Anda di halaman 1dari 27

1

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

STUDI KASUS EFEKTIFITAS PENERAPAN DAN IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PROYEK GEDUNG DINAS PRASARANA JALAN, TATA RUANG DAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT

Oleh : Nama No.BP : : JIMMI HENDRICO 07 172 037

Disahkan oleh : Pembimbing utama Co pembimbing

AKHMAD SURAJI, PhD NIP. 132 067 092

YERVI HESNA, MT NIP. 132 317 303

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Konstruksi memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan industri lainnya khususnya konstruksi gedung. Bahkan dapat dikatakan bahwa setiap proyek di konstruksi berbeda satu sama lain, dengan menghasilkan permasalahan yang berbeda selama proses pengerjaannya. Perencanaan dan eksekusi proyek dibawah tekanan waktu dan anggaran yang terbatas, pekerjaan yang banyak dilakukan oleh banyak tenaga kerja manusia dengan banyak keahlian dan sifatnya yang sementara dan berpindah-pindah dan pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan lingkungan sekitar adalah sedikit karakteristik yang dapat membedakan industri konstruksi dengan industry lainnya. Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaanperusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana

kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3 mencapai Rp150.987 triliun pada tahun 2010, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan. Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus. Khusus di Indonesia, berdasarkan data PT Jamsostek pada tahun 2010 terjadi 47.919 kasus kecelakaan kerja sebanyak 7.965 meninggal dunia. Pada 2009 dari 54.398 kasus kecelakaan kerja, sebanyak 20.086 kasus tergolong pelanggaran Kelembagaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Personil (K3) dan sebanyak 107 kasus masuk proses penyidikan (BAP). Sedangkan hingga

Agustus 2010 tercatat 37 kasus ketenagakerjaan yang sudah dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) namun Laporan Kejadian (LK) yang masuk mencapai 144 kasus. Jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang terserap di seluruh sektor usaha, industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Pekerja di sektor jasa konstruksi ada 5% atau sekitar 4,5 juta pekerja sampai akhir tahun 2009. Namun, kecelakaan kerja pada sektor jasa konstruksi mencapai 32 % atau 1,44 juta kecelakaan kerja dari keseluruhan kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia. Dilatarbelakangi hal diatas, maka perlu kajian mengenai keselamatan, kesehatan kerja pada proyek kontruksi. Sehubungan dengan itu, dalam rangka rekonstruksi pasca gempa bumi 30 september di Padang, pemerintah telah mencanangkan dan membangun kembali gedung-gedung yang rusak akibat gempa tersebut. Salah satu gedung yang membutuhkan rekonstruksi ialah gedung Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatra Barat

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui bagaimana efektifitas penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan pada proyek konstruksi gedung.Selain itu, juga dilakukan identifikasi berbagai masalah yang menghambat penerapan peraturan K3 pada proyek konstruksi gedung. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efektifitas penerapan K3 proyek konstruksi gedung saat ini dan dapat diketahui langkah-langkah dalam mengatasi masalah dari penerapan K3 dalam proyek konstruksi gedung. Manfaat lain dari penerapan K3 yaitu dapat memberikan informasi bagi pelaku bisnis konstruksi tentang pentingnya penerapan undang-undang dan peraturan K3 pada proyek konstruksi, dan bisa diterapkan untuk proyek lain. Diharapkan dengan penerapan undang-undang dan peraturan K3 secara maksimal dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit sehingga efisiensi dan produktifits kerja dapat ditingkatkan, dapat menurunkan biaya kompensasi akibat kecelakaan dan sakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan konstruksi, serta menciptakan tempat kerja yang aman.

1.3 Batasan Masalah Tinjauan ini dilakukan pada pelaksanaan proyek rekonstruksi gedung dalam hal ini ialah gedung Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman

Provinsi Sumatra Barat yang rusak pasca gempa 30 September 2009. Adapun batasan masalah yang dianalisis adalah sejauh mana penerapan K3 pada proyek tersebut dan kendala yang terjadi di proyek sesuai dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) berdasarkan undang-undang dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan proyek konstruksi khususnya untuk penerapan di lapangan.

1.4 Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan penulisan, maka penulisan tugas akhir ini akan dibagi dalam lima BAB dengan penjabaran sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisikan latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penelitian. BAB IITINJAUAN PUSTAKA Berisikan dasar-dasr teori mengenai keselamatan, kesehatan kerja (K3) proyek khususnya proyek konstruksi gedung. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berisikan tahap-tahap yang dilakukan dalam pembuatan tugas akhir yaitu: studi pustaka, pengumpulan data, analisis dan pembahasan, kesimpulan dan saran. BAB IV PROSEDUR DAN HASIL KERJA

Berisikan prosedur dalam pembuatan tugas akhir ini beserta hasil kerja yang didapatkan. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berisikan analisis dan pembahasan dari hasil kerja yang didapatkan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan mengenai kesimpulan dari analisis dan pembahasan serta saran yang berkaitan dengan tugas akhir.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pendahuluan Bidang konstruksi sebagai salah satu bidang yang menunjang proses pelaksanaan pembangunan, di Indonesia pekerjaan konstruksi merupakan bagian dari pembangunan yang direncanakan oleh beberapa pihak, baik pemerintah pusat dan daerah maupun swasta. Hal ini merupakan wujud nyata kemajuan bidang konstruksi di Indonesia. Pada sebuah pekerjaan konstruksi dalam bentuk apapun, dapat menimbulkan resiko yang akan membahayakan para pekerjanya. Hal inilah yang menjadi dasar penerapan peraturan kesehatan dan keselamatan kerja pada proyek kontruksi. Pengertian proyek dalam pembahasan ini bidatasi dalam arti proyek konstruksi, yaitu proyek yang berkaitan dengan bidang konstruksi

(pembangunan). Dari pengertian dan batasan di atas, maka dapat dijabarkan beberapa karakteristik proyek sebagai berikut. 1. Waktu proyek terbatas, artinya jangka waktu, waktu mulai (awal proyek dan waktu finish (akhir proyek) sudah tertentu. 2. Hasilnya tidak berulang, artinya produk suatu proyek hanya sekali, bukan produk rutin/berulang (Pabrikasi). 3. Mempunyai tahapan kegiatan-kegiatan berbeda-beda, dengan pola di awal sedikit, berkembang makin banyak, menurun dan berhenti. 4. Intensitas kegiatan-kegiatan (tahapan, perencanaan, tahapan

perancangan dan pelaksanaan). 5. Banyak ragam kegiatan dan memerlukan klasifikasi tenaga beragam pula. 6. Lahan/lokasi proyek tertentu, artinya luasan dan tempat proyek sudah ditetapkan, tidak dapat sembarang tempat. 7. Spesifikasi proyek tertentu, artinya persyaratan yang berkaitan dengan bahan, alat, tenaga dan metoda pelaksanaannya yang sudah ditetapkan dan harus memenuhi prosedur.

Manajemen

proyek

konstruksi

adalah

bagaimana

suatu

proses

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang dilakukan pada sustu kegiatan proyek tersebut menghasilkan suatu konstruksi yang selesai tepat waktu, efisiensi biaya, kualitas memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, keamanan dan keselamatan kerja terjamin dan selama kegiatan proyek terlaksana dengan lancar dan baik.

2.2 Jenis Proyek Proyek konstruksi berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia dan kemajuan teknologi. Bidang-bidang kehidupan manusia yang makin beragam menuntut industri jasa konstruksi, membangun proyek-proyek konstruksi sesuai dengan keragaman bidang tersebut. Proyek konstruksi untuk bangunan pabrik tentu berbeda dengan bangunan gedung . Proyek konstruksi bendungan, terowongan, jalan, jembatan dan proyek teknik sipil lainnya membutuhkan spesifikasi, keahlian dan teknologi tertentu, yang tentu berbeda dengan proyek perumahan/pemukiman (Real Estate). Memang agak sulit mengkategorikan jenisjenis proyek dalam kategori-kategori/ jenis yang rinci dan tegas, namun secara umum (garis besar) klasifikasi/jenis proyek konstruksi dapat dibagi menjadi. 1. Proyek konstruksi bangunan gedung (Building Construction) Proyek konstruksi bangunan gedung mencakup bangunan gedung perkantoran, sekolah, pertokoan, rumah sakit, rumah tinggal dan sebagainya. Dari segi biaya dan teknologi terdiri dari yang berskala rendah, menengah, dan tinggi. Biasanya perencanaan untuk proyek bangunan gedung lebih lengkap dan detail. Untuk proyek-proyek pemerintah (di Indonesia) proyek bangunan gedung ini dibawah pengawasan/pengelolaan DPU sub Dinas Cipta Karya. 2. Proyek bangunan perumahan/pemukiman (Residential Contruction/ Real Estate) Di sini proyek pembangunan perumahan/pemukiman (real estate) dibedakan dengan proyek bangunan gedung secara rinci yang didasarkan pada klase pembangunannya serempak dengan penyerahan prasaranaprasarana penunjangnya, jadi memerlukan perencanaan infrastruktur dari

perumahan tersebut (jaringan transfusi, jaringan air, dan fasilitas lainnya). Proyek pembangunan pemukiman ini dari rumah yang sangat sederhana sampai rumah mewah, dan rumah susun. Di Indonesia pengawasan di bawah Sub Dinas Cipta Karya.

3. Proyek konstruksi teknik sipil/proyek Konstruksi rekayasa berat (Heavy Engineering Construction) umumnya proyek yang masuk jenis ini adalah proyek-proyek yang bersifat infrastruktur seperti proyek bendungan, proyek jalan raya, jembatan, terowongan, jalan kereta api, pelabuhan, dan lain-lain. Jenis proyek ini umumnya berskala besar dan membutuhkan teknologi tinggi. 4. Proyek konstruksi industri (Industrial Construction) Proyek konstruksi yang termasuk dalam jenis ini biasanya proyek industri yang membutuhkan spesifikasi dan persyaratan khusus seperti untuk kilang minyak, industri berat/industri dasar, pertambangan, nuklir dan sebagainya. Perencanaan dan pelaksanaannya membutuhkan ketelitian dan keahlian/ teknologi yang spesifik.

2.3 Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3) Proyek Data mengenai keselamatan dan kesehatan kerja tahun 2002, yang diterbitkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menunjukkan bahwa sektor usaha bangunan memiliki tingkat kecelakaan kerja yang tinggi. Data di atas diperoleh dari kecelakaan dari tahun 1995 s/d 1999 dengan jumlah kecelakaan kerja 412.652 kasus dengan nilai kerugian Rp. 340 Milyar dan pembayaran santunan dan ganti rugi sebesar kurang lebih Rp. 329 Milyar lebih. Oleh karena itu penerapan prinsip K3 di proyek sangat memerlukan perhatian kontraktor. Ada beberapa hal yang harus diketahui dan dilakukan kontraktor dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip kerja sesuai dengan ketentuan K3L di lingkungan proyek, antara lain: 2.3.1 Memenuhi kelengkapan administrasi K3 Kegiatan untuk memenuhi kelengkapan administrasi K3 antara lain terdiri dari:

10

1. Pendaftaran proyek ke Departemen Tenaga Kerja setempat Sebelum melakukan aktifitas pekerjaan dilapangan, pihak proyek wajib melapor dan mendaftar ke Departeman Tenaga Kerja setempat, karena Departemen Tenaga Kerja adalah instansi yang berwenang dan bertanggung jawab menangani masalah K3. Sebagai bukti dari kegiatan ini berupa surat pendaftaran proyek ke Departemen Tenaga Kerja setempat dan sudah ada penerimaan dan/ konfirmasi dari Departemen Tenaga Kerja. 2. Pendaftaran dan pembiayaan administrasi tenaga kerja (ASTEK) Sesuai dengan ketentuan pemerintah, perusahaan atau proyek yang mempekerjakaan tenaga kerja lebih dari 10 orang wajib melindungi tenaga kerja melalui ASTEK. Sebagai bukti dari pelaksanaannya: adanya polis dari ASTEK untuk proyek tersebut berikut kuitansi pembayaran preminya. 3. Pendaftaran dan pembiayaan administrasi lainnya, misalnya CAR, PA, bila disyaratkan dalam proyek Apabila disebutkan dalam kontrak, proyek wajib membayar polis asuransi Construction all risk (CAR) atau Personal accident (PA). Yang dimaksud dengan CAR adalah untuk bangunan/fisik proyek dan peralatan kerjanya. Sedangkan PA untuk petugas/orang yang melaksanakan (kadangkadang termasuk petugas dari MK (manajemen konstruksi/customer representativ). 4. Izin dari Kantor Pemukiman dan Perasarana Wilayah (Kimpraswil) tentang penggunaan jalan/jembatan yang menuju lokasi untuk lalu-lintas alat berat Untuk beberapa proyek seperti pada proyek-proyek sipil perlu mendatangkan alat-alat berat. Apabila keadaan jalan/jembatan relatif kecil, perlu izin dari pemerintah setempat, dalam hal ini Departemen terkait setempat. Maksud izin tersebut adalah instansi terkait setempat telah mengadakan pemeriksaan terhadap kekuatan jalan/jembatan yang akan dilalui alat berat. Apabila perlu kontraktor diharuskan menambah daya topang khusus pada struktur jalan/jembatan tersebut sebelum dipakai.

11

Sebagai bukti dari kegiatan ini adalah surat izin dari Departemen (catatan: surat izin berarti izin dari Departemen, bukan surat permohonan izin dari kontraktor) 5. Keterangan laik pakai untuk alat berat/ringan memerlukan rekomendasi dari Departemen Tenaga Kerja atau instansi yang berwenang. Peralatan proyek yang menyangkut keselamatan umum (orang banyak) pada saat pengoperasian umumnya harus dipantau pemakaiannya oleh instansi pemerintah yang berwenang. Alat-alat yang dimaksud adalah seperti: mobil bus/truk, lift (elevator), eskalator,lift tenaga kerja, lift bahan, tower crane, dan sebagainya. Sebagai bukti pelaksanaan adalah, adanya surat keterangan laik pakai dari instansi yang berwenang. Selain itu, adanya label laik pakai yang menempel pada alat yang bersangkutan. 6. Pemberitahuan kepada pemerintah atau lingkungan setempat Pemerintah setempat/Muspida yang dimaksud terdiri dari unsur Departemen Dalam Negeri (lurah/ camat/ bupati/ walikota), Kepolisian (Polsek/ Polwil/ Polda), dan TNI (Babinsa/ Koramil/ Kodim). Ketiga unsur diatas adalah instansi-instansi aparat negara yang mengendalikan mekanisme pemerintahan dan keamanan/ketertiban umum. Pemerintahan/lingkungan setempat harus diberi laporan tentang keberadaan/adanya kegiatan proyek, karena akan menyangkut banyak tenaga kerja yang umumnya para pendatang, banyaknya kendaraan keluar-masuk membawa material, adanya kegiatankegiatan diluar kegiatan rutin yang terkadang dapat mengganggu

kelancaran/ketenangan kegiatan yang sudah ada. Sebagai bukti dari pelaksanaan adalah, adanya surat pemberitahuan kepada pemerintah/lingkungan setempat dan sudah ada informasinya.

2.3.2 Penyusunan safety plan (rencana K3) untuk proyek Tujuan safety plan adalah agar proyek dalam pelaksanaannya nanti, aman dari kecelakaan dan penyakit sehingga menghasilkan produktivitas kerja tinggi. Safety plan berisi antara lain:

12

1. Pembukaan a. Gambaran proyek b. Pokok perhatian untuk K3 2. Risiko kecelakaan dan pencegahannya (risiko yang mungkin terjadi di proyek tersebut) 3. Tatacara pengoperasian peralatan 4. Alamat instansi terkait a. Rumah sakit b. Polisi c. Depnaker d. Pemadam kebakaran Yang disebut kecelakaan K3 bukan hanya yang mengakibatkan cedera/sakitnya tenaga kerja, tapi juga yang menyangkut rusak/kurangnya produktivitas bahan/peralatan. Jadi penanganan K3 yang tidak baik akan berakibat pada turunnya produktivitas. Sebagai bukti pelaksanaan, adanya safety plan yang sudah disahkan manajer proyek. 2.3.3 Kegiatan K3 di lapangan Kegiatan K3 di lapangan merupakan pelaksanaan safety plan yang harus dilaksanakan kontraktor dalam setiap proyek yang menyangkut beberapa kegiatan antara lain:

1. Kerjasama dengan lembaga yang terkait K3 Kerjasama dengan instansi yang terkait dengan K3 sangat penting. Instansi yang dimaksud antara lain adalah: Depnaker, Polisi, dan Rumah sakit. Hubungan awal yang dimulai dengan pendaftaran proyek ke Depnaker dan pemeritahuan ke instansi pemerintah/Muspida setempat perlu dipertahankan dengan hubungan informal yang lain agar apabila ada masalah K3, masalahnya cepat tertangani dengan baik. Untuk proyek tertentu (misalnya yang cukup terpencil dan rawan terhadap kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja) perlu dijalin kerjasama yang erat dengan rumah sakit terdekat.

13

Sebagai bukti pelaksanaan adalah, adanya dokumen-dokumen/suratsurat serta hubungan kerjasama yang nyata dengan instansi-instansi yang terkait tersebut. 2. Pengawasan pelaksanaan K3 Pengawasan pelaksanaan K3 meliputi kegiatan: a. Safety patrol Safety patrol merupakan suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan patroli selama kira-kira 1 atau 2 jam (tergantung lingkup proyek). Dalam patroli masing-masing anggota safety patrol mencatat hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan/memiliki resiko kecelakaan. Ketentuan/tolak ukurnya ada dalam: a. Safety plan b. Panduan pelaksanaan K3 c. Hal-hal yang secara teknis mengandung resiko bahaya Priode patroli bisa dilakukan seminggu sekali. b. Safety supervisor Safety supervisor merupakan petugas yang ditunjuk oleh manajer proyek yang secara terus menerus mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi K3. Safety supervisor berwenang menegur dan memberikan instruksi langsung kepada superintended (kepala pelaksana) bila ada pelaksanaan yang mengandung bahaya terhadap keselamatan kerja. c. Safety meeting Safety meeting merupakan meeting/rapat dalam proyek yang membahas hasil/laporan dari safety patrol maupun hasil laporan dari safety supervisor. Yang paling utama dalam safety meeting adalah: a. Perbaikan atas pelaksanaan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan K3. b. Perbaikan sistem kerja untuk mencegah penyimpangan tidak terulang kembali. 3. Pelaporan dan penanganan kecelakaan Pelaporan dari kecelakaan terdiri dari:

14

a. Pelaporan dan penanganan kecelakaan ringan b. Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat c. Pelaporan dan penanganan kecelakaan dengan korban meninggal d. Pelaporan dan penanganan kecelakaan peralatan berat Sebagai bukti pelaksanaan dari kegiatan ini adalah, adanya catatan yang mendukung kegiatan-kegiatan tersebut dan adanya penanganan yang nyata atas kegiatan tersebut dilapangan. 2.3.4 Pelatihan program K3 Pelatihan program K3 terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Pelatihan secara umum Materi pelatihan ini bersifat umum yaitu panduan tentang K3 di proyek misalnya: a. Pedoman praktis pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan pada proyek bangunan gedung. b. Penanganan, penyimpangan, dan pemeliharaan material. c. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan sipil d. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan finishing luar. e. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan mekanikal dan elektrikal. f. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan finishing dalam. g. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan bekisting. h. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan pembesian. i. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan sementara. j. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan rangka baja. k. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan struktur khusus.

15

l. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan pembetonan. m. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan pondasi pile dan strutting. n. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan dalam pekerjaan pembongkaran. o. Dll. 2. Pelatihan khusus proyek Pelatihan khusus proyek diberikan pada: a. Saat awal proyek b. Saat di tengah priode pelaksanaan proyek (sebagai penyegaran) Materi meliputi pengetahuan umum tentang K3 dan safety plan proyek yang bersangkutan. Peserta pelatihan khusus ini adalah seluruh petugas yang terkait langsung dalam pengawasan proyek. Pelatihan/penjelasan ini adalah khusus untuk kegiatan tertentu saja yang dipertimbangkan memilki resiko kecelakaan dan langsung dijelaskan kepada pegawai/tukang pada saat akan memulai pekerjaan tersebut. Misalnya pada saat pertama kali akan ada pekerjaan blasting, maka diadakan penjelasan kepada para petugas/tukang tentang kemungkinan-kemungkinan bahaya/resiko yang akan terjadi. Sebagai bukti dari pelaksanaan kegiatan ini adalah, adanya catatan yang mendukung kegiatan tersebut. 2.3.5 Perlengkapan dan peralatan penunjang program K3 Perlengkapan dan peralatan penunjang program K3 dalam pelaksanaan proyek meliputi beberapa hal antara lain: 1. Promosi program K3 Promosi K3 meliputi: a. Pemasangan bendera K3, bendera RI, bendera perusahaan. b. Pemasangan sign board K3 yang dapat berisi antara lain: sloganslogan yang mengingatkan akan perlunya bekerja dengan selamat. Selain itu bisa berisi gambar-gambar/pamflet tentang

