengapa? karena justru di tengah-tengah
kenyataan duniawi posisi manusia sebagai Hamba dan fungsinya sebagai
Khalifah harus diwujudkan.
Banyak contoh sufi atau ahli tasawuf yang telah zuhud namun juga
sukses dalam ukuran duniawi. Kita lihat saja Imam Al-Junaid adalah adalah
pengusaha botol yang sukses, Al-Hallaj sukses sebagai pengusaha tenun,
Umar Ibn Abd Aziz adalah seorang sufi yang sukses sebagai pemimpin
negara, Abu Sa’id Al Kharraj sukses sebagai pengusaha konveksi, Abu Hasan
al-Syadzily sukses sebagai petani, dan Fariduddin al-Atthar sukses sebagai
pengusaha parfum. Mereka adalah sufi yang pada maqomnya tidak lagi terikat
dengan urusan duniawi tanpa meninggalkan urusan duniawi.
Urusan duniawi yang mendasar bagi manusia adalah seperti mencari
nafkah (pekerjaan), kemudian berbuntut pada urusan lain seperti politik. Dari
urusan-urusan itu kita lantas bersinggungan dengan soal-soal ekonomi,
politik-kekuasaan, hukum, persoalan sosial dan budaya. Dalam Tasawuf
urusan-urusan tersebut tidak harus ditinggalkan untuk mencapai zuhud, justru
kita mesti menekuni kenyataan duniawi secara total sementara hati/batin kita
dilatih untuk tidak terikat dengan urusan-urusan itu. Di situlah zuhud kita
maknai, yakni zuhud di dalam batin sementara aktivitas sehari-hari kita tetap
diarahkan untuk mendarmabaktikan segenap potensi manusia bagi
terwujudnya masyarakat yang baik.

63
Membangun Karakter Ahlussunah wal Jamaah
Setiap organisasi, kelompok, faham ataupun aliran tertentu pasti
memiliki ciri khas dan karakter tertentu yang membedakan dengan yang
lainnya. Begitu pula dengan faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang
bersandar kepada Rasulullah SAW, para sahabat dan tabi’in, tentu memiliki
karakter yang berbeda dengan faham-faham yang lainnya. Ahlussunnah wal-
Jama’ah memiliki empat karakter pokok, diantaranya adalah tawassuth,
tawazun, i’tidal, dan tasamuh.
Tawassuth merupakan sikap tengah-tengah atau sedang-sedang diantara
dua sikap yang saling berlawanan. Sikap tawassuth merupakan sikap yang
tidak terlalu keras (fundamentalis) ataupun terlalu bebas (liberalisme).
Dengan sikap inilah Islam bisa diterima di berbagai lapisan masyarakat. Allah
Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 143:
“Dan demikianlah kami menjadikanmu (umat Islam), umat yang adil
(tengah-tengah) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu.
(QS al-Baqarah : 143)
Jadi, dalam faham Ahlussunnah wal-Jama’ah tidak dibenarkan untuk
membuat alasan atas nama agama dan berjihad semena-mena tanpa
pertimbangan mudhorot kepada yang lainnya. Faham Aswaja menghendaki
sikap yang lemah lembut terhadap sesama manusia pada umumnya dan pada
sesama muslim pada khususnya. Tidak dibenarkan asal mengkafirkan dan
menuding orang, ataupun kelompok lain bersalah tanpa hukum yang jelas dan
prosedur yang jelas. Begitu pula, tawazun artinya tidak menghendaki
kebebasan yang melampaui batas (liberalisme) yang mana mengagungkan
kebebasan ideologi dan bahkan membenarkan semua agama dan semua
Tuhan. Yang dikehendaki dari sikap tawazun adalah sikap ditengah-tengah
antara keduanya.

64
Karakter yang kedua adalah sikap Tawazun. Tawazun adalah sikap
seimbang dalam segala hal, baik dalam ibadah yang berhubungan langsung
dengan Allah Swt (hablun min Allah) ataupun hubungan dengan sesama
(hablun min an-nas). Termasuk juga keseimbangan di dalam menggunakan
dalil akal (aqli) dan dalil syara’ (naqli). Karakter tawazun (keseimbangan)
sangat penting dalam upaya menyeimbangkan antara hak dan kewajiban
setiap manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, manusia
dengan makhluk yang lain seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lainnya.
Karakter ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat al-Hadid ayat 25:

“Sesungguhnya kami telah mengutus para Rasul kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan
timbangan (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS..
al-Hadid: 25)

Karakter yang ketiga adalah I’tidal. I’tidal merupakan sikap adil, jujur,
dan apa adanya. Ahlussunnah wal-Jama’ah selalu menegakkan dan
menjalankan keadilan kepada siapapun, dimanapun, kapanpun dan dalam
kondisi apapun berdasarkan pertimbangan kemaslahatan bersama. Dengan
sikap I’tidal diharapkan terwujudnya, kesejahteraan, keadilan dan
kemakmuran sesuai dengan dasar Indonesia, Pancasila. Sehingga pada
gilirannya akan tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Sikap ini
merupakan sebuah kewajiban dari ajaran syari’at Islam. Sebagaimana firman
Allah dalam surat al-Ma’idah ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang


selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
65
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 8)

Karakter yang ketiga adalah Tasamuh. Tasamuh merupakan sikap saling


menghargai, dan menghormati (toleransi). Artinya, dalam kehidupan,
Ahlussunnah wal-Jama’ah selalu bersikap menghargai dan menghormati
orang atau kelompok lain yang berbeda pandangan, karena perbedaan
merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. sikap Tasamuh
bukan berarti membenarkan segala perilaku orang lain atau kelompok lain
yang berbeda, akan tetapi semuanya harus tetap berada pada jalan yang telah
ditetapkan oleh Syari’at. Artinya mengatakan kebenaran jika hal itu dinilai
benar dan mengatakan salah jika hal itu dinilai salah. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Swt dalam QS.Thaha :44.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS. Thaha : 44

Penutup
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai manhaj al fikr bersifat dinamis dan sangat
terbuka bagi pembaruan-pembaruan. Sebagai sebuah metode pemahaman dan
penghayatan, dalam makna tertentu ia tidak dapat disamakan dengan metode akademis
yang bersifat ilmiah. Dalam metode akademik, sisi teknikalitas pendekatan diatur
sedemikian rupa sehingga menjadi prosedur yang teliti dan nyaris pasti. Namunpun
demikian dalam ruang akademis pembaharuan atau perubahan sangat mungkin terjadi.
Sebagai metode berpikir, boleh jadi pada saatnya nanti Aswaja akan memiliki
kadar teknikalitas sama tinggi dengan metode ilmiah. Namun dalam pandangan kami
upaya pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam terhadap Aswaja perlu kita
upayakan bersama-sama terlebih dahulu. Khususnya terhadap apa yang telah kami
sajikan di sini, yang sangat butuh banyak masukan. Sebuah kebutuhan lanjut, semacam

66
jabaran teknis untuk memandu langkah per langkah tindakan dan pandangan gerakan,
akan muncul kemudian apabila kenyataan lapangan sungguh-sungguh menuntut dan
membutuhkannya. Akan tetapi sepanjang kebutuhan primer kolektif kita masih
terletak pada memahami, hal semacam itu kami pandang belum menjadi kebutuhan
obyektif.

Keislaman

“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan
sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”
Kalimat dari Gus Dur tersebut, selayaknya sudah diarusutamakan. Berbuat
kebajikan harus diutamakan, bukan hanya beragamanya. “Beragama saja tidak
dipaksakan, lantas apa yang membuat penting kita beragama? Tujuan agama itu
apa? Tujuan agama pada hakikatnya adalah bagaimana kita bisa berbuat baik dan
adil. ‘Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru pada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran: 104)’.”

67
Sejarah Islam di Indonesia
Istilah Islam merupakan kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, keta’atan,
kepatuhan. Istilah Islam juga berasal dari kata aslama – yusallimu – islaam artinya
patuh atau menerima dan memeluk Islam. Kata dasarnya adalah sallima yang berarti
selamat atau sejahtera. Dari uraian tersebut bahwasannya Islam berarti kedamaian,
keselamatan, kesejahteraan, penyerahan diri, keta’atan dan kepatuhan.
Ada beberapa versi mengenai sejarah masuknya Islam di Indoensia. Seperti halnya
teori Gujarat – India, yang menganggap bahwa Islam datang ke Indonesia dari Gujarat
- Cina melalui para pedagang India muslim pada sekitar abad 13 M. Ada pula yang
mengatakan bahwa Islam datang dari Timur tengah melalui para pedagang dari Timur
Tengah sekitar abad ke 7-M. Ada pula teori Persia yang menganggap bahwa Islam
datang ke Indonesia melalui para pedagang Persia pada abad ke 13 M. Lebih
lengkapnya berikut adalah sumber kedatangan Islam ke Indonesia menurut beberapa
versi:
1. Berita dari Arab
Dalam hal ini, Islam masuk ke Indonesia karena para pedagang arab yang
melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Menurut berita ini Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M dimana pedagang Arab ke Indonesia sejak masa
kerajaan Sriwijaya. Pedagang Arab telah menguasai jalur pelayaran perdagangan di
wilayah Indonesia bagian barat. Contohnya selat Malaka pada waktu itu.
2. Berita dari Eropa
Berita ini datangnya dari marcopolo tahun 1292 masehi. Marcopolo adalah seorang
yang menginjakan kakinya ke Indonesia setelah iakembali dari Cina menuju Eropa
melalui jalur laut. Ia mendapatkan perintah dari kaisar cina untuk mengantarkan
putrinya kepada kaisar Romawi, ketika itu ia singgah di bagian Sumut. Disitulah
Marcopollo menemukan kerajaan Islam yakni Samudra Pasai.
3. Berita dari India

68
Dalam berita ini, disebutkan bahwa Islam datang dari pedagang dari Gujarat, India.
Dimana mereka memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia,
terutama pada masyarakat yang hidup didaerah pesisir pantai.
4. Berita Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari ma-huan, seorang penulis yang mengikuti
perjalanan Laksaman Cheng-ho. Dalam tulisanya tersebut ia mengatakan bahwa Islam
ditemukan di Indonesia sekitar tahun 1400 M telah ditemukan para saudagar muslim
yang bertempat tinggal di pantai pulau Jawa.
5. Sumber dalam negeri
Dalam sumber ini dinyatakan bahwa Islam sudah ada di Indonesia dengan bukti
ditemukanya sebuah batu di leran Gresik, batu tersebut terdapat tulisan arab yang
memuat tentang meninggalnya Fatimah binti Maimun tahun 1028. Selain itu
ditemukan juga makam sultan malikul soleh di Sumatra utara yang meninggal pada
bulan Ramadhan tahun 1028.
Saluran islamisasi di Indonesia
1. Melalui Perdagangan
Di antara islamisasi di Indonesia yang paling awal adalah melalui perdagangan. Para
pedagang muslim yang datang dari Arab, Gujarat maupun Persia ini menjalin
hubungan yang baik dengan mayarakat Indonesia. Secara umum gambaran proses
Islamisasi di Indonesia melalui perdagangan ini, pada mulanya mereka para pedagang
muslim berdagangan di tempat-tempat pusat perdagangan, kemudian diantara mereka
ada yang bertempat tinggal, baik secara menetap ataupun sementara. Lambat laun
mereka memiliki perkampungan sendiri yang dinamakan dengan pejokan.
2. Melalui perkawinan
Perkawinan ini merupakan saluran islamisasi yang paling memudahkan. Saluran
islamisasi melalui perkawinan ini dilakukan oleh para pedagang muslim dengan
wanita pribumi, sehingga terbentuklah keluarga-kelurarga muslim. Dari sudut
ekonomi pun, para pedagang memiliki status sosial yang lebih baik daripada

69
masyarakat pribumi. Setelah perkembangan mereka semakin banyaj, maka timbulah
perkampungan, desa dan kerajaan-kerajaan muslim.
3. Melalui tasawuf
Tasawuf merupakan kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial
bangsa Indonesia. Karena dengan ajaran tasawuflah dapat membentuk akhlak dan
akidah masyarakat Indonesia. Mereka para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan di
tengah-tengah masyarakat. mereka mengajarkan teosofi dengan mengakomodir nilai-
nilai budaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu Hindu dan Budha ke dalam ajaran
Islam. Mereka juga menjadi tabib sehingga banyak asyarakat yang berdatangan ketika
ingin berobat. Di antara ahli tasawuf tersebut antara lain: Hamzah Fansuri di Aceh,
Syeh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa.
4. Saluran Pendidikan
Para guru, kyai, pemuka agama, raja memiliki peran penting dalam ajaran Islam,
yaitu melalui pendidikan. mereka menyebarkan Islam yaitu melalui pondok pesantren.
Para santri belajar banyak kitab-kitab klasik. Ketika santri sudah keluar dari
pesantren, mereka akan menjadi pemuka agama dimasing-masing daerahnya.
5. Saluran Kesenian
Saluran islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat, seni ukir, seni
wayang, music maupun sastra. Misalnya pada seni bangunan ini terlihat pada masjid
kuno Demak, sendang Duwur Agung Kesepuhan di Cirebon, Masjid Agung banten,
Baiturrahman di Aceh. Contoh lain melalui wayang, yaitu dengan mensisipkan nilai
ajaran Islam ke dalam cerita pewayanngan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah
Islam.
6. Saluran politik.
Pengaruh kekuasaan raja sangat berpengaruh dalam proses islamisasi. Ketika
seorang raja memeluk Islam, maka rakyatnya pun akan banyak yang menganut Islam.
Karena Raja memiliki wewenang yang tinggi, sehingga rakyat akan mematuhinya.
Raja juga sebagai contoh dan tauladan bagi rakyatnya.

70
Islam Nusantara
Belakangan ini, Islam Nusantaraa menjadi trending topik dikalangan masyarakat.
Tak hanya itu, bahkan diskusi, forum, maupun dialog antar organisasi di kampus pun
banyak yang mengangkat topik mengenai Islam Nusantara. Islam Nusantara bukan
berarti Islam versi Indonesia atau Nusantara, yang mengartikan bahwa Islam itu ada
banyak dan dipeta-petakan. Pemahaman seperti itu tidak benar. Karena Islam itu satu
dan tidak plural. Adapun yang tampak banyak itu adalah madzhab, aliran pemikiran,
pemeluk dan lain-lain. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia menganggap Islam di
Timur Tengah itu keras, salah satunya adalah Arab. Namun kita lihat sejarah beberapa
alumni Timur Tengah, diantaranya KH. Hasyim Asy’ari, KH Dahlan, dan lain
sebagainya. Tidak semua dari mereka berdakwah secara konfrontatif.
Said Aqiil shiraj mengatakan bahwa Islam nusantara merupakan Islam yang
merangkul budaya, melestarikan budaya, dan menghormati budaya. Islam nusantara
anti radikalisme, tidak kolot maupun kaku. Sehingga tidak mudah membid’ahkan
apapun baik terhadap pemahaman golongan lain maupun terhadap budaya masyarakat
itu sendiri bahkan anti terorisme.
Imam Ghozali dalam menangangani kausus yang terjadi antara dinasti Fathimiyah
dengan Abbasiyah yang mengalami kemunduran sebab karena faktor internal sendiri,
seperti egoisme madzhab yang merebak, perebutan kekuasaan terjadi dan kemewahan
menghinggapi penguasa. Akhirnya Imam Ghozali melakukan perbaikan di dalam
tubuh Ahlussunnah. Cara yang ditempuh Imam Ghozali saat itu dengan dengan
memperkuat basis keilmuan untuk mencetak para alim ulama Madrasah Nizhamiyah.
Hasilnya, madrasah nizhamiyah melahirkan para ulama yang tawasuth, ikhlas,
berintegritas, dan menjunjung tinggi semangat persatuan Islam. Lahirnya para ulama
ini yang membuka jalan kembali dibebaskannya wilayah kaum muslimin dari
cengkaraman Syiah.
“Islam nusantara” yang menjadi tema muktamar NU ke-33 di jombang pada 1-5
agustus menuai debat publik yang ramai. Bagi kalangan NU, islam nusantara bukanlah

71
sekte atau aliran baru, dan tidak dimaksudkan untuk mengubah doktrin Islam. Mereka
mengartikan Islam nusantara sebagai keislaman yang toleran, damai dan akomodatif
terhadap budaya nusantara. Karakter semacam itu untuk sebagian terbentuk karena
sejarahnya, dakwah islam dinusantara tidak dilakukan dengan memberangus tradisi,
melainkan merangkulnya dan menjadikanyasebagai sarana pengembangan islam.
Sedangkan bagi yang kontra, Islam nusantara dianggap sebagai bermuatan primordial,
mengkotak-kotakkan Islam, anti arab, bahkan dituduh sebgai JIL, Barat, Zionis, dan
semacamnya. Islam ya Islam, begitu tanggapan diantara penentang. Tulisan ini
dihaddirkan sebagai bentuk ihtiyar dari kami untuk mendekati wacana Islam
Nusantara. Dengan begitu, kami berharap pembahasan acana Islam Nusantara tidak
terjebak dalam pro kontra yang saling menghakimi, melainkan menjadi diskusi yang
produktif dan memperkaya diskursus keislaman di negeri ini.
1. Islam Rohmatal lil alamin
« ‫ک ِاْلَّ ارحْ امه ِل ْلعا ال ِمينا‬
‫س ْلنا ا‬
‫»و ما اا ْر ا‬
‫ا‬
“Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (Qs Al-Anbiya [21]: 107)
Islam menjadi rahmat bagi seluruh manusia di dunia karena Nabi Muhammad Saw
membawa syariat dan ajaran di mana ketika seseorang mengamalkan ajaran-ajarannya,
maka ia akan bahagia di dunia dan di akhirat. Islam akan mendatangkan rahmat bagi
ahli dunia dan bagi kaum Mukmin. Ya, Islam merupakan rahmat dari sisi bahwa
pengaruhnya sedemikian berkah dan dengan berkah kebangkitan Nabi Saw serta
ajakannya kepada kebahagiaan telah membawa perubahan dalam masyarakat, di mana
apabila kita membandingkan keadaan masyarakat dunia sebelum dan setelah bi’tsah
(pengutusan) Nabi Saw, maka berkah rahmat akan nampak kelihatan secara nyata.
2. Petunjuk dan Rahmat bagi Orang-orang Beriman
« ‫»و ِا َّنهُ الهُدى او ارحْ امهٌ ِل ْل ُمؤْ ِمنينا‬
‫ا‬
”Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.” (Qs Al-Naml [27]: 77)

72
Al-Quran merupakan hidayah dan rahmat murni bagi orang-orang beriman. Artinya
tidak akan membiarkan kaum Mukminin terlibat dalam perbedaan. Jika terjadi
perbedaan di antara mereka, maka al-Quran akan menghilangkan perbedaan itu.
Penawar bagi Orang-orang Beriman
«‫آن ما ه اُو شِفا ٌء او ارحْ امهٌ ِل ْل ُمؤْ ِمنينا او ْل ايزي ُد ال َّظا ِلمينا ِاْلَّ اخسارا»؛‬
ِ ‫او نُ ان ِز ُل مِ نا ا ْلقُ ْر‬
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang lalim selain kerugian.” (Qs Al-Isra [17]: 82)
Manifestasi rahmat adalah Kami menurunkan sesuatu bagi kalian di mana penyakit-
penyakit hati akan hilang; kesehatan dan kekuatan asli akan kembali kepadanya. Oleh
karena, mereka akan memperoleh nikmat kebahagiaan dan karamah.
Surga Rahmat Besar Ilahi
‫ص ُموا ِب ِه اف ا‬
«‫سيُ ْدخِ لُ ُه ْم فی ارحْ امه‬ ِ َّ ‫افا ا َّما ا َّلذينا آ امنُوا ِب‬
‫اّلِل او ا ْعتا ا‬
‫ْديه ْم ِالا ْي ِه ِصراطا ُم ْستاقيما‬ِ ‫» ِم ْنهُ او افضْل او ايه‬
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-
Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar (surga) dan
limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai)
kepada-Nya.” (Qs Nisa [4]: 175)
Makna ayat ini adalah Tuhan akan memberikan dua bentuk pahala kepada pribadi-
pribadi yang beriman, berpegang kepada bimbingan Tuhan dan berpegang kepada al-
Quran. Satu pahala itu adalah mereka akan dimasukkan kedalam rahmat dan karunia-
Nya dan yang lainnya adalah mereka akan diberi petunjuk kepada jalan yang benar.
Rahmat Khusus untuk Orang-orang Beriman
«‫» افقا ْد جا اء ُک ْم با ِي انهٌ مِ ْن ار ِب ُک ْم او هُدى او ارحْ امه‬
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang lalim selain kerugian.” (Qs. Al-An’am [6]:157)

73
Quran adalah hujah yang jelas, dalil yang terang, dan sarana untuk memperoleh
hidayah bagi manusia untuk memperoleh nikmat-nikmat yang langgeng dan untuk
mendapatkan pahala yang besar dan merupakan nikmat dan rahmat bagi pemeluknya.
Di samping itu, ayat yang menjelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang
membawa rahmat, merupakan salah satu dalil dan tanda-tanda rahmat dan berkah
Islam adalah telah dihpuskannya azab-azab dan siksaan-siksaan yang turun kepada
umat-umat terdahulu bagi umat Islam. Oleh karena itu, dengan diutusnya Nabi
Muhammad Saw, maka rahmat Ilahi terbentang bagi seluruh umat semesta, orang-
orang yang beriman telah menerima taufik ini sehingga akan menerima rahmat secara
khusus dan akan merasakan keberkahan pada diri mereka sedangkan orang-orang yang
tidak beriman, tidak akan menerima karunia yang lapang ini.
Islam Nusantara; Benteng NKRI dan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Kekerasan atas nama agama setidaknya jangan terlalu serius dianggap sebagai
sebuah akar permasalahan. Berkemungkinan, radikalisme agama hanya merupakan
cabang dari lingkaran konflik yang dikonstruk untuk kepentingan kejahatan yang lebih
besar. Meski demikian, radikalisme agama tidak bisa dipandang sebelah mata begitu
saja. Memperkuat pemahaman agama yang inklusif sekaligus bercengkrama dengan
kebudayaan menjadi penting dan merupakan kebutuhan dalam beragama dalam
konteks kebangsaan dan kenegaraan saat ini. “Salah satu solusinya adalah kita harus
menguatkan pemahaman agama dengan benar dan menjadikan kebudayaan atau
kearifan lokal sebagai benteng persatuan.”
Bukannya mengedepankan NU, itulah faktanya. NU bukan lagi organisasi nasional,
namun organisasi setingkat internasional. Dengan bergaungnya “Islam Nusantara”,
telah “memperkuat tradisi NU dan memperkuat lokalitas” Ketika lokalitas
mendapatkan kekuatan, Islam akan hidup dan berkembang seperti pada masa-masa
para walisongo. Sebuah kehidupan Islam yang santun, ramah, toleran, dan sarat
dengan nilai-nilai kebajikan. “Kalau Islam ingin dijadikan mencusuar nusantara dan
dunia, tergantung bagaimana kita (Islam) melihat keberagaman.”

74
Ke-Indonesiaan
Nama “Indonesia” berasal dari berbagai rangkaian sejarah yang puncaknya terjadi di
pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indoecina
dan Australia dengan aneka nama, sementara kronik-kronik bangsa Tionghoa
menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan
kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang),
nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sansekerta dwipa (pulau) dan antara
(luar, seberang). Nama “Indonesia” berasal dari dua kata Yunani yaitu Indus yang
berarti India dan kata Nesos yang berarti pulau/kepulauan, maka “Indonesia” berarti
“Kepulauan India.”

75
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli,
pernah mamakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu
“Insulinde” yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (dalam bahasa latin “insula” berarti
pulau). Nama “insulinde” ini selanjutnya kurang popular, walau pernah menjadi nama
surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.
Pribumi yang mula-mula memggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi
Suryaingrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke Negeri Belanda tahun 1913 Ia
mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau. Nama
Indonesisch (pelafalan Belanda untuk Indonesia) juga diperkenalkan sebagai
pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan
dengan itu, Inlander (pribumi) diganti dengan Indonesier (orang Indonesia).
A. Empat Pilar Republik Indonesia dan Nilai-Nilai yang Terkandung
1.Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
a.Pancasila secara Historis
Berdasarkan penelusuran sejarah, Pancasila tidaklah lahir secara mendadak pada
tahun 1945, melainkan melalui proses yang panjang, dengan didasari oleh sejarah
perjuangan bangsa dan dengan melihat pengalaman bangsa lain di dunia. Pancasila
diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan
gagasan besar bangsa Indonesia sendiri.
Pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, BPUPKI mengadakan sidang yang pertama.
Sidang ini membahas dasar Negara Indonesia. Dalam sidang tersebut muncul beberapa
tokoh yang menyumbangkan pandangannya untuk Dasar Negara Indonesia, seperti
Mr. Moh Yamin, Mr.Supomo, dan Ir.Soekarno.
Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei mengusulkan lima dasar negara kebangsaan
Indonesia, yaitu;
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan

76
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Mr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 mengajukan dasar-dasar Negara
Indonesia, yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Ir. Soekarno, mengusulkan dasar Negara Indonesia, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno menyampaikan usulan yang berisi fundamen,
jiwa hasrat Indonesia merdeka yang kemudian dikenal sebagai Hari Lahir “Pancasila”.
Rumusannya adalah:
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara
Republik Indonesia. Dalam sidang Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada tanggal 18 Agustus 1945, berhasil mengesahkan UUD Negara Republik
Indonesia yang dikenal sebagai UUD 1945. Dalam bagian pembukaan UUD 1945
yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut:

77
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
5. Keadila sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 ini yang
secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia, yang
disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
b.Nilai-Nilai Dalam Sila-Sila Pancasila
Pancasila dirumuskan dari nilai kehidupan rakyat Indonesia yang merupakan
kepribadian dan pandangan hidup bangsa. Pancasila merupakan suatu perjanjian luhur
yang harus dijadikan pedoman bagi bangsa, Pemerintah, dan seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila diharapkan mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk.
Berikut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indinesia 1945.
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia dan setiap warga Negara harus mengakui adanya Tuhan. Setiap
orang dapat menyembah Tuhan-nya sesuai keyakinan masing-masing. Dengan
demikian, segenap agama yang ada di Indonesia mendapat tempat dan perlakuan yang
sama dari Negara.
Negara Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa bukan Negara Atheis, yang
mengingkari hakikat keberadaan Tuhan. Setiap warga Negara Indonesia dianjurkan
untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan menurut agama dan keyakinannya
masing-masing.
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kebangsaan Indonesia merupakan bagian dari kemanusiaan universal, yang dituntut
untuk mengembangkan peraudaraan dunia berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang

78
bereadilan dan berkeadaban. Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada akal budi dan hati
nurani, norma-norma, dan kesusilaan, baik terhadap diri pribadi, sesame manusia,
maupun terhadap alam.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan beraal drin kata satu, yang berarti tidak terpecah-pecah. Indonesia
merupakan Negara kebangsaan, yakni bangsa yang memiliki kehendak untuk bersatu.
Sila ketiga bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dengan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia.
Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa, dalam upaya
menumbuhkan persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa yang padu, tidak terpecah-
pecah.
4. Sila Keempat: Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
Nilai yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebgai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat
brakyat adalah sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan. Negara yaitu dari rakyat
untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupaka asal mula kekuasaan Negara.
Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demkrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup Negara
5. Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam sila kelima terkandung nilai yang merupakan awal tujuan Negara sebagai
tujuan dalam hidup bersama. Maka didalam sila kelimaterkandung nilai keadilan yang
harus terwujud dalam kehidupan bersama.
Keadilan tersebut didasari dan dijiwai olehb hakikat kemanusiaan yaitu keadilan
dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Manusia dengan manusia lain,
manusia denganmasyarakat dan negaranya serta hubungan dengan Tuhannya

79
2. UUD 1945 sebagai Konstitusi negara Indonesia
Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah dasar negara. Dalam arti yang
luas: konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan
(hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah:
konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Dalam arti sempit: konstitusi adalah Undang-Undang
Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat
pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara. Isi norma tersebut
bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara.
a. Sejarah UUD 1945 sebagai Konstitusi di Indonesia
Pasca kemerdekaan, yakni pada tanggal 18 Austustus 1945, UUD 1945 berhasil
disahkan sebagai konstitusi melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat, etat de droit), tentu saja
eksistensi UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang panjang
hingga akhirnya dapat diterima sebagai landasan hukum (juridische gelding) bagi
implementasi ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945
oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
dalam bahasa jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan
21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19
orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan
masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut
(BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan
ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi
bagi Indonesia merdeka, yang kemudian dikenal dengan nama UUD’1945. Para tokoh
perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo,
Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo

80
Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi
Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH.
Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr. Mohammad
Hasan (Sumatra).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut
antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya,
Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan
pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan
perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan
Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara
muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua
bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai
bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang
selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah
Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk
berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi
tampak tak bisa lagi ditawar-tawar dan harus segera diformulasikan, sehingga
lengkaplah Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat, tatkala UUD 1945
berhasil diresmikan menjadi konstitusi oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai).
b. Hakekat dan makna Pengesahan UUD 1945
Keputusan rapat paripurna PPKI sejatinya sangat krusial lantaran Konvensi
Montevideo (1933) tandas menyebutkan syarat minimal eligibilitas untuk diakuinya

81
sebuah negara disandarkan pada dua unsur. Pertama, unsur deklaratif, yakni adanya
pengakuan dari negara lain, dan kedua, unsur konstitutif, sebagai anasir pokok yang
meliputi adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Pada 17 Agustus 1945, menurut fakta (ipso facto) kita memang menyatakan
merdeka sebagai sebuah negara. Namun terkait pemerintahan yang berdaulat, dan
wilayah, secara yuridis (ipso jure) sesungguhnya baru sah ‘dimiliki’ dan ‘diakui’ pada
18 Agustus 1945 melalui rapat paripurna PPKI yang menetapkan Soekarno sebagai
presiden dan Mohammad Hatta selaku wakil presiden, juga menetapkan UUD 1945
sebagai konstitusi Republik Indonesia. Transfigurasi konstitusi dalam hal ini (casu
quo) dapat dianggap merupakan piagam kelahiran bagi negara baru (a birth certificate
of new state), sehingga relasi (betrekking) konstitusi dengan negaranya amat erat
berkelindan, begitu inheren, dan menjadi sesuatu yang mutlak adanya (conditio sine
qua non). Tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak memiliki konstitusi.
Bayangkan sebuah rumah tanpa fondasi. Berdiri, namun tidaklah kokoh. Begitulah
personifikasi fungsi konstitusi, ia menopang dan menjamin tegak kokohnya rumah
besar yang bernama negara.
Kemuliaan konstitusi itu pulalah yang menjadikannya sebagai basic law dan the
higher law. Dalam konstitusi terdapat pula cakupan pandangan hidup (way of life,
weltanschauung) dan inspirasi bangsa yang memilikinya. Dari dalil tersebut konstitusi
kemudian dijadikan sebagai sumber hukum (source of law, rechtsbron) yang utama,
sehingga tidak boleh ada satupun peraturan perundang-undangan (wettelijk regeling)
yang bertentangan dengannya (in strijd zijn met de grondwet).
Kelahiran UUD 1945 pada puluhan tahun silam sesungguhnya merupakan klimaks
perjuangan bangsa Indonesia sekaligus sebagai karya agung dari para pendiri bangsa
(the founding fathers and mothers). Keistimewaan suatu konstitusi terdapat dari
sifatnya yang sangat luhur dengan mencakup konsensus-konsensus (toestemming)
tentang prinsip-prinsip (principles, beginselen) esensial dalam bernegara. Dengan
demikian, maka konstitusi dapat dikatakan sebagai sebuah dokumen nasional (a

82
national document) bersifat mulia yang notabene adalah dokumen hukum dan politik
(political and legal document).
Makna Konstitusi, Sri Soemantri menyebutnya dokumen formal yang berisi:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
2. Tingkat-tingakat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang, maupun untuk masa yang akan datang, dan
4. Suatu keinginan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
yang hendak dipimpin.
Sedangkan menurut C. F. Strong, “constitutions may be said to be collection of
principle according to which the powers of the Governments the rights of the governed
and the relation between the two are adjusted.” Dalam arti bahwa konstitusi dapat
dikatakan sebagai suatu himpunan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan
pemerintah dan hak-hak yang diperintah serta hubungan antar keduanya.
Ekspektasinya dimaksudkan agar Indonesia kelak menjadi negara yang damai, adil,
dan makmur sejalan dengan tujuan negara sebagaimana telah termaktub di dalam
mukadimah atau pembukaan (preambule) UUD 1945.
Pengesahan UUD 1945
Setelah Jepang menyerah pada sekutu, di Inodnesia terjadi kekosongan kekuasan.
Golongan pemuda berhasil mendesak Ir Sukarno dan Muhammad Hatta untuk
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, di Jl Pegangsaan Timur
Nomor 56, Jakarta. Sejarah kemerdekaan Indonesia dimulai pada saat pembacaan
proklamasi. Proklamasi merupakan langkah awal berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk melengkapi syarat ketetanegaraan dan mengatur NKRI
yang wilayahnya begitu luas, yaitu seluruh wilayah bekas jajahan Hindia
Sidang PPKI, 18 Agustus 1945, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satu
keputusannya adalah mengesahkan undang-undang dasar bagi Indonesia merdeka.
Undang-undang dasar yang disahkan ini sampai sekarang dikenal dengan sebutan

83
UUD 1945. Bagian UUD 1945 yang disahkan yaitu: Pembukaan UUD 1945,
pembukaan UUD 1945, diambil dari naskah Piagam Jakarta dengan sedikit
penyesuaian bahasa dan perubahan pada dasar negara Indonesia sila pertama. Sila
pertama yang awalnya berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, atau usul Drs. Mohammad Hatta diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pembukaan UUD 1945 ini sudah lengkap berisi
pernyataan kemerdekaan Indonesia dan dasar negara Indonesia, Pancasila. Ada 4
alinea dan pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945.
Batang Tubuh UUD 1945, batang tubuh UUD 1945 ikut disahkan langsung oleh
PPKI, 18 Agustus 1945. Batang tubuh ini mengambil dari rancangan undang-undang
dasar yang telah disusun oleh BPUPKI, 17 Juli 1945. Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan kembali oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada sidangnya
yang pertama, yaitu 29 Agustus 1945. Dengan demikian, Indonesia sudah menetapkan
Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
c. Bhineka Tunggal Ika
Majapahit merupakan sebuah kerajaan bercorak agraris terbesar di Indonesia.
Keberhasilannya memakmurkan rakyat dan menjalin hubungan kerja sama dengan
dunia luar, menjadikannya suri teladan bagi pemimpin-pemimpin bangsa pasca
kemerdekaan. Presiden Soekarno dan Menteri Pendidikan/Pengajaran Moh. Yamin
bisa disebut sebagai dua orang yang sangat mengagung-agungkan Majapahit.
Sampai kini warisan Majapahit terbilang sangat banyak dan beragam. Warisan
berujud benda tidak bergerak bisa disaksikan di situs Trowulan berupa candi dan
bangunan lain. Meskipun kebanyakan terbuat dari batu bata merah, namun beberapa
candi menampakkan kemegahannya karena telah dipugar untuk kepentingan
pariwisata. Yang berupa benda bergerak disimpan di Museum Majapahit dan Museum
Nasional Jakarta. Bahkan banyak koleksi masih berada di museum-museum
mancanegara dan kolektor-kolektor barang antik.

