Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Dislokasi sendi adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk


persendian terhadap tulang lainnya. Cedera pada sendi dapat mengenai bagian
permukaan tulang yang membuat persendian dan tulang rawannya, ligament, atau
kapsul sendi rusak. Dari beberapa penelitian diperkirakan sekitar 42.1 kejadian
dislokasi dari 100.000 orang dan penyebab tersering adalah akibat kecelakaan
lalu-lintas (57.4%) diikuti dengan terjatuh (27.5%). Dislokasi yang paling sering
terjadi adalah dislokasi sendi bahu dan lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Dislokasi harus ditangani dengan segera karena
penundaan tindakan dapat menimbulkan nekrosis avaskular tulang persendian
serta kekakuan sendi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Dislokasi adalah perpindahan suatu bagian. Dislokasi sendi atau disebut


juga luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian
terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat berupa lepas komplet atau parsial , atau
subluksasio.

B. ANATOMI SENDI

Tempat pertemuan dua tulang atau lebih, baik terjadi pergerakan atau tidak
terjadi pergerakan disebut sendi (junctura). Sendi dikelompokkan menurut
jaringan yang terdapat di antara tulang-tulang: junctura fibrosa, junctura
cartilaginea, dan junctura synovialis.

1. Junctura fibrosa
Permukaan tulang yang bersendi dihubungkan oleh jaringan fibrosa
sehingga kemungkinan geraknya sangat sedikit. Derajat pergerakan
tergantung pada panjang serabut kolagen yang menghubungkan tulang.
Sutura tengkorak dan articulation tibiofibularis inferior merupakan contoh
junctura fibrosa.
2. Junctura cartilaginea
Junctura cartilaginea dapat dibagi menjadi dua tipe:
 Junctura cartilaginea primer adalah junctura cartilaginea yang tulang-
tulangnya disatukan oleh selempeng atau sebatang cartilage hialin.
Persatuan antara epifisis dan diafisis pada sebuah tulang yang sedang
tumbuh dan hubungan antara iga pertama dan manubrium sterni
merupakan contoh sendi ini. Tidak ada pergerakan yang dapat
dilakukan.

2
 Junctura cartilaginea sekunder adalah sendi kartilaginosa yang tulang-
tulangnya dihubungkan oleh selempeng cartilage fibrosa dan facies
articularis-facies articularisnya diliputi oleh selapis tipis cartilage hialin.
Contohnya adalah sendi di antara corpus vertebrae dan simfisis pubis.
Mungkin dapat dilakukan sedikit pergerakan.
3. Junctura synovialis
Facies articularis dan tulang-tulang diliputi oleh selapis tipis cartilage
hialin dan ujungnya dipisahkan oleh rongga sendi. Susunan ini
memungkinkan pergerakan yang luas. Rongga sendi dibatasi oleh
membrane synovialis, yang terbentang dari pinggir facies articularis yang
satu ke facies articularis yang lain. Membran sinovialis dilindungi
permukaan luarnya oleh membrana fibrosa yang kuat disebut capsula
articularis. Facies articularis mendapatkan pelumas dari cairan kental yang
disebut sinovia (cairan sinovial), yang dihasilkan oleh membrane
sinovialis. Pada junctura synovialis tertentu, seperti articulatio genus, di
antara facies articularisnya terdapat discus atau potongan fibrocartilago,
disebut discus articularis.
Bantalan lemak ditemukan pada beberapa sendi sinovial dan terletak di
antara membrana synovialis dan capsula fibrosa atau tulang. Contohnya
dapat ditemukan pada articulation coxae dan articulatio genus.
Luas pergerakan junctura synovialis ditentukan oleh bentuk tulang yang
membentuk sendi, struktur anatomi yang mengikuti pergerakannya
(misalnya, paha berhadapan dengan dinding anterior abdomen pada fleksi
sendi panggul), dan adanya ligamentum fibrosa yang menghubungkan
tulang-tulang. Kebanyakan ligamentum terletak di luar capsula articularis,
tetapi pada articulatio genus beberapa ligamentum penting seperti
ligamentum cruciatum, terletak di dalam capsula.

3
Gambar 1. Pengelompokkan sendi menurut jaringan di antara tulang

Junctura synovialis dapat dikelompokkan berdasarkan pada bentuk facies


articularisnya dan tipe pergerakan yang mungkin dilakukan.

 Articulatio plana (sendi plana): Pada sendi ini, permukaan sendinya


rata atau hampir rata, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran
antara tulang yang satu dengan yang lainnya. Contoh sendi plana
adalah articulatio sternoclavicularis dan articulatio
acromioclavicularis.
 Ginglymus (sendi engsel): sendi ini menyerupai engsel pintu sehingga
memberi kemungkinan untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Contoh
ginglymus adalah articulatio cubiti, articulatio genus, dan articulatio
talocruralis.
 Articulatio trochoidea (sendi pasak): Pada sendi in, terdapat pasak
tulang yang dikelilingi oleh cincin ligamentum-bertulang. Hanya

4
mungkin dilakukan gerakan rotasi. Contoh yang baik dari sendi ini
adalah articulatio atlantoaxialis dan articulatio radioulnaris superior.
 Articulatio condyloidea: Sendi ini mempunyai dua permukaan konveks
yang bersendi dengan dua permukaan konkaf. Gerakan yang mungkin
dilakukan adalah fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi, serta sedikit
rotasi. Contoh yang baik dari sendi ini adalah articulationes
metacarpophalangeae atau articulationes interphalangeae manus.
 Articulatio ellipsoidea: Pada sendi ini, facies articularis berbentuk
konveks elips yang sesuai dengan facies articularis konkaf elips.
Gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi dapat dilakukan, kecuali
rotasi. Contohnya ialah articulation radiocarpalis.
 Articulatio sellaris (sendi pelana): Pada sendi ini, faciess articularis
berbentuk konkafokonveks yang saling berlawanan dan mirip dengan
pelana kuda pada punggung kuda. Sendi ini dapat melakukan fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi dan rotasi. Contoh tipe sendi pelana yang
paling baik yaitu articulatio carpometacarpalis pollicis,
 Articulatio spheroidea (sendi peluru): Pada sendi ini, kepala sendi yang
berbentuk bola pada satu tulang cocok dengan lekuk sendi yang
berbentuk socket pada tulang yang lain. Susunan ini memungkinkan
pergerakan yang luas, termasuk fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
rotasi medial, rotasi lateral, dan sirkumduksi. Contoh yang baik untuk
sendi ini adalah articulatio humeri dan articulatio coxae.

5
Gambar 2. Jenis-jenis sendi sinovial

6
Stabilitas Sendi

Stabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga factor utama: (a) bentuk, ukuran, dan
susunan facies articularis; (b) ligamentum; (c) tonus otot di sekitar sendi.

Permukaan Sendi

Struktur “ball-and-socket” articulatio coxae dan “mortise” pada articulatio


talocruralis merupakan contoh yang baik bagaimana bentuk tulang berperan
penting pada stabilitas sendi. Akan tetapi terdapat pula sendi yang bentuk
sendinya kurang atau tidak berperan dalam stabilitas sendi seperti articulatio
acromioclavicularis, articulatio calcaneocuboidea, dan articulatio genus.

Ligamentum

Ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi yang berlebihan, tetapi apabila


regangan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ligamentum fibrosa akan
teregang. Contohnya ialah ligamentum pada sendi-sendi yang membentuk
lengkung kaki tidak dengan sendirinya menyokong beban berat badan. Apabila
tonus otot yang biasanya menyokong lengkung kaki terganggu akibat kelelahan,
ligamentum akan meregang dan lengkung kaki akan turun sehingga terjadi kaki
datar.

Sebaliknya, ligamentum elastika akan kembali ke panjang semula sesudah


meregang. Ligamentum elastika tulang-tulang pendengaran memegang peranan
aktif dalam menyokong sendi dan membantu mengembalikan tulang-tulang pada
posisi semula setelah melakukan pergerakan.

Tonus Otot

Pada kebanyakan sendi, tonus otot merupakan factor utama yang mengatur
stabilitas sendi, misalnya tonus otot-otot pendek di sekitar articulation humeri
mempertahankan caput humeri yang berbentuk setengah bulat pada cavitas

7
glenoidalis scapulae. Tanpa kerja otot-otot ini, hanya dibutuhkan sedikit tenaga
untuk menyebabkan terjadinya dislokasio sendi. Articulatio genus merupakan
sendi yang sangat tidak stabil tanpa aktivitas tonus musculus quadriceps femoris.
Sendi antara tulang-tulang kecil yang membentuk lengkung kaki sebagian besar
disokong oleh tonus otot-otot tungkai bawah, yang tendonya berinsersio pada
tulang-tulang kaki.

C. EPIDEMIOLOGI

Dari beberapa penelitian diperkirakan sekitar 42.1 kejadian dislokasi dari


100.000 orang dan penyebab tersering adalah akibat kecelakaan lalu-lintas
(57.4%) diikuti dengan terjatuh (27.5%). Dislokasi yang paling sering terjadi
adalah dislokasi sendi bahu dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
pada perempuan. Berdasarkan data penelitian National Electronic Injury
Surveillance System, dari 8,940 kejadian dislokasi sendi bahu, diketahui terjadi
23.9 kejadian tiap tahunnya dengan faktor risiko terjadinya dislokasi sendi bahu
yaitu usia muda dan jenis kelamin laki-laki.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Dislokasi dapat disebabkan oleh :


1. Trauma : jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
 Cedera pada olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olahraga yang berisiko jatuh, misalnya
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan
pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.
 Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga misalkan
akibat benturan karena terjatuh (dari ketinggian tertentu)
ataupun akibat kecelakaan ketika berkendara

8
2. Non traumatik akibat kelainan kongenital yaitu keadaan ligamen
pada seseorang yang jauh lebih kendur sehingga terjadi penurunan
stabilitas dari daerah persendian ataupun adanya penyakit tertentu
yang mengakibatkan perubahan struktur dari daerah persendian.
3. Patologis
Akibat destruksi tulang, misalnya tuberculosis tulang belakang.
Dimana patologis: terjadinya tear ligament dan kapsul articular
yang merupakan komponen vital penghubung tulang.

Faktor Resiko dari Dislokasi

1. Kemungkinan untuk terjatuh  ketika seseorang terjatuh maka terjadi


peningkatan akan faktor resiko dari dislokasi, jika seseorang
menggunakan tangannya untuk menahan tubuh ketika terjatuh atau
bagian dari tubuh seseorang mengalami benturan keras saat terjatuh
seperti panggul dan bahu.

2. Keturunan  beberapa orang dapat terlahir dengan ligamen yang jauh


lebih longgar sehingga lebih meningkatkan faktor resiko dari dislokasi
ketika terluka.

3. Berolahraga  Dislokasi sering terjadi ketika seseorang melakukan


olahraga dimana banyak terjadi kontak antar pemain atau high impact
sports seperti sepak bola, basket, hoki, dan gulat (wrestling).

4. Kecelakaan ketika berkendara  Hal ini yang paling sering


menyebabkan dari dislokasi panggul atau hip dislocation

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Adanya mati rasa atau tebal dan kesemutan pada daerah persendian
2. Adanya rasa nyeri terutama bila sendi tersebut digunakan atau diberikan
beban
3. Pergerakan dari sendi yang menjadi sangat terbatas

9
4. Terdapat bengkak dan kebiruan atau memar pada daerah persendian.
5. Sendi terlihat tidak pada posisi sebenarnya, adanya perubahan warna
maupun bentuk (adanya deformitas yaitu hilangnya tonjolan tulang
yang normal)

F. PATOFISIOLOGI

Cedera akibat olahraga dapat disebabkan karena beberapa hal seperti tidak
melakukan pemanasan yang benar sebelum melakukan olahraga sehingga dapat
memicu terjadinya dislokasi, yaitu cedera olahraga yang dapat menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga struktur sendi
dan ligamen menjadi rusak. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan
tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul atau menyebabkan tepi
glenoid menjadi teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi yang normal.
Keadaan tersebut disebut sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang hati-hati dalam
melakukan suatu tindakan atau saat sedang berkendara dimana tidak
menggunakan helm atau sabuk pengaman dapat memungkinkan terjadinya
dislokasi. Trauma kecelakaan mengkompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya yaitu
terjadinya penekanan pada jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga
merobek kapsul sehingga tulang dapat berpindah dari posisi normal dan
menyebabkan dislokasi.

G. KLASIFIKASI DISLOKASI
 Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:
1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan seseorang,
paling sering terlihat pada daerah panggul (hip).

10
2. Dislokasi spontan atau patologik
Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang
memerlukan pertolongan segera. Hal ini membuat sistem
vaskularisasi terganggu, susunan saraf rusak dan serta kematian
dari jaringan. Trauma yang kuat membuat tulang keluar dari posisi
anatomisnya dan mengganggu jaringan lain seperti merusak
struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Seringkali
terjadi pada orang dewasa. Bila tidak ditangani dengan segera
dapat terjadi nekrosis avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia
dan hilangnya pasokan darah) dan paralisis saraf.

 Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :


1. Dislokasi Akut
Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan
panggul. Dislokasi ini dapat juga disertai nyeri akut serta
pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti oleh frekuensi
berulang, maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma yang
minimal, hal disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
sendi bahu (shoulder joint) dan sendi pergelangan kaki atas (patello
femoral joint). Dislokasi berulang biasanya sering dikaitkan
dengan fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang
yang patah akibat dari kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot
dan tarikan.

11
 Dislokasi berdasarkan daerah anatomis

1. Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)


Dislokasi yang sering terjadi pada atlet adalah dislokasi sendi bahu
dan sendi panggul. Sendi dapat menjadi macet karena tergeser dari
posisi anatomisnya, selain itu juga akan terasa nyeri. Ligamen-ligamen
pada sendi yang pernah mengalami dislokasi biasanya menjadi kendor,
sehingga sendi tersebut memiliki kemungkinan untuk mengalami
dislokasi kembali.

Anatomi sendi bahu


Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and
socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi.
Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang
dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan
menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan seringkali menimbulkan
gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia
dibentuk oleh tulang-tulang yaitu skapula (shoulder blade), klavikula
(collar bone), humerus (upper arm bone) dan sternum. Darah
persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular,
sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, dan sendi
scapulothoracal.

12
Gambar 3. Anatomi Sendi Bahu
Dislokasi biasanya disebabkan karena terjatuh yang bertumpu pada
tangan dan bahu, humerus. Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul
sering terlepas dari lingkar anterior glenoid.

Klasifikasi Dislokasi Bahu

Gambar 4. Klasifikasi Sendi Bahu

13
 Dislokasi Anterior

Dislokasi preglenoid, subcoracoid, subclaviculer. Paling sering


ditemukan jatuh dalam keadaan out stretched atau jatuh yang
menyebabkan rotasi eksternal bahu atau cedera akut karena lengan
dipaksa beraduksi, dan ekstensi. Trauma pada scapula memiliki
gambaran klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu,
kontur sendi bahu rata, kaput humerus bergeser ke depan yang
ditemukan pada pemeriksaan radiologis.

Manifestasi
Penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian
siku dengan menggunakan tangan sebelahnya. Lengan dalam posisi
abduksi ringan selain itu kontur terlihat ‘squared off’ dan penderita
mengeluh sangat nyeri.

Pada dislokasi sendi bahu anterior dapat dilakukan beberapa traksi


untuk mereposisi sendi yang telah mengalami dislokasi, antara lain:

1. Teknik Cooper-Milch
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi
supine dengan siku fleksi 90.
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan
pada posisi abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana
seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi
medial dan inferior dari humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X-ray post reduksi.

14
Gambar 5. Teknik Cooper-Milch

2. Teknik Stimson’s
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan
pada ED yang sangat sibuk.
a. Berikan analgesic IV dimana penderita berbaring pada posisi
pronasi dengan lengan tergantug di sebelah trolley dengan beban
seberat 2,5-5 g tertarik pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan rotasi relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.

Gambar 6. Teknik Stimson’s

3. Teknik Hipocrates
a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.

15
b. Lengan pasien ditarik kea rah distal punggung dengan sedikit
abduksi, sementara kaki penolog berada diketiak pasien untuk
mengungkit kaput humerus ke arah lateral dan posterior.
c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi
dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.
d. Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.

Gambar 7. Teknik Hipocrates

4. Teknik Kocher
Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang
dapat dibagi menjadi 4 tahap :
a. Tahap 1 : dalam posisi siku fleksi, penolong menarik lengan atas
ke arah distal.
b. Tahap 2 : dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu.
c. Tahap 3 : melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu.
d. Tahap 4 : melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.
Setelah tereposisi, sendi bahu difiksasi dengan dada dengan
menggunakan verban dan lengan bawah digantung dengan sling
(mitella) selama 3 minggu.

16
5. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas
gagal.
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine
dan tempatkan rolled sheet di bawah aksila dari bahu yang
terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45 dan aplikasikan sustained in line
traction sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang
berlawanan menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X-ray post
reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
6. Teknik Spaso
Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas, tetapi dianggap bahwa
metode ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan
angka keberhasilan yang tinggi.
a. Dibawah conscious sedation, letakkkan lengan yang sakit di
dinding dada.
b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secara
simultan. Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi
ke depan 90, akan terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus
telah kembali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.

 Dislokasi Posterior
Biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi
interna, serta terjulur atau karena hantaman pada bagian depan
bahu, selain itu dapat juga terkait dengan adanya kontraksi otot saat
kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.

17
Manifestasi
Lengan dalam posisi rotasi internal dan adduksi. Penderita
merasakan nyeri dan dapat terjadi penurunan pergerakan dari sendi
bahu.

 Dislokasi Inferior
Pada luksasio erecta, posisi lengan atas dalam posisi abduksi,
kepala humerus terletak di bawah glenoid, terjepit pada kapsul
yang robek. Karena kerobekan kapsul sendi lebih kecil disbanding
kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik keluar,
hal ini disebut ‘efek lubang kancing (Button hole effect)’.
Pengobatan dapat dilakukan dengan melakukan reposisi tertutup
seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka
dengan operasi.

Manifestasi Klinis
Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’. Selain itu,
hilangnya kontur bulat dari bahu.

2. Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)


Cedera biasanya digolongkan berdasarkan arah pergeserannya,
tetapi pada 90% dislokasi siku, kompleks radioulna bergeser ke
posterior atau ke posterolateral, sering bersama-sama dengan fraktur
pada prosessus tulang.
Penyebab dislokasi posterior biasanya terjatuh pada posisi tangan
yang terentang dengan posisi siku dalam ekstensi. Begitu teerjadi
dislokasi posterior, pergeseran lateral juga dapat terjadi. Banyak terjadi
kerusakan jaringan lunak: kapsul anterior dan otot brakhialis robek,
ligamen kolateral terentang atau mengalami ruptur, dan saraf serta
pembuluh sekelilingnya mungkin dapat mengalami kerusakan.

18
Pasien menyangga lengan bawahnya dengan siku yang sedikit
berfleksi. Kalau pembengkakan tidak hebat, deformitas jelas terlihat.
Terdapat nyeri spontan, nyeri sumbu dan gerak abnormal sangat
terbatas pada posisi kurang lebih 30. Pada pemeriksaan dorsal siku,
didapat perubahan pada segitiga sama kaki yang dibentuk oleh
olecranon, epikondilus lateral, dan epikondilus medial. Segitiga yang
noral sama kaki berubah menjadi segitiga yang tidak sama kaki.
Olecranon dapat teraba di bagian belakang.

Anatomi
Elbow atau siku dibentuk oleh tiga tulang yaitu distal humeri,
proksimal ulnar dan proksimal radius.
 Os Humerus
Os humerus merupakan tulang terpanjang pada anggota gerak
atas. Ujung atas os humerus terdiri dari sebuah caput humeri
yang membuat persendian dengan rongga glenoidalis scapula dan
merupakan bagian dari persendian bahu. Di bagian bawah kaput
terdapat bagian yang ramping di sebut collum anatomicum dan di
sebelah luar terdapat tuberositas mayor serta bagian dalam
terdapat tuberositas minor. Di antara kedua tuberositas terdapat
celah, yaitu sulcus intertubercularis.
Pada batang os humerus terdapat tuberositas deltoid, yaitu tempat
melekatnya insersio otot deltoideus. Di sebelah dorsal dari
tuberositas deltoid terdapat sulcus yang membelit disebut sulcus
nerve radialis.
Pada ujung bawah os humerus terdapat permukaan sendi yang
berhubungan dengan tulang lengan bawah. Trochlear yang
terletak di sebelah sisi dalam tempat persendian os ulna dan sisi
luar terdapat caspitulum yang bersendian dengan os radius. Pada
kedua sisi persendian ujung bawah os humerus terdaapat dua
epicondylus, yaitu epindocylus lateral dan medial

19
 Os Radius
Tulang radius terletak di sisi lateral pada lengan bawah dan
merupakan tulang yang lebih pendek dibandingkan dengan os
ulna. Os radius mempunyai batang dan dua ujung atas, yaitu
kaput yang berbentuk kancing. Di bagian bawah terdapat
tuberositas radii.
 Os Ulna
Tulang ulna terletak di sisi medial pada lengan bawah yang
terdiri atas sebuah batang dan dua ujung. Ujung os ulna masuk
dalam persendian siku yang disebut prosessus olecranon.
Prosessus ini menonjol ke atas di sebelah posterior dan masuk ke
dalam fossa olecrani os humerus. Prosessus koronoideus os ulna
menonjol di depannya dan tempat masuk di dalam fossa coronoid
os humerus, bila siku dibengkokkan.
Batang os ulna semakin ke bawah semakin mengecil dan
memberi kaitan pada otot yang mengendalikan gerak sendi
pergelangan tangan dan jari-jari. Ujung bawah os ulna terdiri dari
caput ulna yang bersendian dengan os radius dan prosessus
styloideus yang menonjol ke bawah.

Untuk menghubungkan tulang humerus dengan tulang ulna dan


radius, maka diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang terletak
pada sendi siku.

Ligamen-ligamen itu terdiri dari


 Ligamen collateral ulnare yaitu ligamen yang berasal dari
epicondylus medial humerus dan memperkuat sendi humeroulnaris
di sisi medial.
 Ligamen collateral radial yaitu ligamen yang terbentang dari
epicondylus lateral humeri ke ligamen anular radii menuju os ulna
dan memperkuat sendi humeroradial di sisi lateral.

20
 Ligamen anular radii yaitu ligamen yang bersama dengan ligamen
collateral radial menahan capitulum humeri pada tempatnya.

Gambar 8. Anatomi Sendi Siku

21
Elbow joint terdiri atas 3 sendi, yaitu : humeroulnar joint,
humeroradial joint, dan proximal radioulnar joint. Ketiga sendi
tersebut dibungkus oleh kapsul sendi yang sama. Tulang yang
membentuk elbow dan forearm adalah os humerus bagian distal, os
radius dan os ulna. Elbow joint diperkuat oleh ligamen collateral
radial/lateral dan ligamen collateral ulnar/medial serta ligamen
annulare.

 Artikulasio Humeroradialis
Persendian ini dibentuk oleh capitulum humeri dan fovea
capitulum radii. Gerakan yang terjadi adalah fleksi dan ekstesi
sendi siku, terjadi pada bidang gerak sagittal dengan axisnya
frontal, serta mempunyai lingkup gerak sendi 0-145.
 Artikulasio Humeroulnaris
Humeroulnar joint merupakan sendi berbentuk hinge (engsel)
dengan trochlea humeri yang ovular bersendi dengan fossa
trochlearis ulna. Permukaan trochlea humeri menghadap ke arah
anterior dan bawah membentuk sudut dari shaft humeri. Fossa
trochlearis ulna menghadap ke atas dan anterior membentuk sudut
45 dari ulna. Pada umumnya, bagian posterior sulcus trochlearis
tampak berjalan vertikal tetapi pada bagian posterior tampak
berjalan oblique sehingga pada saat ekstensi penuh akan terbentuk
kea rah distal lateral carrying angle pada lengan (Normal = 15).
Gerak utama pada sendi ini adalah fleksi-ekstensi (fossa yang
konkaf slide dalam arah yang sama dengan gerak ulna). Sendi ini
paling stabil pada close pack position ekstensi elbow. Untuk
mencapai ROM penuh, maka gerak fleksi selalu disertai varus
angulasi (lateral slide) dan gerak ekstensi selalu disertai valgus
angulasi (medial slide).
Gerak arthrokinematika pada humeroulnar joint adalah gerak slide
mengikuti gerak angular tulang. Gerakan yang terjadi adalah fleksi

