Anda di halaman 1dari 1

Judul : Penolakan Terhadap Eyang Masnawi

Karya :

Cerpen ini berjudul “Lelucon Eyang Masnawi” karya Mufti Wibowo yang merupakan
guru Bahasa Indonesia dan Kepala Perpustakaan di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto. Ia lahir
di Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 7 Juli 1990.

Ia telah mengikuti beberapa perlombaan menulis cerpen salah satunya adalah sayembara
Penulisan Cerpen bagi Guru 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2018 di Balai
Bahasa Jawa Tengah. Karya yang diperlombakannya berjudul “Monolog Sang Mantan” yang
berada di urutan ke-10. Selain cerpen, ia juga membuat puisi dengan judul “Kejadian Pisang”
yang dipersembahkan kepada temam seperjuangannya yang bernama Nur Arofah dan telah
meninggal dunia pada awal tahun 2013.

Cerpen ini mengangkat kisah kehidupan seorang kakek yang bernama Masnawi, ia hanya
tinggal bersama istrinya karena tidak memiliki seorang anak di salah satu kampung di kaki bukit
Patrawisa. Setelah subuh, ia pergi ke ladang dan akan kembali saat matahari berada tepat di atas
kepala.

Menjelang malam, sudah menjadi rutinitas bagi anak-anak Patrawisa untuk belajar
mengaji di rumah Eyang Masnawi. Beberapa tahun kemudian, salah seorang anak Patrawisa
yang dulu sering berkunjung untuk belajar mengaji kembali dating. Anak itu bernama Madha,
tetapi ada maksud lain dibalik kedatangannya kali ini. Eyang Masnawi digambarkan memiliki
jiwa pekerja keras, tetapi dibalik itu, ia jug memiliki sifat dermawan.

Cerpen ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu karena menggunakan
kata ganti ia, dia, atau nama tokoh dicerpen tersebut. Dalam cerpen “Lelucon Eyang Masnawi”
ini juga disajikan beberapa gaya bahasa yaitu hiperbola. Misalnya, pada kalimat “Ketegangan
dan kegugupan semakin lama makin berat menekan dari dalam dada masing-masing seakan ingin
mberojol karena buncah seiring makin nyata gemuruh suara itu.”

Cerpen ini kaya akan nilai moral dan sosial yang tersaji untuk para pembaca. Cerita para
tokoh dalam cerpen tersebut dapat disajikan sebuah pelajaran yang amat berharga, salah satunya
saling berbagi kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

Cerpen ini menggunakan alur maju, tetapi berakhir pada klimaks dan tidak ada penjelasan
bagaimana nasib tokoh utama selanjutnya. Bahasa yang digunakan penulis cukup jelas dan
mudah dipahami, tetapi didalam cerpen ini juga menggunakan beberapa kata dari bahasa daerah
yang tidak disertai dengan arti sehingga membuat pembaca sedikit bingung.

Anda mungkin juga menyukai