bahaya/kecelakaan yang mungkin terjadi di lokasi pekerjaan. Slogan

16

maupun pamflet-pamflet dapat dipasang di kantor proyek atau lokasi pekerjaan di lapangan. 2. Sarana peralatan untuk k3 Sarana peralatan untuk K3 terdiri dari: a. Yang melekat pada orang Topi helm Sepatu lapangan Sabuk pengaman untuk pekerja di tempat yang tinggi Sarung pengaman untuk pekerja tertentu Masker pengaman gas beracun untuk pekerja tertentu Kaca mata las goggle Obat-obatan untuk P3K Pelampung renang (untuk lokasi tertentu

b. Sarana peralatan Tabung pemadam kebakaran pada ruang-ruang antara lain: kantor proyek, gedung bahan bakar, gudang material/peralatan, ruang genset, bengkel, gudang bahan peledak, mess karyawan, barrak tenaga kerja. Tiap lantai bangunan proyek (pada saat pengerjaan bekisting dan finishing) Pagar pengaman yang terdiri dari: pagar/railing yang kuat dan tali warna kuning sebagai pembatas/peringatan. Pagar ini diperlukan untuk lokasi antara lain: lubang di lantai, lubang di sumur galian tanah, tepi bangunan tinggi (bila di anggap perlu) Penangkal petir darurat Pemeliharaan jalan kerja dan jembatan kerja Jaring pengaman pada bangunan tinggi Pagar pengaman lokasi proyek

c. Rambu-rambu peringatan Fungsi rambu-rambu peringatan antara lain untuk: Peringatan bahaya dari atas Peringatan bahaya benturan kepala Peringatan bahaya longsoran

17

Peringatan bahaya api/kebakaran Peringatan tersengat listrik Penunjuk ketinggian (untuk bangunan yang lebih dari dua lantai) Penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara Penunjuk batas ketinggian penumpukan material Larangan memasuki ke area tertentu Larangan membawa bahan-bahan berbahaya Petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek) Peringatan untuk memakai alat pengaman kerja Peringatan ada alat/mesin yang berbahaya (untuk lokasi tertentu) Peringatan/larangan untuk masuk ke lokasi genset/power listrik (untuk orang-orang tertentu)

Dalam hal ini ada beberapa catatan antara lain. Ada pemahaman yang keliru tentang K3, yaitu menganggap bahwa kalau sudah memenuhi sarana peralatan K3 berarti sudah memenuhi syarat K3. Padahal sarana peralatan K3 adalah baru sebagian dari sistem K3. Bekerja dengan K3 yang benar adalah bila memenuhi 3 (tiga) hal sebagai berikut: 1. Orangnya: orang (pengawas dan tenaga kerja) punya sikap kerja yangbenar yaitu: a. Punya pengetahuan dan keterampilan K3 b. Berperilaku sesuai K3 c. Sehat jasmani dan rohani 2. Mesin/alat kerja serta sarana peralatan K3 sesuai ketentuan

3. Lingkungan kerja sesuai ketentuan Yang dimaksud lingkungan kerja meliputi: a. Layout palnning (perencanaan tata letak) b. House keeping (pemilihan alat-alat rumah tangga) c. Penerangan dan ventilasi

18

2.3.6 Penataan lingkungan proyek Penataan lingkungan meliputi perencanaan tata letak fasiltas-fasilitas untuk melaksanakan pekerjaan dan pengelolaan kebersihan lingkungan kerja di proyek (house keeping) antara lain: 1. Layout planning (perencanaan tata letak) Perencanaan tata letak harus diatur sedemikian rupa sehingga orang dan alat yang bekerja tidak saling terganggu, tetapi justru saling mendukung, agar pelaksanaan kerja dengan produktivitas tinggi dan aman dapat dicapai. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencaan tata letak adalah: a. Dimensi (ukuran), posisi, elevasi (ketinggian) b. Gerakan manusia dan alat c. Suara (kebisingan) d. Getaran e. Cahaya dan sirkulasi udara 2. House keeping Kebersihan dan kerapian tempat kerja merupakan syarat K3. Sarana kebersihan dan kerapian untuk program K3 adalah: a. Penyediaan air bersih yang cukup b. Penyediaan toilet/WC yang bersih c. Penyediaan mushalla yang bersih dan terawat d. Penyediaan toilet/WC untuk pekerja proyek e. Penyedian bak-bak sampah pada lokasi yang diperlukan f. Pembuatan saluran pembuangan limbah g. Pembersihan sampah-sampah secara teratur h. Kerapian penempatan alat-alat kerja di lapangan setelah dipakai (beatty scaffolding, pipe support, pipa-pipa, jack blue, concrete vibrator, lampu-lampu penerangan, dan lain-lain). i.

19

2.4 Dasar Hukum Pelaksanaan K3 Proyek Undang-undang Dasar 1945 sebagai acuan dari peraturan perundangundangan di Indonesia menyebutka dalam pasal 27 ayat (2) Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pekerjaan yang dimaksud adalah pekrjaan-pekerjaan yang bersifat manusiawi, mendapatkan upah yang cukup dan memungkinkan pekerja dalam keadaan sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup yang layak sesuai martabat manusia. Peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain: 2.4.1 Undang-undang

1. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya serta dikembangkan daya gunanya. Pasal 3: Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 9: Tiap warga negara berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral agama. Pasal 10 Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi: a. Norma keselamatan kerja b. Norma kesehatan kerja dan higinie perusahaan c. Norma kerja d. Pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja Dalam hal ini pembina norma adalah pemerintah, yang mempunyai kewajiban untuk menyusun kebijakan yang dapat dituangkan dalam

20

bentuk peraturan dan ketentuan, pelaksanaannya serta melakukan upaya agar segala ketentuan tersebut dapat dijalankan. 2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan umum mengenai keselamatan kerja dalam semua tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada dibawah kekuasaan hukum Republik Indonesia. b. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa tenaga kerja dan dan orang lain berada di tempat kerja berhak mendapatkan jaminan keselamatan 3. Undang-undang No. 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan Undang-undang No. 13 tahun 2003 ini merupakan undang-undang pengganti dari undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang

ketenagakerjaan. Dengan diberlakukannya undang-undang No. 13 tahun 2003 maka undang-undang No. 14 tahun 1969 serta perundang-undangan yang tercantum dalam pasal 129 Undang-undang No. 13 tahun 2003 dinyatak tidak berlaku lagi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja di atur dalam pasal 86 dan pasal 87 Undang-undang No. 13 tahun 2003. Pasal 86 1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja b. Moral dan kesusilaan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal diselengarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

21

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perunfang-undangan yang berlaku. Pasal 87 1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen keselamatan perusahaan. 2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keslamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. 2.4.2 Peraturan Pemerintah 1. Peraturan pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi antara lain menjelaskan tentang lingkup pengaturan

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, penyelesaian sengketa, larangan persekongkolan dan sanksi andministratif 2. Peraturan pemerintah No. 30 tahun 2000 tentang penyelenggaraan pembinaan konstruksi. Pasal 4 ayat 1: Pihak yang harus dibina dalam penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi terdiri atas penyedia jasa, pengguna jasa dan masyarakat.

22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan pengerjaan tugas akhir ini antara lain meliputi beberapa tahap yaitu: 3.1 Studi Literatur Tahap awal penelitian ini ialah dengan melakukan studi literatur. Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan dasar teori mengenai keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan termasuk dasar hukum pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja Pengumpulan teori dilakukan dengan cara mempelajari berbagai peraturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), informasi tentang berbagai kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan konstruksi bangunan, dan bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja pada pekerjaan konstruksi bangunan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, makalah-makalah seminar,diktat kuliah dan bahan pendukung lainnya yang didapat dari internet berkaitan dengan penerapan peraturan K3 pada proyek konstruksi bangunan.

3.2 Pengumpulan Data Lapangan Tahapan ini merupakan tahapan pengamatan langsung ke lapangan dan mendapatkan data-data pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan proyek yang sedang berlangsung. Dalam pengambilan data dilakukan survei data detail dengan menggunakan metode pengisian kuisoner dan wawancara yang terdiri dari indikator-indikator yang merupakan bagian dari variabel. Menurut Dewi (2005) Variabel adalah karakteristik objek yang akan disurvai dan terdiri dari beberapa indikator (intangibles) yang merupakan pertanyaan dalam kuisoner.