22
dan ekstensi sendi siku. Terjadi pada bidang gerak sagittal dengan
aksisnya frontal, serta mempunyai lingkup gerak sendi 0-145.
 Artikulasio Radioulnaris
Persendian ini dibentuk oleh kepala dari radius dengan ulna. Sendi
ini bergerak secara simultan dengan proksimal radioulnar joint.
Saat gerak pronasi-supinasi, fossa ulnaris radii yang konkaf
bergerak slide dalam arah yang sama dengan gerak tulang.

3. Dislokasi pergelangan tangan (wrist joint)


Cedera pergelangan tangan banyak terjadi di antara para atlet
olahraga. Evaluasi awal pada cedera pergelangan tangan untuk
menentukan pengobatan seawal mungkin seringkali dilakukan oleh
dokter dan praktisi medis. Dislokasi pergelangan tangan perlu disadari
lebih awal dan segera dirujuk untuk mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut, seperti sakit yang berkepanjangan dan perlunya suatu
tindakan operasi untuk pengobatannya.

Anatomi pergelangan tangan


Pergelangan tangan disusun oleh beberapa bagian yang terdiri dari
tulang radius dan tulang ulna bagian distal, 8 tulang karpal, dan tulang-
tulang metakarpal bagian proksimal. Tulang karpal bagian distal terdiri
dari beberapa tulang berikut : hamate, capitate, trapezoid, dan
trapezium, sedangkan bagian proksimal terdiri dari tulang berikut:
scaphoid, lunate, triquetrum, dan pisiform.
Tulang-tulang karpal kemudian saling diikat satu dengan yang
lainnya oleh satu set kompleks ligamen, termasuk ligamen
interosseous, ligamen volar, ligamen dorsal, dan sebuah komplek
fibrikartilago yang berbentuk segitiga mempunyai nama lain TFC.
Ligamen dorsal lebih lemah dibandingkan ligamen volar, sehingga
dislokasi lebih sering terjadi pada bagian tersebut.

23
Gambar 9. Anatomi Pergelangan Tangan

Tulang-tulang karpal berfungsi sebagai penghubung antara tangan


dan tubuh bagian atas. Suatu stress yang berulang terus menerus pada
ligamen karpal membuat lebih rentan cedera, hal ini sering terjadi pada
atlet. Olahraga seperti orang yang sering bermain skateboard dan juga
pemain sepak bola, umumnya mengalami cedera tersebut. Contoh lain
adalah atlet yang mempunyai risiko jatuh dari ketinggian, seperti
pesenam.
Meskipun cedera lebih sering terjadi pada benturan yang sangat
keras, ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa benturan yang
ringan pun dapat menyebabkan cedera pada beberapa orang.
Mekanisme cedera pada kasus ini biasanya terjadi pada seseorang yang
jatuh dari ketinggian dan pergelangan tangan dalam posisi
hiperekstensi. Benturan yang keras adalah yang paling sering menjadi
penyebab umum pada cedera jenis ini. Bagian distal tulang karpal
umumnya berdislokasi dari bagian dorsal ke baris proksimal. Dislokasi

24
ini terjadi sebagai akibat dari patah tulang skafoid atau dislokasi dari
sendi scapholunate, dan jika tekanannya lebih parah, dislokasi tulang
perilunate dapat terjadi. Trans-skafoid perilunate fraktur-dislokasi
lebih sering terjadi daripada dislokasi tulang perilunate. Mayfield dan
kawan-kawan telah mengklasifikasikan dislokasi pergelangan tangan
menjadi beberapa tingkatan, antara lain sebagai berikut (lihat gambar
dibawah ini):
 Stage I – dislokasi scapholunate akibat sobekan pada ligament
interoseus scapholunate dan ligament radiolunate.
 Stage II – subluksasi sendi Lunate-capitate yang diakibatkan
dari cederanya sendi capitolunate.
 Stage III – dislokasi sendi Lunate-capitate yang akibat
terdapatnya cedera pada ligamen interoseus triquetrolunate.
 Stage IV – dislokasi tulang lunate yang akibat terdapatnya
cedera pada ligamen radioulnate bagian dorsal.

4. Dislokasi sendi panggul (hip joint)


Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari
daerah acetabulum (socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi
apabila daerah tersebut mengalami benturan keras seperti pada
kecelakaan mobil ataupun jatuh dari ketinggian tertentu. Pada
kecelakaan mobil, dimana akibat terbenturnya lutut membentur
dashboard sehingga terjadi deselerasi yang cepat dan tekanan
dihantarkan dari femur ke panggul. Kadang dislokasi pada sendi
panggul ini juga dapat disertai adanya fraktur. Dislokasi pada sendi
panggul merupakan jenis dislokasi yang amat serius dan membutuhkan
penanganan yang cepat. Diagnosis dan terapi yang tepat untuk
menghindari akibat jangka panjang dari hal ini yaitu nekrosis avaskuler
dan osteoarthritis.

25
Gambar 10. Dislokasi Sendi Panggul

Anatomi Panggul
Sendi panggul atau articulation coxae adalah persendian antara
caput femoris yang berbentuk hemisphere dan acetabulum os coxae
yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball and socket”. Permukaan
sendi acetabulum berbentuk tapal kuda dan di bagian bawah
membentuk takik disebut incisura acetabula. Rongga acetabulum
diperdalam dengan adanya fibrokartilago dibagian pinggirnya yang
disebut sebagai labrum acetabuli. Persendian ini dibungkus oleh
capsula dan melekat di medial pada labrum acetabuli.
Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral
yang melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea
intertrochanterica di sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi
yang berlebihan sewaktu berdiri. Di bawah sipai tadi diperkuat oleh
ligamentum pubofemoral yang berbentuk segitiga. Dasar ligamentum
melekat pada ramus superior ossis pubis dan apex melekat dibawah
pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini
membatasi membatasi gerakan ekstensi dan abduksi. Di belakang
simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang berbentuk
spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabula.

