Anda di halaman 1dari 9

Strategi Mengatasi Konflik

Langkah Meraih Kedamaian dalam Konflik


Terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima
langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan.
a. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang
seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi
(tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
b. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada
masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
c. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang
terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis.
Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
d. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan
pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
e. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya
tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
2. Hal-Hal yang Tidak Boleh Dilakukan di Tengah-Tengah Konflik

a. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam
masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka
kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.

b. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara
paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.

c. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan
berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu
merupakan kesempatan yang terbesar.

3. Strategi Mengatasi Konflik

a. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)


Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan

2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan

3) Menumbuhkan kemampuan/kekuatan diri sendiri

4) Menentukan tujuan

5) Mencari beberapa alternatif

6) Memilih alternatif

7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

b. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)


Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau
kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar
sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok
ketiga sebagai penengah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara
melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga atas
kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
1) Arbitrasi (Arbitration) merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua
belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam
menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
2) Mediasi (Mediation) dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan konflik tidak
seperti yang diselesaikan oleh arbiator, karena seorang mediator tidak mempunyai
wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang
diberikan tidak mengikat.
2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu
pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy dapat
melalui:
a) Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang
puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b) Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian
dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan
kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c) Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk
mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena
adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d) Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan
menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat
individu (individual traits).
e) Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga
tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan
konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for
resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap
dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-
pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana
kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing
dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang. Strategi
menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara
didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik
interpersonal yaitu:
a) Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan
secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b) Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian
melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak
mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
c. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi
diantaranya adalah:
1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk
menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki
(hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena
pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh
bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan
sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi
bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan
mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).
2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative
Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat
konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif,
biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model
pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan
sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang
muncul. Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-
fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya
reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak
dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal
untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan
tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda
sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

D. Metode Penyelesaian Konflik


Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan
mengurangi konflik, kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan
konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih
dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum
menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh
bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi
“musuh” tersebut.
Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok
yang sedang mengalami konflik.
Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah sebagai
berikut :
1. Dominasi (Penekanan)

Metode-metode dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka
menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut
menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di
mana pihak yang kalah terpaksa mengalah karena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih
besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
a. Memaksa (Forcing)

Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara,
saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua
argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya
ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan
dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) gejala tersebut merupakan salah satu di
antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (penekanan)
konflik terus menerus diterapkan.
b. Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik
dengan cara yang lebih diplomatik, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya
ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk pihak lain, untuk
mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi
dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode
tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer
menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak
lain yang kalah akan menentangnya.
c. Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk
meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur
dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang
perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan sebuah bentuk
tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik,
dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai
diperoleh lebih banyak informasi”
d. Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara
terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabila para angota
menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair”. Tetapi, apabila
salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang
kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2. Kompromis
Melalui tindakan kompromis, para manajer berupaya menyelesaikan konflik dengan
meyakinkan masing-masing pihak dalam perundingan bahwa mereka perlu mengorbankan
sasaran-sasaran tertentu, agar dapat dicapai sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai
melalui kompromis, sepertinya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yang berkonflik
merasa frustasi atau bermusuhan.
Apabila dipandang dari sudut pandangan organisatoris, kompromis merupakan sebuah
metode penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya
suatu pemecahan yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai suatu
tujuannya. Bentuk-bentuk kompromis mencakup separasi (pemisahan) di mana pihak yang
bertentangan satu sama lain dipisahkan sampai mereka mencapai suatu persetujuan.
Kemudian ada juga dengan arbitrasi yaitu suatu cara dimana pihak yang berkonflik
menerima penilaian pihak ketiga (yang biasanya muncul dari figur sang manajer). Selain
itu, ada juga cara lain yang dinamakan “ Settling by Change”, dimana kejadian acak tertentu
seperti melempar mata uang logam dimanfaatkan untuk menetukan hasil.
3. Penyelesaian Secara Integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi
situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik
pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama
mencoba memecahkan masalahnya, dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau
berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam
prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang
sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integratif yaitu:
a. Konsensus
Winardi (2004:456) mengemukakan bahwa dalam aktivitas konsensus, pihak-pihak yang
berkonflik bertemu untuk mecari pemecahan terbaik untuk problem yang dihadapi, dan
mereka tidak berupaya mncapai kemenangan masing-masing untuk pihak-pihak mereka
sendiri.
b. Konfrontasi
Winardi (2004:456) mengemukakan bahwa dalam aktivitas konfrontasi pihak-pihak yang
berkonflik, menyatakan pandangan mereka secara langsung kepada masing-masing pihak.
c. Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)
Aktivitas penggunaan tujuan superordinat sebagai sebuah metode penyelesaian konflik,
karena dilakukan dengan mengalihkan perhatian pihak-pihak yang bersengketa dari tujuan-
tujuan mereka sendiri yang saling bersaing.
4. Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di
tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk
munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak
ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan
organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian
yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang
saling bertentangan atau berkonflik. Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:

a. Akomodasi

27 Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang


memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
b. Sharing

Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok


damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
J. Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik
Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan manajemen untuk menangani konflik,
berikut langkah-lagkahnya:
1. Menerima dan Mendefinisikan Pokok Masalah yang Menimbulkan Ketidakpuasan
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya
akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
2. Mengumpulkan Keterangan/Fakta
Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari
tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur
subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan dengan hati-hati.
3. Menganalisis dan Memutuskan
Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai
melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan
berbagai alternatif pemecahan.
4. Memberikan Jawaban
Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan
kepada anggota organisasi.
5. Tindak Lanjut
Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
6. Pendisiplinan
Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan
pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan
ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai
tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.
Tindakan pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat
positif dan yang bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk
kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif mulai dari yang
ringan sampai yang berat, antara lain dengan :
a) Diberi peringatan secara lesan
b) Diberi peringatan secara tertulis
c) Dihilangkan/dikurangi sebagian haknya
d) Didenda
e) Dirumahkan sementara ( lay-off )
f) Diturunkan pangkat/jabatannya
g) Diberhentikan dengan hormat
h) Diberhentikan tidak dengan hormat.
Pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti :
1) Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi/individual. Tidak seharusnya
memberikan teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan
bawahan yang ditegur (meskipun mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa
dendam.
2) Pendisiplinan haruslah bersifat membangun. Memberikan teguran hendaknya juga
disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama untuk waktu yang akan datang.
3) Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-
nunda pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih
segar teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu.
4) Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya
diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih kasih.
5) Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang
absen.
6) Setelah pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali. Tidak dibenarkan apabila
setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci bawahan yang telah
melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.
Fitriyani, Rini. 2014. Manajemen Konflik: Definisi, Ciri, Sumber, Dampak dan Strategi Mengatasi Konflik,
(Online), (http://pengertianmanagement.blogspot.in/2013/03/ manajemen-konflik-definisi-ciri-
sumber.html), diakses 12 Maret 2015.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi: Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Wibowo. 2012. Manajemen Perubahan:Edisi Tiga. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana.
Winardi. 2005. Manajemen Perubahan:(Management of Change). Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai