Anda di halaman 1dari 18

FILOSOFI WAYANG KULIT PURWA

Pewayangan Kulit Purwa terdapat filosofi terkait kepercayaan Orang Jawa bahwa Tuhan adalah
pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena Tuhan sudah ada sebelum dunia ini ada. Dalam
pengertian ini, pusat yang dimaksud adalah sumber hidup. Oleh karena itu, pandangan orang Jawa yang
demikian disebut manunggaling kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban
moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir.
Manusia menyerahkan diri secara total selaku kawula atau hamba terhadap Gusti, yaitu Sang Pencipta.
Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat
mengembangkan suatu sikap terhadap hidup. Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang
mengarah kepada pembentukan kesatuan antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap
suci. Orang Jawa

Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1985), h. 116. Makna
Filosofi Wayang ...[415] percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garis takdirnya dan mereka hanya
menjalani saja. Dasar kepercayaan Jawa adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini
pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup. Kepercayaan Jawa memandang
kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian, kehidupan manusia
merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.

JENIS JENIS WAYANG KULIT PURWA dari berbagai daerah

Gambar 1. Cengkuris
Tokoh panakawan ini merupakan teman Semar sebelum dikenalnya Gareng, Petruk,
dan Bagong
Gambar 2. Cengkuris (gaya lain)
Gambar 3. Semar gaya Yogyakarta
Gambar 4. Cantrik I gaya Yogyakarta

Gambar 5. Cantrik II gaya Yogyakarta Cangik, Limbuk, dan Cantrik (gambar 4 & 5).
Di samping itu ada tokoh geculan lainnya.
Gambar 6. Cangik gaya Surakarta (Solo)

Gambar 7. Limbuk gaya Surakarta (Solo)


Gambar 8. Panakawan gaya Kedu, terdiri dari Gareng,
Petruk, dan Bagong

Gambar 9. Tokoh Petruk yang kaki kanan jinjid dan tidak memakai sepatu
Gambar 10. Semar gaya Banyumasan
Panakawan Semar ini ditampilkan dengan muka nanusia

Gambar 11. Bawor (Bagong) gaya Banyumasan


Gambar 12. Nala Gareng gaya Banyumasan

Gambar 13. Petruk gaya Banyumasan


Gambar 14. Catugora/Togog gaya Banyumasan

Gambar 15. Prita (Bilung) Gaya Banyumasan gaya yaitu gaya lor Gunung (Daerah
pegunungan Kendeng) dan kidul Gunung1.

1
Sek. Nas. Pewayangan Indonesia Senawangi, 1983. Pathokan Pedhalangan
Gagrag Banyumasan, PN Balai Pustaka, Jakarta. P. 23-24
Gambar 16. Panakawan gaya Cirebon

Panakawa wayang purwa gaya Cirebon berjumlah 9 tokoh, terdiri dari Semar, Gareng,
Dawala, Bagalbuntung,
Bitarota, Ceblok, Cungkring, Sekarpandan dan Bagong.

Gambar 17. Emban (Limbuk) gaya Cirebon


Gambar 18. Semar Wayang Kulit gaya Jawatmuran

Gambar 19. Bagong Mangundiwongso wayang kulit purwa


Jawatimuran
Gambar 20. Togog Wayang kulit Jawatimuran sebagai pendamping para
raja berwatak angkara murka.

Gambar 21. Praceko tokoh panakawan ini merupaan


pasangan Togog sebagai pendamping para raja berwatak angkara murka.
Gambar 22. Tualen wayang kulit Bali tokoh Panakawan ini
bertugas sebagai pendamping para satria yang berbudi luhur.

Gambar 23. Merdah wayang kulit Bali tokoh Panakawan ini


bertugas sebagai pendamping para satria yang berbudi luhur.
Gambar 24. Delem wayang kulit Bali tokoh Panakawan ini
bertugas sebagai pendamping para satria yang berwatak angkara
murka.

Gambar 25. Sangut wayang kulit Bali


Gambar 26. Bancak wayang Gedog
Panakawan dari panji sepuh di kerajaan Jenggala

Gambar 27. Doyok wayang Gedog


Panakawan dari panji sepuh di kerajaan Jenggala
Gambar 28. Pelet wayang Gedog

Panakawan dari panji enom di kerajaan Jenggala

Gambar 29. Sebul wayang Gedog

Panakawan dari panji enom di kerajaan Jenggala


Gambar 30. Dayun wayang Klitik

Panakawan dari Menak Jingga di kerajaan Blambangan


Gambar 31. Nala Gareng gaya Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai