4256 8167 1 SM PDF
4256 8167 1 SM PDF
ABSTRAK
Sertifikat Laik Fungsi atau SLF, pemberlakuannya dimulai sejak tahun 2010 akan menjadi dokumen
yang wajib dimiliki setiap bangunan gedung, baik yang baru atau Pekerjaan Umum yang sudah lama
berdiri. Ketentuan ini dikeluarkan pemerintah demi memastikan keselamatan pengguna bangunan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui sistem yang berlaku pada Dinas Pekerjaan Umum Kota
Ternate, menganalisa pemahaman masyarakat dan pelaku jasa konstruksi terhadap pemberlakuan
SLF bangunan gedung, dampak yang dihadapi terhadap pemberlakuannya. Selain itu, untuk
mengetahui korelasi antara pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan terhadap dampak yang
dirasakan dengan adanya kewajiban sertifikasi laik fungsi bangunan tersebut.
Metodologi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penyatuan data dilakukan dengan cara mengkombinasikan data
kualitatif dalam bentuk teks dengan data kuantitatif dalam informasi angka. Penyatuan ini dicapai
melalui melaporkan hasil secara bersama-sama di dalam hasil dan pembahasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan belum berjalan sama
sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Kota belum siap terhadap pemberlakuan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25 tahun 2007. Pada satu sisi pentingnya pemahaman dari
masyarakat dan pelaku jasa konstruksi tentang SLF bangunan gedung sangat berpengaruh terhadap
dampak yang akan dirasakan pada pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut.
Penelitian yang dilakukan terhadap pemahaman masyarakat dan pelaku jasa konstruksi berdasarkan
analisis, terlihat bahwa masyarakat dan pelaku jasa konstruksi kurang mengetahui dan memahami
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi
Bangunan Gedung. Demikian juga dengan dampak yang dirasakan dengan pemberlakuan Sertifikasi
Laik Fungsi Bangunan khususnya bagi masyarakat, dapat disimpulkan bahwa aturan-aturan maupun
sanksi yang diberlakukan dalam Peraturan Menteri tersebut tidak berpengaruh pada masyarakat.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin masyarakat dan pelaku jasa konstruksi
memahami Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik
Fungsi Bangunan Gedung, masyarakat dan pelaku jasa konstruksi akan lebih mematuhi aturan-
aturan yang diberlakukan oleh Peraturan Menteri tersebut. Demi tertatanya suatu kondisi bangunan
gedung yang laik fungsi, pemerintah diharapkan lebih tegas dalam memberikan sanksi-sanksi baik
yang teringan berupa sanksi administratif maupun sanksi terberat berupa pembongkaran.
Kata kunci: Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Ternate Maluku Utara
14
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
keselamatan yang tinggi sejalan dengan diberlakukan pada tahun 2010 di kota
pemeliharaan dan penggunaan peralatan Ternate
kerja, mesin yang produktif dan efisien, 2. Menganalisa pemahaman pelaku Jasa
bertalian dengan tingkat produksi dan Konstruksi tentang Sertifikasi Laik
produktivitas yang tinggi. Fungsi Bangunan..
Masih tingginya angka kecelakaan kerja 3. Menemukan dampak yang terjadi pada
pada pekerja konstruksi di kota Tomohon, pelaku Jasa Konstruksi dan pada
serta adanya tuntutan global dalam masyarakat mengenai pemberlakuan
perlindungan tenaga kerja, maka diperlukan Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan.