84
Warisan-warisan nonfisik pun tergolong tidak sedikit. Justru hal inilah yang tetap
lestari sampai sekarang. Berbagai nama seperti Majapahit, Hayam Wuruk (raja
Majapahit paling terkenal), dan Gajah Mada (mahapatih Majapahit paling populer),
dipakai di mana-mana, antara lain diabadikan sebagai nama jalan, nama universitas,
dan nama produk.. Semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”, bukan? Kata- kata
demikian begitu bermakna bagi kita. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal
dari bahasa Sansekerta, merupakan cuplikan dari kata-kata yang pernah diucapkan
oleh dewa Siwa dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Sutasoma merupakan
karya sastra terbesar kedua setelah Nagarakretagama. Keduanya ditulis oleh pujangga
istana dari kerajaan Majapahit.
Dikisahkan, Sutasoma adalah titisan Sanghyang Buddha yang mengajarkan kepada
manusia untuk mengendalikan perasaan. Dia tidak suka menjadi raja. Karena itu
Sutasoma lari dari istana dalam usahanya mencari kebenaran sehingga akhirnya
menjadi penyebar agama Buddha. Di kahyangan lain, raja raksasa Purusada yang
gemar makan daging manusia, berjanji akan mempersembahkan 100 orang raja kepada
batara Kala apabila lukanya dapat sembuh. Namun Kala hanya mau persembahan
seorang Sutasoma. Sutasoma sendiri bersedia dijadikan korban asalkan ke-100 orang
raja itu dibebaskan.
Akhirnya batara Kala dan Purusada sangat terharu menyaksikan keluhuran budi
Sutasoma sehingga sejak saat itu Purusada berjanji tidak akan memakan daging
manusia lagi. Dewa Siwa yang menitis pada Purusada pun meninggalkan tubuh
raksasa itu karena disadarinya bahwa Sutasoma adalah Sang Buddha. Katanya,
mangkajinatwa lawan siwatatwa tunggal, bhinneka tunggal ika, tan hana dharmma
mangrwa, artinya hakikat Buddha dan hakikat Siwa adalah satu (Kapustakaan Jawi,
1952). Alkisah, dalam suatu kunjungan ke Bali pada 1962.
Presiden Soekarno berkesempatan menonton pementasan wayang. Ketika usai,
beliau kembali terkesan dengan kata-kata yang dilontarkan sang dalang tadi, yakni

85
“Bhinneka Tunggal Ika”. Maka beliau mengusulkan agar kata-kata itu dipakai sebagai
semboyan negara.
Warisan Majapahit lainnya adalah istilah “bhayangkara”, yang dikenal luas dalam
jajaran kepolisian RI. Penetapan nama “bhayangkara” tidak lepas dari popularitas
pasukan elit dari masa Kerajaan Majapahit bernama bhayangkari. Pasukan
bhayangkari mulai dikenal pada saat Raja Jayanegara (1309-1328) memerintah
Majapahit, menggantikan ayahnya Raden Wijaya.
Nama bhayangkari sendiri merupakan adaptasi dari bahasa Sansekerta ke dalam
bahasa Jawa Kuno. Arti sesungguhnya adalah hebat atau mengerikan. Di Kerajaan
Majapahit bhayangkari termasuk pasukan kesayangan raja dan masyarakat. Soalnya,
tujuannya bukan untuk menakut-nakuti rakyat, tetapi justru untuk melindungi rakyat
dan kerajaan. Karena populer, nama ini kemudian identik dengan nama kesatuan
pengawal kerajaan.
d. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk dari negara Indonesia, dimana
negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, selain itu juga bentuk negaranya
adalah republik, kenapa NKRI, karena walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak
pulau, tetapi tetap merupakan suatu kesatuan dalam sebuah negara dan bangsa yang
bernama Indonesia.
Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan
dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa
proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus
menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara, Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara,
mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur
konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus

86
1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa pemerintah yang
berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut
sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah menetapkan UUD 1945,
dasar negara dan tujuan negara.
Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan
karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang
memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik
(persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan
negara mengutamakan kepentingan umum.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan
semangat kebangsaan (nasionalisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan Nkri :
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan
Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional / Negara yang ingin dicapai
sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan social.

87
Setelah membahas apa saja 4 pilar berbangsa dan bernegara, lalu akan mencoba
membahas kenapa 4 pilar tersebut penting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau kita hanya berpikir bahwa Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa
Indonesia, juga sebagai alat pemersatu bangsa, UUD 1945 adalah merupakan
konstitusi dalam bernegara. Dua hal ini saja sudah menjadi sesuatu yang sangat
fundamental bagi bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan negara, tetapi bagi
Almarhum Taufik Kiemas, dua pilar ini belumlah cukup, beliau mengeluarkan gagasan
Empat Pilar Berbangsa yakni, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam pemikiran almarhum Empat Pilar ini
adalah mutlak dan tidak bisa dipisahkan dalam menjaga dan membangun keutuhan
bangsa.
Lalu apakah implementasi empat pilar ini sudah terlaksana dengan baik, rasanya
seperti jauh panggang dari api. Dua pilar Pancasila dan UUD 1945 saja masih belum
terasa penerapannya. Pancasila baru saja masuk kedalam kurikulum pendidikan,
sementara amanat UUD 1945 masih banyak yang diabaikan. Semangat persatuan dan
kesatuan bangsa saat ini sudah mulai tercabik-cabik, dan itu pada akhirnya akan
mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Keprihatinan terhadap hancurnya persatuan dan kesatuan bangsa inilah agaknya
yang menginspirasi Taufik Kiemas mengeluarkan gagasan Empat Pilar Kebangsaan.
Memang kalau dicermati empat pilar ini memanglah penyanggah persatuan dan
kesatuan bangsa, dan empat pilar inilah yang menjadi inspirasi kekuatan para pejuang
kemerdekaan Republik Indonesia, yang terus digelorakan sebagai penyemangat
perjuangan mereka, lantas bagaimanakah dengan saat ini? Kita sudah kehilangan Roh
ke empat pilar tersebut, melihat segala realita yang sedang terjadi di negara Indonesia
ini. Bangsa ini terutama para pemimpinnya sudah mengalami degradasi moral secara
signifikan, melakukan tindak kejahatan korupsi bukan lagi dianggap sesuatu yang
memalukan, kejahatan korupsi sudah dianggap prestasi dalam mengumpulkan pundi-
pundi kekayaan, mengumpulkan kekayaan menjadi tugas utama mereka saat menjadi

88
pejabat negara, sehingga tugas negara terabaikan begitu saja. Sungguh suatu hal yang
sangat memilukan, melihat kondisi saat ini yang sudah tidak sesuai lagi dengan 4 pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara.Mungkin sudah saatnya gagasan empat pilar oleh
Taufik Kiemas tersebut sudah selayaknya dilanjutkan dan diimplementasikan secara
benar, agar negara ini tidak melupakan bahwa negara ini mempunyai 4 pilar penting
yang harus selalu dijaga dan juga harus dijalankan dalam setiap kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Peran kaum Intelektual dari kalangan Nasionalis dan Agamis dalam
merumuskan Negara Indonesia
Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai jasa para pendahulunya.
(Soekarno). Proses perumusan dasar negara pancasila bukanlah proses yang turun dari
langit secara tiba-tiba, proses ini adalah proses perjuangan.
Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di
kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki
Koiso pada tanggal 7 September 1944. Lalu, dibentuklah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
(bahasa Jepang) yang artinya Badan Penyeledik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 29 April 1945 beranggotakan 62 orang dengan ketua Dr.
Radjiman Wedyodiningrat dan wakil ketua RP Soeroso. Mereka dilantik pada tanggal
28 Mei 1945 dan bersidang di Gedung Pejambon Jakarta melakukan dua kali sidang,
yang pertama dari tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan kedua dari tanggal 10-16 Juli
1945.
Dari berbagai usulan-usulan yang muncul dari kedua kalangan (Islam dan
Nasionalis) tentang dasar negara saat itu, Nasionalis melalui Moh. Yamin, Soepomo,
dan Soekarno mengusulkan tiga asas sebagai dasar mendirikan negara yakni, 1) Moh.
Yamin mengusulkan Peri kebangsaan, Peri kerakyatan, Peri kemanusiaan atau
Kesejahteraan rakyat. 2) Soepomo mengusulkan Persatuan, Musyawarah, Keadilan
rakyat. Sedangkan, 3) Soekarno mengusulkan Nasionalisme atau Kebangsaan

89
Indonesia, Mufakat atau Demokrasi, Internasionalisme atau Peri kemanusiaan,
Kesejahteraan sosial.
Sementara kalangan Islam menawarkan Ketuhanan (Islam) sebagai dasar negara.
Dari dua penawaran berbeda inilah yang menjadi perdebatan panjang. Setelah melalui
perdebatan yang panjang, dan tidak membuahkan hasil yang disepakati bersama, maka
38 anggota BPUPKI melanjutkan pertemuan dan menunjuk panitia kecil berjumlah 9
orang dan panitia kecil ini diberi nama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Maka pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia 9 berhasil merumuskan
kesepakatan mengenai dasar negara yang diberi nama Piagam Jakarta (the Jakarta
Charter) yang berisi rancangan Mukadimah (pembukaan Undang-Undang Dasar) yang
didalamnya memuat dasar negara yang berisi:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Namun dari hasil kesepakatan ini, ada kalangan dari agama yang bukan islam yang
merasa keberatan, tersinggung, merasa ada diskriminasi terhadap mereka karena
bangsa Indonesia pada saat bukan hanya terdapat agama Islam saja tetapi juga ada
agama-agama lain (Kristen, Hindu, Budha). Mereka diantaranya Sam Ratulangi dari
wakil Sulawesi, Hamidhan dari wakil Kalimantan, I Ketut Pudja wakil dari Nusa
Tenggara, dan Latuharhary wakil dari Maluku mengusulkan perubahan rancangan
pada sila pertama pancasila dan pembukaan piagam jakarta. Keberatan dan usulan
mereka diterima dan dikabulkan. Hasilnya, kata “Mukaddimah” diganti dengan kata
“Pembukaan”, dalam Preaumble (Piagam Jakarta), anak kalimat: “Berdasarkan kepada

90
ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diubah menjadi “berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kesadaran dan Semangat bersatu
Pada proses perumusan pancasila, kita akan melihat di dalamnya ada dua kelompok
dengan paham ideologi yang berbeda, Islam yang diwakili oleh K.H. Wachid Hasjim,
K.H. Kahar Moezakir, H. Agus Salim, dan R. Abikusumo Tjokrosoejoso, sedangkan
nasionalis kebangsaan diwakili Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin,
A.A. Maramis, Soebardjo. (Yudi Latif, 2011: 23).
Dilihat secara subtantif, semangat untuk bersatu ini berangkat dari kesadaran dan
semangat untuk bersatu tentunya. Dalam pandangan saya ada dua hal yang
menjembatani kesadaran dan semangat para pelaku perumusan pancasila ini. Pertama,
persatuan kultur. Banga Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk yang terdiri
atas berbagai suku, bangsa dengan adat istiadat, tradisi dan bahasa yang berlainan.
Disamping itu, berbagai bentuk keyakinan baik yang tumbuh dari adat istiadat
maupun dari agama dan pemikiran-pemikiran modern muncul, berkembang dan
diyakini oleh masing-masing pengembannya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan
beragamnya bentuk keyakinan yang ada di Indonesia. Dan pada akhirnya dalam
keadaan-keadaan tertentu dapat muncul gesekan dan perdebatan (war of thinking)
dalam interaksi diantara sesama anggota masyarakat. Kedua, persatuan ketuhanan dan
kemanusiaan (agama).
Dalam islam diperintahkan agar umat manusia yang hidup dengan perbedaan latar
belakang jenis kelamin, suku, golongan, dan lainnya harus melakukan kerja sama,
tolong menolong, beradaptasi, bersinergi, dan membentuk suatu bangsa guna
tercapainya kerukunan, kedamaian, toleran dan sejahtera. Pendasaran dari kesadaran
ini rujukannya Al-Qur’an Surat Al Hujurat, 49:13. Yang artinya, “Wahai Manusia!
Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan,
kemudian Kami menjadi kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling

91
kenal mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah, ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah maha mengetahui, maha teliti.”
Selain memerintahkan manusia untuk membentuk persatuan dan bersinergi, ayat ini
juga meletakkan dasar-dasar kesatuan atau kebangsaan tersebut. Inilah satu
keistemewaan tersendiri negara Indonesia karena ada bentuk pertemuan antara
kelompok Islam dan Nasionalis, sebab hal semacam ini jarang terjadi di negara-negara
lain. Misalkan di negara-negara di Timur Tengah tidak ada satu bentuk titik temupun
antara islam dan nasionalis, sehingga sering terjadi konflik kemanusiaan diakibatkan
benturan kedua kelompok ini.
Pancasila sebagai pilar
Kehadiran pancasila sebagai sebuah ideologi tersendiri bangsa Indonesia adalah
rahmat dari Tuhan. Saat ini pancasila bukan hanya menjadi hukum tertinggi, falsafah
dasar negara, tapi juga sudah menjadi pilar pemersatu bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara kita. Oleh sebab itu pancasila jangan hanya dimaknai sebatas simbol negara
saja tapi pancasila harus dimaknai secara sempurna untuk pedoman kita berani
berdaulat dengan bangsa lain baik daulat ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

92
Analisis Diri
Menganalisa diri penting dilakukan untuk mengetahui siapa sebenarnya diri
kita? Dan apa seharusnya yang diri kita perbuat? Sudah sesuaikah apa yang diri
kita perbuat? Dan dan lain sebagainya. Selain “diri” secara umum, penting untuk
dikaji potensi dan kelemahan yang ada si dalam diri kita sehingga nantinya kita
bisa memperbaikinya dimasa mendatang.
Pengertian Analisis Diri

Analisa dalam bahasa jawa disebut “enek lisone porato?” sedangkan “diri”
itu sendiri dalam bahasa jawa disebut “awa’e dewe”, jadi kalau dua point ini
kita gabungkan bisa dimaknakan bahwa analisa diri adalah sebauh koreksi
atau kupasan atau uraian tentang pribadi diri kita. Maksud analisis diri yaitu
mengenal diri atau akan keinginan diri, sadar akan kekurangan dan kelebihan
diri dan orang lain serta sadar akan perlunya keterbukaan dalam hidup
berkelompok atau berorganisasi. Tujuan analisis diri adalah agar dapat lebih
rendah hati, setiap orang menghargai kekurangan dan kelebihan masing-
masing, yang akhirnya menciptakan suasana terbuka dalam berorganisasi.
93
Konsepan Psikonalisis tak akan pernah putus dengan konsepan tokoh
Sigmund Freud, Carl Jung Alferd Adler, Otto Rank, Karen Horney, Eric
Fromm, Harry Stuck, Erik Erikson. Teori-teori yang dikembangkan oleh
Freud serta adler yaitu:

1. Pandangan tentang manusia.


Perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari
dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa
enam tahun pertama dalam kehiduapannya. Pandangan ini menunjukkan
bahwa aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya deterministic.
Disini, Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesaar yang
dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu.
Bagi Sigmund Freud, rasa resah dan cemas seseorang itu ada hubungannya
dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.
Kemudian Adler berpendapat manusi dimotivasi terutama dorongan-
dorongan social. Pria dan wanita adalah makhluk social dan masing-masing
orang dalam berealisasi dengan orang lain mengembangkan gaya hidup yang
unik. Konsepan gaya hidup menerangkan keunikan setiap individu. Setiap
individu memiliki gaya hidupnya sendiri dan tidak ada dua orang yang
memiliki gaya hidup yang persis sama. Bisa ditarik kesimpulan manusia
makluk sosial, mereka membutuhkan satu sama lain tanpa ada yangh bisa
dipisahkan.
1. Teori psikoanalitik klasik
Dorongan tidak sadar yang menjadi motivasi utama setiap orang dalam
berperilaku ada 3 macam kegiatan mental:
1) Ketidaksadaran (Unconsious)
Alam bawah sadar berisi dorongan, niat atau insting yang berada diluar
kesadran kita namun mempengaruhi semua kata-kata, perasaan dan tindakan-
tindakan kita.
94
2) Keprasadaran (Preconscious)
Tingkat pikiran prasadar berisi semua elemen yang tak sadar, tetapi dapat
dengan mudah disadari. Isi preconscious berasal dari dua sumber yaitu
persepsi yang bersifat sadar dan dari alam bawah sadar.
3) Kesadaran (Conscious)
Apa yang disadari pada saat-saat tertentu, pengndraan langsung, ingatan,
pemikiran, fantasi, perasaan yang dimiliki.
2. Teori struktur kepribadian
1) Id
Id merupakan system kepribadian yang asli, dimana ketika manusia itu
dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena merupakan sumber utama dari
energi osikis dan tempat timbulnya instink. Id bekerja sejalan dengan prinsip-
prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu
memenuhi kebutuhan dengan serta merta.
2) Ego
Ego bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana system
kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia
dalam untuk mengatur dorongan-dorongan Id agar tidak melanggar nilai-nilai
3) Superego
Superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua
system kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik buruknya, boleh-tidakn
dan sebagainya. Disini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang
sesuai denag norma-norma moral masyarakat dan mulai berkembang pada
usia 4-6 tahun.
Superego memiliki dua subsistem:
 Hati Nurani berkembang dari pengalaman-pengalaman dihukum
karena perilaku yang tidak pantas berisikan nila-nilai apa yang tidak boleh
dilakukan.

95
 Ego ideal berkembang dari pengalaman -pengalaman mendapat
penghargaan karena melakukan perilaku yang benar sehingga isinya adalah
apa yang seharusnya dilakukan.

Diri sendiri dapat kita pahami, kepribadian sebagai bentuk prilaku yang
dipengaruhi lingkungan sekitanya akan membentuk tiga macan kesadaraan,
yaitu;
Kesadaraan Magis, dimana seseorang menyadari dan memahami bahwa
segala sesuatu didalam kehidupan merupakan hasil dari kekuatan supra
(diluar kekuatan manusia). Kebanyakan orang mempunyai kesadaraan ini
akan mempunya krakter cepat pasrah dan mudah untuk memaklumi segala
sesuatu. Salah satu indicator kesadaran ini adalah kurang kritisnya
seseorang dari dinamika sosialnya, bahkan tak jarang menganggap kritis
adalah hal yang tabu.
Kesadaran Naif kesadaran bahwa realita kehidupan adalah hasil dari
krakter dan kualitas manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual menjadi
penekanaan utama pada kesadaraan naïf.
Kesadaran Kritis adalah bersifat analitis sekaligus praksis. Seseorang itu
mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah,
identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya.
Disamping itu ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu
problem sosial. sebuah kesadaran yang melihat adanya keterkaitan antara
ideologi dan struktur sosial sebagai akar masalah.

Pada hakikatnya manusia dibekali dengan 3 kecerdasan utama yaitu:


1. Intellegent Quotion (IQ)
2. Emotional Quotion (EQ)
3. Spiritual Quotion (SQ)

96
Intellegent Quotion (IQ) merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan
akademik dan kecerdasan otak. Sedangkan Spiritual Quotion (SQ) merupakan
kecerdasan yang berhubungan dengan kecerdasan spiritual atau
keagamaannya. Emotional Quotion ialah suatu kekuatan yang sangat penting
di samping kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) dan
kecerdasan ini berdasarkan pada attitude atau sikap kita terhadap orang lain.
Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan
otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara
fungsional dengan yang lain. Intelectual Quotient atau yang biasa disebut
dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang
pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari perancis
pada awal abad ke 20. Kecerdasan intelektual merupkan kecerdasan tunggal
dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek
kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Ada lima dimensi
kemampuan intelektual,yaitu:
1. Kognisi, yang merupakan operasi pokok intelektual dalam proses belajar.
2. Mengingat merupakan proses mental primer untuk retensi atau
menyimpan dan reproduksi segala sesuatu yang diketahui intelektual.
3. Berfikir divirgen, yaitu operasinya jelas mencakup potensi bakat kreatif,
yang bertugas mencoba sesuatu
4. Berfikir konvergen, yaitu berfikir yang menghasilkan informasi dari
informasi yang sudah ada, yang hasilnya ditentukan oleh respon yang
diberikan.

TINGKAT KECERDASAN IQ

97
Genius Di atas 140

Sangat super 120 – 140

Super 110 – 120

Normal 90 – 110

Bodoh 80 – 90

Perbatasan 70 – 80

Dungu 50 – 70

Inbecile 25 – 50

Idiot 0 – 25

5. Evaluasi, yaitu kemampuan mencari keputusan atau mencari informasi


dari kriteria yang memuaskan.
Kematangan intelektual menjadi perasyarat pelajar yang baik bagi
mahasiswa. Demikian juga kematangan psikologis dan kepribadian.
Kematangan intelektual bisa menjadi prakondisi atau kondisi, diperlukan
proses belajar yang lama dan intensif bagi terwujudnya intelektual
mahasiswa. Kematangan intektual yang dicapai melalui sebuah proses
merupakan “kondisi”. Intelektual mahasiswa yang sudah matang menjadi
prakondisi baik kematangan intelektualisasi lanjutan.
Salah satu ciri kematangan intelektual mahasiswa adalah kemampuannya
mentoleransi ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk
kontradiksi, serta mengakui manfaat atas konsep dan pendapat yang
berlawanan.
Cara meningkatkan kecerdasan intelektual/ Intelligence Quotient (IQ)
1. Membuat dialog Internal Pemberdayaan
2. Tanamkan kata-kata
3. Latihan pengendalian emosi dan pernafasan
98
4. Lakukan olahraga
5. Meningkatkan intelektual dengan interaksi verbal
6. Dorong dirimu untuk membaca
Kecerdasan Emosional
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990
psikolog peter salovey dari Harvard university dan john meyer dari university
of new hampshire. Beberapa bentuk emosional yang di nilai penting bagi
keberhasilan, yaitu:
1. Empati
2. Mengungkapkan dan memahami perasaan
3. Mengendalikan amarah
4. Kemandirian
5. Kemampuan menyesuaikan diri
6. Disukai
7. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
8. Ketekunan
9. Kesetiakawanan
10. Keramahan
11. Sikap hormat
Tingkat kecerdasan emosi tidak terkait dengan faktor genetis, tidak juga
hanya bisa berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ yang
berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih
banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman sendiri, sehingga
kecakapan-kecakapn kita dalam hal ini terus tumbuh
Penting kecerdasan emosional itu karena kecerdasan ini merupakan bagian
dari 3 kecerdasan yang dianugerahkan oleh tuhan kepada kita. Dan apabila
kita tidak ada kecerdasan emosional ini maka keseimbangan hidup seseorang
tidak akan tercapai di dalam menjalannkan peranannya sebagai individu,

99
bahkan sangat berpengaruh kepada lingkungan sekitar kita dan sosial, sebab
berhubungan dengan sikap kita kepada orang lain.
Suatu caranya supaya kecerdasan emosional seseorang tidak terjadi
ketimpangan. Ada beberapa cara untuk menjaga agar kecerdasan emosional
seseorang tidak terjadi ketimpangan, antara lain:
1. Menghilangkan budaya bahwa saya lebih pintar dari orang lain.
2. Selalu bisa menempatkan diri dimanapun kita berada.
3. Dapat mengaplikasikan pikiran dan perasaan kita yang sesuai dengan
porsi dan tempatnya secara tepat.
4. Selalu membuat skala prioritas (yang utama, yang penting, yang biasa,
yang tidak perlu) dalam melaksanakan program hidup kita.
Dampaknya jika kecerdasan emosional seseorang rendah:
Rendahnya kecerdasan emosional (EQ) seseorang akan
menganggunya dalam mencapai kesuksesan pribadinya. Karena ketiga
kecerdasan ini saling berhubungan erat. Jika kecerdasan intelektual kita bagus
atau akademik kita baik, dan juga kecerdasan spiritual kita bagus kita sering
beribadah kepada tuhan, tapi kalau kecerdasan emosional atau sosialisasi dan
attitude kita kepada orang lain rendah, kita bakal diasingkan oleh orang lain.
Malahan kita akan merasa pintar sendiri dari orang lain, sombong, dan angkuh
terhadap orang lain. Jika kecerdasan intelektual kita bagus, kecerdasan
emosional kita bagus, tapi kita tidak pernah berhubungan dengan tuhan,
jarang beribadah dan sebagainya maka, percuma saja tujuan hidup kita kan
tidak hanya mengejar dunia saja, tapi kehidupan akhirat pun merupakan target
utama kita. Jika kecerdasan emosional kita bagus dan kecerdasan spiritual kita
bagus sedangkan kecerdasan intelektual kita rendah, maka ilmu dunia kita
tidak punya dan dampaknya sangat besar.
Berdasarkan pendapat Dr. Goleman, ia menyatakan bahwa hanya 20 %
kecerdasan IQ memberikan sumbangan (kontribusi) di dalam kesuksesan,

100
sedangkan yang 80% merupakan bagian dari pendukung lainnya yaitu
kecerdasan emosional (EQ). Jadi, kecerdasan emosional (EQ) ini sangatlah
penting dan sangat perlu juga untuk dikembangkan, dan merupakan hal yang
paling berharga dalam tiap diri manusia.
Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional / Emotional Quotient(EQ)
1. Mengenali emosi diri sendiri.
2. Memotivasi diri sendiri, kemampuan memotivasi diri
memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi, sehingga ia
cenderung produktif dan efektif.
3. Mengenali emosi orang lain, yaitu empati terhadap apa yang
dirasakan orang lain. Kemampuan ini membuat orang tersebut lebih
efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain.
4. Mengelola emosi orang lain, manusia adalah makhluk emosional. Semua
hubungan sebagian besar dibangun atas dasar interaksi antar manusia
yang dengannya seseorang dapat membangun hubungan antar pribadi
yang kokoh.
5. Memotivasi orang lain yang merupakan kelanjutan mengelola emosi
orang lain, kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan
memimpin, menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain
Esensi Analisis Diri Dalam Berorganisasi

Mengenal diri sendiri, terbuka untuk mengenal kelemahan dan kelebihan


yang kita milki ataupun orang lain yang sangat berkaitan dengan keinginan
seseorang dalam berproses disuatu organisasi. Untuk itu, mari kita melakukan
sebuah analisa terhadap diri kita bertahap demi bertahap dengan
menggunakan “Anailisi Pertumbuhan”

1. KCEMASAN

101
Kita sekarang bergabung dalam kelompok dengan ikatan kecemasan.
Dalam kelompok / organisasi ini kita bercermin pada apa yang dikatakan
orang lain tentang diri kita. Hal ini dapat mengukur kemampuan dan
kekurangan kita dengan melihat dan membandingkan kepribadian orang lain
dalam kelompok. ` Semua itu pada hakikatnya kita sedang mengenali diri kita
sendiri. Selain itu di dalam kelompok, kita perlu memberikan sumbangsih
atau andil sesuai kapasitas pribadinya masing-masing mulai dari pendapat,
gagasan, serta mobilitas personal. Hal itu semua merupakan karya personal
dlam berkarya dan ikut andil dalam kelompok atau organisasi.
Sikap dan tingkah laku yang ditampilkan dalam rangka berkarya tersebut
ternyata hamper semua orang dihadapkan dua pilihan terkait dengan sikap
berkarya dalam kelompok atau berorganisasi.
2. Bergabung Dalam Kelompok
Didasari hakikat bahwa manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap orang
memilki rasa cinta dan ingin bergabung dalam peer groups atau sebuah
organisasi sehingga hal tersebut merupakan keinginan berkarya dalam
kelompok
3. DITERIMA dan DITOLAK

Selanjutnya kita sebagai bagian dari kelompok yang ingin berkarya


mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan.