26
Ligamentum ini mencegah terjadinya hiperekstensi dengan cara
memutar caput femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu
diadakan ekstensi pada articulation coxae. Ligamentum teres femoris
berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini melekat melalui
puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui
dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabula.
Ligamentum ini terletak pada sendi dan dibungkus membrane
synovial.
Sistem vaskularisasi pada sendi panggul berasal dari cabang arteria
circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexa femoris medialis
dan arteri untuk kaput femoris, cabang arteria obturatoria. Sendi
panggul juga dipersarafi oleh nervus femoralis yang memberi
percabangan ke muskulus rectus femoris, nervus obturatorius atau pada
bagian anterior sementara nervus ischiadicus mempersarafi pada
daerah muskulus quadratus femoris dan sendi panggul juga dipersarafi
oleh nervus gluteus superior.

Gambar 11. Anatomi Panggul

27
Dislokasi sendi panggul terbagi menjadi dua yaitu dislokasi
anterior dan dislokasi posterior tergantung berat atau tidaknya trauma
tersebut.

1. Dislokasi Posterior  90% dislokasi ini terjadi pada daerah panggul,


dimana tulang femur terdorong keluar dari socket atau acetabulum
arah ke belakang (backward direction). Dislokasi posterior ditandai
dengan pergelangan kaki atas (tulang femur) yang berotasi interna
dan adduksi, panggul dalam posisi fleksi namun pada bagian lutut
serta pergelangan kaki bawah justru pada posisi yang berkebalikan.
Biasanya disertai juga dengan penekanan dari nervus ischiadicus.
2. Dislokasi Anterior (Obturator Type)  Dislokasi ini sering
disebabkan tekanan hiperekstensi melawan tungkai yang abduksi
sehingga caput femur terangkat dan keluar dari acetabulum, caput
femur terlihat di depan acetabulum socketnya dengan arah maju ke
depan (forward direction) sehingga daerah panggul mengalami
abduksi dan rotasi eksterna menjauhi dari bagian tengah tubuh.
3. Dislokasi Sentral  terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding
medial acetabulum pada rongga panggul, namun kapsul tetap utuh.
Terdapat pembengkakan di daerah tungkai proksimal tetapi posisi
tetap normal, nyeri tekan pada daerah trochanter, dan gerakan sendi
panggul menjadi terbatas.

Klasifikasi Dislokasi Sendi Panggul Anterior menurut Epstein yaitu :


Tipe 1 : Dislokasi superior termasuk pubis dan subspinosa
1A Tidak terdapat fraktur
1B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur
1C Terdapat fraktur dari acetabulum
Tipe 2 : Dislokasi inferior termasuk obturator dan perineal
2A Tidak terdapat fraktur
2B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur
2C Terdapat fraktur acetabulum

28
Congenital Hip Joint Dislocation
Dislokasi panggul kongenital merupakan suatu fase ketidakstabilan
sendi panggul pada bayi baru lahir. Dalam keadaan normal, panggul
bayi baru lahir dalam keadaan stabil dan sedikit fleksi. Insidensi
ketidakstabilan adalah 5-20 per 1000 kelahiran hidup, namun biasanya
panggul menjadi stabil secara spontan dan dengan pemeriksaan ulang 3
minggu setelah kelahiran insidensi berkurang menjadi 1-3 per 1000
kelahiran hidup. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya faktor genetik, faktor hormonal yaitu tingginya kadar
estrogen, progesterone, dan reaksi lain pada ibu dalam beberapa
minggu terakhir kehamilan dapat memperlonggar ligamentum pada
bayi, malposisi intrauterine (terutama posisi bokong dengan kaki yang
ekstensi) dapat mempermudah terjadinya dislokasi hal ini berhubungan
dengan lebih tingginya insidensi pada bayi yang merupakan anak
sulung dimana versi spontan kemungkinan untuk terjadinya lebih kecil,
serta faktor pasca kelahiran. Dislokasi sendi panggu secara kongenital
memiliki gambaran klinis yaitu asimetri pada lipatan-lipatan kulit
paha. Pemeriksaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul bawaan
pada bayi baru lahir adalah uji Ortolani, uji Barlow, dan terdapatnya
tanda Galleazi.

Gambar 12. Foto Rontgen Dislokasi Sendi Panggul

29
5. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)
Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya ligamen
yang berfungsi untuk menstabilkan dari sendi lutut tersebut. Ligamen
yang paling sering mengalami cedera dalam hal ini yaitu ligamentum
krusiatum, dimana hal ini dapat terjadi ketika bagian lateral dari lutut
mengalami suatu tekanan atau benturan keras. Padahal ligamen ini
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhannya.
Dislokasi sendi lutut atau patella ini dapat menyebabkan cederanya
otot quadriceps, yang akan memperparah dalam hal ini terutama bila
terjadi efusi pada bagian lutut atau dalam keadaan terlalu cepat
melakukan pemanasan, dan terlalu cepat untuk kembali melakukan
suatu aktivitas (olahraga). Dislokasi pada sendi lutut jarang terjadi. Hal
ini terjadi akibat trauma yang cukup besar seperti terjatuh, tabrakan
mobil, dan cedera yang terjadi secara cepat. Bila sendi lutut mengalami
dislokasi, maka akan terlihat terjadinya deformitas. Bentuk dari kaki
akan terlihat bengkok atau mengalami angulasi. Kadang dislokasi pada
sendi lutut ini akan mengalami relokasi secara sendiri. Lutut dalam hal
ini akan menjadi sangat bengkak dan sakit.

Gambar 13. Dislokasi Sendi Lutut

30
Anatomi
Sendi lutut dibentu oleh epifisis distalis tulang femur, epifisis
proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa
sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang
femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia
dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang
tibia dengan tulang fibula proksimal disebut articulatio tibio fibular
proksimal.
Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa
tulang, ligamen beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu
kesatuan yang disebut dengan sendi lutut atau knee joint.