upaya-upaya untuk meminimalisasi 4. Menemukan korelasi antara pemahaman
kecelakaan kerja. Faktor sumber daya Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan
manusia memegang peranan yang sangat terhadap Dampak Yang Dirasakan
penting dalam meminimalisasi kecelakaan Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi
kerja, seperti kurangnya kesadaran untuk Laik Fungsi Bangunan
bekerja dalam kondisi sehat sampai dengan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
tidak menggunakan alat pelindung diri saat antara lain:
bekerja. Dari sekian banyak faktor penyebab 1. Memberikan masukan bagi Pemerintah
kecelakaan kerja akan dilakukan suatu Daerah dalam mempersiapkan segala
penelitian tentang analisis upaya pencegahan perangkat dalam menghadapi
kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi di pemberlakuan Peraturan Menteri
kota Tomohon yang difokuskan pada faktor Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007
Kesehatan Kerja, Pelatihan dan Penggunaan tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi
Alat Pelindung Diri (APD). Bangunan Gedung berupa :
a. Kesiapan Perda
Perumusan Masalah b. Kesiapan Tim Ahli
Permasalahan yang akan diteliti dalam c. Sosialisasi kepada masyarakat
penelitian ini adalah: 2. Sebagai informasi dan sosialisasi kepada
1. Bagaimana sistem Sertifikasi Laik pelaku Jasa Konstruksi dan masyarakat
Fungsi Bangunan pada Dinas Pekerjaan tentang pemberlakuan Peraturan Menteri
Umum Kota Ternate ? Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007
2. Bagaimana pemahaman Sertifikasi Laik 3. Sebagai informasi bagi peneliti lain yang
Fungsi Bangunan pada pelaku jasa bermaksud mengadakan penelitian
Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan) mengenai Sertifikasi Laik Fungsi
dan masyarakat? Bangunan
3. Bagaimana dampak Sertifikasi Laik
Fungsi Bangunan bagi pelaku jasa
Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan) KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
dan masyarakat?
4. Bagaimana hubungan antara pemahaman Definisi
Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
terhadap Dampak Yang Dirasakan 25/PRT/M/2007 bagian I tentang ketentuan
Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi umum disebutkan beberapa pengertian .
Laik Fungsi Bangunan? Pedoman adalah acuan yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari Peraturan
Tujuan Penelitian Pemerintah dalam bentuk ketentuan-
Yang menjadi tujuan dari penelitian ini : ketentuan penyelenggaraan bangunan
1. Menemukan kendala-kendala dari gedung.
Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Standar teknis adalah standar yang
Pekerjaan Umum terhadap proses dibakukan sebagai standar tata cara, standar
Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan yang spesifikasi, dan standar metode uji baik
15
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
berupa Standar Nasional Indonesia maupun peraturan yang disusun untuk mengatur
standar internasional yang diberlakukan hubungan kerja perlu disesuaikan dengan
dalam penyelenggaraan bangunan gedung. peraturan dari pemerintah. Semua pihak dari
Pemilik bangunan gedung adalah orang, ketiga unsur pelaksana pembangunan harus
badan hukum, kelompok orang, atau tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan
perkumpulan, yang menurut hukum sah yang telah disusun baik dari segi teknis
sebagai pemilik bangunan gedung. maupun administratif. Penyimpangan yang
Pengguna bangunan gedung adalah pemilik terjadi akan mengakibatkan kesulitan dan
bangunan gedung dan/atau bukan pemilik ketidaklancaran pelaksanaan pembangunan.
bangunan gedung berdasarkan kesepakatan (Djojowirono, 2005)
dengan pemilik bangunan gedung, yang
menggunakan dan/atau mengelola bangunan Evaluasi Proyek
gedung atau bagian bangunan gedung sesuai Akibat dari perkembangan ilmu
dengan fungsi yang ditetapkan. pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil terbatasnya sumber daya (resources),
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan sehingga dituntut daya upaya untuk
tempat kedudukannya, sebagian atau memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
seluruhnya berada di atas dan atau di dalam bangunan fisik yang didasarkan pada azas
tanah atau di air yang berfungsi sebagai optimalisasi dan efisiensi. Konsekuensinya
tempat manusia melakukan kegiatannya, menuntut dalam perencanaan dan
baik untuk hunian atau tempat tinggal, perancangan bangunan akan menjadi
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, semakin rumit/kompleks. Kompleksitas
kegiatan sosial budaya maupun kegiatan bukan hanya dalam rangka untuk memenuhi
khusus. tuntutan kebutuhan sesuai dengan akan
Struktur bangunan gedung adalah bagian tetapi juga aspek penerapan gagasan struktur
dari bangunan yang tersusun dan komponen- bangunan, teknologi, bahan, perlengkapan,
komponen yang dapat bekerja sama secara metode, dan peralatan yang digunakan.
satu kesatuan, sehingga mampu berfungsi (Tarore dan Mandagi, 2006)
menjamin kekakuan, stabilitas, keselamatan Setelah proyek berjalan dan selesai perlu
dan kenyamanan bangunan gedung terhadap dilakukan tindakan evaluasi. Perbedaan
segala macam beban, baik beban terencana yang mendasar antara evaluasi dan
maupun beban tak terduga, dan terhadap pengendalian adalah evaluasi lebih bersifat
bahaya lain dari kondisi sekitarnya seperti menilai sedangkan pengendalian akan
tanah longsor, intrusi air laut, gempa, angin mengikutinya dengan tindakan koreksi.
kencang, tsunami, dan sebagainya. Dalam tahap manajemen, evaluasi biasa
ditempatkan setelah pengendalian. (Santoso,
Unsur-Unsur Pengelola Konstruksi 2009).
Proses produksi selalu terdiri dari unsur Mekanisme umpan balik harus diberlakukan
konstruksi yang terlibat, yaitu: pemberi dalam pengelolaan proyek sehingga akan
tugas atau pemilik, konsultan dan diperoleh masukan mengenai jalannya
kontraktor. Kerja dari ketiga pihak tersebut proyek dan hasil-hasil tiap tahap serta hasil
membentuk suatu mekanisme pengelolaan akhirnya. Dengan mekanisme seperti itu
proyek untuk mencapai suatu tujuan yang akan ada tindakan koreksi yang diperlukan
sama. (Tarore dan Mandagi, 2006) untuk tetap menjaga proyek berjalan sesuai
Penyelenggaraan pekerjaan pembangunan rencana. Tujuan utama dari evaluasi adalah
suatu bangunan harus mengikuti atau untuk mengungkapkan di mana telah terjadi
berpedoman pada ketentuan-ketentuan, permasalahan dan membuka semua potensi
persyaratan dan peraturan-peraturan dari masalah yang ada. Evaluasi juga akan
pemerintah yang telah ada. Semua pihak menghasilkan pemahaman bagi semua pihak
dari ketiga unsur pelaksana pembangunan mengenai status proyek. Dengan demikian
harus tunduk dan patuh kepada peraturan- bisa dipahami sebelum diadakan evaluasi
16
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
17
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
Untuk menyatakan ada atau tidaknya sebagai unsur pembina dengan Pemerintah
hubungan antara variabel X dengan variabel Kota sebagai unsur pelaksana. Kendala-
Y kendala yang ditemukan seperti kurangnya
Pengujian Hipotesis koordinasi yang baik dengan Dinas PU
a. Hipotesis Ho: r = 0 Provinsi, belum adanya struktur organisasi
pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi yang membawahi SLF, perlunya
Bangunan (X) tidak ada hubungan yang peningkatan SDM baik dari jenjang kuliah
signifikan terhadap Dampak Yang maupun melalui pelatihan-pelatihan, belum
Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban adanya aturan yang mengikat berupa
Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (Y) PERDA tentang bangunan gedung, serta
b.Hipotesis Ha: r ≠ 0 pemahaman Sertifikasi perlunya pembentukkan tim ahli bangunan
Laik Fungsi Bangunan (X) ada hubungan gedung.
yang signifikan terhadap Dampak Yang
Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban Hasil Anaisis Data Kuantitatif
Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (Y) 1. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner
tentang pemahaman Sertifikasi Laik
Fungsi Bangunan pada pelaku jasa
HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan)
dan masyarakat, kesimpulan yang dapat
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas diambil antara lain:
Sebelum melakukan penelitian dengan a. Dengan adanya Permen PU No.