3.2.1 Pengumpulan Kuisoner Data yang dikumpulkan adalah data hasil pengisisan kuisoner dan wawancara. Pengumpulan dilaksanakan seiring dengan penyebaran kuisoner. Hal ini lebih memudahkan proses pengumpulan karena kuisoner langsung diisi ditempat, sehingga dapat menghemat waktu tanpa harus mengulang kembali pekerjaan yang sama. Kemudian dilakukan wawancara dengan responden.

23

3.2.2 Chek list data Chek list data didistribusikan kepada responden yang secara langsung bertanggung jawab terhadap di lapangan seperti safety manager ataupun site manager. Adapun yang ingin didapatakan dari chek list data ini adalah :

3.2.1. 1 Mengetahui kelengkapan K3 Tujuannya adalah untuk mengetahui kelengkapan penyedian peralatan untuk pekerja dan kelengkapan K3 secara organisasional. 3.2.1. 2 Kecelakaan kerja Jenis kecelakaan kerja masing-masing jenis diberi penilaian dari sering, pernah dan tidak pernah. Masing-masing kecelakaan diberi akibatnya yaitu cedera ringan, sedang dan berat. Tujuan ini adalah untuk mengetahui jenis kecelakaan sering terjadi pada pekerjaan kontruksi gedung. Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja masing-masing faktor diberi penjelasan mengenai penyebab dari masalah yang terjadi sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat efektifitas penerapan K3 dilapangan. 3.2.3 Peninjauan Kelapangan Peninjauan langsung kelapangan dilakasanakan untuk membuktikan secara langsung pelaksanan program K3 yang telah direncanakan. Membandingkan apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana, serta mengindentifikasi jika terjadi kekurangan.

3.3 Pengolahan Data Setelah data lapangan diperoleh, selanjutnya dilakukan analisa data dan membandingkan data yang didapatkan dengan literatur serta undang-undang keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan yang ada.

24

3.4 Kesimpulan dan Saran Tahapan ini merupakan tahapan akhir yaitu pengambilan kesimpulan dari hasil analisa data yang telah dilakukan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah proyek konstruksi bangunan yang berlangsung telah sesuai dengan ketentuan keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan yang telah ditentukan baik dalam prosedur maupun undang-undang dan peraturan lainnya yang berlaku.

25

Secara sistematis metodologi penelitian dapat dilihat pada bagan alir metodologi penelitian pada gambar 3.1 berikut

Mulai

1.Studi Literatur 2. Teori tentang keselamatan dan kesehatan kerja 3. Dasar hukum keselamatan dan kesehatan kerja

a. Teori sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Pengumpulan data tentang K3 dengan b. Dasar hukum keselamatan dan kesehatan kerja : 1. 2. 3. 4. Wawancara Penyebaran kuisoner Chek list data Pengamatan langsung

Analisa dan pembahasan 1. 2. 3. Analisa sistem keselamatan dan kesehatan kerja Penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan Identifikasi masalah yang menghambat penerapoan K3 di proyek konstruksi

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

26

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Sanjaya, Efendi, 2009. Standar penilaian pengukuran kinerja keselamatann dan kesehatan kerja ntuk perlengkapan K3 dan lingkungan. Teknik sipil, Universitas Kristen Indonesia, Surabaya. Departemen Pekerjaan Umum, 2006. Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa. Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan. Bahriayansah. 2007. Sitem Manajemen Keselamatan Kerja Pada Kontruksi Jembatan, Tugas Akhir, Teknik Sipil Universitas Andalas, Padang. Indah, PT Duta Graha, Buku Pedoman Intruksi Kerja K3. Arianto, Machfudz eko. 2010. Keselamatan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan (Online http://machfudzekoarianto.blogspot.com akses 14 Juni 2011).

Wirahadikusumah, Reini D. 2003. Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Ruliawanti, Dini. Identifikasi dan pengendalian kecelakaan kerja pada beberapa proyek konstruksi gedung di surabaya (Online http://digilib.its.ac.id akses 10 juni 2011) Proses hirarki anlitik (Oline www.scribd.com/doc/2908406/Modul-6-Analytic Hierarchy-Process. akses 6 Juli 2011)

27

Anda mungkin juga menyukai