Gambar 14. Anatomi Sendi Lutut

Anatomi sendi lutut terdiri dari:


1. Tulang pembentuk sendi lutut antara lain:
a. Tulang femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan

31
acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris.
Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang
disebut trochanter mayor dan trochanter minor, di bagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut condyles medialis dan condyles lateralis, di antara kedua
condyles ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung
lutut (patella) yang disebut dengan fossa condyles.
b. Tulang tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat
pada os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan
tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebutnos malleolus
medialis.
c. Tulang fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian
ujungnya. Terdapat penonjolan yang disebut os maleollus lateralis
atau mata kaki luar.
d. Tulang patella
Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan
yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi fleksi lutut 90, kedudukan
patella di antara kedua condyles femur dan saat ekstensi maka
patella terletak pada permukaan anterior femur.

32
2. Ligamentum pembentuk sendi lutut

Gambar 15. Susunan Ligamen Sendi Lutut


Susunan ligamen sendi lutut, yaitu:
a. Ligamentum krusiatum anterior
b. Meniscus lateralis
c. Ligamen collateral fibula
d. Ligamen capitis fibula posterior
e. Caput fibula
f. Femur, condyles medial
g. Ligamen meniscofemorale posterior
h. Ligamen collateral tibia
i. Ligamen popliteum obliqum
j. Ligamen cruciatum posterior

6. Dislokasi sendi pergelangan kaki (ankle joint)


Dislokasi pergelangan kaki (ankle) adalah suatu kondisi dimana
rusaknya dan robeknya jaringan konektif di sekitar pergelangan kaki
disertai dengan berubahnya posisi tulang dalam suatu daerah

33
persendian. Pergelangan kaki terdiri dari dua tulang yaitu tulang fibula
dan tibia yang berdampingan. Kedua tulang ini turut membangun
persendian pada pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki terdiri atas
kapsul sendi dan beberapa ligamen yang membantu kestabilan dari
persendian. Dalam pergerakannya, stretching atau pemanasan yang
berlebihan dapat merusak dari jaringan konektif yang ada, sehingga
tulang pada persendian ini dapat keluar dari posisi normalnya atau
mengalami dislokasi.

Gambar 16. Dislokasi Pergelangan Kaki

Dislokasi pergelangan kaki biasanya terjadi akibat trauma atau terjadi


dorongan yang keras terhadap tulang pergelangan sehingga terpisah. Hal
ini dapat terjadi akibat benturan langsung, kecelakaan motor atau pun
cedera berat pada pergelangan tersebut (severe sprain). Mekanisme dari
dislokasi ini terjadi sebagai kombinasi dari posisi plantar flexi pada bagian
pergelangan kaki namun kaki juga mengalami baik inversi maupun eversi
agar dapat menahan beban.
Seseorang dengan dislokasi pada pergelangan kakinya biasanya akan
merasakan nyeri yang sangat hebat ketika mengalami cedera. Nyeri
tersebut bahkan dapat membuat pasien tidak dapat melakukan aktivitas
serta menahan beban sama sekali. Nyeri biasanya dirasakan pada bagian

34
pergelangan kaki namun dapat terjadi penjalaran nyeri pada bagian kaki
sekitarnya. Nyeri sendiri dapat dirasakan ketika bagian pergelangan kaki
tersebut disentuh. Selain nyeri didapatkan juga bengkak dalam hal ini.
Pergerakan dari sendi lutut ini juga akan semakin terbatas akibat
membengkaknya daerah sendi dalam hal ini. Mati rasa atau kebas dan
kesemutan juga dapat dirasakan pada bagian

Anatomi
Sendi ini merupakan modifikasi hinge joint. Sendi ini dibentuk
oleh ujung distal tibia, fibula dan talus (trochlea tali). Ujung distal tibia
dan fibula membentuk bangunan seperti garpu yang diperkuat oleh
ligamentum tibiofibularis anterior dan posterior. Tulang talus terletak
persis ditengah garpu tersebut. Maleollus lateralis lebih panjang
dibandingkan dengan maleollus medialis.
Pada bagian medial sendi ini diperkuat oleh ligamentum deltoid
atau ligamentum collaterale mediale, yang terdiri dari empat buah
ligamentum, yaitu :
 Ligamentum tibionaviculare
 Ligamentum tibiotalare posterior
 Ligamentum tibiotalare anterior
 Ligamentum tibiocalcaneare
Pada lateral sendi ini diperkuat oleh ligamentum “T” yang terdiri dari :
 Ligamentum talofibulare anterior
 Ligamentum talofibulare posterior
 Ligamentum calcaneofibulare
Gerakan yang terjadi pada sendi ini yaitu dorsal fleksi dan plantar
fleksi. Dalam keadaan normal, plantar fleksi ini bias dilakukan sampai
punggung kaki segaris dengan permukaan depan tungkai bawah.
Dengan demikian, ROM plantar fleksi normal adalah 90. Dari jumlah
tersebut sendi pergelangan kaki ini hanya memberi andil sejumlah 45.

35
Dorsal fleksi mempunyai ROM +20 dari posisi netral. Posisi netral
kaki adalah apabila posisi kaki membentuk sudut 90 dengan tungkai
bawah.
Gerakan plantar fleksi dihambat oleh ligamentum-ligamentum
yang berjalan dari maleollus bagian depan ke punggung kaki yaitu
ligamentum talofibulare anterior, tibiotalare anterior dan ligamentum
tibionaviculare.
Gerakan dorsal fleksi terutama dihambat oleh tendon Achilles.
Selain itu, karena trochlea tali bagian anterior lebih lebar daripada
bagian posterior sehingga pada saat gerakan dorsal fleksi, trochlea tali
bagian anterior ini terjepit rapat di antara kedua maleollus sehingga
tidak memungkinkan untuk bergerak ke dorsal fleksi lebih lanjut.

H. PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai adanya riwayat trauma,
bagaimana mekanisme terjadinya trauma, apakah terasa ada sendi yang
keluar, bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi
rekuren atau habitual.