sebenar-benarnya, peneliti terlebih dahulu 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman
melakukan uji coba instrumen agar dapat Sertifikat Laik Fungsi Bangunan
memperoleh instrument yang valid dan Gedung, memiliki tingkat penge-
reliabel. Uji Validitas dilakukan dengan tahuan yang sangat kurang. Terlihat
menyebarkan kuesioner kepada 30 dengan nilai persentase dari
responden, 5 Konsultan, 5 kontraktor, 10 pernyataan responden sebesar 44.53%
pemilik usaha dan 10 pemilik rumah tinggal yang menjawab sangat tidak
masyarakat secara acak. Masukan-masukan mengetahui.
yang diterima selanjutnya menjadi dasar b. Dari prosentasi jawaban yang
untuk menyempurnakan materi dan format diperoleh terlihat bahwa masyarakat
kuesioner. Berdasarkan pengujian validasi maupun pelaku jasa konstruksi tidak
dan realibilitas butiran soal kuisioner mengetahui semua bangunan gedung
semuanya valid dan realibel dan dapat baik yang selesai dibangun maupun
dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Perubahan bangunan gedung yang lama
yang terjadi hanya sebatas penyempurnaan termasuk rumah tinggal harus
format penyajian kuesioner agar lebih disertifikasi hal ini dapat diihat dari
mudah dimengerti dan diisi oleh responden . cukup signifikannya prosentasi
Menyangkut materi kuesioner tidak ada jawaban tidak mengetahui sebesar
perubahan. 64.96%.
c. Dari prosentasi jawaban yang
Hasil Analisis Data Kualitatif diperoleh terlihat bahwa masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara, persyaratan maupun pelaku jasa konstruksi tidak
yang dibutuhkan untuk pemberlakuan mengetahui bangunan gedung setelah
Permen PU tersebut hampir semua unsur mengalami perubahan fungsi harus
yang terlampir pada kisi-kisi pertanyaan mengurus IMB kembali hal ini dapat
tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah Kota diihat dari cukup signifikannya
Ternate dalam hal ini Dinas Pekerjaan prosentasi jawaban tidak mengetahui
Umum Kota Ternate. Tidak ada koordinasi sebesar 59.85%.
yang baik antara Pemerintah Propinsi d. Dari prosentasi jawaban yang
diperoleh terlihat lebih dari 50%
18
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
19
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
20
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
21
Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 1, Maret 2013 ISSN 2087-9334 (14-22)
Bangunan Gedung kepada masyarakat Tarore, Huibert dan Mandagi, R.J.M., 2006.
dan pelaku jasa konstruksi sehingga Sistem Manajemen Proyek dan
masyarakat lebih paham dan mentaati Konstruksi (Simprokon), Tim Penerbit
peraturan tersebut. Disamping keter- JTS Fakultas Teknik Universitas Sam
sediaan sarana prasarana perlu diadakan Ratulangi, Manado
seperti laboratorium untuk pengujian
kelayakan bangunan.
4. Peraturan Menteri PU. No.25/prt/m/2007
tentang pedoman Sertifikat Laik Fungsi
Bangunan Gedung, perlu ditinjau
kembali pelaksanaannya maupun
pemberlakuannya ditingkat daerah. Hal
ini disebabkan karena Kedudukan SLF
Bangunan Gedung pada sistem
pengendalian proses membangun
bangunan gedung pemeriksaannya
setelah bangunan gedung selesai
difungsikan. Hal tersebut sangat tidak
efisien disebabkan karena lebih baik jika
pada saat pengurusan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) pemerintah lebih
memperketat aturan-aturan yang berlaku
disertai dengan monitoring pada saat
pembangunan konstruksi gedung
tersebut sehingga terjadi kesinambungan
antara fungsi yang direncanakan dengan
fungsi bangunan yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
22