4. BEBAS PILIH
Kita sebagai individu dapt menentukan sikap bebas memilih. Apakah
karena ditolak dan tidak senag itu kita melakukan BELA DIRI atau HADAP
DIRI. Kemungkinan pertama adalah hadap diri.
5. HADAP DIRI
Apabila pendapat atau karya kita dalam kelompok atau organisasi ditolak
oleh organisasi kita bisa hadap diri. Dalam arti akan menghadapi segala
penolakan tersebut dengan rendah hati dan diri terbuka yang dilanjutkan
102
dengan melakukan perenungan mendalam terhadap sisi positif penolakan
tersebut. Proses selanjutnya setelah kita melakukan evaluasi terhadap
penolakan sikap kelompok terkait dengan karya kita, maka kita memasuki
thap berikutnya yakni:
6. TAHU DIRI
Tahap ini telah kita menemukan jawaban komperhensif terhadap penolakan
tersebut, sehingga kita akan tahu apa yang menurut kita baik belum tentu baik
untuk keompok dan semua orang sehingga kita mengetahui posisi diri kita
dalam persoalan ini. Tahap berikutnya dari tahu diri, maka kita akan
memasuki tahap terima diri.
7. TERIMA DIRI

Terima diri bukan berarti kita menerima segala sesuatu tanpa kritis dan
pemikiran, tapi menerima dalam batas-batas keadaan tertentu. Dalam kasus
pada karya ditolak, kita menerima kenyataan misalnya bahwa keterampilan
menyampaikan masih terbatas, atau ada pendapat (karya) yang lebih baik dari
itu dan kita bisa belajar pada hal-hal yang lebih baik tersebut. Dengan terima
diri kita dapat mengakui kelemahan atau keterbatasan kita sendiri, serta sejauh
mana kemampuan kita. Dengan segala keterbatasan tetap memberi andil
untuk kelompok.
8. TANAM ANDIL
Karena dengan demikian berarti kita telah memberikan pegangan pada
kelompok, agar masing-masing mengetahui apa dan siapa yang dihadapinya.
Dengan mengenal betul siapa yang dihadapinya, kelompok tahu bagaimana
menjalin kerjasama. Dan bila kita mengenal diri kita mengenal diri kita, kita
tahu hal-hal apa yang perlu ditingkatkan.
`Sumbangan yang kita berikan dengan segala keterbatasan itu pada
hakikatnya adalah keterbukaan diri. Dan keterbukaan itu selalu mengandung
resiko, apakah orang lain mendekati dan menerima apa adanya atau menjahui

103
kita. Tetapi, yang jelas sumbangan atau andil andil yang kita berikan selalu
memperkaya kelompok dan diri kita. ` Dengan hadap diri yang menjerumus
ke tahu diri dan terima diri pada hakikatnya adalah keterbukaan diri yang
berarti:
1. Tahu kekuatan diri
2. Menyadari kelemahan
3. Mau merubah kebiasaan yang kurang baik berarti pribadi
berkembang.
Kemungkinan kedua Bila pendapat kita ditolak oleh kelompok, seseorang
dapat memilih kemungkinan kedua yaitu bela diri.

9. BELA
Ini berarti kita bukan merasa benar dan beranggapan kesalahan pada orang
lain. Tetapi bagaimana kita membela dengan mempertahankan argumen yang
kita miliki.
10. TIPU
Karena pribadi tipu diri tidak pernah mawas diri, tidak pernah melihat dirinya
sendiri, selalu melihat penyebab kesalahan ada diluar dirinya. Akibat tidak
dapat atau tidak mau melihat kelemahan-kelemahan pada dirinya. Pada
akhirnya pribadi seperti ini essensinya adalah menolak dirinya sendiri.
11. TOLAK DIRI
Artinya tidak mau menerima dirinya sendiri yang pada akhirnya tidak akan
pernah puas dengan dirinya sendiri. Akibat pribadi-pribadi demikian akan lari
dari kenyataan dan keadaan sebenarnya dan menjadi frustasi.
Pribadi-pribadi demikian kalaupun masih bergabung dalam kelompok,
segala tindakannya akan cenderung merusak, bukan kearah yang lebih baik,
bela diri menjurus tipu diri dan tolak diri. Berarti kita tinggal pilih bagian yang
mana ketika kita mengahadapi permasalahan serupa.

104
Kita semua pasti akan menghadapi kecemasan oleh karena itu kita
hendaknya selalu mawas diri. Sehingga mari kita coba untuk melakukan hal-
hal sebagai berikut:
1. membuat daftar kekuatan dan kelemahan diri kita, kemudian renungkan
apakah kelemahan itu dapat diperbaiki.
2. setelah itu silahkan untuk berbicara berpasangan dengan teman
sebelahnya. Dalam pembicaraan itu silahkan saling menggemukakan isi
daftar kekuatan dan kelemahan yang sudah anda buat.

PERANGKAT ANALISIS DIRI


Setelah secara umum kita mengetahui posisi dan tugas kita, point ini rekan-
rekanita sekalian diajak untuk meneliti “diri” dalam artian yang sempit. Pada
prinsipnya hal-hal yang termaksud ke dalam faktor internal yang
mempengaruhi diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan:

1. Kekuatan(strength)
kekuatan, kelebihan atau potensi apakah yang dimiliki diri kita? Itu
penting sebagai bagan analisa mulai dari potensi, sifat dan materi.
2. .Kelemahan(weaknesses).
Setelah tahu kekuatan/ kelebihan diri kita, cobalah untuk
menginventarisir seberapa banyak kelemahan atau kekurangan diri kita.
Jika kita tahau kekurangan kita, nantinya itu mencati catatan kita untuk
memperbaiki dan mengubahnya menjadi kekuatan,
Sedangkan, hal-hal yang termasuk dalam faktor eksternal adalah:
3. Peluang(opportunities)
dengan kekuatan dan beberapa kelemahan yang diri kita meliki,
sebenarnya berapa banyak peluang yang baik untuk kita? Itu juga
menjadi catatan dirikita dalam melangkah dan ber-evaluasi. Apakah
peluang yang selama ini ada belum kita maksimalkan? Coba hitung
berapa peluangnya.
105
4. .Ancaman (threats)
yang dapat mempengaruhi diri kita. Ancaman apa sajakah yang bakal
menghadang diri kita? Itu juga perlu dianalisa. Apakah ancaman itu bisa
kita subah menjadi suatu tantangan yang dapat ditaklukkan? Atau
minimal kita tahu bahaya atau sebuah resiko untuk diri kita berhati-hati
dalam melangkah.
Dengan menganalisis kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses)
yang di ada, serta peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang
harus di hadapi, maka diri kita menentukan strategi agar dapat mampu
mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri secaraoptimal.

Daftar Pustaka

Alfas Fauzan, PMII dalam Simpul-Simpul Sejarah, PB PMII, April 2015.

Manifesto Wacana Kiri (Nur Sayyid Santoso Kristeva)

Risalah Ahlussunnah Waljamaah PWNU Jawa Timur.

Arifin Samsul, Kodifikasi Pemikiran Meruwat Literasi Menuju Kejayaan


PMII, Inteligensia Media, April 2015.

Al-Milal Wa Al Nihal Aliran – Aliran Teologi Dalam Sejarah Umat Manusia.

Buku Sekolah Aswaja (Nur Sayyid Santoso Kristeva)

Tim Aswaja NU Center, Khazana Aswaja, Aswaja Nu Center PWNU Jatim,


Oktober 2016.

Imam Baehaqi, Kontroversi Aswaja Aula Perdebatan dan Reinterpretasi,


LKIS Yogyakarta. Januari 2000

Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah jilid 1, Salamadani, 2019

106
https://rakyatmaluku.com/2018/06/pancasila-titik-temu-islam-dan nasionalis-
di-indonesia/

http://laili-kusniati.blogspot.com/2014/11/makalah-tentang-empat-pilar-
kebangsaan.html

Martahan Sitompul, M.Th. NU dan Pancasila, LKIS Yogyakarta, 2010

Makalah MAPABA PMII Rayon Dakwah & Komunikasi tahun 2017 dan 2018

107

Anda mungkin juga menyukai