2. Pemeriksaan Fisik
Look
a) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang
mengalami dislokasi
b) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang
mengalami dislokasi
c) Tampak adanya perubahan warna pada daerah yang mengalami
dislokasi sendi

Feel
Didapatkan nyeri tekan pada daerah sendi yang cedera.

36
Move
Akan terlihat keterbatasan pada pergerakan sendi baik pada pergerakan
sendi secara aktif maupun pasif serta ketidakstabilan pada pergerakan
pasien serta dinilainya kekuatan otot pada daerah persendian.

Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis pada daerah


persendian yang mengalami cedera untuk mengetahui apakah terdapat
cedera persarafan pada daerah tersebut yang dapat menjadi komplikasi
dini dari dislokasi.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) X-Ray : dilakukan pemeriksaan berupa foto rontgen pada daerah
persendian yang mengalami cedera, hal ini juga dilakukan guna
memastikan apakah terdapat fraktur pada tulang di daerah
persendian. Bisa juga dilakukan pemeriksaan radiologi melalui CT-
Scan ataupun MRI.

37
Gambar 17. Foto Rontgen Dislokasi

b) Arteriogram : hal ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat


cedera pada pembuluh darah di daerah persendian yang mengalami
dislokasi.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan dislokasi
diantaranya
1) Cedera pada saraf yang dapat menyebabkan kelemahan pada
daerah otot yang dipersarafi.
2) Cedera pada pembuluh darah di tulang, bahkan dapat menyebabkan
avaskuler nekrosis (osteonekrosis).
3) Fraktur dislokasi, yang akan semakin memperburuk keadaan dari
pasien

J. PENATALAKSANAAN
1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi
adalah melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian
yang bersangkutan pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini
dapat dilakukan di tempat kejadian tanpa anastesi. Namun tindakan
reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan, maka diperlukan
reposisi dengan anastesi lokal dan obat – obat penahan rasa sakit.
Reposisi tidak dapat dilakukan jika penderita mengalami rasa nyeri
yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap
penderita bahkan dapat menyebabkan syok neurogenik, ataupun
menimbulkan fraktur. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi
panggul memerlukan anestesi umum terlebih dahulu sebelum
direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau
traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari

38
beberapa minggu setelah reduksi gerakan aktif lembut tiga sampai
empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran sendi, sendi tetap
disangga saat latihan.
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen
bahkan fraktur pada tulang yang dapat semakin memperparah hal
tersebut, maka untuk mencegah hal tersebut setelah dilakukan
pemeriksaan dan penanangan awal maka perlu dilakukan rujukan
segera kepada spesialis ortopedi sehingga dapat diperiksa dan
ditangani lebih lanjut (dapat dilakukannya operasi atau tindakan
pembedahan).

Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :


1. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah
sekitar persendian
2. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup
3. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi
berulang, osteonekrosis, serta arthritis pasca trauma

K. PROGNOSIS
Prognosis dislokasi sendi pada umumnya baik apabila tidak terdapat
komplikasi lebih lanjut, dimana hal tersebut didukung dengan
dilakukannya fisioterapi yang rutin pada daerah persendian tersebut
sehingga fungsi dari sendi dapat kembali normal dalam beberapa bulan.

39
BAB III
KESIMPULAN

Dislokasi harus ditangani dengan segera karena penundaan tindakan dapat


menimbulkan nekrosis avaskular tulang persendian serta kekakuan sendi. Dengan
penanganan yang segera dan tepat, prognosis dislokasi sendi pada umumnya baik
apabila tidak terdapat komplikasi lebih lanjut, dimana hal tersebut didukung
dengan dilakukannya fisioterapi yang rutin pada daerah persendian tersebut
sehingga fungsi dari sendi dapat kembali normal dalam beberapa bulan.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed 25. Jakarta : EGC, 1998.


2. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Ed 3.
Jakarta : EGC, 2010.
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6. Jakarta :
EGC, 2006.
4. Yang NP, Chen HC, Phan DV, Yu IL, Lee YH, Chan CL, et al.
Epidemiological survey of orthopedic joint dislocations based on
nationwide insurance data in Taiwan, 2000-2005. BMC Muskuloskeletal
Disorders 2011, 12:253.

41
5. Gammon Matthew. Hip Dislocation. Medscape. 2014. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/86930-overview. Updated March
27th, 2014.
6. William C, Shiel Jr. Knee Dislocation. Emedicine Health. 2014. Available
from : http://www.emedicinehealth.com/knee_dislocation/article_em.htm.
7. Keany JE. Ankle Dislocation in Emergency Medicine. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/823087-overview. Updated
October 29th, 2012.
8. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. 3rd ed. USA : Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p 619-23.
9. Chairuddin, R. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, ed 3. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone, 2007.
10. Kwon Y, Zuckerman J. Chapter 34: Subluxations and Dislocations About
The Glenohumeral Joint. Available at :
http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/RockwoodGreensFracturesinAd
ults/sid930742.html. Acessed on: October 5th 2014.
11. Nordin M, Frankel H. basic Biomechanic of the Musculoskeletal System.
Lea and Febriger. London: 225-34.
12. Anonym. Glenohumeral Dislocation. Available at:
http://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=
120&seg_id=2486. Accessed on: September 29th 2014.
13. Leonard B, Goldstein. Dislocated Shoulder: Approaches to Lessen the
Pain of Reduction Techniques. Available at:
http://www.practicalpainmanagement.com/pain/other/dislocated-shoulder-
approaches-lessen-pain-reduction-techniques. Acessed on: September 20th
2014.
14. Cluett J. Lunate Dislocation. Available at:
http://orthopedics.about.com/od/wristconditions/qt/lunate.htm. Accessed
on: September 29th 2014.

42
15. Mochart M. Wrist Fractures and Dislocation. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1285825-overview. Accessed on:
September 25th 2014.
16. Halimi K. Wrist Dislocation in Sport Medicine. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/98552-overview. Accessed on:
October 3rd 2014.
17. Haelstad M. Elbow Dislocation. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/96758-overview. Accessed on:
September 27th 2014.
18. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Elbow Dislocation.
Available at: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00029. Accessed
on: October 2nd 2014.

43

Anda mungkin juga menyukai